BIDADARI DALAM AL-QUR’AN -...

131
BIDADARI DALAM AL-QUR’AN (Perspektif Mufassir Indonesia) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Syafa’attus Shilma 1113034000132 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2017 M.

Transcript of BIDADARI DALAM AL-QUR’AN -...

Page 1: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

BIDADARI DALAM AL-QUR’AN

(Perspektif Mufassir Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Syafa’attus Shilma

1113034000132

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2017 M.

Page 2: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan
Page 3: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan
Page 4: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan
Page 5: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

i

ABSTRAK

Syafa’attus Shilma

Bidadari dalam al-Qur’an (Perspektif Mufassir Indonesia)

Beberapa masyarakat salah dalam memahami arti bidadari yang telah

digambarkan dalam al-Qur’an ini. Bahkan ada sebagian masyarakat yang

mempersalah gunakan janji-janji Allah tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa

salah satu kenikmatan yang telah dijanjikan Allah SWT kepada hamba-hamba

pilihan Allah ialah teman pendamping di surga, yakni bidadari. Sebagaimana yang

telah dijelaskan dalam al-Qur’an. Penciptaan bidadari dan juga sifat-sifatnya.

Namun yang sering menjadi perdebatan ialah sosok bidadari yang akan menjadi

teman pendamping di surga nanti. Sosok yang memiliki sifat dan karakter yang

sangat indah, selalu terjaga dan terciptakan hanya dari kebaikan dan keindahan.

Tetapi, seringkali kita pahami bahwa bidadari merupakan sosok perempuan yang

khusus Allah berikan kepada para penghuni surga laki-laki. Sedangkan di surga

itu tidak hanya dihuni oleh para lelaki saja. Kemudian untuk para perempuan yang

menjadi istri sholehah dan juga selalu taat beribadah kepada Allah apakah

merupakan sosok bidadari yang dimaksudkan tersebut? Kemudian sebagai

perempuan muslimah yang selalu mentaati perintah Allah akankah juga

mendapatkan bidadari dengan sosok laki-laki.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan motode penelitian Tafsir

Mawdhu’i dengan mengumpulkan ayat-ayat yang ada dalam al-Qur’an yang

memiliki tema yang serupa. Kemudian penulis menggunakan metode komparatif

untuk mengkomparasikan beberapa pendapat mufassir Indonesia mengenai makna

bidadari dalam al-Qur’an. Urgensi dari penelitian ini ialah diharapkan dapat

memberikan pemahaman secara benar mengenai bidadari surga yang telah

dijelaskan dalam al-Qur’an serta memberikan pemahaman bahwa kenikmatan

terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya bukan nikmat mendapatkan

bidadari, melainkan mendapat ridha-Nya serta bertemu dengan-nya. Selain itu

juga dapat memberikan motivasi para muslimah agar menjadi pribadi yang

memiliki sifat dan karakter yang ada pada bidadari surga.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari beberapa mufassir Indonesia

memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan untuk sosok

perempuan yang memiliki kepribadian baik. Mereka selalu terjaga kesuciannya,

yang tersimpan dalam khemah yang terbuat dari mutiara. Baik mereka yang

berasal dari dunia maupun yang di surga. Lebih dari itu bahwa sesunguhnya

nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya ialah mendapat

keridhaan-Nya.

Page 6: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji syukur senantiasa penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul

“Bidadari dalam Al Quran (Perspektif Mufassir Indonesia)”. Shalawat serta salam

semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta sahabat, keluarga, dan

seluruh pengikut beliau hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan, bimbingan

serta saran dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan

kepada saya mengikuti perkuliahan di Fakultas tersebut hingga akhir.

2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A. selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah mengesahkan proposal ini sehingga diterima dalam rapat persetujuan

proposal.

3. Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang selalu mengarahkan dan memberikan kemudahan, baik dalam hal

administrasi maupun yang lainnya kepada saya.

Page 7: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

iii

4. Bapak Dr. Mafri Amir M.A, selaku pembimbing penulis yang senantiasa

meluangkan waktunya dan sabar dalam membimbing dan banyak

memberikan saran, nasehat dan bimbingan yang sangat berarti bagi

penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, yang telah ikhlas memberikan

berbagai ilmu pengetahuan, pengalaman, serta motivasinya dan semoga

kelak memberikan manfaat bagi penulis kedepannya. Serta segenap staff

Fakultas Ushuluddin Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua, ayahanda tercinta Soetari dan ibunda tersayang Kasiyani

yang selalu mengalirkan do’a serta dukungan, semangat dan motivasi,

hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

7. Ma’rifattun Nashikhah M.Pd kaka tersayang yang bersedia membimbing

dan memotivasi terus menerus dari awal hingga selesainya skripsi ini dan

juga keluarga yang senantiasa mendo’akan dan memberikan semangat

serta dukungan.

8. Rijalul Ghifar al-Fanani S.Pd yang telah banyak membantu dan selalu

memotivasi serta memberikan semangat yang tiada henti.

9. Sahabat seperjuangan Nova, Anggi, Siska, Atina, Nur, Siti Ira serta

seluruh teman-teman jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang selalu

memberikan banyak masukan, serta motivasi dalam penelitian ini.

10. Keluarga besar IMADU, PSM, Padepokan Ayati Rahman, PPA Baitul

Qurro’, Hilda, Mawaddah, serta adik-adik pesantren yang selalu

memberikan semangat, dan juga teman seperjuangan sekamar, Alfi dan

Page 8: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

iv

Luka yang saling memberikan semangat dalam menjalani perjuangan

mengerjakan skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis

mendapat berkah dari-Nya dan semoga apa yang penulis kerjakan bisa

memberikan manfaat bagi semua pihak. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati

penulis sadar bahwa skripsi yang sederhana ini jauh dari kesempurnaan, maka dari

itu saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, 29 Juli 2017

Syafa’attus Shilma

Page 9: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................................... vii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 9

D. Tinjauan Pustaka.............................................................................................. 10

E. Metode Penelitian ............................................................................................ 12

1. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 12

2. Metode Analisis Data ................................................................................ 13

F. Sistematika Penelitian ...................................................................................... 14

BAB II. BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITABNYA .................................................... 17

A. Tafsir Marah Labid ........................................................................................ 17

1. Biografi Syeikh Nawawi Banten .............................................................. 17

2. Corak dan Metode Penafsiran .................................................................. 17

3. Sistematika Penafsiran ............................................................................. 18

B. Tafsir al-Qur’an Karim .................................................................................. 18

1. Biografi Mahmud Yunus ......................................................................... 18

2. Corak dan Metode Penafsiran .................................................................. 19

3. Sistematika Penafsiran ............................................................................. 19

C. Tafsir al-Furqan .............................................................................................. 20

1. Biografi Ahmad Hassan ........................................................................... 20

2. Corak dan Metode Penafsiran .................................................................. 20

3. Sistematika Penafsiran ............................................................................. 21

D. Tafsir an-Nur .................................................................................................. 21

1. Biografi Hasbi ash-Shiddiqy .................................................................... 21

2. Corak dan Metode Penafsiran .................................................................. 22

3. Sistematika Penafsiran ............................................................................. 23

E. Tafsir al-Azhar ............................................................................................... 23

1. Biografi Buya Hamka .............................................................................. 23

2. Corak dan Metode Penafsiran .................................................................. 24

Page 10: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

vi

3. Sistematika Penafsiran ............................................................................. 24

F. Tafsir al-Misbah ............................................................................................. 25

1. Biografi M. Quraish Shihab ..................................................................... 25

2. Corak dan Metode Penafsiran .................................................................. 26

3. Sistematika Penafsiran ............................................................................. 26

BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG BIDADARI ................................................ 28

A. Gambaran Umum Bidadari .......................................................................... 28

1. Pengertian Bidadari ................................................................................ 28

2. Istilah Bidadari dalam al-Qur’an ............................................................ 30

3. Kriteria Bidadari ..................................................................................... 33

4. Penciptaan Bidadari ................................................................................ 35

5. Sifat dan Karakteristik Bidadari ............................................................. 36

6. Tabel Kata Bidadari dalam al-Qur’an .................................................... 40

B. Kontekstualisasi Makna Bidadari pada Perempuan Muslimah .................... 42

BAB IV. PENAFSIRAN AYAT BIDADARI MENURUT MUFASSIR

INDONESIA ..................................................................................................... 49

A. Analisis Perbandingan Tafsir tentang Penggambaran Bidadari dalam

al-Qur’an ....................................................................................................... 49

1. Penafsiran Enam Mufassir Indonesia atas Ayat-Ayat Bidadari ............... 49

a) Qāṣirāt ṭarf ........................................................................................ 49

b) Ḥūr ‘iyn ............................................................................................. 56

c) Azwāj muṭahharah ............................................................................. 62

2. Penafsiran Enam Mufassir Indonesia atas Ayat-Ayat Penciptaan

Bidadari .................................................................................................... 67

3. Penafsiran Enam Mufassir Indonesia atas Ayat-Ayat Sifat-Sifat

Bidadari .................................................................................................... 72

a) Sifat-Sifat Bidadari yang dikiaskan ................................................... 72

b) Sifat-Sifat Bidadari yang Tidak dikiaskan ......................................... 77

B. Hidayah al-Qur’an menurut Konsep Bidadari ............................................... 81

BAB V. PENUTUP ............................................................................................................ 91

A. Kesimpulan .................................................................................................... 91

B. Saran-Saran .................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 94

LAMPIRAN I .................................................................................................................... 100

Page 11: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab-Latin pada skrpisi ini menggunakan buku

Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015.

A. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

ḥ h dengan titik di bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik di bawah ص

ḍ de dengan titik di bawah ض

ṭ te dengan titik di bawah ط

ẓ zet dengan titik di ظ

Page 12: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

viii

bawah

‘ ع

koma terbalik ke atas

menghadap ke kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrof ’ ء

y ye ي

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a Fatḥah

i Kasrah

u Dhammah و

Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Page 13: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

ix

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يai a dan i

وau a dan u

C. Vokal panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal pajang (madd) yang dalam bahsa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ā a dengan garis di atas ىا

ī i dengan garis di atas ىي

ū u dengan garis di atas ىو

D. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan

dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /i/, baik

diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan

ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-dīwān.

E. Syaffah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandengkan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan

tetapi, hal itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu

terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsyiah.

Page 14: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

x

Misalnya yang secara lisan berbunyi aṭ-aṭrf, tidak ditulis “aṭ-ṭarf”,

melainkan “al-ṭarf, demikian seterusnya.

F. Ta Marbuṯah

Mengenai alih aksara ini, apabila huruf ta marbuṯah yang terdapat

pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih aksarakan

menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah ini). Hal yang sama juga

berlaku jika ta marbuṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh

2). Namun, untuk huruf ta marbuṯah yang diikuti oleh kata benda (isim),

maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No. Kata Arab Alih Aksara

صفوفة .1 مmaṣfūfah

زوج .2 أ رة طه م

azwāj muṭahharah

زقا .3 منثمرة ر min tsamarat rizqā

G. Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

alih aksara ini, huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa

Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama, tempat,

nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Kemudian jika nama didahului kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama

diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya, seperti الغفارى = al-

Ghifāri.

Page 15: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia pada umumnya memahami al-Qur’an hanya secara

tekstual. Mereka hanya mencerna apa yang mereka dengar, tanpa mengetahui

maksud dan tujuan dari ayat tersebut. Seperti yang terjadi pada program acara TV

“Islam itu Indah” di Trans TV yang dibawakan oleh pemuda Syamsuddin Nur yang

di share dalam NU Online, mengatakan bahwa kenikmatan terbesar yang diberikan

Allah SWT ketika di surga ialah pesta seks, hal ini karena ketika di dunia para laki-

laki disuruh untuk menahannya.1

Jika orang-orang beranggapan bahwa salah satu nikmat yang berada di surga

adalah pesta seks maka hal ini dapat merusak pemahaman mereka. Karena puncak

dari kenikmatan di surga sesungguhnya adalah dapat memandang wajah Allah.

Masalah ini telah di singgung oleh Nadirsyah Hosen yang ingin meluruskan ucapan

Syamsuddin Nur dalam acara TV tersebut. Menurut Nadirsyah bahwasannya

memahami ayat al-Qur’an jika hanya dari terjemahan harfiahnya saja maka akan

membawa seseorang kepada pemahaman zahir tentang kenikmatan surga

sebagaimana yang dikisahkan dalam al-Qur’an.

Namun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai

kenikmatan yang ada di surga, yakni nikmat bidadari. Seperti apa masyarakat

menganggap bidadari surga.

1 NU Online, Fathoni, “Pesta Seks di Surga? Nadirsyah Hosen: Pahami Konteks Ayat,” Artikel

diakses pada 26 oktober 2017 dari http://www.nu.or.id/post/read/79659/pesta-seks-di-surga-nadirsyah-

hosen-pahami-konteks-ayat

Page 16: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

2

Allah menjanjikan berbagai kenikmatan kepada hamba-Nya yang beriman,

di antanranya adalah bidadari surga. Ada beberapa masalah yang terjadi di Indonesia

sekarang ini. Sebagian orang menggunakan janji-janji Allah itu sebagai aksi

jihadnya seperti yang diberitakan pada tribunnews.com, yakni kenikmatan yang

mendapatkan bidadari surga kelak di surga nanti. Sebagai orang beriman kita wajib

mengimaninya, namun jika kita salah memahaminya justru akan merusak aqidah

kita. Oleh sebab itu makna bidadari surga dalam al-qur’an menjadi bahasan utama

dalam penelitian ini supaya masyarakat dapat memahami makna bidadari tersebut

secara benar.

Bidadari merupakan salah satu nikmat yang akan diberikan kepada orang-

orang beriman kepada Allah SWT dan segala kenikmatan yang berada di surga itu

merupakan kenikmatan yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia.2 Namun kita

tetap wajib mempercayainya. Pada tanggal 29 Juni 2017 yang lalu telah terjadi aksi

teror di Polda Sumut. Ketika ditelusuri mereka para anggota tersebut mengikuti aksi

jihad karena mendapatkan janji bahwa mereka yang melakukan jihad akan

mendapatkan bidadari surga, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ghazali bahwa

pemuda-pemuda yang melakukan aksi jihad tersebut direkrut dengan menggunakan

doktrin akan masuk surga. Kemudian dalam doktrin tersebut dikatakan bahwa ketika

berjihad dan melakukan penyerangan maka akan bertemu 72 bidadari disurga.3

Melihat permasalah demikian maka kita harus kembali memahami seperti

apa makna bidadari itu. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, bidadari diartikan

2 Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Penerjemah Sari Narulita

(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 164. 3 Laporan Wartawan Tribun Medan, Array A Argus, “Pengakuan Mantan Teroris: Ada Janji

Bertemu Bidadari Surga di Balik Aksi Teror,” Artikel diakses pada 26 oktober 2017 dari

http://www.tribunnews.com/regional/2017/06/30/pengakuan-mantan-teroris-ada-janji-bertemu-bidadari-

surga-di-balik-aksi-teror

Page 17: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

3

sebagai peri di keinderaan dan kayangan yang melayani dewa-dewa, dan juga

perumpamaan bagi wanita cantik.4 Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

bidadari berarti putri atau dewi dari kayangan dan perempuan yang elok.5

Sedangkan jika diartikan dalam bahasa arab bidadari berarti 6الحورية.

Ḥūr dalam al-Qur’an diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai

bidadari.7 Sedangkan menurut Raghib al-Isfahani kata ḥūr merupakan bentuk jamak

dari “ḥaura” yang berarti perempuan yang memiliki karakter kulit berwarna putih,

mata hitam, dan rambut yang hitam pekat. Sedangkan kata “aḥwar” merupakan

jenis lelaki. Berarti kata ḥūr memiliki makna kata netral gender, pertama yang

menunjukkan feminin kedua menunjukkan maskulin. Sehingga dapat diartikan laki-

laki dan juga perempuan.8

Beberapa contoh yang telah penulis jelaskan di awal paragraf merupakan

sebagian tanggapan masyarakat yang telah menyikapi akan adanya janji Allah

kepada orang-orang beriman kelak di surga nanti. Sebagian akan memandang secara

harfiahnya saja tanpa mengetahui makna yang lebih dalam. Jika sudah seperti itu,

maka perlunya kita mengetahui bagaimana pendapat para tokoh-tokoh pemuka

khususnya yang di Indonesi ini. Dengan mengetahui perkembangan para mufassir

Indonesia dari periode ke periode selanjutnya, untuk itu penulis akan meneliti

bagaimana penafsiran ayat-ayat bidadari menurut beberapa mufassir Indonesia. Di

antaranya mufassir-mufassir yang akan diteliti adalah Syeikh Nawawi al-Bantani,

4 Badudu J. S., dan Zain Sultan Muhammad, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1996), h. 180. 5 Sugono Dendy, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2008), h. 188. 6 Munawwir Achmad Warson, al-Munawwir Kamus Indonesia-Arab (Surabaya: Pustaka

Progressif, 2007), h. 134. 7 Zaitunah Subhan, Al-Qur’an & Perempuan Menuju Kesetaraan Gender dalam Penafsiran

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 63. 8 Zaitunah Subhan, Al-Qur’an & Perempuan Menuju Kesetaraan Gender dalam Penafsiran

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 65.

Page 18: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

4

beliau yang merupakan salah satu tokoh mufassir yang lahir di Indonesia bahkan

sebelum Indonesia Merdeka. Meskipun beliau adalah mufassir Indonesia, namun

beliau banyak menimba ilmu di Makkah setelah beliau kembali ke Indonesia,

setelah menunaikan ibadah Haji pada usia 15 tahun karena keadaan yang genting

akibat penjajahan oleh Belanda. Berbagai ilmu yang telah beliau peroleh ketika di

Makkah kemudian lanjut ke Madinah dan juga ke Mesir, hingga akhirnya beliau

menuliskan karya terbesarnya yang populer di dunia pesantren, yaitu Tafsir Marah

Labid ini. Karena itu kondisi dan latar belakang tempat beliu tinggal akan sangat

berpengaruh dengan latar belakang penulisan tafsir.

Selain Syeikh Nawawi al-Bantani, penulis memilih lima mufassir lainnya, di

antaranya yakni Mahmud Yunus, Ahmad Hasan, Hasbi ash-Shiddieqy, Buya

Hamka, dan juga Quraish Shihab. Penulis memilih mufassir-mufassir tersebut

karena penulis mengambil penafsiran yang bercorak lughawi atau sastra dan adabi

ijtima’i. Kemudian Ahmad Hasan yang tergolong tafsir bil ar-ra’yi dan beliau yang

selaku mengikuti aliran wahabiyah. Dengan demikian maka akan berpengaruh

terhadap penafsirannya karena pemikirannya yang jauh berbeda dengan aliran

tradisional.

Penulis memilih penafsiran Mahmud Yunus karena setelah penulis telusuri

bahwa dalam kitab tafsirnya beliau menerjemahkan ayat-ayat bidadari seperti istilah

qāṣirāt ṭarf pada surah aṣ-ṣaffāt ayat 48 beliau mengartikannya sebagai beberapa

istri atau bidadari yang pendek pemandangannya. Maka dengan demikian akan

muncul permasalahan apakah istri atau bidadari itu memang akan menjadi istri para

penghuni surga atau memang mereka itu juga termasuk dengan istri-istri atau

perempuan ketika di dunia.

Page 19: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

5

Hasbi ash-Shiddieqy dalam penafsirannya tidak menfokuskan pada salah

satu corak tertentu, sehingga penafsirnnya tidaklah condong menggunakan satu

corak saja. Selanjutnya Buya Hamka dan M. Quraish Shihab kedua mufassir sama-

sama menggunakan corak sastra dan adabi ijtima’i namun keduanya hidup di masa

dan lingkungan yang berbeda sehingga penafsiran dari keduanya akan memiliki latar

belakang yang berbeda.

Misalnya pada penafsiran Buya Hamka ayat 48 pada surah aṣ-Ṣaffāt beliau

mengatakan bahwa bidadari merupakan bangsa malaikat yang berupakan perempuan

muda dan cantik.9 Jika menyikapi penjelasan Buya Hamka yang mengatakan bahwa

bidadari merupakan bangsa malaikat yang berupakan perempuan, lalu bagaimana

mengenai malaikat yang berupakan laki-laki. Quraish Shihab menafsirkan surah ad-

Dukhān[44] ayat 54 yang jika melihat pengertian bahasa bahwa kata ḥur adalah

bentuk jamak dari kata aḥwār atau ḥaurā’. Sehingga memiliki arti netral kelamin,

bisa lelaki dan perempuan, karena yang terpenting adalah untuk menjelaskan

maksud ḥūr itu sebagai pasangan yang sangat baik dan indah dalam pandangan

pasangannya.10

Jika demikian maka bidadari bisa berupa lelaki maupun perempuan.

Ada juga istilah azwāj muṭahharah yang berarti pasangan yang disucikan, dan yang

dimaksudkan ialah bidadari surga.

Segala kenikmatan surga yang belum pernah diketahui oleh manusia

memang tidaklah bisa jika kita fahami menurut akal pikiran kita. Sebagai manusia

hanya perlu yakin bahwa Allah telah menyiapkan kepada orang-orang yang sholeh

dan sholihah yang taat kepada-Nya berbagai nikmat yang tidak bisa dibayangkan

9 Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXIII (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 114.

10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 13

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 535-537.

