BIOFARMASI (KULIAH 1)

203
Kuliah ke : I Topik NASIB OBAT DALAM TUBUH Biofarmasi Oleh: Prof. Dr. Karsono, Apt. Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

description

Biofar

Transcript of BIOFARMASI (KULIAH 1)

Page 1: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Kuliah ke : I

Topik

NASIB OBAT DALAM TUBUH

BiofarmasiOleh:

Prof. Dr. Karsono, Apt.Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

Page 2: BIOFARMASI (KULIAH 1)

NASIB OBAT DIDALAM TUBUHSecara garis besar proses yang dialami obat didalam

tubuh dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:• Fase biofarmasi merupakan aspek yang mencakup

nasib obat didalam tubuh yang terdiri dari liberasi, disolusi dan absorbsi (LDA)

• FarmakokinetikFarmakokinetik merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yang terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME)

• FarmakodinamikaFarmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya

Page 3: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Skema perjalanan obat

Bentuk obat (mis, tablet) Ketersediaan farmasiDengan zat aktif Obat utk diabsorpsi

Tablet pecah (liberasi) menjadi granul, zat aktif terlepas dan larut

Zat aktif mengalamiAbsorpsi, distribusi,Metabolisme dan

ekresi

Terjadi interaksi obat Dengan reseptor di

Tempat kerja.Efek

Ketersediaan hayati

Obat untuk memberi efek

Fase biofarmasetik

Fase farmakodinamik Fase farmakokinetik

Page 4: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Fase biofarmasiGambar 13 menunjukan proses disolusi tablet sebelum absorbsi. Suatu obat tidak bisa diserap menembus dinding usus sebagai bahan padat, tetapi harus dalam keadaan larut di dalam cairan pencernakan. Tablet secara hati-hati dirancang dan difomulasikan agar stabil selama pengangkutan tetapi akan cepat terdisolusi dalam lingkungan yang mengandung air. Ini bisa merupakan pekerjaan yang sulit atau gampang tergantung pada obat dan dosis yang diperlukan.Test disolusi diperlukan untuk menetapkan mutu sediaan tablet dan juga diperlukan percobaan terhadap sukarelawan manusia untuk memastikan pelepasan obat.

Page 5: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Fase Farmakokinetik

Mekanisme pengangkutan obat untuk melintasi membran sel ada dua cara:

• Aktif (menggunakan energi)melibatkan suatu carier.

• Pasif– Filtrasi (mis, air dan zat hidrofil)– Difusi (mis, ion anorganik)

Page 6: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• AbsorpsiAbsorpsi sgt penting dan menentukan efek obat

• DistribusiSetelah diabsorpsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah.

• MetabolismeProses perubahan struktur kimia obat yg terjadi didalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.

• EkskresiPengeluaran zat dari dalam tubuh.

Page 7: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Fase Farmakodinamika• Mekanisme kerja obat

efek obat timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada suatu sel organisme.

• Reseptor obatSifat kimia dan struktur kimia dari suatu reseptor obat mempengaruhi kemampuannya atau aktifitasnya.

• Transmisi sinyal biologispenghantaran sinyal biologis merupakan suatu proses yg menyebabkan suatu substansi ekstra seluler menumbulkan suatu respon seluler fisiologis yang spesifik.

Page 8: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Interaksi obat dengan reseptorikatan obat dengan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah dan jarang berupa ikatan kovalen.

• Antagonisme farmakodinamikAda dua antagonisme farmakodinamik yaitu antagonisme fisiologik dan antagonisme pada reseptor.

• Kerja obat yang tidak diperantarai reseptorDalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil tau masuk ke komponen sel.

Page 9: BIOFARMASI (KULIAH 1)

BENTUK SEDIAAN FARMASIPendahuluanSejak dahulu kala bahan berkhasiat obat telah

diformulasikan dalam berbagai bentuk sediaan.• Pil telah dikenalkan Ebers Papyrus 1500 SM• Pil bersalut telah dikenalkan oleh Rhases pada 900 M• Tablet dikenalkan oleh Al-zahrawi pada 10 abat yang

lalu• Kapsul dikenalkan oleh Mothes di Perancis pada

1833

Page 10: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Bahan obat jarang diberikan sendiri-sendiri tetapi lebih sering merupakan suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat bukan obat yang bermanfaat untuk kegunaan farmasi yang bermacam-macam dan khusus.

• Melalui penggunaan yang selektif dari zat obat ini sebagai bahan farmasi akan di hasilkan sediaan farmasi atau bentuk sediaan dengan tipe yang bermacam-macam

• Dalam praktek, untuk satu jenis obat mungkin tersedia berbagai bentuk sediaan.

• Bentuk-bentuk sediaan ini dikembangkan dengan kemajuan teknologi farmasetika untuk tujuan-tujuan tertentu

Page 11: BIOFARMASI (KULIAH 1)

BAHAN AKTIF OBAT BAHAN TAMBAHAN

BENTUK SEDIAAN OBAT

+

PRINSIP PEMBUATAN BENTUK SEDIAAN FARMASI

Page 12: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Berbagai macam Bentuk Sediaan farmasi

Page 13: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Keuntungan Bentuk sediaan Farmasi1. Tepat dosis2. Meningkatkan absorpsi dan ketersediaan hayati,3. Meningkatkan stabilitas obat

- Obat terlindungi dari pengaruh yang merusak :kelembaban udara (tablet salut)Asam lambung (tablet salut enterik)

- Menutupi bau, rasa yang tidak enak (kapsul, sirup,tablet salut)- Menyediakan bentuk sediaan cair :

Obat yang tidak larut (suspensi)Dari obat yang larut (larutan)

Page 14: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4. Mengendalikan absorpsi dan profil kadar obat dalam darah, misalnya sediaan lepas lambat (slow-release),

5. Melengkapi kerja obat yang optimum dari tempat pemberian secara topikal (salep, tempelan transdermal, krim)

6. Memberikan penempatan obat kedalam salah satu lubang dari badan (supositoria)

7, Memberikan penempatan obat secara langsung kedalam aliran darah atau jaringan dari tubuh (injeksi)

8. Memberikan kerja obat yang optimum melalui pengobatan inhalasi ( aerosol inhalasi)

Page 15: BIOFARMASI (KULIAH 1)

BENTUK SEDIAAN PERORAL

Bentuk sediaan cair :

Bentuk drop (Air/alkohol)

Bentuk larutan/campuran

Bentuk Sediaan padat :

Tablet/Kapsul, Control release

Page 16: BIOFARMASI (KULIAH 1)

BENTUK SEDIAAN PELEPASAN TERKONTROL

Istilah-istilah• Tablet repeat action, • Tablet Extended

Release . • Tablet prolonged action

• Produk obat sustained

release • Tablet extended release

Page 17: BIOFARMASI (KULIAH 1)

SISTEM PELEPASAN DAN ABSORBSI OBAT PERORAL

• Bentuk sediaan akan memberikan sistem pelepasan dan absorbsi yang berbeda

Page 18: BIOFARMASI (KULIAH 1)

BENTUK SEDIAAN PARENTERAL

• Intravaskular adalah obat yang diberikan langsung masuk ke dalam pembuluh darah (vaskular).

Page 19: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Rute ekstravaskular

Intradermal (I.D.) intramuskular

Subkutan (S.C.) transdermal

Page 20: BIOFARMASI (KULIAH 1)

PENGGUNAAN INHALASI

Page 21: BIOFARMASI (KULIAH 1)

BENTUK SEDIAAN REKTAL DAN VAGINAL

Page 22: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Bentuk Sediaan untuk kulit

Page 23: BIOFARMASI (KULIAH 1)

DISTRIBUSI OBAT DIDALAM DARAH DARI BERBAGAI BENTUK SEDIAAN

Page 24: BIOFARMASI (KULIAH 1)

TERIMA KASIH

Page 25: BIOFARMASI (KULIAH 1)

DISOLUSI

Page 26: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Tahap pelepasan:– disintegrasi, – deagregasi dan – disolusi

Obat(Sediaan padat oral)

• Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya dan proses pelarutannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi sediaannya.

Page 27: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Pengertian• Disolusi atau pelarutan • didefinisikan sebagai proses melarutnya

suatu obat dari sediaan padat dalam medium tertentu.

• kecepatan pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia

atau senyawa obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan.

Page 28: BIOFARMASI (KULIAH 1)

For what ?

• untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat,

• sebagai standar atau uji kemurnian serta quality control.

Page 29: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Saluran cerna

Sediaanpadat

ZA harus terlarut

Mem

bran

(s

alur

an c

erna

)

Sirkulasi darah

Natural sink obat diserap dengan segera pada saat melarut

Kondisi sink (secara in vivo) merupakan kondisi dimana obat pada kedua sisi lapisan epitel dari dinding usus mencapai kesetimbangan dalam waktu singkat.

Page 30: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Dengan maksud untuk meniru kondisi sink in vivo maka dilakukan pengujian disolusi in vitro

• pengujian disolusi in vitro biasanya dilakukan dengan menggunakan – media disolusi yang besar – media disolusi diberikan kembali secara konstan

dengan pelarut baru pada kecepatan tertentu sehingga konsentrasi dari larutan tidak pernah mencapai lebih dari 10-15 % dari kelarutan maksimalnya.

Page 31: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Laju disolusi obat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

1. Sifat fisika kimia obat

Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas.

Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal.

suhu, viskositas, pH, pengadukan, ukuran partikel.

Page 32: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Laju disolusi obat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

2. Faktor formulasi

Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, memperlambat laju disolusi.

bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi.

Page 33: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Laju disolusi obat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

3. Faktor alat dan kondisi lingkungan

adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan.

Page 34: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Alat Uji Disolusi

1. Alat tipe 1 (Keranjang)Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37oC.

2. Alat tipe 2 (Dayung berputar)Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali.

Page 35: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Alat Uji Disolusi

3. Alat tipe 3 (reciprocating cylinder)4. Alat tipe 4 (Flow-trough cell)

Page 36: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Apparatus Type 1, Keranjang berputar

• The basket method (USP apparatus 1) is routinely used for solid oral dosage form such as capsules or tablets at an agitation speed of 50 to 100 rpm, although speeds up to 150 rpm have been used.

Page 37: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Apparatus Type 2, Dayung berputar• The paddle method (USP apparatus 2) also is used frequently for solid oral dosage form such as tablets and capsules, but at 50 or 75 rpm, although speeds up to 100 rpm have been used.

• Both paddle and basket methods can accommodate media volumes ranging from 500 to 1000 ml with the standard vessel and 2000 to 4000 ml with larger vessel.

Page 38: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• The reciprocating cylinder (USP apparatus 3) and the flowthrough cell (USP apparatus 4) also may over advantages for some low-solubility dosage form. Apparatus 3 can be used to estimate the drug release profile in the GI tract by using a series of different media.

Page 39: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• By design, both the reciprocating cylinder and the flow-trough cell allow for a controlled pH and volume change of the dissolution medium troughout the test.

• USP apparatus 3 and 4 or other modified configurations are most often limited to use in product development and characterization.

