Bintik Matahari

5
7/23/2019 Bintik Matahari http://slidepdf.com/reader/full/bintik-matahari 1/5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bintik Matahari ( Sunspot ) Di permukaan matahari terjadi gejolak– gejolak yang kadang menguat dan kadang melemah yang dikenal dengan aktivitas matahari. Salah satu bentuk aktivitas matahari adalah bintik matahari atau dikenal dengan sunspot . Kombinasi aktivitas matahari dan magnetiknya diduga berperan  besar pada siklus aktivitas matahari (Djamaluddin, 2001). Bintik yang terjadi di lapisan fotosfer matahari memiliki suhu relatif rendah (4000K) dari sekitar (6000K). Strukturnya terdiri dari umbra dan  penumbra. Umbra terletak di bagian dalam  bintik dan memiliki suhu yang relatif rendah (4500K) sehingga warnanya lebih gelap daripada penumbra. Diameter umbra kurang lebih setengah dari diameter bintik matahari total. Untuk bintik kecil, batas antara umbra dan penumbra tidak jelas sehingga sulit untuk dijelaskan. Bintik matahari merupakan suatu fenomena akibat adanya aktivitas magnetik yang terjadi di dalam matahari itu sendiri. Di permukaan matahari kadang terjadi  pusaran gas yang hebat dimana terjadi rotasi  partikel-partikel bebas yang menimbulkan arus dan menimbulkan medan magnet. Di dalam pusat matahari terjadi rekasi inti dengan mengeluarkan panas bersuhu tinggi (orde jutaan Kelvin) sehingga semua atom atom dan gasnya terionisasi. Tekanan dipusat matahari lebih tinggi daripada di luarnya sehingga partikel partikel tadi  berusaha untuk keluar menuju ke  permukaan. Aliran partikel dari bawah  permukaan tidak dapat melewati medan magnet, melainkan dibelokkan sehingga menyebar ke samping, yang berakibat di  bagian tersebut bersuhu lebih tinggi dari  bagian dalam atau kabur gelap (Pambudi,2000) Bintik matahari bisa diamati dengan menggunakan teleskop dan akan tampak  bintik-bintik hitam dipermukaan matahari. Bintik matahari muncul secara berkelompok tetapi ada juga yang secara individu. Ukuran kelompok bintik bervariasi dari 10.000 km untuk bintik ukuran sedang hingga 50.000 km untuk bintik ukuran besar. Ukuran bintik selalu berubah terhadap posisi dan waktu. Bintik yang berukuran kecil sering bertahan dalam hitungan hari sedangkan bintik  berukuran besar dapat bertahan lebih dari sebulan. Bintik matahari tidak hanya  periodik dalam hal bilangan (jumlah) tetapi  juga terhadap posisi lintang matahari. Pada awal siklus baru, bintik mulai muncul pada sabuk 30°LU dan 30°LS matahari. “sabuk” ini kemudian begerak menuju ekuator. Bintik akan terlihat jelas dan mencapai maksimum pada sabuk 16°LU dan 16°LS. Setelah itu aktivitasnya akan menyusut dan akhirnya menghilang disekitar 8°LU dan 8°. Pada pusat tata surya, tidak ada fenomena lain selain bintik matahari yang kemunculannya bersifat periodik. Selama satu periode waktu, beratus-ratus bintik matahari mungkin membentuk kelompok kelompok besar tetapi pada satu waktu yang lain sama sekali tidak ditemukan bintik. Periode tersebut dinamakan periode “matahari tenang”, jika sebaliknya dinamakan “matahari aktif”. Periode bintik matahari adalah 11.1 tahun yaitu hasil  perataan selama 80-90 tahun, bervariasi antara 9-14 tahun. Setiap satu siklus bintik matahari (sunspot cycle) terjadi periode solar max dan periode solar min (Christiany,2002) Gambar 1. Fluktuasi tahun maksimum dari sunspot number (Djamaluddin, 2005). Pada tahun 1948, Rudolf Wolf merumuskan bilangan bintik matahari harian untuk memperkirakan keaktifan matahari  berdasarkan sunspot number “R”. adapun  persamaannya adalah : R = k (10g+f) dengan  f  adalah total bintik matahari yang tampak pada permukaan mataharinya, g adalah jumlah total grup bintik matahari,  adalah faktor reduksi yang tergantung pada  pengamat dan jenis teleskop yang sedang digunakan, agar setara dengan perhitungan wolf yang didefinisikan k=1. Bilangan bintik matahari tersebut merupakan sebuah index  basis harian, tetapi karena variasi antar harinya besar maka menjadi basis bulanan dan tahunan (Thompson, 1985)