Page 20: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

6

oleh akal manusia. Namun, untuk menghindari pemikiran-pemikiran yang salah

maka sangat penting untuk menggali lebih dalam demi menjauhkan kita dari

pemikiran yang menyimpang.

Apabila semua beranggapan bahwa bidadari itu hanyalah nikmat yang hanya

akan diberikan kepada lelaki yang beriman kepada Allah maka bagaimana dengan

perempuan yang telah beriman kepada Allah. Dengan demikian maka akan muncul

pemikiran bahwa di dalam surga hanya terdapat nikmat jasmani yang pernah

diperoleh ketika di dunia. Kemudian jika semua nikmat itu hanya diperuntukkan

kepada kaum laki-laki maka tidak sedikit jika kita menemukan perempuan-

perempuan yang tidak taat kepada Allah. Maka dengan demikian kita harus kembali

menelusuri bahwa kenikmatan bidadari yang telah Allah janjikan kelak di surga

nanti bukanlah nikmat yang terbesar, karena hakikat seorang hamba taat kepada

Allah SWT bukanlah hanya mendapatkan kenikmatan semata melainkan kembali

kepada-Nya dan bisa bertemu dengan-Nya, karena hal itu merupakan sebesar-

besarnya nikmat ketika di dunia.11

Penelitian sebelumnya yang dibahas oleh Nor Saidah artikel jurnal dengan

judul Bidadari dalam Konstruksi Tafsir al-Qur’an: Analisis Gender atas Pemikiran

Amina Wadud Muhsin dalam Penafsiran al-Qur’an, dalam penelitian ini Amina

Wadud ingin mencoba membaca ulang ayat-ayat mengenai teman pendamping

surga yang telah mengalami bias patriarkhi. Contohnya dalam salah satu literatur

klasik yang menjelaskan bahwa laki-laki yang beramal saleh di surga akan

mendapatkan bidadari yang cantik jelita atau yang dikenal dengan istilah al-ḥur al-

‘in, tidak cukup satu, melainkan 40 bidadari untuk setiap laki-laki. Menurut

11

Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surah Ali Imran ayat 15.

Page 21: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

7

sumbernya, bidadari tersebut diciptakan dari minyak za’faron yang sangat harum.

Karena putihnya kulit sang bidadari, sehingga sumsum tulangnya terlihat. Karena

inilah Amina Wadud menganggap bahwa sumber-sumber yang menjadi landasan

Islam telah didominasi oleh kaum laki-laki sehingga akan menyebabkan wanita

dalam posisi yang lemah, rendah, serta kurang dalam berbagai bidang dibanding

kaum laki-laki.12

Hasil kesimpulan Nor Saidah yang menggunakan metode deskriptif, Amina

Wadud membedakan dua kata yang sering disalahpahami dan dianggap identik yaitu

kata ḥur dan azwāj. Dalam analisis tersebut Amina Wadud mencoba

mengkombinasikan bacaan-bacaan tentang gender dalam al-Qur’an dengan

pengalaman kaum perempuan Afrika-Amerika. Kemudian dalam rekonstruksi

penafsirannya, Amina Wadud menggunakan pendekatan hermeneutika dan

melibatkan pisau analisis gender untuk menunjukkan kedudukan laki-laki dan

perempuan yang setara. Karena hal ini dapat menjadi alternatif terhadap penafsiran

klasik yang cenderung mempertahankan makna literal teks-teks yang tampak

patriarkis.

Sehingga penelitian yang akan dibahas penulis dalam kajian ini adalah

Bidadari dalam al-Qur’an (Perspektif Mufassir Indonesia). Penulis akan mencari

makna bidadari yang diungkapkan dalam al-Qur’an, kemudian penulis

mengumpulkan seluruh ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan bidadari

menggunakan metode maudhu’i. Setelah semua ayat terkumpul kemudian penulis

12

Nor Saidah, “Bidadari dalam Kontruksi Tafsir al-Qur’an: Analisis Gender atas Pemikiran

Amina Wadud Muhsin dalam Penafsiran al-Qur’an,” PALASTREN VI, no. 2 (Desember 2013): h. 443.

Page 22: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

8

mengkomparasikan dengan ke enam mufassir Indonesia yang telah penulis

kemukakan alasannya di paragraf sebelum-sebelumnya.

Terkait hal ini penulis memakai penafsiran para mufassir Indonesia di

antaranya yaitu Syekh Nawawi Banten, Mahmud Yunus, Ahmad Hasan, Hasbi Ash-

Shiddiqiy, Buya Hamka, dan M. Quraish Shihab. Meskipun para tokoh-tokoh

tersebut sama-sama mufassir Indonesia, namun mereka pasti memiliki perbedaan

dalam melakukan penafsiran. Baik dari latar belakang masing-masing mufassir,

pendidikan serta generasi yang melahirkan mereka tentunya memungkinkan untuk

terciptanya penafsiran yang berbeda-beda.

Dengan demikian, meskipun para mufassir tesebut adalah tokoh terkenal

Indonesia namun mereka lahir dari kondisi di lingkungan yang berbeda, dengan

kategori tokoh yang hidup dalam abad yang sama, akan tetapi mereka memiliki latar

belakang yang jelas sangat berbeda. Karena mengkomparasikan dari keenam

mufassir tersebut tidak akan bisa mengupas secara tuntas. Oleh karenanya penulis

fokuskan pada kajian tematik yakni bidadari dalam al-Qur’an perspektif mufassir

Indonesia.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu

adanya batasan masalah agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang

dari tema yang diangkat. Untuk itu penulis membatasi masalah dalam penelitian

yang akan diteliti yakni dengan mencari makna bidadari sesuai istilah-istilah

yang digunakan dalam al-Qur’an, kemudian mengkomparasikan dengan ke

enam mufassir Indonesia. Karena melihat beberapa permasalahan yang

Page 23: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

9

khususnya pada masyarakat Indonesia yang salah mengartikan dan memahami

nikmat-nikmat yang telah Allah janjikan dalam al-Qur’an, yakni kenikmatan

dapat bertemu bidadari surga. Selain itu ada sebagian masyarakat yang

mempersalahgunakan janji-janji Allah itu demi melakukan aksi jihad dan teror

terhadap masyarakat setempat. Sehingga penulis mengambil judul “Bidadari

dalam al-Qur’an (Perspektif Mufassir Indonesia).

2. Rumusan Masalah

Melihat batasan masalah yang telah diuraikan maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut: Bagaimana penafsiran mufassir Indonesia mengenai

konsep bidadari dalam al-qur’an?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian dengan judul “Bidadari dalam Al-

Qur’an Perspektif Mufassir Indonesia” ini adalah untuk mengetahui makna bidadari

dalam al-Qur’an menurut penafsiran para mufassir Indonesia serta kontekstualisasi

makna bidadari terhadap perempuan muslimah.

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penelitian

ini memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis:

1. Manfaat Teoritis

Menegaskan padangan bahwa tafsir patriarkhi terkait konsep bidadari itu

sebenarnya untuk menunjukkan apa petunjuk al-Qur’an yang sebenarnya.

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan rujukan penelitian, atau karya fiksi, seperti penulisan novel

dan pembuatan film yang terkait dengan perempuan surga, atau perempuan

ideal sesuai dengan konteksnya.

Page 24: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

10

D. Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan penelusuran, kajian-kajian ilmiah tentang bidadari

dalam al-Qur’an belum banyak dilakukan. Dalam proses pencarian data dan

sumber-sumber mengenai bidadari dalam al-Qur’an ini cukup sulit ditemukan.

Namun ada beberapa karya ilmiah yang penulis temukan mengenai kajian

bidadari dalam al-Qur’an, di antaranya adalah:

1. Artikel

Jurnal berjudul “Bidadari dalam Konstruksi Tafsir al-Qur’an: Analisis

Gender atas Pemikiran Amina Wadud Muhsin dalam Penafsiran al-Qur’an”

yang disusun oleh Nor Saidah, Pondok Pesantren al-Najah Kudus, Jawa Tengah,

Indonesia. Dalam penelitian Nor Saidah ini Amina Wadud mencoba membaca

ulang ayat-ayat tentang pendamping dalam surga yang menurutnya telah

mengalami bias patriarkhi ini dengan pendekatan hermeneutik berkeadilan

gender. Metode yang digunakan Nor Saidah adalah metode deskriptif, bahwa

Amina Wadud membedakan dua kata yang sering disalahpahami dan dianggap

identik yaitu kata ḥūr dan azwāj.

Menurut Nor Saidah, mengenai penafsiran ayat-ayat yang menjelaskan

tentang kenikmatan di surga, para feminis menilai bahwa menurutnya ayat-ayat

tersebut telah mengalami bias patriarkhi. Pandangan ini muncul karena selama

ini yang mendominasi sebagai landasan tradisi Islam terutama al-Qur’an dan

Hadis adalah penafsiran dari kaum laki-laki. Karena itu, kekeliruan penafsiran

mengenai ayat-ayat al-Qur’an tentang wanita ini menyebabkan wanita dalam

posisi lemah, rendah, serta kurang dalam berbagai bidang di banding kaum laki-

laki. Hal ini sangatlah jelas bertentangan dengan tujuan yang ada dalam al-

Page 25: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

11

Qur’an. Oleh karena itu Amina Wadud ingin melakukan semacam dekostruksi

penafsiran, dengan menafsirkan dari perspektif dan optik perempuan. Untuk itu

Amina Wadud mencoba mengkombinasikan bacaan-bacaan mengenai gender

dalam al-Qur’an dengan pengalaman kaum perempuan Afrika-Amerika.

Kemudian dalam melakukan rekonstruksi penafsiran ini, Amina Wadud

menggunkan pendekatan hermeneutik dan melibatkan pisau analisis gender

untuk menunjukkan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah setara.

Hal ini dilakukan sebagai alternatif terhadap penafsiran klasik yang cenderung

mempertahankan makna literal teks-teks yang tampak patriarkis.

2. Skripsi

Selain menemukan artikel jurnal di atas, penulis menemukan satu skripsi

yang mirip dengan artikel sebelumya, yang berjudul “Penafsiran Amina Wadud

Muhsin tentang Bidadari dalam al-Qur’an (Kajian Hermeneutika)” yang

disusun oleh Hanik Fatmawati. Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam

Negeri Walisongo Semarang 2013. Hanik Fatmawati ingin membahas mengenai

konsep bidadari dalam al-Qur’an dengan pandangan hermeneutika dalam buku

Qur’an in Women yang diterjemahkan oleh Amina Abdullah. Dalam

penelitiannya di latar belakangi tentang dua kebutuhan manusia yakni

memahami dan menafsirkan, yang menganggap bahwa islam sebagai sebuah

politik. Sehingga menampilkan pandangan-pandangan yang berbentuk patriarki.

Oleh karena itu peneltian ini mendeskripsikan pandangan atau penafsiran Amina

Wadud Muhsin tentang ayat-ayat bidadari dalam al-Qur’an sebagaimana

pandangan Amina Wadud memahami jalan pikirannya yang secara utuh dan

berkesinambungan.

Page 26: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

12

Metode yang digunakan Hanik adalah metode analisis isi (Content

Analysis), yang bertujuan untuk mengetahui konsep bidadari dalam al-Qur’an

dengan pandangan hermeneutika dalam buku Qur’an in Women (Peremuan

dalam al-Qur’an) yang diterjemahkan oleh Amina Abdullah. Sehingga dapat

memahami metode dan corak yag digunakan Amina Wadud Muhsin dalam

menafsiran bidadari.

3. Disertasi

Penulis juga menemukan disertasi yang berjudul “Konsep Bidadari

dalam Al-Qur’an Al-Karim: Satu Analisis Balaghah” yang disusun oleh

Abdullah bin Hamzah, Pengajian Bahasa Modern, Fakultas Bahasa dan

Linguistik Universitas Malaya Kuala Lumpur. Disertasi ini membahas ayat-ayat

bidadari dari aspek makna yang dianalisis dari aspek disiplin ilmu balaghah ilmu

al-ma’ani, ilmu al-bayan, dan ilmu badi’. Abdullah bin Hamzah ingin

menganalisis sifat-sifat bidadari yang digambarkan dalam al-Qur’an dari aspek

makna. Sehingga menghasilkan makna-makna lebih luas dan mendalam. Teknik

yang digunakan adalah kalam khabariy, al-jumlat al-ismiyyat, al-tankir, taṣbih,

dan kinayat, dengan tujuan demi menyingkap rahasia-rahasia keistimewaan al-

Qur’an dan menggali makna-makna tersirat yang terkandung dalam al-Qur’an.

E. Metode Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya mengumpulkan data, penulis menggunakan telaah pustaka

(library research). Penulis memperoleh data dan informasi dari buku, artikel,

jurnal, skripsi, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan tema yang sedang

diteliti. Dengan memulai pencarian yang menggunakan kata bidadari dalam

Page 27: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

13

Indeks al-Qur’an, kemudian penulis mengumpulkan ayat-ayat yang di pakai

untuk mengungkapkan makna bidadari dengan menggunakan kitab mu’jam

mufahharas li alfaẓ al-qur’an, fatḥul raḥman. Setelah ayat-ayat terkumpul,

kemudian penulis kelompokkan dengan menggunakan metode penelitian Metode

Tafsir Maudhu’i, yakni dengan mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan sesuai

tema yang dibahas, yaitu ayat-ayat bidadari, sifat-sifatnya dan penciptaannya.

Sesuai dengan pengertian tafsir maudhu’i, yakni menghimpun seluruh ayat al-

Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama.13

Sebagai sumber primer dalam penelitian ini penulis menggunakan kitab-

kitab tafsir Indonesia, diantaranya yaitu: Tafsir Marah Labid karaya Syekh

Nawawi Banten, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Mahmud Yunus, Tafsir Al-

Furqan karya Ahmad Hasan, Tafsir an-Nur karya Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir

Al-Azhar karya Buya Hamka, dan Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab.

Sedangkan sumber sekundernya penulis memakai buku atau literatur-literatur

yang berkaitan dengan tema yang sedang diteliti, misalnya: Bidadari Dunia

Potret Ideal Wanita Muslimah karya Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Wanita-

Wanita dalam Al-Qur’an karya Abdurrahman Umairah, Bidadari Stories Kisah

Menakjubkan Para Bidadari Dunia dan Surga karyaFuad Abdurrahman, serta

beberapa sumber lain yang mendukung.

2. Metode Analisis Data

Untuk penelitian karya ilmiah ini penulis memakai metode deskrpistif-

komparatif, dengan mendeskripsikan penafsiran ayat-ayat bidadari dalam al-

Qur’an menurut ke enam mufassir Indonesia, yaitu tafsir Marah Labid, tafsir

13

Abdul Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyah

Maudhu’iyyah. Penerjemah Rosihon Anwar (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 43-44.

Page 28: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

14

Mahmud Yunus, tafsir al-Furqan, tafsir an-Nur, tafsir al-Azhar dan tafsir al-

Misbah, kemudian penulis komparasikan dari masing-masing penafsiran ke

enam mufassir tersebut.

Teknik penulisan karya ilmiah ini penulis merujuk pada buku pedoman

penulisan skripsi, tesis dan disertasi.14

F. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi atas lima bagian,

supaya dapat mengantarkan kepada pokok permasalahan yang diajukan di atas

dengan tepat dan cepat, yang di awali bab I dan diteruskan pada bab-bab selanjutnya

hingga terakhir bab V.

Bab I, pada bab pertama ini berisi pendahuluan yang memuat latar belakang

penelitian dengan penjelasan masalah-masalah yang terjadi pada masyarakat dalam

memahami bidadari surga, terkait dengan tema yang akan diteliti oleh penulis.

Ulasan bab ini terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang

digunakan, dan sistematika penelitian. Dengan kata lain, bab ini merupakan

kerangka dari keseluruhan isi penelitian. Selanjutnya secara terperinci hasil

penelitian akan di ulas dalam bab-bab berikutnya.

Bab II, membahas seputar biografi para mufassir beserta kitabnya,

diantaranya mufassir dan kitab-kitab tafsir yang akan digunakan sebagai penelitian

adalah Tafsir Marah Labid karangan Syekh Nawawi Banten, Tafsir Al-Qur’an

Karim karangan Mahmud Yunus, Tafsir Al-Furqan karangan Ahmad Hasan, Tafsir

14

Tim Penyusun, Pedoman Akademik Program Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 2013-2014, (Jakarta: Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 378-436.

Page 29: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

15

an-Nur karangan Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Azhar karangan Buya Hamka, dan

Tafsir al-Misbah karangan M. Quraish Shihab. Pembahasan ini penulis cantumkan

supaya dapat mengetahui latar belakang para mufassir serta karakteristik masing-

masing kitab tafsir yang akan digunakan penelitian.

Bab III, bab ini penulis akan mengulas mengenai tinjauan umum tentang

bidadari, mulai dari mencari pengertian bidadari dalam kamus, baik kamus

berbahasa Indonesia maupun kamus berbahasa Arab. Kemudian istilah-istilah

bidadari dalam al-Qur’an, kriteria bidadari yang menjadikan perempuan muslimah

mendapat julukan bidadari surga, lalu mengenai penciptaan bidadari, sifat dan

karakteristik bidadari, tabel kata bidadari dalam al-Qur’an yang memuat ayat-ayat

pembahasan bidadari dalam al-Qur’an yang penulis urutkan berdasarkan tertib

nuzul. Selain itu penulis juga mencantumkan kontekstualisasai makna bidadari pada

perempuan muslimah, khususnya muslimah-muslimah yang ada di Indonesia, dan

dalam hal ini penulis mencontohkan tokoh-tokoh dalam novel best seller seperti,

Bidadari Bermata Bening karangan Habiburrahman el Shirazi, kemudian novel

Bidadari Surga karangan Darwin atau biasa terkenal dengan nama penanya Tere

Liye.

Bab IV, bab ke empat ini berisi tentang penafsiran bidadari menurut

mufassir Indonesia, yang mana penulis akan menganalisis mengenai perbandingan

tafsirnya dengan mencari persamaan dan perbedaan, kemudian akan menganalisis

istilah-istilah bidadari yang dipakai dalam al-Qur’an berdasarkan kronologis

nuzulnya dan memasukkan ayat-ayat terkait siapa saja orang-orang yang akan

mendapatkan pahala di surga kelak.

Page 30: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

16

Bab V, bab terakhir yakni bab penutup, merupakan kesimpulan dari hasil

penelitian yang mencakup atas keseluruhan dari isi karya ilmiah ini. Kemudian

disertai dengan saran-saran membangun, supaya dapat dijadikan bahan referensi dan

pelajaran pada penelitian selanjutnya.

Page 31: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

17

BAB II

BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITABNYA

A. Tafsir Marah Labid

1. Biografi Syeikh Nawawi Banten

Nawawi al-Bantani memiliki nama lengkap Abu Abdullah al-Mu’thi

Muhammad Nawawi bin Umar. Beliau lahir di Tanara, Tirtayasa, Serang, Banten,

Jawa Barat pada tahun 1813 M. Beliau dijuluki al-Bantani karena dinisbahkan

daerah asalnya yaitu Banten. Putra dari K.H. Umar bin Arabi, seorang pejabat

penghulu yang memimpin masjid. Dari silsilahnya beliau merupakan keturunan

ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), cucu dari

Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyararas (Tajul ‘Arsy).

Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW. melalui jalur Imam Ja’far

ash-Shiddiq, Imam Muhammad al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina

Husain, Fatimah az-Zahra.1

Nawawi al-Bantani wafat pada usia 94 tahun di Syeib Ali, sebuah kawasan

di pinggiran kota Mekkah, pada 25 Syawal 1314 H/1897 M dan di makamkan di

Ma’la yang dekat dengan makam Siti Khadijah, Ummul Mukminin istri Nabi.2

2. Corak dan Metode Penafsiran

Corak dari penulisan kitab tafsir Marah Labid ini adalah kebahasaan,

karena ia mengaktualisasikan penafsirannya ini dimulai dengan terlebih dahulu

bahasa yang digunakan al-Qur’an. Syeikh Nawawi sengaja menyederhanakan

1 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 189. 2 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 192.

Page 32: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

18

tafsirnya supaya pembaca langsung memahami inti persoalan.3 Metodologi yang

digunakan tafsir ini adalah tahlili. Uraiannya sederhana, tapi lebih panjang dan

banyak. Kecenderungan dalam penafsiran ini coraknya menganut Ahlussunah wa

al-Jamaah dalam bidang Teologi dan Syafiiyah dalam bidang fiqh.4

3. Sistematika Penafsiran

Dalam tafsir Marah Labid ini Imam Nawawi konsisten dalam kehati-

hatiannya. Dari cover tafsir ini memiliki dua nama, pertama al-Munir dan kedua

al-tafsir Marah Labid. Jilid pertama di mulai dari surah al-fatihah sampai dengan

surah al-kahfi dan jilid dua di mulai surah maryam sampai surah an-nas. Adapun

sistematika penulisan kitab ini mengikuti sistematika urutan dalam mushaf, yakni

di mulai dari awal surat, al-fatiḥah terus berurutan hingga an-Nās.5

B. Tafsir al-Qur’an Karim

1. Biografi Mahmud Yunus

Mahmud Yunus lahir pada hari sabtu 10 Februari 1899 (30 Ramadhan

1316) di Sungayang Batusangkar, Sumatra Barat. Ayahnya bernama Yunus bin

Icek dan ibunya bernama Hafsah binti M. Thahir. Buyutnya dari pihak ibu

merupakan seorang ulama besar di Sungayang Batusangkar, bernama Muhammad

Ali gelar Angku Kolok. Pada 16 Januari 1983 ketika berumur 83 tahun, Mahmud

Yunus berpulang ke rahmatullah di kediamannya, Kelurahan Kebon Kosong

3 Ahmad Muttaqin, “Karakteristik Tafsir Marah Labid Karya Syaikh Nawawi al-

Bantani,” al-Dzikra: Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan al-Hadits, Vol. 8 no. 1 (Januari-Juni

2014): h. 75. 4 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 51-54.

