BIOFISIKA - Universitas Udayana · 2017. 6. 4. · Mengumpulkan nilai pelaksanaan dan laporan...
Transcript of BIOFISIKA - Universitas Udayana · 2017. 6. 4. · Mengumpulkan nilai pelaksanaan dan laporan...
1
PENUNTUN PRAKTIKUM
BIOFISIKA
Oleh :Gusti Ngurah Sutapa, S.Si, M.Si
I Ketut Putra, S.Si, M.Si
Teknisi Lab. Biofisika :I Ketut Artawan
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANAJANUHARI
2017
2
TATA CARA DAN TATA TERTIB PRAKTIKUM
Untuk kelancaran jalannya praktikum serta untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, maka terlebih dahulu mahasiswa harus memperhatikan hal-hal yang
berhubungan dengan petugas praktikum, pengelompokan mahasiswa, pelaksanaan
praktikum, penyusunan laporan praktikum, dan tata tertib pelaksanaan praktikum.
I. PETUGAS-PETUGAS PRAKTIKUM
Sesuai dengan latar belakang pendidikan, tugas dan profesinya, maka petugas
praktikum dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yang masing-masing mempunyai
tugas dan tanggungjawab yang berbeda-beda. Petugas-petugas praktikum tersebut adalah:
1.1 Koordinator Praktikum/Kepala Laboratorium
Bertugas sebagai berikut:
1. Memimpin penyelenggaraan seluruh kegiatan praktikum selama satu masa
praktikum (satu semester).
2. Menetapkan dan mempersiapkan satuan-satuan praktikum.
3. Merencanakan dan menetapkan jadwal penggunaan laboratorium.
4. Menetapkan pembagian tugas untuk pengawas, pembimbing praktikum dan
teknisi laboratorium.
1.2 Pengawas Praktikum
Bertugas sebagai berikut:
1. Memimpin penyelenggaraan praktikum untuk satu kelompok praktikum
selama satu semester.
2. Menyusun jadwal penyelenggaraan praktikum untuk masing-masing kelompok
yang diawasi.
3. Memeriksa dan mengusahakan kelengkapan peralatan praktikum dengan
bantuan teknisi laboratorium.
4. Melaporkan kepada koordinator praktikum tentang peralatan yang rusak atau
pecah baik karena kadaluwarsa maupun karena kecerobohan/kelalaian
mahasiswa.
3
5. Memimpin dan mengawasi pelaksanaan tugas pembimbing praktikum dan
teknisi (memberi petunjuk/teguran seperlunya).
6. Mengumpulkan nilai pelaksanaan dan laporan praktikum dari pembimbing
praktikum.
7. Membuat soal-soal evaluasi (ujian akhir) praktikum, memeriksa dan
menetapkan nilainya.
8. Melaporkan nilai akhir praktikum mahasiswa kepada pengawas praktikum.
1.3 Teknisi Laboratorium
Bertugas sebagai berikut:
1. Mempersiapkan tempat dan pralatan praktikum dengan petunjuk-petunjuk
dari koordinator praktikum.
2. Melayani mahasiswa dalam penyediaan peralatan dan bahan-bahan keperluan
praktikum selama praktikum berlangsung.
3. Menyelenggarakan administrasi dengan petunjuk dari pengawas praktikum
dan koordinator praktikum.
II. PENGELOMPOKANMAHASISWA
2.1. Mahasiswa dari satu kelas yang terdiri dari 10-20 orang dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok pagi (pukul 80.30 – 10.00 Wita) dan kelompok siang
(pukul 11.00 – 12.30 Wita).
2.2. Kelompok praktikum yang terdiri dari sekitar 5-10 orang dibagi menjadi 3 sub
kelompok praktikum sehingga masing-masing terdiri dari 2-4 orang.
2.3. Mahasiswa yang terdiri dari 2-4 orang setiap sekali praktikum melakukan satu
jenis percobaan sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh pengawas
praktikum.
2.4. Selama satu semester dijadwalkan enam sampai sembilan satuan praktikum.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Sebelum melaksanakan praktikum mahasiswa wajib mempelajari penuntun
praktikum dengan sebaik-baiknya (pelajari sesuai dengan jadwal)
4
3.2. Sebelum praktikum dimulai, mahasiswa diabsen oleh petugas praktikum.
Mahasiswa yang berhalangan hadir :
a. Karena sakit harus menyampaikan surat keterangan dokter.
b. Karena halangan mendadak, harus menyampaikan alasannya
secepatnya/sebelum praktikum dimulai.
c. Karena halangan yang direncanakan, mahasiswa harus minta izin kepada
pengawas praktikum satu minggu sebelum praktikum dimulai.
d. Penggantian kesempatan praktikum hanya diberikan satu kali saja dan
jadwal ditentukan oleh pengawas dan pembimbing praktikum.
3.3. Alat-alat praktikum yang tidak terdapat pada meja praktikum yang sudah
disiapkan, mahasiswa harus meminjam kepada petugas/teknisi dengan
mengisi bon peminjaman alat serta dibubuhi tanda tangan peminjam atas
persetujuan pembimbing praktikum. Setelah selesai praktikum, alat-alat yang
dipinjam dikembalikan kepada petugas/teknisi dan bon peminjaman alat
dikembalikan pada peminjam.
3.4. Peralatan praktikum disusun sendiri dengan berpedoman pada buku
penuntun praktikum. Bila alat-alat sudah tersusun dan siap untuk mulai
praktikum, periksakanlah terlebih dahulu kepada pembimbing praktikum
(terutama peralatan yang memakai listrik). Selama praktikum berlangsung,
mahasiswa dapat meminta petunjuk dan bantuan pembimbing praktikum.
3.5. Selama praktikum mahasiswa hanya melakukan pengamatan dan pencatatan
data, tidak melakukan perhitungan atas data yang diperoleh. Pada akhir
praktikum data hasil pengamatan dicatat dalam satu lembar,” Laporan
Pengamatan”, yang memuat hanya data pengamatan saja. Sebelum
diserahkan kepada pembimbing pada bagian bawah kanan diberi tanggal dan
nama pembimbing untuk kemudian disyahkan untuk nanti dilampirkan pada
laporan praktikum.
3.6. Dari data pengamatan tersebut, pembimbing harus dapat mengetahui apakah
praktikum sudah dilakukan dengan benar atau tidak. Dalam hal ini
pembimbing dapat mengambil keputusan sebagai berikut:
a. Bila sudah benar pembimbing menerima dan menanda-tanganinya dan
praktikum dianggap selesai.
5
b. Apabila kurang maka harus diperbaiki bila waktunya masih ada dan bila
waktunya sudah habis maka harus ditambah pada jam praktikum
berikutnya atau waktunya ditentukan kemudian.
c. Apabila praktikum dianggap gagal maka harus diulang seluruhnya pada
waktu yang ditentukan.
IV. TATA TERTIB DALAM LABORATORIUM
4.1. Selama praktikum mahasiswa wajib berlaku sopan dan tidak diperkenankan:
a. Merokok.
b. Bersuara keras atau berbuat gaduh.
c. Membawa tas, jaket, senjata tajam dan senjata api.
d. Melakukan kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan kegiatan
praktikum yang sedang berlangsung.
4.2. Alat-alat yang rusak selama praktikum berlangsung yang terjadi karena
kesalahan atau kelalaian mahasiswa menjadi tanggung jawab
mahasiswa/kelompak yang bersangkutan. Alat-alat tersebut harus
diperbaiki/diganti dengan biaya dari mahasiswa/kelompok selambat-
lambatnya satu minggu berikutnya.
6
I. POTENSIAL ELEKTROKIMIA
(B.PE)
I. Tujuan
Menyelidiki reaksi-reaksi elektrokimia antara sebuah electrode dan suatu larutan ionic
dan menggali penggunaan electrode sebagai sensor kimia.
II. Alat-alat
1. Dua utas kawat perak berdiameter 0,5 mm masing-masing sepanjang 4 cm yang
dilapisi dengan Ag/AgCl.
2. Multimeter digital.
3. Dua liter air suling.
4. Sepuluh buah gelas beaker 250 ml.
5. Tabung ukuran 250 ml.
6. Beberapa pipet.
7. Timbangn digital.
8. Larutan KCl.
III. Dasar Teori
Ketika reaksi-reaksi kimia terjadi antara berbagai bahan di dalam sebuah sistem,
termasuk bahan penyusun electrode dicelupkan ke dalam suatu larutan, secara umum susunan
sistem akan berubah sampai dicapai suatu kesetimbangan. Reaksi-reaksi kimia pada
umumnya melibatkan banyak zat-zat kimia, misalnya:
CH3CH2OH + CH3COOH CH3COOCH2Ch3 + H2O (1.1)
(ethyl alcohol) (asam asetat) (ethylasetat) (air)
Bila reaksi kimia telah mencapai keseimbangan, yaitu dimana konsentrasi dari berbagai zat
tidak berubah lagi terhadap waktu, reaksi kimia kedua arah (ke kanan dan ke kiri) pada reaksi
kimia di atas berlangsung dengan kelajuan yang sama.
