BIMBINGAN LATIHAN PENGGUNAAN KURSI RODA UNTUK …/Bimbingan... · Untuk bisa memberikan layanan ......

54
BIMBINGAN LATIHAN PENGGUNAAN KURSI RODA UNTUK MENINGKATKAN MOBILITAS PADA SISWA TUNA DAKSA PARAPLEGIA SISWA SEKOLAH DASAR LUAR BIASA NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009 O l e h : T A R D I NIM : X5107678 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of BIMBINGAN LATIHAN PENGGUNAAN KURSI RODA UNTUK …/Bimbingan... · Untuk bisa memberikan layanan ......

BIMBINGAN LATIHAN PENGGUNAAN KURSI RODA UNTUK

MENINGKATKAN MOBILITAS PADA SISWA TUNA DAKSA

PARAPLEGIA SISWA SEKOLAH DASAR LUAR BIASA

NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR

TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009

O l e h :

T A R D I NIM : X5107678

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

BIMBINGAN LATIHAN PENGGUNAAN KURSI RODA UNTUK

MENINGKATKAN MOBILITAS PADA SISWA TUNA DAKSA

PARAPLEGIA SISWA SEKOLAH DASAR LUAR BIASA

NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR

TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009

SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Jurusan Ilmu Pendidikan

O l e h :

T A R D I NIM : X5107678

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

ii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc. Drs. Hermawan, M.Si. NIP. 1954 0916 197703 1 001 NIP. 1959 0818 198603 1 002

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Pada hari : Selasa

Tanggal : 4 Agustus 2009

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes. ……………………… Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag. ……………………… Anggota I : Prof. Dr. Sunardi, M.Sc. ……………………… Anggota II : Drs. Hermawan, M.Si. ……………………… Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001

iv

ABSTRAK

TARDI. BIMBINGAN LATIHAN PENGGUNAAN KURSI RODA UNTUK MENINGKATKAN MOBILITAS PADA SISWA TUNA DAKSA PERAPLEGIA SISWA SDLB NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009. SKRIPSI, SURAKARTA : FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN, UNIVERSITAS SEBELAS MARET, JULI 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mobilitas siswa dengan menggunakan kursi roda yakni (gerakan ke depan, ke belakang, ke kanan, ke kiri, dan menghentikan kursi roda) melalui bimbingan latihan penggunaan kursi roda. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat mengajar, dengan penekanan pada inovasi pembelajaran sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa yakni peningkatan mobilitas siswa menggunakan kursi roda. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas 1 SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada semester I tahun pelajaran 2008/2009 yang berjumlah 1 siswa.

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif komparatif, artinya peristiwa / kejadian yang timbul pada waktu pelaksanaan tindakan penelitian, dideskripsikan kedalam bentuk nilai kemudian dibandingkan. Nilai dari selisih perbandingan, dideskripsikan kearah persentase peningkatan mobilitas siswa.

Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : Bimbingan latihan penggunaan kursi roda terbukti dapat meningkatkan mobilitas siswa tuna daksa paraplegia kelas I siswa SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2008/2009.

v

MOTTO

“ Dengan melakukan berbagai penyesuaian, kita dapat memperoleh

momentum yang positif “..

Art Mortell. ( 2000. Cet : 3 ) Berani Menghadapi Kegagalan. Terjemahan Sanudi Hendra. Jakarta : Mitra Utama.

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada kepada :

- Istri tercinta

- Anak-anak tersayang

- Rekan-rekan di plb fkip uns

- Murid-murid yang kusayangi

- Almamater

vii

KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi sebagian

persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu mPendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan

yang timbul dapat diatasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuan, penulis

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, MPd, Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

member ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

2. Drs. R. Indianto, MPd, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah

memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

3. Drs. H.A. Salim Choiri, MKes, Ketua Program Pendidikan Luar Biasa,

Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Prof. Dr. Sunardi, MSc, sebagai pembimbing I yang dengan sabar telah

memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. 5. Drs. Hermawan, MSi, selaku pembimbing II yang telah

memberikan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

6. Darya Sunaryo, SPd, Kepala SDLB Negeri Cangakan Karanganyar yang

telah memberikanb ijin tempat penelitian untuk mengadakan tryout dan

informasi yang dibutuhkan penulis.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan

viii

karena keterbatasan pengetahuan dan tentu hasilnya juga masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan.

Semoga kebaikan Bapak, Ibu mendapat pahala dari Allah SWT, dan

menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Juli 2009

Penulis

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

HALAMAN PENGAJUAN…………………………………………………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………… iii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iv

HALAMAN ABSTRAK …………………………………………………… v

HALAMAN MOTTO ………………………………………………………. vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………. vii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… viii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. x

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xiv

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….. 1

B. Perumusan Masalah ……………………………………………. 3

C. Tujuan Penelitian ………………………………………………. 4

D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 5

A. Kajian Teori …………………………………………………… 5

1. Anak Tuna Daksa …………………………………………… ,5

2. Mobilitas Anak Tuna Daksa ………………………………… 13

3. Bimbingan …………………………………………………… 15

4. Alat Bantu Mobilitas ………………………………………… 19

B. Kerangka Berpikir ……………………………………………… 20

C. Hipotesis Tindakan …………………………………………….. 20

x

BAB III. METODE PENELITIAN ……………………………………….. 21

A. Setting Penelitian ……………………………………………….. 21

B. Subyek Penelitian ……………………………………………….. 22

C. Sumber Data …………………………………………………….. 22

D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………….... 23

E. Validitas Data …………………………………………………… 25

F. Analisis Data …………………………………………………….. 25

G. Indikator Kinerja ……………………………………………….. 25

H. Prosedur Penelitian …………………………………………….. 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….. 29

A. Deskripsi Kondisi Awal ………………………………………... 29

B. Deskripsi Siklus I ………………………………………………. 30

C. Deskripsi Siklus II ……………………………………………… 35

D. Pembahasan Hasil Penelitian …………………………………... 38

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. 39

A. Simpulan ………………………………………………………... 39

B. Saran …………………………………………………………….. 39

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 40

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………… 42

xi

DAFTAR TABEL BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang berkelainan atau

ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (Pendidikan

Luar Biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat

kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fsiik, emosional,

mental, sosial” (UU Sisdiknas, 2003: 21). Ketetapan dalam Undang-undang No.

20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena

memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh

kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya

dalam hal pendidikan dan pengajaran.

Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan

untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan

angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk bisa

memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya, guru perlu

memahami sosok anak berkelainan, jenis dan karakteristik, etiologi penyebab

kelainan, dampak psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan anak

berkelainan. Hal ini dimaksudkan agar guru memiliki wawasan yang tepat tentang

keberadaan anak berkelainan, dalam hal ini anak tuna daksa sebagai sosok

individu masih berpotensi dapat terlayani secara maksimal.

Menurut A. Salim Choiri (2005: 3) menyatakan bahwa “Anak tuna daksa di samping kecacatan yang jelas-jelas mereka miliki, sebenarnya keberadaan mereka di dunia ini adalah juga memiliki potensi seperti anak normal lainnya”. Setiap pribadi baik normal ataupun tidak, apabila dapat merealisasikan potensinya dengan baik, mereka akan mampu meningkatkan taraf hidup dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Begitu pula dengan anak tuna daksa, agar mereka dapat merealisasikan potensinya masing-masing, maka pendidikan merupakan salah satu sarananya. Dengan dididik, mereka dapat memperoleh

1

2

pengetahuan, nilai sikap dan keterampilan yang kelak dapat digunakan untuk

bekal hidup di kemudian hari” Perkembangan anak tuna daksa salah satunya

adalah perkembangan melakukan mobilitas yang diharapkan tidak ketinggalan

dengan anak normal pada umumnya. Terkait dengan masalah inteligensi

dijelaskan bahwa :

Meskipun anak tuna daksa pada umumnya mengalami hambatan atau gangguan dalam motorik namun inteligensi anak tuna daksa, berdasarkan penyelidikan para ahli menemukan mean (rata-rata) semua anak tuna daksa IQ 84, ada yang menemukan mean IQ 88. Anak polio ternyata yang tertinggi tingkat rata-rata IQ nya yaitu IQ 103. Sebagian besar anak tuna daksa, kelainannya tidak langsung menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan inteligensi. (Sunaryo Kartadinata, 1996: 105).

Pendidikan anak berkebutuhan khusus pada hakekatnya berbeda dengan

pendidikan anak-anak normal. Karena pendidikan anak berkebutuhan khusus di

samping memberikan pendidikan melalui materi pokok dalam setiap mata

pelajaran, juga memberikan pendidikan dalam bentuk layanan pendidikan khusus.

Dalam Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus dalam Standar Isi yang

dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), layanan khusus

bagi anak-anak berkebutuhan khusus dimuat dalam apa yang disebut program

khusus. Program khusus dimaksud adalah, (a) orientasi dan mobilitas bagi anak

tuna netra, (b) bina komunikasi, persepsi bunyi dan irama bagi anak tuna rungu,

(c) bina diri bagi anak tuna grahita, dan atau disesuaikan kebutuhan peserta didik,

(d) bina gerak bagi anak tuna daksa dan (e) bina pribadi dan sosial bagi anak tuna

laras.

Jenis kelainan tuna daksa, A.Salim Choiri (1996: 64) menyatakan, ”Suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot atau sendi dalam fungsinya yang normal”. Seperti salah satu siswa tuna daksa paraplegia kelas I SDLB Negeri Cangakan Karanganyar. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, bahwa anak mengalami kelainan/kelumpuhan pada kedua kaki (paraplegia), serta mengalami kesulitan keseimbangan badan. Sesuai keterangan dari orang tua siswa, bahwa dokter menyatakan anak mengalami gangguan/hambatan pertumbuhan tulang. Ia sudah

3

beberapa kali mengalami patah tulang pada kedua tangan dan kaki. Pada

saatnya mobilitas (pindah tempat) dengan cara telentang. Gerak dan fungsi

pada kedua sendi siku dan bahu mengalami hambatan. Akan tetapi koordinasi

gerak jari tangan cukup baik. Ia dapat menulis dengan lancar . Hambatan

atau kesulitan dalam bermobilitas siswa tersebut, akan mengganggu /

menghambat proses pembelajaran baik di sekolah maupun di lingkungannya.