Transcript of Bintik Matahari

Page 1: Bintik Matahari

7/23/2019 Bintik Matahari

http://slidepdf.com/reader/full/bintik-matahari 1/5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bintik Matahari ( Sunspot )

Di permukaan matahari terjadi gejolak–

gejolak yang kadang menguat dan kadangmelemah yang dikenal dengan aktivitas

matahari. Salah satu bentuk aktivitasmatahari adalah bintik matahari atau dikenaldengan sunspot . Kombinasi aktivitas

matahari dan magnetiknya diduga berperan

 besar pada siklus aktivitas matahari

(Djamaluddin, 2001). Bintik yang terjadi dilapisan fotosfer matahari memiliki suhu

relatif rendah (4000K) dari sekitar (6000K).

Strukturnya terdiri dari umbra dan

 penumbra. Umbra terletak di bagian dalam

 bintik dan memiliki suhu yang relatif rendah(4500K) sehingga warnanya lebih gelap

daripada penumbra. Diameter umbra kurang

lebih setengah dari diameter bintik matahari

total. Untuk bintik kecil, batas antara umbradan penumbra tidak jelas sehingga sulit

untuk dijelaskan. Bintik matahari merupakansuatu fenomena akibat adanya aktivitas

magnetik yang terjadi di dalam matahari itu

sendiri.Di permukaan matahari kadang terjadi

 pusaran gas yang hebat dimana terjadi rotasi

 partikel-partikel bebas yang menimbulkan

arus dan menimbulkan medan magnet. Di

dalam pusat matahari terjadi rekasi inti

dengan mengeluarkan panas bersuhu tinggi(orde jutaan Kelvin) sehingga semua atom

atom dan gasnya terionisasi. Tekanan

dipusat matahari lebih tinggi daripada diluarnya sehingga partikel partikel tadi

 berusaha untuk keluar menuju ke

 permukaan. Aliran partikel dari bawah permukaan tidak dapat melewati medan

magnet, melainkan dibelokkan sehingga

menyebar ke samping, yang berakibat di bagian tersebut bersuhu lebih tinggi dari

 bagian dalam atau kabur gelap

(Pambudi,2000)

Bintik matahari bisa diamati dengan

menggunakan teleskop dan akan tampak bintik-bintik hitam dipermukaan matahari.

Bintik matahari muncul secara berkelompok

tetapi ada juga yang secara individu. Ukuran

kelompok bintik bervariasi dari 10.000 kmuntuk bintik ukuran sedang hingga 50.000

km untuk bintik ukuran besar. Ukuran bintikselalu berubah terhadap posisi dan waktu.

Bintik yang berukuran kecil sering bertahan

dalam hitungan hari sedangkan bintik berukuran besar dapat bertahan lebih dari

sebulan. Bintik matahari tidak hanya

 periodik dalam hal bilangan (jumlah) tetapi

 juga terhadap posisi lintang matahari. Pada

awal siklus baru, bintik mulai muncul padasabuk 30°LU dan 30°LS matahari. “sabuk”

ini kemudian begerak menuju ekuator.

Bintik akan terlihat jelas dan mencapai

maksimum pada sabuk 16°LU dan 16°LS.

Setelah itu aktivitasnya akan menyusut danakhirnya menghilang disekitar 8°LU dan 8°.

Pada pusat tata surya, tidak adafenomena lain selain bintik matahari yang

kemunculannya bersifat periodik. Selama

satu periode waktu, beratus-ratus bintik

matahari mungkin membentuk kelompok

kelompok besar tetapi pada satu waktu yanglain sama sekali tidak ditemukan bintik.