Page 40: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Medium disolusi

Menurut USP :- Air - HCL- Dapar pH 4-8

Page 41: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Contoh

• Tablet sulfadiazin• Medium disolusi : Cairan lambung

buatan pH 1,2• Volume : 900 ml• Temperatur : 37 0,5 oC• Putaran : 100 rpm• Metode : Dayung

Page 42: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Pembuatan Kurva Kalibrasi SulfadiazinSulfadiazin

Larutan Sulfadiazin

Hasil

Ditimbang 250 mg

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml

Ditambah NaOH 1 N sampai larut

Di adkan dengan cairan lambung sampai garis tanda

Dipipet sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 dan 1,6 mlDiencerkan sampai 50 ml dengan cairan lambung buatan Diukur dengan alat spektrofotometer uv pada panjang gelombang 242 nm

Page 43: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Kurva kalibrasi

Absorbansi Vs Konsentrasi

y = 0.0585x + 0.0004R2 = 0.999

00.10.20.30.40.5

0 2 4 6 8 10

Konsentrasi (mcg/ml)

Abso

rban

si (n

m)

Page 44: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Uji disolusi 900 ml medium lambung buatan

Dipanaskan sampai suhu 37o + 0,5oC

Dimasukkan ke dalam tabung dissolution tester

Dihidupkan dengan kecepatan putaran 100 rpm bersamaan dengan stop watch

Dimasukkan sediaan

Dipipet 5 ml pada interval waktu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 45, 60 menit

Dimasukkan kedalam labu tentukur 25ml lalu diadkan dengan cairan lambung buatan

Diukur dengan spektrofotometer uv pada panjang gelombang 242 nm

Setiap pengambilan ditambahkan media disolusi dengan jumlah yang sama

Hasil

Page 45: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Data % Kumulasi Obat yang terlarut pada uji Disolusi

NO Waktu(mnt)

A(nm)

C(mcg/ml)

Fp C x Fp(mcg/ml)

C x FpDlm 5 ml

(mcg/ml)

C x FpDlm

900 ml(mcg/ml)

Faktorpenambaha

n

Sulfadiazin yangdilepas

%kumulatif

1 5 0,0353 0,5967 5 2,9835 14,9175 2685,15 - 2685,15 2,685

2 10 0,0492 0,8345 5 4,1725 20,8625 3755,25 14,917 3770,16 3,77

3 15 0,0610 1,0368 5 5,184 25,92 4665,6 35,78 4701,38 4,701

4 20 0,0720 1,2245 5 6,1225 30,6125 5510,25 61,7 5571,95 5,571

5 25 0,0901 1,5332 5 7,666 38,33 6899,4 92,312 6991,71 6,991

6 30 0,0980 1,6688 5 8,344 41,72 7509,6 130,64 7640,24 7,64

7 45 0,1578 2,6909 5 13,454 67,2725 12109,05 172,36 12281,4 12,281

8 60 0,1632 2,7826 5 13,913 69,565 12521,70 239,63 12761,3 12,761

9 90 0,2524 4,3074 5 21,537 107,685 19383,3 309,20 19692,5 19,692

10 120 0,2643 4,5097 5 22,548 112,742 20293,65 416,88 20710,5 20,71

Page 46: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Perhitungan % Kumulatif Obat yang terlarut pada uji Disolusi

Pada sediaan tablet1. Konsentrasi (C) Persamaan regresi sulfadiazin pada medium lambung buatan adalah: Y = 0,58524 X + 0,000358 misal pada t = 5 menit, A = 0,0353 Y = 0,58524 X + 0,000358 0,0353 = 0,58524 X + 0,000358 X = 0,5967 mcg/ml2. Faktor pengenceran Fp = (pengenceran dalam labu 25 ml)/ (jumlah pemipetan alikuot) = 25/5

= 5 kali

Page 47: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3. Konsentrasi dalam 1 ml misal pada t = 5 menit, C x FP = 0,5967 x 5

= 2,9835 mcg/ml4. Konsentrasi dalam 5 ml misal pada t = 5 menit,

C dalam 1 ml x 5 = 2,9835 mcg/ml x 5 = 14,9175 mcg/ml

5. Konsentrasi dalam 900 ml misal pada t= 5 menit,

C dalam 1 ml x 900 = 2,9835 x 900 = 2.685,15 mcg/ml

Page 48: BIOFARMASI (KULIAH 1)

6. Faktor penambah Misal pada t = 15 menit, = C dalam 5 ml (pada t = 5 menit) + C dalam 5

ml (pada t = 10 menit)

= 14,9175 mcg/ml + 20,8625 mcg/ml = 35,78 mcg/ml

7. Sulfadiazin yang terlepas = C dalam 900 ml + faktor penambah misal pada t = 15 menit,

= 4.665,6 mcg/ml + 35,78 mcg/ml = 4.701,38 mcg/ml

Page 49: BIOFARMASI (KULIAH 1)

8. Kumulatif sulfadiazin yang terlepas mcg/1000 mg x 100 %

dosis (mg)

misal pada t = 15 menit, x 100 %

= 4,701 %

1001000/38,701.4

Page 50: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 51: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Kuliah ke : II & III

Topik

BIOAVAILABITAS dan FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BiofarmasiOleh:

Dr. karsono, Apt.Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

Page 52: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• 1. Bioavailabilitas (ketersediaan hayati)Persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin.

• Bioavailabilitas absolut : bila dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100%.

• Bioavailabilitas relatif : bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena.

DEFINISI

Page 53: BIOFARMASI (KULIAH 1)

2. Ekivalensi Farmaseutik

Dua produk obat mempunyai ekivalensi farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama.

Page 54: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3. Alternatif farmaseutik

Dua produk obat merupakan alternatif farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb.) atau bentuk sediaan atau kekuatan.

Page 55: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Beberapa catatan penting masalah-masalah bioavailabilitas sehingga lahir dan berkembang ilmu biofarmasi

1. Prednison Disolusi yang terlalu lambat dapat mengakibatkan tablet Prednison kehilangan daya terapinya sama sekali. USP XVIII, tablet : Disolution rate, T 60% tidak boleh melewati 20 menit.

Page 56: BIOFARMASI (KULIAH 1)

2.Tolbutamid Perbedaan kadar veegum dalam tablet Tolbutamid terbukti berpengaruh terhadap efek klinisnya pada hal veegum hanya berfungsi sebagai bahan pembantu dan selama ini dianggap sebagai bahan “ inert “. Tablet Tolbutamid mengandung masing masing 500 mg, dengan berbeda jumlah veegumnya sebagai disintegratornya ternyata menghasilkan kadar dalam darahnya berbeda sekali, walaupun sama sama memenuhi USP.

Page 57: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3.Diphenylhidantoin

Sewaktu bahan pembantu dalam tablet Diphenylhidantoin dirubah, dimana Calcium sulfat diganti dengan laktosa, terdapat gejala toksikasi pada banyak pasien , karena ternyata bahwa absorbsi menjadi lebih besar.

Page 58: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4. Chloramphenicol Suatu laporan menunjukkan bahwa beberapa merk kapsul Chloramphenicol ternyata memberikan Blood level yang sangat bervariasi , yaitu diantara 2 ug / ml sampai 10 mg / ml . Pada thn 1968 FDA memerintahkan penarikan jutaan kapsul Chloramphenicol yang dihasilkan oleh beberapa produsen dan telah beredar di pasaran. Alasannya blood level maupun urine level dari pada sediaan tsb dianggap tidak memenuhi syarat.Chloramphenicol palmitat menunjukkan 3 bentuk kristal dan satu bentuk amorf. Bentuk alfa secara biologis aktif, yang lain tidak aktif. Chloramphenicol stearat ada juga yang bentuk kristal dan bentuk amorf . Bentuk kristal tidak aktif.

Page 59: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5. Tetracyclin HCl

Pernah diperiksa 3 macam merk kapsul Tetracyclin HCl dan diantaranya menghasilkan urine level yang berbeda jauh dari yang ketiga. Berapa laporan lain juga menunjukkan adanya perbedaan blood level yang cukup besar diantara beberapa merk Tetracylin.

6. Oxytetracyclin

Bulan Desember 1969, FDA memerintahkan recall terhadap 40 juta kapsul Oxytetracyclin yang beredar di Amerika Serikat yang dihasilkan oleh 8 pabrik, karena ternyata memberikan blood level yang terlalu rendah.

Page 60: BIOFARMASI (KULIAH 1)

7. Ampicillin Ampicillin anhydrat secara biologis lebih aktif dari bentuk trihydrat jika

diberikan dalam bentuk oral.[ ada juga publikasi yang menolak]

8. Nitrofurantoin Side efek yang terdapat pada pemakaian obat ini,berupa gangguan lambung dapat dikurangi dengan memberikannya dalam bentuk kapsul yang diisi dengan partikel yang lebih kasar, sehingga absorbsinya diperlambat

9. Griseofulvin Perbedaan ukuran partikel yang digunakan akan dapat menyebabkan perbedaan besar terhadap absorbsi

10. Chlorpromazin Penambahan Tween 80 diatas titik CMC nya, pada sediaan larutannya menyebebkan berkurangnya absorbsi dari Chlorpromazin. Ini terjadi karena Chlorpromazin terikat dalam Misel.

Page 61: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Bahan bahan pembantu yang dapat mempengaruhi terhadap efek terapi obat ;

1. Veegum pada tablet Tolbutamid

2. CMC Na, bisa membentuk komplek dengan Ampicillin

3. PEG 4000, bisa membentuk komplek dengan Phenobarbital

4. Amylum, dapat mempercepat disololusi tablet.

Page 62: BIOFARMASI (KULIAH 1)

……………………………Masalah-masalah bioavailbilitas

• Perbandingan dari ketiga produk oral (chlorpropamid) :

• Cp A = Cp B• Cp A ≠ Cp C• Cp B ≠ Cp C• AUC A = AUC B• AUC A ≠AUC C• AUC B ≠AUC C• Tp A = Tp B = Tp C

Page 63: BIOFARMASI (KULIAH 1)

……………………………Masalah-masalah bioavailbilitas

Perbandinga BA sediaan IV dan Im :

Cp IV > Cp IM

AUC IV = AUC IM

Gambar 2, Plot Cp vs Waktu pada pemberian IV dab IM;

Page 64: BIOFARMASI (KULIAH 1)

……………………………Masalah-masalah bioavailbilitas

Secara umum semakin kecil Secara umum semakin kecil ukuran partikel lebih cepat ukuran partikel lebih cepat diabsorbsi. Dengan semakin diabsorbsi. Dengan semakin luas permukaan partikel luas permukaan partikel kemungkinan akan menambah kemungkinan akan menambah kecepatan disolusi. kecepatan disolusi. Oleh karena itu bahan Oleh karena itu bahan pembasah (surfaktan) seperti pembasah (surfaktan) seperti Tween 80 akan memberikan Tween 80 akan memberikan efek yang menguntungan pada efek yang menguntungan pada keseluruhan absorbsi.keseluruhan absorbsi.