Syarat kesetimbangan untuk reaksi-reaksi kimia semacam itu dapat dihubungkan
dengan potensial kimia dari komponen-komponen penyusun sistem. Hal ini dapat kita lihat
dari contoh berikut. Perhatikan sebuah reaksi kimia umum:
7
1X1 + 2X2 + 3X3 + … IXi + I+1Xi+1 + I+2Xi+2 + … (1.2)
Persamaan kimia (1.2) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih pendek yaitu:
n
iiiX
10 (1.3)
Dimana Ximewakili berbagai zat kimia yang terlibat didalam reaksi dan I disebut koefisien
stoichiometri dari reaksi tersebut dan telah dikenal sebuah aturan bahwa I positif jika zat itu
dihasilkan ketika reaksi berlangsung dari kiri ke kanan dan I negatif jika zat tesebut lenyap
ketika reaksi berlangsung dari kiri ke kanan. Aturan ini hanya diperlukan agar kita konsisten
dalam masalah pemberian tanda untuk koefisien stoichiometri. Perhatikan reaksi berikut:
2A + B C (1.4)
Maka koefisien stoichiometrinya adalah:
X1 = A, 1 = -2, X2 = B, 2 = -1, X3 = C, 3 = +2
Keadaan kesetimbangan reaksi kimia berlangsung dengan perubahan entropy sistem yang
bersangkutan karena perubahan komposisi kimianya. Kelangsungan reaksi kimia dapat
dijelaskan dengan suku perubahan jumlah, dNi, dari salah satu bahan penyusun, tetapi jika
koefisien stoichiometrinya tidak sama, pengukuran kelangsungan reaksi bisa berbeda untuk
bahan yang berbeda. Suatu besaran yang mudah digunakan dalam mengukur kelangsungan
reaksi adalah koefisien stoichiometri karena harganya akan sama untuk semua bahan. Maka
dapat didefinisikan perubahan komposisi suatu sistem sebagai berikut:
i
idNd
(1.5)
Besaran ini harganya sama untuk semua komponen “i” yang terlibat dalam reaksi.
Perubahan entropy dalam suatu sistem muncul sebagai akibat perubahan di dalam
berbagai parameter termodinamik, misalnya energi dakhil, volume dll. Begitu pula dengan
8
perubahan didalam komposisi sistem. Persamaan umum untuk perubahan entropy diberikan
oleh:
i
n
iidNTT
PdVTdUdS
1
1 (1.6)
Suku terakhir persamaan (1.6) mewakili perubahan entropy akibat perubahan komposisi itu
sendiri. Pada persamaan (1.6), i adalah potensial kimia untuk bahan “i”. Jika bahan
kimianya bermuatan listrik (sebuah ion), potensial kimia pada persamaan (1.6) harus diganti
dengan potensial elektrokimia ~ . Kedua besaran ini diberikan oleh:
i~ = I + Zi F (1.7)
Dimana:
F = Konstanta Faraday
Zi= valensi bahan kimia I
= potensial elektrostatik local.
Potensial kimia untuk larutan encer dari bahan kimia “i” diberikan oleh:
~ i = I,o + RTln Ci (1.8)
Dimana:
Ci = konsentrasi bahan “i”
I,o = potensial kimia standard bahan “i”
R = Tetapan gas (8.31 J/(mol.K)
T = suhu absolute (K)
Sehingga dapat ditulis perubahan entropy akibat perubahan komposisi adalah:
dT
dNT
dS i
n
iii
n
ii )(11
11
(1.9)
Pada kesetimbangan untuk perubahan komposisi yang kecil, yaitu 0d , perubahan
entropynya harus nol (pada suhu dan volume konstan) dan oleh karena itu dari persamaan
(1.9) dapat ditulis syarat untuk kesetimbangan sebagai berikut:
0
i
n
iii (1.10)
9
APLIKASI:
1. Elektroda Ag/AgCl
Perhatikan sistem berikut yang terdiri dari sebuah kawat perak yang dilapisi dengan
perak khlorida yang bersentuhan dengan suatu larutan berisi ion khlorida. Sistem berikut
ditunjukan pada Gambar 1.1. Reaksi kimia yang terlibat di dalam sistem ini adalah sebagai
berikut:
Kawat perak
Lapisan Ag/AgCl Larutan Ag+ Cl-
Gambar 1.1. Elektroda Ag/AgCl digunakan sebagai sensor ion.
Reaksi 1, di dalam electrode logam (Ag)
Ag Ag+ + e
Reaksi 2, pada lapisan Ag/AgCl
Ag+ + Cl- AgCl
Perak khlorida (AgCl) sangat sulit larut, karena memiliki produk kelarutan K~10-14. Karena
AgCl sulit melarut, maka larutan selalu jenuh dengan AgCl dan karenanya konsentrasi AgCl
selalu konstan baik terhadap perubahan Ag+ maupun Cl-. Akan tetapi konsentrasinya berubah
terhadap suhu.
Untuk kesetimbangan, dari persamaan (1.10) reaksi 1, kita dapatkan:
-~ Ag + ~ Ag+ + e- = 0 (1.11)
Konsentrasi Ag selalu konstan, begitu pula dengan electron di dalam kawat perak. Substitusi
ke dalam persamaan potensial eletrokimia (persamaan 1.7 dan 1.8) kita peroleh:
Ag+ = konstanta + Fele
10
Di mana ele adalah potensial elektrostatik pada elektroda dan telah disamaratakan berbagai
suku konstan termasuk potensial kimia strandard untuk Ag+. Namun perhatikan, bahwa
sementara konstanta ini tergantung terhadap konsentrasi dan konsentrasi tergantung pada
suhu.
Untuk reaksi 2 pada kesetimbangan dengan menggunakan syarat persamaan (1.10)
diperoleh:
-Ag+ - Cl- + AgCl = 0
Maka
Ag+ = AgCl - Cl- (1.12)
Penggabungan persamaan (1.11) dengan persamaan (1.12) akan menghasilkan:
Fele + konstanta = AgCl - Cl-
Karena konsentrasi AgCl yang larut ke dalam larutan konstan (jenuh dan merupakan sebuah
molekul netral), substitusi persamaan (1.7) dan persamaan (1.8) ke ruas kanan persamaan di
atas akan menghasilkan:
Fele + konstanta1 = konstanta2 - RT ln CCl- + Flar
Maka potensial elektroda adalah beda potensial antara elektroda dengan larutan yang
diberikan oleh:
V = ele - lar = konstanta - ClCFRT ln
atau
V = Vo - ClCFRT ln (1.13)
Dimana Vo adalah konstanta yang hanya tergantung pada suhu. Maka potensial elektroda
tergantung pada konsentrasi ion khlorida.
2. Larutan-larutan tak encer
Bila konsentrasi dari ion sangat tinggi, interaksi antar ion akan mengurangi potensial
kimia, maka konsentrasi efektif dalam bentuk persamaan (1.8) juga berkurang. Dalam
memperhitungkan pengaruh ini dikenal koefisien aktifatas , maka dapat ditulis potensial
elektrokimia (persamaan 1.8) sebagai berikut:
~ i = I,o + RTln iCi + ziF (1.14)
11
Seringkali perkalian iCi ditulis dalam bentuk:
ai = iCi
Dan ai menunjukkan aktivitas. Perlu diperhatikan bahwa secara umum aktivitas ai 1.
Sebagai contoh, koefisien aktivitas 1 mM larutan KCl~1. Namun untuk larutan 100 mM KCl
koefisien aktivitas untuk ion Cl- adalah 0,7.
Perubahan potensial electroda untuk sebuah elektroda Ag/AgCl sebagai fungsi dari
aktivitas ion Cl- mempunyai bentuk seperti Gambar 1.2.
V,(Potensialelektroda)
Log aCl-
Gambar 1.2. Perubahan potensial electrode Ag/AgCl sebagai fungsi dariaktivitas ion Cl- di dalam larutan.
III. Pelaksanaan Percobaan
3.1. Pembuatan elektroda sensor Ag/AgCl
Elektroda Ag/AgCl yang akan dibuat ditunjukkan pada Gambar 1.3. Kawat
perak harus dipatrikan pada sebuah tembaga berisolasi yang disambungkan dengan
Gambar 1.3. Pembuatan elektroda sensor Ag/AgCl.
