BIMKGI Volume 2 Edisi 1

116

Click here to load reader

Transcript of BIMKGI Volume 2 Edisi 1

SUSUNAN PENGURUSPelindungSekretaris Jendral Persatuan Senat Mahasiswa

Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI)

Penasehatdrg. Retno Ardhani, M.Sc.

Universitas Gadjah MadaPimpinan UmumMutma Inna

Universitas Gadjah MadaPimpinan RedaksiFailasofia

Universitas Gadjah MadaSekretarisNanda Nur Andityas

Universitas Gadjah MadaBendaharaRika Putri S.

Universitas Gadjah Mada

Penyunting Ahlidrg. Tetiana Haniastuti, M.Kes, Ph.D

Universitas Gadjah MadaDr. drg. Widjijono, S.U.

Universitas Gadjah Madadrg. Lisdrianto Hanindriyo, MPH.

Universitas Gadjah Madadrg. Margareta Rinastiti, M.Kes, Ph.D

Universitas Gadjah Madadrg. Christnawati, M.Kes, Sp.Ort

Universitas Gadjah MadaPenyunting PelaksanaSeptika Prismasari Universitas Gadjah Mada Apriliani Astuti Universitas Gadjah Mada Novi Atmania D. Universitas Gadjah Mada Inten Pratiwi Universitas Gadjah MadaYouvanka Arsy Winmirah Universitas Gadjah MadaHumas dan Promosi Navilatul Ula Universitas Gadjah Mada Isti Noor Masita Universitas Gadjah MadaMuhammad Fahmi Alfian Universitas Gadjah MadaNur Rahmawati Sholihah Universitas Gadjah Mada Diftya Twas Galih Atyasa Universitas Gadjah Mada Novaria Universitas Gadjah MadaTata Letak dan LayoutMika Cendy Permatasari Universitas Gadjah Mada Ratihana Nurul Indias Universitas Gadjah Mada Amalia Rachmawati S. Universitas Gadjah MadaNur Amalia Puspitasari Universitas Gadjah Mada

i

BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013DAFTAR ISI

ISSN : 2302-6448

Susunan Pengurus............................................................................................................................. ...... i Daftar Isi............................................................................................................................. ......................... ii Petunjuk Penulisan ......................................................................................................................... iii Sambutan Pimpinan Redaksi.............................................................................................................. ix

ResearchHubungan Antara Durasi Hemodialisis Dengan Periodontitis Pada Pasien Dengan Gagal

Ginjal Kronik (Kajian di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh)

Dara Mauliza, Oki Tristanty............................................................................................................................. ..................................................................................................... 1Aktivitas Antibakteri Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) terhadap Enterococcus faecalis secara In Vitro

Dian R. Rinanda, Andi Y. Daulay............................................................................................................................. ..................................................................................................... 8Literature StudyPotensi Enzim Bromelin Pada Bonggol Nanas (Ananas comosus) Sebagai Bahan Anti Plak

Dalam Pasta Gigi

Muhammad A. Najib, Hendri J. Permana, Fatkhur Rizqi.................................................................................................................................................................................................................................. 16Pentingnya Data Status Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Kartu Menuju Sehat Ibu Hamil

(Upaya Menunjang Program MDGS 2015)

Irma Ariany Syam, Baiq Miftahul Fatia, Andi Fatima T............................................................................................................................. ..................................................................................................... 23Ort-Card (Orthodontic Card) Sebagai Upaya Melindungi Masyarakat Terhadap Kesalahan

Perawatan Akibat Pemasangan Kawat Gigi Ilegal

Irma Ariany Syam, Akmalia Rosyada, Ayu Putri Djohan............................................................................................................................. ..................................................................................................... 30Perawatan Apeksogenesis Dengan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) Pada Gigi

Permanen Muda

Febrina Audina............................................................................................................................. ..................................................................................................... 36Papain-Based Gel Sebagai Agen Chemo-Chemical Caries Removal Yang Ramah Lingkungan

Dian R. Rinanda, Andi Y. Daulay............................................................................................................................. .....................................................................................................41

PETUNJUK PENULISANPedoman Penulisan Artikel

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI)

Indonesian Dental Student JournalBerkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) merupakan publikasi ilmiah yang terbit setiap 6 bulan sekali setiap bulan maret dan September berada dibawah Dirjen Perguruan Tinggi. Dalam mempublikasikan naskah ilmiah dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai dengan aturan penulisan BIMKGI.

Ketentuan umum :1. BIMKGI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan oleh publikasi ilmiah lain.

2. Naskah dengan sampel menggunakan manusia atau hewan coba wajib melampirkan lembar pengesahan laik etik dari institusi yang bersangkutan.

3. Penulisan naskah :

a.Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas.

b. Naskah diketik menggunakan microsoft word dengan ukuran kertas A4, dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi, dengan batas margin atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2,5 cm.

c. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul.

d. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman.

4. Naskah dikirim melalui email ke alamat [email protected] dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

Ketentuan menurut jenis naskah :1Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran gigi, kesehatan gigi masyarakat, ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan isi (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran).

2 Tinjauan pustaka: tulisan naskah review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atauilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.

3Laporan kasus: naskah tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Naskah ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi dokter gigi dan dokter gigi muda. Format terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan.

4Artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan gigi: naskah yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan gigi, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Naskah bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca.

5 Editorial: naskah yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi,mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang kedokteran, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kedokteran. Naskah ditulis sesuai kompetensi mahasiswa kedokteran gigi.

6Petunjuk praktis: naskah berisi panduan diagnosis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kedokteran gigi).

7 Advertorial: naskah singkat mengenai obat atau material kedokteran gigi dan kesimpulannya.Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

Ketentuan khusus :1. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut:

a. Judul karangan (Title)b. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution)

c. Abstrak (Abstract)

d. Isi (Text), yang terdiri atas:

i. Pendahuluan (Introduction)

ii. Metode (Methods)

iii. Hasil (Results)

iv. Pembahasan (Discussion)

v. Kesimpulan vi. Saran

vii. Ucapan terima kasih e. Daftar Rujukan (Reference)

2.Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut:

a. Judul

b. Nama penulis dan lembaga pengarang c. Abstrak

d. Isi (Text), yang terdiri atas:

i. Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas)

ii. Pembahasan iii. Kesimpulan iv. Saran

e. Daftar Rujukan (Reference)3.Judul ditulis dengan Sentence case, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan subjudul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. Terjemahan judul dalam bahasa Inggris ditulis italic.4. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikutidengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan institusi asal penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email.

5. Abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidakmelebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul naskah dan nama penulis.

6.Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul.

7. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).

8.Tabel dan gambar disusun terpisah dalam lampiran terpisah. Setiap tabel diberi judul dan nomor pemunculan. Foto orang atau pasien apabila ada kemungkinan dikenali maka harus disertai ijin tertulis.

9.Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad.

Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut :

1.Naskah dalam jurnal i. Naskah standarVega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3.

atauVega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3.Penulis lebih dari enam orangParkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12.

ii. Suatu organisasi sebagai penulisThe Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4.

iii. Tanpa nama penulisCancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.

iv. Naskah tidak dalam bahasa InggrisRyder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2.

v. Volum dengan suplemenShen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82.

vi. Edisi dengan suplemenPayne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.

vii. Volum dengan bagianOzben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in noninsulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6.

viii. Edisi dengan bagianPoole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8.

ix. Edisi tanpa volumTuran I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.

x. Tanpa edisi atau volumBrowell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33.

xi. Nomor halaman dalam angka RomawiFischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

2. Buku dan monograf laini. Penulis perseoranganRingsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.

ii. Editor, sebagai penulisNorman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill

Livingstone; 1996.

iii. Organisasi dengan penulisInstitute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992.

iv. Bab dalam bukuPhilips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78.

v. Prosiding konferensiKimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-

19; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996.

vi. Makalah dalam konferensiBengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO

92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5.

vii. Laporan ilmiah atau laporan teknisa. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860.

b. Diterbitkan oleh unit pelaksanaField MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995. Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research.

viii. DisertasiKaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization

[dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.

ix. Naskah dalam KoranLee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5).

x. Materi audiovisualHIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book;

1995.

3. Materi elektroniki. Naskah journal dalam format elektronikMorse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online]

1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK

http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htmii. Monograf dalam format elektronikCDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995.

iii. Arsip computerHemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version

2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.

SAMBUTAN PIMPINAN REDAKSIAssalamualaikum wr. Wb.

Salam Sejahtera untuk kita semua. Menciptakan sebuah karya bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan waktu dan proses yang panjang. Diawali dari ide yang cemerlang dan diikuti kemauan yang besar untuk merealisasikannya. Karya tulis merupakan salah satu bentuk realisasi dari ide-ide yang ada. Proses realisasi ini membutuhkan proses yaitu proses pembelajaran yang yang harus dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal. Mahasiswa Kedokteran Gigi saat ini dihadapkan pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, sehingga pola berfikirnya pun dituntut untuk berkembang saling beriringan. Keadaan ini memicu munculnya ide-ide baru di dunia Kedokteran Gigi dari para mahasiswa. Banyak ide-ide yang sudah terealisasi melalui sebuah tulisan, namun masih sedikit yang muncul ke permukaan. BIMKGI inilah wadah bagi seluruh mahasiswa kedokteran gigi se-Indonesia untuk mempublikasikan karya terbaiknya.

Publikasi karya ilmiah ini tidak hanya suatu usaha apresiasi dengan menampilkan karya tetapi juga suatu bentuk usaha ikut mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Kedokteran Gigi. Selain itu, merupakan suatu usaha untuk berbagi ilmu pengetahuan bagi sesama. Proses pembelajaran dalam pe-nulisan, dari munculnya ide sampai terealisasikan menjadi sebuah karya tulis itu akan tersirat dan menjadi motivasi bagi yang lain untuk ikut berkontribusi. Banyak sekali ilmu yang dapat diambil dari seluruh karya yang dipublikasikan dalam BIMKGI baik. Seluruh artikel penelitian dan studi pustaka yang dipublikasikan dalam volume 2 edisi 1 ini dapat diakses oleh seluruh mahasiswa, praktisi, maupun masyarakat umum.