Gambar : Cp Vs waktu sediaan suspensi Phenasetin dengan ukuran partikel yang berbeda

Page 65: BIOFARMASI (KULIAH 1)

……………………………Masalah-masalah bioavailbilitas

Digoxin • Doktor-Doktor di Israel mencatat 15 kasus dari

keracunan digoxin antara Oktober hingga Desember 1975 hampir tanpa laporan untuk periode waktu yang sama sepanjang tahun tersebut.

• Selanjutnya ditemukan bahwa sebuah perusahaan telah mengganti formula dari obat untuk meningkatkan disolusi.

• Pemeriksaan urin menunjukkan kenaikan dua kali lipat bioavailabilitas dari formula baru tersebut.

Page 66: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Kecepatan absorbsi obat dapat dipengaruhi oleh bentuk sediaan dengan urutan sbb ;

Injeksi……. Larutan……. Emulsi …….Soft elastic capsul …….… Suspensi …..Serbuk…… Hard capsul…….Tablet…..…….Coated tablet.

Setelah melakukan uji Disolution , harus diteruskan dengan Uji absorbsi. Obat mungkin saja baik disolusinya ada juga kemungkinan tidak diserap dengan baik. Kalau ingin lebih sempurna dilakukan Clinical trial.[ uji klinis ].

Page 67: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Senyawa organik maupun senyawa anorganik dikatakan sebagai polimorf apabila didalam bentuk padatnya memiliki minimal dua bentuk kristal yang berbeda.Bentuk polimorf ini pada umumnya dibagi atas dua golongan besar yakni ;

1.Bentuk stabil

2.Bentuk metastabil

Polimorfisme

Page 68: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Bentuk stabil lebih dikenal sebagai “ kristal “ sedangkan bentuk metastabil lebih popular dengan sebutan “ amorf “.

Bentuk amorf ini biasanya tidak stabil oleh karena didalam proses pembuatan ataupun proses penyimpanannya bentuk amorf dapat berubah menjadi bentuk kristal yang lebih stabil.

Perubahan bentuk amorf menjadi kristal bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan dalam waktu cepat atau lambat..

Dalam pemilihan zat berkhasiat yang berupa kristal diperhatikan juga apakah kristal tersebut bentuk amorf ataukah bentuk kristalnya, sebab kekeliruan didalam pemilihan ini dapat menyebabkan tidak stabilnya bentu sediaan farmasi.

Page 69: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Walaupun bentuk amorf umumnya lebih mudah larut sehingga efek bioavailabilitasnya lebih besar dibandingkan dengan bentuk kristal , tetapi karena sifatnya yang bisa mengalami perubahan bentuk menjadi stabil maka disarankan untuk tidak menggunakan bentuk kristal amorf didalam sediaan farmasi.

Perbedaan yang nyata dari bentuk kristal dan amorf ini adalah perbedaan didalam hal kelarutan , titik leleh dan pola difraksi sinar X nya.

Beberapa senyawa yang memiliki bentuk polimorf ini adalah Kortison asetat dengan 4 bentuk polimorf , dimana satu bentuk diantaranya stabil dalam media cair.Penentuan bentuk polimorf dari zat berkhasiat / bahan pembantu dapat menggunakan alat antara lain :

Difraksi sinar X, analisa infra merah dll.

Page 70: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Apa itu bioavailabilitas ?• Bioavailbilitas adalah suatu studi

pengukuran seberapa cepat dan seberapa banyak suatu obat diabsorbsi dalam darah setelah sejumlah dosis obat diberikan.

Grafik ini menunjukan hubungan antara konsentrasi obat dan efek obat.

Jika konsentrasi efektif obat mencapai tempat reseptor yang masih peka, maka ini menggambarkan konsentrasi obat yang diperlukan.

Gambar Cp Vs Waktu

Page 71: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Apa itu bioekuivalen ?

Bioekuivalen adalah adalah perbandingan bioavailabilitas dari dua atau lebih produk obat.

Sediaan A menunjukan efek Toksis

Sediaan B menunjukan efek terapi

Sediaan C menunjukan efek sub terapi

Gambar : Cp VS Waktu dari 3 sediaan yangBerbeda formulasinya

Page 72: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Bioavailabilitas

Bioavailabilitas merupakan istilah farmakokinetika yang menggambarkan tentang kecepatan dan jumlah absorpsi suatu bahan obat dari suatu produk untuk menjadi tersedia di tapak kerjanya.

Oleh karena respon farmakologi secara umum berkaitan dengan konsentrasi obat di tapak reseptor, maka ketersediaan obat dari suatu bentuk sediaan obat merupakan elemen yang penting bagi efikasi klinik suatu produk obat

Bioavailabilitas relatif

Bioavailabilitas absolut

Page 73: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Plas

ma

conc

entr

atio

n

Time (hours)

Bioavailability (AUC)o (AUC)iv

=

i.v. route

oral route

Page 74: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 75: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 76: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 77: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 78: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Area under the plasma concentration time curve (AUC)

Calculation of AUC using the Trapezoidal Rule

Page 79: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Equation 2.10.1. Total AUC calculated from Very Narrow Segment

Equation 2.10.2. Cp versus Time after an IV Bolus dose

Equation 2.10.3. AUC calculated as the integral of Cp versus time

Page 80: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Equation 2.10.4. AUC Calculated from Concentration and kel

V = Dose/(AUC * kel)

Page 81: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Figure 2.10.4. Linear plot of Cp versus time showing areas from data 1 to data n

Page 82: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Contoh :perhitungan bioavailabilitas relatif dan absolut

ProduProduk obatk obat

Dosis Dosis (mg)(mg)

AUC AUC (ug/ml.ja(ug/ml.jamm

± ± SDSD

F F relatrelatifif

F F absoluabsolutt

Tablet Tablet oraloral

200200 89,589,5 19,719,71,041,04 0,590,59

LarutaLarutan oraln oral

200200 86.186.1 18,118,1

Injeksi Injeksi IV IV bolusbolus

5050 37,837,8 5,75,7

Page 83: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Data bioavailabilitas absolut dan relatif

Produk obat AUC (mcg/ml)xjam

A. Inj.Intra Vena (IV) 100B. Bentuk sediaan oral, nama dagang atau standart acuan

50

C. Bentuk sediaan oral generik

40F untuk produk B dan Produk C adalah 50% (F = 0.5) dan 40% (F = 0.4), secara F untuk produk B dan Produk C adalah 50% (F = 0.5) dan 40% (F = 0.4), secara berturut-turut. Bagaimanapun, jika 2 produk oral dibandingkan maka bioavailabilitas berturut-turut. Bagaimanapun, jika 2 produk oral dibandingkan maka bioavailabilitas relatif Produk C setelah dibandingkan dengan produk B adalah 80%.relatif Produk C setelah dibandingkan dengan produk B adalah 80%.

Page 84: BIOFARMASI (KULIAH 1)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIOAVAILABILITAS

• Sebelum efek terapi obat yang diberikan secara oral terwujud, maka obat harus mengalami absorpsi terlebih dahulu. Absorpsi sistemik obat oral dalam bentuk sediaan padat harus melalui tiga tahap berikut ini, yaitu : 1. desintegrasi produk obat2. disolusi obat di dalam cairan pada tapak absorpsi3. perpindahan molekul obat melintasi membran

gastrointestinal menuju sirkulasi sistemik

Page 85: BIOFARMASI (KULIAH 1)

TABLE 2 Faktor Bioavailabilitas yang berkaitan dengan bentuk

sediaan Sifat fisika kimia obatSifat fisika kimia obat Variabel formulasi Variabel formulasi

dan manufakturdan manufakturUkuran partikelUkuran partikelStruktur kristalStruktur kristalTingkat hidrasi kristalTingkat hidrasi kristalBentuk garam atau Bentuk garam atau ester ester

Jumlah desintegranJumlah desintegranJumlah lubrikanJumlah lubrikanPenyalutan khususPenyalutan khususSifat diluenSifat diluenTekanan Tekanan pengkempaan pengkempaan

Page 86: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Secara umum semakin kecil ukuran partikel lebih cepat diabsorbsi. Dengan semakin luas permukaan partikel kemungkinan akan menambah kecepatan disolusi. Oleh karena itu bahan pembasah (surfaktan) seperti Tween 80 akan memberikan efek yang menguntungan pada keseluruhan absorbsi.

Gambar : Cp Vs waktu sediaan suspensi Phenasetin dengan ukuran partikel yang berbeda

Page 87: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Gambar tersebut menunjukan bahwa kelarutan K penicilin V > Ca Penicilin V > Penicilin V > Na Penicilin G.

Gambar : Cp Vs Waktu dari beberapa garam Penicillin yang berbeda kelarutannya

Page 88: BIOFARMASI (KULIAH 1)

TABLE 8-3 Faktor Bioavailabiltias yang berkaitan dengan

Pasien Faktor Fisiologi Interaksi dengan

zat lain Variasi kekuatan absorpsi selama di saluran cernaVariasi pH cairan saluran cernaKecepatan pengosongan lambungMotilitas ususPerfusi saluran cernaMetabolisme presistemik dan lintas pertamaUsia, jenis kelamin dan berat badanStatus penyakit

MakananVolume cairanObat-obat lain

Page 89: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Gambar tersebut menunjukan perbedaan konsentrasi plasma tolbutamid dan Na tolbutamid.

Page 90: BIOFARMASI (KULIAH 1)

TABLE : Bioavailabilitas dan Bentuk sediaan oral

Ketersediaan tercepat

Paling lambat

LarutanSuspensiKapsulTabletTablet salutFormulasi pelepasan terkendali

Page 91: BIOFARMASI (KULIAH 1)

TABLE : Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung FAKTOR PENGARUH PADA KECEPATAN PENGOSONGAN

LAMBUNG Peningkatan viskositas isi lambung menurunPosisi tubuh Berbaring pada sisi kiri menurun Keadaan emosi Stres Depresi Cemas

Meningkat atau menurunMenurunMeningkat

Aktivitas, olah raga Menurun Jenis makanan Asam lemak, lemak, Karbohidrat Asam amino

MenurunMenurun

pH isi lambung Meningkat Menurun

MeningkatMenurun

Keadaan penyakit Ulser gastrik, Crohn's disease Hipotiroidismus Hiopertiroidismus

MenurunMenurun Meningkat

Obat : Atropin, Propantheline, Analgetika narkotika Amitriptyline Metoclopramide

MenurunMenurunMeningkat

Page 92: BIOFARMASI (KULIAH 1)

TABLE : Efek Makanan terhadap absorpsi Obat

Absorpsi menurun

Absorpsi tertunda

Absorpsi meningkat

AmpisilinAspirinAtenololKaptoprilEritromisinEtanolHidroklortiazidaPenisilinTetrasiklin (kebanyakan)

AsetaminofenAspirinSefalosporinDiklofenakDigoksinFurosemidNitrofurantoinSulfadiazinsulfiksazol

KlortiazidaDiazepamGriseofulvinHidralazinLabetalolMetoprololNitrofurantoinPropranololRiboflavin

Page 93: BIOFARMASI (KULIAH 1)