Periode tersebut dinamakan periode

“matahari tenang”, jika sebaliknya

dinamakan “matahari aktif”. Periode bintikmatahari adalah 11.1 tahun yaitu hasil

 perataan selama 80-90 tahun, bervariasi

antara 9-14 tahun. Setiap satu siklus bintikmatahari (sunspot cycle) terjadi periode

solar max  dan periode solar min 

(Christiany,2002)

Gambar 1. Fluktuasi tahun maksimum dari sunspot

number (Djamaluddin, 2005).

Pada tahun 1948, Rudolf Wolf

merumuskan bilangan bintik matahari harian

untuk memperkirakan keaktifan matahari berdasarkan sunspot number “R”. adapun

 persamaannya adalah :

R = k (10g+f)

dengan  f   adalah total bintik matahari yangtampak pada permukaan mataharinya, g 

adalah jumlah total grup bintik matahari, k  

adalah faktor reduksi yang tergantung pada

 pengamat dan jenis teleskop yang sedang

digunakan, agar setara dengan perhitunganwolf yang didefinisikan k=1. Bilangan bintik

matahari tersebut merupakan sebuah index

 basis harian, tetapi karena variasi antarharinya besar maka menjadi basis bulanan

dan tahunan (Thompson, 1985)

Page 2: Bintik Matahari

7/23/2019 Bintik Matahari

http://slidepdf.com/reader/full/bintik-matahari 2/5

 

Gambar 2. Variasi bilangan bintik matahari dan

 prediksinya (http://science.nasa.gov/ast14oct99_1.htm). Pada Gambar 2 ditunjukkan variasi

 bilangan bintik matahari dari tahun 1995

hingga 1999 dan prediksinya sampai tahun

2007. Pengamatan bintik matahari pertama

kali diamati dengan menggunakan teleskopdimulai pada tahun 1611. Penelitian bintik

matahari terus berlangsung hingga kini

dengan metode dan teknologi yang lebihmaju sehingga pengkajiannya menjadi lebih

 berkembang.

2.2. Suhu Udara

Suhu mencerminkan energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Pada

udara, energi kinetik dijabarkan sebagai

setengah dari perkalian massa sebuah

molekul dengan kecepatan kuadrat rata- ratadari gerakan molekul tersebut.

Pada lapisan troposfer, secara umum

suhu makin rendah menurut ketinggian.Rata-rata penurunan suhu berdasarkan

ketinggian di Indonesia sekitar 5-6°C tiap

kenaikan 1 km. Variasi suhu menurut tempat

dipengaruhi juga oleh posisi daerah tersebutterhadap daratan dan lautan serta keadaan

unsur iklim, seperti perawanan. Di daerah

tropika fluktuasi suhu rata-rata harian relatif

konstan sepanjang tahun sedangkan

fluktuasi suhu diurnal lebih besar daripadafluktuasi suhu rata-rata harian. Waktu tunda

antara radiasi surya maksimum dan suhu

maksimum adalah sekitar 2 jam. (Handokoet al).

2.3. Tekanan Paras Muka Laut (Sea Level

Pressure)Tekanan paras muka laut merupakan

 besaran tekanan udara di suatu tempat pada

level permukaan laut (0 mdpl). Besarnyatekanan paras muka laut dapat dikonversi

dari tekanan udara stasiun dengan

 persamaan :

-dp = g ρ dz

dengan dp adalah perubahan tekanan udara,

g adalah gravitasi, ρ adalah kerapatan udara,

dan dz adalah perubahan ketinggian. Artinya

 bahwa, tekanan pada ketinggian z adalah

sebanding dengan massa (berat) udara padakolom vertikal pada ketinggian tersebut.