Sebagai pimpinan redaksi saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus BIMKGI atas ker-jasa dan kerja kerasnya sehingga dapat menerbitkan berkala ilmiah ini. Terima kasih dan apresiasi kepada seluruh penulis atas kerja keras yang dilakukan dalam usaha ikut mengembangkan ilmu pengetahuan, serta kepada Mitra Bebestari yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk menilai karya ilmiah ini demi hasil yang terbaik.Semoga seluruh karya yang dipublikasikan dalam BIMKGI kali ini dapat memberikan man-faat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi , serta motivasi bagi seluruh mahasiswa kedokteran gigi untuk ikut berkontribusi dalam BIMKGI.

Akhir kata, semoga seluruh harapan kami tercapai dan mohon maaf apabila terjadi kesalahan selama proses penyusunan hingga diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia ini. Kritik dan saran sangat kami nantikan demi perbaikan diedisi selanjutnya. Together We Can, Together We Serve The Best!

Wassalamualaikum wr.wb

Yogyakarta, 5 Januari 2014

Failasofia

(Pimpinan Redaksi)

ResearchABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA DURASI HEMODIALISIS DENGAN PERIODONTITIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK (Kajian di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh)

Dara Mauliza1, Oki Tristanty11Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Jln. Tgk. Tanoh Abee Kompleks FK Unsyiah

Darussalam, Banda Aceh 23111

Email: [email protected]

Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan dunia, dengan jumlah penderita yang bertambah setiap tahun. Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal secara perlahan yang berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pasien gagal ginjal kronik biasanya diberikan terapi hemodialisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mengeluarkan produk sisa metabolisme.Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis sering terjadi periodontitis akibat kondisi kebersihan mulut yang buruk danmenjadi semakin parah seiring bertambahnya durasi hemodialisis yang dijalani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara durasi hemodialisis dengan periodontitis. Penelitian analitik cross sectional ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Subjek penelitian sebanyak 99 orang dengan usia 20-59 tahun. Pemeriksaan kedalaman poket periodontal dan pemeriksaan OHI-S dilakukan terhadap subjek penelitian.Berdasarkan hasil uji chi-square terdapat hubungan yang bermakna antara durasi hemodialisis dengan periodontitis (p < 0,05)sehingga pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara durasi hemodialisis dengan periodontitis.

Katakunci: durasi hemodialisis, periodontitis, gagal ginjal kronik.

ABSTRACTChronic renal failure is a worlds health problem, with a number of patients growing rapidly each year. Chronic renal failure is a progressive decline in the renal function associated with a reduced glomerular filtration rate. Patients with chronic renal failure are usually treated by hemodialysis to maintain fluid and electrolyte balance and eliminate metabolic waste products. In chronic renal failure patients who are undergoing hemodialysis teraphy, they often experiencing periodontitis as a result of poor oral hygiene, and periodontitis can be more serious along with the increasing of undergoing hemodialysis duration. This study was aimed to analyze the relationshipbetween hemodialysis duration and periodontitis. This cross sectional study was done in Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The subjects of this study was 99, aged between 20-59 years old.Subject was clinically examined in periodontal pocket depth and oral hygiene. Based on chi-square test, it found that there was significant relationshipbetween hemodialysis duration and periodontitis (p 3 33 33,3

Usia (tahun)20 29 7 7,1

30 39 13 13,1

40 49 28 28,3

50 59 51 51,5

Jenis KelaminLaki-laki 65 65,7

Perempuan 34 34,3

menderita diabetes melitus lebih banyak dibandingkan dengan yang menderita diabetes melitus, yaitu 77 subjek (77,8%). Jumlah subjek yang mengalami periodontitis parah lebih banyak dibandingkan dengan yang mengalami periodontitis moderat, yaitu 42 subjek (42,4%).

1. Tabulasi Silang Durasi Hemodialisis dengan PeriodontitisMerokokMerokok 0 0

Tidak merokok 99 100

Diabetes MelitusDiabetes Melitus 22 22,2

252015

1050 3

Tidak periodontitis

Periodontitis moderat

Periodontitis parah

Tidak Diabetes

77 77,8

Durasi Hemodialisis (tahun)MelitusOHI-SBaik 0 0

Sedang 33 33,3

Buruk 66 66,7

Gambar1. Diagram Batang Tabulasi Silang. Durasi Hemodialisis dengan Periodontitis. Keterangan: Tidak ada periodontitis = poket < 4 mm; Periodontitis moderat = poket 4-6 mm; Periodontitis parah = poket > 6 mm.

Pada Gambar 1. terdapat hasil tabulasi silang antara durasi hemodialisis dengan

Periodontitis

periodontitis yang menunjukkan bahwa

periodontitis parah paling banyak dialami olehTidak periodontitis Periodontitis moderatPeriodontitis

18 18,2

39 39,4

42 42,4

kelompok dengan durasi hemodialisis >3 tahun.

2. Tabulasi Silang Durasi Hemodialisis dengan OHI-S30

25

parahBerdasarkan Tabel 1. di atas diketahui bahwa jumlah subjek untuk ketiga kelompok

20151050< 1 1-3 > 3

OHI-S baik

OHI-S

sedang

OHI-S

buruk

durasi hemodialisis adalah sama, yaitu sebanyak

33 subjek (33,3%) pada setiap kelompok.

Seluruh subjek penelitian, yaitu 99 subjek (100%)

tidak merokok. Jumlah subjek yang tidak

Durasi Hemodialisis (tahun)Gambar 2. Diagram Batang Tabulasi Silang Durasi

Hemodialisis dengan OHI-S. Keterangan: OHI-S baik

= skor 0,0-1,2; OHI-S sedang = skor 1,3-3,0; OHI-S

buruk = skor 3,1-6,0.

Pada Gambar 2. terdapat hasil tabulasisilang antara durasi hemodialisis dengan OHI-S yang menunjukkan bahwa OHI-S buruk paling banyak dialami oleh kelompok dengan durasi hemodialisis >3 tahun.

3. Tabulasi Silang Periodontitis dengan OHI-S Tabel 2. Tabel Periodontitis dengan OHI-S

diabetes melitus tidak dimasukkan dalam kriteria ekslusi.Oleh karena itu dilakukan uji analisis hubungan durasi hemodialisis dengan periodontitis tanpa memasukkan subjek yang memiliki riwayat diabetes melitus dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Hubungan Durasi Hemodialisis dengan Periodontitis (2)

Variabel Nilai pDurasi hemodialisis

0,024*PeriodontitisKeterangan: * = Uji chi-square, signifikansi: p < 0,05

Berdasarkan hasil uji chi-square pada Tabel 3.dan Tabel 4. antara durasi hemodialisis dengan periodontitis menunjukkan hubungan yang bermakna (p 3 tahun, yaitu 52,4%, periodontitis moderat terbanyak terjadi pada kelompok

Keterangan: * = Uji chi-square, signifikansi: p < 0,05

Diabetes melitus merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi terjadinya periodontitis, di pihak lain diabetes melitus merupakan salah satu etiologi tersering dari penyakit gagal ginjal kronik. Pada penelitian ini

dengan durasi hemodialisis 1-3 tahun, yaitu

41,0%, sementara subjek yang tidak mengalami periodontitis paling banyak terjadi pada kelompok dengan durasi hemodialisis < 1 tahun, yaitu sebesar 50,0%.

Periodontitis dapat terjadi pada pasien hemodialisis akibat kombinasi beberapa faktor, yaitu produksi vitamin D yang tidak adekuat akibat kerusakan ginjal yang dialami, kondisi xerostomia, serta kondisi oral hygiene yang

buruk.4,11 Pada penderita gagal ginjal kronik,terjadi penurunan produksi vitamin D, sehingga kelenjar paratiroid terstimulasi untuk mensekresi hormon paratiroid. Kadar vitamin D tidak dapat bertambah karena kerusakan nefron yang dialami, akibatnya hormon paratiroid, TNF dan

IL-I kemudian mengaktivasi terjadinya remodeling tulang.12Pada lain hal, kondisi xerostomia berkontribusi terhadap terjadinya periodontitis akibat penurunan kadar Imunoglobulin A pada saliva yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme penyebab terjadinya

periodontitis.13Oral hygiene merupakan faktor penting dalam terjadinya periodontitis.Pasien hemodialisis memiliki prioritas yang rendah terhadap kesehatan dan kebersihan rongga mulut, baik dikarenakan oleh stres psikologis yang dialami pasien maupun karena terapi hemodialisis yang

dijalani sangat menyita waktu.9Sebagaimana hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa tidak ada subjek yang memiliki OHI-S baik. Jumlah subjek terbanyak adalah yang memiliki OHI-S buruk, yaitu 66,7%. Kelompok yang memiliki OHI-S buruk terbanyak adalah kelompok dengan durasi hemodialisis > 3 tahun, yaitu 37,9%. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang 4,9,10Diabetes melitus merupakan faktor risiko periodontitis, di sisi lain diabetes melitus merupakan salah satu etiologi dari gagal ginjal kronik.14 Pada penelitian ini diabetes melitus tidak dimasukkan dalam kriteria eksklusi untuk

menghindari kurangnya jumlah subjek penelitian

dikarenakan diabetes melitus merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik.Oleh karena itu,Diabetes melitus menjadi faktor pengganggu dalam penelitian ini. Riwayat diabetes melitus ditentukan dari diagnosis dokter bagian penyakit dalam di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin sebagaimana yang tertera pada rekam medik pasien. Dari 99 subjek terdapat 22 subjek dengan riwayat diabetes melitus dan

seluruhnya mengalami periodontitis.15Merokok juga merupakan salah satu faktor risiko dari periodontitis.Akan tetapi pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada subjek yang memiliki kebiasaan merokok. Hal ini diakui pasien bahwa mereka berhenti merokok semenjak didiagnosis menderita gagal ginjal kronik oleh dokter bagian penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Berdasarkan hasil uji chi-square, pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara durasi hemodialisis dengan periodontitis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh (p < 0,05).

