BIJAK BULETIN - pdf.usaid.gov

6
BIJAK Mendukung Konservasi Trenggiling di Indonesia Lembaga dan Organisasi Bergabung dalam Kampanye Media Sosial untuk Melindungi Rangkong Gading Merancang Kriteria dan Indikator Kinerja untuk Meningkatkan Manajemen Hutan Halaman 6 Halaman 5 Pembiayaan Berkelanjutan untuk Melindungi Keanekaragaman Hayati Indonesia Halaman 3 Halaman 1 Halaman 2 Trenggiling (Manidae) adalah mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia dan terancam punah. BIJAK Mendukung Konservasi Trenggiling di Indonesia Mengurangi Konflik Tenurial di Kawasan Konservasi Indonesia Halaman 4 Meningkatkan Pengendalian Penangkapan dan Perdagangan Spesies Ikan yang Berkelanjutan di Indonesia Volume VI April - Juni 2020 This newsletter is made possible by the support of the American People through the United States Agency for International Development (USAID). The contents of this newsletter are the sole responsibility of Chemonics International and do not necessarily reflect the views of USAID or the United States Government. Trenggiling (Manidae) adalah salah satu mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia dan terancam punah. Seperti jenis trenggiling lainnya, trenggiling sunda (Manis javanica) diketahui memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga marak diburu dan diperdagangkan secara ilegal. Sebuah studi tahun 2016 oleh Mariana Takandjandi & Reny Sawitri* memperkirakan bahwa antara tahun 2002-2015, para penyelundup telah menyelundupkan 32.000 trenggiling ke luar Indonesia. Karena itu, Pemerintah Indonesia menyadari perlunya untuk segera mengambil tindakan menyeluruh untuk menyelamatkan trenggiling Indonesia dari kepunahan. Pada Desember 2020, USAID BIJAK mulai bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), program Wildlife Conservation Society- Indonesia, Fauna and Flora Indonesia, IPB University, dan Kebun Binatang Gembira Loka untuk menyusun Rencana Aksi Darurat (RAD) Penyelamatan Trenggiling untuk tiga tahun. RAD ini menjelaskan status terkini dari konservasi trenggiling Sunda dan merinci langkah yang harus segera diambil untuk melindungi spesies ini. RAD ini mengandung strategi untuk menekan perburuan dan perdagangan ilegal, meningkatkan penanganan barang bukti terutama trenggiling hidup yang disita, mengidentifikasi sumber pendanaan DI EDISI INI: BIJAK BULETIN Foto: Paul Hilton for WCS-IP *http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JAKK/article/view/1507

Transcript of BIJAK BULETIN - pdf.usaid.gov

Page 1: BIJAK BULETIN - pdf.usaid.gov

BIJAK Mendukung Konservasi Trenggiling di Indonesia

Lembaga dan Organisasi Bergabung dalam Kampanye Media Sosial untuk Melindungi Rangkong Gading

Merancang Kriteria dan Indikator Kinerja untuk Meningkatkan Manajemen Hutan

Halaman 6

Halaman 5

Pembiayaan Berkelanjutan untuk Melindungi Keanekaragaman Hayati Indonesia

Halaman 3

Halaman 1

Halaman 2

Trenggiling (Manidae) adalah mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia dan terancam punah.

BIJAK Mendukung Konservasi Trenggiling di Indonesia

Mengurangi Konflik Tenurial di Kawasan Konservasi Indonesia

Halaman 4

Meningkatkan Pengendalian Penangkapan dan Perdagangan Spesies Ikan yang Berkelanjutan di Indonesia

Volume VI April - Juni 2020

This newsletter is made possible by the support of the American People through the United States Agency for International Development (USAID). The contents of this newsletter are the sole responsibility of Chemonics International and do not necessarily reflect the views of USAID or the United States Government.

Trenggiling (Manidae) adalah salah satu mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia dan terancam punah. Seperti jenis trenggiling lainnya, trenggiling sunda (Manis javanica) diketahui memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga marak diburu dan diperdagangkan secara ilegal. Sebuah studi tahun 2016 oleh Mariana Takandjandi & Reny Sawitri* memperkirakan bahwa antara tahun 2002-2015, para penyelundup telah menyelundupkan 32.000 trenggiling ke luar Indonesia. Karena itu, Pemerintah Indonesia menyadari perlunya untuk segera mengambil tindakan menyeluruh untuk menyelamatkan trenggiling Indonesia dari kepunahan.