TABLE : Interaksi Obat yang mempengaruhi absorpsi 1. Meningkatnya pH lambung atau usus2. Perubahan motilitas usus3. perubahan perfusi saluran cerna4. interferensi dengan fungsi mukosa (sindrom

malsbsorpsi yang diinduksi obat)5. pembentukan khelat6. pertukaran ikatan resin7. adsorpsi8. pelarutan dalam cairan yang diabsorpsi dengan jelek

Page 94: BIOFARMASI (KULIAH 1)

TERIMA KASIH

Page 95: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Kuliah ke : IV & V

Topik

PEDOMAN UJI BIOEKIVALENSI

BiofarmasiOleh:

Dr. karsono, Apt.Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

Page 96: BIOFARMASI (KULIAH 1)

PEDOMAN UJI BIOEKIVALENSI

Page 97: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• 1. PENDAHULUAN • 2. TUJUAN • 2.1. Umum • 2.2. Khusus

Page 98: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3. DEFINISI

• 3.1. Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) • 3.2. Ekivalensi farmaseutik • 3.3. Alternatif farmaseutik • 3.4. Bioekivalensi • 3.5. Ekivalensi terapeutik • 3.6. Produk obat pembanding (reference

product) • 3.7. Produk obat “copy”

Page 99: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4. KRITERIA UNTUK UJI EKIVALENSI

• 4.1. Produk obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo

• 4.2. Produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro (uji disolasi terbanding)

• 4.3. Produk obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi

Page 100: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5. DESAIN DAN PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI

• 5.1. Kaji Etik • 5.2. Desain • 5.3. Subyek • 5.4. Produk obat uji (Test product) • 5.5. Dosis obat uji • 5.6. Uji disolusi in vitro • 5.7. Pengambilan sampel darah • 5.8. Pengambilan sampel urin (untuk kasus-kasus tertentu)• 5.9. Kadar yang diukur • 5.10. Metode bioanalitik • 5.11. Parameter bioavalabilitas • 5.12. Analisis data • 5.13. Variasi • 5.14. Suprabioavailabilitas

Page 101: BIOFARMASI (KULIAH 1)

6. PRODUK YANG MENGANDUNG ZAT KIMIA BARU

• 6.1. Bioavailabilitas • 6.2. Bioekivalensi • 7. LAPORAN HASIL STUDI

Page 102: BIOFARMASI (KULIAH 1)

1. PENDAHULUAN• Badan Pengawas Obat dan Makanan berkewajiban untuk menilai semua

produk obat sebelum dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan selanjutnya melakukan pengawasan terhadap produk obat tersebut setelah dipasarkan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk obat tersebut memenuhi standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan.

• Untuk produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (new chemical entity = NCE) dibutuhkan penilaian mengenai efikasi, keamanan dan mutu secara lengkap. NCE ini yang dipatenkan oleh pabrik penemunya disebut juga obat inovator.

• Sedangkan untuk produk obat yang merupakan produk “copy” hanya dibutuhkan standar mutu yang antara lain berupa bioekivalensi dengan produk obat inovator sebagai produk pembanding (reference product) yang merupakan baku mutu.

Page 103: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• 2.1. UmumUntuk menjamin efikasi, keamanan dan mutu produk obat yang beredar.

• 2.2. Khusus1. Untuk menjamin produk obat “copy” yang akan mendapat izin edar bioekivalen dengan produk obat inovatornya.2. Untuk menentukan bioavailabilitas absolut dan relatif suatu zat kimia baru, serta bioekivalensi zat tersebut dalam formulasi untuk uji klinik dan dalam produk yang akan dipasarkan.

2. TUJUAN

Page 104: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• 3.1. Bioavailabilitas (ketersediaan hayati)Persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin.

• Bioavailabilitas absolut : bila dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100%.

• Bioavailabilitas relatif : bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena.

3. DEFINISI

Page 105: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3.2. Ekivalensi farmaseutik

Dua produk obat mempunyai ekivalensi farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama.

Page 106: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3.3. Alternatif farmaseutik

Dua produk obat merupakan alternatif farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb.) atau bentuk sediaan atau kekuatan.

Page 107: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3.4. BioekivalensiDua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan.

• Jika bioavailabilitasnya tidak memenuhi kriteria bioekivalen (lihat butir 5.12.2 hal. 18) maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen.

Page 108: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3.5. Ekivalensi terapeutik• Dua produk obat mempunyai ekivalensi terapeutik jika keduanya mempunyai

ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan efikasi klinik dan keamanan yang sebanding.

• Dengan demikian, ekivalensi/inekivalensi terapeutik seharusnya ditunjukkan dengan uji klinik.

• Akan tetapi, untuk produk obat yang bekerja sistemik,uji klinik mempunyai kendala berikut :- pada penyakit ringan tidak terlihat, pada penyakit berat tidak etis- endpoint yang diukur seringkali kurang akurat sehingga variabilitasnya besar sekali, dengan akibat dibutuhkan sampel yang besar- sebagai uji klinik untuk menunjukkan ekivalensi dibutuhkan sampel yang besar sekali

• Oleh karena itu, sebagai alternatif dilakukan uji bioekivalensi yang endpointnya sangat akurat (yakni kadar obat dalam plasma) sehingga variabilitasnya rendah, dan dengan demikian sampel yang dibutuhkan jauh lebih kecil.

• Jika terdapat perbedaan yang bermakna secara klinik dalam bioavailabilitasnya, maka kedua produk obat tersebut dinyatakan inekivalen secara terapeutik (inekivalensi terapeutik).

Page 109: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3.6. Produk obat pembanding (reference product)

• Produk obat inovator yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia berdasarkan penilaian dossier lengkap yang membuktikan efikasi, keamanan dan mutu.

• Hanya jika produk obat inovator tidak dipasarkan di Indonesia atau tidak lagi dikenali yang mana karena sudah terlalu lama beredar di pasar, maka dapat digunakan produk obat inovator dari primary market (negara di mana produsennya menganggap bahwa efikasi, keamanan dan kualitas produkny terdokumentasi paling baik) atau produk yang merupakan market leader yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia dan telah lolos penilaian efikasi, keamanan dan mutu.

• Produk obat pembanding yang akan digunakan harus disetujui oleh Badan POM.

Page 110: BIOFARMASI (KULIAH 1)

3.7. Produk obat “copy”

• Produk obat yang mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dengan produk obat inovator/pembandingnya, dapat dipasarkan dengan nama generik atau dengan nama dagang.

Page 111: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4. KRITERIA UNTUK UJI EKIVALENSI 4.1. Produk obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo

4.1.1. Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik, jika memenuhi satu atau lebih kriteria berikut ini :

a. batas keamanan/indeks terapi yang sempit, misalnya digoksin, anti-aritmia, antikoagulan, obat-obat sitostatik, fenitoin, litium, hipoglikemik oral, siklosporin,teofilin.

b. diindikasikan untuk kondisi yang serius yang memerlukan respons terapi yang pasti, misalnya antituberkulosis, antibakteri, antiaritmia, obat gagal jantung,antiangina, antiepilepsi, antiasma, antimalaria, antiretroviral, antihipertensi.

c. absorpsi bervariasi atau tidak lengkap, mis. tetrasiklind. farmakokinetik nonlinear, mis. difenilhidantoin.e. eliminasi presistemik yang tinggi (> 70%), mis. nitrat organik, felodipin,

verapamil.

Page 112: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4.1.1. Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik, jika memenuhi satu atau lebih kriteria berikut ini

f. sifat-sifat fisikokimia yang tidak menguntungkan, misalnya :- kelarutan rendah, mis. glukokortikoid, hormon seks steroid- tidak stabil, mis. nifedipin

g. terbukti ada masalah bioavailabilitas dengan :- obat yang bersangkutan, mis. digoksin, eritromisin- obat-obat dengan struktur kimia yang sama, mis. steroid- obat-obat dengan formulasi yang sama

h. ada kecurigaan pada bahan baku yang tidak dapat ditemukan dengan uji disolusi in vitro

i. kadar dalam sediaan kecil dibandingkan eksipiennya, mis. hormon (kontrasepsioral)

Page 113: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4.1.2. Produk obat non-oral dan non-parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik, misal :- sediaan transdermal (nitrat organik, hormon)- supositoria (teofilin)

4.1.3. Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik, misal : diklofenakSR, nifedipin oros, felodipin ER.

4.1.4. Produk kombinasi tetap yang bekerja sistemik, khususnya: kombinasi rifampisin +isoniazid, pirazinamid, dll (yang diukur rifampisin), levodopa + karbidopa, etinilestradiol + levonorgestrel, etinilestradiol + noretisteron.

Page 114: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4.1.5. Produk obat bukan larutan untuk penggunaan non-sistemik (oral, nasal, okular,

dermal, rektal, vaginal, dsb.) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk

diabsorpsi sistemik). Untuk produk demikian tidak dapat dilakukan uji bioekivalensi,

maka ekivalensi harus ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik

komparatif. Pengukuran kadar obat dalam darah tetap diperlukan untuk melihat

adanya absorpsi yang tidak diinginkan.

Page 115: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4.2. Produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro (uji disolusi terbanding)

• 4.2.1. Produk obat yang tidak termasuk butir 4.1.

• 4.2.2. Produk obat “copy” yang hanya berbeda kekuatan, yang diproduksi oleh pabrik obat yang sama di tempat produksi yang sama, jika :a. komposisi kualitatifnya sama.b. rasio antara zat aktif dan zat-zat tambahannya sama, atau untuk kadar zat aktif yang rendah (< 5%), rasio antara zat-zat tambahannya sama.c. uji bioekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali untuk alasan keamanan dipilih kekuatan yang lebih rendah).d. farmakokinetiknya linear pada kisaran dosis terapi.

• 4.2.3. Produk obat dengan perubahan kecil (minor) dalam formulasi atau pembuat-annya yang dilakukan setelah diberi izin pemasaran.

Page 116: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4.3. Produk obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi

4.3.1. Produk obat “copy” untuk penggunaan parenteral (mis. intravena, intramuskular, subkutan, intratekal) sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar yang sama dan zat-zat tambahan yang sama dalam kadar yang sebanding.

4.3.2. Produk obat “copy” berupa larutan untuk penggunaan oral, yang mengandung zat aktif dalam kadar yang sama, dan tidak mengandung zat tambahan yang diketahui atau diperkirakan akan mempengaruhi transit dalam saluran cerna atau absorpsi zat aktif.

Page 117: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• 4.3.3. Produk obat “copy” berupa gas.

• 4.3.4. Produk obat “copy” berupa bubuk untuk dilarutkan dan sebagai larutan memenuhi kriteria 4.3.1 atau 4.3.2 tersebut di atas.

• 4.3.5. Produk obat “copy” berupa sediaan obat mata atau telinga sebagai larutan dalam air dan mengandung zat(-zat) aktif yang sama dalam kadar yang sama dan zat-zat tambahan yang praktis sama dalam kadar yang sebanding.

• 4.3.6. Produk obat “copy” berupa sediaan obat topikal sebagai larutan dalam air dan mengandung zat(-zat) aktif yang sama dalam kadar yang sama dan zat-zat tambahan yang praktis sama dalam kadar yang sebanding.