12
plug banana. Sambungan patri dan kawat tembaga tidak boleh terhubung dengan
larutan. Maka sambungan tadi harus ditutup dengan bahan anti air semacam epoxy
(misalkan araldite). Kemudian kawat peraknya harus dicuci bersih dengan alcohol
untuk menghilangkan minyak dan kotoran lainnya dan bilas dengan air. Sehingga
elektroda sekarang siap dilapisi Ag/AgCl.
3.2. Melapisi electrode dengan AgCl
Untuk melapisi kawat perak dengan AgCl, elektroda dicelupkan kedalam
sebuah larutan KCl 1mM. Pelapis berlangsung secara elektrik dengan menggunakan
sebuah elektroda logam yang lain. Rangkaiannya ditunjukan pada Gambar 1.4.
Sebuah baterai kering 1,5 Volt digunakan untuk memberi arus ke dalam sistem. Kutub
positif dihubungkan ke elektroda perak, ini akan menyebabkan ion Cl- bergerak
menuju kawat perak dimana mereka akan bereaksi secara kimia dengan perak untuk
membentuk AgCl. Baterai harus dihubungkan selama 1- 10 menit. Segera setelah
batrerai dihubungkan, lapisan AgCl berwarna keabu - abuan akan terlihat pada kawat
perak. Hanya diperlukan lapisan AgCl yang tipis saja. Lapisan yang terlalu tebal akan
menyebabkan cepat pecah dan menglupas.
Gambar 1.4. Rangkaian melapisi kawat perak dengan AgCl.
13
3.3. Potensial electrode sebagai fungsi konsentrasi ion khlorida
Susunan rangkaian pada percobaan ini ditunjukkan oleh Gambar 1.5.
Gambar 1.5. Rangkaian electrode sebagai fungsi konsentrasi ion khlorida.
Langkah-langkah dalam percobaan ini adalah:
1. Masukkan larutan KCl 1 mM ke dalam dua gelas beaker.
2. Masukkan kedua buah elektroda Ag/AgCl ke dalam gelas beaker A (tidak ditunjukan
pada Gambar 1.5) dan ukur beda potensial antara keduanya. Beda pontensial ini harus
dekat ke nilai nol (mV). Catat setiap perbedaan dan catat elektroda mana yang lebih
positif dari yang lainnya. Semua pengukuran beda potensial berikutnya harus
dikoreksi dengan kesalahan nilai nol ini.
3. Letakkan jembatan garam antara kedua gelas beaker.
4. Masukkan elektroda Ag/AgCl ke dalam gelas beaker. Ukur beda potensial antara
kedua elektroda Ag/AgCl dan ketika kedua gelas beaker berisi larutan 1 mM, beda
potensial ini harus hampir nol (mV).
5. Cuci kedua elektroda dan jembatan garam dengan air suling dan lap hingga kering
menggunakan kertas tisu.
6. Masukkan larutan KCl 0,1 mM ke dalam gelas beaker A .
7. Ganti larutan di dalam gelas beaker B dengan larutan KCl 0,1 mM dan ukur beda
potensial antara kedua elektroda Ag/AgCl.
8. Ulangi langkah 4 untuk larutan KCl 1,5; 10; 50; 100; 500; 1000 mM di dalam beaker
B.
9. Plot beda potensial sebagai fungsi konsentrasi KCl dalam beaker B.
Jembatan garam
14
10. Plot perubahan teoritis beda potensial sebagai fungsi konsentrasi KCl dalam beaker B,
anggap bahwa koefisien aktivitas larutan selalu berharga 1.
11. Catat setiap perubahan antara plot teoritis dengan plot percobaan. Apa yang dapat
disimpulkan?
12. Ulangi langkah 4 sampai 9 dengan larutan KCl 100 mM dalam beaker A, dan
konsentrasi 0,1 sampai 1000 mM dalam beaker B.
Data Hasil Pengamatan:
No. Beaker AKCl (mM)
Beaker BKCl (mM)
Jembatan garam Beda potensial(mV)
1 1 1 - …..
2 1 1 …..
3 0,1 0,1 - …..
4 0,1 1,5 - …..
5 0,1 10 - …..
6 0,1 50 - …..
7 0,1 100 - …..
8 0,1 500 - …..
9 0,1 1000 - …..
No. Beaker AKCl (mM)
Beaker BKCl (mM)
Jembatan garam Beda potensial(mV)
1 100 1 …..
2 100 0,1 - …..
3 100 1,5 - …..
4 100 10 - …..
5 100 50 - …..
6 100 100 - …..
7 100 500 - …..
8 100 1000 - …..
15
3.4. Penentuan Konsentrasi Ion Cl- di dalam Sample
Ambil sampel air dari berbagai sumber yang berbeda, misalnya air minum dalam
botol yang banyak dijual di pasaran, air kran, air limbah dan air laut. Langkah-langkah
percobaan adalah:
1. Susun rangkaian seperti pada Gambar 1.5.
2. Masukkan sebuah larutan KCl 10 mM ke dalam beaker A.
3. Masukkan sampel ke dalam beaker B.
4. Ukur beda potensial antara kedua elektroda Ag/AgCl.
Dengan menggunakan grafik dari percobaan 3.3., tentukan konsentrasi ion Cl- di dalam
sampel.
Data Hasil Pengamatan:
No. Beaker AKCl (mM)
Beaker BSample
Jembatangaram
Beda potensial(mV)
1 10 Air minum kemasan - …..
2 10 Air kran - …..
3 10 Air limbah - …..
4 10 Air laut - …..
16
II. POTENSIAL MEMBRAN PERTUKARAN ION
(B.PM)
I. Tujuan
Untuk mencari ketergantungan dari potensial yang ditimbulkan melalui membrane
yang memisahkan dua larutan ionic pada konsentrasi ion-ion.
II. Alat-alat
1. Bilik membrane pertukaraan ion.
2. Dua buah elektroda kalomel.
3. Sel-sel membrane.
4. Milivoltmeter.
5. Larutan KCl.
III. Dasar Teori
Ditinjau dari system dimana sebuah membrane memisahkan dua larutan yang
mengandung ion pada konsentrasi yang berbeda. Gradient-gradien dalam potensial
elektrokimia akan membentuk fluks-fluks ion melalui membrane dan ini akan membawa
pembentukan potensial listrik di antara dua larutan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Sebuah membrane memisahkan dua larutan.
Dapat dianalisa hal yang khusus, dimana larutan 1 dan 2 mengandung ion-ion K+ dan Na+ dan
Cl-, dan membrane dapat ditembus oleh ion-ion K+ dan Na+ tetapi tidak anion (ion Cl-)
Larutan 1
Membran
Larutan 2
X
17
Untuk menentukan perbedaan potensial listrik yang terbentuk melalui membrane
(membrane potensial) dimulai dengan persamaan Nernst-Planck untuk ion-ion K+ dan Na+.
dxdC
kTDe
dxdCeDJ K
KKKK
2
(2.1)
dxdC
kTDe
dxdC
eDJ NaNaNa
NaNa
2
(2.2)
Arus listrik total melalui membrane
J = JK + JNa (2.3)
Membrane juga mempunyai kapasitas dan bila arus mengalir, kapasitor menjadi bermuatan
dan perbedaan potensial meningkat. Bila membrane potensial konstan, arus harus nol,
sehingga
J = JK + JNa = 0
Jika ” - ’ = konstan (‘ untuk medium 1 dan “ untuk medium 2)
Dengan menggunakan kondisi JK + JNa = 0, dapat ditulis:
CdxdC
kTDe
dxdC
eDdxdC
kTDe
dxdCeD Na
NaNaNaK
KKK
22
Atau
dxdCDCD
kTeCeDCeD
dxd
NaNaKKNaNaKK
2
Dapat ditulis sebagai
dx
dkTe
CDCD
CDCDdxd
NaNaKK
NaNaKK
(2.4)
Ekspresi ini dapat diintegralkan dengan bentuk konstanln yy
ydxd
, sehingga persamaan
(2.4) didapat
konstanln kTeCDCD NaNaKK (2.5)
Gunakan syarat batas:
Jika = ’ CK = CK’ CNa = CNa’
= ” CK = CK” CNa = CNa"
Sehingga:
18
)'"(
''""ln
kTe
CDCDCDCD
NaNaKK
NaNaKK (2.6)
Atau
V
CDCDCDCD
ekT
NaNaKK
NaNaKK
)'"(''""ln (2.7)
Ini adalah hal yang biasa untuk mendefinisikan sebuah permeabilitas membrane untuk setiap
ion. Bila:
K
KDP
Na
NaD
P
Dimana adalah ketebalan membrane. Sehingga potensial membrane didapat dari:
NaNaKK
NaNaKK
CPCPCPCP
ekT
''""ln)'"(
(2.8)
Konsentrasi CK dan can adalah ion-ion per m3. Jika konsentrasi dieksperesikan dalam kg Mol
per m3 potensial membrane didapat dari:
NaNaKK
NaNaKK
CPCPCPCP
FRT
''""ln)'"(
(2.9)
Bila membrane juga permeable terhadap ion (Cl-) , arus total didapat dari:
J = JK +JNa + JCl
Dalam keadaan stabil ” - ’ = konstan
JK +JNa + JCl = 0
Setiap arus ionic didapat dari:
dxdC
kTDe
dxdCeDJ K
KKKK
2
dxdC
kTDe
dxdC
eDJ NaNaNa
NaNa
2
dxdC
kTDe
dxdC
eDJ ClClCl
ClCl
2
Dapat diasumsikan bahwa
dxd = konstan (asumsi medan konstan)
Dengan asumsi medan konstan maka mungkin untuk memecahkan persamaan berganda
Nernst-Planck. Hasilnya adalah
ClClNaNaKK
ClClNaNaKK
CPCPCPCPCPCP
FRT
'''"""ln)'"( (2.10)
19
Persamaan (2.10) pertama kali ditemukan oleh Goldman pada tahun 1943 dan dikenal dengan
persamaan Goldman.