5 Ahmad Muttaqin, “Karakteristik Tafsir Marah Labid Karya Syaikh Nawawi al-

Bantani,” al-Dzikra: Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan al-Hadits, Vol. 8 no. 1 (Januari-Juni

2014): h. 71-72.

Page 33: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

19

Kemayoran, Jakarta Pusat, dan di makamkan di pemakaman IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.6

2. Corak dan Metode Penafsiran

Tafsir Qur’an Karim karangan Mahmud Yunus ini tergolong dalam tafsir

bi al-ra’yi. Terlihat ketika beliau menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 46, pada

kalimat يظنون yang tidak diartikan dengan menyangka, melainkan “yakin” sesuai

dengan ayat 46 al-Baqarah. Sedangkan corak penafsiran tafsir ini, dalam buku

Literatur Tafsir Indonesia, di sana menyebutkan bahwa, penulis melihat corak

penafsiran dalam beberapa kosa kata yang dibilang keyword dalam ayat atau

maksud dari ayat tersebut, sehingga dengan penglihatan tersebut dapat dipahami

bahwa tafsir ini bercorak lughawi.7 Tafsir ini menggunakan metode global (ijmālī)

yang disajikan secara global dan umum, serta tidak terlampau mendetail.8

3. Sistematika Penafsiran

Sistematika dalam tafsir al-Qur’an Karim ini di awali dengan muqaddimah

pengarang yang berisi tentang: latar belakang penulis tafsir, selanjutnya langsung

masuk pada pembahasan ayat-ayat al-Qur’an. Kitab tafsir ini diawali dengan

muqaddimah. Penjelasannya bersifat umum namun terperinci dan setiap

penafsirannya di awali dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia juga

ada penjelasan artikata atau mufradatnya.9

6 “Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah,” dalam Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta:

Djambatan, 1992), h. 592-594. 7 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 77.

8 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 200. 9 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 76.

Page 34: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

20

C. Tafsir al-Furqan

1. Biografi Ahmad Hasan

Ahmad Hasan merupakan nama akrab yang biasa digunakan, beliau juga

sering disebut Hasan Bandung, namun beliau juga memiliki nama asli yaitu

Hassan bin Ahmad bin Ahmad. Beliau lahir di Singapura pada tahun 1887 M.

Ibunya bernama Muznah orang Indonesia sedangkan ayahnya bernama Ahmad

orang India.10

Dalam menempuh pendidikannya ini ia belajar bahasa Arab,

Melayu, Tamil, dan Inggris. Dan keinginannya untuk menguasai bahasa Arab

sebagai jendela untuk memperdalam Islam.11

Semenjak di Singapura ayahnya bersimpati terhadap pikiran-pikiran

wahabiyah, oleh karena itu meskipun ia tinggal bersama pamannya di Surabaya

yang mengikuti aliran Tradisional, ia tetap tidak sefaham dengan pamannya.12

Pada tahun 1941 ia kembali ke Surabaya dan mendirikan pesantren Persis di

Bangil sampai wafat pada tanggal 10 November 1958 M.13

2. Corak dan Metode Penafsiran

Metode penafsiran dalam tafsir ini tergolong pada jenis tafsir bil ra’yi,

karena Ahmad Hasan lebih cenderung menafsirkan dengan rasionalitas. Lalu

metode yang digunakan yaitu metode Ijmālī, yang mana dalam penafsirannya

dijelaskan secara ringkas dan padat, akan tetapi mencakup keseluruahan (global)

metodenya yang mengulas setiap ayat al-Qur’an dengan sangat sederhana, tanpa

10

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 111. 11

Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 194. 12

“Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah,” dalam Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta:

Djambatan, 1992), h. 82. 13

Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 195.

Page 35: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

21

ada upaya untuk memberikan pengkayaan wawasan lain. Kemudian ada beberapa

corak yang digunakan dalam tafsir ini, yaitu bercorak ilmi, karena terdapat tema-

tema penafsiran seperti kesehatan, botani, astronomi, fisika, geologi. Namun yang

paling mendominasi adalah corak bahasa.

3. Sistematika Penafsiran

Kitab ini di awali dengan beberapa kata dari penerbit, pengantar dari tim

penyunting, dilanjutkan oleh pendahuluan yang terbagi dalam beberapa pasal

sampai pasal 33 mengenai penafsiran. Kemudian dilanjutkan dengan Glosarium

(kosa kata). Lalu dituliskan tentang petunjuk pencarian kata dalam al-Qur’an,

yang dilanjutkan dengan keterangan mengenai penelusuran pokok-pokok ajaran

al-Qur’an baru kemudian daftar isi yang dijelaskan satu persatu dengan sub-sub

tema dalam setiap surat-surat dalam al-Qur’an.14

D. Tafsir an-Nur

1. Biografi Hasbi Ash-Shiddiqy

Tafsir an-Nur adalah kitab tafsir karangan Prof. Dr. Hasbi al-Shiddieqy.

Beliau lahir di Lhoksemawe pada 10 Maret 1904/22 Zulhijjah 1321 H dan wafat

di Jakarta, 9 Desember 1975/5 Zulhijjah 1395 H. Ayahnya bernama Teuku Qadhi

Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhammad Su’ud dan ibunya bernama

Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz, yang

merupakan putri seorang Qadhi Kesultanan Aceh ketika itu.15

Hasbi Ash-Shiddiqy

tumbuh dalam keluarga ulama, pendidik, dan pejuang. Nasabnya mengalir darah

Aceh-Arab dan masih bersambung dengan Abu Bakar. Inilah sebab nama

14

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 116-118. 15

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 158.

Page 36: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

22

belakangnya ditambahkan ash-Shiddiqy. Berbagai karir Akademik ia dapatkan,

mulai dari menjadi staf pengajar sekolah persiapan PTAIN sampai direkturnya.

Mengajar dan memangku jabatan-jabatan struktural di berbagai Perguruan Tinggi

Swasta dan Negeri. Sampai pada tahun 1967 ia mengajar sekaligus menjadi

Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang,

hingga wafatnya pada 19 Desember 1975 M.16

2. Corak dan Metode Penafsiran

Dalam penyusunan kitab tafsir ini Hasbi Ash-Shiddieqy menggunakan

metode di antaranya:

1. Mengemukakan ayat-ayat yang akan ditafsirkan satu, dua, atau lebih.

Seperti tafsir al-Maraghy, al-Manar, maupun tafsir al-Wadhih.

2. Kemudian membagi ayat-ayat tersebut ke beberapa jumlah dan

menafsirkannya sendiri-sendiri.

3. Untuk menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, beliau berpedoman

pada tafsir Abu Suud, tafsir Shiddiqy Hasan Khan, dan tafsir al-

Qasimy.

4. Dalam menafsirkan ayat beliau mensarikan dari uraian al-Maraghy dan

al-manar, lalu pada ayat-ayat yang semakna menuruti al-Imam Ibnu

Katsir.

5. Apabila terdapat atsar yang diakui keshahihannya oleh ahli atsar, beliau

juga menerangkan asbabul nuzul ayat.

16

Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 202-205.

Page 37: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

23

Dengan mengetahui sumber-sumber yang dipakai Hasbi Ash-Shiddieqy

dalam penafsirannya, maka dapat diketahui bahwa pendekatan yang digunakan

dalam penafsiran ini adalah metode campuran antara metode bil Ra’yi atau bil

Ma’qul. Kemudian metode yang digunakan tafsir ini ialah metode tahlili, karena

beliau menafsirkan keseluruhan ayat al-Qur’an dari awal hingga selesai.

3. Sistematika Penafsiran

Terdapat empat tahap pembahasan dalam sistematika tafsir ini: pertama;

penyebutan ayat secara tartib mushaf tanpa diberi judul, kedua; penerjemahan

ayat kedalam Bahasa Indonesia diberi judul “Terjemahan”, ketiga; dengan

pemberian judul “Tafsirnya” yaitu penafsiran masing-masing ayat yang didukung

dengan ayat lain, hadis, riwayat sahabat, dan Tabi’in serta penjelasan yang ada

kaitannya dengan ayat tersebut, keempat; yang berjudul “Kesimpulan” berisi

tentang intisari dari kandungan ayat.17

E. Tafsir al-Azhar

1. Biografi Buya Hamka

Buya Hamka merupakan putra dari pasangan Dr. H. Abdul Karim

Amrullah (Hanji Rasul) dan Siti Safiyah Binti Gelanggar yang bergelar Bagindo

nan Batuah. Beliau lahir pada tanggal 17 Februari 1908 di Kampung Molek,

Maninjau, Sumatera Barat. Buya Hamka mewarisi darah ulama dan pejuang yang

kokoh pada pendirian dari ayahnya yang dikenal sebagai ulama pelopor Gerakan

Islah (tajdid) di Minangkabau serta salah satu tokoh utama dari gerakan

pembaruan yang membawa reformasi Islam (kaum muda). Hamka merupakan

17

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 163-166.

Page 38: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

24

akronim dari namanya, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, sedangkan sebutan

Buya adalah panggilan khas untuk orang Minangkabau.18

Beliau merupakan

seorang yang aktif dalam organisasi masyarakat, begitu juga dalam bidang politik,

bahkan pernah dipenjara karena dituduh pro-Malaysia. Kemudian pada tanggal 24

Juli 1981 M beliau wafat di Jakarta.19

2. Corak dan Metode Penafsiran

Tafsir al-Azhar ini menggunakan sumber bi al-ra’yi, karena dalam

penafsiran ayat-ayat al-Qur’an Buya Hamka sendiri yang mengemukakan

pendapat-pendapat beliau. Metode yang digunakan adalah metode Tahlili sesuai

dalam tafsir tersebut yang terlihat dari urutan suratnya yang menggunakan tartib

mushafi. Kemudian kecenderungan beliau dalam menulis tafsirnya menggunakan

contoh-contoh yang ada di sekitar masyarakat dan uraiannya yang menyentuh

sangat perasaan, karena itu corak yang beliau pakai adalah corak sastra budaya

kemasyarakatan (adabi ijtima’i).

3. Sistematika Penafsiran

Langkah pertama dalam tafsir ini beliau mengemukakan muqaddimah dan

pendahuluan pada setiap awal juz yang berisi resensi juz yang akan dibahas.

Terkadang juga beliau mencari munasabah antara juz yang sebelumnya dengan

juz yang akan dibahas. Selanjutnya disajikan beberapa ayat secara tematik di awal

pembahasan dan beliau lebih banyak menafsirkan kelompok ayat yang dianggap

memiliki satu tema untuk memudahkan penafsiran sekaligus memahami

18

Hamka, Dari Hati ke Hati (Jakarta: Gema Insani, 2016), h. 257. 19

Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 209-212.

Page 39: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

25

kandungannya. Dalam tafsirannya ini beliau juga mengurangi uraiannya mengenai

pengertian kata, karena sudah tercakup dalam terjemahannya. Setelah

menerjemahkan ayat, beliau mulai menafsirkan ayat dengan luas dan terkadang

dikaitkan dengan kejadian zaman sekarang, supaya pembaca dapat menjadikan al-

Qur’an sebagai pedoman akhir zaman.20

F. Tafsir al-Misbah

1. Biografi M. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab lahir pada 16 Februari 1944 M di Rappang,

Sulawesi Selatan. Putra dari Abdurrahman Shihab, salah satu pendiri Universitas

Muslim Indonesia di Ujungpandang sekaligus guru besar dalam bidang tafsir yang

pernah menjadi Rektor IAIN Alauddin. Pada tahun 1958 M, beliau berangkat ke

Kairo, Mesir atas bantuan beasiswa dari Pemerintah Sulawesi Selatan. Dan

menyelesaikan pendidikannya sampai program doktoral dan berhasil

merampungkannya pada tahun 1982 dengan predikat summa cumlaude.21

Pada tahun 1984 M, beliau kembali ke Indonesia dan ditugaskan di

Fakultas Ushuluddin serta program pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Di luar kampus pun, beliau dipercaya dalam berbagai jabatan. Ketua

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tahun 1984, Anggota Lajnah Pentashih al-

Qur’an Departemen Agama tahun 1989, dan Anggota Badan Pertimbangan

Pendidikan Nasional tahun 1989. Selain itu juga aktif dalam organisasi

profesional seperti: Pengurus Perhimpunan Ilmu-Ilmu Syari’ah, Pengurus

20

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 186-189. 21

Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 236.

Page 40: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

26

Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan

Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).22

2. Corak dan Metode Penafsiran

Tafsir al-Misbah ini memiliki corak adabi ijtima’i karena dalam

penafsirannya yang tidak hanya ditekankan pada lughawi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi,

dan tafsir isy’ari, melainkan lebih pada kebutuhan sosial masyarakat. Tafsir ini

termasuk jenis tafsir bil ra’yi, karena penafsirannya yang didasarkan pada karya-

karya ulama modern dan kontemporer, seperti Sayyid Muhammad Thanthawi,

Syeikh Mutawalli asy-Sya’rawi, Muhammad Thahir bin Asyur, dan beberapa tafsir

lainnya juga berdasarkan pada pemikiran beliau sendiri. Kemudian metodologi

yang digunakan adalah tahlii, yang menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan

susunannya dalam setiap surat.23

3. Sistematika Penafsiran

Dalam penulisan kitabnya, M. Quraish Shihab memulainya dengan

memberikan pengantar, di antaranya: nama surah dan nama lain surah, jumlah

ayat yang terkadang disertai penjelasan tentang perbedaan penghitungan, tempat

turun surah (makkiyah dan madaniyah) yang disertai pengecualian ayat-ayat yang

tidak termasuk kategori, nomor surah berdasarkan urutan mushaf dan urutan

turun, tema pokok, keterkaitan (munasabah) antara surat sebelum dan sesudahnya,

dan sebab turun ayat (asbabun nuzul). Setelah itu mulai menafsirkan dengan

menganalisis secara kronologis dan memaparkan berbagai aspek yang terkandung

dalam ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan urutan mushaf. Hal ini dilakukan sebagai

22

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 271-272. 23

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), h. 278-284.

Page 41: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

27

bukti bahwa ayat-ayat dan surah-surah dalam al-Qur’an mempunyai keserasian

yang sempurna dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.24

24

Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 241.

Page 42: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

28

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG BIDADARI

A. Gambaran Umum Tentang Bidadari

1. Pengertian Bidadari

Dalam Kamus Bahasa Indonesia bidadari diartikan sebagai putri atau dewi

dari kayangan, atau perempuan yang elok1 yang terambil dari bahasa Sanskerta

vidyadari yang mengandung pemuasan syahwat dalam konsep Hinduisme.2

Dalam kamus Indonesia Arab maka bidadari diartikan dengan 3الحورية. Namun

dalam bahasa Arab bidadari disebut al-ḥur al-‘īn.4 yang merupakan bentuk jamak (ḥūr) حور berasal dari kata (ḥūr’ īn) حورعين

dari ءحورا (ḥaurā’) dan أحور (aḥwar). Ḥaura’ menunjukkan sebagai jenis feminin,

sedangkan aḥwar kepada jenis maskulin. Jadi kata ḥūr merupakan jamak dari

kedua kata tersebut, yaitu kata netral kelamin, yang menunjukkan sebagai lelaki

dan juga perempuan. Maka kurang tepat jika menerjemahkan bidadari dalam

pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia.5

Kata ḥūr terambil dari akar kata yang bermakna tampaknya sedikit

keputihan pada mata di sela kehitamannya (dalam arti, yang putih pada mata

sangat putih, dan yang hitam pun sangat hitam), atau bisa juga kata tersebut

diartikan bulat. Ada juga yang mengartikannya sipit. Sedangkan kata ‘in adalah

bentuk jamak dari kata ‘aina, yakni yang menunjukkan feminin dan ‘ain yang

menunjuk maskulin. Kedua kata itu berarti bermata besar dan indah. Jadi kata ḥūr

‘īn adalah kata bebas kelamin. Namun kata tersebut dapat dipahami dalam arti

hakiki misalnya seseorang (baik laki-laki maupun perempuan) yang memiliki

1 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2008), h. 188. 2 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, cet. I (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 108. 3 Achmad Warson Munawwir Muhammad Fairuz, Al-Munawwir Kamus Indonesia –

Arab (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h. 134. 4 Fuad Abdurahman, Bidadari Stories Kisah Menakjubkan Para Bidadari Dunia &

Surga, cet. I (Jakarta: Zahira, 2015), h. 287. 5 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, cet. 1 (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 108.

Page 43: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

29

mata lebar dan sipit. Dialah yang menjadi pasangan di surga, atau dalam arti

majazi, yakni seseorang itu adalah yang sipit matanya dalam arti kecil, sehingga

tidak akan melihat kecuali kepada pasangannya. Dapat juga dalam arti yang lebar

matanya, sehingga selalu terbuka dan memandang dengan penuh perhatian kepada

pasangannya.6

Dalam buku Bidadari Stories Kisah Menakjubkan Para Bidadari Dunia &

Surga, karangan Fuad Abdurahman, dikatakan bahwa menurut Zaid bin Aslam,

al-haura’ adalah perempuan yang mengundang kekaguman setiap orang yang

menatapnya karena kehalusan kulit dan kejernihan warnanya. Al-Bashri juga

mengatakan bahwa al-haura’ adalah perempuan yang putih matanya sangat putih

dan bulatan hitamnya sangat hitam.7

Mengenai penciptaannya, para bidadari adalah makhluk-makhluk yang

diciptakan di surga. Ada beberapa hadis lemah dan perkataan sebagian sahabat

dan tabi’in yang menjelaskan mengenai penciptaan bidadari dari minyak za’faran.

Al-Mujahid berkata: “Bidadari itu diciptakan dari minyak za’faran.” Sementara

Abu Salamah bin Abdurrahman berkata, “Sungguh, bagi kekasih Allah ada

pengantin di surga. Ia tidak dilahirkan oleh Adam dan Hawa’, tetapi diciptakan

dari minyak za’faran.”8

Dalam tafsir al-Qurthubi juga disebutkan bahwa, Anas RA. berkata,

“Rasulullah SAW. bersabda, ‘Allah menciptakan bidadari yang bermata jeli dari

za’faran’.” Menurut keterangannya, hadis ini disebutkan oleh As-Suyuṭi dalam Al

6 M. Quraish Shihab, Perjalanan Menuju Keabadian Kematian, Surga dan Ayat-Ayat

Tahlil, cet. 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 178-179. 7 Fuad Abdurahman, Bidadari Stories Kisah Menakjubkan Para Bidadari Dunia &

Surga, cet. I (Jakarta: Zahira, 2015), h. 287. 8 Fuad Abdurahman, Bidadari Stories Kisah Menakjubkan Para Bidadari Dunia &

Surga, cet. I (Jakarta: Zahira, 2015), h. 287-288.

Page 44: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

30

Jami’ Aṣ-Ṣaghir, no. 3934, dari riwayat Ath-Thabrani, dari Abu Umamah RA dan

dia memberi kode hasan untuk hadis ini. Al-Manawi berkata, “Hadis ini juga

diriwayatkan dari Abu Umamah oleh Ad-Dailami.” As-Suyuṭi juga menyebutkan

hadis ini dalam Al Jami’ Al Kabir dari riwayat Ibnu Abi Hatim, dan Ath-Thabrani

dari Abu Umamah RA dalam Al Jami’ Al Kabir (3/1704). Kemudian diriwayatkan

dari Ibnu Abbas RA, bahwa dia berkata, “Allah SWT menciptakan bidadari

bermata jeli, dari jari-jemari kakinya sampai kedua lututnya dari za’faran, dari

kedua lututnya sampai kedua payudaranya dari misik adzfar, dari kedua

payudaranya sampai lehernya dari anbar asyhab (nama parfum), dan dari lehernya

sampai kepalanya dari kapur putih. Bidadari itu memakai 70.000 perhiasan seperti

tumbuhan Syaqa’iq An-Nu’man yang berwarna merah. Apabila bidadari itu

datang maka wajahnya bercahaya seperti matahari bagi penduduk dunia. Apabila

bidadari itu berbalik maka hatinya dapat terlihat karena begitu tipis pakaian dan

kulitnya. Di kepalanya terdapat tujuh puluh ribu kuncung (rambut di bagian depan

kepala) dari misik adzfar. Setiap kuncung ada pelayan perempuan yang

mengangkat kuncungnya. Bidadari itu berseru, ‘Inilah pahala untuk para kekasih.

“Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Waqi’ah [56]:

24).9

2. Istilah Bidadari dalam al-Qur’an

Dalam al-Qur’an ada sejumlah ayat yang diterjemahkan dengan bidadari,

penggambaran bidadari, sifat-sifat ataupun ciri-cirinya. Dari sejumlah ayat-ayat

itu ada tujuh yang menggunakan kata “ḥūr”, “’īn”, “ḥūr ‘īn”, dan “qaṣirāt ṭarfi”

yang diterjemahkan sebagai “bidadari” di surga. Di antaranya ada kata “ḥūr” yang

9 Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Penerjemah, Akhmad Khatib Jilid 17

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 633-634.