Pengujian dilakukan kembali dengan mengekslusikan subjek yang memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, kemudian didapatkan hasil yang serupa.Durasi hemodialisis dikaitkan dengan oral hygiene yang buruk sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya periodontitis.Oral hygiene ditemukan semakin buruk seiring

dengan bertambahnya durasi hemodialisis akibat perilaku yang mengabaikan kebersihan rongga mulut pada pasien hemodialisis.4,6,95. SIMPULANBerdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara durasi hemodialisis dengan periodontitis pada pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh..

6. SARANBagi instansi kesehatan, diharapkan agar dapat mensosialisasikan penyakit periodontal sebagai salah satu penyakit yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik, serta mengedukasi pasien agar dapat lebih menjaga kebersihan dan kesehatan rongga mulut.

DAFTAR PUSTAKA1. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. Oral and dental aspect of chronic renal failure. Journal of Dental Research.2005; 84(3): 199-208.

2. Cerver AJ, Bagn JV, Soriano YJ,

8. Marakoglu I, Gursoy UK, Demirer S, Sezer H. Periodontal status of chronic renal failure patients receiving hemodialysis. Yonsei Medical Journal.2003; 44(4): 648-52.

9. Sekiguchi RT, Pannuti CM, Silva HT, Pestana JO, Rumito GA. Decrease in oral health may be associated withlength of time since beginning dialyisis. Spec Care Dentist.2012; 32(1):

7-9.

10. Cengiz MI, Sumer P, Cengiz S, Yavuz U. The effect of the duration of the dialysis patients on dental and periodontal findings. Oral Disease.2009;

15: 339-340.

11. Akar H, Akar GC, Carrero JJ, Stenvinkel P, Lindholm B. Systemic consequences of poor oral health in chronic kidney disease patients. Clin J Am Soc Nephrol. 2011; 6: 218-26.

12. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus

NL. Dental Management of MedicallythRoda RP. Dental management in renal failure: patient on dialysis. Med Oral

Compromised Patient. 6

Mosby; 2002.p.149.

ed. Missouri:

Patol Oral Cir Bucal.2008; 13(7): E419-

26.

3. DeRossi SS, Cohen DL. Renal Disease.In: Greenberg MS, Glick M, Ship JA, editors. Burkets Oral Medicine. 11th ed. Hamilton: BC Decker; 2008.p.363-65.

4. Bhatsange A, Patil SR. Assessment of

13. Marcotte H, Lavole MC. Oral microbial

ecology and the role of salivary immunoglobulin a. Microbiology and Molecular Biology Review.1998: 71.

14. Novak KF, Novak MJ. Risk Assessment.

In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold

PR, Carranza FA, editors. Carranzasthperiodontal health status in patients

Clinical Periodontology. 10

ed.

undergoing renal dialysis: a descriptive, cross-sectional study. Journal of Indian Society of Periodontology.2012; 16(1):

41

5. Gavalda C, Bgan JV, Scully C, Silvestre FJ, Milian MA, Jimenez Y. Renal Hemodialysis Patients: Oral, Salivary, Dental and Periodontal Findings in 105 adult cases. Oral Disease.1999; 5: 300-

1

6. Bayraktar G, Kurtulus I, Duraduryan A, Cintan S, Kazancioglu R, Yildiz A, et al. Dental and periodontal findings in hemodialysis patients. Oral Disease.2007; 13:395.

7. Eickholz P. Clinical Periodontal Diagnosis: Probing pocket depth, vertical attachment level and bleeding on probing. Perio.2004; (1): 75-80.

Philadelphia: Saunders Elsevier;

2006.p.602-4.

15. Mittal M, Teeluckdharry. Prevalence of Periodontal Disease in Diabetic and Non-diabetic Patients- A Clinical Study. Journal of Epidemiology.2011;10(1).

ResearchABSTRAK

AKTIVITAS ANTIBAKTERI TEPUNG CACING TANAH (Lumbricus rubellus) TERHADAP Enterococcus Faecalis SECARA IN VITRODian R. Rinanda1, Andi Y. Daulay11Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Jln. Tgk. Tanoh Abee Kompleks FK Unsyiah

Darussalam, Banda Aceh 23111

Email: [email protected]

Latar Belakang: Enterococcus faecalis adalah bakteri anaerob fakultatif yang dapat menyebabkan infeksi periapikal sekunder dan sangat resisten terhadap berbagai bahan antimikroba yang biasa digunakan pada perawatan saluran akar. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) mengandung peptida antibakteri Lumbricin-1 dan diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram negatif dan jamur, namun sangat jarang menyebabkan timbulnya resistensi. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri tepung cacning tanah (Lumbricus rubellus) terhadap Enterococcus faecalis secara in vitro. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris yang bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri Lumbricin-1 dari tepung cacing tanah terhadap pertumbuhan E. faecalis secara in vitro. Enterococcus faecalis dikultur pada media CHROMagar VRE dan diinkubasi secara anaerob selama 24-48 jam pada suhu 37C. Bakteri diidentifikasi dengan melihat warna koloni bakteri yang tumbuh pada media CHROMagar VRE dan pewarnaan Gram, sementara uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram. Hasil Penelitian: Hasil analisis statistik dengan one way ANOVA dan uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara masing-masing kelompok perlakuan. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tepung cacing tanah memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap pertumbuhan E. faecalis.Katakunci: Enterococcus faecalis, Lumbricus rubellus, peptida antibakteri, Lumbricin-1ABSTRACTBackground: Enterococcus faecalis is a facultative anerobic bacterium which can cause secondary periapical infection and is very resistant to numerous antimicrobial substances normally used during the root canal treatment. Earthworm (Lumbricus rubellus) possess antimicrobial peptide, known as Lumbricin-1 which is known to hinder the growth of Gram positive and Gram negative bacteria as well as fungi, but rarely caused resistance. Objectives: This study was conducted to observe the antibacterial activity of earthworm powder (Lumbricus rubellus) towards Enterococcus faecalis in vitro. Methods: This research was an experimental laboratory study conducted to observe the antibacterial activity of Lumbricin-1 contained in earthworm powder towards the growth of E. faecalis in vitro. Enterococcus faecalis was cultured on CHROMagar VRE media and incubated anaerobically for 24-48 hours in the temperature of 37C. The bacterium was identified by observing the colour of the colony of the bacterium growing on the CHROMagar VRE medium and Gram staining, while antibacterial activity test was performed using disk diffusion method. Results: Statistical analysis using one way ANOVA and Duncan test showed that there was a significant difference (p < 0,05) between test and control group. Conclusion: The result of the study showed that earthworm powder possessed strong antibacterial activity towards the growth of Enterococcus faecalis.Keywords: Enterococcus faecalis, Lumbricus rubellus, antimicrobial peptide, Lumbricin-11. PENDAHULUAN Enterococcus faecalis merupakan bakteri

Gram positif fakultatif anaerob dengan prevalensiBIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013 8resistensi antibiotik yang semakin meningkat.1Bakteri ini ditemukan pada 4-40% infeksi endodontik primer namun sering ditemukan dalam jumlah yang banyak pada gigi paska perawatan endodontik dengan lesi periapikal

yang persisten.17 Enterococcus faecalis memiliki

kemampuan untuk melekat di dinding saluran akar dan membentuk biofilm sehingga lebih resisten terhadap fagositosis, antibodi dan

antibakteri yang diberikan.2 Selain sebagai

penyebab kegagalan perawatan saluran akar, E. faecalis juga dikenal sebagai patogen bagi manusia dan menjadi penyebab dari 80% infeksi

yang biasa disebabkan oleh Enterococci.4Prevalensi resistensi E. faecalis yang semakin tinggi telah menjadi suatu permasalahan serius di bidang kedokteran, khususnya

kedokteran gigi.4 Tingginya jumlah E. faecalisyang ditemukan pada saluran akar paska perawatan endodontik telah lama dikaitkan dengan kegagalan perawatan itu sendiri.3 Salah satu upaya yang kerap dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan

melakukan penelitian mengenai bahan-bahan alami yang bersifat antibakteri. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan salah satu bahan alam yang diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh enelitian yang dilakukan Cho et al. pada tahun 1998 telah berhasil mengisolasi peptida yang bersifat

antibakteri dari cacing tanah.5,6Aktivitas antibakteri cacing tanah sebagian besar disebabkan oleh adanya peptida antibakteri yang berfungsi untuk melindungi cacing tanah dari mikroorganisme patogen yang hidup di lingkungan yang sama dengannya. Peptida antibakteri merupakan substrat yang sangat penting karena antibodi yang ada pada cacing tanah tidak cukup untuk mempertahankan

diri dari serangan mikroorganisme patogen.7,8

Lumbricin-1 merupakan peptida antibakteri yang telah berhasil diidentifikasi dari cacing tanah Lumbricus rubellus dan diduga bekerja dengan cara melubangi dinding sel bakteri dan dapat mengakibatkan kematian bakteri. Peptida ini terbukti mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

bakteri Gram negatif, Gram positif dan jamur.5Penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2012) membuktikan bahwa tepung cacing tanah (L. rubellus) dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%,

40% dan 80% dalam pelarut akuades dapat menghambat pertumbuhan Shigella dysentriae. Biblio (2011) juga telah membuktikan bahwa tepung cacing tanah (L. rubellus) dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Salmonella typhii.9Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap E. faecalis. Pemilihan tepung cacing tanah dari spesies L. rubellus sebagai bahan alam yang akan diuji berdasarkan pada teori adanya senyawa peptida antibakteri yaitu Lumbricin-1 yang bersifat antibakteri. Senyawa ini diharapkan dapat menghambat pertumbuhan E. faecalis secara in vitro, sehingga dapat dikembangkan pada penelitian-penelitian selanjutnya.