IV. Pelaksanaan Percobaan
Rangkaian percobaan ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Rangkaian percobaan.
Dengan menggunakan 0,1 mM KCl pada sisi ke 1, sel dipasang dengan 0,1; 0,3; 1; 30;
100; 300; 1000 mM KCl pada sisi kedua dan lakukan pengukuran beda potensial sebagai
berikut:
1. Yakinkan bahwa compartment yang digunakan sama untuk larutan 0,1 M untuk
setiap percobaan. Jangan mencelupkan elektroda dalam larutan yang berbeda tanpa
mencuci larutan KCl terlebih dahulu.
2. Ukur dan catat beda potensial elektroda ketika kedua elektroda ada dalam larutan
yang sama.
3. Yakin bahwa larutan sudah diaduk secara bagus sebelum mencatat beberapa data.
Tunggu 1 menit dan ukur kembali.
20
Data Hasil Pengamatan:
No. Bilik - 1KCl (mM)
Bilik - 2KCl (mM)
Beda potensial(mV)
1 0,1 0,1 …..
2 0,1 0,3 …..
3 0,1 1 …..
4 0,1 30 …..
5 0,1 100 ….
6 0,1 300 …..
7 0,1 1000 …..
V. Tugas-tugas
1. Membrane yang tersedia adalah tipe membrane pertukaran kation atau anion.
Gambarkan perbedaan potensial V, terhadap rasio konsentrasi, r, pada kertas grafik
log-linear.
2. Pada grafik yang sama, gambar sebuah garis yang mewakili variasi V dengan r yang
diharapkan untuk membrane pemilih yang sempurna.
3. Pada grafik yang sama, gambar kurva teoritis V terhadap r dengan menggunakan
persamaan Goldman rasio permeabilitas (PCl/PK). Karena ini merupakan rasio untuk
membrane pertukaran ion.
21
III. KESETIMBANGAN DONNAN
(B.KD)
I. Tujuan
Mengamati sifat-sifat sebuah sistem larutan dua bilik, yang mana salah satu bilik
berisi partikel bermuatan yang dibatasi oleh sebuah membran yang tidak permeable sama
sekali terhadap partikel – partikel tersebut. Sistem semacam ini dikenal sebagai sistem
“Donnan” klasik.
II. Alat-Alat
1. Sebuah kamar membran dua bilik yang terbuat dari plastic flexiglass yang dapat
dibuka untuk meletakkan sebuah membran di antara kedua bilik. Membrannya
permeable terhadap ion-ion kecil (seperti Na+, K+ atau Cl-), tetapi tidak permeable
terhadap silikat koloida bermuatan negatif yang lebih besar. Kedua bilik dari
flexiglass dapat disatukan dengan rapat menggunakan 4 buah skrup dan baut.
Membran dijepit di antara kedua bilik dengan ring ‘O’ neoprene yang dipasang
diujung setiap bilik.
2. Sebuah membran netral (membrane dialis) yang tidak permeable terhadap silikat
koloida tetapi permeable terhadap air dan ion-ion kecil
3. Larutan polimer atau koloida bermuatan (asam silikat atau asam poliakrilik)
4. 2 buah electrode kalomel
5. Multimeter yang impedansi masukkannya tinggi (diutamakan yang digital)
6. 2 liter air suling dan 10 buah gelas beaker 250 ml
7. Beberapa pipet dan sebuah labu ukur 250 ml
8. Serbuk KCl dan sebuah timbangan
9. Larutan KCl konsentrasi: 100 mM, 10 mM, 1 mM, dan 0,1 mM masing-masing
sebanyak 250 ml. Semua larutan ini dapat dibuat dengan mengencerkan 25 ml larutan
100 mM menjadi bervolume total 250 ml. Larutan-larutan yang lainnya dapat dibuat
dengan cara yang sama dengan melarutkan 25 ml larutan berkonsentrasi lebih tinggi
sebelumnya menjadi 10 kali lipatnya.
10. Gula atau manitol atau dekstran dll untuk menyeimbangkan tekanan osmosis larutan
di dalam kedua bilik.
22
III. Dasar Teori
Perhatikan suatu system dua bilik, yang mana salah satu bilik berisi ion-ion, baik
karena terikat pada suatu matriks ataupun karena dipasangnya suatu membrane yang
memisahkan kedua bilik yang tidak permeable sama sekali terhadap ion-ion tersebut,
sehingga ion-ion tidak dapat ke luar dari bilik itu. Bila ke dalam sistem tersebut dimasukkan
suatu larutan yang berisi ion-ion permeabel, sehingga dapat berdifusi ke kedua bilik, maka
akan terbentuk agihan tak simetris dan terbentuk beda potensial elektrostatis di antara kedua
bilik. Kesetimbangan elektrokimiawi antara kedua bilik ini dinamakan “kesetimbangan
Donnan”.
Sistem ini relevan sekali dengan biologi, karena sitoplasma sel-sel hidup diketahui
mengandung molekul-molekul bermuatan tak berdifusi berkadar tinggi yang dihasilkan dari
penguraian protein-protein asam amino dasar. Dinding sel dari sel-sel tumbuhan juga
diketahui mengandung grup-grup bermuatan ‘tetap’. Fasa yang berisi muatan-muatan tetap
atau tak berdifusi ini disebut fasa Donnan.
Jika ion-ion berdifusi ini dihubungkan dengan larutan yang mengandung ion-ion
anorganik semacam K+, Na+, Ca++, Cl- maka akan disebarkan secara tak simetris dan
potensial elektrostatis akan terbentuk di antara fasa Donnan dan larutan luar. Keadaan ini
digambarkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Ion-ion berdifusi yang dihubungkan dengan larutan yang mengandung
ion-ion anorganik semacam K+, Na+, Ca++, Cl-.
Ketika sistem mencapai kesetimbangan, akan terbentuk suatu beda potensial listrik
yang melintasi batas kedua fasa tersebut. Harganya bergantung pada konsentrasi ion yang ada
(baik yang bergerak maupun yang tidak berdifusi) dan tandanya mengikuti ion-ion yang tidak
berdifusi.
Larutan Luar Fase Donnan
C-II II
C+IICX- I
C+I = C-I = CI
23
Tinjau suatu sistem sederhana, yang ion-ion bergeraknya berasal dari suatu elektrolit
uni-univalen (valensi +/- 1). Misalkan konsentrasi elektrolit ini di daerah yang sangat jauh
dari bidang batas adalah C1, maka syarat kesetimbangan elektrokimiawi untuk kation yang
berdifusi (bergerak) dengan konsentrasi C+ dan anion (konsentrasi C-) adalahIII ~~ (3.1)
Potensial elektrokimiawi untuk suatu ion dalam larutan encer dapat dituliskan sebagai:
PvzCRT ln~0 (3.2)
Yang mana
R : Konstanta gas umum
T : temperatur absolute
: potensial kimia standar
: potensial elektrostatis
F : konstanta Faraday
P : Tekanan
v : volume molar parsial
Merujuk kation dengan symbol + dan anion dengan –, maka syarat kesetimbangan
elektrokimiawi diberikan oleh
(3.3a)
(3.3b)
Jika kita mengabaikan suku beda potensial (PII – PI), maka beda potensial listrik antara kedua
fasa (fasa Donnan terhadap fasa luar) pada kesetimbangan (dari persamaan 3.3a dan 3.3b)
diberikan oleh
(3.4a)
(3.4b)
Anion-anion yang tak berdifusi sangat berperan dalam menentukan elektronetralitas
makroskopis. Agar tercapai kenetralan listrik tersebut, maka kita harus mempunyai:
Di dalam fasa luar:
(3.5)
Di dalam fasa Donnan:
24
Kombinasi persamaan (3.4a) dan (3.4b) diperoleh:
0ln
II
IIII
CCCC
(3.6)
Dan
(3.7)
Kombinasi persamaan (3.7) dengan syarat elektronetralitas (3.5), diperoleh:
(3.8)
Konsentrasi ion-ion yang bergerak di dalam fasa Donnan (II) diekspresikan oleh:
2
)(4 22 IIIX
IIXII CCC
C
(3.9a)
2
)(4 22 IIIX
IIXII CCC
C
(3.9b)
Subsitusi persamaan (3.9a) ke (3.4a) diperoleh persamaan beda potensial antara fasa Donnan
dengan larutan luar, yaitu:
1
22ln
2
I
IIX
I
IIX
CC
CC
FRTV (3.10)
Dua kasus khusus berikut sangat menarik untuk dibicarakan:
(A) CX- >> CI
Kasus yang mana konsentrasi ion-ion yang berdifusi sangat tinggi dibandingkan
dengan konsentrasi elektrolit larutan luar.