Pada Desember 2020, USAID BIJAK mulai bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), program Wildlife Conservation Society-Indonesia, Fauna and Flora Indonesia, IPB University, dan Kebun Binatang Gembira Loka untuk menyusun Rencana Aksi Darurat (RAD) Penyelamatan Trenggiling untuk tiga tahun. RAD ini menjelaskan status terkini dari konservasi trenggiling Sunda dan merinci langkah yang harus segera diambil untuk melindungi spesies ini. RAD ini mengandung strategi untuk menekan perburuan dan perdagangan ilegal, meningkatkan penanganan barang bukti terutama trenggiling hidup yang disita, mengidentifikasi sumber pendanaan

DI EDISI INI:

BIJAK BULETIN

Foto

: Pau

l Hilt

on fo

r WC

S-IP

*http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JAKK/article/view/1507

Page 2: BIJAK BULETIN - pdf.usaid.gov

2

untuk peningkatan penegakan hukum, meningkatkan pengetahuan aparat penegak hukum, jaksa, dan hakim agar mereka mempertimbangkan status konservasi trenggiling dalam mengadili penyelundup, dan dalam meningkatan komunikasi dan kesadaran publik. Tujuan utama RAD adalah untuk memberikan arahan bagi lembaga pemerintah, lembaga penegak hukum, dan pemangku kepentingan untuk berjanji menyediakan sumber daya dan meningkatkan koordinasi untuk membongkar jaringan perburuan dan perdagangan ilegal trenggiling di Indonesia.

Pada April 2020, pemerintah Indonesia telah menunjuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai otoritas pengelolaan (management authority - MA) spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I dan II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

KKP memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi kegiatan penangkapan ikan di alam, termasuk pengendalian terhadap penangkapan spesies ikan terancam punah, yang meliputi pendaftaran nelayan dan perijinan kapal dan alat tangkap. Khusus untuk spesies ikan Appendix-II, kuota dan perijinan perdagangan internasionalnya diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dalam siaran pers KKP*, Menteri Edhy Prabowo menegaskan bahwa salah satu tujuan penunjukan tersebut adalah untuk meningkatkan pemantauan perdagangan dan pemanfaatan jenis ikan yang tercantum dalam Appendix II. Dengan penunjukan KKP menjadi MA CITES untuk jenis ikan, membuat pemantauan dan pengumpulan data di sepanjang rantai pasokan, mulai dari upaya tangkap, pendaratan di pelabuhan perikanan, pengolahan ikan, hingga penjualan domestik, ekspor ikan, dan produk ikan dapat dipantau secara menyeluruh dalam satu kementerian.

Penunjukan KKP sebagai MA CITES juga akan menyederhanakan proses perizinan sehingga dapat meningkatkan keterlacakan penangkapan dan perdagangan spesies ikan yang terdaftar dalam Appendix II, sebut saja hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis), yang hasil tangkapan tahunannya dibatasi oleh kuota berbasis kajian ilmiah berdasarkan analisis non-detriment findings yang dilakukan oleh otoritas ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Selama empat tahun terakhir, BIJAK telah bekerja sama dengan KKP menyusun kebijakan, regulasi, dan pedoman pengelolaan spesies akuatik Appendix II tertentu untuk meningkatkan konservasi species akuatik terancam punah

Meningkatkan Pengendalian Penangkapan dan Perdagangan Spesies Ikan yang berkelanjutan di Indonesia

“Tujuan RAD adalah memutus jaringan perburuan dan perdagangan di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera,” kata Prof. Gono Semiadi dari LIPI. “RAD juga mendorong dan memandu proses penegakan hukum sehingga dapat diterapkan secara adil dan benar pada kasus perburuan ilegal trenggiling di Indonesia. RAD mencakup cara untuk meningkatkan penanganan barang bukti dan memastikan bahwa trenggiling hidup yang disita disalurkan ke pusat penyelamatan yang memenuhi syarat.”