Tekanan udara adalah gaya berat kolom

udara dari permukaan tanah sampai puncak

atmosfer persatuan luas (Handoko, 1995).Tekanan udara pada setiap titik merupakan

 berat total udara di atas titik tersebut

 persatuan luas. Tekanan udara berkurang

dengan bertambahnya ketinggian, karenalapisan atmosfer yang makin tipis. Kita

dapat menghubungkan tekanan baik dengan

suhu maupun perubahan kerapatan (ρ)

karena faktor- faktor ini mempengaruhi jumlah molekul pada volume udara tertentu

dan kecepatan geraknya. Kerapatan udara

rendah disebabkan oleh jumlah molekulyang sedikit persatuan volume, berakibat

 pada tekanan udara yang rendah. Kerapatan

dapat diubah dengan mengurangi jumlahenergi kinetik molekul- molekul udara pada

suatu volume udara tanpa merubahmassanya.

Kecepatan gerak molekul-molekul

udara dipengaruhi oleh suhu, apabila suhumeningkat energi kinetiknya makin tinggi,

sehingga semakin cepat molekul- molekul

udara bergerak. Oleh karena itu untuk suatuvolume udara tetap, tekanannya akan

semakin tinggi dengan bertambahnya suhu.

Kenaikan suhu akan menyebabkanmolekul-molekul lebih aktif bergerak dan

tumbukan yang lebih sering terjadi akan

mengakibatkan naiknya tekanan apabilavolumenya tetap. Variasi tekanan secara

horisontal lebih kecil dibandingkan secara

vertikal.Hubungan antara kerapatan, tekanan

dan suhu udara untuk lapisan troposfer dapat

dijelaskan sebagai berikut :- berdasarkan persamaan hidrostastik :

dp = - g ρ dz

dengan dp adalah perubahan tekanan, ρ 

adalah kerapatan udara, g adalah gravitasidan dz adalah perubahan ketebalan lapisan

udara.- menurut persamaan gas ideal :

P V = n R T

dengan n adalah jumlah mol. R adalah

tetapan Boltzman (8,3143 JK -1

mol-1

), Vadalah volume udara, dan T adalah suhu

mutlak (dalam Kelvin).

Page 3: Bintik Matahari

7/23/2019 Bintik Matahari

http://slidepdf.com/reader/full/bintik-matahari 3/5

2.4.  Karakteristik Geografis Wilayah

Jakarta, Medan dan Ambon.

Indonesia merupakan salah satu wilayah

 bumi yang terletak di wilayah tropika, yaitu

wilayah yang terletak antara 23,5°LU dan23,5°LS. Tipe iklim tropika dicirikan dengan

suhu, kelembapan, penguapan, dan curahhujan yang tinggi.

Daerah tropika menerima jumlah radiasi

matahari yang relatif lebih banyak sehingga

tekanan udaranya lebih rendah dibanding

sekitarnya, oleh sebab itulah wilayah tropikatermasuk kedalam zona divergensi inter

tropika (ITCZ). Menurut Koppen, tropika

termasuk kedalam tipe iklim A dimana suhu

 bulan terdingin >18°C.

2.4.1. Jakarta

Terletak pada 1060BT dan 6

0LS, berada

di lautan rendah pantai utara pulau Jawa

 bagian barat. Wilayah bagian selatan relatiflebih berbukit dibandingkan dengan wilayah

 bagian utara sampai sekitar 10 km ke selatandan memiliki ketinggian maksimum 7 mdpl.

Pada lokasi tertentu letaknya malah berada

di bawah permukaan laut, bahkan terdapat pula penurunan muka tanah. Jakarta

 beriklim panas. Pada tahun 1986 suhunya

rata-rata 31,70C pada siang hari, sedangkan

 pada malam hari mencapai 23,90C.

Perbedaan suhu udara rata-rata antara musim

hujan dan kemarau tidak mencolok.

Kelembapan udara rata-rata tahun 1985

adalah 78%. Curah hujan mencapai 1935

mm pada tahun 1986, tertinggi pada bulanJanuari, terendah 52,4m pada bulan Oktober

(Depdikbud, 1991).

2.4.2. Medan

Medan terletak di bagian timur sebelah

utara propinsi Sumatera Utara (yang terletak pada ketinggian 0 – 2829 mdpl, antara 1

0LU

 – 40LU dan 98

0BT – 100

0BT). Dataran

rendahnya ada yang berupa pantai, seperti di pantai timur, tetapi ada juga yang

 bergelombang. Dataran tingginya ada yang

 berupa pegunungan rendah dengan

ketinggian 25 – 300 mdpl. Medan beriklim

tropis tanpa suhu tertinggi yang ekstrim(Depdikbud, 1991).