Page 118: BIOFARMASI (KULIAH 1)

4.3.7. Produk obat “copy” berupa sediaan obat inhalasi atau semprot hidung, yang digunakan dengan atau tanpa alat yang praktis sama, sebagai larutan dalam air dan mengandung zat(-zat) aktif yang sama dalam kadar yang sama dan zat-zat tambahan yang praktis sama dalam kadar yang sebanding. Uji in vitro khusus diperlukan untuk membuktikan bahwa alat yang digunakan untuk produk obat inhalasi mempunyai daya guna yang sebanding dengan produk obat inovator/ pembandingnya.

Page 119: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Untuk ketentuan 4.3.5, 4.3.6 atau 4.3.7 tersebut diatas, pemohon harus menunjukkan bahwa zat-zat tambahan dalam produk “copy” nya praktis sama dan dalam kadar yang sebanding dengan produk pembandingnya. Jika informasi mengenai produk pembanding ini tidak dapat diberikan oleh pemohon dan Badan Pengawas Obat tidak memiliki data ini, studi bioekivalensi harus dilakukan.

Page 120: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5. DESAIN DAN PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI

Studi bioekivalensi (BE) adalah studi bioavailabilitas (BA) komparatif yang dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antara produk uji (suatu produk obat“copy”) dengan produk obat inovator / pembandingnya.

Caranya dengan membandingkan profil kadar obat dalam darah atau urin antara produk-produk obat yang dibandingkan pada subyek manusia.

Karena itu desain dan pelaksanaan studi BE harus mengikuti Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), termasuk harus lolos Kaji Etik.

Page 121: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.1. Kaji Etik• Oleh karena studi BA / BE dilakukan pada

subyek manusia (suatu uji klinik) maka protokol studi harus lolos Kaji Etik terlebih dahulu sebelum studi dapat dimulai.

Page 122: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.2. Desain

Studi biasanya dilakukan pada subyek yang sama (dengan desain menyilang) untuk menghilangkan variasi biologik antar subyek (karena setiap subyek menjadi kontrolnya sendiri), hal ini sangat memperkecil jumlah subyek yang dibutuhkan.

Jadi untuk membandingkan 2 produk obat, dilakukan studi menyilang 2-way (2 periode untuk pemberian 2 produk obat pada setiap subyek).

Page 123: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.2. Desain

• Pemberian produk obat yang pertama harus dilakukan secara acak agar efek urutan (order effect) maupun efek waktu (period effect), bila ada, dibuat seimbang.

• Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode washout yang cukup untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari 5 x waktu paruh eliminasi

• yang dominan dan/atau waktu paruh terminal dari obat, atau lebih lama jika mempunyai metabolit aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang.

• Karena itu, untuk obat dengan waktu paruh yang panjang, dapat dipertimbangkan penggunaan desain 2 kelompok paralel.

Page 124: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.2. Desain

Pada umumnya, studi dosis tunggal sudah cukup, tetapi studi dalam keadaan tunak (steady-state) mungkin diperlukan untuk :- obat dengan kinetik yang non-linear (eliminasinya bergantung pada dosis atau mengalami kejenuhan pada dosis terapi), mis. difenilhidantoin, fluoksetin, paroksetin.- obat dengan kinetik yang bergantung pada waktu pemberian obat (kronofarmakologi), mis. kortikosteroid, siklosporin, teofilin- beberapa bentuk sediaan lepas lambat / terkendali (studi dosis tunggal lebih sensitif untuk menjawab pertanyaan utama BE, yakni penglepasan zat aktif dari produk obat ke dalam sirkulasi sistemik, karena itu studi keadaan tunak umumnya tidak dianjurkan oleh FDA, bahkan jika kinetiknya nonlinear sekalipun).

Page 125: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.2. Desain

• • dapat dipertimbangkan untuk :- obat dengan kadar plasma atau kecepatan eliminasi intra-subyek yang sangat bervariasi sehingga tidak memungkinkan untuk menunjukkan bioekivalensi dengan studi dosis tunggal, sekalipun pada jumlah subyek yang cukup banyak, dan variasi ini berkurang pada keadaan tunak.

- obat yang metode penetapan kadarnya dalam plasma tidak cukup sensitif untuk mengukur kadarnya dalam plasma pada pemberian dosis tunggal (sebagai alternatif dari penggunaan metode penetapan kadar yang lebih sensitif), mis. loratadin.

• Pada studi keadaan tunak, jadwal pemberian obat harus mengikuti aturan dosis lazim yang dianjurkan. Pada studi ini, menurunnya kadar obat yang pertama terjadi bersamaan dengan meningkatnya kadar obat yang kedua, sehingga periode washout dapat diperpendek menjadi sedikitnya 3 x waktu paruh eliminasi obat.

Page 126: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.3. Subyek

5.3.1. Kriteria seleksiKriteria inklusi dan eksklusi harus dinyatakan dengan jelas dalam protokol :- Sukarelawan sehat (untuk mengurangi variasi antar subyek)- Sedapat mungkin pria dan wanita (jika wanita, pertimbangkan risiko pada wanita usia subur)- Umur antara 18 – 55 tahun BB (kg)

- Berat badan dalam kisaran normal (IMT = = 18 - 25)TB2 (m)

Page 127: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.3.1. Kriteria seleksi

- Kriteria sehat berdasarkan uji laboratorium klinis yang baku (hematologi rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, dan urinalisis), riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik.- Pemeriksaan khusus mungkin harus dilakukan sebelum, selama dan setelah studi selesai, bergantung pada kelas terapi dan profil keamanan obat yang diteliti. Misalnya, untuk obat dari kelas fluorokuinolon yang diketahui dapat memperpanjang interval QT, harus dilakukan pemeriksaan EKG.- Sebaiknya bukan perokok. Jika perokok sedang (kurang dari 10 batang sehari) diikutsertakan, harus disebutkan dan efeknya pada hasil studi harus didiskusikan.- Tidak mempunyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau penyalah gunaan obat.- Tidak kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat yang diuji.- Untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan kepada sukarelawan sehat (mis. sitostatik, antiaritmia), maka digunakan penderita dengan indikasi yang sesuai.- Uji serologis terhadap Hepatitis B (HBsAg), Hepatitis C (anti-HCV) dan HIV (anti-HIV) optional.

Page 128: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.3.2. Jumlah subyek

• Jumlah subyek yang dibutuhkan dihitung berdasarkan parameter bio-availabilitas yang utama, yakni AUC atau luas area di bawah kurva kadar obat dalam darah terhadap waktu, yang menunjukkan jumlah obat yang masuk peredaran darah sistemik.

• Untuk desain menyilang 2-way, jumlah subyek yang dibutuhkan ditentukan oleh :

a) perbedaan nilai rata-rata AUC antara produk uji (test = T) dan produk pembanding (reference = R) yang sesuai dengan kriteria bioekivalen, yakni rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1.00 dengan 90% CI = 0.80 – 1.25 (lihat butir 5.12.2 hal. 18).

Page 129: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.3.2. Jumlah subyek

b) batas kemaknaan α, diambil 5% (2-arah).c) power, yakni probabilitas untuk menerima

bioekivalensi dengan benar, diambil 90% (1 arah).

d) koefisien variasi (coefficient of variation = CV) intrasubyek dari AUC obat yang diteliti.Dengan ketentuan a), b) dan c) tersebut diatas, maka jumlah subyek tergantung dari CV intrasubyek sbb. (umumnya, CV intrasubyek < 20) :

Page 130: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.3.2. Jumlah subyek

• CV intrasubyek (%)* Jumlah subyek15.0 1217.5 16

20.0 2022.5 2425.0 2827.5 3430.0 40

• * CV2 = varians residual pada ANOVA untuk desain menyilang 2-way (lihat butir 5.12.1 hal. 17)

• Jumlah subyek minimal adalah 12 orang, kecuali dalam kondisi khusus yang perlu penjelasan. Pada umumnya dibutuhkan 18 – 24 subyek.

Page 131: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Kemungkinan dropouts dan withdrawals harus diperhitungkan.

• Ada 2 cara (sebutkan cara yang dipilih dalam protokol) :1. tambahkan sejumlah tertentu subyek (satu atau dua untuk setiap urutan) kepada jumlah subyek yang telah dihitung2. tambahkan sejumlah tertentu subyek ke dalam studi.

Hanya jika ada subyek yang dropout maka sampel darah subyek tambahan tersebut diukur kadar obatnya. Withdrawal yang terjadi setelah kadar obatnya diukur, maka hasilnya harus dilaporkan.

Page 132: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.3.3. Standardisasi kondisi studi

Kondisi studi harus dibakukan (untuk mengurangi variabilitas berbagai faktor yang terlibat kecuali produk yang diuji) :- Lama puasa pada malam sebelum pemberian produk, biasanya 12 jam. Untuk studi keadaan tunak, puasa hanya diperlukan pada malam terakhir sebelum pengambilan darah keesokan harinya.- Jika produk pembanding diberikan bersama makanan, maka makanan standar, harus diberikan pada jarak waktu yang ditentukan sebelum pemberian produk.- Volume air yang diminum bersama produk harus konstan (antara 150 - 200 ml) karena dapat mempengaruhi pengosongan lambung.

Page 133: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• - Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi setelah pemberian produk harus dibakukan komposisi dan waktu pemberiannya selama periode pengambilan sampel darah.

• Air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum dan sesudah pemberian produk

• Makanan standar diberikan tidak kurang dari 4 jam setelah pemberian produk

• - Subyek tidak boleh makan obat lain apapun selama beberapa waktu sebelum penelitian (minimal 1 minggu) dan selama penelitian

• - Subyek tidak boleh mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat berinteraksi dengan fungsi sirkulasi, saluran cerna, hati atau ginjal (mis. merokok, minum alkohol, kopi, teh, kola, coklat atau jus buah) selama 24 jam sebelum penelitian dan selama periode pengambilan sampel darah.

• - Posisi tubuh dan aktivitas fisik juga harus distandardisir sepanjang hari penelitian karena akan mempengaruhi waktu transit dalam saluran cerna dan aliran darah usus.

Page 134: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.3.4. Genetic phenotyping

• Phenotyping subyek harus dilakukan untuk obat-obat yang diketahui dipengaruhi oleh polimorfisme genetik. Dosis harus disesuaikan pada subyek yang bersangkutan:- untuk alasan keamanan pada studi menyilang maupun studi paralel- untuk menghindari terjadinya bias/variasi pada studi paralel

Page 135: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.4. Produk obat uji (Test product)

• Produk obat uji yang digunakan dalam studi BE harus dibuat sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), dan catatan batchnya harus dilaporkan.

• Produk uji yang digunakan dalam studi BE untuk tujuan registrasi harus identik dengan produk obat yang akan dipasarkan. Karena itu, tidak hanya komposisi dan sifat-sifatnya (termasuk stabilitas), tetapi juga cara produksinya harus sama dengan cara produksi rutin yang akan datang.