Penyusunan RAD adalah salah satu aksi yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk memenuhi komitmennya terhadap Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang melarang perdagangan komersial semua spesies trenggiling dari alam, termasuk trenggiling Sunda. Setelah RAD resmi ditetapkan sebagai peraturan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK akan memiliki mandat untuk bermitra dengan petugas Bea Cukai, Karantina, maskapai penerbangan, serta otoritas pelabuhan dan transportasi untuk segera menerapkan peraturan tersebut. Meski RAD adalah pendekatan jangka pendek dalam melindungi trenggiling, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) bermintra dengan BIJAK, universitas, lembaga penelitian, dan organisasi non-pemerintah lainnya untuk mengembangkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional jangka panjang untuk melindungi trenggiling di Indonesia selama sepuluh tahun ke depan.

KKP mengembangkan infografik baru pemanfaatan hiu dan pari dengan dukungan USAID BIJAK.

Foto: Paul Hilton for WCS-IP

Ilust

rasi

USA

ID B

IJAK

Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya mengambil tindakan segera dan menyeluruh untuk menyelamatkan trenggiling Indonesia dari kepunahan.

*https://news.kkp.go.id/index.php/kkp-resmi-jadi-otoritas-pengelola-cites-untuk-jenis-ikan/

melalui peningkatan kepatuhan Indonesia terhadap mandat CITES, yaitu memastikan legalitas, keberlanjutan dan keterlacakan. BIJAK akan terus mendukung pemerintah Indonesia dalam memenuhi komitmen CITES melalui kerjasama dengan KLHK, KKP, dan LIPI.

Page 3: BIJAK BULETIN - pdf.usaid.gov

Staf Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Unit V Gayo Lues Aceh dan anggota masyarakat setempat melakukan pemetaan partisipatif.

3

Jika digabung, Provinsi Kalimantan Utara dan Papua memiliki lebih dari sembilan juta hektar kawasan hutan. Untuk melindungi fungsi ekologis hutan Indonesia yang penting, kedua provinsi telah mengembangkan indikator berbasis ekologi yang digunakan untuk permintaan transfer fiskal dari anggaran provinsi ke anggaran kabupaten untuk, diantaranya, mencegah kebakaran hutan, melindungi sumber daya air bersih, dan mencegah polusi udara. Transfer anggaran semacam itu, yang disebut transfer fiskal ekologis (EFT), merupakan pendekatan baru pembiayaan lingkungan berkelanjutan yang telah berhasil diterapkan oleh beberapa provinsi di Indonesia.

Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang mencari sumber pembiayaan inovatif yang akan menawarkan solusi berkelanjutan untuk mengatasi tantangan keanekaragaman hayati dan konservasi lingkungan di Indonesia.

Pada tahun 2019, pemerintah mengumumkan secara terbuka dukungannya terhadap penggunaan mekanisme transfer fiskal yang telah ada untuk menyalurkan dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mendorong upaya konservasi yang terdesentralisasi. Sampai saat ini skema-skema tersebut belum digunakan untuk meminta transfer dana dari APBN ke tingkat daerah, khusus untuk keanekaragaman hayati dan konservasi hutan.

USAID BIJAK mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kemitraan, dan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat, Universitas Indonesia belajar dari pengalaman Kalimantan Utara dan Papua untuk mengembangkan sistem membuat EFT serupa dari anggaran nasional ke daerah.

Kajian BIJAK menunjukkan bahwa mekanisme transfer fiskal yang ada - Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Desa (DD), dan Dana Insentif Daerah (DID) - merupakan pilihan yang layak untuk mendanai pengelolaan konservasi di tingkat daerah. Namun, agar pemerintah daerah dapat meminta dan mengalokasikan dana khusus untuk melindungi keanekaragaman hayati dan pengelolaan lingkungan, permintaan itu perlu menyertakan indikator dan formula berbasis ekologi.

“Dengan formula baru tersebut, pemerintah daerah yang paling membutuhkan dana untuk kegiatan konservasi hutan guna meningkatkan keanekaragaman hayati dan pengelolaan hutan akan diberdayakan atas permintaan dari pemerintah pusat,” kata Wiko Saputra, Research Associate Kebijakan Publik dari AURIGA.