2. METODEBahan dan alat yang digunakan adalah tepung cacing tanah dari spesies Lumbricus rubellus yang didapatkan dari LIPI Yogyakarta, kultur bakteri Enterococcus faecalis ATCC 29212 yang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, media CHROMagar VRE, media MHA, akuades, NaCl 0,9%, perangkat warna Gram, asam asetat

50%, Chlorhexidine (CHX) 2%, air steril, alkohol

70%, kertas cakram, anaerogen, timbangan analitik, gelas ukur, cawan petri, tabung reaksi,

jarum ose, labu Erlenmeyer, pipet Eppendorf, lampu spiritus, autoklaf, sterilisator, inkubator, kaleng, kapas lidi steril, vortex, jangka sorong

Kultur dan identifikasi E. faecalisdilakukan pada media CHROMagar VRE.14Kultur E. faecalis dilakukan dengan menggunakan teknik goresan (streaking). Goresan diambil dari biakan murni dengan jarum ose yang sebelumnya telah dipijarkan di atas lampu spiritus. Jarum ose yang telah mengandung biakan lalu digoreskan secara zig- zag di atas media CHROMagar VRE. Cawan petri yang telah digoreskan bakteri dimasukkan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah diisi dengan anaerogen, lalu diinkubasi dalam

inkubator selama 24 jam pada suhu 37C.15,16Koloni E. faecalis akan tampak berwarna biru toska di atas media CHROMagar VRE.10Langkah identifikasi selanjutnya dilakukan dengan pewarnaan Gram.21,22,23Pembuatan suspensi E. faecalis dilakukan dengan memindahkan 1-2 ose koloni E. faecalis dari cawan petri ke dalam tabung reaksi berisi larutan NaCl 0,9% dengan menggunakan jarum ose. Selanjutnya kekeruhan suspensi diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 625 nm dan nilai absorbansi 0,08-0,1 atau setara dengan

McFarland 0,5 atau 1,5x108 colony forming unit(CFU)/ml.15,17Pembuatan larutan tepung cacing tanah dilakukan dengan menambahkan 300 mg, 400 mg, 500 mg dan 600 mg dimasukkan dalam tabung reaksi steril. Sebanyak 2,5 ml asam asetat 50% ditambahkan pada tiap-tiap tabung lalu dihomogenkan dengan vortex selama 8 menit. Berikutnya ditambahkan lagi 2,5 ml asam asetat 50% pada setiap tabung dan divortex lagi selama 7 menit. Supernatan pada permukaan larutan diambil sebanyak 0,1 ml dengan

mikropipet dan dipindahkan ke tabung reaksi steril lainnya. Supernatan dicampurkan dengan

4,5 ml air steril dengan tujuan normalisasi asam asetat 50% hingga mencapai konsentrasi 1%.18Suspensi bakteri yang telah diukur kekeruhannya tadi diswab dengan menggunakan kapas lidi steril secara merata pada media MHA dan didiamkan selama 5 menit. Kertas cakram berdiameter 6 mm yang telah disediakan masing- masing direndam dalam 1 ml larutan tepung cacing tanah, CHX 2% dan asam asetat 1% selama 30 menit lalu diletakkan di atas media MHA dengan menggunakan pinset steril. Kertas cakram yang direndam dalam CHX 2% digunakan sebagai kontrol positif, sementara kertas cakram yang direndam dalam asam asetat

1% digunakan sebagai kontrol negatif. Selanjutnya media dimasukkan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah diisi dengan anaerogen, lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37C. Setelah 24 jam, zona terang yang terbentuk akan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Perlakuan akan dilakukan pengulangan

sebanyak 4 kali.6,16,17,18Hasil pengukuran yang didapat dinyatakan dalam satuan milimeter (mm) dan diinterpretasikan berdasarkan kategori daya hambat antibakteri menurut Davis dan Stout.19,20Data yang diperoleh dari penelitian ini akan

dianalisis menggunakan one way ANOVA yang kemudian akan dilanjutkan dengan uji Duncan.213. HASILHasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa tepung cacing tanah pada konsentrasi 300mg/5ml, 400mg/5ml, 500mg/5ml dan 600mg/5ml dalam pelarut asam asetat 50% dapat menghambat pertumbuhan E. faecalis. Berdasarkan klasifikasi Davis dan Stout, diameter zona hambat yang terbentuk dari

larutan tepung cacing tanah konsentrasi

300mg/5ml, 400 mg/5ml, 500mg/5ml dan

600mg/5ml dengan pelarut asam asetat 50% termasuk dalam kategori kuat dengan rata-rata diameter zona hambat 11,25 mm, 13 mm, 12,25 mm dan 11,75 mm.

Gambar 1. Hasil Uji Larutan Tepung CacingTanah terhadap E. faecalisPerlakuan X SDa

Tanah dengan Pelarut Asam Asetat 50% dan Kelompok Kontrol terhadap Enterococcus faecalis.Data pada Gambar 2 menunjukkan rata- rata diameter zona terang terbesar terdapat pada konsentrasi 400mg/5ml yaitu 13 mm, dan rata- rata diameter zona terang terkecil pada konsentrasi 300mg/5ml yaitu 11,25 mm, sedangkan pada kontrol negatif (asam asetat

1%) tidak terbentuk zona hambat. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS), hasil uji normalitas menunjukkan sebaran data pada keseluruhan konsentrasi larutan tepung cacing tanah normal. Selain itu pada hasil uji

homogenitas diperoleh nilai Sig. 0,077 yang

P0 (Asam asetat 0,1%) 0,00

P1 (Larutan tepung cacing

0,00

berarti nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa data tersebut homogen.tanah konsentrasi 300mg/5ml) P2 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 400mg/5ml) P3 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 500mg/5ml)

P4 (Larutan tepung cacing

11,25b 1,2613,00b 0,82

12,25b 0,96

b

Hasil uji one way ANOVA menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 172,655 lebih besar daripada nilai Ftabel yang bernilai 3,06 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima. Dengan kata lain tepung cacing tanah memiliki

11,75tanah konsentrasi 600mg/5ml)

0,50

aktivitas antibakteri yang nyata terhadap E.fecalis. Hasil uji Duncan penelitian ini dapatP5 (CHX 2%) 26,25c 2,50Rata-rata Zona Hambat Enterococcus faecalis Pada Berbagai Perlakuan30 26.25

20 11.25 13 12.25 11.7510 00

Gambar 2. Diagram Batang Zona Hambat

Berbagai Konsentrasi Larutan Tepung Cacing

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Aktivitas Antibakteri Tepung Cacing Tanah terhadap E. faecalis dengan Uji Duncan pada Taraf Kritis 5% Keterangan: Superscript huruf yang berbedamenunjukkan perbedaan yang nyata.

Tabel 1. menunjukkan bahwa semua konsentrasi uji menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol negatif (yang ditunjukkan dengan superscript yang berbeda). Hal ini menunjukkan bahwa kontrol negatif mampu menekan heterogenitas galat dan terlihat jelas

bahwa larutan tepung cacing tanah dalam berbagai konsentrasi memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. faecalis. Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 300mg/5ml, 400mg/5ml,

500mg/5ml dan 600mg/5ml menunjukkan aktivitas antibakteri yang sama. Aktivitas antibakteri yang paling kuat ditunjukkan oleh kontrol positif, yaitu CHX 2%.

4. PEMBAHASANKemampuan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) dalam menghambat pertumbuhan E. faecalis menunjukkan bahwa cacing tanah L. rubellus mengandung Lumbricin-

1 yang bersifat antibakteri.5,6 Hasil tersebut jugamenunjukkan bahwa konsentrasi larutan tepung cacing tanah yang tinggi tidak selalu menghasilkan diameter zona hambat yang besar pula. Pada konsentrasi 300mg/5ml tepung cacing tanah yang digunakan lebih sedikit dibandingkan yang lain, begitu juga peptida yang terlarut sehingga aktivitas antibakterinya lebih sedikit dibandingkan yang lain. Aktivitas antibakteri meningkat pada konsentrasi 400mg/5ml, namun kembali menurun pada konsentrasi 500mg/5ml dan 600mg/5ml. Penurunan aktivitas ini disebabkan oleh kadar tepung cacing tanah yang terlalu tinggi dibandingkan dengan pelarutnya, sehingga larutan menjadi jenuh dan sulit untuk

larut.6Kelarutan peptida sangat bergantung pada faktor karakteristik pelarut dan zat terlarut merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Lumbricin-1 adalah peptida yang bermuatan +1 yang dibentuk dari 10 asam amino bermuatan positif dan 9 asam amino yang

bermuatan negatif.7 Peptida yang memiliki

muatan +1 atau lebih hanya akan larut dalam larutan yang bersifat asam. Oleh sebab itu pada

penelitian digunakan pelarut yang bersifat asam, yaitu asam asetat.22Hidrofobisitas Lumbricin-1 menentukan aktivitas antibakteri yang dimilikinya, karena hidrofobisitasnya akan berhubungan secara langsung dengan cara pelarutannya. Lumbricin-1 merupakan peptida yang 22% molekulnya

bersifat hidrofobik.5 Peptida yang

hidrofobisitasnya 2Pengharum >2Pemanis >2Pewarna & pengawet 5

Pasta gigi juga mengandung bahan aktif yang dapat mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut. Di bawah ini adalah tabel mengenai kandungan bahan aktif yang biasa diaplikasikan ke dalam pasta gigi:

Tabel 3. Kandungan dan Fungsi Bahan Aktif dalam Pasta Gigi 19Kandungan Bahan Fungsi

Enzim bromelin termasuk dalam golongan enzim protease sulfihidril, yang artinya

memiliki residu sulfidril (sistenil dan histidil) pada

Potassium nitrat, sodium sitrat, stronsium klorida

Pirofosfat, triklosan, zinc citrate

Mengurangi hipersensitivitas dentin

Mengurangi plak dan kalkulus supragingiva

lokasi aktif.12 Susunan asam amino yang mengandung gugus sistein pada sisi aktifnya. Pemutusan atau pembentukan ikatan kimia didahului dengan pembentukan ikatan dengan substrat, seperti reaksi berikut.