2.4.3. AmbonAmbon berada pada posisi 128,08

0BT

dan 3,70LS terletak di kepulauan wilayah

timur Indonesia. Topografi kota Ambon dan juga wilayah lainnya di Maluku adalah

kepulauan dengan tanah yang bergelombang

dan berpegunungan dan sebagian dataran

rendah. Karena bentang wilayahnya yangsangat luas, maka masing-masing pulau ini

memiliki iklim lokal sendiri. Angin laut

sangat berpengaruh terhadap iklim di

wilayah ini sehingga iklim lokal dapatmenyimpang sama sekali. Suhu rata-ratanya

mencapai 26,30

C dengan suhu minimum15,1

0C dan suhu maksimum 33

0C

(Depdikbud, 1991).

2.5.  Hubungan-hubungan Aktivitas

Matahari Terhadap Tekanan Paras

Muka Laut.

Tidak semua aktivitas matahari

 berpengaruh pada iklim bumi. Hal ini karena bumi mempunyai medan magnet yang dapat

menahan sebagian besar angin matahari.Ada suatu keuntungan yang sangat besar

dimana bumi mempunyai medan magnet,

garis-garis medan magnet bumi,

magnetosfer, akan melindungi atmosfer darihujan partikel kosmis (Pambudi, 2000).

Adapun parameter aktivitas matahari yangcukup mempengaruhi bumi diantaranya

adalah bintik matahari (Syahrina, 2005).

Aktivitas matahari berhubungan dengancuaca dan iklim dalam skala yang luas.

Emisi gelombang pendek yang berasal dari

letusan di permukaan matahari mampu

mempengaruhi tingkat pemanasan pada

atmosfer bumi hanya dalam waktu tunda

yang relatif pendek, kemudian pola sirkulasiatmosfer ke arah kutub pada daerah lintang

tinggi. Indikator yang dapat diamati dengan

 jelas yaitu perubahan tekanan paras mukalaut yang bertambah besar dari daerah

lintang yang mendapatkan suplai panas

maksimum (ekuator) (Pambudi, 2000).Christoforou dan Hameed (1997)

(dalam Djamaluddin, 2001) menganalisis

hubungan aktivitas matahari (indikator bintik matahari) terhadap aktivitas cuaca di

Pasifik. Dua daerah sistem tekanan semi

 permanen di Pasifik belahan utara, yaitu

Aleut (350 – 70

0LU, 120

0BB – 13

0BT) yang

 bertekanan rendah, dan Hawaii (200  –

500LU, 100

0BB – 140

0BT) yang bertekanan

tinggi, dianalisis perubahan lokasi pusat

tekanannya selama Desember – Januaritahun 1900-1994. Hasilnya menunjukkan

adanya pengelompokkan yang signifikan.

Pada saat aktivitas matahari minimum, pusattekanan rendah Aleut berpindah sejauh rata-

rata 700 km ke arah timur, sedangkan pusat

tekanan tinggi Hawaii berpindah ke utaradari sekitar 31,6

0LU ke sekitar 33,2

0LU.

Page 4: Bintik Matahari

7/23/2019 Bintik Matahari

http://slidepdf.com/reader/full/bintik-matahari 4/5

2.6. Hubungan-hubungan Aktivitas

Matahari Terhadap Suhu.

Pengaruh aktivitas matahari terhadap

suhu udara di bumi diteliti  oleh beberapa

ilmuwan di dunia. Respon suhu udara permukaan global terhadap variabilitas

aktivitas matahari 11 tahunan diteliti Stevensdan North (1996) (dalam Djamaluddin,2001) dengan memanfaatkan data suhu

udara permukaan jangka panjang (1934-

1993) dan data irradiansi matahari yang

dikalibrasi dengan data bintik matahari.Mereka menunjukkan (gambar 3 dan 4)

 bahwa perubahan suhu udara global

dipengaruhi oleh aktivitas matahari.