Page 45: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

31

disebut empat kali dalam al-Qur’an, yang ketiganya menggunakan tambahan sifat

“’īn” (ḥūr ‘īn) dan ada satu kali tanpa menggunakan tambahan (hanya dengan

kata “ḥūr”. Kemudian ada satu ayat yang menggunakan kata “’īn” dengan

susunan kata “qaṣirāt ṭarf ‘īn”. Dan dua ayat lainnya tanpa menggunakan kata

“’īn” yaitu dengan susunan “qaṣirāt ṭarf”.10

Selain itu diungkapkan dengan

“azwāj muṭahharah” yang berarti pasangan suci, namun yang dimaksudkan

adalah ungkapan untuk bidadari.11

Setelah menelusuri ayat-ayat bidadari dari berbagai kitab seperti mu’jam

mufahharas li alfaẓ al-qur’an, fatḥul raḥman, maupun buku-buku pencarian

makna al-Qur’an telah ditemukan ada 19 ayat. Dari keseluruhan ayat-ayat tersebut

ada sebagian ayat dengan susunan ayatnya menggunakan kata yang bermakna

bidadari, dan sebagiannya menerangkan sifat ataupun karakteristik tanpa memakai

kata ḥūr, ‘īn, ḥūr ‘īn, qāṣirāt ṭarf, dan juga azwāj muṭahharah. Di antara istilah itu

ada empat ayat dengan susunan kalimat ḥūr dan ḥūr ‘īn yang terdapat dalam surat

ar-raẖmān, al-wāqi’ah, ad-dukhān, serta aṭ-ṭūr.12

Di mana Satu ayat

menggunakan redaksi kata “ḥūr” dan tiga ayat lainnya memakai redaksi “ḥūr

‘īn”, di antaranya yaitu:

حور في ت قصور ٧٢ٱليي اميم“Bidadari-bidadari yang dipelihara di dalam kemah-kemah” (QS. ar-

raḥmān [55]: 72)

٢٢و حورعيي “Dan ada bidadari-bidadari yang bermata indah” (QS. al-wāqi’ah [56]: 22)

10

Zaitunah Subhan, Al-Qur’an & Perempuan Menuju Kesetaraan Gender dalam

Penafsiran Cet. 1 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 63. 11

M. Ishom El-Saha, Saiful Hadi, Sketsa al-Qur’an, Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah

dalam al-Qur’an (t. tp. : Lista Fariska Putra, 2005), h. 188. 12

Alamī Zādih Faidhullah Bin Musa Al Ḥusaini Al Muqdisiy, Fatḥur Raḥmān Liṭālib

Āyatil Qur’an Cet. Pertama (Libanon: Dār al kitab al’ilmiyah, 2005), h. 211.

Page 46: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

32

يك ل ذ همك وجن ز ورعيينو ٥٤بي

“demikianlah, kemudian Kami berikan kepada mereka pasangan

bidadari yang bermata indah” (QS. ad-dukhān [44]: 54)

همي يمتكي وجن ز و صفوف ةن م رن س ورعيينلع ٢٠بي

“mereka bersandar di atas dipan-dipan yang tersusun dan Kami

berikan kepada mereka pasangan bidadari bermata indah” (QS. aṭ-ṭūr

[52]: 20)

Kemudian ada tiga ayat yang menggunakan istilah “qāṣirāt13

ṭarf14

” satu

dengan tambahan redaksi “īn” dan dua lainnya tanpa menggunakan redaksi “īn”.

Di antaranya yaitu:

هم تو عيند ر صي ق رفي ٱلط ٤٨عيي

“Di sisi mereka ada (bidadari-bidadari) yang bermata indah dan

membatasi pandangannya” (QS. aṣ-ṣaffāt [37]: 48)

هم تو عيند ر صي ق رفي ابٱلط تر ٥٢أ

“Dan di samping mereka (ada bidadari-bidadari) yang redup

pandangannya dan sebaya umurnya” (QS. ṣād [38]: 52)

تفييهين ر صي ق رفي ٱلط ان ج ل بل همو ق إينس طميثهن ٥٦ل مي

“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan,

yang tidak pernah disentuh oleh manusia maupun jin sebelumnya” (QS. ar-

raḥmān [55]: 56)

Selain itu bidadari juga diungkapkan dengan istilah “azwāj muṭahharah”

yang diungkap dalam al-Qur’an sebanyak tiga kali pada surah.15

Diantaranya

yaitu:

ا ل همفييه ة و ر ه ط م ج زو أ ون لي اخ ٢٥و همفييه

“.....dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci.

Mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah [1]: 25) ة ر ه ط م ج زو أ و ين م ن ريضو يهو و ٱلل يٱلل ب ي ١٥ٱلعيب اديب صي

13

Muhammad Fuād ‘Abd al Bāqī, al Mu’jam al Mufahras li al Fāẓi al Qur’an al Karīm

(Kairo: Dār al Hadits, 1996), h. 654. 14

Muhammad Fuād ‘Abd al Bāqī, al Mu’jam al Mufahras li al Fāẓi al Qur’an al Karīm

(Kairo: Dār al Hadits, 1996), h. 523. 15

Muhammad Fuād ‘Abd al Bāqī, al Mu’jam al Mufahras li al Fāẓi al Qur’an al Karīm

(Kairo: Dār al Hadits, 1996), h. 409.

Page 47: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

33

“.....dan pasangan-pasangan yang suci serta ridha Allah. Dan Allah Maha

Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS. Āli ’Imran [3]: 15)

ا همفييه ل ج زو ة أ ر ه ط م لييلا ظ

ل ا لهمظي ندخي ٥٧و

“.....disana mereka mempunyai pasangan yang suci, dan Kami masukkan

mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (QS. an-Nisā’ [4]: 57)

Selain ayat-ayat yang menggunakan redaksi ungkapan bidadari itu, ada

beberapa ayat yang tanpa menggunakan istilah bidadari, yaitu sebanyak 9 ayat,

yang terdapat dalam empat surah, yaitu surah al-wāqi’ah [56]: 23, 35, 36, 37,

surah aṣ-ṣafat [37]: 49, surah an-nabā’ [78]: 33, dan surah ar-raḥman [55]: 58,

70, 74. Di antara itu merupakan sifat-sifat bidadari yang berupa sifat kiasan

maupun tidak.

3. Kriteria Bidadari

Wanita merupakan mata air kebahagiaan dalam kehidupan, sumber kasih

sayang, dan kelembutan. Tiang dan rahasia kesuksesan laki-laki dalam kehidupan,

yang mampu membangkitkan keberanian dan semangatnya, melahirkan sifat yang

sabar dan tabah, melenyapkan rasa lelah dan pemilik perasaan lembut dan halus.16

Wanita17

shalihah adalah perhiasan terindah bagi suaminya, anak-anaknya,

keluarganya, kerabatnya, dan bagi masyarakat pada umumnya. Menjadi pribadi

shalihah adalah idaman setiap muslimah, karena seorang muslimah shalihah

adalah sebaik-baik perhiasan dunia. Sebagaimana seperti sabda Rasulullah SAW:

الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة “Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia

adalah wanita shalihah”. (HR. Muslim dari Abdullah Ibn Amr).

16

Ukasyah Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani

Pres, 1998), h. 74. 17

Wanita memang manusia mulia, menyimpan nilai kemanusiaan yang tinggi.

Sunnatullah menetapkan bahwa kemuliaannya terletak pada kesuciannya menjaga dirinya. Lihat

Abdurrahman Umairah, Wanita-Wanita dalam Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), h.

43.

Page 48: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

34

Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa perempuan atau istri yang sholihah

merupakan sebaik-baik perhiasan. Rasulullah sendiri menyenangi istrinya dan

segala sesuatu yang baik yang ada di dunia ini. Istri beliau turut menghibur dan

menyenangkan hati beliau pada saat beliau melaksanakan sholat. Sementara

beliau adalah suri tauladan yang baik bagi kita semua.18

Di mana pun dan kapan pun berada, perempuan muslimah akan menjadi

lentera yang selalu menyinari, pelita hidayah, suri tauladan dan menjadi aktivis

mujahidah yang terus membangun, mengupayakan perbaikan, menebar benih

persaudaraan, mengikis debu-debu permusuhan, dan menghilangkan duri

kemaksiatan dari jalan kebenaran menuju Allah Ta’ala. Segala amar ma’ruf nahi

mungkar adalah hobi yang ia lakukan dengan sepenuh hati dan keihlasan karena

Allah. Akan tetapi pada kenyataannya menjadi pribadi yang shalihah bukanlah hal

yang mudah. Membutuhkan perjuangan dan usaha yang sungguh-sungguh untuk

mencapainya. Sedangkan tantangan jahiliyah saat ini yang sangat dahsyat,

kehidupan materialistik, hedonisme19

dan berbagai penyakit sosial lainnya yang

dapat merusak fitrah seorang muslimah sejati dalam menemukan jati dirinya.

Allah memberikan gambaran mengenai perempuan shalihah sebagai perempuan

yang senantiasa mampu menjaga pandangannya, dan selalu taat kepada Allah dan

Rasul-Nya. Make up-nya adalah basuhan air wudhu dan lipstiknya adalah dzikir

kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan al-Qur’an.20

Allah

SWT berfirman:

18

Ukasyah Abdulmannan Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya Cet. 1 (Jakarta:

Gema Insani Pres, 1998), h. 174. 19

Diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi

sebagai tujuan utama dalam hidup dalam KBBI. 20

M. Khalilurrahman Al Mah, Wanita Idaman Surga (Jakarta: Wahyumedia, 2012), h. 3-

4.

Page 49: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

35

و و قل هن فروج ظن ي حف و ريهين بص أ مين غضضن ي تي يلمؤمين ل ين يبدي ل

إيل زيين ت هن ين يبديل و يهين جيوب

لع مريهين بي ل ضيبن ا و مينه ر ه ظ ا م إيل زيين ت هن

يهي اب ائ وء أ يهين

عول يهينليبعول بن اءي

وأ أ يهين بن ائ

وأ أ يهين

بعول اب اءي وء أ وب ني

أ يهين ن وإيخو

أ ن وي أ نهن يم

أ ت ل ك م ا م و

أ يهين ائ يس ن و

أ يهين ت و خ

أ ب ني و

أ يهين ن بيعيي إيخو ٱلت ولي

أ يي

غ رب ٱلي مين اليةي يج ٱلر وي

فليأ ي يين ٱلط ٱل تي ور ع لع روا ظه ي يل م اءيٱلن س ي ضيبن ل و

إيل توبوا و مينزيين تيهين يفيي ا م م عل لي رجليهين

يأ يب ٱلل يه

أ ا ييعا لكمٱلمؤمينون ج ل ع

٣١تفليحون

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan

perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka

menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya

kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau

putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-

laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara

perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka

miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap

wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah

mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka

sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang

yang beriman supaya kamu beruntung”21

Perempuan shalihah sangat memperhatikan setiap tutur katanya. Ia akan

sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang

penuh makna dan bermutu tinggi. Sungguh mulia perempuan shalihah. Ketika di

dunia ia akan mendapat cahaya penerang bagi keluarganya dan berperan

melahirkan generasi dambaan. Dan di akhirat Allah akan menjadikannya bidadari

di surga.

4. Penciptaan Bidadari

21

QS. an-Nur: 31.

Page 50: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

36

Surga merupakan tempat tinggal bagi orang-orang yang akan diberikan

nikmat oleh Allah SWT, mereka ialah para Nabi, Rasul, Shiddiqun, orang-orang

yang mati dalam keadaan syahid, dan orang-orang yang sholeh. Di dalamnya

terdapat sungai yang mengalir, istana yang terbuat dari batu emas dan perak.

Berbagai buah-buahan yang bermacam, pepohonan yang bergoyang dan semerbak

harumnya. Istri-istri yang cantik, bayang-bayang yang indah memancar dan air

yang bercucuran. Mereka saling menikmati berbagai kenikmatan tersebut dengan

wajah yang berseri-seri, tertawa ringan, dan gembira ria, keindahan yang

menyejukkan, dan bidadari yang molek.22

Berikut adalah penciptaan bidadari:

Allah menciptakan bidadari dalam keadaan langsung dan penciptaan yang sangat

baik. Sesuai dalam firman Allah surah al-Wāqi’ah[56] ayat 35 sampai 37:

اءا إينش هن ن أ نش اأ هن ٣٥إين لن ع اف ج ارا بك

اباا ٣٦أ تر

٣٧عربااأ

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari)

dengan langsun. dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. penuh

cinta lagi sebaya umurnya”. (QS. al-Wāqi’ah[56]: 35-37).

Bidadari surga diciptakan oleh Allah langsung dalam keadaan perawan.

Para bidadari itu memiliki umur yang sama sebaya. Mereka tidak lebih tua dan

tidak lebih muda. Mereka sama-sama umurnya, seumuran. Penuh cinta dan

sayang, saling mencintai dan menyayangi satu sama lainnya.

Dalam kitab al-Jami’ li Aḥkam Al-Qur’an karya al-Qurṭubi, Ibnu Abbas

menerangkan bahwa Allah menciptakan bidadari surga, mulai dari jari kaki

hingga lutunya dari za’faran, dari lutut hingga kedua dadanya dari minyak kesturi,

dari dada hingga lehernya dari minyak ambar berwarna kelabu, dan dari leher

22

Abdul Malik Ali Al-Kalib, Saat Amal Anda Berbicara. Penerjemah Hasan H. Yazid

(Jakarta: Firdaus, 1992), h. 165-166.

Page 51: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

37

hingga kepalanya dari kapur berwarna putih. Mereka mengenakan tujuh puluh

ribu pakaian seperti bunga-bunga berwarna merah.23

5. Sifat dan Karakteristik Bidadari

Segala yang ada pada bidadari hanyalah kebaikan, Allah memberikan

sifat-sifat terindah kepada mereka dan mempercantiknya dengan perhiasan-

perhiasan yang terbaik. Tidak hanya cantik dalam fisiknya tetapi bidadari juga

memiliki akhlak dan hati yang baik.

Bidadari memiliki beberapa sifat-sifat yang baik-baik, di antaranya:

a) Berumur sebaya

Berbeda dengan kehidupan ketika di dunia, di surga tidak terjadi penuaan,

tidak ditemukan lagi wanita-wanita tua renta sehingga tidak lagi cantik dan

keriput. Ketika di surga segalanya menjadi baik.

Surah an-Nabā’[78] ayat 33:

اباا تر أ و اعيب ك ٣٣و

“dan gadis-gadis remaja yang sebaya”. (QS. an-Nabā’: 33)

Allah menggambarkan ciri-ciri bidadari surga itu sebagai kawa’ib yang

berarti bahwa gadis-gadis yang telah memasuki usia matang.24

Bidadari surga itu

merupakan gadis-gadis remaja yang umurnya sebaya. mereka tidak ada yang lebih

tua maupun lebih muda, melainkan mereka sebaya, seumuran, dan tidak akan

menjadi tua.

b) Baik lagi cantik

23

Fuad Abdurahman, Bidadari Stories Kisah Menakjubkan Para Bidadari Dunia dan

Surga (Jakarta: Zahira, 2015), h. 288. 24

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Taman Para Pecinta, Penterjemah, Emiel Ahmad (Jakarta:

Khatulistiwa Press, 2009), h. 248.

Page 52: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

38

Allah menciptakan bidadari itu sebagai mahkluk yang memiliki sifat dan

kriteria yang mana akhlaknya yang baik dan memiliki wajah yang sangat cantik.

Firman Allah dalam surah ar-Raḥmān ayat 70, sebagai berikut:

فييهين ان تحيس ير ٧٠خ

“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi

cantik-cantik.” (QS. ar-Raḥmān: 70)

c) Suci tidak tersentuh manusia dan jin

Bidadari memiliki sifat yang suci, sangat terjaga kesuciannya, yang tidak

pernah disentuh oleh manusia maupun jin. Firman Allah surah ar-Raḥmān ayat

74. Sebagai berikut:

ان ج ل بل همو ق إينس ٧٤ميثهن

“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-

penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. ar-

Raḥman: 74)

Selain itu juga bidadari diperumpamakan dengan kiasan yang sangat

indah, di antaranya:

a) Mutiara yang tersimpan rapi

Bidadari surga itu memiliki karakteristik yang sangat cantik. Sifat-sifatnya

yang sangat indah sampai diperumpamakan bagaikan mutiara yang tersimpan baik

dalam lautan. Allah berfirman dalam surah al-Wāqi’ah[56] ayat 23:

لي مث أ ؤلو ك

كنونيٱلل ٢٣ٱلم

“laksana mutiara yang tersimpan baik” (QS. al-Wāqi’ah[56]: 23)

Sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Waqi’ah ayat 23, bahwa

bidadari itu seperti mutiara yang tersimpan baik. Mengapa sampai diibaratkan

seperti mutiara, maksudnya yaitu karena bersihnya bidadari itu bagaikan

Page 53: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

39

bersihnya mutiara yang masih berada di dalam cangkangnya, yang belum pernah

tersentuh oleh tangan manusia.25

Sehingga masih tetap bersih dan suci.

b) Telur burung unta yang tersimpan baik

Bidadari surga memiliki kulit yang sangat indah, sangat lembut sehingga

Allah mengibaratkannya seperti telur burung unta. Firman Allah surah aṣ-ṣaffāt

ayat 49, berikut:

كنون م ب يض نهن أ ٤٩ك

“Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan

dengan baik”. (QS. aṣ-Ṣaffāt: 49)

Kelembutan kulitnya seperti kulit telur bagian dalam yang terlihat, yang

tertutup oleh cangkang telur.26

c) Permata yakut dan marjan

Allah mengumpamakan para bidadari surga bagaikan mutiara yang

tersimpan rapi, telur yang tersimpan baik, dan yaqut serta marjan. Firman Allah

surah ar-Raḥmān: 58, sebagai berikut:

نهن أ انو ٱل اقوتك رج ٥٨ٱلم

“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan”. (QS. ar-

Raḥmān: 58)

Bidadari memiliki warna indah, bagaikan permata yakut dan marjan

karena warnanya yang indah dan masih murni, merupakan warna yang bercampur

semburat warna kemerahan.27

Sebagaimana yang telah penulis tuliskan beberapa sifat dan karakter

bidadari surga sesuai dalam firman Allah yang telah digambarkan dalam al-

25

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Taman Para Pecinta, Penterjemah, Emiel Ahmad (Jakarta:

Khatulistiwa Press, 2009), h. 247. 26

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Taman Para Pecinta, Penterjemah, Emiel Ahmad (Jakarta:

Khatulistiwa Press, 2009), h, h. 247. 27

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Taman Para Pecinta, Penterjemah, Emiel Ahmad (Jakarta:

Khatulistiwa Press, 2009), h. 252.

Page 54: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

40

Qur’an. Mulai dari kecantikan fisik yang ada pada bidadari sampai sifat dan

karakternya yang sangat sempurna. Bidadari juga memiliki mata yang indah, yaitu

mata yang jeli, yang jika diartikan secara makna hakiki mereka memiliki bentuk

fisik yang cantik. Mata mereka indah, bola matanya sangat hitam dan bagian

putihnya sangat putih. Kemudian mereka memiliki kulit yang sangat halus dan

putih bersih bagaikan mutiara yang masih bersih belum tersentuh tangan atau

sesuatu apapun.

6. Tabel Ayat Bidadari dalam al-Qur’an

Telah ditemukan ayat-ayat bidadari dalam beberapa kamus dan indeks al-

Qur’an, seperti; Fatḥ al Raḥmān li Ṭalibi Āyati al Qur’an, al Mu’jam al Mufahras

li al Faẓ al Qur’an al Karīm, dan berbagai indek al-Qur’an sejumlah 19 ayat,

yang terdapat dalam 10 surah. Di antaranya yaitu; surah al-Baqarah (2:25), surah

Āli ‘Imrān (3:15), surah an-Nisā’ (4:57), surah aṣ-Ṣaffāt (37:48), surah aṣ-Ṣaffāt

(37:49) surah Ṣād (38:52), surah ad-Dukhān (44:45), surah aṭ-Ṭur (52:20), surah

ar-Raḥmān (55:56), ar-Raḥmān (55:58), ar-Raḥmān (55:70), ar-Raḥmān (55:72),

ar-Raḥmān (55:74) surah al-Wāqi’ah (56:22), al-Wāqi’ah (56:23), al-Wāqi’ah

(56:35), al-Wāqi’ah (56:36), al-Wāqi’ah (56:37) dan surah an-Nabā’ (78:33).