Dalam hal ini, persamaan kombinasi (3.4), (3.5), dan (3.8) akan menghasilkan:
X
IIIX
II
CCCC
2)( (3.11a)
X
III
CCC
2)( (3.11b)
Dan
25
I
IIX
CC
FRTV ln (3.11c)
Dalam kasus ini, konsentrasi kation dalam fasa Donnan hampir sama dengan
konsentrasi ion-ion yang tak berdifusi (dalam hal ini kita ambil contoh adalah ion-ion negatif).
Kation-kation dalam fasa Donnan dinamakan COUNTER-ION dan anion-anion yang
bergerak (berkonsentrasi sangat rendah) dinamakan CO-ION. Keadaannya secara kualitatif
digambarkan pada Gambar 3.1.
(B) CI >> CX-
Dalam kasus ini, pada persamaan (3.9a) dan (3.9b) dengan mengabaikan suku (CX-)2
karena nilainya << (CI)2 , akan diperoleh:
2
IIXIII CCC
(3.12a)
2
IIXIII CCC
(3.12b)
Dalam hal ini, separuh dari ion-ion yang tak berdifusi, terkompensasi dengan
COUNTER-ION yang berlebihan dan separuhnya lagi oleh kurangnya CO-ION. Kelebihan
dan kekurangan ini sangatlah kecil karena CX-<< CI.
Tekanan Osmosis
Dalam analisis yang sejauh ini kita lakukan selalu mengabaikan syarat kesetimbangan
air. Karena fasa Donnan (ditandai sebagai fasa II dalam persamaan- persamaan di atas)
mengandung ion-ion yang tak berdifusi dan COUNTER-ION- nya mencapai konsentrasi
yang hampir sama dengannya (dalam kasus CX- << CI), maka tekanan osmosis larutan fasa
Donnan, jauh lebih besar daripada yang ada di bilik I. Air akan berdifusi ke bilik II sampai
tekanan hidrostatis menyeimbangkan beda tekanan osmosis antara kedua bilik itu.
Satu cara untuk meyakinkan bahwa air juga dalam keadaan setimbang adalah
menambahkan suatu zat, misalnya gula atau molekul-molekul netral lain ke dalam bilik I
yang mana membran yang memisahkan kedua bilik tidak permeabel terhadapnya.
IV. Prosedur Percobaan
1. Susun alat-alat percobaan sebagai berikut (Gambar 3.2)
26
2. Tegangan antara kedua bilik diukur ketika bilik 1 (bilik ‘luar’) (fasa I) berisi larutan
KCl 1 mM sementara bilik 2 (bilik dalam) diisi larutan KCl 100 mM. Ini dilakukan
untuk menguji selektivitas membran dan kemungkinan kontribusinya kepada beda
potensial yang terjadi diantara kedua bilik ketika fase II berisi molekul-molekul
terionisasi yang lebih besar yang tidak berdifusi.
3. Campuran silikat (gel atau poliakrilik) harus dimasukkan ke bilik II
4. Bilik system telah setimbang potensial diukur lagi. Dari tanda potensial ini, ion-ion
yang tak berdifusi dapat ditentukan secara langsung
5. Larutan yang berada di bilik 1 kemudian diganti dengan larutan KCl dari beberapa
konsentrasi yang berbeda (1, 10, 100 mM) dan potensial kesetimbangan Donnan
diukur sebagai fungsi dari konsentrasi KCl ‘luar’.
6. Plot potensial Donnal sebagai fungsi konsentrasi ion.
7. Plot berbagai harga teoritis potensial Donnan sebagai fungsi konsentrasi KCl dalam
bilik I dengan asumsi bahwa, konsentrasi ion-ion yang tak berdifusi jauh lebih tinggi
daripada konsentrasi KCl dalam bilik I. Beri komentar asumsi ini!
Gambar 3.2. Susunan percobaan. Kamar Plexiglass terdiri dari dua buah bilik yang
dipisahkan oleh sebuah membrane dialisis. Larutan silikat atau poliakrilat
bermuatan dimasukkan ke bilik kanan (fasa II). Larutan KCl dengan berbagai
konsentrasi dimasukkan ke bilik kiri (fasa I). Potensial yang terjadi diantara kedua
bilik diukur menggunakan dua buah electrode kalomel dan sebuah voltmeter
berimpedansi tinggi seperti tampak pada gambar.
27
8. Ulangi langkah 2 – 4 untuk konsentrasi yang lebih kecil dari ion-ion yang tak
berdifusi. Plot potensial Donnan pada kertas grafik yang sama dengan langkah 5!
9. Ulangi langkah 2 – 5 untuk konsentrai awal larutan silikat (atau poliakrilat) tetapi
dengan mengubah pH-nya menjadi 3.
10. Ulangi langkah 2 – 5 dengan gula atau dekstran ke dalam larutan di dalam bilik I
berkonsentrasi 100 mM.
Data Hasil Pengamatan:
No. Bilik – 1 (bilik luar)KCl (mM)
Bilik – 2 (bilik dalam)KCl (mM)
Beda potensial(mV)
1 1 100 …..
2 1 100 + silikat (gel atau akrilik) …..
3 1 100 + silikat (gel atau akrilik) …..
4 10 100 + silikat (gel atau akrilik) …..
5 100 100 + silikat (gel atau akrilik) ….
No. Bilik – 1 (bilik luar)KCl (mM)
Bilik – 2 (bilik dalam)KCl (mM)
Beda potensial(mV)
1 1 100 …..
2 1 100 + silikat (dengankonsentrasi lebih kecil)
…..
3 1 100 + silikat (dengankonsentrasi lebih kecil)
…..
4 10 100 + silikat (dengankonsentrasi lebih kecil)
…..
5 100 100 + silikat (dengankonsentrasi lebih kecil)
….
No. Bilik – 1 (bilik luar)KCl (mM)
Bilik – 2 (bilik dalam)KCl (mM)
Beda potensial(mV)
1 1 100 …..
2 1 100 + silikat → atur pH 3 …..
3 1 100 + silikat → atur pH 3 …..
4 10 100 + silikat → atur pH 3 …..
5 100 100 + silikat → atur pH 3 ….
28
No. Bilik – 1 (bilik luar)KCl (mM)
Bilik – 2 (bilik dalam)KCl (mM)
Beda potensial(mV)
1 1 100 …..
2 1 100 + gula (dekstran) …..
3 1 100 + gula (dekstran) …..
4 10 100 + gula (dekstran) …..
5 100 100 + gula (dekstran) ….
V. Pustaka
1. Coster, H.G. L : 8.2 – 8.4
2. Hobbie, R.K. : 24.2
3. Ackerman, E., Ellis, L.B.M and Williams, L.E. : 21.4
29
IV. ALIRAN DARAH DAN DENYUT JANTUNG
(B.AD)
Jantung memompa darah karena ada perbedaan tekanan. Tekanan puncak pada
pembuluh arteri (sistolik) sekitar 130 mmHg (1 mmHg ~ 133 Pa) sedangkan tekanan
minimumnya (diastolik) sekitar 80 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolic untuk setiap orang
berbeda, tergantung pada aktivitas orang tersebut. Dengan memakai persamaan Bernoulli
untuk aliran darah, yaitu:
E = p + gh + ½ v2 (4.1)
Suku gravitasi dapat diabaikan dalam semua perhitungan dan dua suku sisanya
mewakili kerja hidrostatik dan energi kinetic.
Volume darah yang mengalir pada seseorang yang sedang istirahat adalah ~ 5,5
liter/menit, sehingga kecepatan alirnya sangat rendah. Selama melakukan aktivitas yang keras,
volume yang mengalir bias mencapai 30 – 40 liter/menit dan kontribusi energi kinetic
menjadi sangat berarti.