Bina gerak merupakan program khusus yang sangat dibutuhkan oleh

sebagian besar anak yang mengalami gangguan motorik ( anak tuna daksa ).

Meskipun demikian, anak-anak berkebutuhan khusus jenis lain dapat juga

membutuhkan program khusus bina gerak, selama yang bersangkutan

mengalami gangguan motorik. Misalnya anak berkemampuan mental rendah.

Demikian juga seperti siswa SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tersebut di

atas, mereka sangat membutuhkan program layanan khusus yakni bina gerak

dalam pembelajaran mobilitas.

Berawal dari kondisi siswa sebagaimana tersebut, maka peneliti

mengajukan penelitian tindakan layanan khusus tentang bimbingan latihan

penggunaan kursi roda sebagai upaya peningkatan mobilitas siswa. Dengan

keterampilan/kemampuan mobilitas siswa menggunakan kursi roda,

diharapkan siswa dapat bermobilisasi, berinteraksi dan atau bereksplorasi

dengan cepat, nyaman dan aman sesuai dengan kemampuannya.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya program dan

pelaksanaan layanan secara terencana dan berkelanjutan. Akan tetapi oleh:

Soetjipto dan Raflis Kosasi dalam buku Profesi Keguruan (1994: 61)

menyatakan bahwa : ”Tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu

yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri, sehingga keputusan

terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing”.

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian tindakan kelas ini rumusan masalah sebagai berikut :

Apakah bimbingan latihan penggunaan kursi dapat meningkatkan mobilitas

pada siswa tuna daksa paraplegia siswa SDLB Negeri Cangakan Karanganyar

tahun pelajaran 2008 / 2009?

4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah : “ Untuk mengetahui peningkatan

mobilitas melalui bimbingan latihan penggunaan kursi roda pada siswa tuna

daksa paraplegia siswa Kelas I SDLB Negeri Cangakan karanganyar tahun

pelajaran 2008/2009 “.

D. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian bagi guru maupun siswa adalah :

1. Bagi Guru

a. Guru akan meningkatkan kualitas proses dan hasil, khususnya

pemberian layanan bimbingan latihan penggunaan kursi roda bagi

siswa tuna daksa paraplegia kelas .

b. Guru akan memiliki banyak pengalaman membuat penelitian tindakan

kelas yang berdampak pada kemajuan hasil pembelajaran siswa.

c. Guru akan mengembangkan beberapa teknik bimbingan latihan

penggunaan kursi roda bagi peserta didiknya dengan menentukan

metode layanan yang lebih tepat

2. Bagi Siswa

a. Siswa akan memiliki banyak pengalaman tentang bagaimana

menggunakan alat bantu mobilitas kursi roda secara optimal sesuai

dengan ketunaan dan kemampuannya.

b. Siswa akan merasa lebih percaya diri dalam bermobilitas (berinteraksi,

berekspresi dan bereksplorasi) dengan lingkungannya.

c. Siswa memperoleh pengalaman langsung tentang bagaimana cara

menggunakan kursi roda sebagai alat bantu mobilitas.

d. Siswa akan merasa percaya diri, senang, nyaman, lancar dan aman

dalam bermobilitas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Anak Tuna Daksa

a. Pengertian

Muljono Abdurrachman dan Sudjadi S. (1994: 79), menyatakan

Tuna Daksa dapat diartikan “Cacat tubuh”. Sehingga kerusakan atau

cacat fisik ada kaitannya dengan kesehatan. Senada pernyataan Sunaryo

Kartadinata (1996: 99), bahwa tuna daksa berarti suatu keadaan rusak

atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada

tulang, otot, atau sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi tersebut

dapat disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan, atau dapat juga

disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. Tuna daksa sering diartikan

sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat

kerusakan atau gangguan pada tulang atau otot, sehingga mengurangi

kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan berdiri

sendiri.

Dalam banyak literatur, pembahasan tentang cacat tubuh tidak

dilepaskan dari pembahasan tentang kesehatan, sehingga sering

dijumpai judul “Physical and Health Impairments” (kerusakan atau

gangguan fisik dan kesehatan).Hal ini disebabkan karena seringkali

kerusakan fisik ada kaitannya dengan gangguan kesehatan.

Menurut Soeharso yang dikutip A. Salim Choiri (2005:5) anak

tuna daksa diartikan sebagai berikut:

1) Salah gerak yang disebabkan sejak lahir, (conginetal deformities)

2) Salah bentuk dan salah gerak yang disebabkan oleh sikap yang slah (static deformities)

3) Salah bentuk dan salah tulang yang disebabkan oleh penyakit pada tulang

4) Salah bentuk dan salah gerak yang disebabkan penyakit pada otot-otot dan jaringan lainya.

5) Salah bentuk dan salah gerak yang disebabkan pada sendi 5

6

6) Salah bentuk dan salah gerak yang disebabkan penyakit didalam urat syaraf

7) Salah bentuk dan salah gerak yang disebabkan oleh trauma.

A. Salim Choiri, (2005:6) yang dimaksud dengan anak tuna

daksa adalah “Mereka yang memiliki kelainan pada tubuhnya, baik

berupa kelainan bentuk tubuh, tidak sempurnanya organ tubuh, atau

terjadinya gangguan pada otak, fungsi tulang, otot dan persendian”.

Sam Isbani dan Ravik Karsidi (1998:4) berpendapat bahwa

“Mereka dalam perkembangannya baik fisik, mental, emosi dan sosial

mengalami kelainan dibandingkan anak normal yang sebaya”.

Sedangkan menurut Muhammad Efendi (2006: 114), pengertian

kelainan fungsi anggota tubuh (tuna daksa) adalah “Ketidakmampuan

anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh

berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan

fungsinya secara normal".

Bagi anak-anak gangguan motorik ( mobilitas ),memerlukan latihan

gerak guna memperkuat otot, sendi siku dan sendi bahu.

b. Permasalahan anak tuna daksa

Permasalahan tuna daksa menyebabkan individu mengalami

gangguan dan hambatan dalam keterampilan motorik, dan akan

berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan motorik yang lebih

kompleks pada tahap berikutnya. Keterlambatan perkembangan diawali

dengan hambatan dalam fungsi motorik sederhana yang pada gilirannya

akan berpengaruh terhadap kegiatan interaksi dan eksplorasi terhadap

lingkungannya secara wajar.

Meskipun anak tuna daksa pada umumnya mengalami hambatan

atau gangguan dalam motorik namun inteligensi anak tuna daksa,

berdasarkan penyelidikan para ahli menemukan mean (rata-rata) semua

anak tuna daksa IQ 84.

7

ada yang menemukan mean IQ 88. Anak polio ternyata yang tertinggi

tingkat rata-rata IQ nya yaitu IQ 103. Sunaryo Kartadinata, (1996: 105)

mengemukakan bahwa, “Sebagian besar anak tuna daksa kelainannya

tidak langsung menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan

inteligensi".

Lain halnya dengan anak tuna daksa jenis CP (Cerebral Palsy).

Cerebral Palsy adalah suatu penyakit syaraf/ketegangan yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau kerusakan sebagian dari otak yang berhubungan dengan pengendalian fungsi motorik. Karena itulah mereka sering dipisahkan dengan anak tuna daksa yang lain, karena keadaan kelainannya langsung menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan inteligensi. ( Muljono Abdurrachman dasn Sudjadi, 1994 : 87 ). Adanya gangguan bicara pada anak tuna daksa jenis CP

mengakibatkan mereka mengalami problem psikologik yang disebabkan

kesulitan mengungkapkan pikiran, keinginan atau kehendaknya. Mereka

biasanya mudah tersinggung, tidak memberikan perhatian yang lama

terhadap sesuatu, merasa terasing dari keluarga dan teman-temannya.

Mereka lebih banyak mengalami kesulitan belajar dan perkembangan

daripada anak tuna daksa umumnya.

Selanjutnya mengenai perkembangan sosial anak tuna daksa bahwa:

Keaneka-ragaman pengaruh perkembangan yang bersifat negatip menimbulkan resiko kemungkinan munculnya kesulitan dalam penyesuaian diri pada anak tuna daksa. Anak-anak tuna daksa seringkali tidak dapat berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan anak-anak seusianya. Karena kondisi keadaan fisik, mereka merasa cemas atas perlakuan teman-temannya yang terkadang kurang menerima keberadaannya. (Muljono Abdurrachman dan Sudjadi, 1994: 107).

c. Penyebab Anak tuna Daksa Sunaryo Kartadinata (1996: 102) menyatakan, ketunadaksaan dapat

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran

a) Faktor keturunan. b) Trauma dan infeksi pada saat kehamilan.

8

c) Usia ibu yang sudah lanjut pada waktu hamil dan melahirkan.

d) Pendarahan pada waktu kehamilan.

e) Keguguran yang dialami ibu.

2) Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran

a) Penggunaan alat-alat bantu kelahiran seperti tang, tabung, vacuum.

b) Penggunaan obat bius pada kelahiran.

3) Sebab-sebab sesudah kelahiran

a) Infeksi

b) Trauma

c) Tumor

d) Kondisi kondisi lainnya.

Kenyataannya bahwa anak-anak tuna daksa yang baru saja

mengalami kecacatan lebih banyak menunjukkan adanya gangguan

emosi. Hal ini sesuai anggapan bahwa ketika seseorang baru mengalami

kecacatan akan menunjukkan reaksi menolak, tetapi semakin lama ia

mengalaminya, semakin baik ia menerima keadaan yang dideritanya.