Berikut adalah tabel susunan ayat-ayat bidadari berdasarkan tertib Nuzul:

Ayat-ayat Bidadari berdasarkan Tertib Nuzul

No

Ter

tib N

uzu

l

Ter

tib M

ush

afi

Nama Surat/

Ayat

Ked

uduk a

n

Ayat al-Qur’an

1 38 38 Ṣād : 52 MK هم ۞و عيند ت ر صي ق رفي ٱلط

Page 55: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

41

اب تر ٥٢أ

2 46 56 Al-Wāqi’ah : 22 MK ٢٢حورعيي و

3 46 56 Al-Wāqi’ah : 23 MK لي مث أ ؤلو ك

كنونيٱلل ٢٣ٱلم

4 46 56 Al-Wāqi’ah : 35 MK هن ن أ نش اأ اءاإين ٣٥إينش

5 46 56 Al-Wāqi’ah : 36 MK هن لن ع اف ج ارا بك ٣٦أ

6 46 56 Al-Wāqi’ah : 37 MK اباا تر ٣٧عربااأ

7 56 37 Aṣ-Ṣaffat : 48 MK

هم و عيند ت ر صي ق رفي عيي ٱلط

٤٨

8 56 37 Aṣ-Ṣaffāt : 49 MK نهن أ كنون ك م ٤٩ب يض

9 64 44 Ad-Dukhān : 54 MK يك ل ذ ك وجن ز ورعيينهمو ٥٤بي

10 76 52 Aṭ-Ṭur : 20 MK

صفوف ةني يمتكي م رن س لع

وجن ز ورعيينهمو ٢٠بي

11 80 78 An-Nabā’ : 33 MK و اعيب ك ابااو تر ٣٣أ

12 87 2 Al-Baqarah : 25 MD

ا ل همفييه ة و ر ه ط م ج زو اأ و همفييه

ون لي ٢٥خ

13 89 3 Āli ‘Imrān : 15 MD

ا تيه ت مين رييت ت ن ج نه

رٱل

ا فييه يين لي ر ة خ ه ط م ج زو أ و

Page 56: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

42

ين م ن ريضو يهو و ٱلل ٱلل ي ب صي

ي ١٥ٱلعيب اديب

14 92 4 An-Nisā’ : 57 MD

ا فييه هم ة ل ر ه ط م ج زو لهمأ ندخي و

لييلا ظ ل ا ٥٧ظي

15 97 55 Ar-Raḥmān : 56 MD

فييهين ت ر صي ق رفي ل مٱلط

طميثهن ي ان ج ل بل همو ق ٥٦إينس

16 97 55 Ar-Raḥmān : 58 MD نهن أ انو ٱل اقوتك رج ٥٨ٱلم

17 97 55 Ar-Raḥmān : 70 MD ان فييهين تحيس ير ٧٠خ

18 97 55 Ar-Raḥmān : 72 MD ت قصور حور م ٧٢ٱليي اميفي

19 97 55 Ar-Raḥmān : 74 MD

طميثهن ي ل م ان ج ل و بل هم ق إينس

٧٤

Catatan:

MK = Makkiyah

MD = Madaniyah

B. Kontekstualisasi Makna Bidadari pada Perempuan Muslimah

Perempuan mendapatkan perhatian yang dominan di dalam al-Qur’an.

Sebagian surah-surah dalam al-Qur’an banyak berbicara mengenai permasalahan

hukum yang berhubungan dengan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa betapa

besar perhatian al-Qur’an terhadap perempuan dan hanya al-Qur’an-lah satu-

satunya kitab suci yang memiliki misi untuk mengangkat derajat dan martabat

Page 57: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

43

perempuan.28

Perempuan adalah makhluk Allah yang paling indah dan

mempesona di alam ini, selain itu juga dapat memberikan kenikmatan bagi siapa

saja yang bersamanya. Kebersamaan dengannya merupakan suatu keindahan dan

kenikmatan yang dijadikan perempuan sebagai senjata yang dimilikimya. Dengan

demikian, apabila senjata tersebut dimiliki oleh perempuan yang kurang beriman

ataupun yang tidak beriman, maka akan digunakannya untuk tujuan yang semena-

mena. Jika hal ini benar-benar terjadi maka kehidupan manusia di dunia ini akan

rusak.29

Padahal Allah telah menjanjikan bagi perempuan muslimah berbagai

kenikmatan yang ada di surga dan Allah pun telah memberikan gambaran dalam

al-Qur’an mengenai kecantikan serta karakteristik bidadari-bidadari dalam surga.

Bidadari-bidadari dalam surga itu adalah perempuan suci dan memiliki

perawakan cantik jelita, dan juga memiliki karakter akhlak yang mulia. Bahkan

Allah juga menyebut para perempuan surga sebagai azwāj muṭahharah, yaitu istri

yang suci.30

Seorang suami yang mukmin di dunia pun akan dipertemukan

kembali bersama istrinya ketika di surga. Apabila seorang istrinya tersebut juga

seorang istri yang shalihah. Firman Allah sebagai berikut:

ت ن و ج تيهيم يي ذر و هيم جي زو أ و يهيم ء اب ائ مين ح

ل ص ن و م ا ي دخلون ه دنن ةع ئيك ل ٱلم ب ابن ي

ينك يهيمم ل ع ٢٣ي دخلون

“(yaitu) surga ´Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama

dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak

cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua

pintu.” (QS. ar-Ra’d: 23)

28

Ibrahim Hosen dan Ahmad Munif Suratmaputra, Al-Qur’an dan Peranan Perempuan

dalam Islam (Jakarta: Institut Ilmu al-Qur’an, 2007), h. 22-23. 29

Salman Harun, Mutiara al-Qur’An Aktualisasi Pesan al-Qur’an dalam Kehidupan Cet.

III (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2004), h. 10. 30

Ayatullah Jawadi Amuli, Jamal al-Mar’ah wa Jalaluha Keindahan dan Keagungan

Perempuan Perspektif Studi Perempuan dalam Kajian al-Qur’an, Filsafat dan Irfan Penerjemah

Muhdhor Ahmad, Hasan Saleh, Sabar Munanto (Jakarta: Sadra Press, 2011), h. 102.

Page 58: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

44

Mereka yang berada di surga bersama istrinya itu mendapatkan berbagai

kenikmatan. Mereka dengan suasana riang gembira bersandar di bawah naungan

surga.31

Allah berfirman:

هم للع ل ظي جهمفي زو أ يكيو ائ ر

ٱل متكي ٥٦ون

“Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan

di atas dipan-dipan.” (QS. Yā sīn [36]: 56)

Seperti itu yang telah Allah janjikan. Perempuan muslimah yang taat

kepada suami dan perintah Allah akan dipertemukan kembali bersama suaminya

yang shalih ketika di surga. Allah pun akan menjadikannya sebagai bidadari

surga. Betapa mulianya perempuan muslimah yang taat akan suami dan perintah

Allah.

Allah memberikan berbagai kenikmatan pada hambanya, di antaranya ada

nikmat keindahan lahir dan batin. Keindahan lahir merupakan perhiasan yang

dianugerahkan oleh Allah kepada sebagian makhluk-Nya, yang berupa kelebihan

pada fisiknya. Sesuai firman Allah pada surah Fāṭir ayat 1 yang artinya, “.....

Allah menambahkan (melebihkan) pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-

Nya....”32

Di antara tambahan (kelebihan) itu ialah memiliki suara yang merdu

dan juga rupa yang elok. Hati pun akan selalu tertambat untuk mencintainya, yang

secara fitrah akan selalu dianggap baik. Kemudian nikmat keindahan batin adalah

nikmat Allah yang terbesar yang diberikan kepada hamba-Nya. Keindahan lahir

yang juga merupakan suatu kenikmatan bagi hamba-Nya yang wajib disyukuri,

yaitu dengan bertakwa dan menjaga nikmat-nikmat-Nya tersebut. Akan tetapi jika

seseorang menggunakan keindahan itu untuk suatu hal yang tidak baik, misalnya

31

Umar Sulaiman al-Asyqor, Melongok Surga dan Neraka (T.tp.: Pustaka Mantiq, t.t.), h.

292-293. 32

اء يزيد في ٱلخلق ما يش ...... .... (QS. Fāṭir: 1).

Page 59: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

45

keburukan dan durhaka kepada Allah, maka Allah pun akan merubahnya dan

menjadikan kejelekan dan buruk.33

Misalnya saja kebiasan buruk dan perilaku-perilaku buruk yang dilakukan

perempuan muslimah. Seperti halnya mengikuti gaya model dan tren terkini

dalam berpakaian, gaya rambut, alat-alat kecantikan, parfum, kosmetik, dan lain-

lainnya. Padahal dalam Islam telah menganjurkan dalam berpakaian hendaknya

mengenakan pakaian yang longgar, tidak menampakkan bentuk tubuh dan warna

kulit, hanya kebersihan dan warna yang tidak menarik perhatian. Tidak berhias

yang berlebihan, tetapi hanya ketika dirumah karena untuk suami dan anak-

anaknya.34

Allah telah menyamakan para bidadari dengan mutiara yang tersimpan

rapi, telur yang tersimpan rapi, yaqut dan marjan. Bagaikan mutiara yang murni,

yang berwarna cemerlang, putih berkilauan, dan lembut permukaannya.

Sedangkan yang dimaksudkan seperti telur yang tersimpan rapi dan terjaga rapat

adalah belum pernah tersentuh tangan, warnanya putih normal, dengan bercampur

warna kuning yang menambah keindahannya. Berbeda dengan warna putih pekat,

yang membuatnya berwarna lebih dominan. Kemudian dari yakut dan marjan itu

terambil karena warnanya yang indah dan murni serta campuran semburat warna

merah kemerahan.35

Sejak awal, Islam telah mengajarkan bagaimana mengantisipasi masalah

perempuan. Islam memberikan arahan serta norma-norma agar perempuan itu

33

Ibnu Qayyim al-Jauziyah Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin Taman Para

Pecinta. Penerjemah Emiel Ahmad (Jakarta: Khatulistiwa, 2009), h. 232-233. 34

Abu Maryam bin Zakaria, Akhthaa’ Taqa’u fiihaa An-Nisaa’ 40 Kebiasaan Buruk

Wanita. Penerjemah Ahmad Rifa’i Usman (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), h. 109-114. 35

Ibnu Qayyim al-Jauziyah Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin Taman Para

Pecinta. Penerjemah Emiel Ahmad (Jakarta: Khatulistiwa, 2009), h. 252.

Page 60: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

46

dapat mengatur daya tariknya sehingga akan bermanfaat dalam kehidupan

manusia. Dalam Islam menganjurkan supaya daya tarik perempuan itu tidak

dipublikasikan terlalu luas. Bahkan suara perempuan pun terdapat etika

penggunaannya.36

Allah pun memerintahkan kepada istri-istri para Nabi dan juga

perempuan Muslimah yang ingin menjadi perempuan baik-baik, agar menjaga

setiap perkataannya. Tidak membuat ucapannya terlalu dibuat-buat atau memanis-

maniskan sehingga menggelitik para lelaki yang mendengarnya.37

Menemukan sosok muslimah sejati yang benar-benar taat kepada Allah

SWT. memang tidaklah gampang. Mungkin satu diantara beberapa banyak orang

yang dapat kita temui. Dalam hal ini penulis akan memberikan contoh karakter

perempuan shalihah yang memiliki gelar bidadari surga. Penulis mengambil dari

novel inspiratif dari penulis Best Seller yang ternama, yaitu Tere Liye dan

Habiburrahman el Shirazy. Kisah ini merupakan kisah seorang perempuan yang

memiliki perilaku dan akhlaknya yang menggambarkan watak bidadari surga.

Tidak hanya memiliki wajah yang cantik, tapi dia juga memiliki hati yang mulia.

Laisa adalah sulung dari lima bersaudara. Dia bersumpah memberikan

kesempatan pada adik-adiknya untuk menjadi orang-orang yang hebat. Laisa

mengorbankan segala hidupnya hanya demi adik-adiknya. Sosok perempuan yang

banyak berkoban untuk kemajuan orang lain, keihklasan serta cinta demi keluarga

tercinta. Suatu ketika adik bungsunya pernah sakit demam, Laisa menemaninya

hingga tidak tidur, kemudian ditengah larut malam adiknya mengalami panas

36

ن ٱلنساء إن ٱتقيتن فل تخضعن بٱلقول فيطمع ٱلذ نساء ٱلنبي لستن كأحد م ا ي عروف ا ولن و ا م ٢٣ ي في لب مر

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa.

Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada

penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. al-Ahzab/ 33:32). 37

Salman Harun, Mutiara al-Qur’an, Aktualisasi Pesan al-Qur’an dalam Kehidupan Cet.

III (Jakarta: Logos, 2004), h. 10.

Page 61: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

47

yang tinggi hingga tubuhnya menggigil. Karena ada mahasiswa KKN di desanya

pada waktu itu Laisa langsung pergi menemui mereka kemudian mengajaknya ke

rumah supaya dapat memeriksa adiknya tersebut. Tak disangka malam itu hujan

deras, namun Laisa pantang menyerah, ia menerobos hujan dengan memakai

payung dari pelepah pisang. Ditengah perjalanan ia tersandung hingga kakinya

berdarah, namun sampai di rumah ia hanya diam saja dan menyembunyikan

lukanya.

Begitu ikhlasnya Laisa kepada saudaranya, ia anggap mereka seperti

saudara kandungnya sendiri meskipun Laisa bukanlah dari keluarga tersebut.

Laisa sudah seperti keluarga sendiri. Ia menggantikan wali dari keluarga tersebut,

membantu mamak untuk mengurus segalanya, merawat dan mendidik adik-

adiknya. Pernah terjadi kala itu adiknya bolos sekolah, kemudian Laisa tidak

sengaja melihatnya. Lalu Laisa memarahinya dan menyuruhnya untuk segera

pulang. Namun begitu, Dalimunte adiknya yang paling pintar di antara adik-

adiknya yang lain. Ia mengerti benar bahwa kakanya Laisa telah mengorbankan

seluruh masa kanak-kanak dan remajanya supaya bisa membantu Mamak setiap

hari tanpa lelah demi adik-adiknya.38

Selama hidupnya Laisa korbankan demi keluarganya, ia merupakan sosok

perempuan yang tidak cantik namun memiliki hati yang cantik sangat luar biasa.

Ia masih suci belum pernah menikah sama sekali, sudah beberapa kali adik-

adiknya berusa untuk mencarikan jodoh untuknya namun Allah berkehendak lain.

Bahkan sampai titik terakhirnya mengembuskan nafas ia masih dalam keadaan

suci. Meskipun ia memiliki kekurangan dalam kondisi fisiknya namun ia selalu

38

Tere Liye, Bidadari-Bidadari Surga (Jakarta: Republika, 2008), h. 62.

Page 62: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

48

bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah kepadanya, ia ikhlas menjalani

semuanya sampai pada akhir hayatnya ia meninggal dengan keadaan yang

bagaikan bidadari surga turun ke bumi. Auranya begitu terpancar karena

kecantikan hatinya.

Selain novel yang berjudul Bidadari-Bidadari Surga tersebut, penulis juga

mengambil contoh karakter pada novel yang berjudul Bidadari Bermata Bening

karangan Habiburrahman el Shirazy. Beda dari karakter tokoh pada novel

sebelumnya, tokoh dalam novel ini bagaikan bidadari yang tergambarkan dalam

al-Qur’an. Aina Mardliyah, sesuai dengan namanya ia adalah perempuan yang

memiliki mata yang cantik yaitu mata yang lebar dan bening. Ia merupakan

keturunan Indonesia (Jawa) dan Palestina.

Aina adalah sosok yang cerdas, memiliki kepribadian yang baik, sopan

santun dan selalu menjaga kesuciannya, baik jiwa dan raganya. Ia tinggal

dipesantren dan menjadi salah satu khadimah di pesantrennya. Pegabdiannya

kepada Bunyai dan Pak Yai, bahkan ia selalu mendahulukan kepentingan

pesantren dari pada kepentingannya sendiri. Aina seorang yatim piatu, ibunya

meninggal ketika ia masih sekolah di bangku SMP. Ayahnya meninggal ketika ia

masih di dalam kandungan ibunya, meskipun begitu ia adalah sosok perempuan

yang mandiri.

Pada saat itu Aina pernah difitnah oleh temannya sendiri. Ia dituduh

bahwa ibunya adalah seorang pezina dan ia adalah anak hasil zina, namun dengan

seperti itu Aina tetap ihlas dan sabar. Bahkan sampai Aina bersama temannya itu

dipanggil Ibu Nyai dan Pak Yai untuk diminta penjelasannya.39

39

Habiburrahman el Shirazy, Bidadari Bermata Bening (Jakarta: Republika, 2017), h. 37.

Page 63: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

49

BAB IV

PENAFSIRAN AYAT BIDADARI MENURUT MUFASSIR INDONESIA

A. Analisis Perbandingan Tafsir Tentang Penggambaran Bidadari dalam al-

Qur’an

1. Penafsiran Enam Mufassir Indonesia atas Ayat-Ayat Bidadari

Ada tiga istilah pokok dalam al-Qur’an yang diungkapkan sebagai

bidadari, diantaranya qāṣirāt ṭarf, ḥūr ‘iyn, dan azwāj muṭahharah. Untuk qaṣirāt

ṭarf disebutkan tiga kali dalam al-Quran, terdapat dalam tiga surah, yaitu pada

surah ṣād[38]: 52, aṣ-Ṣaffāt[37]: 48, dan ar-Raḥmān[55]: 56. Kemudian ḥūr ‘iyn

disebutkan empat kali dalam al-Qur’an dengan redaksi ḥūr ‘iyn sebanyak tiga kali

dan satu kali dengan menggunakan redaksi ḥūr saja.

Selain qāṣirāt ṭarf dan ḥūr ‘iyn, ada juga azwāj muṭahharah yang diartikan

sebagai pasangan yang disucikan, namun istilah tersebut juga diungkapkan

sebagai bidadari. Jadi, dalam penelitian ini penulis akan meneliti ke tiga istilah

tersebut berdasarkan ke enam penafsiran mufassir Indonesia. Berikut penulis akan

mengelompokkan penfsiran berdasarkan istilah-istilah bidadari.

a) Qāṣrāt ṭarf

Di antara ayat-ayatnya sebagai berikut:

صرت رف ۞وعندهم ق تراب ٱلط ٥٢أ

“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar

pandangannya dan sebaya umurnya”. (QS. Ṣād[38]: 52)

صرت وعندهم رف ق ٤٨عني ٱلط

“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya

dan jelita matanya”. (QS. aṣ-Ṣffāt[37]: 48)

Page 64: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

50

صرت فيهن رف ق ٱلط ٥٦لم يطمثهن إنس قبلهم ول جان

“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan

menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum

mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak

pula oleh jin.” (QS. ar-Raḥmān[55]: 56)

1) Tafsir Marah Labid

Syekh Nawawi al-Bantani merupakan mufassir yang lahir di Indonesia,

namun selama penulisan tafsirnya beliau tidak berada di Indonesia, yakni

Makkah, Madinah, dan juga Mesir. Dengan demikian tafsir ini akan memiliki

perbedaan dengan tafsir karangan mufassir Indonesia lainnya, sehingga akan

mempengaruhi latar belakang penulisan tafsir.

Kata qāṣirāt ṭarf yang diartikan sebagai bidadari yang tidak liar

pandangannya, dalam kitab tafsirnya dijelaskan bahwa di dalam surga itu terdapat

bidadari-bidadari yang tidak memandang suami yang lain.1 Pandangan mereka

tidak akan tertuju kepada para suami lainnya.2 Bidadari tersebut menundukkan

pandangannya, menahan dan mencegah matanya terhadap lelaki lain yang bukan

suaminya.3

Tafsir Marah Labid ini tergolong tafsir yang lengkap, terkadang beliau

menambahkan asbabun nuzul ayat atau beberapa riwayat yang berkaitan dengan

pembahasan ayat. Namun, setelah diteliti dari ketiga ayat ini penulis tidak

menemukan penjelasan asbabun nuzul.

2) Tafsir Al-Qur’an Karim

1 Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 232. 2 Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 218. 3 Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 343.

Page 65: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

51

Mahmud Yunus yang merupakan pengarang tafsir al-Qur’an Karim,

beliau menulis kitab tafsir dengan menggunakan bahasa Indonesia, bahkan beliau

juga memberikan terjemahan ayat sendiri. Contohnya pada surah ṣad[38] ayat 52,

beliau mengartikan bahwa "Di sisi mereka ada (istri-istri) yang rendah mata

(bukan mata keranjang) lagi sebaya”.4 Mahmud Yunus mengartikan qāṣirāt ṭarf

dengan istri-istri yang rendah mata, tetapi dalam tafsirnya beliau tidak

memberikan penafsirannya mengenai ayat ini. Karena tafsir beliau tergolong tafsir

ijmali jadi akan wajar jika beliau hanya menjelaskan ayat-ayat tertentu saja.

Kemudian pada ayat berikutnya surah aṣ-Ṣaffāt[37] ayat 48 beliau juga

mengartikan qāṣirāt ṭarf sebagai istri atau bidadari, yakni “Di sisi mereka ada

(beberapa istri atau bidadari) yang pendek pemandangannya (bukan mata

kerajang) lagi bundar matanya”. Pada ayat ini beliau hanya menjelaskan

tafsirnya secara singkat yang menyatakan bahwa hamba-hamba Allah itu

mempunyai istri (istrinya yang di dunia atau bidadari) yang cantik molek dan

putih kuning warnanya, menarik mata orang yang melihatnya.5 Sedangkan pada

surah ar-Raḥmān[55] ayat 56 beliau mengartikan qāṣirāt ṭarf sebagai perempuan-

perempuan yang pendek pemandangannya, sesuai dengan terjemahannya “Dalam

surga itu perempuan-perempuan yang pendek pemandangan (bukan bermata

keranjang), mereka belum pernah disentuh manusia dan jin sebelum mereka.6.

Dan beliau tidak menjelaskan tafsirnya.

3) Tafsir al-Furqan

4 Mahmud Yunus, Tafsir al-Qur’an Karim (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah,

2011), h. 673. 5 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim Bahasa Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung

Jakarta: 2002), h. 658. 6 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim Bahasa Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung

Jakarta: 2002), h. 796.

Page 66: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

52

Ahmad Hasan salah satu tokoh yang mengikuti aliran wahabiyah yang

sangat bertolakbelakang dengan ke lima tafsir lainnya, karena itu hal ini menjadi

alasan penulis sehingga dapat diketahui perbedaanya.

