BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

54
BIOETIKA MODUL KULIT DAN JARINGAN PENUNJANG KELOMPOK DISKUSI 2

Transcript of BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

Page 1: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

BIOETIKAMODUL KULIT DAN JARINGAN PENUNJANG

KELOMPOK DISKUSI 2

Page 2: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

ANGGOTA KELOMPOK 2

I11108021 Deril Rengga Permana I11109001 Muhammad Shiddiq I11109008 Irma Pryuni Ainanda I11109014 Chikita Artia sari I11109019 Nelly I11109021 Sri Hotnauli Panjaitan I11109043 Wasis Setyo Bowo I11109045 Ivan Hisar Marolop S. I11109058 Fransiska Sepdahlia I11109081 Muhammad Syafril I11109088 Wan Hesti I11109096 Husaini

Page 3: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

RUMUSAN MASALAH

Apakah tindakan dr. Rudi tergolong malpraktik?

Page 4: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

ANALISIS MASALAH

Dokter

Tindakan

Resiko

Pasien

duty

derelictionof

duty

damagedirectcause

foreseeable

unforeseeable

Page 5: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

HIPOTESIS

Tindakan dr. Rudi tergolong malpraktik oleh karena tidak mengupayakan minimalisasi resiko yang membahayakan kondisis An. Toni

Page 6: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

LEARNING ISSUE

Hubungan Dokter-Pasien Malpraktek Kesehatan

Definisi Foreseeable dan Unforeseeable Konsep dasar D4 Dasar Hukum Pembuktian Malpraktek

Page 7: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

HUBUNGAN DOKTER PASIEN

Page 8: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

HUBUNGAN DOKTER PASIEN

• Hubungan dokter dan pasien adalah hubungan yang kontraktual, bahwa tiap-tiap kontrak yang diberikan itu memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak dan bila ada pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya dapat digugat karena wanprestasi atau cacat janji.

• Memang ada beberapa hal yang harus digaris bawahi mengingat hubungan dokter-pasien adalah hubungan atas dasar kepercayaan bukan hubungan yang lebih mementingkan aspek komersial.

• Tapi tidak sah meurut hukum jika salah satu pihak tidak menyetujui, jika salah satu dari keduannya tidak cakap, atau jika kontrak tersebut mengenai sesuatu hal yang tak jelas atau tak legal.

Page 9: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK / INFORMED CONCENT

Pasien harus memberikan persetujuan terlebih dahulu sebelum tindakan medis dilakukan, persetujuan bisa tertulis maupun lisan, bahkan pada keadaan tertentu persetujuan itu tersirat dari jalannya komunikasi.

Umumnya tindakan medis yang beresiko berat seperti operasi, pemberian sitostatika persetujuan diberikan tertulis

Informed concent merupakan hak pasein dan dokter berkewajiban menjelaskan segala sesuatu mengenai penyakit pasien untuk memperoleh persetujuan dilakukannya tindakan medik. Jadi persetujuan diberikan pasien setelah mendapatkan informasi.

Page 10: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

Unsur apa saja yang harus diinformasikan

Siapa yang berhak memberi informasi

Siapa yang berkewajiban memberikan persetujuan

Page 11: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

UNSUR YANG PERLU DIINFORMASIKAN :

Prosedur yang akan dilakukan Risiko yang mungkin terjadi Manfaat dari tindakan yang dilakukan Alternatif dari tindakan ayng dapat dilakukan Prognosis ( ramalan ) atau perjalanan penyakit Perkiraan biaya pengobatan

Page 12: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

HAK-HAK PASIENApapun alasannya, para pasien memiliki:• Hak untuk memperoleh informasi tentang kondisi dan keadaan

apa yang sedang mereka alami. Informasi harus diberikan langsung kepada pasien (dan keluarganya).

• Hak untuk bertanya atau mendiskusikan tentang kondisi atau keadaan dirinya dan apa yang mereka harapkan dari sistem pelayanan yang ada, dalam suasana yang dianggap memadai.

• Hak pasien untuk dilayani secara pribadi. Pasien harus diberitahu siapa dan apa peran mereka masing-masing.