BIJAK meninjau indikator ekologi potensial yang menguji usulan rumus matematika untuk menghitung transfer fiskal melalui DID, DAK untuk sektor kehutanan, dan DD untuk keanekaragaman hayati dan konservasi hutan.

Dalam hal DID, BIJAK mengusulkan untuk menambahkan indikator lingkungan baru ke indikator yang sudah ada terkait kemiskinan dan indeks pembangunan manusia, agar dapat menyeimbangkan kebutuhan untuk pembangunan sosial dan perbaikan lingkungan. Kertas kebijakan yang dibuat BIJAK mengusulkan penggunaan transfer fiskal ekologis melalui mekanisme DID untuk memberi insentif kepada pemerintah daerah guna meningkatkan kinerja dalam perlindungan lingkungan yang diukur dengan Indeks Kualitas Lingkungan dan Indeks Emisi Gas Rumah Kaca.

Selanjutnya, kertas kebijakan BIJAK mengusulkan penambahan formula berbasis kinerja untuk meminta dana DAK, yang didasarkan perlindungan keanekaragaman hayati dalam pemulihan lahan terdegradasi. Pemerintah daerah perlu menunjukkan mereka telah mempertahankan atau meningkatkan total kawasan hutan dan/atau mengurangi lahan terdegradasi.

Terakhir, kertas kebijakan BIJAK merekomendasikan untuk menambahkan indikator lingkungan berdasarkan total kawasan konservasi dan kawasan hutan lindung dengan yang disyaratkan oleh mekanisme DD saat ini, yaitu berdasarkan jumlah penduduk, kemiskinan, total luas, dan aksesibilitas fisik.

Untuk meresmikan opsi transfer fiskal baru ini, diperlukan tindakan terkoordinasi di tingkat kementerian yang mencakup pemberlakuan peraturan baru untuk menambah indikator dan formula ekologi ke mekanisme DID dan DD oleh Kementerian Keuangan dan memberlakukan peraturan baru untuk menambahkan indikator dan formula baru ke mekanisme DAK oleh KLHK. Setelah indikator baru ini diresmikan, daerah dengan keanekaragaman hayati yang kaya akan memiliki akses ke sumber daya keuangan tambahan dan insentif untuk mengelola hutan dan kawasan konservasi.

*https://www.bps.go.id/statictable/2013/12/31/1716/luas-kawasan-hutan-dan-kawasan-konservasi

Pembiayaan Berkelanjutan untuk Melindungi Keanekaragaman Hayati Indonesia

Foto

: Was

kito

kw

lise

nsi d

ibaw

ah C

C B

Y-SA

4.0

Lutung Jawa Timur (Trachypithecus auratus) di Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo, Jawa Timur. Tahura dan KPH adalah jenis kawasan konservasi yang akan mendapat manfaat dari EFT melalui opsi DAK.

Foto: Improsula and USAID LESTARI

Foto

: Im

pros

ula

and

USA

ID L

ESTA

RI

Page 4: BIJAK BULETIN - pdf.usaid.gov

KPH berfungsi sebagai rumah bagi ratusan spesies flora dan fauna asli, termasuk kakatua jambul kuning ini.

4

Phot

o: M

ida

Sara

gih/

USA

ID B

IJAK

Mengembangkan Kriteria dan Indikator Kinerja untuk Meningkatkan Pengelolaan Hutan

Provinsi Papua menetapkan 273.420 hektar Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Mimika pada tahun 2017. Mulai dari pantai hingga ketinggian 3.000 m dpl, KPH ini mencakup berbagai ekosistem, antara lain hutan bakau, rawa, dan hutan primer dan sekunder. KPH ini juga merupakan rumah bagi ratusan spesies flora dan fauna asli, termasuk spesies burung yang dilindungi seperti kuskus tanah (Phalanger gymnotis), wupih sirksik (Petaurus breviceps), dan kakatua jambul kuning (Cacatua galerita). KPH ini, yang memiliki bagian khusus untuk konservasi (21,2 persen), perlindungan (29,7 persen), dan produksi (49,03 persen),* merupakan contoh pendekatan baru dalam tata kelola dan pengelolaan hutan yang dipromosikan oleh pemerintah Indonesia, yaitu FMU multifungsi.