Tafsir al-Furqan ini tergolong tafsir yang sangat unik, beliau hanya

memberikan penjelasannya dengan sangat singkat sehingga berbentuk footnote.

Seperti menafsirkan surah ṣād [38] ayat 52 ini beliau menjelaskan qāṣirāt ṭarf

yakni yang tidak memandang lelaki yang bukan suami yang telah ditentukan

untuk mereka dengan perasaan cinta.7

Ahmad Hasan mengartikan qāṣirāt ṭarf sebagai bidadari-bidadari, jadi

maksud dari penafsiran tersebut bahwa bidadari itu memiliki pandangan yang

tidak liar, yakni tidak memandang kepada lelaki lain. Lalu pada surah aṣ-

Ṣaffāt[37] ayat 48 dan ar-Raḥmān[55] ayat 56 beliau juga memberikan penafsiran

yang sama.

4) Tafsir an-Nur

Surah ṣad ayat 52 dan surah aṣ-Ṣaffāt ayat 48 merupakan ayat yang sama,

hanya saja dibedakan dengan kalimat terakhirnya yaitu atrāb pada surah ṣād ayat

52 dan ‘iyn pada surah aṣ-Ṣaffāt ayat 48. Hasbi ash-Shiddieqy mengartikan

qāṣirāt ṭarf pada kedua ayat ini dengan bidadari. Kemudian pada sura ṣād beliau

menjelaskan bahwa orang-orang ahli surga mempunyai istri yang selalu takzim

kepadanya, tidak berpaling kepada lelaki lainnya. Bidadari itu bagaikan mutiara

yang terpendam, yang umurnya sebanya dan saling mengasihi.8

7 Ahmad Hasan, al-Furqan Tafsir Qur’an (Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan Ambadar,

2006), h. 835. 8 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur Jilid 4

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 3519-3521.

Page 67: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

53

Selanjutnya pada surah aṣ-Ṣaffāt beliau mengatakan bahwa bidadari itu

istri yang indah jelita matanya, tidak punya nafsu selain suaminya, dan masih suci

yang belum pernah dijamah manusia ataupun jin.9 Tetapi pada surah ar-raḥmān

ayat 56 beliau mengartikan qāṣirāt ṭarf sebagai gadis-gadis. Jadi yang

dimaksudkan beliau bahwa bidadari ialah gadis-gadis yang memiliki mata yang

hanya melihat suaminya, yang masih perawan belum pernah dijamah manusia dan

jin. Setiap selesai disetubuhi oleh suaminya mereka kembali perawan.10

Sehingga qāṣirāt ṭarf menurut Hasbi ash-Shiddieqy ialah bidadari yang

berupa gadis-gadis yang selalu takzim kepada suaminya yang memiliki mata yang

indah, penuh kasih sayang dan tidak punya nafsur kepada lelaki lain.

5) Tafsir al-Azhar

Seperti mufassir Indonesia lainnya, sebelum menafsirkan ayat, Buya

Hamka menerjemahkan ayat terlebih dulu. Beliau mengartikan qāṣirāt ṭarf

sebagai bidadari yang menekur pandangannya. Kemudian dijelaskan dalam

tafsirannya bahwa bidadari tersebut tidak liar pandangannya. Cinta dan kasihnya

hanya untuk suaminya semata, dan tidak ada lelaki lain yang menarik hatinya.

Mereka berusia sebaya rata-rata 30 tahun.11

Kemudian pada surah aṣ-Ṣaffāt ayat

48 beliau mengatakan bahwa bidadari merupakan malaikat yang berupakan

perempuan.12

Selanjutnya pada surah ar-Raḥmān[55] ayat 56 beliau mengartikan qaṣirāt

ṭarf sebagai gadis-gadis perawan, bahwa Qaṣir yang artinya singkat atau terbatas

9 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur Jilid 4

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 3452-3455. 10

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur Jilid 5

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4064-4066. 11

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Juzu’ 23 (Jakarta: Pustaka

Panjimas, t.t.), h. 245-246. 12

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Juzu’ 23 (Jakarta: Pustaka

Panjimas, t.t.), h. 111-114.

Page 68: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

54

sudut matanya. Maksudnya ialah tidak genit dan tidak liar penglihatan matanya.

Gadis-gadis surga itu masih bersih. Belum ada manusia maupun jin yang datang

menyentuhnya. Sehingga ia masih dalam keadaan bersih dan perawan. 13

6) Tafsir al-Misbah

Quraish Shihab mengartikan qaṣirāt ṭarf sebagai bidadari. Namun, beliau

tidak menjelaskan kalimat qaṣirāt ṭarf ini pada surah ṣād [38] ayat 52 melainkan

pada surah aṣ-Ṣaffāt ayat 48. Beliau hanya menafsirkan kata atrāb yang

merupakan bentuk jamak dari kata tirb yang berarti sebaya. Kata ini seakar

dengan kata turāb yang berarti tanah. Ibaratnya kulit dua orang sebaya yang sama-

sama menyentuh tanah di saat bersamaan. Sementara ada riwayat yang

menyatakan bahwa usia mereka sebaya sekitar 33 tahun.14

Kata qaṣirāt ṭarf itu terdiri dari kata qaṣirāt yang merupakan bentuk jamak

yang menunjukkan feminin. Terambil dari kata qaṣara yang jika diambil benang

merahnya berarti keterbatasan. Sedangkan kata ṭarf memiliki arti mata dan

maksudnya adalah pandangan. Jadi bidadari itu memiliki pandangan yang terbatas

hanya kepada pasangannya semata. Lalu kata ‘īn bentuk jamak dari ‘ainā’ berarti

mata yang terbuka lebar, yang dapat diartikan hakiki atau majazi yaitu yang

berwawasan luas dan tidak berpandangan sempit.15

Selanjutnya pada surah ar-Raḥmān[55] ayat 56 istilah qaṣirāt ṭarf ini

diartikan sebagai wanita-wanita yang membatasi pandangannya. Kalimat qaṣirāt

ṭarf merupakan istilah al-Qur’an yang ditujukan untuk memuji wanita-wanita

13

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVII (Jakarta: Pustaka

Panjimas, t.t.), h. 207-209. 14

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Volume

12 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 157-158. 15

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Volume

15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 33-34.

Page 69: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

55

yang sangat setia, cantik, dan selalu ingin bersama pasangannya, dan disisi lain

mata pasangan-pasangannya tidak beranjak ke arah yang lain, karena senangnya

melihat wanita-wanita yang rupawan dan menyenangkan itu. Bidadari-bidadari itu

adalah wanita-wanita surgawi yang Allah ciptakan untuk penghuni surga pria,

bukan istri-istri mereka yang masuk surga. Mereka semua adalah wanita, yang

khusus untuk lelaki pilihan Allah. Dan tidak sebaliknya untuk para perempuan

penghuni surga, karena pembawaan wanita pada dasarnya adalah monogami.

Kemudian untuk istri-istri para penghuni surga yang pernah hidup bersama suami

mereka di dunia itu tidak akan merasa cemburu bahkan iri hati karena pada hari

kemudian Allah telah mencabut segala macam kedengkian dan kecemburuan dari

hati penghuni surga, sesuai dalam firman Allah QS. al-A’raf[7] ayat 43.16

Dengan demikian qāṣirāt ṭarf menurut M. Quraish Shihab ialah bidadari

yang merupakan wanita-wanita cantik, setia dan membatasi pandangannya.

Dari penjelasan ke enam mufassir, semua mengatakan bahwa

pengungkapan bidadari pada istilah qaṣirāt ṭarf adalah menunjukkan pada sosok

perempuan, bahkan dijelaskan pada penafsiran M. Quraish Shihab bahwa bidadari

adalah perempuan-perempuan surgawi yang Allah ciptakan untuk penghuni surga

pria, bukan istri-istri mereka yang masuk surga. Mereka semua adalah perempuan

khusus Allah ciptakan untuk para lelaki penghuni surga pilihan Allah. Meskipun

dalam penafsiran Buya Hamka pernah mengatakan bahwa ada bidadari yang

berupakan lelaki, yakni pada ayat 45 surah aṣ-Ṣaffāt, bahwasanya malaikat-

malaikat muda belia adalah bidadari yang merupakan laki-laki muda, yang

keadannya sama dengan mutiara yang terkurung di dalam giwang warna warni

16

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Volume

15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 530-531.

Page 70: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

56

yang indah. Namun mereka adalah yang ditugaskan Allah untuk melayani para

penghuni surga mengedarkan minuman pada penghuni surga itu. Sedangkan pada

ayat 48 aṣ-Ṣaffāt ini Buya Hamka mengatakan bahwa yang dimaksudkan bidadari

disini ialah bangsa malaikat yang berupakan perempuan muda dan cantik. Jadi

keseluruhan penafsiran untuk istilah qaṣirāt ṭarf ini semua mufassir mengatakan

bahwa mereka adalah perempuan. Kemudian dari ketiga ayat tersebut

keseluruhannya tidak memiliki asbāb nuzul ayat, baik pada keterangan para

musaffir yang telah disebutkan maupun pada buku Lubaabun Nuquul fii Asbaabin

Nuzuul karangan Jalaluddin as-Suyuthi.

b) Ḥūr ‘iyn

Di antara ayat-ayatnya sebagai berikut:

٢٢وحور عني

“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli”. (QS. al-Wāqi’ah[56]: 22)

٥٤وزوجنهم بور عني كذلك

“Demikianlah, kemudian Kami berikan kepada mereka pasangan

bidadari yang bermata indah”. (QS. ad-Dukhān[44]: 54)

صفوفة وزوجنهم بور عني ني متك ر م س ٢٠لع

“Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami

kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli”. (QS.

aṭ-Ṭūr[52]: 20)

قصورت ف ٧٢ ٱليام حور م

“(Bidadari-bidadari) yang dipelihara di dalam kemah-kemah.” (QS.

ar-Raḥmān[55]: 72)

1) Tafsir Marah Labid

Syeikh Nawawi Banten menafsirkan bahwa bidadari merupakan budak

perempuan, yakni wanita cantik rupawan, berkulit putih dan memiliki mata yang

Page 71: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

57

jeli (besar).17

Pada surah ad-Dukhān[44] ayat 54, Syekh Nawawi juga mengatakan

bahwa bidadari adalah perempuan berwajah putih bersih dan bermata yang

indah.18

Pada surah aṭ-Ṭūr[52] ayat 20 juga dijelaskan bahwa bidadari adalah

perempuan yang putih tur besar matanya.19

Kemudian pada surah ar-Raḥmān[55] ayat 72 Syekh Nawawi menjelaskan

bahwa bidadari yang hitam biji matanya, mengurung diri dalam rumah yang

terbuat dari mutiara-mutiara yang cekung. Bidadari itu mengurung diri untuk

suami-suaminya yang dalam rumahnya terdapat mutiara-mutiara yang cekung

yaitu satu farsakh (8 km) yang mempunyai 400 daun pintu emas.20

Dari keempat ayat yang telah dijelaskan Syeikh Nawawi di atas beliau

mengatakan bahwa bidadari adalah sosok perempuan-perempuan rupawan yang

yang memiliki mata indah dan mereka mengurung dirinya demi suami-suami

tercinta. Lalu pada surah ar-raḥmān dijelaskan bahwa bidadari itu mengurung diri

demi suaminya di dalam rumah yang terbuat dari mutiara-mutiara yang cekung

yang berukuran sekitar satu farsakh atau delapan km serta mempunyai daun pintu

yang terbuat dari emas sebanyak 4000.

2) Tafsir Al-Qur’an Karim

Kitab tafsir Mahmud Yunus tergolong tafsir ‘ijmali yang merupakan tafsir

yang singkat dan djelaskan secara global. Beliau tidak memberikan penafsiran

pada surah al-Wāqi’ah[56] ayat 22, namun mengartikan ḥūr ‘īn sebagai bidadari

17

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jāwi, Marah Labīd Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab al-

Islamiyyah), h. 345. 18

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jāwi, Marah Labīd Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab al-

Islamiyyah), h. 285. 19

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jāwi, Marah Labīd Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab al-

Islamiyyah), h. 328. 20

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jāwi, Marah Labīd Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab al-

Islamiyyah), h. 344.

Page 72: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

58

sebagaimana dalam terjemahan ayatnya.21

Kemudian pada suraḥ ad-Dukhān[44]

ayat 54 beliau mengatakan bahwa bidadari itu ialah perempuan putih yang

memiliki mata yang bundar.22

Selanjutnya pada aṭ-Ṭūr[52] ayat 20 dan surah ar-Raḥmān[55] ayat 72

beliau tidak menafsirkan apapun. Hanya saja pada terjemahan ayat, beliau

memberikan terjemahan yakni, bidadari ialah perempuan yang putih yang tertutup

dalam khemah.23

Karena tafsir ini tergolong tafsir yang ringkas, jadi tidak heran

jika dari ke empat ayat tersebut Mahmud Yunus hanya menafsirkan satu ayat saja,

yakni surah ad-Dukhān[44] ayat 54. Meskipun demikian dengan melihat

terjemahan beliau dan penafsirnnya pada surah ad-Dukhān dapat disimpulkan

bahwa bidadari ialah perempuan yang berkulit putih dan memiliki mata yang

bundar.

3) Tafsir al-Furqan

Tafsir ini karangan Ahmad Hasan, beliau salah satu tokoh yang berfaham

wahabiyah. Tafsir ini tergolong tafsir bi al ra’yi dengan demikian diharapkan

akan ditemukan perbedaan dengan penafsiran lainnya. Namun, tafsir ini juga

tergolong tafsir yang sangat ringkas, bahkan penafsirnnya di buat seperti susunan

footnote.

21

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim cet ke 72 (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), h.

800. 22

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim cet ke 72 (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), h.

736-737. 23

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim cet ke 72 (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), h.

797.

Page 73: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

59

Dari ke empat ayat dengan menggunakan redaksi ayat ḥūr ‘īn ini, Ahmad

Hasan tidak menjelaskan apapun, hanya saja melihat dari terjemahan ayatnya

beliau mengartikan ḥūr ‘īn sebagai bidadari-bidadari.24

Kemudian pada ayat yang hanya memakai redaksi ḥūr beliau

mengartikannya sebagai bidadari-bidadari yang jelita, putih bersih dipingit dalam

mahligai-mahligai.25

Dengan demikian maka dapat disipulkan bahwa ḥūr ‘īn merupakan

bidadari yang cantik jelita, yang berkulit putih dan dipingit dalam mahligai.

4) Tafsir an-Nur

Hasbi ash-Shiddieqy mengartikan ḥūr ‘īn sebagai bidadari. Pada surah al-

Wāqi’ah[56] ayat 22, beliau menafsirkan bahwa di dalam surga itu mereka

mempunyai istri-istri yang cantik jelita.26

Kemudian pada surah ad-Dukhān[44]

ayat 54, beliau mengatakan Allah mengawinkan mereka dengan bidadari yang

cantik jelita, yang belum pernah disentuh oleh seorang manusia dan jin.27

Namun,

pada surah aṭ-Ṭūr[52] ayat 20 Hasbi mengartikan ḥūr ‘īn sebagai gadis-gadis

bermata jelita, dalam tafsirannya dikatakan bahwa Allah mengawinkan para

penghuni surga dengan gadis-gadis yang shaleh, yang cantik dan bermata jelita.28

Selanjutnya pada surah ar-Raḥmān[55] ayat 72 yang hanya memakai

redaksi ḥūr tanpa diikuti ‘īn, beliau juga mengartikan gadis-gadis yang bermata

jelita. Sehingga dalam tafsirannya dijelaskan bahwa gadis-gadis yang baik

24

Ahmad Hasan, al-Furqan Tafsir Qur’an (Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan Ambadar,

2006), h. 996. 25

Ahmad Hasan, al-Furqan Tafsir Qur’an (Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan Ambadar,

2006), h. 992. 26

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Volume V

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4077-4080. 27

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Volume V

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 3786-3788. 28

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Volume V

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 33981-3984.

Page 74: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

60

batinnya dan cantik wajahnya dengan mata jelita dan selalu tetap berada di dalam

kamar masing-masing, serta tidak menggelandang di jalan-jalan.29

Demikian maka yang dimaksudkan bidadari menurut Hasbi ash-Shiddieqy

ialah istri-istri berupa gadis-gadis cantik yang memiliki mata jelita dan terjaga

dalam kamarnya.

5) Tafsir al-Azhar

Buya Hamka tidak memberikan pada ke empat ayat, beliau hanya

menafsirkan dua ayat, yakni pada aṭ-Ṭūr[52] ayat 20. Bahwa Allah mengawinkan

mereka dengan bidadari yang cantik jelita sebagai pelengkap yang penting dalam

kenikmatan surga itu.30

Kemudian pada surah ar-Raḥmān[55] ayat 72, beliau

menjelaskan bahwa gadis-gadis atau bidadari cantik jelita yang menjadi teman

hidup orang-orang beriman itu tinggal di kemah-kemah yang terbuat dari permata

berlian.31

Meskipun pada surah al-Wāqi’ah[56] ayat 22 dan ad-Dukhān[44] ayat 54

Buya Hamka tidak memberikan penafsirannya namun, beliau menerjemahkan ḥūr

‘īn sebagai bidadari-bidadari yang bermata jelita.32

Jadi dapat disimpulkan bahwa

ḥūr ‘īn adalah sosok perempuan yang cantik jelita.

6) Tafsir al-Misbah

29

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Volume V

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4068-4070. 30

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVII (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 55-60. 31

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVII (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 214-215. 32

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVII (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 227.

Page 75: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

61

Quraish Shihab tidak menjelaskan ḥūr ‘īn pada surah al-Wāqi’ah[56] ayat

22, melainkan beliau merujuknya pada surah ad-Dukhān[44] ayat 54 atau surah

ar-Raḥmān[55] ayat 72.33

Pada surah ad-Dukhān[44] ayat 54 Quraish Shihab, menjelaskan bahwa

kata ḥūr adalah bentuk jamak dari kata ḥaura’ yang pertama menunjukkan

feminin dan kedua maskulin. Hal ini berarti bahwa kata ḥūr merupakan kata netral

kelamin, bisa laki-laki juga bisa perempuan. Adapun menurut ar-Raghib al-

Ashfahani kata ḥūr berarti tampaknya sedikit keputihan pada mata disela

kehitamannya (dalam arti yang putih sangat putih dan hitam yang sangat hitam).

Bisa juga ia berarti bulat, dan ada juga yang mengartikannya sipit. Kemudian kata

‘īn adalah bentuk jamak dari kata ‘ainā’ dan ‘ain yang berarti bermata besar dan

indah. Meskipun jauh jika merujuk pada makna kebahasaan, namun dapat diambil

makna hakikinya, bahwa bidadari ialah makhluk bermata lebar dan bulat atau sipit

sebagaimana yang telah didambakan oleh para penghuni surga itu. Tetapi dapat

dipahami dalam arti majazi yakni mereka memiliki mata yang sipit dalam arti

pandangan mereka yang terbatas hanya tertuju kepada pasangannya, dan juga

dapat diartikan terbuka untuk selalu memandang dengan penuh perhatian kepada

pasangannya. Dan sepertinya mereka pun bukan berasal dari jenis makhluk

manusia yang kita kenal di kehidupan dunia.34

Dari penafsiran beliau dalam surah ad-Dukhān[44] ayat 54 ini disimpulkan

bahwa ḥūr merupakan kata netra kelamin, sehingga bisa laki-laki juga bisa

perempuan. Beliau tidak menjelaskan bahwa sosok bidadari itu merupakan

33

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 15

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 551. 34

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 13

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 25-26.

Page 76: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

62

perempuan, namun beliau mengatakan bahwa kemungkinan mereka bukan berasal

dari kehidupan dunia atau manusia seperti kita.

Selanjutnya pada surah aṭ-Ṭūr[52] ayat 20 Quraish tidak menjelaskan

kembali kalimat ḥūr īn. Lansung pada surah ar-Raḥmān[55] ayat 72 yang hanya

menggunakan kata ḥūr tanpa di ikuti kata ‘īn. Beliau menjelaskan kembali bahwa

kata ḥur adalah bentuk jamak dari kata aḥwār atau ḥaurā’, yang menurut ar-

Raghib al-Ashfahani sebagai nampaknya sedikit warna putih pada mata di sela

kehitamannya. Sehingga hal ini menunjukan lukisan keindahan mata. Jadi yang

terpenting disini ialah untuk menjelaskan maksud ḥūr itu sebagai pasangan yang

sangat baik dan indah dalam pandangan pasangannya.35

Jadi yang membedakan penafsiran ini dengan mufassir lain, mengenai

istilah ḥūr īn ini, Quraish Shihab tidak mengatakan bahwa bidadari merupakan

sosok perempuan ataupun laki-laki, melainkan lebih mengarah pada makhluk

yang memiliki mata lebar atau sipit yang menjadi dambaan para penghuni surga.

Karena jika kembali pada pengertian bahasa bahwa kata ḥūr yang merupakan kata

netral kelamin yang bisa menunjukkan perempuan ataupun laki-laki. Jadi yang

terpenting bahwa maksud dari ḥūr ialah sebagai pasangan yang sangat baik dan

indah dalam memandang pasangannya.

c) Azwāj muṯahharah

Di antara ayat-ayat sebagai berikut:

رة طه زوج مون ولهم فيها أ ٢٥وهم فيها خل

“Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci.

Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 25)

35

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 13

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 535-537.