Menurut A. Salim Choiri, (2005:6) terjadinya kelainan itu dapat

karena:

1) Faktor bawaan atau dibawa sejak lahir (pre natal)

2) Karena suatu penyakit atau karena akibat dari terjadinya kecelakaan

semasa dilahirkannya (natal)

3) Atau dalam pertumbuhan dan dalam perkembangannya (pos natal).

Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan satu persatu masalah

tersebut diatas.

1) Faktor Pre Natal Yaitu faktor penyebab cacat tubuh dimana bayi masih ada dalam kandungan atau anak sebelum dilahirkan. Ini bisa terjadi karena: a) Sewaktu hamil, ibu sering sakit, sehingga mengganggu

pertumbuhan bayi/janin b) Waktu hamil, ibu tertlalu banyak minum obat/over dosis. c) Sewaktu hamil ibu kekurangan gizi. d) Letak bayi dalam kandungan tidak sempurna.

9 2) Faktor Natal

Yaitu faktor penyebab yang bisa menyebabkan cacat tubuh pada saat lahir, misalnya: a) Bayi lahir terlalu sukar, sehingga memerlukan alat bantu untuk

mengeluarkannya. b).Kelahiran prematur, ini berakibat belum sempurnanya susunan otak dan susunan anggota tubuh.

3) Faktor Post Natal Yaitu faktor penyebab anak tuna daksa setelah bayi dilahirkan. Ini bisa terjadi karena: a) Terjadi encephalitis dan meningitis b) Anak kekurangan gizi c) Anak terserang virus polio d) Anak jatuh atau kecelakaan.

d. Klasifikasi Anak Tuna Daksa

Klasifikasi anak tuna daksa menurut Mohammad Efendi (2006:

115), secara umum penyandang tuna daksa dapat dikelompokkan

menjadi : “Anak tuna daksa ortopedi (orthopedically handicapped) dan

anak tuna daksa saraf (neurologically handicapped)."

Anak tuna daksa ortopedi (orthopedically handicapped) ialah

anak tuna daksa yang mengalami kelainan, kecatatan, ketunaan tertentu

pada bagian tulang, otot tubuh, atuapun daerah persendiria, baik yang

dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian (karena penyakit

atau kecelakaan) sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh

secara normal.

Berdasarkan insiden terjadinya ketunadaksaan ortopedi, dasar

pemberian pertolongan rehabilitasi, dan usaha penempatan kerja,

penderita tuna daksa dapat diklasifikasikan menjadi ketunadaksaan

karena suatu peperangan, ketunadaksaan karena kecelakaan dalam suatu

pekerjaan, ketunadaksaan karena kecelakaan lalu lintas, ketuna-

daksanaan karena penyakit, saerta ketunadaksanaan yang didapat sejak

lahir.

10 Anak tuna daksa saraf (neurologically handicapped), yaitu anak tuna

daksa yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan saraf di otak

(Mohammad Efendi, 2006: 116). Otak sebagai pengontrol tubuh memiliki

sejumlah saraf yang menjadi pengendali mekanisme tubuh sehingga jika otak

mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi, dan

mental.

Luka pada bagian otak tertentu, efeknya penderita akan mengalami gangguan dalam perkembangan, mungkin akan berakibat ketidakmampuan dalam melaksanakan berbagai bentuk kegiatan. Salah satu bentuk kelainan yang terjadi pada fungsi otak dapat dilihat pada anak cerebral palsy (CP). Menurut Krik yang dikutip Muhammad Efendi (2006: 118), "cerebral palsy yang berasal dari kata cerebral yang artinya otak, dan palsy yang mempunyai arti ketidakmmpuan atau gangguan motorik. Jadi cerebral palsy artinya gangguan aspek motorik yang disebabkan oleh disfungsinya otak."

Secara fisik anak tuna daksa ada yang jelas-jelas berbeda bila dibandingkan dengan anak normal, dan ada pula yang tidak nampak adanya perbedaan. Secara garis besar kondisi mereka dapat dibedakan atau dapat dikategorikan dalam dua golongan.

Menurut A. Salim Choiri. (2005:6) penggolongan anak tuna daksa

adalah:

1) Anak tuna daksa yang kecacatannya tidak berhubungan dengan kerusakan otak. Penderita ini misalnya anak dengan mengalami distropi di otot, mylities, akibat kecelakaan, dan cacat bawaan sejak lahir.

2) Anak cacat daksa yang yang kecacatanya diakibatkan oleh gangguan dan kerusakan pada fungsi otak, dengan ciri-ciri kelayuan, kelemahan, kelainan fungsi motorik, gangguan koordinasi gerak ditambah dengan kesukaran-kesukaran belajar. Gangguan indra, gangguan psikologi dan kelayuan yang disebabkan oleh gangguan organik.

Dari uraian tersebut di atas, bila dijabarkan, pada dasarnya bisa

digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:

1) Cacat akibat polio

2) Cacat akibat cerebral palsy

3) Cacat tubuh yang lain.

11

e. Dampak Ketunadaksaan

Sama seperti bentuk kelainan atau ketunaan yang lain, kelainan

fungsi anggota tubuh atau tuna daksa yang dialami seseorang memiliki

konsekuensi atau akibat yang hampir serupa, terutama pada aspek kejiwaan

penderita, baik berefek langsung maupun tidak langsung. Semua rangkaian

problema kejiwaan yang dihadapi akibat kelainannya sama saja.

Tidak dapat dipungkiri bahwa fungsi motorik dalam kehidupan manusia sangat penting, terutama jika seseorang itu ingin mengadakan kontak dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam sekitarnya. Maka peranan motorik sebagai sarana yang dapat mengantarkan seseorang untuk melakukan aktivitas mempunyai posisi yang sangat strategis, di samping kesertaan indra yang lain. Dalam aplikasinya, baik dilakukan bersama-sama maupun sendiri-sendiri. menurut Mohammad Efendi (2006: 124), bahwa: “Dengan terganggunya fungsi motorik sebagai akibat dari penyakit, kecelakaan atau bawaan sejak lahir, akan berpengaurh terhadap keharmonisan indra yang lain dan pada gilirannya akan berpengaruh pada fungsi kejiwaannya.”

f . Program Pendidikan Anak Tuna Daksa

Dalam layanan pendidikan bagi anak tuna daksa dapat dibedakan

menjadi dua kategori, yaitu: 1) SLB/D untuk anak tuna daksa akibat penyakit

polio, ampute, dan kecelakaan yang lain. Dalam pelayanan pendidikan,

menggunakan kurikulum yang sama dengan sekolah dasar/umum, hanya pada

bidang studi tertentu, disesuaikan dengan kelainannya. Apabila proses

rehabilitasi dipandang sudah cukup, anak bisa diintegrasikan pada sekolah

umum/biasa. 2) SLB/D untuk anak tuna daksa akibat gangguan fungsi

otaknya, terutama Cerebral Palsy.

1).Pengertian SLB/D Banyak definisi yang menyebutkan pengertian tentang Sekolah Luar

Biasa/D, diantaranya adalah: Menurut A. Salim Choiri, (1996:54-55), “Sekolah Luar Biasa bagian D adalah suatu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak cacat daksa, yang

12

programnya bermaksud sebagai dasar mempersiapkan siswa yang akan

melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi.” Hartini dan Edit Endang

N.L., (1996:22) mengemukakan bahwa: Sekolah luar biasa bagian D adalah

suatu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi

anak cacat daksa, yang programnya bermaksud sebagai dasar mempersiapkan

siswa yang akan melanjutkan pelajaran yang lebih tinggi. Program tersebut

juga mempersiapkan mereka agar memliki ketrampilan/kemampuan khusus

yang masih ada padanya.

Dari uraian tersebut di atas, maka penertian tentang SLB/D dapat

penulis simpulan sebagai suatu lembaga pendidikan formal yang

diperuntukkan bagi mereka penyandang cacat tubuh, agar namtinya mereka

bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dan juga agar

nantinya mereka bisa memiliki ketrampilan sesuai dengan kemampuan yang

masih ada padanya, sebagai bekal hidup dimasyarakat.

2). Fungsi SLB/D

Masalah anak cacat daksa adalah masalah yang sangat kompleks,

tidak semata-mata dilihat dari segi jasmaninya saja mengalami kelainan,

akan tetapi juga menyangkut masalah kejiwaan dan juga masalah sosialnya.

Oleh karena itu, SLB/D mempunyai beberapa fungsi. Fungsi tersebut seperti

yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI

(1995:24), Dalam Pedoman Praktis Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa D

adalah sebagai berikut: 1) Fungsi medis; 2) Fungsi psikologis; 3) Fungsi

sosial; 4) Fungsi paedagogis.

Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan sebagai berikut:

a). Fungsi medis Yaitu fungsi SLB/D sebagai tempat pengobatan bagi mereka yang mempunyai kelainan jasmani. Di SLB/D selain terdapat tenaga edukatif, juga disediakan tenaga medis. b). Fungsi psikologis Dengan adanya pelayanan pendidikan khusus di SLB/D dapat mengembangkan kepribadianya semaksimal mungkin, sesuai dengan

13

kemampuannya, sehingga diharapkan mereka bisa mandiri dan dapat

memberikan keseimbangan antara kebutuhan phisik dan kebutuhan psikis.

c). Fungsi sosial

Dengan mengikuti penididikan SLB/D akan dapat melatih anak untuk

bersosialisasi. Mereka akan mengenal dan bergaul dengan teman sebaya,

para pendidik, tenaga medis, karyawan dan pengasuh lembaga pendidikan

tersebut. Dengan demikian anak akan dilatih untuk berkomunikasi dengan

lingkungannya.

d). Fungsi paedagogis

Selain fungsi-fungsi yang telah dikemukakan di atas, SLB/D juga

mempunyai fungsi paedagogis, yaitu berfungsi dalam pelayanan terhadap

pendidikan anak tuna daksa. Layanan pendidikan ini diberikan setelah

anak dianggap mampu untuk mengikuti pendidikan.