Pengaruh terbesar terjadi di daratan dekat

ekuator, terutama wilayah Arab dan Afrikautara yang merespon perubahan irradiansi

matahari 1 Wm-2

  dengan perubahan suhu

sekitar 0,060C dan di Amerika selatan

dengan 0,05

0

C. Sedangkan di Indonesiasekitar 0,045-0,050C. Dari simulasi itu juga

ditunjukkan bahwa respon aktivitas matahariterhadap suhu itu tidak langsung, tetapi ada

selang waktu 8-24 bulan. Asia tengah paling

cepat merespon, hanya dengan selang waktu8 bulan, sedangkan Indonesia sekitar 18

 bulan.

Gambar 3. Amplitudo respon perubahan suhu udara

 permukaan terhadap  forcing  irradiansi 1 Wm-2. (dalam

Djamaluddin, 2001).

Gambar 4. Selang waktu respon (dalam bulan) setelah

 forcing matahari 1 Wm-2. (dalam Djamaluddin, 2001).

Friis-Christensen dan Lassen

(1991,1994) (dalam Djamaluddin, 2001)

menunjukkan hal lain bahwa hubunganaktivitas matahari (dengan indikator

 bilangan bintik matahari) dan suhu

 permukaan sulit diinterpretasikan biladikorelasikan secara langsung. Walaupun

menunjukkan yang mirip tetapi perubahan

suhu udara ternyata mendahului 20 tahun

daripada perubahan bilangan bintikmatahari. Mereka lalu menunjukkan

 perubahan suhu permukaan rata-rata global(1750-1990) ternyata berkorelasi sangat baik

dengan panjang siklus aktivitas matahari, bukan dengan bilangan bintik mataharinya.

Sedangkan Charvatova dan Strestik

(1995) (dalam Djamaluddin, 2001)menunjukkan bahwa dari analisis data suhu

udara permukaan jangka panjang dijumpai

indikasi peranan gerak inersial matahari di

sekitar pusat massa surya. Dengan

membandingkan antara spektra periodisitas bilangan bintik matahari dan gerak inersia

matahari, mereka menunjukkan adanya

kecenderungan bahwa pada saat gerak

matahari teratur (pada rentang waktu 1727-1777 dan 1906-1956), suhu udara

 permukaan relatif lebih hangat dibandingkansaat gerakan tidak teratur.

Lean (1991) (dalam Djamaluddin,

2001) mengungkapkan bahwa perbedaan

irradiansi (solar constant ) antara saat siklus

matahari minimum dan maksimum adalah

0,1%. Perubahan tingkat irradiansi mataharidari aktivitas minimum ke maksimum yang

sekitar 0,1% hanya berdampak pada

 pengurangan pemanasan langsung di permukaan bumi sekitar 0,25 Wm

-2 (Schiffer

dan Unninayar, 1991) (dalam Djamaluddin,

2001) dan perubahan suhu global 0,02

0

C(Foukal dan Lean, 1990) (dalam

Djamaluddin, 2001).

Sementara hasil penelitian yangdilakukan oleh Svensmark (1998)

menyatakan bahwa pada dekade-dekade

akhir, variasi suhu bumi lebih mendekativariasi flux sinar kosmik dan panjang siklus

matahari, dibanding parameter aktivitas

matahari lainnya. Kesimpulan utamanya bahwa gejala-gejala di heliosfer dapat

mempengaruhi iklim bumi. Selain itu

Svensmark bersama Christensen juga

meneliti hubungan flux sinar kosmik dengan

 penutupan awan global yang menyimpulkan bahwa variasi sistem penutupan awan global

selama siklus aktivitas matahari terakhir

dapat disebabkan oleh variasi aktivitasmatahari 11 tahunan dari flux sinar kosmik

meskipun hubungannya tidak bersifat

langsung.