Kesatuan Pengelolaan Hutan adalah lembaga utama yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk mengelola hutan pada tingkat lanskap. Sejak 2010, 618 KPH telah didirikan di Indonesia untuk meningkatkan pengelolaan hutan.

Menyadari bahwa KPH besar seperti Unit VI Mimika dapat mencakup beberapa jenis ekosistem, model multifungsi memungkinkan pendekatan pengelolaan yang agak berbeda yang memenuhi tujuan konservasi, partisipasi masyarakat, dan produksi. Kawasan yang ditunjuk untuk konservasi, biasanya ekosistem hutan tua dengan keanekaragaman hayati tinggi, melindungi spesies unik dan endemik di kawasan tersebut. Peneliti dan konservasionis diperbolehkan mengakses kawasan ini untuk melakukan kegiatan perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati dengan izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Di kawasan yang ditunjuk untuk produksi, pemegang konsesi yang beroperasi di dalam kawasan KPH diperbolehkan untuk melakukan penebangan selektif untuk mengambil kayu sesuai dengan rencana pemanfaatan hutan lestari yang disetujui dan diawasi oleh pengelola KPH. Kawasan yang diperuntukkan untuk perlindungan dipilih untuk melindungi ekosistem

dan menjaga kualitas lingkungan termasuk mencegah erosi tanah, menjaga kesuburan tanah, menyimpan cadangan air, dan menyediakan habitat bagi flora dan fauna. Area perlindungan memungkinkan untuk digunakan oleh para pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, masyarakat lokal, dan sektor swasta untuk ekowisata, jasa ekosistem, kegiatan pendidikan dan budaya, dan pemanfaatan berkelanjutan produk-produk non-kayu.

KLHK, dengan dukungan teknis dari BIJAK, sedang dalam proses menyusun instrumen untuk mengevaluasi 618 KPH untuk di desain kembali sebagai KPH multiguna yang menghasilkan manfaat bagi warga negara, ekonomi, dan lingkungan.

“Model baru ini akan mengoptimalkan KPH untuk melakukan kegiatan perlindungan, produksi, dan konservasi,” kata Pak Prabowo, Kasubdit Perencanaan KPHL. “Perubahan ini akan membantu kami mencapai tujuan pengelolaan hutan dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya hutan untuk manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi.”

Selain mendukung peralihan ke hutan multiguna, BIJAK berpartisipasi dalam kelompok kerja dengan KLHK dan U.S. Forest Service Indonesia Program untuk mengembangkan kriteria dan indikator kinerja KPH serta pedoman penyusunan program dan penganggaran KPH sehingga pemanfaatan hutan secara multiguna terintegrasi ke dalam kerangka perencanaan dan penganggaran strategis nasional. Dokumen-dokumen penting ini, yang ditargetkan selesai pada Agustus tahun ini, akan digunakan untuk memandu dan memantau kemajuan dalam meningkatkan pengelolaan hutan di tahun-tahun mendatang.

KPH Unit VI Mimika mencakup berbagai ekosistem, antara lain hutan bakau, rawa, hutan primer dan sekunder.

Foto

: Dan

umur

thi M

ahen

dra

/ U

SAID

Indo

nesi

a

Foto

: KR

Adv

entu

res

lisen

si d

ibaw

ah C

C B

Y-N

C 2

.0

*http://kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/1574149696rphjp_kphl_revisi_9_mei_2019_final.pdf

Page 5: BIJAK BULETIN - pdf.usaid.gov

5

.

Burung rangkong gading (Rhinoplax vigil) berada di ambang kepunahan akibat perburuan, perdagangan ilegal, dan deforestasi. Untuk menghentikan kepunahan ini, Pemerintah Indonesia memberlakukan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Nasional Rangkong Gading 2018-2028. SRAK memberikan peta jalan bagi para pemangku kepentingan utama selama sepuluh tahun untuk mengambil tindakan guna memastikan kelangsungan hidup spesies ini.