E + S ES E + PE adalah enzim, S merupakan substrat,Triklosan, fluor Mengurangi

inflamasi gusi

ES berupa kompleks enzim-substrat, dan Padalah produk yang terbentuk.Peroksida, sodium tripolifosfat, sodium heksaametafosfat

3. PEMBAHASAN

Mengurangi pewarnaan pada permukaan gigi

Adanya ikatan sistein dengan asam amino pelikel (arginin dan glutamin) mengakibatkan terbentuknya asam amino lain yang menyebabkan putusnya rantai media

perlekatan bakteri. Dengan demikian fungsiEnzim bromelin sebagai enzim proteolitik yang dapat mengurai atau memecah molekul protein komplek menjadi senyawa lebih sederhana yaitu ikatan peptida dan asam

amino.20 Penambahan enzim bromelin dalam

pasta gigi berperan sebagai zat aktif antiplak. Sifat proteolitik enzim bromelin mampu memecah molekul protein komplek menjadi senyawa lebih sederhana yaitu ikatan peptida dan asam amino yang ada pada pelikel yang digunakan sebgai

media perlekatan bakteri.21Plak merupakan awal dari timbulnya karies gigi dan penyakit periodontal lainnya. Pembentukan plak diawali dari adanya proses kolonisasi mikroorganisme yang berinteraksi dengan pelikel pada permukaan gigi. Pelikel akan mengadsorpsi protein saliva secara selektif

bersama dengan ion-ion Ca2+, F-, HPO 2-,

sehingga dapat melekat kuat pada permukaan gigi. Setelah adanya pelikel yang melapisi permukaan gigi, maka mikroorganisme akan melekat pada reseptor spesifik protein saliva dan

membentuk koloni.17

penambahan zat aktif enzim bromelin pada pasta gigi dapat mencegah terbentuknya plak.22Begitu pentingnya pencegahan plak pada permukaan gigi sehingga dalam kontrolnya memadukan upaya secara mekanis maupun kimiawi. Perubahan paradigma masyarakat tentang peralihan penggunaan bahan sintetis ke bahan alami atau herbal semakin menguat. Uji biokompabilitas enzim bromelin terhadap jaringan rongga mulut menunjukkan prosentase jumlah sel hidup sel BHK-21 antara 95,22%-2-

16% dengan kosentrasi enzim bromelin 10%-

40%. Sel BHK-21 merupakan jenis sel fibroblas penyusun jaringan ikat gingiva dan ligamen periodontal.234. SIMPULANBerdasarkan kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa enzim bromelin pada bonggol nanas berpotensi sebagai bahan antiplak pada pasta gigi melalui mekanisme penguraian media perlekatan bakteri pada permukaan gigi.

DAFTAR PUSTAKA1. Harris, NO. dan Garcia-Godoy, F. 2004.

Primary Preventive Dentistry. New

Jersey: Pearson Education, Inc. h.123-

127.

2. Pujiastuti, Peni. 1997. Uji Biokompatibilitas Ekstrak Bonggol Nanas Sebagai Obat Kumur. Tesis., Pascasarjana, Universitas Airlangga. Surabaya.

3. Caranza, FA. dan MG. 1990. Newman.

Clinical periodontology. Philadelpia: WB. Sauders Co.

4. Lehner, T. 1995. Imunologi padaPenyakit Mulut (Immunology of OralDiesease) Edisi 3. Jakarta: EGC.

5. Manson, J.D. dan B.M. Elley. 1993. Buku Ajar Periodonti (diterjemahkan: Anastasia) Ed. Ke-2, Jakarta: Hipokrates.

6. Sadoh, D. R., et al. Effect of Two Toothcleaning Frequencies on Periodontal Status in Patients with Advance Periodontitis. Jurnal Of Clinical Periodontology. 2004; 31: 470-474.

7. Freeman, B. A. 1985. Oral Microbiology, dalam Textbook of Microbiology. Ed 22. Philadelphia: WB Saunders Co. h. 711-

714.

8. Ruhadi, I. Efektifitas Pasta Gigi yang Mengandung Bahan Bubuk Kayu Siwak dalam Mengahambat Pembentukan Plak Gigi. Maj. Ked. Gigi (Dent J). 2004;

37(1):24-27.

9. Dahan M, Timmermen MF, Van Wilnkehoff AJ, Van der Velden U. The effect of periodontal treatment on the salivary bacterial load and early plaque formation. J.Clin Periodontal. 2004;

31:972-977.

10. Prahasti, C. Pengaruh Penggunaan Pasta Gigi Zinc Citrate/triclosan terhadap Pembentukan Plak pada Gigi. Maj. Ked. Gigi (Dent J). 2004; 37(4):154-156.

11. Reed, G. 1975. Enzymes in Food Processing 2 nd. Ed. New York: Academic Pres. h.146-148.

12. Tokkong, M.H. 1979. Proses Pelarutan Protein Ikan Secara Enzymatis. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

13. Chairunnisa, H. 1987. Isolasi Enzim Bromelin Kasar dari Bonggol Nanas dalam Biproses dalam Industri Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM dan Liberty. h.319-325.

14. Newman, M. G., Takei, H. H., Klokkevold, P.R., Carranza, F. A. 2006. Clinical Periodontology. Missouri: Saunders Elsevier. h.137,140,732-733.

15. Amerogen, A.V.N. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah bagi kesehatan gigi (diterjemahkan Abyono R). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. h. 95-125.

16. Jensen, J.L., M.S. Lamkin and F.G Openhaim. Adsorbtion of human salivary protein to hidroksiapatit:a comprasion Between Whole Saliva and Glandula Salivary Secretion.. J Dent RES. 1992.17. Sorensen, J.A. A rationale for comparison of plaque retaining properties of crown system. J. Prosth. Dent. 1989; 62: 264-269.

18. Cowley, M. T. 1981. Essentials Of Periodontology And Periodontics. London: Geoffrey. h.143.

19. Nield-Gehrig, J. S dan Willmann, D. E.

2008. Foundation Of Periodontics For The Dental Hygienist. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer Business. h.345.

20. Winarno, F. G. 1983. Enzim Pangan.Jakarta: Gramedia. h.25-26.

21. Suhermiyati, Sri dan S. J. Setyawati.

2005. Potensi Limbah Nanas Untuk Peningkatan Kualitas Limbah Ikan Tonggkol sebagai Bahan Pakan Unggas.Purwokerto: Animal Production. h.174-178.22. Heinicke, R. M. dan W.A. 1857. Gartner.

Stem Bromelin A New Protease Preparation From Pineapple Plants. Economic Botany.

23. Maduratna, E. 1997. Biokompatibilitas Gel Tetrasiklin Hidroklorida dan Pengaruhnya terhadap Terlepasnya Lapisan Smir pada Permukaan Akar. Tesis. Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya

LiteratureStudyABSTRAK

PENTINGNYA DATA STATUS KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA KARTU MENUJU SEHAT IBU HAMIL (UPAYA MENUNJANG PROGRAM MDGS 2015)Irma Ariany Syam1, Baiq Miftahul Fatia1, Andi Fatima T 11Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar

Correspondence: Universitas Hasanuddin

Kampus Tamalanrea, Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar

No.Hp:085255817617

Email: [email protected]

Tujuan keempat Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian anak dengan membuat strategi perbaikan kesehatan dan gizi ibu hamil. Kesehatan gigi dan mulut memberi peran penting dalam menentukan kesehatan bayi yang akan dilahirkan. Terdapathubungan antara infeksi periodontal dengan kejadian bayi berat lahir rendah kurang bulan (BBLR). Upaya mengurangi terjadinya BBLR dan prematur dapat dicegah dengan pemantauan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil dengan penambahan data status kesehatan gigi dan mulut pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Tujuan yang ingin dicapai dalam studi pustaka ini yaitu untuk mengetahui pentingnya data status kesehatan gigi dan mulut pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil sebagai upaya meningkatkan kesehatan ibu hamil agar melahirkan bayi yang normal dan sehat. Data status kesehatan gigi dan mulut yang dimaksud adalah tingkat kebersihan gigi dan mulut (Oral Hygiene).Secara klinis, tingkat kebersihan mulut dinilai dengan kriteria Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermilliont.Studi pustaka ini dapat dilakukan melalui tahap rancangan dan pembahasan, tahap realisasi, tahap sosialisasi dan pelatihan, tahap pelaksanaan di masyarakat. Penambahan data status kesehatan gigi dan mulut pada KMS Ibu hamil diharapkan dapat menurunkan angka kematian anak di Indonesia dengan membuat strategi peningkatan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil.

Katakunci: Millenium Development Goals, status kesehatan gigi dan mulut , Wanita hamil, BBLR

ABSTRACTThe fourth objective of the Millennium Development Goals (MDGs) is reducing child mortality rate by making an improvement strategy of health and nutrition in pregnant women. Oral health provides an important role in determining the health of newborn babies that will be born. There is a relationship between periodontal infections with an incidence of preterm low birth weight babies (LBW). Efforts to reduce the occurrence of low birth weight and prematurity can be prevented by monitoring the oral health of pregnant women with the addition of data on oral health status in the KM) of pregnant women. The aim of this study was to know the importance of data on oral health status in the KMS pregnant women as an effort to improve the health of pregnant women to birth normal and healthy babies. Data of oral health status used in this card is the level of oral hygiene. Clinically, the level of oral hygiene was assessed by criteria Simplified Oral Hygiene Index (OHI - S) of Greene and Vermilion. This literature study can be done through the design and discussion stage, the realization phase, socialization and training phase, the implementation phase in the community.Keywords: Millennium Development Goals, oral health status, pregnant women, Low Birth WeightBIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013 231. PENDAHULUANMillenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen nasional dan global dalam upaya lebih menyejahterakan masyarakat. Saat ini, tersisa waktu sekitar 2 tahun bagi negara berkembang anggota PBB termasuk Indonesia untuk menyelesaikan dan mengupayakan pencapaian delapan tujuan pembangunan MDGs mencakup: (1) Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan; (2) Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua; (3) Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan; (4) Menurunkan Angka Kematian Anak; (5) Meningkatkan Kesehatan Ibu; (6) Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya; (7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup; dan (8) Membangun Kemitraan Global untuk

Pembangunan.1Tujuan keempat MDGs adalah menurunkan angka kematian anak dengan membuat strategi perbaikan kesehatan dan gizi ibu hamil. Status kesehatan ibu hamil di Indonesia tergolong masih rendah. Status kesehatan dan gizi ibu hamil memberi peran penting dalam menentukan berat lahir dan masa

depan kesehatan bayi.2Selain status gizi dan

kesehatan umum, kesehatan gigi dan mulut juga memberi peran penting dalam menentukan kesehatan bayi yang akan dilahirkan.