5. Mobilitas Anak Tuna Daksa

a . Pengertian Mobilitas Mobilitas sebagai suatu yang digunakan untuk mendeskripsikan gerakan

tubuh ( gerak pindah diri ) dari dan ke suatu tempat. Mobilitas juga dapat diartikan gerak lokomotor. A.Salim Choiri, ( 2008 : 8 ), dalam makalah Workshop Nasional APPKhi-UNS-ISAPE tanggal 2-3 Pebruari di Solo, menjelaskan bahwa : “ Keterampilan lokomotor merupakan keterampilan gerak dari satu tempat ke tempat lain “. Keterampilan lokomotor menjadi sangat penting bagi anak tuna daksa paraplegia (: gangguan fungsi gerak /lumpuh kedua kaki). Keterampilan dan kelancaran mobilitas bagi anak tuna daksa sangat diharapkan, karena dengan mobilitas, anak dapat berinteraksi dan bereksplorasi dengan lingkungannya, pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perkembangan anak tuna daksa baik fisik, sosial dan emosinya.

Untuk membantu mengatasi hambatan / kesulitan mobilitas bagi anak tuna daksa paraplegia, salah satunya adalah diperlukannya alat bantu (kursi roda). Dengan kursi roda disatu sisi mobilitas anak akan lebih mudah, luwes dan percaya diri, disisi lain jangkauan mobilitas anak lebih luas/jauh.

14 Kemampuan mobilitas yang tinggi dalam segala aspek kehidupan

merupakan dambaan setiap individu tidak terkecuali mereka yang menyandang ketunaan. (Djaja Rahardja, 2008 : 65), menjelaskan “Manusia dapat bergerak karena ada sendi, otot dan syaraf sebagai komponen alat gerak”. Apabila tidak berfungsi maka akan berpengaruh terhadap fungsi organ gerak yang lainnya yaitu dalam bentuk gerak yang tidak normal Akibat ketidaknormalan gerak, salah satunya adalah kesulitan/hambatan dalam berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain (mobilitas).

Menurut Djaja Raharja, ( 2008 : 3 ) dalam makalahnya pada Workshop Nasional APPKhi – UNS – ISAPE tanggal, 2 – 3 Pebruari di Solo, tinjauan mobilitas adalah, ” Kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak dan berpindah”. Mobilitas juga berarti kemampuan bergerak dan berpindah dalam suatu lingkungan. Karena mobilitas merupakan gerak dan perpindahan fisik, maka kesiapan fisik sangat menentukan keterampilan dalam mobilitas. Apabila kita berbicara masalah pembinaan fisik tuna daksa, maka hal ini bukan harus dilakukan oleh guru (peneliti) saja, akan tetapi juga harus menjadi tanggung jawab semua fihak yang berhubungan dengan pendidikan dan rehabilitasi bagi tuna daksa.

b. Manfaat mobilitas

Manfaat melakukan mobilitas tidak hanya berlaku bagi orang tuna

daksa. Bagi orang normal akan lebih banyak lagi yang dapat diperoleh dalam

melakukan mobilitas.

Mobilitas merupakan tuntutan kebutuhan hidup dan kehidupan bagi

semua individu termasuk anak tuna daksa. Dengan bermobilitas individu dapat

terpenuhi kebutuhan dirinya. Kemandirian dalam bermobilitas tentu diharapkan

bagi semua orang termasuk anak tuna daksa, artinya mobilitas merupakan

keterampilan kemampuan yang harus dimiliki anak tuna daksa untuk dapat

bergerak pindah diri tanpa harus banyak meminta bantuan orang lain. Dengan

demikian manfaat mobilitas tidaklah sebatas pada keterampilan berpindah dari

satu tempat ke tempat lain, namun lebih dari itu adalah suatu aktifitas yang

harus dapat dilakukan secara lancar, aman dan nyaman untuk menghantar

dapat terpenuhi kebutuhan.Yang lebih

15

penting bagaimana anak tuna daksa berusaha untuk mengurangi bantuan orang

lain.

Karena itu cara meminta bantuan merupakan bagian dari program

mobilitas bagi anak tuna daksa. Dalam melakukan mobilitas anak tuna daksa

ada yang memakai alat bantu ada juga yang tanpa alat bantu. Salah satu

penggunaan alat bantu yaitu kursi roda.

3. Bimbingan

a.Pengertian bimbingan

Pengertian bimbingan menurut Prayitno (1994: 100):

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu baik anak-anak, orang dewasa, orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Selaras dengan pendapat tersebut Miler dalam Djumhur dan Moh.

Surya (1995: 26) menjelaskan bahwa “Bimbingan adalah proses bantuan

kepada individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang

dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada

sekolah, keluarga dan massyarakat.” Sehubungan dengan makna yang

dikemukakan para ahli tersebut, maka Djausak Ahmad (1996: 4) menegaskan

bahwa “bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siwa dalam

rangka, upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan

masa depan’’.

Berpijak pada pendapat para ahli tersebut di atas dapat penulis

simpulkan bahwa yang dimaksud bimbingan adalah proses pemberian bantuan

kepada seseorang (siswa) yang mengalami kesulitan agar yang bersangkutan

dapat memahami dirinya mengarahkan diri maupun bertingkah laku wajar

sesuai dengan tuntutan/norma-norma yang berlaku baik dalam lingkungan

keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

16

Sedangkan ”Bimbingan anak luar biasa adalah bantuan yang diberikan

oleh seseorang kepada anak yang mengalami kelainan, supaya dapat

menumbuhkan rasa pecaya diri, harga diri dan kemampuan diri untuk

menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungannya

agar mampu mandiri" (Depdiknas, 2004: 5).

b.Tujuan Bimbingan

Soetjipto dan Raflis Kosasi (1994: 66), secara umum tujuan bimbingan

adalah, “Membantu mengatasi berbagai macam kesulitan yang dihadapi siswa

sehingga terjadi proses belajar mengajar yang efektif dan efisien“. Layanan

bimbingan sangat dibutuhkan agar siswa-siswa yang mempunyai masalah

dapat terbantu, sehimgga mereka dapat belajar lebih baik. Tugas pembimbing

hanyalah membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya

sendiri, sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada individu yang

dibimbing (klien).

Sebagaimana uraian tujuan bimbingan di atas, juga menurut . ( Djauzak Ahmad, 1996: 3) tujuan bimbingan membantu siswa agar:

1) memiliki pemahaman diri, 2) dapat mengembangkan sikap positif, 3) membuat pilihan kegiatan secara sehat, 4) mampu menghargai orang lain, 5) memiliki rasa tanggung jawab, 6) mengembangkan keterampilan hubungan antarpribadi, 7) dapat menyelesaikan masalah, 8) dapat membuat keputusan secara baik

Menurut Oemar Hamalik (2000:195) bimbingan merupakan suatu

proses yang bertujuan sebagai berikut:

1).Agar siswa bertanggung jawab menilai kemampuannya sendiri dalam menggunakan pengetahuan mereka secara efektif bagi dirinya. 2).Agar siswa menjalankan kehidupannya sekarang secara efektif dan menyiapkan dasar kehidupan masa depannya sendiri. 3).Agar semua potensi siswa berkembang secara optimal meliputi semua aspek pribadinya sebagai individu yang potensial.

17

Lebih lanjut Oemar Hamalik (2000:195), dalam kutipannya mejelaskan

“Bimbingan bertujuan untuk menolong setiap individu dalam membuat pilihan

dan menentukan sikap yang sesuai dengan kemampuan, minat dan kesempatan

yang ada dapat sejalan dengan nilai-nilai sosialnya”.

Tujuan bimbingan di SDLB menurut Depdiknas (2004: 5) adalah:

1) Membantu siswa agar secara rasio emosional dapat melalui masa transisi dari lingkungan TK/lingkungan keluarga ke lingkungan SD/SDLB.

2) Membantu siswa mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi, baik dalam kegiatan belajar maupun kegiatan pendidikan pada umumnya.

3) Membantu siswa dalam memahami dirinya (kelebihan, kekurangan, dan kelainan yang disandang) maupun lingkungannya.

4) Membantu siswa dalam melakukan pilihan yang tepat untuk melanjutkan pendidikan di SLTP umum/SLTPLB.

5) Membantu orangtua dalam mengambil keputusan untuk memilih jenis sekolah yang sesuai dengan kemampuan dan kelainannya.

6) Membantu orangtua dalam memahami anak dan kebutuhannya, baik sebagai makhluk individu maupun sebagia makhluk sosial.

Sejalan dengan tujuan bimbingan tersebut maka guru SLB yang bertindak

sebagai guru kelas perlu mencermati perilaku siswa yang menjadi anak

bimbingannya agar dapat melakikan mobilitas dan tidak memiliki prestasi yang

rendah. Oleh sebab itu guru yang cukup berat ialah keharusan dan kewajiban

mengamati perilaku siswa yang menjadi asuhannya.

1. Fungsi Bimbingan

Djauzak Ahmad (1996: 4) menyebutkan bahwa layanan bimbingan

dapat berfungsi sebagai berikut: “a) Fungsi pemahaman, b) Fungsi

pencegahan, c) Fungsi perbaikan, d) Fungsi pemeliharaan dan

pengembangan.”

1) Fungsi Pemahaman, yang meliputi: diri siswa, hambatan atau masalah-

masalah yang dihadapi siswa, lingkungan siswa yang mencakup lingkungan

keluarga dan sekolah, lingkungan yang lebih luas di luar rumah dan di luar

sekolah, dan cara-cara penyesuaian diri dan pengembangan diri.

2) Fungsi Pencegahan, yaitu usaha bimbingan yang dapat mencegah siswa dari

berbagai masalah yang dapat menganggu, menghambat ataupun

18

menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam proses perkembangannya.

Bimbingan di SDLB berfungsi memberikan pencegahan terhadap berbagai

kemungkinan yang dapat dialami siswa selama proses perkembangan.