Pada awal Juni, BIJAK mendampingi tujuh organisasi di Indonesia dalam proses merancang dan melaksanakan kampanye media sosial Rangkong Gading Week untuk meningkatkan kesadaran terhadap upaya konservasi rangkong gading. BIJAK bekerja sama dengan Burung Indonesia, Wildlife Conservation Society-Indonesia Program, Rangkong Indonesia, Flora dan Fauna Indonesia, Yayasan KEHATI, Yayasan Planet Indonesia, Aksi Pelestarian Hutan Tropis Kalimantan (TFCA-Kalimantan), Universitas Tanjung Pura, Universitas Andalas, Universitas Bengkulu, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan ilustrator terkenal Shirohyde untuk mengembangkan pesan utama sebagai fondasi kampanye.

Peserta kampanye memilih pesan utama sebagai tema untuk setiap harinya, termasuk rincian tentang bagaimana mengidentifikasi spesies menurut morfologi, habitat, dan keunikannya, nilai sosial dan budaya, ancaman terhadap kelangsungan hidup mereka, fungsi ekologis, dan upaya untuk melindungi spesies tersebut. Setiap organisasi membuat unggahan media sosial, video, foto, karya seni, dan game mereka sendiri untuk mempromosikan pesan utama dan memposting silang konten yang dikembangkan oleh mitra lain.

Rangkong Gading Week terbilang sukses. Kampanye ini menjangkau 44.000 pengguna media sosial, menghasilkan lebih dari 10.000 engagement dan 311.000 impression serta menarik keikutsertaan tujuh lembaga lainnya termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Unit Penegakan Hukum KLHK Pontianak, Hutan Itu Indonesia, Scorpion Foundation Indonesia, Burung Ibukota, dan Garda Animalia. Beberapa influencer media sosial seperti @Worldlifetravel (16,1K pengikut) @Sirohyde (26,7K pengikut), dan @Awrelalifiaa (320K pengikut) ikut berpartisipasi dan memperkuatnya dalam jaringan sosial mereka. Kampanye ini juga menarik perhatian tiga peneliti dan pendukung konservasi terkemuka Indonesia yang menerbitkan artikel opini tentang

Lembaga dan Organisasi Bergabung dalam Kampanye Media Sosial untuk Melindungi Rangkong Gading

konservasi rangkong selama kegiatan berlangsung di Mongabay Indonesia, The Jakarta Post, dan Harian Rakyat Bengkulu.

“Demi generasi sekarang dan masa mendatang, penting bagi semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam konservasi keanekaragaman hayati yang berkelanjutan, terutama rangkong gading,” kata Ahmad Baihaqi dari Yayasan KEHATI.

“Masing-masing dari kami memposting konten unik dan menggunakan tagar #RangkongGadingWeek untuk menyatukan pesan kami,” kata Fabianus Bayu, influencer media sosial yang juga dikenal sebagai Shirohyde. “Lalu kami semua memposting silang 289 pesan, video, foto, karya seni, dan game untuk memperkuat dampaknya.”

Ini adalah upaya komunikasi kolaboratif skala besar pertama yang dilakukan oleh lembaga dan organisasi di Indonesia dalam mendukung SRAK Nasional Rangkong Gading. Pengalaman ini akan membuka jalan bagi kolaborasi di masa depan dalam konservasi keanekaragaman hayati.

Organisasi yang berpartisipasi membuat materi sendiri untuk mendukung kampanye: Dari kanan atas: Rangkong Indonesia, WCS-ID, dan USAID BIJAK.

Ilustrator terkenal Shirohyde mengembangkan logo kampanye yang unik dan serangkaian komik untuk USAID BIJAK.

Page 6: BIJAK BULETIN - pdf.usaid.gov

Foto

: Dan

umur

thi M

ahen

dra

/ USA

ID B

IJAK

Redaktur Utama: Symantha HolbenTim Produksi: Danumurthi Mahendra, Anastasia Ramalo

Kontributor: TN Bantimurung Bulusaraung, Improsula, KR Adventures, Shirohyde, USAID LESTARI, Paul Hilton, Rangkong Indonesia, Waskito kw, WCS-ID

USAID BIJAK – Bangun Indonesia untuk Jaga Alam demi KeberlanjutanAIA Central, Level 41, Jl. Jend. Sudirman Kav 48-A, Karet Semanggi, Jakarta Selatan 12930DKI Jakarta – Indonesia. Phone: +62 21 2253 5830 htts://www.bijak-indonesia.org @BIJAKonservasi

Tim Editorial BIJAK Buletin

Mengurangi Konflik Tenurial di Kawasan Konservasi Indonesia

Didirikan pada tahun 2004, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung memiliki ekosistem karst terbesar kedua di dunia. Di bawah ini, peta spasial yang menunjukkan titik-titik lokasi kegiatan pembalakan liar di dalam taman nasional.