Page 77: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

63

ن ن م رة ورضو طه زوج مه وأ و ٱلل ٱلل ب ١٥ ٱلعباد بصي

“...dan pasangan-pasangan yang suci serta ridha Allah. Dan Allah

Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS. Āli ‘Imrān[3]: 15)

ظليلا وندخلهم ظل ا رة طه زوج م

هم فيها أ ٥٧ل

“Disana mereka mempunyai pasangan yang suci, dan Kami

masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (QS. an-Nisā’[4]:

57)

1) Tafsir Marah Labid

Menurut Syeikh Nawawi Banten bahwa pasangan-pasangan yang suci itu

adalah bidadari-bidadari dan anak-anak adam yang suci dari segala kesakitan,

kejelekan tentang perempuan dunia, kejelekan perilaku, penyakit-penyakit

beruban dan ketuaan. Serta suci dari segala sesuatu kotoran dari kejelekan alami

dan perilaku. 36

Seperti pada surat al-Baqarah bahwa mereka itu suci dari haid, nifas, air

liur, mani, kelaianan bentuk, keburukan pergaulan dan perilaku yang jelek.

Namun dari semua kenikmatan itu, keridlaan Allah kepada mereka adalah nikmat

yang jauh lebih besar dari pada nikmat-nikmat yang mereka dapatkan tersebut.37

Sama halnya dengan surat an-Nisa’ pasangan yang suci ialah mereka yang suci

dari haid, nifas, dan seluruh kotoran dunia.38

Dari penjelasan Syekh Nawawi mengenai istilah azwāj muṭahharah beliau

mengatakan bahwa pasangan yang suci itu ialah mereka yang suci dari segala

kesakitan, kejelekan, seluruh penyakit dan kotoran yang ada pada seluruh badan

selama hidup di dunia, serta suci dari segala perilaku-perilaku yang jelek. Beliau

memang tidak menjelaskan dengan detail bahwa yang dimaksudkan dengan

36

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jāwi, Marah Labīd Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab al-

Islamiyyah), h. 7-8. 37

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jāwi, Marah Labīd Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab al-

Islamiyyah), h. 90. 38

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jāwi, Marah Labīd Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab al-

Islamiyyah), h. 155.

Page 78: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

64

pasangan yang suci itu hsns ditujukan kepada perempuan atau laki-laki, akan

tetapi melihat penafsiran beliau bahwa pasangan yang disucikan dari segala

kotoran seperti nifas, dan haid maka yang dimaksud beliau adalah mengarah

kepada perempuan.

2) Tafsir Al-Qur’an Karim

Mengenai ayat-ayat ini, Mahmud Yunus tidak memberikan penafsirannya.

3) Tafsir al-Furqan

Setelah mencari, ternyata Ahmad Hasan juga tidak memberikan penafsiran

tehadap ayat ini.

4) Tafsir an-Nur

Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan dalam kitabnya bahwa para penghuni

surga itu diberi pasangan yang bebas dari segala kecacatan, baik lahir maupun

batin.39

Kemudian pada surat Ali Imran beliau mengatakan bahwa pasanerpakan

pembalasan ketika di surga ialah pasangan-pasangan hidup yang bebas dari segala

keaiban, kecacatan, dan kekurangan yang terdapat pada perempuan-perempuan

dunia, baik dari segi rupa (fisik) maupun perangai (akhlak).40

Selanjutnya pada surat an-Nisa’ yang dimaksudkan pasangan yang suci

yang bebas dari cacat rupa dan cacat karakter (akhlak). Mereka (yang perempuan)

bebas dari haid dan nifas.41

Demikian penjelasan menurut Hasbi Ash-Shiddieqy bahwasanya pasangan

suci yang telah beliau jelaskan di atas ialah yang suci, terbebas dari segala

39

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Jilid I

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 60-63. 40

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Cet.

Kedua Edisi Kedua (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 542-554. 41

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Jilid 1

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 877-878.

Page 79: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

65

kecacatan, baik fisik maupun batinnya(akhlak), dan juga untuk perempuan yang

suci dari segala kotoran fisiknya maupun akhlaknya. Jadi dalam penjelasan beliau

ini tidak cenderung mengatakan bahwa pasangan suci adalah sosok perempuan

saja maupun laki-laki juga.

5) Tafsir al-Azhar

Buya Hamka mengatakan dalam kitab tafsirnya, meskipun setengah ahli

tafsir menafsirkan pengertian suci bersih di sini ialah istri di surga tidak pernah

mengalami haid lagi, sebab haid itu kotor, namun beliau ingin memahaminya

supaya lebih tinggi dari itu. Oleh karenanya, yang dimaksudkan pasangan suci itu

adalah istri-istri suci bersih dari cacat yang menjemukan. Bukan halnya seperti

istri yang ada di dunia. Baik istri surga anak bidadari yang dijanjikan, atau istri

sendiri yang akan dipertemukan Tuhan kembali dengan kita, karena sama-sama

taat beriman dan beramal shalih. Dan segalanya yang ada dalam surga itu kekal

dan tidak ada yang mati lagi.42

Kemudian pada surat Ali Imran juga demikian,

bahwa di surga nanti orang yang beriman akan mendapatkan pasangan yang suci

dari segala penyakit dan kotoran yang pernah ada di dunia.43

Dalam tafsir al-Azhar dijelaskan bahwa maksud istri-istri yang suci ini

biasa diartikan sebagai anak bidadari. Mereka suci dari haidh dan nifas, bahkan

lebih penting lagi yang suci dari gejala-gejala hidup yang menjadi cacat daripada

orang perempuan dalam kehidupan dunia ini.44

Sehingga kesimpulannya menurut Buya Hamka bahwa azwāj muṭahharah

ia artikan sebagai istri-istri yang suci mereka adalah anak bidadari maupun istri-

istri yang telah Allah pertemukan kembali di surga maupun istri-istri bidadari.

42

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ I (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 181-187. 43

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ III (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 161-173. 44

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ V (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 142-146.

Page 80: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

66

Mereka bersih dari haid, nifas, dan seluruh kejelekkan yang ada di dunia baik

lahir maupun batin.

6) Tafsir al-Misbah

Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa Allah memberikan kepada

mereka pasangan-pasangan yang telah berulang kali disucikan dari segala macam

kototoran. Bukan hanya kotoran karena haid, karena itu hanya salah satu bentuk

penyucian bagi wanita. Padahal yang dimaksudkan adalah pasangan pria untuk

wanita dan pasangan wanita untuk pria, sehingga penyucian itu mencakup segala

yang mengotori jasmani dan jiwa pria yang antara lain seperti dengki, cemburu,

kebohongan, keculasan, pengkhianatan, dan lain sebagainya.45

Dalam penafsiran surat Ali Imran juga demikian, bahwa pasangan yang

suci ialah yang telah disucikan berulang-ulang dari segala macam kotoran, yang

bukan hanya dari haid karena ini salah satu bentuk penyucian terhadap

perempuan, namun dari segala hal yang mengotori jasmani dan jiwa baik lelaki

maupun perempuan yang merupakan pasangan mereka, seperti halnya dengki,

cemburu, kebohongan, keculasan, pengkhianatan, dan lain-lain.46

Dari penjelasan tafsir diatas M. Quraish Shihab hanya menafsirkan pada

dua ayat, yakni surat al-Baqarah dan an-Nisa, dan ayat yang tidak di tafsirkan

adalah surat Ali Imran. Kesimpulan dari penafsiran beliau mengenai pasangan

yang di sucikan ialah mereka yang bersih dari segala kotoran, keburukan, dan

kecacatan. Baik dalam fisiknya maupun akhlaknya. Dan mereka tidak hanya

bersih dan suci dari haid dan nifas, karena itu hanyalah berlaku untuk perempuan.

45

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 1

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 129-130. 46

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 2

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 454-455.

Page 81: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

67

Sehingga dalam hal ini beliau mengatakan bahwa pasangan yang suci bukan

hanya pada perempuan melainkan juga pada laki-laki.

2. Penafsiran Ayat Mengenai Penciptaan Bidadari

Berikut adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang

gambaran penciptaan bidadari berdasarkan al-Qur’an:

نهن إنشاءا نشأا أ ا فجعلنهن ٣٥إن بكارا

تراباا ع ٣٦أ

٣٧رباا أ

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan

langsun. dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. penuh cinta lagi sebaya

umurnya”. (QS. al-Wāqi’ah[56]: 35-37)

1) Tafsir Marah Labid

Setelah menganalisi ayat-ayat bidadari dengan tiga istilah di atas,

selanjutnya mengenai penciptaannya. Syeikh Nawawi Banten menafsirkan bahwa

Allah menciptakan para bidadari yang bermata jeli, yakni dengan ciptaan yang

tanpa adanya kelahiran yaitu berupa dayang-dayang yang membuat seseorang

mencintai suami-suaminya yang sama-sama umurnya. An-Nuḥas meriwayatkan

bahwa Ummu Salamah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang firman

Allah Ta’ala, “Sesungguhya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) yang

dengan langsung”, kemudian Nabi bersabda: mereka (bidadari-bidadari) yang

meninggal ketika di dunia dan menjadi wanita tua lanjut usia yang kabur

penglihatannya, kemudian Allah menjadikan mereka sebaya umurnya atas

kelahiran yang sama. Dan dari as-Sabab bin Syarik dari Nabi SAW. berkata dalam

firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-

bidadari) dengan langsung”, mereka wanita-wanita tua dunia langsung Allah

jadikan citptaan yang baru, ketika kami menjadikan mereka untuk suami-suami

mereka, mereka menemukan gadis-gadis perawan, ketika saya mendengar ‘Aisyah

Page 82: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

68

R.A. dia berkata: kesedihan, kemudian Nabi SAW bersabda: itu bukan kesedihan,

perempuan cantik yang bagus dalam ucapannya, yang cinta kepada suami-suami

mereka yang sama dalam tahunnya kira-kira 33 tahun.47

Mengenai penciptaan bidadari, Syeikh Nawawi menjelaskan dalam

tafsirnya bahwa bidadari yang bermata jeli itu Allah ciptakan tanpa melalui

kelahiran. Mereka berupa dayang-dayang yang mampu membuat suaminya

mencintainya dan mereka saling berumuran. Pada ayat ini Syeikh Nawawi tidak

mencantumkan asbabun nuzul ayat dan setelah saya cari di dalam kitab asbabun

nuzul karangan Jalaluddin as-Suyuti, memang ayat ini tidak memiliki sebab-sebab

turunnya ayat. Namun dalam kitab tafsirnya, Syeikh Nawawi mencantumkan

hadis yang diriwayatkan oleh an-Nuḥas dari Ummu Salamah. Dalam hadis

tersebut Ummu Salamah bertanya kepada Nabi mengenai firman Allah ini,

kemudian Rasulullah menjelaskan bahwa bidadari itu ialah mereka perempuan-

perempuan yang ketika di dunia telah meninggal dunia dalam keadaan tua dan

rabun penglihatannya, kemudian Allah hidupkan kembali mereka di surga dalam

keadaan sebaya.

2) Tafsir Al-Qur’an Karim

Sedangkan Mahmud Yunus tidak menafsirkan ayat-ayat mengenai

penciptaan bidadari. Wajar apabila dalam hal ini Mahmud Yunus tidak

memberikan penafsiran karena sesuai dengan kitab tafsir beliau yang tergolong

tafsir ‘ijmali yang hanya menafsirkan secara global saja.

3) Tafsir al-Furqan

47

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 346.

Page 83: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

69

Demikian halnya Mahmud Yunus, tafsir al-Furqan karangan Ahmad juga

tidak memberikan penafsirannya, hanya saja pada ayat 35, bahwasanya istri-istri

yang ada di surga itu mereka dihidupkan kembali dengan kejadian yang tidak

sama dengan kejadian yang dahulu ketika di dunia.48

Karena memang tafsir ini adalah tafsir yang unik beda dari yang lain

karena posisi penafsirannya berada paling bawah yakni tertata seperti footnote

dan Ahmad Hasan juga akan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang menurut

beliau dirasa ada kejanggalan, dan itu pun kalau ada.

4) Tafsir an-Nur

Kemudian dalam kitab an-Nur karangan Hasbi Ash-Shiddiqy disebutkan

bahwa Allah telah menyediakan gadis-gadis rupawan yang mencintai suaminya

sebagai istri-istri mereka. Para gadis itu berumur sebaya, tidak lebih tua dan tidak

ada yang lebih muda.49

Hasbi ash-Shiddieqy juga berpendapat bahwa bidadari surga itu ialah

gadis-gadis rupawan yang mencintai suaminya dan mereka berumuran sebaya

yang tidak lebih tua ataupun lebih muda. Hanya saja yang membedakan dengan

sebelumnya Hasbi ash-Shiddieqy menyebut bidadari surga itu sebagai gadis-

gadis.

5) Tafsir al-Azhar

Buya Hamka menafsirkan dalam kitab tafsirnya yaitu al-Azhar pada ayat

35 surat al-Waqiah, bahwa Allah telah menyediakan bagi hamba-hamba-Nya yang

merupakan golongan kanan itu, gadis-gadis yang cantik jelita. Ini merupakan

48

Ahmad Hassan, al-Furqan Tafsir Qur’an (Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan Ambadar,

2006), h. 1001. 49

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur cet. 2

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4083.

Page 84: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

70

bentuk janji Allah telah dengan menggembirakan dalam hati hamba Allah yang

berada dalam surga golongan kanan itu demikian. Hal ini dikarenakan karena jika

mengingat banyak orang besar-besar yang telah berjuang dalam Islam yang

selama hidupnya, sehingga mereka tidak sempat untuk menikah. Meskipun orang

besar-besar semacam ini tidak mengingat lagi kesempatan untuk menikah di dunia

ini, namun karena mereka tahu bahwa Allah menyediakan perawan-perawan suci

bagi mereka. Sehingga ayat ini dapat dipahami bahwa ayat-ayat seperti ini

bukanlah untuk menimbulkan nafsu syahwat yang tidak layak.

Selanjutnya ayat berikutnya dijelaskan bahwa sifat gadis-gadis itu

semuanya yaitu ‘Uruban, maksudnya menurut keterangan Sa’id bin Jubair yang

diterimanya dari Ibnu Abbas ialah perempuan-perempaun yang setia yang

menyelenggarakan suaminya dengan penuh setia dan kasih sayang. Zaid bin

Aslam mengatakan bahwa tutur katanya sopan-santun dan indah didengar telinga.

Perempuan-perempuan itu sebaya semua, seumur.50

Sehingga kesimpulannya adalah bahwa Allah menciptakan bidadari itu

langsung dalam keadaan gadis-gadis yang cantik jelita, dan mereka penuh setia

dan kasih sayang dan memiliki tutur kata yang sopan dan mereka berumur sebaya.

6) Tafsir al-Misbah

Lalu penjelasan M. Quraish Shihab bahwa, jika memahami kata furusy

pada ayat yang lalu dengan arti pasangan-pasangan yang menyertai di

pembaringan penghuni surga, maka hubungan ayat di atas dengan uraian ayat-ayat

yang lalu sangatlah jelas. Tetapi jika memahami kata furusy dalam arti kasur-

kasur tempat pembaringan, maka menurut sementara ulama, ketika disebut hal

50

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXIII (Jakarta: Citra Serumpun Padi, 2005), h. 237-238.

Page 85: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

71

tersebut muncul di dalam benak pertanyaan tentang siapa yang menjadi teman

para penghuni surga itu pada kasur-kasur yang empuk itu. Nah, ketiga ayat ini

menjawab dengan menyatakan bahwa ada teman-teman yang menyertai mereka.

Mereka adalah perempuan-perempuan surgawi yang menjadi teman dan

pasangan penghuni surga yang diciptakan dengan sempurna dan menjadi gadis-

gadis yang perawan dengan penuh cinta dan umurnya yang sebaya antara satu

dengan yang lain, maupun sebaya dengan pasangan-pasangan mereka. Kemudian

kata ‘uruban adalah bentuk jamak dari kata ‘arub yang digunakan untuk

menunjuk wanita. Namun berbeda pendapat pakar bahasa mengartikannya. Al-

Ashfahani mengartikannya dengan wanita yang suci, terhormat lagi mencintai

suaminya. Sedangkan Thabathaba’i menafsirkannya dengan wanita yang sangat

sayang kepada suaminya, atau manja dan penuh asmara terhadap suaminya. Ibnu

Asyur berpendapat bahwa kata tersebut menunjuk wanita yang menampakkan

cintanya kepada suami, atau yang mempunyai cara untuk menampakkan cinta –

walau dia tidak bermaksud mendambakan cinta – misalnya dia tertawa di hadapan

seorang pria atau bergurau atau menggunakan cara-cara tertentu dalam bercakap,

atau menampakkan kemanjaan atau mengganggu dengan tujuan bergurau dan

lain-lain. Dengan kata lain hal ini menunjuk makna keramahtamahan, kejinakan

tapi jinak merpati yang mengacu pada kegenitan, tetapi tentu saja hanya terhadap

pasangan hidupnya. Kemudian kata atrab adalah bentuk jamak dari kata tirb

yakni wanita-wanita yang sebaya umurnya dengan rekanya.51

51

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), h. 556-557.

Page 86: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

72

Dengan demikian dapat di pahami bahwa bidadari yang Allah ciptakan

secara langsung adalah wanita yang umurnya sebaya dengan sifatnya yang manja

dan genit yang hanya mencintai suaminya.

3. Penafsiran Ayat Mengenai Sifat-Sifat Bidadari

a) Sifat-sifat bidadari yang dikiaskan

Berikut adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an mengenai sifat dan

karakteristik bidadari dengan kiasannya:

Surah al-Wāqi’ah[56] ayat 23:

مثل ؤلو كأ

٢٣ ٱلمكنون ٱلل

“laksana mutiara yang tersimpan baik” (QS. al-Wāqi’ah[56]: 23)

نهن بيض م ٤٩كنون كأ

“Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan

dengan baik”. (QS. aṣ-Ṣāffāt: 49)

نهن ٥٨ ٱلمرجان و ٱلاقوت كأ

“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan”. (QS. ar-

Raḥmān: 58)

1) Tafsir Marah Labid

Allah memberikan sifat-sifat bidadari itu bagaikan mutiara dan telur

burung unta yang tersimpan baik, dan bagaikan permata yakut dan marjan. Semua

itu Allah kiaskan karena sifat-sifat bidadari yang sangat indah. Syeikh Nawawi

menjelaskan dalam tafsirnya bahwa bidadari yang diibaratkan pada ayat ini ialah

seperti sebuah tempat yang tidak terletak matahari dan udara di atasnya. Hal ini

dimaksudkan adalah untuk menunjukkan tujuan dari kebersihan mereka.52

52

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 218.

Page 87: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

73

Selanjutnya pada surah aṣ-Ṣāfffāt bahwa warna kulit bidadari itu bagaikan

telur burung unta, kebersihannya yang mempunyai tempat terbatas menyerupai

telur burung unta dari debu. Warna keputihannya bercampur dengan kekuningan.

Dan sesungguhnya inilah warna yang sebagus-bagusnya warna badan.53

Penggambaran bidadari pada ayat ini Imam Nawawi menafsirkan bahwa

bidadari yang diumpamakan dalam al-Qur’an bagaikan permata yakut yang

murni, dan yang putih. Diibaratkan seperti permata yakut karena

kemerahmudahan pipi dan dengan marjan dengan arti kecilnya mutiara dalam

putihnya kulit dan kebersihannya. Sesungguhnya kecilnya mutiara dalam putihnya

salju dari pada besarnya. Dikatakan bahwa para bidadari memakai tujuh pakaian,

kemudian dia melihat intisari betisnya dari belakangnya. Seperti dia melihat

minuman warna merah dalam kaca putih.54

Demikian penjelasan menurut Syekh Nawawi sesuai dengan latar belakang

beliau yang lama menetap di Makkah dan Madinah maka, penggambaran

kecantikan sifat bidadari ini sesuai dengan kriteria wanita idaman pada

masyarakat setempat.

2) Tafsir Al-Qur’an Karim

Pada Mahmud Yunus hanya memberikan penafsiran secara singkat yang

mengatakan bahwa, dalam surga muqarrabin istri-istri atau bidadari-bidadarinya

suci bersih seperti permata yakut dan putih halus seperti mutiara.55

53

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 218. 54

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 344. 55

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim cet ke 72 (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), h.

796.

Page 88: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

74

Tidak berbeda dengan Syekh Nawawi bahwa Mahmud Yunus

mengibaratkan kesucian bidadari bagaikan permata yakut dan sehalus mutiara.

3) Tafsir al-Furqan

A. Hassan mengatakan dalam tafsirnya yaitu, biasanya orang-orang Arab

membandingkan benda bernyawa yang sangat dijaga itu dengan telur yang

disimpan dengan hati-hati.56

Kemudian pada ayat selanjutnya dikatakan bahwa

karena kecantikan bidadari yang luar biasa itu sampai digambarkan seolah-olah

permata yaqut dan marjan.57

Demikian menurut Ahmad Hasan bahwa kebiasaan orang Arab adalah

membandingkan benda bernyawa yang sangat terjaga itu seperti telur yang

tersimpan dengan sangat hati-hati.

4) Tafsir an-Nur

Dalam tafsirannya Hasbi ash-Shiddieqy mengatakan bahwa Bidadari itu

bagaikan mutiara putih berseri yang masih tersimpan dalam kerangkanya.58

Kemudian Hasbi ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa mereka seolah-olah

adalah telur yang baru ditelurkan, putih bersih warnanya. Allah menyifati mereka

dengan warna yang indah ini adalah karena warna itulah yang paling cantik

dipandang mata.59

56

Ahmad Hassan, al-Furqan Tafsir Qur’an (Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan Ambadar,

2006), h. 820. 57

Ahmad Hasan, al-Furqan Tafsir Qur’an (Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan Ambadar,

2006), h. 933. 58

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur cet. 2

(Semarang:Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4080. 59

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur cet. 2

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 3455.