• Hak untuk menyatakan pandangannya tentang pelayanan yang diberikan.

• Hak untuk memutuskan secara bebas apakah menerima atau menolak suatu pengobatan. Persetujuan merupakan persyaratan dalam melakukan suatu tindakan.

Page 13: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

MEMBINA HUBUNGAN PASIEN-PENOLONG

Kelancaran berkomunikasi antara pasien-penolong sangat membantu tukar-serap informasi di antara kedua belah pihak. Landasan untuk membina hubungan baik tersebut adalah rasa saling percaya di antara kedua belah pihak.

Page 14: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

SEBELUM PENGOBATAN Untuk membuat rencana pengobatan, diperlukan cukup masukan informasi klinis untuk membuat suatu diagnosis yang tepat. Pastikan pasien mengerti bahwa semua pertanyaan yang diajukan. Beri kesempatan bagi pasien untuk menentukan bentuk pengobatan yang ditawarkan.pasien membutuhkan informasi tentang kondisi kesehatannya dan pilihan prosedur klinik yang akan dilakukan. Gunakan bahasa sederhana sehingga mereka mengerti pertanyaan yang diajukan dan informasi yang telah diberikan. Petugas kesehatan harus menjelaskan informasi khusus dan penting untuk pasien.

Page 15: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

SELAMA PROSEDUR KLINIK

Perhatian dan bantuan yang diberikan oleh staf klinik atau petugas kesehatan, dapat mengurangi kecemasan dan mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh pasien. Dialog-dialog yang disampaikan secara lembut dan menenangkan, dapat mengalihkan fokus perhatian pasien dan rasa kurang nyaman yang sedang dialaminya. Peran staf dan semua petugas pelayan dalam menerapkan hal ini dapat memberikan hasil diluar dugaan.

Page 16: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

SETELAH TINDAKAN

Tenangkan pasien melalui penjelasan tentang kondisi kesehatan dan hasil pekerjaan yang telah dilakukan. Setelah rasa khawatir dan kecemasan (akibat prosedur yang dihadapinya) berkurang maka berikan beberapa informasi baru tentang langkah perawatan dan pemantauan lanjutan.

Page 17: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

MALPRAKTEK

Page 18: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DEFINISI MALPRAKTEK

Malpractice is professional misconduct on the part of a professional person, such as a physician, engineer, lawyer, accountant, dentist, veterinarian.

Dasar utama dari kausa tuntutan terhadap seorang dokter adalah kelalaian atau kesalahan dari dokter sebagai orang yang langsung bertanggung jawab untuk kerugian/ luka yang diderita pasiennya. Pada umumnya setiap tuntutan malpraktek medik terhadap seorang dokter didasarkan atas tort atau quasi-delict sebagaimana juga kelalaian yang dipakai sebagai dasar hukum untuk menuntut ganti-rugi.

Page 19: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

Malpraktek medik dapat dirumuskan sebagai “praktek buruk atau tidak pandai dari pihak dokter atau dokter spesialis bedah” yang sampai mengakibatkan kerugian/ luka kepada pasien. Atau kegagalan dari seorang dokter untuk melaksanakan tugasnya dengan hati-hati, terampil dan teliti, sehingga cara yang dilakukan adalah bertentnagan dengan peraturan yang sudah diterima, sehingga sampai mengakibatkan terjadinya luka pada pasien.

Page 20: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

Unsur – Unsur Malpraktek Medik: Dokter itu mempunyai kewajiban terhadap

pasien, Dokter itu gagal dalam memenuhi

kewajibannya terhadap pasien, Sebagai akibat dari kegagalan dokter itu

untuk memenuhi kewajibannya, maka sampai terjadi kerugian pada pasien,

Kegagalan sang dokter untuk memenuhi kewajibannya adalah penyebab langsung dari luka yang timbul.

Page 21: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

FORESEEABLE & UNFORESEEABLE

Suatu hasil buruk yang tidak diharapkan di bidang medik sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu :1.   Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan dokter.2.   Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu risiko yang tak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable); atau risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi dianggap acceptable, sebagaimana telah diuraikan di atas.3.   Hasil dari suatu kelalaian medik.4.   Hasil dari suatu kesengajaan.