Page 5: Bintik Matahari

7/23/2019 Bintik Matahari

http://slidepdf.com/reader/full/bintik-matahari 5/5

2.7.  Weighted Wavelet Z-Transform

WWZ)

WWZ merupakan suatu metode analisis

spektrum yang digunakan untuk

menganalisis data runtut waktu (time series)yang tidak lengkap. Metode ini pertama kali

dikembangkan oleh G. Foster tahun 1996untuk mendeteksi dan mengkuantifikasisinyal periodik. Metode ini dikembangkan

dalam piranti lunak oleh The American

Association of Variable Star Observes

(AAVSO). Awalnya metode ini dibuat untukkeperluan analisis data bintang variabel yang

 juga memerlukan evolusi periodisitasnya,

namun karena segala data runtut waktu

dapat digunakan dengan metode tersebut,

maka penggunaannya dapat diperluastermasuk untuk data meteorologi dan

astronomi lainnya.

Keunggulan metode ini dibanding

metode lain adalah WWZ memungkinkanuntuk mendeteksi periode sesaat (transient  

 periodic) dengan nilai periode, amplitude,dan fase yang senantiasa berubah-ubah

(Djamaluddin, 1998b). Selain itu WWZ juga

dapat memroses data yang tidak lengkap dandapat menyeragamkan selang waktu dari

setiap data runtut waktu tanpa perlu

melakukan interpolasi sebelum memroses.

Data hilang tidak masalah karena analisisnya

 bersifat sesaat.

Metode lain yang digunakan untukmendapatkan periodisitas atau komponen-

komponen periodik yang lain dari suatu data

runtut waktu lain mengharuskan masukandata yang lengkap dalam selang waktu yang

tetap, padahal dalam kenyataannya data

runtut waktu seringkali tidak lengkap atauselang waktu antar data tidak seragam. Cara

yang biasa dilakukan adalah interpolasi,

dengan periodisitas yang dihasilkan tidaktepat. Salah satu penggunaan wavelet untuk

menganalisis aktivitas matahari dilakukan

oleh Djamaluddin (2001) yang

menyimpulkan bahwa periode aktivitas

matahari bervariasi antara 9-13 tahun.

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di LembagaPenerbangan dan Antariksa Nasional

(LAPAN) Bandung pada bulan Januari-Mei

2006.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah personal

komputer dengan perangkat lunak pengolahkata, pengolah angka, notepad, Numerical

Data Package (NDP) 041, Winsurf, dan

Weighted Wavelet Z-Transform (WWZ) 11.

Bahan yang digunakan adalah data bulanan bintik matahari (Sunspot Number/SSN),

suhu, dan tekanan paras muka laut (Sea

Level Pressure / SLP) jangka panjang (1889-

1988) stasiun kota Jakarta, Medan, dan

Ambon.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Studi Pustaka

Metode ini digunakan untuk mencari

 berbagai literasi dan referensi keterkaitan

suhu udara dan tekanan paras muka lautdengan aktivitas matahari (dengan indikator

 bintik matahari).

3.3.2. Pengolahan DataPengolahan awal yang dilakukan adalah

mengelompokkan data bilangan bintik

matahari, suhu udara, tekanan paras muka

laut Jakarta, Medan, dan Ambon (periodeDesember-Februari, Maret-Mei, Juni-

Agustus, dan September-November).

Periode didasarkan pada perbedaan posisi

matahari terhadap letak lintang bumisehingga mempengaruhi jumlah penerimaan

intensitas radiasi matahari yang kemudian

 berpengaruh pada suhu dan tekanan udara.Wilayah kajian yang dianalisis adalah

Jakarta, Medan, Ambon didasarkan atas

 perbedaan pola curah hujan masing-masingwilayah, dimana Jakarta berpola hujan

monsoon (puncak hujan pada musim panas),

Medan berpola bimodal (dua puncak hujan

dalam setahun), dan Ambon berpola lokal(puncak hujan pada musim dingin).

Pengelompokkan ini bertujuan untuk

mengetahui perbedaan suhu dan tekanan

 paras muka laut pada masing-masing

 periode, serta keterkaitannya denganketerpengaruhan aktivitas matahari.

Proses selanjutnya adalah memanggil

data bilangan bintik matahari, suhu udara,dan tekanan paras muka laut. Data bilangan