3) Fungsi Perbaikan, yaitu usaha bimbingan yang diarahkan pada terselesainya

bebagai hambatan atau kesulitan yang dihadapi siswa. Kesulitan siswa

seberapapun kecilnya akan senantiasa mempengaruhi aktivitas dan

perkembangan siswa. Bilamana siswa mengalami kesulitan, terlihat dari

perubahan sikap yang ditunjukkan anak sehari-hari. Bila kesulitan siswa ini

dibiarkan maka anak akan lebih terganggu aktivitasnya dan akan

mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya. Upaya bimbingan juga

diarahkan untuk memperbaiki berbagai hambatan atau kesulitan yang

dihadapi siswa.

4) Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan, yaitu usaha bimbingan yang

diharapkan dapat terpeliharanya dan berkembangnya berbagai potensi dan

kondisi positif siswa dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan

berkelanjutan. Bimbingan tidak hanya diarahkan pada upaya membantu

mengurangi berbagai kesulitan yang dihadapi siswa, tetapi upaya bimbingan

juga berfungsi untuk senantiasa memelihara berbagai potensi dan kondisi

yang baik yang sudah dimiliki siswa. Pemeliharaan ini menjadi penting

artinya karena siswa perlu selalu berada dalam kondisi kondusif dalam upaya

pengembangan dirinya. Selain dari itu, dengan terpeliharanya potensi dan

kondisi positif siswa, siswa perlu dikembangkan seoptimal mungkin. Upaya

bimbingan dalam mengembangkan kemampuan siswa harus beroreintasi pada

kemampuan yang dimiliki siswa.

Jadi untuk mencapai hasil sebagaimana yang dimaksud dalam masing-

masing fungsi tersebut, setiap layanan atau kegiatan bimbingan yang

dilaksanakan secara langsung mengacu pada ada atau tidaknya dari fungsi-fungsi

tersebut.

19

4. Alat Bantu Mobilitas

Dijelaskan, A. Salim Choiri, ( 2008: 12) dalam makalah “Materi,

Metode Dan Penilaian Bina Gerak”, pada Workshop Nasional APPKhi –

UNS – ISAPE, bahwa : “ Manifestasi gangguan motorik bermacam-macam,

mulai dari yang ringan sampai yang berat ”. Berat ringannya kelainan sangat

mempengaruhi banyak sedikitnya hambatan dalam beraktifitas sehari-hari ,

salah satunya adalah hambatan bermobilitas/bergerak pindah tempat.

Kesulitan mobilitas termasuk kesulitan dari dan ke posisi tengkurap,

telentang, berguling, duduk, berdiri dan berjalan. Untuk dapat melakukan

jangkauan mobilitas lebih jauh, lancar, cepat, nyaman, senang dan aman, bagi

mereka diperlukan alat bantu mobilitas. Alat bantu mobilitas bagi anak tuna

daksa sepereti brace pendek, brace panjang, flat foot, krek, kursi roda dan

skoliosisi.

Kursi roda memang bisa membantu ruang gerak yang lebih bebas bagi

kaum difabel. Namun, tersedianya kursi roda itu jelas belum memadai bila

ternyata ruang-ruang publik tidak menyediakan aksesibilitas langsung bagi

para pengguna kursi roda itu untuk bisa menjangkau area lokasi tertentu yang

ingin dicapainya. Mereka yang terpaksa duduk di atas kursi roda tidak akan

bisa memasuki gedung bertingkat, bukan karena mereka itu tidak bisa berdiri

atau berjalan, melainkan karena gedung itu tidak menyediakan fasilitas akses

seperti ramp, lift, atau sarana lainnya khusus bagi para tuna daksa.

Memberikan hak aksesbilitas bagi anak tuna daksa merupakan suatu

yang sangat diharapkan bahkan suatu keharusan. Segera mungkin

menyingkirkan semua hambatan-hambatan fisik (physical barriers) yang

mengurangi mobilitas anak tuna daksa. Kemudian menyediakan fasilitas-

fasilitas yang (feasible) / sesuai dan dapat dikerjakan bagi anak tuna daksa.

20

B. Kerangka Berpikir

Salah satu hambatan/kesulitan yang dihadapi bagi siswa tuna daksa

kelas persiapan pada penelitian ini adalah hambatan dalam motorik/mobilitas.

Pada saat mobilitas, ia lakukan dengan cara telentang. Cara mobilitas siswa

tersebut kurang efektif, karena waktu untuk sampai ke tempat tujuan akan

relative lama, selain itu juga tidak nyaman dan tidak aman. Manifestasi secara

psikologis, anak merasa malu, rendah diri, cemas, dan sebagainya.

Untuk membantu mengatasi hambatan mobilitas tersebut, guru

(peneliti) merencanakan dan melaksanakan program pemberian layanan

bimbingan penggunaan kursi roda. Sebagai alat bantu mobilitas, kursi roda

selain mudah digerakkan sambil duduk, namun juga gerakan kursi roda

dirasakan nyaman, aman serta cepat mengantar mobilisator sampai ke tempat

tujuan. Sehingga kapasitas mobilitas siswa secara umum akan meningkat.

Akan tetapi untuk mencapai harapan tersebut perlu peningkatan intensitas

layanan bimbingan serta latihan mobilitas siswa dengan kursi roda.

Untuk memperjelas uraian di atas, dalam penelitian tindakan kelas ini

digambarkan skema di bawah ini:

Gambar 1. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Tindakan

Bimbingan latihan penggunaan kursi roda dapat meningkatkan

mobilitas siswa tuna daksa paraplegia kelas satu SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar tahun ajaran 2008/2009.

Kondisi awal mobilitas siswa

Layanan bimbi

Hasil/peningkatan kemampuan

mobilitas siswa

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Metode Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran. (Susilo, 2007: 16).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Suharsimi Arikunto (2003: 83) mengemukakan model yang didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu: 1. Perencanaan atau planning 2. Tindakan atau acting 3. Pengamatan atau observing 4. Refleksi atau reflecting Langkah-langkah penelitian tindakan kelas tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar 2 berikut:

Gambar 2 Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas

Kurt Lewin dalam Suharsimi Arikunto (2003: 84)

21

Tindakan

Refleksi

Perencanaan

Pengamatan

22

Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen tersebut

kemudian dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kedua ahli ini

memandang komponen sebagai langkah dalam siklus, sehingga mereka

menyatukan dua komponen yang kedua dan ketiga, yaitu tindakan dan

pengamatan sebagai suatu kesatuan. Hasil dari pengamatan ini kemudian

dijadikan dasar sebagai langkah berikutnya, yaitu refleksi kemudian disusun

sebuah modifikasi yang diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan

pengamatan lagi, begitu seterusnya

2. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar

dengan alasan, sebagai pendidik di sekolah tersebut peneliti memiliki

tanggung jawab dari kegiatan pendidikan yakni peningkatan mutu proses dan

hasil belajar siswa.

3. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian mulai dari bulan Pebruari 2009 sampai

dengan bulan Juni 2009

B. Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian adalah siswa tuna daksa paraplegia

kelas I SDLB Negeri Cangakan karanganyar tahun pelajaran 2008 / 2009

yang berjumlah 1 siswa yang berinisial VDA

C. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari siswa dan guru sebagai kolaborator atau

observer. Data-data yang diperoleh dari siswa maupun dari kolaborator dapat

dijelaskan sebagai berikut :

23

1. Data dari siswa Data dari siswa berupa nilai mobilitas siswa kondisi awal, dan nilai hasil

tes mobilitas siswa menggunakan kursi roda setelah tindakan siklus 1 dan siklus2

2. Data dari guru Data dari guru ( kolaborator ) berupa dokumentasi / photo visual subyek dan pencatatan dalam portofolio tentang hambatan dan peningkatan mobilitas siswa pada waktu melakukan latihan bimbingan penggunaan kursi roda.

D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dengan metode Observasi, Dokumentasi dan Tes.

1. Observasi Pengumpulan data melalui pengamatan dan penilaian mobilitas siswa

menggunakan kursi roda pada kondisi awal dan pada siklus tindakan. Adapun rambu-ramb pengamatan dan penilaian sebagaimana format berikut :

Tabel 1 : Format pengamatan dan penilaian mobilitas siswa dengan kursi roda.

Sumber : Model Penilaian Kelas Pendidikan Khusus (BSNP-Depdiknas, 2006 :64)

No.

Deskripsi

Aktivitas mobilitas siswa dan skor penilaian

Tidak dilakukan Dibantu Kadang

dibantu Tidak dibantu

D (kurang) < 40

C (sedang)

41-55

B (cukup) 56-70

A (baik) 71-85

1. Menggerakkan kursi roda ke depan.

… . … . … . … .

2. Menggerakkan kursi roda ke belakang

… . … . … . … .

3. Menggerakkan kursi roda ke kanan

… . … . … . … .

4. Menggerakkan kursi roda ke kiri

… . … . … . … .

5. Menghentikan kursi roda … . … . … . … .

Jumlah Nilai Mobilitas siswa = X Rata-rata Nilai Mobilitas siswa = X : 5

24

2. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui pencatatan / pendokumentasian tentang

keadaan / hambatan dan atau peningkatan mobilitas siswa pada saat

berlangsungnya bimbingan latihan penggunaan kursi roda.

Rambu-rambu pencatatan / pendokumentasian sebagaimana berikut :

Tabel 2: Format Dokumen Portofolio

NO. URAIAN KETERANGAN

1.

Photo subyek

2.

Permasalahan/hambatan

mobilitas siswa

menggunakan kursi roda

……………………………………..

……………………………………..

……………………………………..

3.

Perkembangan mobilitas

siswa menggunakan kursi

roda

……………………………………..

……………………………………..

……………………………………..