World Health Organization (WHO) merancang Kartu Menuju sehat (KMS) ibu hamil untuk memberi jalan sederhana dalam menentukan adanya faktor risiko dalam mengontrol kesehatan ibu hamil. Tujuan utamanya yaitu membuat para tenaga kesehatan menyadari bahwa beberapa faktor risiko tinggi dapat dirujuk segera dan pemeriksaan yang sesuai segera dilakukan untuk mencegah

komplikasi kehamilan lebih lanjut.3Namun, isi dari

Kartu Menuju sehat (KMS) pada ibu hamil tidak

tercantum mengenai status kesehatan gigi dan mulut. Padahal, penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menganggu kesehatan ibu hamil dan akan berdampak pada bayi yang akan dilahirkan.

Kesehatan gigi dan mulut mempunyai peran penting dalam berbagai penyakit baik lokal maupun sistemik. Status kesehatan gigi dan mulut yang kurang dapat menyebabkan penyakit jaringan periodontal dan karies. Pada ibu hamil, penyakit periodontal yang sering diderita adalah gingivitis dengan prevalensi 60-70% dan

periodontitis dengan prevalensi 30%.4Offenbacher (1996) yang dikutip dalam Murthy (2012) melaporkan hubungan antara infeksi periodontal dengan kejadian bayi berat lahir rendah kurang bulan (BBLR). Pada ibu hamil dengan kebersihan gigi dan mulut yang kurang, rentan terkena infeksi. Perubahan pH saliva, pH cairan gingiva dan aktivitas hormon ibu hamil dalam cairan gingiva akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bakteri rongga mulut utamanya bakteri gram negatif yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya bayi berat lahir rendah (BBLR). Wanita hamil dengan periodontitis 3,58 kali berisiko melahirkan bayi

dengan berat rendah.5Para dokter menyatakan bahwa pencegahan penyakit gigi dan mulut, diagnosis dan penanganan awal terhadap masalah gigi dan mulut ibu hamil berpotensi menurunkan risiko bayi berat lahir rendah (BBLR) dan

premature.4Upaya mengurangi terjadinya BBLR

dan prematur dapat dicegah dengan pemantauan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil dengan penambahan data status kesehatan gigi dan mulut pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Ini merupakan ide yang sederhana namun bersifat aplikatif dalam meningkatkan kesehatan

ibu hamil sebagai strategi menurunkan angka kematian anak di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan studi pustaka untuk mengetahui pentingnya data status kesehatan gigi dan mulut pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil sebagai upaya meningkatkan kesehatan ibu hamil agar melahirkan bayi yang normal dan sehat.

Manfaat dari studi pustaka ini yaitu: (1) meningkatkan pengetahuan penulis mengenai masalah gigi dan mulut pada ibu hamil yang akan berdampak pada bayi yang akan dilahirkan sehingga menstimulus penulis untuk turut serta dalam memberikan solusi terhadap masalah yang ada; (2) meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut ibu hamil; (3) meningkatkan peranan dokter gigi dalam mencegah dan memperbaiki taraf kesehatan gigi masyarakat, khususnya ibu hamil; (4) menunjang program pemerintah dalam pencapaian target Millennium Developmental Goals (MDGs)

2. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Kartu Menuju Sehat Ibu HamilIde membuat Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil berasal dari Kartu Menuju Sehat anak yang telah diterima dengan baik dan terbukti cukup berhasil sebagai alat bantu kesehatan. Beberapa adaptasi lain di berbagai negara yang berbeda telah mencantumkan keterangan tentang imunisasi, keluarga berencana, dan perkembangan psikososial telah terbukti kegunaannya untuk tujuan monitoring.World Health Organization (WHO) merancang Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil ini untuk memberi jalan sederhana dalam menentukan adanya faktor risiko dalam mengontrol kesehatan ibu hamil.Kartu ini diisi oleh bidan terlatih, perawat

atau asisten tenaga kesehatan.3

Kartu menuju sehat ibu hamil adalah sebagai alat penyuluhan ibu hamil dan alat komunikasi antar pemberi pelayananantenatal. KMS membantu dalam mendeteksi Pre-eklamsi,

anemia dan resiko tinggi kehamilan lainnya.6Kartu menuju sehat ibu hamil adalah suatu bentuk kartu yang disimpan oleh ibu sendiri yang memberikan informasi tentang kesehatan seorang wanita sebelum kehamilan pertama, selama kehamilan, persalinan, masa nifas dan masa antara kehamilan berikutnya serta status

keluarga berencana.7KMS ibu hamil terdiri atas; Identitas ibu dan kotak untuk memberikan tanda dengan huruf R bagi ibu beresiko tinggi (dibagian kanan atas halaman muka); pemantauan kehamilan; kurva KMS ibu hamil; catatan bagi petugas kesehatan; dan bahan penyuluhan untuk ibu.KMS ibu hamil bermanfaat sebagai alat untuk memantau kesehatan ibu hamil, gizi, pertumbuhan ibu hamil, berat badan, tekanan darah, denyut jantung janin, hemoglobin (Hb). Pemberian tablet Fe, pemberian Tetanus Toxoid (TT), letak janin sebagai cacatan bagi petugas kesehatan dan juga bermanfaat sebagai alat penyuluhan

kesehatan ibu.82.2 Penyakit Periodontal pada Ibu HamilPenyakit periodontal adalah infeksi bakteri gram negatif anaerob dalam rongga mulut yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan pendukung gigi. Penyakit periodontal dapat menyebabkan inflamasi intra uterin dan kelahiran

premature.9 Wanita hamil dengan periodontitis

3,58 kali berisiko melahirkan bayi dengan berat rendah.5Kebersihan gigi dan mulut rendah dapat menimbulkan infeksi pada gigi maupun pada jaringan periodontium seperti gingivitis maupun periodontitis. Infeksi dapat menyebar secara

sistemik dan menyebabkan peningkatan mediator proinflamasi yang akan mempengaruhi kejadian bayi BBLR kurang bulan.10 Penelitian di bidang epidemiologi menunjukkan infeksi oral seperti gingiva dan

periodontitis merupakan sumber infeksi dan inflamasi yang signifikan selama kehamilan dan menyatakan bakteri anaerob gram negatif dapat menyebabkan bakterimia yang menginduksi komplikasi kehamilan seperti prematur dan bayi

berat lahir rendah.11Perubahan komposisi plak subgingiva selama kehamilan disebabkan oleh lingkungan mikro subgingiva yang berubah akibat meningkatnya akumulasi progesteron aktif yang metabolismenya berkurang selama kehamilan. Rasio bakteri anaerob meningkat dibanding bakteri aerob, dalam hal ini adalah Bacteroidesmelaninogenicus dan Prevotella intermedia.5Pada kehamilan trimester kedua terjadi peningkatan jumlah bakteri anaerob gram negatif pada plak gigi.Pada saat kondisi oral hygiene kurang baik, bakteri periodontal berakumulasi di daerah servikal gigi dan membentuk suatu struktur yang dikenal sebagai bacterial biofilm. Patogen periodontal yang diduga memiliki hubungan dengan berat lahir rendah kurang bulan adalah treponema denticola, Porphyromonas gingivalis, Bacteriodes forsythusdan actinobacillus actinomycetemcomitans.12Keberadaan bakteri dalam sirkulasi darah akan merangsang host membentuk respon inflamatori secara sistemik. Hal ini akan menciptakan daerah rentan bakteri dan memungkinkan terjadinya infeksi dan meningkatnya produksi sitokinin inflamatori. Bakteri periodontal dan sitokinin inflamatori akan melewati plasenta dan masuk ke sirkulasi janin. Jika janin tidak dapat mengontrol infeksi ini, akan terbuka akses untuk bakteri ke berbagai jaringan

ikat tubuh, merangsang respon inflamatori lokal dan peningkatan kadar sitokinin IL-1, TNF-, IL-

6 dan PGE2. Kadar interleukin menyebabkan perubahan pada bentuk plasenta terutama daerah yang berfungsi dalam pertukaran zat gizi antara ibu dan janin. Sebagai akibatnya, terjadi kerusakan struktur jaringan ikat tubuh dan sistem organ janin sehingga dapat menyebabkan

gangguan perkembangan janin.10

Gambar 1. Grafik Hubungan Status Periodontal

Ibu dengan Kejadian BBLR.93. PEMBAHASANUpaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil yaitu dengan melakukan upaya promotif dan preventif melalui program Dental Health Education (DHE) baik pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil maupun buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) berupa menyikat gigi dua kali sehari dan menjaga pola makan. Akan tetapi, kesehatan gigi dan mulut ibu hamil tidak dapat dikontrol dengan baik karena tidak ada data yang menunjukkan status kesehatan gigi dan mulut, hanya menyarankan menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.

Data status kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu hal yang penting ditambahkan pada Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu hamil dengan mempertimbangkan bahwa penyakit

periodontal pada ibu hamil merupakan risiko terjadinya BBLR dan prematur.Hal ini dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut ibu hamil sehingga masalah kesehatan gigi dan mulut dapat dikontrol dengan adanya data pada KMS tersebut.

Data status kesehatan gigi dan mulut yang dimaksud adalah tingkat kebersihan gigi dan mulut (Oral Hygiene).Secara klinis, tingkat kebersihan mulut dinilai dengan kriteria Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermillion. Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan debris dan kalkulus Pada kartu menuju sehat ditambahkan kolom data sebagai berikut:

Gambar 2. Data OHI-S (Tingkat

Kebersihan Gigi dan Mulut) pada KMS Ibu Hamil

Data tersebut diisi oleh tenaga kesehatan gigi (dokter gigi, perawat gigi atau asisten dokter terlatih) dengan tata cara pengisian sebagai berikut:

1. Pada tiap kolom DI-S (Debris Index Simplified) maupun CI-S (Calculus Index Simplified) dilakukan pemeriksaan pada tiap gigi berikut:

Gigi 16 pada permukaan bukal Gigi 11 pada permukaan labial Gigi 26 pada permukaan bukal Gigi 36 pada permukaan lingual Gigi 31 pada permukaan labial Gigi 46 pada permukaan lingual

Kolom diisi berdasarkan kriteria angka yang tertera dalam tabel berikut:

Tabel 1. Kriteria Debris Index Simplified (DI-S)

oleh Green dan Vermillion

Skor Kondisi0 Tidak ada debris atau stain.