Ketika kawasan konservasi baru ditetapkan atau diperluas, terdapat risiko terjadinya konflik dengan masyarakat lokal atau masyarakat adat yang secara tradisional telah tinggal dan menggunakan sumber daya alam di kawasan tersebut sebelum pemerintah menetapkannya sebagai kawasan yang dilindungi.

Salah satu contoh konflik adalah Desa Tallasa yang berada di kawasan Taman Nasional (TN) Bantimurung Bulusaraung. Masyarakat di desa ini telah tinggal di daerah tersebut selama beberapa generasi, dimana mereka bercocok tanam, memanen pohon aren, kayu hutan, dan hasil hutan lainnya. Ditetapkan pada tahun 2004, taman nasional ini memiliki ekosistem karst terbesar kedua di dunia. Taman nasional seluas 43.750 hektar ini merupakan kawasan bernilai konservasi tinggi dan merupakan rumah bagi beberapa spesies endemik seperti kera hitam Sulawesi (Macaca maura) dan kuskus Sulawesi (Phalanger celebencis).

Konflik bermula ketika kawasan tersebut ditetapkan sebagai taman nasional, kegiatan yang sudah lama dilakukan masyarakat, seperti bertani, menebang kayu, dan beternak sapi menjadi ilegal. Kegiatan tersebut, yang dianggap sebagai perambahan, menjadi sumber konflik antara desa dan TN Bantimurung Bulusaraung hingga saat ini.* Saat ini, Unit Pelaksana Teknis (UPT) taman nasional ini menerapkan pendekatan baru untuk pengelolaan konflik tenurial seperti kemitraan konservasi dan penataan ulang ruang/zona secara partisipatif.

Untuk menangani persoalan itu, pada tahun 2019, BIJAK dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) melatih 34 staf UPT KSDAE untuk melakukan kajian dan penanganan konflik tenurial sesuai dengan petunjuk teknis yang disusun oleh KSDAE dengan dukungan BIJAK. Melalui pelatihan di kelas dan praktek lapangan, staf UPT mempelajari keterampilan pemetaan pemangku kepentingan, penilaian konflik, metode negosiasi dan mediasi, dan bagaimana melakukan pemantauan dan evaluasi penanganan konflik, termasuk perambahan.

Setelah pelatihan, BIJAK bekerja sama dengan staf dari TN Sebangau, TN Bukit Baka Bukit Raya, TN Meru Betiri, TN Rinjani, TN Bantimurung Bulusaraung, dan Balai Besar

Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT) melakukan proses kajian terhadap konflik tenurial yang ada di masing-masing kawasan, mengidentifikasi solusi yang sesuai dalam menangani konflik tenurial dan menyusun rencana kerja penanganan konflik. Ini termasuk membantu meninjau konflik dan menentukan hubungan baru antara Desa Tallasa dan UPT dari TN Bantimurung Bulusaraung sehingga kedua pihak mendapatkan manfaatnya.

Grantee BIJAK, Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) akan bekerja sama dengan UPT di Bantimurung Bulusaraung dan lima taman nasional lainnya selama empat bulan ke depan, memberikan bantuan teknis dan pendampingan untuk menentukan pilihan penanganan konflik yang sudah berlangsung lama melalui implementasi kemitraan konservasi dan penataan ulang ruang/zona secara partisipatif.

Pengalaman bekerja dengan UPT untuk menangani 3.600 hektar kawasan yang dirambah di enam lokasi percontohan ini akan berkontribusi pada tujuan KSDAE untuk menyelesaikan setidaknya 40.000 hektar perambahan di kawasan konservasi selama lima tahun ke depan.

Peta: Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

*Hasil asesmen diri Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 2020