Page 22: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

FORESEEABLE

Setiap tindakan medis mengandung risiko buruk, sehingga harus dilakukan tindakan pencegahan ataupun tindakan mereduksi risiko. Namun demikian sebagian besar diantaranya tetap dapat dilakukan oleh karena risiko tersebut dapat diterima (acceptable) sesuai dengan “state-of-the-art” ilmu dan teknologi kedokteran. Risiko yang dapat diterima adalah risiko-risiko sebagai berikut:

Page 23: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

FORESEEABLE

1. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi, diperhitungkan atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, perdarahan dan infeksi pada pembedahan, dll.

Page 24: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

FORESEEABLE

2. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya besar pada keadaan tertentu, yaitu apabila tindakan medis yang berrisiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satu-satunya cara yang harus ditempuh (the only way), terutama dalam keadaan gawat darurat.

Page 25: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

FORESEEABLE

Kedua jenis risiko di atas apabila terjadi bukan menjadi tanggung-jawab dokter sepanjang telah diinformasikan kepada pasien dan telah disetujui (volenti non fit injuria). Pada situasi seperti inilah manfaat pelaksanaan informed consent.

Page 26: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

UNFORESEEABLE

Suatu risiko / peristiwa buruk yang tidak dapat diduga atau diperhitungkan sebelumnya (unforeseeable, unpredictable) yang terjadi saat dilakukan “tindakan medis yang sesuai standar” tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada dokter atau pemberi layanan medis (misalnya reaksi hipersensitivitas, emboli air ketuban).

Page 27: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

FORESEEABLE

World Medical Association menyatakan: “An injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result, for which the physician should not bear any liability”.

Page 28: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

D4 (DUTY)

Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan medis atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu. Dasar dari adanya kewajiban ini adalah adanya hubungan kontraktual-profesional antara tenaga medis dengan pasiennya, yang menimbulkan kewajiban umum sebagai akibat dari hubungan tersebut dan kewajiban profesional bagi tenaga medis tersebut. Kewajiban profesional diuraikan di dalam

Page 29: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

D4 (DUTY)

sumpah profesi, etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan berbagai prosedur operasional. Kewajiban-kewajiban tersebut dilihat dari segi hukum merupakan rambu-rambu yang harus diikuti untuk mencapai perlindungan, baik bagi pemberi layanan maupun bagi penerima layanan; atau dengan demikian untuk mencapai safety yang optimum.

Page 30: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

D4 (DERELICTION OF THE DUTY)

Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut. Dalam menilai kewajiban dalam bentuk suatu standar pelayanan tertentu, haruslah kita tentukan terlebih dahulu tentang kualifikasi si pemberi layanan (orang dan institusi), pada situasi seperti apa dan pada kondisi bagaimana. Suatu standar pelayanan umumnya dibuat berdasarkan syarat minimal yang harus diberikan atau disediakan (das sein), namun kadang-kadang suatu standar juga melukiskan

Page 31: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

D4 (DERELICTION OF THE DUTY)

apa yang sebaiknya dilakukan atau disediakan (das sollen). Kedua uraian standar tersebut harus hati-hati diinterpretasikan. Demikian pula suatu standar umumnya berbicara tentang suatu situasi dan keadaan yang “normal” sehingga harus dikoreksi terlebih dahulu untuk dapat diterapkan pada situasi dan kondisi yang tertentu. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya Golden Rule yang menyatakan “What is right (or wrong) for one person in a given situation is similarly right (or wrong) for any other in an identical situation”.

Page 32: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

D4 (DAMAGE)

Damage atau kerugian. Yang dimaksud dengan kerugian adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan. Jadi, unsur kerugian ini sangat berhubungan erat dengan unsur hubungan sebab-akibatnya. Kerugian dapat berupa kerugian material dan kerugian immaterial. Kerugian yang material sifatnya dapat berupa kerugian yang nyata dan kerugian sebagai akibat kehilangan kesempatan.