1Plak menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal, atau terdapat stain ekstrinsik di permukaan yang diperiksa.

2Plak menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa

3Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa.

Tabel 2. Kriteria Calculus Index Simplified(CI-S)

oleh Green dan Vermillion

Skor Kondisi0 Tidak ada kalkulus.

1Kalkulus supragingiva menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal yang diperiksa.

2Kalkulus supragingiva menutup tidak lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa, atau ada bercak- bercak kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi.

3Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 2/3 permukaan atau ada kalkulus subgingiva yang kontinu disekeliling servikal gingiva.

2. Setelah mengisi data pada kolom.

Selanjutnya adalah menjumlahkan data OHI-S diperoleh dari penjumlahan Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI), sehingga perolehan nilai tersebut dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:

OHI-S = Debris Index (DI) + Calculus Index (CI)

3. Selanjutnya mengisi kriteria pada data dengan kriteria sebagai berikut:

Kriteria OHI-S (jumlah dari debris scoredengan calculus score) mengikuti ketentuan sebagai berikut:

Baik: Jika nilainya antara 0,0 1,2

Sedang: Jika nilainya antara 1,3 3,0

Buruk: Jika nilainya antara 3,1 6,0

Implementasi gagasan ini dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, diantaranya:

1. Kementrian KesehatanKeterlibatan pemerintah khususnya kementerian kesehatan dengan mengelurkan kebijakan penambahan status kesehatan gigi dan mulut pada KMS ibu hamil di Indonesia sehingga Ibu hamil mengetahui pentingnya kesehatan gigi dan mulut dalam menjaga kesehatan janin dan kesehatan ibu hamil itu sendiri.

2. Dinas KesehatanKeterlibatan Dinas Kesehatan dalam implementasi gagasan ini adalah sebagai badan sosialisasi mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut ibu hamil yang diimplematasikan dengan menambah status kesehatan gigi dan mulut pada KMS ibu hamil ke tenaga kesehatan pada daerah kerja dinas kesehatan masing- masing.

3. Rumah Sakit, Puskesemas,Puskesdes, dan PosyanduRumah sakit, puskesemas, puskesdes, dan posyandu merupakan tempat-tempat pemeriksaan maka perlu instansi tersebut mengetahui pentingnya kesehatan gigi dan mulut ibu hamil sehingga tenaga kesehatan yang bekerja pada instansi tersebut dapat melaksanakan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil.

Langkah yang harus ditempuh dalam mewujudkan penambahan data kesehatan gigi

dan mulut pada KMS ibu hamil yaitu melalui tahap-tahap berikut:

1. Tahap Rancangan dan PembahasanRancangan dan pembahasan mengenai penambahan data kesehatan gigi dan mulut pada KMS ibu hamil di stakeholder departemen kesehatan.

2. Tahap RealisasiPencetakan Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu hamil yang baru.

3. Tahap Sosialisasi dan PelatihanSosialisasi dan pelatihan kepada tenaga kesehatan mengenai adanya penambahan data kesehatan gigi dan mulut pada KMS ibu hamil dan pelatihan cara mengisi data tersebut.

4. Tahap Pelaksanaan di Masyarakat

Pelaksanaan di masyarakat diwujudkan dengan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut oleh tenaga kesehatan terhadap ibu hamilsehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu hamil secara keseluruhan.

5. SIMPULANStudi pustaka yang diajukan adalah penambahan data kesehatan gigi dan mulut khususnya tingkat kebersihan gigi dan mulut (oral hygiene) pada Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu hamil sebagai upaya menunjang program Millennimum Development Goals (MDGs). Gagasan ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut ibu hamil sehingga dapat melahirkan bayi yang normal dan sehat.

Teknik implementasi yang dilakukan untuk mewujudkan studi pustaka ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: tahap rancangan dan pembahasan, tahap realisasi, tahap sosialisasi dan pelatihan, tahap pelaksanaan di masyarakat.

Penambahan data status kesehatan gigi dan mulut pada Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu hamil diharapkan dapat menurunkan angka kematian anak di Indonesia dengan membuat strategi peningkatan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil.

6. SARANPerlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan Kartu Menuju Sehat pada beberapa instansi Kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA16. BAPPENAS. Pedoman penyusunan rencana aksi percepatan pencapaian tujuan MDGs di daerah (RAD MDGs);

2010 Hal. 3. [Diakses pada 6 Januari

2013]. Available from: http://gizi.depkes.go.id/wp- content/uploads/2011/10/ped- pencapaian-RAD-MDGs.pdf17. BAPPENAS. Peta jalan percepatan tujuan pembangunan milenium di Indonesia; 2-1- Hal.139. [diakses pada

15 Januari 2013]. Availablefrom:

http://www.bappenas.go.id/node/118/2814/peta-jalan-percepatan-pencapaian- tujuan-pembangunan-milenium-di- indonesia/18. WHO. Alih bahasa: Agnes Kartini. Kartu menuju sehat ibu hamil: penuntun untuk pengembangan, adaptasi, dan evaluasi. Jakarta: EGC; 1996.

19. Hugh, et. al. Oral Health during pregnancy. American Family Physician

2008;77(8): 1140-4.

20. Murthy S, Mubashir A, Kodkany.Pregnancy periodontitis and low birth weight: A cohort study in Rural

Belgaum, India. GJMEDPH

2012;1(4):42-8.

21. DepKes RI. Penilaian Risiko Antenatal DanPengobatan, Modul 11, Edisi Keenam. Jakarta: Dep. Kes. RI; 1999.

22. DepKes RI. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar, Edisi ke Delapan. Jakarta: Dep. Kes, RI;

1996.

23. DepKes RI. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS- KIA) dalam modul. Pendidikan dan Pelatihan Jarak Jauh Bidan. Jakarta: Dep. Kes, RI; 1998.

24. Sumidarti A. Hubungan kadar endotelin-

1 (ET-1) dengan interleukin (IL-1) di dalam tali pusat dan cairan krevikular gingiva pada ibu yang melahirkan bayi bert lahir rendah. M.I.Kedokteran Gigi

2008; 23(3):103-6.

25. Santono O, Wildam ASR, Dwi R.

Hubungan kebersihan mulut dan gingivitis ibu hamil terhadap kejadian bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di RSUP Dr.Kariadi Semarang dan jejaringnya. M Med Indones

2009;43(6):288-93.

26. Lopez NJ, Smith PC, Gutierrez J.

Periodontal Therapy May Reduce the Risk of Preterm Low Birth Weight in Women with Periodontal Disease: A Randomized Controlled Trial, J Periodontol 2002; 73: 911-924.

27. Ervina I, Ellisa W. Pengaruh periodontitis terhadap kesehatan bayi yang dilahirkan. Dentika Dental Journal2012;15(1):79-81.

LiteratureStudyABSTRAK

ORT-CARD (ORTHODONTIC CARD) SEBAGAI UPAYA MELINDUNGI MASYARAKAT TERHADAP KESALAHAN PERAWATAN AKIBAT PEMASANGAN KAWAT GIGI ILEGALIrma Ariany Syam,1 Akmalia Rosyada,1 Ayu Putri Djohan11Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar

Correspondence:Universitas Hasanuddin

Kampus Tamalanrea, Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar

Email: [email protected] / No.Hp:085255817617

Kawat gigi/ Kawat ortodonti merupakan alat dalam kedokteran gigi yang dipakai untuk merapikan susunan gigi dan memperbaiki hubungan antara gigi di rahang atas dan rahang bawah. Kawat gigi yang semula berfungsi untuk merapikan susunan gigi, saat ini bisa dipakai untuk fashion. Maraknya penggunaan kawat gigi menyebabkan merajalelanya tempat-tempat praktik ilegal pemasangan kawat gigi di masyarakat, baik yang menamakan diri sebagai tukang gigi, ahli gigi, ahli behel, maupun di salon-salon kecantikan. Hal ini dapat merugikan masyarakat karena tindakan yang dilakukan tidak sesuai prosedur medis. Tingginya minat masyarakat dalam pemasangan kawat ortodonti serta alat dan bahan yang dijual bebas merupakan dua hal yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap menjamurnya praktik-praktik ilegal. Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah melindungi masyarakat terhadap kesalahan perawatan akibat pemasangan kawat ortodonti ilegal. Penulis mengajukan usulan untuk membatasi penjualan dan pemasaran alat dan bahan ortodonti dengan menggunakan Ort-Card (Orthodontic Card). Orthodontic Card merupakan syarat mutlak dalam pembelian alat dan bahan ortodonti sehingga yang tidak memiliki kartu tersebut, tidak berhak membeli alat dan bahan ortodonti sehingga tidak ada lagi kesempatan berlangsungnya praktik ilegal. Diharapkan derita masyarakat akibat kesalahan pemasangan yang dilakukan oleh praktik pemasangan kawat ortodonti ilegal dapat diatasi.

Katakunci: Kawat ortodonti, praktik illegal, Orthodontic CardABSTRACTBraces / orthodontic wire are a tool used in dentistry to straighten the teeth and improve relations between upper teeth and lower teeth. Which initially serves braces to straighten the teeth, this time can be used for fashion. Widespread use of braces causing widespread illegal practice places pairs of braces in the community, both calling themselves the handyman teeth, dental specialists, experts stirrup, and in beauty salons. This can be detrimental to the community because of the actions taken are not appropriate medical procedures. High public interest in the installation of orthodontic wire and the tools and materials available commercially are two things that cause a negative effect on the proliferation of illegal practices. The aim in writing this paper is to protect the public against errors orthodontic treatment due to illegal wiring. The author proposes to restrict sales and marketing tools and orthodontic materials using Ort - Card (Orthodontic Card). Orthodontic Card is an absolute requirement in the purchase of tools and materials so that orthodontic not have the card, do not have the right to buy orthodontic tools and materials so that no chance the course of an illegal practice. It is expected that people suffer due to mounting errors committed by the illegal practice of orthodontic wiring can be overcomeKeywords: Wire orthodontic, illegal practices, orthodontic CardBIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013 301. PENDAHULUANKawat gigi atau kawat ortodonti merupakan alat kedokteran gigi yang digunakan untuk merapikan susunan gigi dan memperbaiki hubungan antara gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah. Hubungan gigi-geligi antara rahang atas dan rahang bawah yang tidak baik akan mempengaruhi fungsi pengunyahan dan selanjutnya akan berdampak pada gangguan pencernaan.