Page 136: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.4. Produk obat uji (Test product)

Idealnya, produk uji harus diambil dari batch skala industri. Jika ini tidak mungkin, batch produksi berskala kecil atau pilot batch dapat digunakan asalkan tidak lebih kecil dari 10 % batch skala industri atau 100.000 unit (pilih yang besar), kecuali jika ada alasan khusus.

Sponsor harus menyimpan sampel dari semua produk yang diteliti dalam studi (dalam jumlah yang cukup) selama 2 tahun setelah selesainya studi atau 1 tahun lebih lama dari masa pakai (shelf-life) produk atau sampai keluarnya izin edar (mana yang lebih lama) agar dapat dilakukan pemeriksaan ulang jika diminta oleh Badan POM.

Page 137: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.5. Dosis obat uji

• Dosis obat uji dapat berupa :- satu unit bentuk sediaan dengan kekuatan yang tertinggi- jika perlu untuk alasan analitik, dapat digunakan beberapa unit dengan kekuatan tertinggi, asalkan total dosis tunggal ini masih dalam kisaran dosis yang dianjurkan.

Page 138: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.6. Uji disolusi in vitro Sebelum dilakukan studi BE, uji disolusi in vitro dengan batch

produk obat uji dan pembanding yang akan digunakan pada studi BE harus dilakukan.

Hasilnya harus dilaporkan sebagai profil persen obat yang terlarut terhadap waktu. Nomor batch kedua produk harus dicantumkan, demikian juga tanggal kadaluarsa produk pembanding.

Kandungan zat aktif antara kedua produk tidak boleh berbeda lebih dari 5 %.

Jika potensi produk pembanding menyimpang > 5 % dari kandungan 100% yang tercantum dalam label, perbedaan ini dapat digunakan kemudian untuk koreksi dosis pada perhitungan parameter bioavailabilitas pada studi BE.

Page 139: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.7. Pengambilan sampel darah

- Dalam keadaan normal harus digunakan sampel darah, meskipun sampel urin juga dapat digunakan.

- Biasanya kadar obat atau metabolit diukur dalam serum atau plasma. Dalam keadaan tertentu, kadar obat diukur dalam darah (mis. sulfa).

- Sampel darah harus diambil pada waktu-waktu tertentu sehingga dapat menggambarkan fase-fase absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat.

Page 140: BIOFARMASI (KULIAH 1)

- Untuk kebanyakan obat diperlukan 12 – 18 sampel darah, yakni :• 1 sampel sebelum obat : pada waktu nol ( t0 )• 2-3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax)• 4-6 sampel sekitar Cmax• 5-8 sampel setelah Cmax, sampai sedikitnya 3 atau lebih waktu paruh eliminasi obat dalam plasma (> 3 x t½)

Dengan demikian akan diperoleh AUC (luas area di bawah kurva kadar obat terhadap waktu) sedikitnya 80 % dari AUC yang diekstrapolasi ke tidak terhingga (∞)

Page 141: BIOFARMASI (KULIAH 1)

- Estimasi waktu paruh eliminasi harus diperoleh dari sedikitnya 3 – 4 sampel selama fase log linear terminal

- Untuk obat atau metabolit aktifnya yang mempunyai waktu paruh eliminasi (t½) sangat panjang, sampel darah harus diambil sampai sedikitnya 72 jam jika variabilitas intra-subyek kecil, atau lebih lama jika variabilitas intra-subyek besar.

- Pada studi keadaan tunak, untuk obat dengan kronofarmakologi, jika ritme sirkadian diketahui mempengaruhi bioavailabilitas, maka sampel darah harus diambil selama 1 siklus 24 jam penuh.

Page 142: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.8. Pengambilan sampel urin (untuk kasus-kasus tertentu)

- Sampel urin hanya digunakan jika kadar obat dalam darah terlalu kecil untuk dapat dideteksi dan eliminasi obat dalam bentuk utuh melalui ginjal cukup besar (> 40%).

- Urin dikumpulkan di tempat studi secara periodik sampai sedikitnya 3 x waktu paruh eliminasi obat (3 x t½). Untuk studi selama 24 jam, waktu sampling biasanya 0-2, 2-4, 4-8, 8-12 dan 12-24 jam. Volume urin setiap interval waktu tersebut harus diukur dan dilaporkan.

- Dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang diekskresi dalam urin terhadap waktu.

Page 143: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.9. Kadar yang diukur- Kadar yang diukur dalam plasma/serum biasanya senyawa

induk.Jika hal ini tidak mungkin (karena kadarnya terlalu rendah, atau tidak stabil dalam matriks biologik, atau waktu paruhnya terlalu pendek), maka dalam hal ini diukur metabolit utamanya.

- Pengukuran kadar hasil biotransformasi harus dilakukan jika senyawa induknya berupa prodrug.

- Jika dihasilkan metabolit aktif yang memberikan kontribusi yang bermakna terhadap aktivitas obat secara keseluruhan dan farmakokinetiknya tidak linear, maka kadar keduanya harus diukur, baik senyawa induk maupun metabolit aktifnya, dan dievaluasi secara terpisah.

Page 144: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.9. Kadar yang diukur- Untuk produk obat berupa zat chiral, pengukuran kadar harus

dilakukan dengan metode bioanalitik yang selektif untuk enansiomer, kecuali jika (1) kedua produk mengandung satu enansiomer stabil yang sama; (2) kedua produk mengandung rasemat dan kedua enansiomer mempunyai farmakokinetik yang linear.

- Untuk produk obat yang mengandung banyak zat berefikasi, kuantifikasi semua zat berefikasi tidak diperlukan, cukup beberapa zat yang dapat menunjukkan jumlah dan kecepatan absorpsi. Pemilihan marker ini perlu ditentukan untuk setiap kasus. Jika pendekatan farmakokinetik in vivo tidak dapat dilakukan, lakukan cara in vitro, jika inipun tidak dapat, terpaksa dilakukan cara farmakodinamik atau klinik.

Page 145: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.10. Metode bioanalitik

Bagian bioanalitik dari studi BE harus dilaksanakan dengan mengikuti prinsip-prinsip Good Laboratory Practice (GLP).

Metode bioanalitik yang digunakan untuk menetapkan kadar obat dan metabolitnya dalam plasma / serum, darah atau urin harus memenuhi persyaratan (1) stabilitas dalam sampel biologik pada kondisi analisis dan selama waktu penyimpanan, (2) spesifisitas untuk obat yang diteliti, sehingga hasilnya valid (sahih) dan dapat dipercaya, (3) akurasi (ketepatan), (4) limit of quantification (LOQ), (5) presisi (ketelitian), dan (6) fungsi respons.

Page 146: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Metode yang digunakan umumnya cara kimiawi, kecuali untuk antibakteri dapat digunakan cara mikrobiologis.

• Kurva kalibrasi harus dibuat untuk setiap zat yang harus diukur setiap kali dilakukan pengukuran kadar dalam sampel.

• Validasi metode proses dan penanganan sampel biologik juga diperlukan

Page 147: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Metode yang digunakan harus dijelaskan, divalidasi dan didokumentasi. • Hasil validasi harus dilaporkan, antara lain :

- validasi sebelum dan selama studi- kisaran kalibrasi harus sesuai dengan kadar dalam sampel- jika ada modifikasi metode sebelum dan selama analisis sampel, makadiperlukan revalidasi dan harus dilaporkan- jika penetapan kadar akan digunakan di tempat lain, harus divalidasi di setiap tempat dan dilakukan perbandingan antar tempat.- penetapan kadar yang tidak digunakan secara teratur perlu revalidasi yang cukup untuk menunjukkan bahwa hasilnya sesuai dengan validasi pada awalnya.

• Studi revalidasi harus didokumentasi sebagai lampiran.

Page 148: BIOFARMASI (KULIAH 1)

- dalam 1 studi, penggunaan 2 atau lebih metode untuk mengukur sampel dalam matriks biologik yang sama dan dalam kisaran kalibrasi yang sama, sangat tidak dianjurkan.

- jika studi yang berbeda akan dibandingkan sedangkan sampel dari studi yang berbeda tersebut diukur dengan metode yang berbeda, dan metode yang berbeda tersebut mencakup kisaran dosis yang sama dan matriks biologik yang sama, maka metode yang berbeda tersebut harus divalidasi silang.

Validasi metode bioanalitik harus dilakukan sesuai dengan pedoman validasi metode bioanalitik dari US FDA untuk industri.

Page 149: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• 5.11. Parameter bioavailabilitas• Pada studi bioavailablitas (BA), bentuk dan

luas area di bawah kurva kadar plasma terhadap waktu, serta profil ekskresi ginjal kumulatif dan kecepatan ekskresi digunakan untuk menilai jumlah dan kecepatan absorpsi.

Page 150: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.11.1. Parameter bioavailabilitas dari sampel darah

a. Untuk studi dosis tunggal- AUCt = Area di bawah kurva kadar obat (atau metabolit) dalam plasma (atau serum atau darah) terhadap waktu dari waktu 0 sampai waktu terakhir kadar obat diukur –- dihitung secara trapezoidal.- AUC∞ = AUC dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga = AUCt + Ct / ke ~ menggambarkan jumlah obat yang bioavailabel- Cmax = kadar puncak (maksimal) obat (atau metabolit) dalam plasma (atau serum atau darah) yang teramati.- tmax = waktu sejak pemberian obat sampai dicapai Cmax

Page 151: BIOFARMASI (KULIAH 1)

- t½ = waktu paruh obat (atau metabolit) dalam plasma (atau serum atau darah)

• AUC∞ dan Cmax merupakan parameter yang paling relevan untuk penilaian BE.

• AUCt paling dapat dipercaya untuk menggambarkan besarnya absorpsi (jumlah obat yang bioavailabel).

Page 152: BIOFARMASI (KULIAH 1)

b. Untuk studi kadar tunak- AUCτ = AUC selama satu interval dosis (τ) pada

keadaan tunak- Cmin = kadar minimal obat (atau metabolit) dalam

plasma (atau serum atau darah), yakni kadar pada akhir interval dosis

- Cmax = kadar maksimal obat dalam plasma yang teramati

- Cav = kadar rata-rata selama satu interval dosis- Fluktuasi = (Cmax – Cmin) / Cav- Swing = (Cmax – Cmin) / Cmin

Page 153: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.11.2. Parameter bioavailabilitas dari sampel urin

a. Untuk studi dosis tunggal- Aet = jumlah kumulatif obat utuh (atau metabolit) yang dikeluarkan atau ditemukan dalam urin dari waktu 0 sampai waktu terakhir kadar diukur- Ae∞ = Ae dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga, diperoleh dengan cara ekstrapolasi = jumlah obat maksimal yang diekskresi dalam urin ~ sebanding dengan jumlah obat yang bioavailabel- dAe/dt = kecepatan ekskresi obat dalam urin- (dAe/dt)max = kecepatan maksimal ekskresi obat dalam urin ~ terjadi pada waktu tmax (plasma) dan besarnya sebanding dengan Cmax (plasma), sehingga besarnya bergantung pada jumlah dan kecepatan absorpsi.