Page 33: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

D4 (DAMAGE)

Kerugian yang nyata adalah “real cost” atau biaya yang dikeluarkan untuk perawatan / pengobatan penyakit atau cedera yang diakibatkan, baik yang telah dikeluarkan sampai saat gugatan diajukan maupun biaya yang masih akan dikeluarkan untuk perawatan / pemulihan. Kerugian juga dapat berupa kerugian akibat hilangnya kesempatan untuk memperoleh penghasilan (loss of opportunity). Kerugian lain yang lebih sulit dihitung adalah kerugian immaterial sebagai akibat dari sakit atau cacat atau kematian seseorang.

Page 34: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

D4 (DIRECT CAUSAL RELATIONSHIP)

Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya merupakan “proximate cause”.

Page 35: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya ke-empat unsur di atas, dan apabila salah satu saja diantaranya tidak dapat dibuktikan maka gugatan tersebut dapat dinilai tidak cukup bukti.

Page 36: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

Pasal 1365 KUH Perdata : tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata : setiap orang bertanggung-jawa tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya

Page 37: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

Pasal 1367 KUH Perdata : seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Pasal 55 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : (1) setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

Page 38: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

Pasal 1370 KUH Perdata : Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.

Page 39: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

Pasal 1371 KUH Perdata : Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.

Page 40: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

Pasal 1372 KUH Perdata : Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.

Page 41: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

Di bidang pidana juga ditemukan pasal-pasal yang menyangkut kelalaian, yaitu :Pasal 359 KUHP : Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lainmati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Page 42: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

Pasal 360 KUHP : (1) Barangsiapa karena kesalahannya

(kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Page 43: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

(2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Page 44: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DASAR HUKUM

Pasal 361 KUHP : Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

Page 45: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

2 CARA PEMBUKTIAN MALPRAKTEK

Cara langsungOleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur

adanya 4 D yakni :

a. Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga

perawatan haruslah bertindak berdasarkan

1) Adanya indikasi medis

2) Bertindak secara hati-hati dan teliti

3) Bekerja sesuai standar profesi

4) Sudah ada informed consent.

Page 46: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

2 CARA PEMBUKTIAN MALPRAKTEK

b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatanmenyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apayang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenagaperawatan tersebut dapat dipersalahkan.

Page 47: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

2 CARA PEMBUKTIAN MALPRAKTEK

c. Direct Causation (penyebab langsung)

d. Damage (kerugian)Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungankausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage)yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakansela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenagaperawatan.Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, makapembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh sipenggugat (pasien).

Page 48: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

2 CARA PEMBUKTIAN MALPRAKTEK

Cara Tidak LangsungCara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai

Page 49: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

2 CARA PEMBUKTIAN MALPRAKTEK

b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatanc. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.

Page 50: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

2 CARA PEMBUKTIAN MALPRAKTEK

Misalnya ada kasus saat tenaga perawatan akan mengganti/memperbaiki kedudukan jarum infus pasien bayi, saat mengguntingperban ikut terpotong jari pasien tersebut .Dalam hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta yang secara tidaklangsung dapat membuktikan kesalahan tenaga perawatan, karena:

Page 51: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

2 CARA PEMBUKTIAN MALPRAKTEK

a. Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada kelalaian tenagaperawatan.

b. Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada pada tanggungjawab perawat.

c. Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadiantersebut.

Page 52: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

KESIMPULAN

Tindakan dr. Rudi tergolong malpraktek oleh karena terdapat unsur kelalaian medis atas resiko yang sifatnya foreseeable sehingga menimbulkan keadaan yang membahayakan nyawa Antoni.

Page 53: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

TERIMA KASIH

Page 54: BIOETIKA KELOMPOK 2 KJP

DAFTAR PUSTAKA

Chawazi, A. 2007. Malpraktek Kedokteran. Malang : Bayu Media

Guwandi, J. 2003. Dokter, Pasien, dan Hukum. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Guwandi, J. 2008. Informed Consent. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Guwandi, J. 2009. Pengantar Ilmu Hukum dan Bioetika. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

WHO Statement on Medical Malpractice adopted by World Medical Assembly, Marbella, Spain, Sept. 1992.

Bahfen, Faiq. Hukum Kesehatan. Diunduh dari : http://www.ilunifk83.com/peraturan-dan-perijinan-f16/hukum-kesehatan-t315.htm pada 20 Desember 2010.