Perkiraan energi secara kasar yang diperlukan oleh jantung dalam keadaan beristirahat,
dapat diturunkan dari beda tekanan rata-rata dan jumlah volume yang mengalir, yaitu:
Tenaga = p. (4.2)
Dimana adalah jumlah volume yang mengalir dan p adalah beda tekanan rata-rata. Karena
alirannya berpulsa dan melibatkan gaya gesek, beda tekanannya tidaklah seragam sepanjang
system vascular dan hal di atas hanyalah perkiraan kasar saja.
Dengan p = 100 mmHg dan = 5,5 liter/menit, maka tenaga keluaran yang
diperlukan adalah ~ 1,5 Watt dalam keadaan beristirahat. Selama melakukan aktivitas keras
akan meningkat menjadi ~ 10 Watt. Jelas bahwa, tenaga yang diperlukan dari jantung adalah
lebih kecil dari kerja metabolism dasar, yang mana dalam keadaan beristirahat ~ 60 Watt.
Kerja dasar ini terutama adalah untuk menjaga temperature tubuh.
30
Tugas Tutorial:
Tekanan darah dan denyut jantung:
1. Sangat dianjurkan untuk mengukur tekanan darah sistolik, diastolic dan jumlah
denyut jantung dalam beberapa kelompok orang.
2. Gambar histogram dari kedua tekanan, beda tekanan dan denyut jantung serta hasil
perkalian beda tekanan dengan jumlah denyut jantung. Diskusikan hasilnya sebagai
latihan di kelas.
3. Ulangi pengukuran setelah orang-orang tersebut melakukan olah raga ringan
(misalnya berjalan naik-turun tangga 10 kali) atau segera setelah seseorang minum
secangkir kopi kental.
Data Hasil PengamatanNo. Sample (keadaan biasa) Systolic Diastolic Jumlah denyut jantung1
2
3
4
5
6
7
No. Sample (setelah olah
raga ringan)
Systolic Diastolic Jumlah denyut jantung
1
2
3
4
5
6
7
No. Sample (setelah minum
secangkir kopi kental)
Systolic Diastolic Jumlah denyut
jantung1
2
3
4
5
6
7
31
V. KARAKTERISTIK TABUNG GEIGERMULLARD
(B. KT)
I. Tujuan
Setelah melaksanakan eksperimen ini, praktikan diharapkan dapat:
(a) Menentukan tegangan threshold tabung Geiger Mullard
(b) Menentukan panjang plateau
(c) Menghitung karakteristik slope
II. Alat-alat
(a) GM – Tube Mulard
(b) Marris Sealed Radioactive Source ( Ra – 226, Cs – 137, Am – 241)
(c) Statif dan Klem
(d) Kabel koaksial dan Soket
(e) Sumber tegangan listrik AC -220 V.
III. Dasar Teori
Tabung- GM adalah tabung lucutan berbentuk silinder tipis yang berfungsi sebagai
katode dengan kawat koaksial sebagai anode. Di dalamnya berisi gas mulia Argon bertekanan
C
B B Plateau Slope
0 A A1 B1
Gambar 5.1 Karakteristik Tabung Geiger Muller.
Tegangan
Keluar
Geigerthreshold
GeigerPlateau
Applied Voltage/V
32
rendah di tambah dengan halogen atau uap organik yang juga bertekanan rendah untuk
menghentikan terjadinya lucutan. Bila kedua elektrodenya diberikan tegangan yang sesuai,
maka masukan partikel α , β, atau foton γ ke dalam tabung menyebabkan terjadinya peristiwa
ionisasi pertama yang menghasilkan pulsa-pulsa tegangan. Pulsa – pulsa tegangan ini dapat
dicatat oleh tabung sinar Katode, Scaler, Elektroskope Pulsa, atau yang lainnya yang
kesemuanya berbeda satu sama lainnya tergantung pada tegangan kedua elektrodenya. Jika
tegangan antara kedua elektrodenya sangat rendah maka arus ionisasi yang dihasilkan sangat
kecil sehingga perlu penguatan yang tinggi; tetapi jika tegangannya dinaikkan maka energi
electron – electron yang dibebaskan dalam ionisasi menjadi cukup besar untuk mengionisasi
atom – atom netral gas.
Elektron – electron yang dihasilkan dalam benturan – benturan ini akan menimbulkan
ionisasi lebih lanjut, dan demikian seterusnya. Proses – proses ini dikenal sebagai penguatan
gas, yang berarti besar pulsa tegangan yang timbul dalam rangkaian luar akan naik dengan
naiknya teganagn kedua elektrodenya. Hal ini ditunjukan oleh AB dalam grafik Gambar 5.1,
dan dikenal sebagai daerah proporsional. Kenaikan tegangan selanjutnya akan menaikkan
penguatan gas/elektron – elektron ionisasi memancar sepanjang kawat anode. Pulsa yang
timbul sekarang hampir horizontal (B – C) disebut Plateau Geiger yang digunakan dalam
penghitungan Geiger Muller. Dengan menaikkan tegangan di atas C menyebabkan lucutan
terus – menerus sehingga tabung menjadi panas. Tabung – GM yang normal beroperasi pada
tegangan kira – kira 75 Volt di atas thresholg Geiger di B, dan besar plateau kira – kira 200
Volt.
Plateau tabung – GM tidak pernah datar, penyimpangan dari keadaan ideal diukur
sebagai persentase kenaikan tegangan pulsa per volt perubahan dalam tegangan operasi.
Untuk tabung yang konstruksinya baik adalah kurang dari 0,1 %.
IV. Pelaksanaan Percobaan
a. Susunlah perangkat alat seperti Gambar 1.2,
b. Hubungkan Digicounter pada sumber tegangan listrik AC – 220 V, kemudian
MAINS di atur pada ON untuk memanaskan peralatan selama 5 menit.
c. Putarlah tombol tegangan sampai Digicounter menunjukkan hitungan.
d. Catatlah tegangan tersebut, dan catat pula count-rate-nya tiap 100 detik
berurutan, kemudian rata-ratakan.
33
e. Ulangi langkah kerja (d) tiap menaikkan tegangannya 20 V hingga mencapai
threshold (600 V).
f. Ulangi lagi langkah kerja (e) untuk tiap kenaikkan – tegangan 40 V.
Gambar 5.2. Diagram blok percobaan “Karakteristik Tabung Geiger Mullard”.
HENTIKAN PEKERJAAN INI SETELAH TERLIHAT KENAIKKAN
COUNT RATE BESAR SEKALI.
V. Tugas
1. Buat grafik karakteristik tabung Geiger Mullard!
2. Buat kesimpulan terhadap data percobaan yang telah diperoleh!
DATA HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Count rate dengan kenaikan tegangan setiap 20 V.
No. Tegangan (V) Waktu (s) Count Count rate
(cacah/100 s)
1 V1 100
2 V2 = V1 + 20 100
3 V3 = V2 + 20 100
4 .
. .
. Vn = 600 = Vn-1 + 20 100
34
Tabel 2. Count rate dengan kenaikan tegangan setiap 40 V.
No. Tegangan (V) Waktu (s) Count Count rate
(cacah/100 s)
1 V1 100
2 V2 = V1 + 40 100
3 V3 = V2 + 40 100
4 .
. .
. Vn = 600 = Vn-1 + 40 100
35
VI. WAKTU RESOLUSI SISTEM PENCACAH
(B.WR)
I. Tujuan
Setelah melaksanakan eksperimen ini praktikan diharapkan dapat:
(a). Mengenal dead – time sistem pencacah
(b) Mengenal recovery – time sistem pencacah
(c) Menentukan laju cacahan bersih seharusnya
(d) Menentukan rata – rata perbedaan laju cacahan yang tercacah di sistem pencacah.
II. Alat – alat
(a) GM – Tube Mullard
(b) Harris Sealed Radioactive Source
(c) Statif dan Klem
(d) Kabel Koaksial dan Soket
(e) Sumber Tegangan listrik AC – 220 V.
III. Teori Dasar
Ion – ion yang terjadi dalam tabung – GM sebagai akibat partikel radiasi pertama
akan mengurangi kuat medan listrik pada kawat anode. Oleh sebab itu partikel radiasi kedua
yang masuk ke dalam tabung pada saat itu tidak cukup kuat untuk dapat membentuk pulsa.