• Ae∞ dan (dAe/dt)max merupakan parameter yang paling relevan untuk penilaian BE.

• Aet paling dapat dipercaya untuk menggambarkan besarnya absorpsi (jumlah obat yang bioavailabel).

Page 154: BIOFARMASI (KULIAH 1)

b. Untuk studi kadar tunak

- Aeτ = Ae selama satu interval dosis (τ) pada keadaan tunak.

Page 155: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.12. Analisis data Tujuan utama penilaian bioekivalensi adalah untuk menghitung

perbedaan bioavailabilitas antara produk uji dan produk pembanding, dan untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara klinik.

Jika pada t0 ditemukan obat dengan kadar < 5 % Cmax maka data dari subyek ini dapat dimasukkan dalam analisis tanpa penyesuaian.

Tetapi jika C0 ini > 5 % Cmax, maka subyek ini harus dikeluarkan dari analisis.

Jika subyek muntah pada atau sebelum 2 x median tmax pada studi BE untuk produk lepas cepat, maka data subyek ini harus dikeluarkan dari analisis.

Pada studi BE untuk produk lepas lambat, data subyek yang muntah kapan saja harus dikeluarkan.

Observasi yang merupakan outliers tidak boleh dibuang jika tidak ada alasan yang kuat bahwa telah terjadi kesalahan teknis.

Analisis data harus dilakukan dengan dan tanpa nilai-nilai tersebut dan harus dikaji dampaknya terhadap kesimpulan studi.

Harus dicari penjelasan medis atau farmakokinetik untuk observasi demikian.

Page 156: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.12.1. Analisis statistik

a. Dari data darah- Parameter bioavailabilitas yang dibandingkan untuk penilaian bioekivalensi adalah AUC, Cmax dan tmax- Cara menghitung AUC0→t ; AUC0→∞ ; ke , t½- Data yang bergantung pada kadar, yakni AUC dan Cmax , harus ditransformasi logaritmik (ln) terlebih dulu sebelum dilakukan analisis statistik, karena kinetik obat mengikuti kinetik first order sehingga dalam skala logaritmik akan diperoleh distribusi yang normal dan varians yang homogen.Selanjutnya nilai-nilai ln AUC ke-2 produk dibandingkan menggunakan analisis varians (ANOVA) untuk desain menyilang 2-way yang memperhitungkan sumber-sumber variasi berikut :

- produk obat yang dibandingkan (Test dan Reference),- periode pemberian obat (I dan II), - subyek, dan - urutan (TR dan RT).

• Demikian juga nilai-nilai ln Cmax ke-2 produk dibandingkan dengan cara yang sama.

Page 157: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Tabel ANOVA berikut harus dipresentasikan :- ANOVA : Data dalam ln- Sumber variasi Degrees of Sum of Mean F- Freedom squares square (df) (SS) - (MS) = SS/df• Inter-Subyek n - 1

− Urutan (Sequence) (2-1) = 1 SSSeq MSSeq MSSeq/MSResid (suby)− Residual (Suby) n – 2 SSResid (suby) MSResid (suby) MSResid

(suby)/MSResid• Intra-Subyek

- Produk obat (2-1) = 1 SSProd MSProd MSProd/MSResid- Periode (2-1) = 1 SSPeriod MSPeriod MSPeriod/MSResid- Residual n – 2 SSResid MSResidT O T A L 2n – 1 SSTotal

Page 158: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 159: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 160: BIOFARMASI (KULIAH 1)

- Untuk tmax biasanya hanya dilakukan statistik deskriptif. Jika perlu dibandingkan, digunakan statistik non-parametrik pada data yang asli (tidak ditransformasi), dengan α = 5 %

- Untuk ke-3 parameter tersebut di atas, selain dihitung 90 confidence intervals (90 % CI) untuk perbandingan ke-2 produk, juga dihitung statistik ringkasan seperti nilai rata-rata (arithmetic & geometrik, untuk AUC dan Cmax) atau median (untuk tmax), serta nilai-nilai minimum dan maksimum.

- Untuk parameter-parameter lainnya seperti Cmin,Fluktuasi, t½, berlaku pertimbangan-pertimbangan yang sama untukmenggunakan data yang ditransformasi logaritmik (ln) atau yang tidak ditransformasi.

Page 161: BIOFARMASI (KULIAH 1)

b. Dari data urin

• Parameter yang dibandingkan adalah Ae dan (dAe/dt)max

Page 162: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.12.2. Kriteria bioekivalen Produk uji (test = T) dan produk pembanding (reference = R) dikatakan

bioekivalen jika :a. Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1.00 dengan 90% CI = 80 -125%. Untuk obat-obat dengan indeks terapi yang sempit, interval ini mungkin perlu dipersempit (90 – 111%). Interval yang lebih lebar mungkin dapat diterima jika didasari pertimbangan klinik yang jelas.b. Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T / (Cmax)R juga = 1.00 dengan 90% CI = 80 – 125%. Oleh karena Cmax lebih bervariasi dibanding AUC, maka interval yang lebih lebar mungkin cocok. Interval ini harus ditetapkan sebelumnya, mis. 75 – 133% atau 70 – 143%, dan harus diberikan alasan dengan mempertimbangkan efikasi dan keamanannya, terutama bagi penderita yang berganti-ganti produk.c. Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada claim yang relevan secara klinik mengenai pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan efek samping obat.90 % CI dari perbedaan tmax harus terletak dalam interval yang relevan secara klinik.

Page 163: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Catatan :• Nilai confidence interval (CI) tidak boleh

dibulatkan; jadi untuk CI 80-125, nilainya harus minimal 80.00 dan tidak lebih dari 125.00.

Page 164: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.12.3. Catatan untuk bioekivalensi individual dan populasi.

• Sampai sekarang, kebanyakan studi bioekivalensi didesain untuk menilai bioekivalensi rata-rata. Oleh karena pengalaman yang terbatas dengan bioekivalensi populasi dan bioekivalensi individual, maka untuk itu tidak diberikan rekomendasi khusus.

Page 165: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5.13. Variasi

• Jika suatu produk obat direformulasi dari formulasi lama yang telah disetujui atau cara pembuatannya dimodifikasi oleh produsennya dengan cara yang diperkirakan dapat mempengaruhi bioavailabilitas produk obat tersebut, maka studi BE diperlukan, kecuali jika ada alasan untuk tidak melakukannya.

Page 166: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Jika bioavailabilitas produk obat yang mengalami perubahan tersebut di atas telah diteliti dan korelasi antara bioavailabilitas in vivo dan disolusi in vitro dapat diterima, maka studi BE in vivo tidak usah dilakukan asal laju disolusi in vitro produk baru tersebut mirip dengan laju disolusi produk yang telah disetujui. Kondisi uji yang sama digunakan untuk menunjukkan korelasi tersebut. Untuk semua kasus lain, studi BE harus dilakukan

Page 167: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Jika produk inovator mengalami perubahan, maka yang digunakan sebagai pembanding pada studi BE dan uji disolusi biasanya adalah produk dengan formula,cara pembuatan, kemasan dsb. yang baru ini, dan produk lain yang dibuat sesuai dengan perubahan tersebut harus diuji terhadap produk ini.

Jika produk ”copy” mengalami perubahan, maka produk pembanding untuk studi BE harus produk inovator.

Page 168: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• 5.14. Suprabioavailabilitas• Jika bioavailabilitas produk uji lebih besar

dibandingkan produk pembandingnya (suprabioavailabilitas), maka harus dilakukan reformulasi.

• Studi bioekivalensi harus dilakukan lagi dengan produk reformulasi tersebut.

Page 169: BIOFARMASI (KULIAH 1)

6. PRODUK YANG MENGANDUNG ZAT KIMIA BARU

• 6.1. Bioavailabilitas• Suatu zat kimia baru yang ditujukan untuk bekerja

sistemik, availabilitas sistemiknyaharus ditentukan dengan membandingkannya terhadap sediaan intravena (bioavailabilitas absolut).

• Jika tidak memungkinkan (karena alasan teknis atau keamanan), maka bioavailabilitas relatif terhadap larutan atau suspensi oral harus ditentukan.

• Dalam hal prodrug, larutan intravena pembanding harus terbuat dari zataktifnya.

Page 170: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• 6.2. Bioekivalensi• Selama perkembangannya, studi bioekivalensi

diperlukan sebagai studi yang menjembatani antara formulasi untuk uji klinik dan produk obat yang akan dipasarkan.

Page 171: BIOFARMASI (KULIAH 1)

7. LAPORAN HASIL STUDI• Laporan studi BE harus mencantumkan:

- nama dan afiliasi serta tandatangan para peneliti, tempat studi, dan waktu pelaksanaan studi- dokumentasi bahwa pelaksanaan studi sesuai dengan prinsip Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), termasuk surat persetujuan Komisi Etik setempat, dan informed consent yang ditandatangani oleh setiap subyek penelitian- nama, nomor batch dan komposisi produk obat uji; spesifikasi obat jadi dalam bentuk sertifikat analisis dan hasil uji disolusi terbanding; pernyataan sponsor bahwa produk obat uji identik dengan produk yang didaftarkan untuk izin pemasaran

Page 172: BIOFARMASI (KULIAH 1)

7. Laporan Hasil studi

- nama, nomor batch dan tanggal kadaluarsa produk pembanding

- validasi metode pengukuran kadar obat dalam plasma/urin, mencakup seluruh kisaran kadar yang diukur dalam spesimen; contoh kromatogram atau data kasar lainnya.

- data kadar obat dalam plasma/urin vs waktu dari masing-masing subyek disertai statistik deskriptifnya (rata-rata, median, SD, minimum dan maksimum)

- kurva kadar obat dalam plasma/urin vs waktu dari masing-masing subyek, dalam skala biasa (arithmetic) maupun skala logaritmik (ln).

- cara menghitung AUC0→t ; AUC0→∞ ; ke , t½

Page 173: BIOFARMASI (KULIAH 1)

7. Laporan Hasil studi

- nilai parameter bioavailabilitas dari masing-masing subyek disertai statistik deskriptifnya

- data yang dibuang disertai alasannya- data dari subyek yang dropout dan

mengundurkan diri- analisis statistik (yang cukup rinci agar dapat

diulang jika perlu) dan cara perhitungannya, termasuk 90 % CI

- kesimpulan studi

Page 174: BIOFARMASI (KULIAH 1)

8. DAFTAR RUJUKAN (BIBLIOGRAFI)

1. Marketing authorization of pharmaceutical products with special reference to multisource (generic) products : a manual for a drug regulatory authority. Regulatory Support Series, No. 5. Geneva : WHO; 1999, p. 109-46.

2. Committee for Proprietary Medicinal Products (CPMP). Note for guidance on the investigation of bioavailability and bioequivalence. London : EMEA; 2001.

3. Biopharmaceutics Coordinating Committee. Guidance for Industry : Bioavailability and bioequivalence studies for orally administered drug products – general considerations. Bethesda : Center for Drug Evaluation and Research (CDER), US FDA; 2000.

4. Health Canada. Guidance for Industry : Conduct and analysis of bioavailability and bioequivalence studies – Part A : Oral dosage formulations used for systemic effects. Ottawa, Ontario : Health Products and Food Branch, Ministry of Health, Canada; 1992.