3. Tes Perbuatan

Teknik pengumpulan data melalui tes perbuatan (mobilitas siswa

menggunakan kursi roda ), untuk mengetahui nilai mobilitas siswa setelah

dilakukan siklus tindakan yakni: 1) menggerakkan kursi roda ke depan, 2)

menggerakkan kursi roda ke belakang, 3) menggerakkan kursi roda ke

kanan, 4) menggerakkan kursi roda ke kiri dan 5) menghentikan kursi

roda.

Pada waktu pelaksanaan tes perbuatan, observer melakukan

pengamatan, penilaian dan pencatatan / pendokumentasian atas kejadian,

hambatan dan atau perkembangan mobilitas siswa, berdasarkan rambu-

rambu yang telah dipersiapkan. ( Tabel 1 dan Tabel 2.)

25

E. Validitas Data

Untuk menjaga validitas data penelitian, secara kolaboratif

pengumpulan data dilakukan oleh teman sejawat atau tim ahli, serta

diupayakan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) observer akan

mengamati keseluruhan konsekuensi peristiwa yang terjadi di kelas; 2) tujuan,

batas waktu dan rambu-rambu observasi jelas; 3) hasil observasi dicatat

lengkap dan hati-hati; dan 4) observasi harus dilakukan secara obyektif,

sehingga validitas data dapat dipertanggung jawabkan dan dapat dijadikan

sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan.

F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalh analisis secara deskriptif

komparatif,yakni dengan membandingkan nilai awal dan nilai tes antar siklus.

Kemudian data yang berupa skor mobilitas siswa serta data perkembangan

yang ada dalam pencatatan portofolio dibandingkan sehingga hasilnya dapat

mencapai indikator yang telah ditetapkan.

G. Indikator Kinerja

Indikator kinerja penelitian tindakan adalah apabila :

” Aktivitas mobilitas siswa dengan menggunakan kursi roda meningkat

mencapai 70% dari nilai kondisi awal, dinyatakan oleh kolaborator telah

menuntaskan kegiatan penelitian tindakan.

H. Prosedur Penelitian

1. Perencanaan

a. Peneliti lakukan observasi dan penilaian terhadap kondisi awal

kemampuan mobilitas subyek dalam menggunakan kursi roda,

selanjutnya direfleksikan dalam bentuk rencana intervensi layanan

dalam rangka peningkatan mobilitas subyek.

26

b. Merencanakan Konsep pembelajaran / bimbingan.

Berdasar pada pengamatan dan penilaian kemampuan mobilitas siswa

pada kondisi awal, peneliti deskripsikan dan refleksikan pada Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) / Bimbingan latihan penggunaan

kursi roda secara bertahap dan berkelanjutan ( 2 siklus ).

Pada perencanaan pembelajaran / bimbingan latihan penggunaan kursi

roda dalam mobilitas, peneliti tentukan rambu-rambu yakni : 1).

Standar kompetensi, 2) Kompetensi dasar, 3) Indikator pencapaian

pembelajaran, 4). Sumber dan alat pembelajaran serta 5). pelaksanaan

evaluasi.

c. Merencanakan rambu-rambu / lembar pengamatan.

Lembar pengamatan dan penilaian perlu peneliti siapkan sebagai dasar

/ acuan bagi kolaborator untuk melakukan pengamatan terhadap

aktivitas mobilitas siswa selama bimbingan latihan penggunaan kursi

roda berlangsung,

d. Pembentukan Tim Pengamat / penilai.

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, peneliti lakukan /

penunujukan kepada 2 ( dua ) orang teman guru sejawat untuk

mendampingi, mendukung dan melakukan pengamatan serta penilaian

terhadap aktivitas mobilitas siswa dalam bimbingan latihan

penggunaan kursi roda, yang mencakup kemampuan subyek

menggerakkan kursi roda ke depan, ke belakang, ke kiri, dan ke kanan

serta kemampuan subyek menghentikan kursi roda menggunakan

rambu-rambu / standar penilaian yang telah dipersiapkan.

c. Mempersiapkan alat evaluasi

Alat evaluasi yang peneliti siapkan dan gunakan adalah pemberian

tugas / tes perbuatan terhadap siswa untuk melakukan mobilitas dengan

menggunakan kursi roda pada akhir setiap siklus tindakan. Selain alat

evaluasi tersebut peneliti siapkan lembar catatan / portofolio sebagai

acuan kolaborator untuk mendeskripsikan segala hal hambatan dan

atau

27

perkembangan mobilitas siswa selama bimbingan latihan penggunaan

kursi roda berlangsung.

2. Implementasi Tindakan

Tindakan atau intervensi mengenai bimbingan latihan penggunaan kursi

roda bagi subyek, dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun .

a. Melalui observasi, guru mendeskripsikan dan atau menilai keadaan

kondisi awal kemampuan mobilitas siswa menggunakan kursi roda

dengan mengacu pada rambu-rambu yang telah ditentukan.

b. Siklus 1.

Berdasar pada kemampuan mobilitas siswa pada kondisi awal, Guru /

peneliti lakukan pembelajaran bimbingan latihan penggunaan kursi

roda pada siklus 1. Sebagai tahap awal pembelajaran, guru mengajak

subyek untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kenikmatan yang diberikan kepada kita, salah satunya adalah

kesehatan. Berikutnya, guru jelaskan kepada siswa bahwa sekalipun

subyek mengalami kelainan fisik semestinya masih harus bersyukur

karena masih diberikan daya pikir yang normal seperti teman lainnya.

Atas dasar tersebut untuk dijadikan oleh subyek sebagai motivasi dasar

untuk bertindak dan atau bermobilitas sehari-hari dalam mencapai

tujuan hidup dan kehidupan. Langkah berikutnya mengajak subyek

untuk bersama-sama berlatih menggunakan kursi roda sebagai alat

bantu dalam mobilitas siswa. Sebelum guru / peneliti berikan

kesempatan pada subyek untuk mencoba menggerakkan kursi roda

dalam mobilitas, guru terlebih dulu jelaskan dan peragakan bagaimana

teknik / cara menggerakkan yang baik dan benar yakni bagaimana :

cara menggerakkan kursi roda ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan

dan cara menghentikan kursi roda. Berikutnya dengan bimbingan

guru/peneliti, siswa melakukan mobilitas dengan kursi roda. Pada

akhir siklus tindakan 1, guru lakukan tes mobilitas siswa, sedangkan

28

kolaborator melakukan pengamatan dan penilaian terhadap

kemampuan mobilitas siswa menggunakan kursi roda. Pada

pelaksanaan tes mobilitas siswa menggunakan kursi roda pada siklus 1,

terlihat jangkauan tangan subyek untuk dapat menggerakkan kursi roda

mengalami kesulitan. Peneliti merefleksikan bahwa kursi roda perlu

dirubah ukuran lebarnya, agar supaya gerak tangan siswa pada waktu

menggerakkan kursi roda lebih leluasa, nyaman dan aman.

c. Siklus 2.

Berdasar permasalahan / hambatan dan atau perkembangan serta nilai

kemampuan mobilitas siswa pada akhir siklus 1, guru menyusun

konsep pembelajaran / bimbingan latihan penggunaan kursi roda pada

siklus 2 dengan alat pembelajaran yakni kursi roda yang telah dirubah

ukuran lebarnya. Terkait adanya perubahan ukuran lebar kursi roda,

guru sampaikan informasi terhadap siswa mengenai maksud dan

tujuannya, yakni agar subyek lebih termotivasi, semangat, mudah dan

nyaman menggerakkan kursi roda dan pada gilirannya mobilitas siswa

dengan kursi roda akan lebih meningkat. Selanjutnya dengan

bimbingan guru, siswa lakukan latihan kembali bagaimana cara /

teknik menggerakkan kursi roda yang baik dan benar. Sesuai

perkembangan mobilitas siswa menggunakan kursi roda pada siklus

tindakan 2, maka guru meningkatkan intensitas latihan mobilitas siswa

dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. . Selanjutnya pada

akhir tindakan siklus 2, guru lakukan tes untuk mengetahui

sejauhmana nilai kemandirian siswa dalam bermobilitas.

3. Analisis dan Refleksi

Berdasar hasil pengamatan kinerja siswa / latihan mobilitas

menggunakan kursi roda dalam 2 ( dua ) siklus tindakan, maka guru

menganalisis dan membuat bahan refleksi untuk menentukan langkah

intervensi pengembangan / pengayaan bimbingan latihan penggunaan

kursi roda pada tahap berikutnya ( fellow up ).

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Pengetahuan dan mobilitas siswa kelas I SDLB Negeri Cangakan

Karanganyar yang berinisial VDA seperti biasa. Subjek terbiasa hanya duduk

di kursi roda yang digunakan setiap hari. Kemampuan mobilitas pada kondisi

awal, subjek lebih banyak hanya duduk di korsi roda tanpa banyak melakukan

aktivitas. Kemampuan bergerak yang sering dilakukan adalah gerakan ke

depan yang hanya dapat menempuh jarak beberapa meter saja, dan untuk

gerakan ke belakang, ke samping kanan, dan ke kiri sangat kurang, sehingga

dapat mengganngu aktivitas subjek dalam melakukuan interaksi, baik interaksi

dengan teman, guru, maupun orang lain di lingkungan sekolah maupun di

lingkungan tempat tinggal subjek. Melihat kondisi yang demikian, sebagai

guru kelas berusaha untuk mengatasi keterlambatan gerakan subjek dalam

beraktivitas yaitu dengan memanfaatkan kursi roda yang biasa dipakai subjek

agar subjek dapat bergerak ke berbagai arah dalam jarak yang lebih panjang

walaupun masih dalam tempat yang terbatas, baik gerakan ke depan, ke

belakang, ke samping kanan maupun ke samping kiri. Sebagai guru di SDLB

Negeri Cangakan Karanganyar termotivasi untuk melakukan alternatif

pemecahan masalah dengan melakukuan tindakan kelas, yaitu bimbingan

memanfaatkan kursi roda untuk mobilitas kepada subjek penelitian. Dengan

dukungan kepala sekolah dan dibantu oleh guru pengamatan (kolaborator)

dalam proses bimbingan latihan menggunakan kursi roda, diharapkan subjek

dapat memanfaatkan kursi roda dengan baik dan dapat melakukan aktivitas

sesuai dengan kemampuan yang dimilki.