Selang waktu dimana tidak ada pulsa yang dapat terbentuk (akibat pulsa radiasi pertama),
disebut waktu mati (dead time). Sedangkan selang waktu untuk kembali ke keadaan semula,
yaitu peka lagi untuk dapat terbentuk pulsa yang teramati, Setelah dead time, disebut waktu
pembentukan kembali (recovery time). Akibat adanya dead time dan recovery time, maka
partikel – partikel radiasi yang masuk ke dalam tabung – GM, selama dead time dan recovery
time tidak akan tercatat, sehingga menimbulkan hilangnya cacahan (ada partikel masuk ke
dalam tabung – GM tetapi tidak tercacah). Dead time dan recovery time disebut waktu
resulusi (resolving time). Resolving time dapat diartikan sebagai selang waktu satu cacahan
sampai cacahan berikutnya, yang mungkin teramati.
Jika ion – ion positif sampai pada katode kemungkinan terjadilah peristiwa
terpancarnya foton dari atom – atom gas dalam tabung gas yang dapat bersifat sebagai
pengion juga. Gas quenching yang ada dalam tabung – GM bersama – sama gas mulia
36
berfungsi untuk menghindari terjadinya foton pengion ini. Dengan demikian pulsa yang
terbentuk dan kemudian tercacah semata – mata berawal dari ionisasi primer akibat
datangnya partikel / foton dari luar. Adanya waktu resolusi pad system pencacah bersama
tabung-GM menyebabkan laju cacahan yang diperoleh akan lebih kecil dari laju cacahan
yang seharusnya ada (laju cacahan = cacahan tiap satuan waktu). Untuk mendapatkan laju
cacahan seharusnya perlu ditentukan lebih dahulu resolving time kemudian digunakan untuk
mengoreksi laju cacahan yang terbaca, koreksi ini menjadi penting terutama pada laju
cacahan yang cukup tinggi. Resolving time merupakan karakteristik dari sistem pencacah,
karena makin kecil resolving time sistem pencacah makin baik untuk mencacah pada laju
cacahan yang tinggi.
Gambar 6.1 Hubungan dead time, recovery time dan resolving time.
Misalkan N = laju cacahan yang seharusnya, n = laju cacahan yang tercacah, dan =
resolving time, maka jika sistem pencacah menunjukkan laju cacah sebesar n, berarti per
satuan waktu ada selang waktu sebesar n dimana sistem pencacah tidak dapat mencacah. Hal
ini berarti bahwa yang tidak tercacah adalah Nn cacahan per satuan waktu (laju cacahan tidak
tercacah).
Laju cacahan yang tidak tercacah adalah N – n, jadi N – n = Nn, sehingga laju cacahan
seharusnya adalah:
nnN
1
11 (6.1)
Misalkan sumber S – 1 pada suatu kondisi tertentu dicacah menghasilkan laju cacahan 1n ,
maka laju cacahan seharusnya adalah :
Pulsa - pulsayang tingginyakurang daribatas ambang,tidak akantercacah
RecoverytimePulsa ke-1
Dead timePulsa ke-2yang tercacah
Pulsa yang tak tercacahSelang tak peka
-V
37
11
1 1 nn
N
(6.2)
Misalkan sumber S – 2 ditambahkan di samping sumber S – 1 tanpa mengubah kondisinya
kemudian dicacah menghasilkan laju cacahan 12n , maka laju cacahan seharusnya adalah :
2,12,1
2,1 1 nn
N
(6.3)
Jika kemudian sumber S – 1 diambil dan sumber S – 2 tanpa diubah kondisinya dicacah dan
menghsilkan 2n maka laju cacahan seharusnya adalah:
22
2 1 nn
N
(6.4)
Oleh karena 2112 NNN , dan dengan pendekatan 2 << 1, maka akan diperoleh
21
2,121
2 nnnnn
(6.5)
IV. Cara Kerja
(a). Letakkan Tabung – GM pada statif dengan jendela menghadap ke bawah, Gambar
2.2.
(b). Sebelum Digicounter dihubungkan dengan sumber listrik terlebih dahulu
perhatikan bahwa semua tombol dalam keadaan OF dan posisi tombol tegangan
pada – nol.
(c). Setelah Digicounter dihubungkan dengan sumber listrik aturlah MAINS pada
posisi ON kemudian tunggu 5 menit untuk memanaskan peralatan.
(d). Aturlah waktu cacahan 100 sekon, kemudian cacatlah hasil pengamatannya pada
daftar yang telah disediakan.
(e). Letakkan sumber Cs–137 sebagai sumber S–1 di tempatnya 15 cm vertical di
bawah tabung (yakinkan bahwa jendela tabung tepat 15 cm di atas titik A pada
sumber S – 1) .
(f). Cacahlah sumber S – 1 sebanyak 10 kali dan catatlah hasil pengamatannya pada
daftar yang telah disediakan ( 12n ).
(g). Letakkan sumber Ra – 226 sebagai sumber S-2 di samping sumber S-1, kemudian
cacahlah kedua sumber S – 1 dan S – 2 sebanyak 10 kali dan catatlah hasil
pengamatan pada daftar yang telah disediakan ( 12n ).
38
(h). Ambillah sumber S – 1 dan biarlah sumber S – 2 di tempatnya kemudian
cacahlah 10 kali dan catatlah hasil pengamatanya pada daftar yang telah
disediakan ( 12n ).
(i). Ulangi langkah (e) sampai dengan (h) tetapi dengan jarak tabung – Digicounter 25
cm.
(j). Catatlah nomor dan jenis tabung – GM serta nomor dan jenis Digicounter, catat
pula aktivitas dan jenis sumber S – 1 dan S – 2.
V. Tugas
(a) Isilah kolom cacahan rata-rata pada daftar hasil pengamatan.
(b) Hitunglah resolving time sistem pencacah dari daftar hasil pengamatan dan hitung
pula resolving time rat – rata.
(c) Berapakah laju cacah seharusnya ( 2121 ,, NdanNN ).
(d) Berapakah perbedan persentase rata – rata laju cacah yang tercacah dalam system
pencacah.
Gambar 6.2 Diagram blok percobaan “Waktu Resolusi Sistem Pencacah”.
39
DATA HASIL PENGAMATAN
Yang dicacah( d = 15 cm )
Cacahan perseratus detik Laju cacahan rata-rata
Back Gruond
Sumber S-1
Sumber S-1 + S-2
Sumber S-2
Yang dicacah( d = 25 cm )
Cacahan perseratus detik Laju cacahan rata-rata
Back Gruond
Sumber S-1
Sumber S-1 + S-2
Sumber S-2
40
VII. PROTEKSI RADIASI SINAR – X
(B.PR)
I. Tujuana. Tujuan eksperimen ini adalah untuk mempelajari sifat – sifat interaksi radiasi sinar – X
dengan berbagai material dengan energi ikat yang berbeda dan kemampuan tembus
sinar – X.
b. Menentukan bahan untuk tujuan proteksi
II.Alat-alat
Pembangkit sinar – X 55490/94
Pencacah, Counter P 57545
End – window counter untuk sinar – X 55905
Material absorber dengan ketebalan yang berbeda
Material absober dari material bilangan atomik Z yang berbeda
Pencatatan waktu
Volt meter
III. Dasar Teori3.1. Nilai tebal paro (HVL = Half Value Layer)
Apabila radiasi elektromegnetik seperti sinar–X, sinar-γ menembus suatu bahan, maka
sebagian dari radiasi tersebut diserap oleh bahan. Sebagai akibat intensitas radiasi setelah
melewati bahan berkurang, tetapi energi dari radiasi yang lewat tersebut tidak berkurang. Ini
menandakan adanya interaksi antara bahan dan radiasi. Interaksi radiasi dengan bahan secara
kasar digambarkan dalam bentuk absorbsi radiasi oleh suatu bahan.
Secara teoritis absorbsi radiasi oleh bahan digambarkan oleh persamaan:
I = Io e –μd (7.1)
Dengan Io adalah intensitas radiasi yang datang; I adalah itensitas radiasi setelah melewati
material dengan ketebalan d dan μ adalah koefisien absorsi linier bahan. Nilai μ adalah
tergantung pada nomor atom penyusun bahan dan energi radiasi. Karena laju cacahan adalah
41
berbanding lurus dengan intensitas radiasi maka persamaan di atas dapat digunakan untuk
mencari besar koefisien absorsi linier suatu material.
I
I0
Gambar 7.1. Penurunan intensitas radiasi oleh bahan dengan ketebalan d.