Page 175: BIOFARMASI (KULIAH 1)

5. Guidance on the selection of comparator pharmaceutical products for equivalence assessment of interchangeable multisource (generic) products. WHO Technical ReportSeries, No. 902, 2002.

6. Biopharmaceutics Coordinating Committee. Guidance for Industry : Bioanalytical method validation. Rockville : Center for Drug Evaluation and Research (CDER), US FDA; 2001.

7. Diletti E, Hauschke D, Steinijans VW. Sample size determination for bioequivalence assessment by means of confidence intervals. Int J Clin Pharmacol Ther Toxicol 1991; 29(1) : 1-8.

8. Diletti E, Hauschke D, Steinijans VW. Sample size determination : extended tables for the multiplicative model and bioequivalence ranges of 0.9 to 1.11 and 0.7 to 1.43. Int J Clin Pharmacol Ther Toxicol 1992; 30(8) : 287-290.

9. Sauter R, Steinijans VW, Diletti E, Böhm A, Schulz H-U. Presentation of results from bioequivalence studies. Int J Clin Pharmacol Ther Toxicol 1992; 30 (Suppl 1) : S7-30.

Page 176: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Persamaan-persamaan Bioavaibilitas

Page 177: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 178: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Studi ini berhubunngan dengan pharmakokinetik caffeine. Caffein dengan dosis 2.5 mg/kg yang diberikan melalui intra vena dan oral pada kuda dengan berat rata-rata sekitar 500 kg. Kesimpulan dari beberapa data ditetapkan dari percobaan adalah seperti berikut dibawah ini. Silahkan isi sel yang kosong.

Page 179: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 180: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Kuliah ke : VI

Topik

MODEL-MODEL UJI BIOEKIVALENSI

BiofarmasiOleh:

Dr. karsono, Apt.Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

Page 181: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Contoh: Uji Bioekuivalensi AMINOFILIN

• Pendahuluan• Aminofilin adalah suatu bronkhodilator, digunakan untuk

terapi asma dan peyakit paru obstruktif. • Aminofilin merupakan senyawa kompleks teofilin dengan

etilendiamin, dengan kandungan teofilin anhidrat bervariasi antara 79-86 %.

• Sebagai pedoman, 1,27 g aminofilin setara dengan 1 g teofilin.• Dalam tubuh aminofilin terurai menjadi teofilin. • Dosis teofilin bervariasi tergantung kondisi dan respon pasien,

umumnya berkisar antara 10-13 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian.

Page 182: BIOFARMASI (KULIAH 1)

……..pendahuluan

• Teofilin termasuk obat-obat yang mempunyai lingkup terapi (therapeutic range) sempit. Artinya, jarak antar dosis terapatik dan dosis toksis kecil, sehingga efek toksik akan mudah timbul apabila dosis atau kadarnya melewati ambang toksik.

• Telah diketahui bahwa pencegahan efek toksik temyata dapat diupayakan dengancara mempertahankan kadamya pada lingkup terapeutik optimal antar 7,5-15 ug/ml.

• Kadar diatas 15 ug/ml dapat menimbulkan gejala toksik, beruapa palpitasi, gangguan konsentrasi, aritmia, takhikardi dan agitasi.

• Efek samping teofilin yang sering dijumpai adalah sakit kepala, insomnia dan iritasi gastrointestinal.

Page 183: BIOFARMASI (KULIAH 1)

SIFAT FARMAKOKINETIK

• Kelarutan aminofilin lebih besar daripada teofilin, tetapi temyata derajad absorpsinya tidak banyak berbeda.

• Setelah pemberian per-oral, obat ini diabsorpsi dengan cepat, sehingga kadang-kadang terjadilonjakan kadar dalam darah yang menimbulkan gejala efek samping.

• Pemberian teofilin/aminofilin bersama dengan katekolamin dan simpatomimetik golongan amina harus hati-hati karena dapat memperkuat aksi takhiaritmia.

• Teofilin mengalami metabolisme terutama di hepar dan ± 8 % fraksi obat diekskresikan melalui urin dalam bentuk tetap.

Page 184: BIOFARMASI (KULIAH 1)

UJI KETERSEDIAAN HAYATI

• Sukarelawan : penelitian melibatkan 12 sukarelawan laki-laki sehat, berumur 20-31 tahun, dengan berat badan 49-68 kg. Sukarelawan tidakmempunyai riwayat gangguan gastrointestinal, penyakit jantung, hepar maupun ginjal.

• Pemeriksaan laboratorik terhadap fungsi ginjal, fungsi hepar, hematologi dan kimia darah menunjukkan hasil yang normal.

• Obat uji dan cara pemberian : penelitian ini membandingkan 2 bahan uji, yakni tablet AMINOF1LIN 200 mg (Generik) vs. sirop AMINOFILIN 200 mg/20 ml (____).

• Obat uji diberikan sebagai dosis tunggal 200 mg setelah puasa semalam. Obat diminum dengan ± 200 ml air putih.

Page 185: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Analisa kinetik : sampel darah diambil pada jam-jam ke 0, 0.25, 0.5, 1, 1.5, 2, 4, 8, dan 24 jam setelah minum obat uji, untuk kemudian dipisahkan plasmanya.

• Analisis kadar teofilin dalam plasma dilakukan dengan High Performance Liquid Chromatography, kemudian parameter ketersediaan hayati (Tmax, Cmax, AUCo" ) dihitung dengan asumsi model satu kompartemen terbuka.

• Analisis Statistik : Uji- t-pasangan digunakan untuk membandingkan nilai Tmax, Cmax dan AUCo yang diperoleh setelah pemberian kedua obat uji.

Page 186: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• HASIL PENGUJIAN

• Nilai ketiga parameter ketersediaan hayati yang diperoleh setelah pemberian tablet AMINOFILIN (Generik) maupun strop AMINOFILIN (_____) temyata praktis sama.

• 'Nilai Tmax tablet AMINOFILIN dijumpai sedikit lebih besar, yakni 1,7±0,1 jam vs 1,6±0,1 jam, namun hal ini bisa dimengerti karena pembandingnya berupa sediaan cair.

• Telah diketahui, bahwa disolusi obat dalam sediaan cair lebih cepat bila dibandingkan sediaan padat. Namun demikian, perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.

• Nilai Cmax maupun AUCo, yang menunjukkan derajad ketersediaan hayati juga praktis sama antara kedua sediaan, yaitu berturut-turut 2,8±0,0 vs 2,8±0,0 ug/ml dan 33,4±1,4 vs 34,9±1,4 ug/ml.jam.

• Waktu paruh eliminasi (Tl/2) kedua sediaan praktis sama, yakni 5,8±0,2 jam dan 5,8±0,1 jam.

Page 187: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Tabel. Nilai parameter ketersediaan hayati teofilin setelah pemberiaan dosis tunggal 200mg AMINOFILIN tablet (Genetik) dan AMINOFILIN sirop

(_____) pada 12 sukarelawan laki-laki sehat (maan±SEM).

Obat Uji Tmax Cmax AUC (jam) (ug/ml) (ug/ml.jam)

AMINOFILIN 1,7±0,1 2,8 ±0,0 33,4 ±1,4(Generik)

• AMINOFILIN 1,6±0,1 2,8 ±0,0 34,9 ±1,4

• Uji t-pasangan, p>0,05

Page 188: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Dari kurva kadar teofilin vs waktu berikut ini, dapat dilihat bahwa pada fase absorpsi, profil kedua obat uji praktis sama.

• Kemudian penurunan kadar pada fase eleminasi juga nampak identik. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kecepatan eleminasi antara kedua obat yang dibandingkan.

• Dengan melihat bahwa sediaan tablet Aminofilin Generik mempunyai kecepatan dan ketersediaan hayati yang sama dengan sediaan pembandingnya, maka dapat dikatakan bahwa sediaan Aminofilin generik ini mempunyai ketersediaan hayati yang sangat baik.

Page 189: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Kurva kadar teofilin plasma Vs waktu.

Tablet Tablet AMINOFILIN AMINOFILIN (Generik.)(Generik.)

SSirup Aminofilinirup Aminofilin

Page 190: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• KESIMPULAN• Dari hasil uji ketersediaan hayati ini dapat

disimpulkan, bahwa tablet AMINOFILIN (Generik) dan strop AMINOFILIN (___) adalah bioekuivalen.

Page 191: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Metode lain untuk perhitungan bioekivalen produk obat.

• Cara perhitungan bioekuivalen dengan menggunakan persamaan- persamaan parameter farmakokinetik sbb.:

Page 192: BIOFARMASI (KULIAH 1)

Persamaan-persamaan Bioavaibilitas

Page 193: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 194: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Studi ini berhubunngan dengan pharmako- kinetik caffeine. Caffein dengan dosis 2.5 mg/kg yang diberikan melalui intra vena dan oral pada kuda dengan berat rata-rata sekitar 500 kg. Kesimpulan dari beberapa data ditetapkan dari percobaan adalah seperti berikut dibawah ini. Silahkan isi sel yang kosong.

Page 195: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 196: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Cefetamet pivoxil merupakan prodrug dari cefetamet. Studi perbandinngan bioavailibilitas cefetamet pivoxil bentuk tablet dengan bentuk syrup. Kesimpulan dari beberapa data ditetapkan dari percobaan adalah seperti berikut dibawah ini. Selanjutnya isilah sel dengan data yang tepat.

Page 197: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 198: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Cefixime merupakan obat golongan cephalosporin berspektrum luas dimana aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Pada studi ini, 16 subjek masing-masing diberikan 200 mg dosis secara intravena dan kemudian 200 mg kapsul dengan Perbedaan waktu pemberian masing-masing dosis. Kesimpulan dari beberapa data yang ditetapkan dari percobaan ini seperti berikut dibawah ini.

• Dari data sebelumnya, silahkan hitung tabel berikut :

Page 199: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 200: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Ceftibuten merupakan senyawa baru dari cephalosporin oral dengan aktivitas yang potent terhadap enterobacteriaceae dan organisme gram positif tertentu. Dalam studi ini dua grup diberikan berlainan , 400 mg bentuk dosis oral ceftibuten atau 200 mg iv bentuk bolus ceftibuten. Kesimpulan dari beberapa data yang ditetapkan dari percobaan ini seperti berikut dibawah ini.

• Dari data sebelumnya, silahkan hitung tabel berikut

Page 201: BIOFARMASI (KULIAH 1)
Page 202: BIOFARMASI (KULIAH 1)

• Cimetidin merupakan antagonis reseptor histamin dimana dengan treatment pada penyakit gastric dan duodenal ulser.Pada studi ini, pasien diberikan 300 mg cimetidin dalam bentuk iv bolus pada hari pertama dan data yang ada dikumpulkan. Pada hari kedua, pasien diberikan 300 mg cimetidine oral dan data dikumpulkan. Kesimpulan dari beberapa data yang ditetapkan dari percobaan ini seperti berikut dibawah ini.

Page 203: BIOFARMASI (KULIAH 1)