Berdasarkan nilai mobilitas subjek VDA pada kondisi awal di kelas I

SDLB Negeri Cangakan Karanganyar yang telah diamati yaitu gerakan ke

depan, gerakan ke belakang, gerakan ke samping kanan, dan gerakan ke

samping kiri, berikut ini dapat disajikan nilai mobilitas yang terkait dengan

kondisi awal subjek penelitian.

29

30

Tabel 4. Nilai Mobilitas Siswa Menggunakan Kursi Roda Pada Kondisi Awal

Sumber Data : Lampiran 6 halaman 50

Nilai mobilitas siswa pada kondisi awal tersebut di atas, menunjukkan

bahwa mobilitas subjek dengan menggunakan korsi roda dalam kategori sedang

karena dari kelima indikator penilaian mobilitas, nilai rata-rata 44. Dengan

demikian pada kondisi awal, mobilitas siswa dengan menggunakan kursi roda

dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan.

Berdasar nilai mobilitas siswa kondisi awal yang masih rendah maka

guru/peneliti berusaha melakukan inovasi pembelajaran/bimbingan supaya

mobilitas siswa dapat meningkat. Inisiatif guru kelas serta di dukung oleh teman

guru sejawat serta kepala sekolah untuk melakukan pembelajaran bina diri dan

bina gerak dengan menerapkan bimbingan latihan penggunaan kursi roda pada

siklus-siklus tindakan bimbingan.

B. Deskripsi Siklus 1

1. Perencanaan

Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-

kegiatan:

Deskripsi aspek yang

dinilai

Aktivitas mobilitas siswa dan skor penilaian Tidak

dilakukan Dibantu Kadang dibantu

Tidak dibantu

D (kurang) < 40

C (sedang) 41-55

B (cukup) 56-70

A (baik) 71-85

1. Menggerakkan kursi roda ke depan.

- - 60 -

2. Menggerakkan kursi roda ke belakang

40 - - -

3. Menggerakkan kursi roda ke kanan

40 - - -

4. Menggerakkan kursi roda ke kiri

40 - - -

5. Menghentikan kursi roda 40 - - - Jumlah Nilai Mobilitas Kondisi Awal = 220 Rata-rata Nilai Mobilitas siswa = 220 : 5 = 44

31

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bina

diri dan bina gerak siklus I ini dirancang dengan satu kali pertemuan.

Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 35 menit. RPP mencakup

menentukan: kmpetensi dasar, materi pokok, indikator, skenario

pembelajaran, media/sumber belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 5

b. Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung

Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran

adalah: (1) Ruang teras. Ruang teras yang digunakan adalah teras yang

cukup luas di depan kelas yang biasa digunakan setiap hari. Teras sekolah

tidak di desain secara khusus, untuk pelaksanaan penggunaan kursi roda

diatur sedemikian rupa yaitu tempat tersebut tidak terdapat hambatan

dalam menjalankan kursi roda, kondisi lantai cukup halus dan landai,

bebas dari orang yang berlalu-lalang selama proses pembelajaran

bimbingan menggunakan kursi roda; (2) Mempersiapkan kursi roda sesuai

dengan materi pembelajaran.

c. Menyiapkan Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat hasil pengamatan

mobilitas siswa menggunakan kursi roda pada saat berlangsungnya

bimbingan latihan serta mencatat hasil pengamatan terhadap tes mobilitas

siswa pada akhir siklus tindakan bimbingan. Lembar pengamatan yang

digunakan meliputi: (1) Kemampuan menggerakkan kursi roda ke depan,

(2) Menggerakkan kursi roda ke belakang, (3) Menggerakkan kursi roda

ke kanan, (4) Menggerakkan kursi roda ke kiri, dan (5) Menghentikan

kursi roda.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus I, diawali dengan informasi atau

pengarahan kepada siswa mengenai pengertian dan teknik-teknik

menggunakan kursi roda. Pada kesempatan tersebut, guru memberikan

32

kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menanyakan segala sesuatunya

yang belum jelas. Alokasi untuk penjelasan ini menggunakan waktu selama 20

menit.

Kegiatan berikutnya, siswa menduduki kursi roda. Siswa diberi kesempatan

untuk mencermati kursi roda yang diduduki. Berdasarkan pengamatan yang

telah dilakukan, siswa mencoba mengingat kembali pengetahuan kursi roda

dan teknik-teknik menggunakannya. Alokasi waktu yang digunakan untuk

kegiatan ini adalh 35 menit.

Setelah mengamati kursi roda, siswa mendiskusikan dengan guru teknik-

teknik yang benar. Pada saat siswa berdiskusi dan mempraktekkan teknik-

teknik yang disarankan guru, pengamat (kolaborator) mengadakan pengamatan

mengenai aktivitas siswa dan aktivitas guru dengan menggunakan blangko

yang telah dipersiapkan. Guru memberikan bantuan apabila siswa memerlukan

penjelasan atau bimbingan yang berkaitan dengan pemanfaatan kursi roda.

Berdasarkan hasil latihan dan diskusi, siswa menyempurnakn atau melakukan

latihan perbaikan terhadap hasil latihan mobilitas dengan memanfaatkan kursi

roda.

Pembelajaran siklus I diakhiri dengan refleksi, yakni merenungkan apa

saja yang terjadi. Kegiatan tersebut menggunakan waktu 15 menit. Sebelum

mengakhiri pertemuan, siswa diberi tugas rumah untuk mengingat-ingat akan

manfaat kursi roda dan teknik-teknik memakainya dalam beraktivitas setiap

hari, baik saat berada di sekolah, di rumah, maupun di tempat umum.

3. Pengamatan

Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa

pada siklus 1 siswa belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini

terlihat pada saat guru memberikan penjelasan dengan menerapkan kursi roda

dalam bermobilitas, siswa belum menguasai terhadap teknik-teknik

penggunaannya, pandangan siswa menggunakan kursi roda masih dirasakan

sulit dan berat untuk melakukan gerakan yang lebih jauh. Hal ini terjadi karena

33

siswa merasa mudah capek, dan menganggap kursi roda belum begitu penting,

sehingga menggerakkan / menggunakan kursi roda masih malas. Hanya pada

gerakan ke depan dan ke belakang mobilitas siswa dalam kategori cukup

Beberapa hambatan/kesulitan yang ada pada siswa, guru berusaha untuk terus

memotivasi dan memberi pemahaman terhadap siswa bahwa kursi roda

merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan bagi dirinya terutama sebagai

alat bantu mobilitas (gerak pindah diri) dari dan ke lingkungannya.

Sesuai hambatan / kesulitan mobilitas siswa yang ada pada saat tindakan

siklus 1 maka peneliti terus berupaya meningkatkan teknik layanan bimbingan

serta mencari solusi pemecahan, agar siswa dapat menggerakkan /menjalankan

kursi roda dengan nyaman dan lancar sesuai kemampuannya.

Untuk mengetahui kemampuan mobilitas siswa setelah guru/peneliti

memberikan motivasi dan melakukan inovasi pembelajaran/bimbingan latihan

penggunaan kursi roda pada siklus 1, maka guru melakukan tes mobilitas siswa

sebagaimana hasil tes berikut:

Tabel 5. Nilai Hasil Tes Mobilitas Siswa Pada Akhir Siklus 1

Sumber data: Lampiran 7, halaman 51

No.

Deskripsi aspek yang

dinilai

Aktivitas mobilitas siswa dan skor penilaian Tidak

dilakukan Dibantu Kadang dibantu

Tidak dibantu

D (kurang) < 40

C (sedang) 41-55

B (cukup) 56-70

A (baik) 71-85

1. Menggerakkan kursi roda ke depan.

- - 70 -

2. Menggerakkan kursi roda ke belakang

- - 60 -

3. Menggerakkan kursi roda ke kanan

- 50 - -

4. Menggerakkan kursi roda ke kiri

- 50 - -

5. Menghentikan kursi roda - - 60 - Jumlah Nilai Mobilitas Kondisi Awal = 290 Rata-rata Nilai Mobilitas siswa = 290 : 5 = 58

34

Dari beberapa hambatan/kesulitan dan perkembangan yang dialami siswa

dalam mobilitas menggunakan kursi roda pada siklus 1, oleh kolaborator dapat

dicatat sebagai berikut:

Tabel 6 . Catatan hambatan dan peningkatan mobilitas siswa pada tindakan siklus 1.

No. Uraian Keterangan

1. Photo Subjek

2. Masalah/hambatan mobilitas siswa menggunakan kursi roda

Siswa merasa takut Motivasi siswa kurang Siswa kurang percaya

diri/masih sering dibantu dalam menggerakkan kursi roda

Ukuran lebar Kursi roda perlu dirubah disesuaikan dengan jarak jangkauan tangan siswa untuk lebih dapat menggerakkan dengan nyaman dan lancar

3. Peningkatan mobilitas siswa menggunakan kursi roda

Terdapat peningkatan mobilitas siswa, yakni dapat menggerakkan kursi roda ke depan dan ke belakang dengan cukup

Sumber data: Lampiran 8, halaman 52

4. Refleksi

Berdasar pada perolehan nilai hasil tes mobilitas siswa dan catatan

permasalahan dan perkembangan pada siklus 1, dapat diketahui bahwa

mobilitas siswa dengan menggunakan kursi roda masih perlu ditingkatkan.

Upaya peningkatan dimaksud salah satunya adalah bagaimana lebar kursi roda

dapat di rubah ( dipersempit ) ukurannya.