Jika intensitas radiasi setelah melewati material dengan ketebalan tertentu misalnya D adalah
setengah dari intensitas radiasi yang datang, maka ketebalan D disebut dengan “nilai tebal
paro” (HVL = Half Value Layer) = D. Secara matematis dengan menggunakan pers. (7.1)
tebal paro dapat diungkapkan sebagai
693,0)( HVLD (7.2)
Konsep ini sangat penting dalam pembicaraan proteksi radiasi. Persamaan 7.2 sangat
berguna untuk menghitung dengan cepat tebal lapisan pelindung radiasi yang diperlukan
untuk mengurangi inetsitas radiasi hingga pada level tertentu. Misalnya untuk mengurangi
intensitas setengah dari intensitas semula diperlukan lapisan pelindung setebal HVL, untuk
mengurangi intensitas radiasi sampai pada seperdelapan dari semula diperlukan lapisan
pelindung setebal 3 HVL. Dengan nilai tebal paro ini besar intensitas radiasi seletah melewati
material pada ketebalan tertentu, d dapat dihitung dengan persamaan:
I = I0n
21 (7.3)
Dengan n = d / HVL
Sering juga digunakan nilai tebal sepersepuluh (TVL = Tenth Value Layer), yaitu
lapisan tebal pelindung yang diperlukan untuk menurunkan intensitas radiasi menjadi 1/10
dari semula. Dalam hal ini berlaku hubungan,
42
THL =303,2
THL (7.4)
Dan
I = I0m
101 (7.5)
Dengan m = d / THL
IV. Pelaksanaan Percobaan
Rangkailah peralatan seperti Gambar 7.2.
(a)
(b)
Gambar 7.2 Setup to record the breaking spectrum as a function of high voltage.
43
4.1. Absorpsi Sinar-X oleh beberapa ketebalan material
1. Terlebih dahulu tempatkan material absorber (aluminium) dengan ketebalan yang
berbeda pada pemegang sampel G dan kemudian masukkan pada lubang yang
berhubungan dengan pengaruhnya (berada pada bagian belakang) peralatan I pada
posisi 0 mm.
2. Arahkan salah satu material absorber ke arah datangnya sinar – X (A) (kolimator)
dengan memutar pengarah yang berada pada bagian belakang peralatan sinar – X.
3. Operasikan peralatan sinar – X dengan membawa tombol (c) ke posisi O. Pilih tinggi
tegangan UA (h) pada level 2, dan arus Iem (i) pada 0,05 mA.
4. Hidupkan alat pencacah dengan menekan tombol pada posisi ON. Baca besar tegangan,
pada voltmeter, yang memberikan besar tegangan UA = 310.2 . V
5. Baca cacahan per menit, kemudian ulangi lagi untuk ketebalan yang berbeda. Catatlah
hasilnya dalam bentuk tabel sperti dibawah ini.
Tabel, d (mm) Cacahan/menit0.51.01.52.02.53.0
V. Tugas
1. Buatlah grafik (kurva) hubungan antara ketebalan dengan jumlah cacahan per menitnya!
2. Lakukankah langkah – langkah di atas untuk level 4, 5 dan 8!
3. Tentukanlah koefisien absorsi untuk setiap level dan hitunglah HVL dan THL untuk
setiap level!
4. Lakukan analisis terhadap hasil eksperimen di atas!
5. Kesimpulan apa yang saudara dapatkan dari eksperimen ini?
44
4.2.Absorbsi sinar – X oleh berbagai macam absorber (material dengan bilangan
atomik Z berbeda)
Radiasi sinar – X (adalah radiasi gelombang elektromegnetik) akan mengalami
pelemahan di dalam material karena adanya berbagai mekanisme hamburan:
Hamburan klasik (kuantum radiasi berubah arah tanpa memberikan energi pada
material yang diradiasi).
Hamburan Compton (ini terjadi bila foton berinteraksi dengan elektron di dalam atom,
dimana terjadi pergerakan elektron dengan energi tertentu dan disertai oleh foton lain
dengan energi kinetik tertentu yang lebih rendah dari foton datang. Foton ini
berhamburan dengan sudut tertentu terhadap arah foton datang. Kemungkinan
terjadinya hamburan Compton berkurang bila Z bertambah dan energi foton datang
bertambah).
Efek Fotolistrik (ini terjadi karena interaksi antara radiasi elektromagnetik / foton
dengan elektron – elektron di dalam material. Pada peristiwa ini energi kuantum
radiasi secara parsial digunakan untuk melepaskan elektron ke luar dari kulit / orbital
atomik selama absorbsi. Elektron – elektron yang terlepas mengambil sebagaian atau
seluruhnya energi radiasi sebagai energi kinetik. Kemungkinan terjadinya efek
fotolistrik berkurang bila energi foton datang bertambah, tetapi penurunannya lebih
cepat dari penurunan pada hamburan Compton).
Produksi Pasangan (ini terjadi karena interaksi foton dengan medan listrik dalam inti
atom berat dimana foton datang berenergi > ~ 1,20 MeV. Dalam hal ini foron akan
lenyap dan timbul pasangan elektron dan positron. Produksi pasangan akan meningkat
dengan meningkatnya energi radiasi yang datang. Proses ini juga sebanding dengan Z2
dari absorber.
Kapasitas absorbsi suatu material adalah digambarkan oleh koefisien absorsi μm, yang
adalah tergantung pada bilangan atomik Z material dan panjang gelombang radiasi. Secara
matematis diungkapkan oleh persamaan:
μm = kλ3Z4 (5.6)
Dengan k adalah nilai pembanding. Persamaan ini tidak berperan jika radiasi menedekati
energi ikat elektron material. Jika energi radiasi sedikit lebih kecil dari pada energi ikat
elektron maka kapasitas absorsi bertambah secara cepat.
45
Pelaksanaan Percobaan
1. Rangkailah peralatan seperti Gambar 5.2.
2. Terlebih dahulu tempatkan material absorber (dengan beberapa jenis material dengan
ketebalan yang sama d = 0.5 mm dengan bilangan atomik yang berbeda: Aluminium (Z
= 13); Iron (Z = 26); Copper (Z = 29); Zicronium (Z = 40); Silver (Z = 47) pada
pemegang sampel G dan kemudian masukkan pada lubang yang berhubungan dengan
pengarahnya (berada pada bagian belakang) peralatan sinar – X. Tempatkan posisi
salah satu absorber tepat tegak lurus dengan kolimator dan sesuai dengan jarum
penunjuk bahan (i).
3. Arahkan salah satu material absorber ke arah datangnya sinar – X (A) (kolimator)
dengan memutar pengarah yang berada pada bagian belakang peralatan sinar – X.
4. Operasikan peralatan sinar – X dengan membawa tombol (c) ke posisi ON.
5. Pilih tinggi tegangan UA (h) pada level 4, dan arus Iem (i) pada 0,05 mA.
6. Hidupkan alat pencacah dengan menekan tombol pada posisi ON
7. Baca cacahan per menit, kemudian ulanginya lagi untuk bahan – bahan yang berbeda
(dengan nomor atom bahan yang berbeda. Catatlah hasilnya dalam bentuk tebel seperti
di bawah ini:
Meteraial Bilangan Atomik, Z Cacahan /menit
Tugas:
1. Buatlah grafik nomor atomik terhadap cacahan per menitnya!
2. Lakukan analisis terhadap hasil eksperimen!
3. Kesimpulan apa yang saudara dapatkan dari eksperimen ini?
46
LAPORAN PRAKTIKUM
Dengan menggunakan data hasil pengamatan, setiap mahasiswa harus
membuat,”Laporan Praktikum”, dengan Format sebagai berikut:
Halaman Depan
Judul Percobaan
Logo UNUD
Nama :
NIM :
Tanggal :
Kelompok :
Nama Anggota :
Jurusan/Program Studi
Fakultas
Bagian Utama
I. Tujuan dan objek percobaan: uraikan secara singkat objek dan
tujuan percobaan
II. Dasar Teori: uraian singkat teori yang relevan dengan percobaan
III. Peralatan Dan Bahan Yang Digunakan
IV. Hasil Pengamatan/Percobaan:
DATA; Tabulasi Data
V. Analisa Data dan Pembahasan
Analisa Data
- Grafik
- Perhitungan
- Kesalahan
Pembahasan/Diskusi
VI. Kesimpulan
47
Daftar Pustaka.
NOTE: Pada bagian lampiran memuat laporan hasil pengamatan yang telah
disahkan oleh pembimbing praktikum.
Laporan praktikum hendaknya:
a. Disusun dengan kalimat yang singkat dan jelas.
b. Diketik di atas kertas A4 dengan jarak 1, 5 spasi.
c. Diserahkan paling lambat satu minggu setelah praktikum dilaksanakan. Apabila
percobaan dilanjutkan/diperbaiki atau diulang maka laporan paling lambat sudah
diserahkan paling lambat satu minggu setelah percobaan dilanjutkan/diperbaiki atau
diulang dilaksanakan.
d. Tidak menulis proses perhitungan yang berulang-ulang, tetapi menuliskan perhitungan
berikunya dalam bentuk tabel.
Daftar Pustaka:
1. Physics Experiments, Volume 3, Optics, Atomic and Nuclear Physics, Solid-state Physics.
Leybold-Heraeus GMBH, Germany. 1986.