Kawat gigi yang semula berfungsi untuk merapikan susunan gigi, saat ini bisa dipakai untuk fashion khususnya di kawasan negara- negara Asia (Thailand, China, dan Indonesia). Behel atau kawat gigi dianggap sebagai bagian

dari fashion yang trendi1. Pengguna kawat gigi

atau dalam istilah kedokteran gigi disebut kawat ortodonti semakin banyak dan memasyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja.2Maraknya penggunaan kawat gigi menyebabkan merajalelanya tempat-tempat praktik pemasangan kawat gigi ilegal di masyarakat, baik yang menamakan diri sebagai tukang gigi, ahli gigi, ahli behel, asisten dokter gigi, maupun di salon-salon kecantikan. Hal ini tentu akan membahayakan dan merugikan masyarakat sehingga memperparah kondisi susunan gigi-geligi. Tingginya minat masyarakat dalam pemasangan kawat gigi serta alat dan bahan yang dijual bebas merupakan dua hal yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap menjamurnya praktik-praktik ilegal. Apabila tidak dilakukan penanganan terhadap pemasangan kawat ortodonti oleh bukan ortodontis maka tindakan ini bisa dianggap benar, hal ini sejalan dengan kaidah hukum die normative de craft des factisien. Sebagai contoh adalah pembuatan gigi tiruan oleh tukang gigi yang tidak akan bisa lagi dipidanakan karena telah berlangsung secara terus-menerus di masyarakat sejak lama tanpa

pernah ada yang merasa keberatan secara hukum. Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah melindungi masyarakat terhadap kesalahan perawatan akibat pemasangan kawat gigi ilegal.

Manfaat penulisan ini bagi pemerintah adalah sebagai solusi baru yang dapat diterapkan untuk mengurangi pemasangan kawat ortodonti oleh bukan ahli medis. Bagi masyarakat, dapat melindungi masyarakat terhadap kesalahan perawatan akibat pemasangan kawat gigi ilegal. Bagi penulis, dapat melatih berpikir kritis dalam menanggapi permasalahan yang terjadi di masyarakat.

2. PEMBAHASANBehel atau kawat gigi adalah alat yang dipakai untuk memperbaiki hubungan gigi geligi dan rahang yang tidak harmonis. Manfaat pemasangan kawat gigi adalah memperbaiki hubungan gigi-geligi yang tidak stabil, memperbaiki pengunyahan, memperbaiki pengucapan, dan mendapatkan keseimbangan

otot, serta estetika3. Tujuan utama pemasangan

kawat ortodonti adalah untuk mengevaluasi dan mencatat yang akan datang jika terjadi maloklusi (kelainan penguyahan) dalam mempersiapkan perawatan jika diindikasikan.4Perawatan ortodonti cekat atau yang

lebih dikenal di masyarakat pemasangan kawat gigi harus dipasang oleh dokter gigi spesialis ortodonti (ortodontis). Ortodontis adalah dokter gigi yang telah melanjutkan kuliah di bidang ilmu ortodonti yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana memperbaiki susunan gigi-gigi yang tidak teratur dan memperbaiki oklusi (hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah). Dokter gigi umum hanya diperbolehkan melakukan perawatan ortodonti lepasan bukan ortodonti cekat

dikarenakan pada tahap strasa 1 hanya mempelajari perawatan ortodonti lepasan.

Dalam hal praktik ilegal pemasangan kawat gigi, beberapa alumni perawat gigi telah berani membuka tempat praktik sendiri dengan memberikan jasa pemasangan kawat gigi. Lebih parah lagi, pemasangan kawat gigi dilakukan oleh tukang gigi yang tidak memiliki bekal ilmu kedokteran gigi terutama ortodonti cekat yang sesuai dengan kaidah medis, keterampilan tukang gigi hanya didapat secara turun menurun. Tukang gigi juga tidak memiliki ijazah atau surat izin yang resmi dari departemen kesehatan untuk

membuka praktik.5Tindakan pemasangan alat ortodonti cekat oleh bukan tenaga medis populer disebut pasang behel. Pemasangan behel atau kawat gigi oleh tenaga yang tidak ahli semakin marak akhir-akhir ini. Banyak iklan pemasangan dan penjualan kawat gigi dengan harga yang murah di berbagai tempat bahkan di jejaring sosial. Hal ini menunjukkan semakin banyaknya orang- orang yang tidak bertanggung dalam pemasangan perawatan ortodonti cekat. Hal ini merupakan masalah besar karena banyak masyarakat yang memilih pemasangan kawat gigi ke tukang gigi atau orang yang tidak berkompeten lainnya dibanding datang ke dokter gigi karena biaya pemasangan yang relatif lebih murah. Keadaan tersebut tentu amat membahayakan masyarakat yang ternyata belum paham, termasuk aparat kepolisian, bahwa pemasangan alat ortodonti cekat adalah suatu tindakan medis yang hanya boleh dilakukan oleh

dokter gigi spesialis ortodonti.6Bahaya pemasangan kawat gigi IlegalPemasangan kawat gigi ilegal baik tukang gigi, ahli gigi, dan ahli behel akan sangat berbahaya karena dilakukan tidak sesuai

prosedur medis. Adapun bahaya yang ditimbulkan yakni: Pemasangan alat ortodonti cekat (behel) dengan tujuan untuk variasi tanpa adanya suatu pencabutan gigi padahal diindikasikan dan tanpa melakukan rontgen foto

sebelum perawatan7. Bahaya pemasangan

kawat gigi menurut Gustaaf Kusno bisa menyebabkan sariawan, keracunan timbal (dari bahan kawat), dan gangguan saraf. 1Menurut drg. Zaura Rini, pemasangan behel oleh praktisi yang tidak berkompeten dapat menyebabkan infeksi baik dari infeksi ringan sampai berat, misalnya infeksi terjadi di jaringan mulut yang menyebar ke tulang gigi sehingga menyebabkan pembengkakan. Infeksi parah dapat terjadi pada ibu hamil yang menggunakan behel oleh dokter gigi yang berkompeten yaitu kelahiran prematur dan bayi lahir dengan berat

badan rendah8. Bahkan yang lebih

mengkhawatirkan lagi, alat-alat ortodonti dari pasien yang sudah selesai dirawat tersebut dilepas dan dapat dijual kembali. Kondisi barang bekas dengan mudahnya diperjualbelikan. Hal ini tentu menimbulkan resiko yang sangat tinggi

yaitu alat tidak steril.9Kawat gigi yang dipasang tidak sesuai prosedur akan menjadi penyebab gigi bergeser tidak sesuai dengan posisinya dan menimbulkan berbagai penyakit. Prosedur pemasangan kawat gigi yang dipasang bukan oleh dokter berkompeten belum tentu memenuhi standar. Pemasangan kawat gigi yang tidak dilakukan dengan benar akan berakibat terjadinya pergeseran gigi yang tidak diinginkan, gangguan penguyahan, dan dapat menimbulkan radang

gusi.10Pemberantasan tukang gigi sudah sejak lama dilakukan. Adanya "tindakan perawatan gigi" oleh bukan dokter gigi merupakan alasan Belanda mendirikan STOVIT di Surabaya karena

tindakan para Tandmeester (tukang gigi) yang membahayakan masyarakat. Masalah ini kemudian menjadi salah satu agenda perjuangan awal PDGI yang dipimpin Prof. Soeria Soemantri, sampai akhirnya berhasil mendesak Departemen Kesehatan RI untuk mengeluarkan Permenkes No. 53/DPK/69 tentang Pendaftaran dan Perizinan Tukang Gigi yang isinya adalah menghilangkan profesi tukang gigi secara alami

dengan cara tidak memberi izin tukang gigi baru6.

Cara ini tidak efektif karena saat ini tukang gigi semakin banyak dan perawatan yang dilakukan semakin berkembang seperti pemasangan kawat gigi yang saat ini sedang populer.

Peringatan-peringatan telah di lakukan oleh para dokter gigi namun tidak pernah dipedulikan. Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) drg. Zaura Rini Matram menuntut pengawasan dan tindakan yang lebih tegas dari pemerintah terhadap profesi tukang gigi yang bertindak di luar batas kewenangan. Akhirnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

1871/Menkes/Per/IX/2011 tentang pencabutan peraturan menteri kesehatan nomor

339/menkes/per/v/1989 tentang pekerjaan tukang gigi yang menyebutkan bahwa tukang gigi hanya berwenang membuat sebagian/seluruh gigi tiruan lepasan dari akrilik; dan memasang

gigi tiruan lepasan.9Di tengah kehidupan masyarakat yang fashionable dalam hal pemasangan kawat gigi menuntut masyarakat untuk memasang kawat gigi, baik untuk perawatan maupun hanya untuk gaya. Hal ini menyebabkan menjamurnya praktik ilegal ditambah lagi alat dan bahan yang mudah diperoleh di pasaran. Masalah ini memicu mahasiswa untuk berpikir kritis dalam menanggapi kondisi yang dapat merugikan masyarakat ini. Oleh karena itu, penulis

menawarkan sebuah solusi yakni pengadaan

Ort-Card (Orthodontic card/ Kartu Ortodonti).

Ort-card (Orthodontic card)Orthodontic Card merupakan gagasan baru yang ada di Indonesia. Gagasan ini didesain sebagai solusi untuk melindungi masyarakat terhadap kesalahan perawatan akibat pemasangan kawat gigi ilegal dengan melakukan pembatasan penjualan dan pemasaran alat dan bahan ortodonti sehingga tidak ada lagi kesempatan berlangsungnya praktik ilegal atau yang menamakan diri sebagai ahli gigi, ahli behel, atau di salon-salon kecantikan untuk memasang kawat gigi.

Ortodontic Card merupakan syarat mutlak dalam pembelian alat dan bahan ortodonti. Bagi mereka yang tidak memiliki kartu ini,