35

C. Deskripsi Siklus 2

Program bimbingan latihan penggunaan kursi roda pada subyek VDA

siswa kelas I SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada siklus 2, menekankan

pada peningkatan intensitas latihan dalam rangka mencapai kemandirian siswa

bermobilitas.Perubahan ukuran lebar kursi roda juga menjadi prioritas tindakan

layanan. Melalui perubahan ukuran lebar kursi roda, dimungkinkan siswa akan

lebih mudah dalam menggerakkannya. Pelaksanaan tindakan pada siklus 2

dirancang sebagai berikut :

a. Perencanaan

Perencanaan tindakan siklus 2 meliputi kegiatan :

1). Menyususn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )

Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan pembelajaran bimbingan

latihan penggunaan kursi roda dirancang dua kali pertemuan. Alokasi

pertemuan adalah 2 x 35 menit yang mencakup penentuan kompetensi

dasar, materi pokok, indicator, scenario pembelajran, media / sumber

belajar dan sistem penilaian.

2). Mempersiapkan fasilitas dan Sarana pendukung.

Fasilitas dan sarana pendukung yang perlu dipersiapkan adalah : 1).

Halaman sekolah yang cukup luas yang dimungkinkan tidak terdapat

hambatan dalam siswa melakukan latihan mobilitas menggunakan kursi

roda. 2). Mempersiapkan kursi roda yang telah di rubah ukuran lebarnya.

b. Pelaksanaan Tindakan

Sebagaimana pelaksanaan tindakan bimbingan latihan penggunaan kursi

roda pada siklus pertama, pada siklus dua guru / peneliti memberikan

informasi terhadap siswa berkaitan dengan dirubahnya ukuran lebar kursi roda

serta pentingnya penguasaan siswa tentang teknik bermobilitas dengan kursi

roda. Melalui penyampaian informasi adanya perubahan ukuran lebar kursi

roda, diharapkan akan memotivasi siswa berlatih lebih giat. Pembelajaran /

36

bimbingan latihan pada siklus 2 diakhiri dengan pelaksanaan tes mobilitas

siswa, dan kolaborator sebagai pengamat untuk lebih memberikan pengamatan

dan penilaian secara obyektif sesuai dengan rambu-rambu penilaian yang telah

di persiapkan.

c. Pengamatan

Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus 2, dapat

dideskripsikan bahwa subyek sudah dapat menguasai teknik menggerakkan

kursi roda baik ke kanan maupun ke kiri, terlebih sudah dapat menggerakkan

kursi roda dalam mobilitas ke depan dan ke belakang dengan lebih cepat dan

lancar tanpa bantuan. Pada saat melakukan mobilitas, subyek telah terlihat

lebih siap. Namun untuk menggerakkan kursi roda menuju jalan yang

menanjak dan atau menurun masih perlu dibantu.

Berdasar pengamatan kolaborator dan guru sebagai peneliti terhadap

kemampuan mobilitas siswa pada akhir siklus dua semakin meningkat, maka

peneliti lakukan tes perbuatan mobilitas siswa dengan menggunakan kursi roda

sebagaimana hasil tes berikut :

Tabel 7 : Nilai Hasil Tes Mobilitas Siswa Pada Akhir Siklus 2.

Sumber data: Lampiran 9, halaman 53

No.

Deskripsi aspek yang

dinilai

Aktivitas mobilitas siswa dan skor penilaian Tidak

dilakukan Dibantu Kadang dibantu

Tidak Dibantu

D (kurang) < 40

C (sedang) 41-55

B (cukup) 56-70

A (baik) 71-85

1. Menggerakkan kursi roda ke depan.

- - - 80

2. Menggerakkan kursi roda ke belakang

- - - 80

3. Menggerakkan kursi roda ke kanan

- - 70 -

4. Menggerakkan kursi roda ke kiri

- - 70 -

5. Menghentikan kursi roda - - - 75 Jumlah Nilai Mobilitas Kondisi Awal = 375 Rata-rata Nilai Mobilitas siswa = 375 : 5 = 75

37

Dari pengamatan oleh kolaborator pada intervensi bimbingan latihan

penggunaan kursi roda siklus 2 ( dua ) serta berdasar hasil tes mobilitas siswa

pada akhir siklus 2 ( dua )di atas, maka dapat di catat hal-hal sebagai berikut :

Tabel 8 . Peningkatan mobilitas siswa pada akhir siklus 2.

No. Uraian Keterangan

1. Photo Subjek

2. Masalah/hambatan mobilitas siswa menggunakan kursi roda

Mobilitas siswa pada jalan menanjak dan atau menurun masih perlu dibantu, karena faktor usia 7 tahun

3. Peningkatan mobilitas siswa menggunakan kursi roda

Terdapat peningkatan mobilitas siswa, yakni dapat menggerakkan kursi roda ke depan dan ke belakang pada jalan datar tanpa bantuan.

Siswa dapat menggerakkan kursi roda ke kanan dan atau ke kiri serta dapat menghentikannya pada jalan mendatar, sekalipun terkadang dibantu.

Sumber data: Lampiran 10, halaman 54

4. Refleksi

Berdasar pada perolehan nilai hasil tes mobilitas siswa dan data peningkatan mobilitas siswa pada akhir siklus 2, dapat diketahui bahwa mobilitas siswa dengan menggunakan kursi roda telah mencapai peningkatan yang signifikan. Sehingga siswa secara mandiri ( pada jalan mendatar ), dapat bermobilitas menggunakan kursi roda dengan baik dan lancar. Latihan Mobilitas siswa pada jalan mendaki dan atau menurun, masih perlu ditingkatkan.

38

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Melalui bimbingan latihan penggunaan kursi roda untuk meningkatan

mobilitas siswa, merupakan indikator pada penelitian tindakan ini. Berkenaan hal

tersebut, guru berupaya melakukan kreasi, inovasi dan mengefektifkan teknik

bimbingan latihan. Strategi pembelajaran /bimbingan tersebut yakni, memotivasi

siswa untuk lebih interaktif dan ekspresif menggerakkan kursi roda secara bebas.

Disamping itu guru melakukan perubahan ukuran lebar kursi roda. Kreasi dan

inovasi pembelajaran dilakukan berdasar pada hasil pengamatan / refleksi

terhadap kinerja mobilitas siswa pada siklus tindakan . Melalui upaya inovasi /

perubahan sarana pembelajaran tersebut dapat dikatakan cukup berhasil. Karena

terlihat siswa lebih semangat. Potensi mobilitas siswa meningkat. Hal tersebut

sejalan beberapa tujuan bimbingan menurut Djauzak Ahmad ( 1996 : 3), dua

diantaranya adalah, 1) siswa dapat mengembangkan sikap positif, 2) dapat

menyelesaikan masalah.

Mobilitas siswa tuna daksa paraplegia terkait erat dengan kemandirian

terhadap semua aspek kegiatan kehidupan. Tujuan bimbingan di SDLB Depdiknas

(2004 : 5), salah satunya adalah, “ Membantu siswa dalam memahami dirinya

( kelebihan, kekurangan dan kelainan yang disandang ) maupun lingkungannya”.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa tindakan yang dipilih dalam penelitian

ini dapat dipertanggung jawabkan, baik secara teoritik maupun empirik. Hasil

peningkatan mobilitas siswa seperti digambarkan pada grafik di bawah :

Nilai Awal Siklus I Siklus II

0

20

40

60

80

Gambar 3

Grafik Peningkatan Nilai Mobilitas Setiap Siklus

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab IV dapat

disimpulkan bahwa: Bimbingan latihan penggunaan kursi roda terbukti dapat

meningkatkan mobilitas siswa tuna daksa paraplegia kelas I siswa SDLB Negeri

Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2008/2009.

B. Saran

1. Kepada siswa

Untuk lebih meningkatkan lagi Aktivitas Mobilitas siswa menggunakan kursi

roda , kepada siswa diharapkan mengembangkan teknik menggerakkan kursi

roda yang telah diberikan oleh guru / peneliti .

2. Untuk Penelitian lebih lanjut.

Tindakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan mobilitas siswa, para

peneliti / guru untuk lebih cermat melakukan pengamatan terhadap faktor yang

dapat mempengaruhi peningkatan mobilitas siswa terlepas dari teknik

bimbingan latihan penggunaan kursi roda .

39

DAFTAR PUSTAKA

A.Salim Choiri. 1996. Rehabilitasi Anak Luar Biasa. Jakarta : Depdikbud. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Dan Kebudayaan.

,2005. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Surakarta: FKIP - UNS. ,2008. Materi, Metode dan Penilaian Bina Gerak. Surakarta: FKIP UNS. BSNP. 2006. Model Penilaian Kelas Pendidikan Khusus. Departemen Pendidikan

Nasional. Depdikbud. 1995.Pedoman Praktis Penyelenggaraan SLB D. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas. 2004. Kurikulum Pendidikan Luar Biasa: Pedoman Bimbingan di

Sekolah. Jakarta: Ditjen. Dikdasmen. Djaja Rahardja, 2008. Materi, Metode dan Penilaian Orientasi dan Mobilitas.

Surakarta: UNS. Djausak Ahmad. 1996. Bimbingan dan Penyuluhan di Institusi Pendidikan.

Jakarta: Dikdasmen. Djumhur dan Muh. Surya. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.

Bandung: CV. Ilmu. Hartini dan Edit Endang N.R, 1996. Ortodidaktik - D. Surakarta: UNS Press. Miler. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu. Mohammad Effendi, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:

Bumi Aksara. Mulyono Abdurrachman dan Sudjadi. 1994. Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:

Depdikbud. Ditjen. Dikti. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik. Oemar Hamalik. 2000. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo. Prayitno. 1994. Pelayanan Bimbingan di Sekolah Dasar. Jakarta: Ghalia

Indonesia. Sam Isbani dan Ravik Karsidi, 1998. Rehabilitasi ALB I. Surakarta: FKIP - UNS. Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1994. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

40

Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta.

Sunaryo Kartadinata. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud, Ditjen. Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book

Publisher. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas.).

Bandung: Citra Umbara.