Page 89: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

75

Hasbi ash-Shiddieqy juga menjelaskan bahwa gadis-gadis surga itu

sebagai permata delima yang bening dan bagaikan marjan yang putih berseri.60

Seperti itulah menurut Hasbi ash-Shiddieqy gambaran sifat-sifat bidadari

yang dikiaskan sepeti mutiara putih berseri yang masih tersimpan dalam

kerangkanya, telur yang baru ditelurkan, putih bersih warnanya, dan sebagai

permata delima karena kulitnya yang bening dan bagaikan marjan karena putih

berseri

5) Tafsir al-Azhar

Ketika menafsirkan ayat ini dalam tafsirannya Buya Hamka dikatakan

bahwa lain halnya ketika menceritakan bidadari, yaitu gadis jelita yang tersimpan

baik, laksana mutiara yang masih tersimpan dalam lokannya.61

Kemudian pada

ayat selanjutnya bahwa lafadz ini adalah suatu kiasan tentang kesucian dan masih

perawannya bidadari-bidadari itu. Sebagaimana penjelasan pada ayat 35 dan 36,

yang ditafsirkan Ibnu Abbas, Sa’id bin Jubair dan as-Suddi, “Mereka

diperumpamakan dengan telur yang tersimpan, ialah sebelum telur itu tersentuh

tangan dan terpecahkan kulitnya. Salah satu tafsir dari al-Qurthubi ialah bahwa

perumpamaan dengan telur itu ialah mutiara yan tersimpan di dalam lokan giwang

yang indah. Lokannya belum pecah, mutiaranya masih suci.62

Buya Hamka menjelaskan bahwa di ayat 23 pada surah al-wāqi’ah

dimisalkan bahwa kecantikan mereka itu adalah laksana mutiara, sedang di ayat

ini dilaksanakan sebagai intan dan mutiara. Niscaya dapatlah difahami bahwa

permisalan ini ialah membandingkan dengan mahalnya mutiara dan mahalnya

60

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Cet.

Kedua Edisi Kedua (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4066. 61

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXIII (Jakarta: Citra Serumpun Padi, 2005), h. 233-234. 62

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ 23 (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 114.

Page 90: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

76

intan. Mutiara dan intan adalah barang-barang berharga yang tidak semua orang

akan mendapatkannya karena sukar menambangnya dan sukar mencarinya.63

Menurut Buya Hamka bahwa gadis jelita yang tersimpan baik, laksana

mutiara yang masih tersimpan dalam lokannya karena menyatakan suatu kiasan

tentang kesucian dan masih perawannya bidadari-bidadari. Kemudian

perumpamaan dengan telur karena mutiara yang tersimpan di dalam lokan giwang

yang indah. Lokannya belum pecah, mutiaranya masih suci. Dan bagaikan

mutiara dan intan karena kedua merupakan barang berharga yang tidak semua

orang akan mendapatkannya karena sukar menambangnya dan sukar mencarinya.

6) Tafsir al-Misbah

M. Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya bahwasannya kebeningan

dan kecemerlangan mata bidadari itu laksana mutiara yang tersimpan baik

sehingga tidak disentuh oleh sedikit kekeruhan pun.64

Dalam tafsir al-Misbah diterangkan bahwa kata baidh adalah bentuk

jamak dari baydhah yaitu telur. Berbeda pendapat ulama tentang maksud ayat ini.

Ada yang memahami baidh maknum dalam arti telur burung unta. Ini karena

burung unta tersebut menghamparkan bulu-bulunya yang halus di atas pasir

sebelum meletakkan telurnya. Telur itu sangat putih cemerlang, putih yang

disertai dengan warna kekuning-kuningan, bagaikan warna rembulan. Ada juga

yang memahami kata tersebut dalam arti telur yang diletakka oleh unggas di atas

tumpukan sarangnya, atau dalam arti isi telur sebelum di kuliti dan sebelum

63

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ 27 (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 209. 64

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), h. 551.

Page 91: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

77

disentuk oleh tangan. Maksudnya adalah bidadari-bidadari itu sangat terpelihara,

belum disentuh oleh siapa pun sebelum pasangannya.65

M. Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Yakut adalah batu

permata yang berwarna merah. Persamaan mereka dengan permata itu dari segi

warna pipi dan bibir mereka yang kemerah-merahan, atau dari segi warna pipi dan

bibir mereka yang kemerah-merahan, atau dari segi kecemerlangannya.66

Dengan demikian menurut M. Quraish Shihab bahwa bidadari laksana

mutiara karena kecermelagan dan kebeningannya, bagaikan telur burung unta

karena kesuciannay yang terpelihara sehingga tidak pernah tersentuh oleh tangan

manusia, serta yakut yang berarti batu permata berwarna merah, maka hal ini

bagaikan warna pipi dan bibir bidadari yang kemerah-merahan.

b) Sifat-Sifat Bidadari yang Tidak dikiaskan

Berikut beberapa penafsiran mengenai ayat-ayat yang menunjukkan sifat

dan karakter bidadari yang tanpa menggunakan kiasan, sebagai berikut:

Surah an-Nabā’[78] ayat 33:

تراباا ٣٣وكواعب أ

“dan gadis-gadis remaja yang sebaya”. (QS. an-Nabā’: 33)

٧٠خيرت حسان فيهن

“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-

cantik.” (QS. ar-Raḥmān: 70)

٧٤لم يطمثهن إنس قبلهم ول جان

“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-

penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. ar-

Raḥmān: 74)

65

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), h. 34. 66

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 13

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 531.

Page 92: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

78

1) Marah Labid

Imam Nawawi al-Bantani menafsirkan dalam kitabnya bahwa yang

dimaksud dalam ayat ini ialah bidadari-bidadari itu merupakan gadis-gadis yang

montok buah dadanya dan mereka adalah sebaya dengan berumur sekitar 33

tahun.67

Bidadari itu ialah para perempuan yang berada dalam dua surga.

Keutamaan akhlak serta kecantikan wajahnya. Dalam batin mereka terdapat

kebaikan dan pada dhahirnya terdapat kecantikan. Al-Hasan meriwayatkan dari

ibunya dari Ummu Salamah dia berkata: saya bertanya kepada Rasulullah SAW:

wahai Rasulullah beritahu aku tentang firman Allah Ta’ala “khairātun hisān”,

Rasulullah bersabda: sebagus-bagusnya budi pekerti adalah kecantikan wajah.68

Imam Nawawi al-Bantani mengatakan dalam tafsirannya, dikatakan bahwa

bidadri-bidadari itu tidak pernah melakukan jima’ sebelum dengan suami

mereka.69

Menurut Syekh Nawawi bahwa sifat bidadari itu mereka yang masih gadis

yang berumur sebaya, yang memiliki budi pekerti yang bagus dan kecantikan

pada wajahnya. Serta kesuciannya yang tidak pernah tersentuh manusia dan jin.

2) Tafsir Al-Qur’an Karim

Mahmud Yunus hanya menafsirkan secara singkat bahwa bidadari adalah

wanita yang baik akhlak dan cantik parasnya.70

Jadi yang dimaksudkan beliau

67

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 424. 68

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 344. 69

Syeikh Muhammad Nawawi al-Jaawi, Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Dar al-Kitab

al-Islamiyyah), h. 344. 70

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim cet ke 72 (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), h.

796.

Page 93: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

79

bahwasanya sifat-sifa bidadari surga itu memiliki akhlak yang baik dan berparas

yang baik.

3) Al-Furqan

Pada ayat-ayat mengenai sifat-sifat bidadari ini Ahmad Hasan tidak

memberikan penafsiran apapun.

4) An-Nur

Kemudian Hasbi ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa mereka (para

penghuni surga) memperoleh istri-istri yang cantik dari gadis-gadis jelita yang

berumur sebaya. Tidak ada yang terlalu tua dan tidak ada yang terlalu muda.71

Mereka adalah gadis-gadis yang baik pekertinya dan cantik rupanya. Memiliki

baik batinnya dan indah lahiriahnya.72

Kemudian Hasbi ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa bidadari itu adalah

gadis-gadis perawan yang belum pernah dijamah oleh siapa pun, baik jin maupun

manusia. Mereka itu selalu perawan.73

Jadi menurut beliau bahwa sifat-sifat bidadari itu adalah gadis-gadis yang

cantik jelita yang berumur sebaya, memiliki baik batinnya dan indah lahiriahnya

dan masih suci belum pernah dijamah oleh siapa pun, baik jin maupun manusia.

5) Tafsir al-Azhar

Buya Hamka juga mengatakan bahwa bidadari itu ialah gadis-gadis

perawan muda, yang di dalam bahasa Arab disebut kawa’ib sebagai jama’ dari

ka’ib, yang berarti gadis remaja yang susunya masih tegang. Dan mereka banyak,

71

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Jilid 5

Cet. Kedua Edisi Kedua (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4471. 72

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Cet.

Kedua Edisi Kedua (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4070. 73

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur Cet.

Kedua Edisi Kedua (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 4070.

Page 94: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

80

sebanyak diperlukan, dan usia mereka boleh dikatakan bersamaan belaka.74

Kemudian mereka adalah perempuan yang shalih, baik budipekertinya dan cantik

wajah. Ummu Salamah istri Rasulullah SAW. meriwayatkan bahwasannya gadis-

gadis cantik di surga itu, menyanyikan ucapan-ucapan: “Kami wanita-wanita

baik-baik, kami diciptakan Tuhan untuk suami yang mulia.”75

Menurut Buya Hamka, jika membaca beberapa ayat secara berurutan maka

akan menerangkan gadis-gadis itu, atau bidadari itu, di dalam kemah yang terdiri

dari mutiara, suci bersih belum pernah disentuh oleh orang lain, disambungkan

lagi dengan penglihatannya yang terbatas, bukan mata yang genit yang menjalar

ke sana ke mari.76

Demikian gambaran sifat-sifat bidadari menurut Buya Hamka bidadari itu

adalah gadis-gadis yang masih perawan, yang berbudi pekerti yang baik, dan

memiliki wajah yang cantik.

6) Quraish

Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan, kata kawa’ib adalah bentuk jamak dari

kata ka’ib. Ia seakar dengan kata ka’b/ tumit. Ka’ib adalah gadis remaja yang baru

tumbuh buah dadanya dalam bentuk bulat seperti ujung tumit. Sedangkan kata

atraban adalah bentuk jamak dari kata tirb, yakni sebaya. Kata ini pada umunya

hanya digunakan terhadap wanita yang sebaya. Sementara ulama berpendapat

bahwa kata tesebut terambil dari kata tara’ib, yakni tulang rusuk karena ia terdiri

dari banyak tulang yang serupa. Atau dari kata turab/ tanah karena seseorang

74

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ 30 (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 20. 75

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ 27 (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 214. 76

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ 27 (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 214-215.

Page 95: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

81

yang lahir dia lahir di tanah/ tumpah darahnya. Seakan-akan mereka semua lahir

pada saat yang sama.77

Kemudian kata khairāt adalah bentuk jamak dari kata khayyir dan kata ini

sering kali digunakan untuk melukiskan sesuatu yang bersifat immaterial,

sedangkan kata ḥisān sering digunakan untuk melukiskan rupa, sebagaimana pada

terjemahan beliau “disana ada yang baik-baik lagi rupawan”.78

Menurut M. Quraish Shihab bahwa mereka semua adalah perawan yang

tidak pernah disentuh oleh manusia siapa pun dia dan kapan pun sebelum mereka

yakni penghuni surga itu yang menjadi pasangan mereka dan tidak pernah pula

oleh jin.79

Bidadari-bidadari yang Allah ciptakan dalam surga itu masih suci yang

belum pernah disentuh oleh siapapun, baik mereka dari bangsa jin maupun

manusia. Dari keenam mufassir ini mereka sama-sama memberikan penafsiran

bahwasanya bidadari-bidadari di surga masih perawan yang suci bersih belum

pernah disentuh oleh siapapun. Selain itu mereka berumur sebaya dan memiliki

hati yang baik dan cantik wajahnya.

B. Hidayah al-Qur’an pada Konsep Bidadari

Bidadari merupakan istilah yang digunakan untuk mengungkapkan

perempuan yang cantik. Jika mencari pengertian dalam Kamus Bahasa Indonesia,

bidadari berati dewi dari kayangan. Kemudian jika mencari dalam Kamus Bahasa

Arab, Indonesia Arab maka bidadari diartikan dengan al-hūriyyah. Sedangkan

77

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 15

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 21. 78

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 13

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 535-536. 79

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 13

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 536.

Page 96: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

82

jika mendengar di kalangan masyarakat kita mengenalnya sebagai ḥūr in, selain

itu juga jika melacak istilah bidadari pada Indeks al-Qur’an berdasarkan makna

terjemahnya yang ditemukan adalah qāsirāt ṭarf, ḥūr in,dan azāwj muṭahharah.

Pada ke tiga istilah tersebut perlu adanya melihat kembali historis dari

masing-masing turunya ayat. Sesuai dengan tertib nuzul, ayat-ayat yang

menggunakan redaksi qāsirāt ṭarf dan ḥūr īn, ayat-ayat tersebut turun di Kota

Makkah sehingga tergolong ayat-ayat Makkiyah. Kemudian untuk ayat-ayat yang

menggunkan redaksi azwāj muṭahharah turun di Kota Madinah, sehingga

tergolong dalam ayat-ayat Madaniyah.

Menurut para ulama, ayat-ayat Makkiyah merupakan ayat yang diturunkan

sebelum Nabi berhijrah, meskipun ayat tersebut bukan turun di Mekkah.

Kemudian Madaniyah adalah ayat-ayat yang diturunkan sesudah Nabi hijrah ke

Madinah, sekalipun ayat tersebut bukan turun di daerah Madinah. Selain itu, ayat-

ayat Makkiyah biasanya seruannya ditujukan kepada penduduk Mekkah dan

Madaniyah seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah.80

Dengan demikian, maka ayat-ayat yang mengunakan istilah qāsirāt ṭarf

dan ḥūr ‘īn yang turun di Kota Mekkah maka akan mempunyai hubungan dengan

masyarakat Mekkah pada saat itu, karena ayat-ayat yang tergolong Makkiyah

memang seruannya ditujukan kepada penduduk Makkah. Sedangkan ayat-ayat

yang menggunakan istilah azwāj muṭahharah, maka dengan kata lain seruannya

ditujukan kepada penduduk Madinah. Oleh sebab itu, maka akan diketahui sebab-

sebab adanya istilah-istilah bidadari dengan sebutan qāsirāt ṭarf, ḥūr ‘īn,dan

azwāj muṭahharah.

80

Manna’ Khalil Al-Qttan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Penerjemah Mudzakir AS. (Bogor:

Pustaka Litera AntarNusa, 2013), h. 83-85.

Page 97: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

83

Selama kurang lebih 13 periode Makkah, materi pembahasan al-Qur’an

khususnya yang ditujukan kepada pemuka patriarkhi suku dalam masyarakat

patriarkhi. Al-Qur’an mempertimbangkan perspektif mereka dengan mencoba

membujuk mereka. Karena itu istilah dan gambaran yang digunakan al-Qur’an

adalah untuk meyakinkan mereka mengenai keotentikan isi risalah yang dibawa

oleh al-Qur’an, memperlihatkan relevansi dan signifikansi, serta membujuk

mereka melalui tawaran dan memperlihatkan ancaman melalui sifat, pengalaman

dan pemahaman mereka. Berkaitan dengan akhirat, al-Qur’an mencoba

meyakinkan mereka bahwa akhirat itu benar adanya, kemudian membujuk mereka

untuk berusaha dan berjuang keras demi memperoleh surganya. Karena sulit

disangkal bahwa orang-orang yang berkuasa memiliki tujuan tertentu mengenai

pentingnya harta dan perempuan.81

Menurut Amina Wadud ada tiga tingkatan mengenai teman pendamping

surga untuk kaum beriman: pertama, konsep ḥūr al-‘ayn. Menurut tradisi orang

Arab Jahiliyyah ḥūr al-‘ayn adalah sebutan bagi perempuan yang memiliki kulit

putih bersih, tidak hanya itu, melainkan perempuan muda, perawan, bermata

gelap, dan berkulit putih. Gambaran ini serupa dengan apa yang diperlihatkan al-

Qur’an yang diimpikan dan diidamkan oleh bangsa Arab saat itu. Oleh sebab itu,

ini salah satu yang menjadikan sebab bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang

menerangkan tentang bidadari surga dengan istilah ḥūr ‘īn turun pada saat Nabi

sebelum Hijrah ke Madinah, yakni pada penduduk Makkah.

Kemudian tingkatan yang kedua, adalah konsep zawj. Sesudah periode

Makkah al-Qur’an tidak pernah lagi menggunakan istilah ini. Setelah di Madinah

81

Nor Saidah, “Bidadari dalam Kontruksi Tafsir al-Qur’an: Analisis Gender atas

Pemikiran Amina Wadud Muhsin dalam Penafsiran al-Qur’an,” PALASTREN VI, no. 2 (Desember

2013): h. 460-461.

Page 98: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

84

Allah menggambarkan pendamping di surga dengan yang lebih umum lagi, yakni

azwāj. Al-Qur’an telah menyatakan bahwa balasan di akhirat berbasis individu.

Oleh karena itu kata azwāj ini mengacu pada kegunaan yang umum, tidak hanya

lelaki saja ataupun perempuan saja. Untuk itu selama periode Madinah

penggunaan kata azwāj dan zawj ditujukan sebagai teman pendamping orang

beriman di surga mencerminkan pasangan yang hakiki.

Tingkatan yang ketiga adalah kenikmatan surga di sisi Allah. Surga

menawarkan tingkatan yang jauh lebih tinggi yaitu kedekatan di sisi Allah.

Berkaitan dengan alam keabadian, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama

berpotensi untuk merasakan tingkatan tertinggi ini.82

Dengan demikian dapat diketahui, bahwa sebab-sebab yang menjadikan

perbedaan dari masing-masing istilah sehingga ayat-ayat tersebut turun di kota

Makkah dan Madinah adalah kembali melihat kronologi nuzulnya. Berdasarkan

tertib nuzulnya istilah ḥūr ‘īn digunakan pada saat periode Makkah, karena

pembahasan al-Qur’an yang ditujukan kepada pemuka patriarkhi Arab yang

menjadi audien pertama periode Makkah bahwa yang terbayang di benak mereka

pada saat itu adalah perawan muda yang berkulit putih dan bermata besar.

Kemudian istilah selanjutnya berubah menjadi azwāj muṭahharah yang dipakai

pada periode Madinah, yang menunjukkan suatu titik kemajuan dan

penyempurnaan esensi berpasangan karena manusia diciptakan selalu

berpasangan. Akan tetapi yang menjadi tujuan akhir yang lebih hakiki tetap yang

lebih tinggi.

82

Nor Saidah, “Bidadari dalam Kontruksi Tafsir al-Qur’an: Analisis Gender atas

Pemikiran Amina Wadud Muhsin dalam Penafsiran al-Qur’an,” PALASTREN VI, no. 2 (Desember

2013): h. 466.

Page 99: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

85

Melihat dari kronologi nuzulnya mengenai istilah-istilah bidadari yang

mengalami perubahan, dan memiliki sebab dari masing-masing istilahnya, maka

penulis akan mengarahkan dan kembali memahami bahwa apa sebenarnya

hakikah al-Qur’an itu untuk manusia yang ada di bumi. Al-Qur’an yang kita

pahami bahwa merupakan kalam Allah yang dijadikan sebagai pedoman hidup

manusia ketika di dunia. Perlu digaris bawahi bahwa Allah menurunkan al-Qur’an

agar umat manusia dapat berusaha dan menjalani hidup dengan benar. Tidak

semata-mata sebagai manusia hanya memikirkan pahala apa yang akan diberikan

Allah kepada manusia kelak di akhirat nanti. Sebagai manusia tidak boleh lupa,

bahwa pahala dan segala kenikmatan yang telah Allah janjikan dalam firman-

firman-Nya tak lain adalah supaya setiap manusia dapat menjadi manusia yang

selalu taat pada perintah-perintah-Nya.

Selain menjalankan kewajiban manusia yakni dengan mengerjakan sholat

lima waktu maka sebagai manusia harus berbuat baik kepada sesamanya. Kembali

pada istilah bidadari yang menjadi sebab bahwa Allah akan memberikan teman

pendamping surga kelak di akhirat ialah ḥūr ‘īn. Mengenai ayat ini turun ketika

periode Makkah dimana penduduk Makkah pada waktu itu yang sangat mencintai

harta dan perempuan, sehingga Allah menggambarkan bahwa kelak di surga nanti

Allah juga menyiapkan teman pendamping surga yang kecantikan lahir dan

batinnya tidak kalah dengan perempuan di dunia. Lebih dari itu bahwa Allah

menyiapkan segala kenikmatan yang berada di surga itu tidak bisa jika

dibandingkan dengan kenikmatan yang ada di dunia.

Oleh sebab itu adanya janji-janji Allah, seperti nikmat bidadari surga, tak

lain adalah supaya manusia dapat menjalani kehidupan di dunia dengan menjadi

Page 100: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

86

sebaik-baik manusia. Kemudian siapa yang akan mendapatkan segala kenikmatan

tersebut. Penulis akan menyebutkan beberapa ayat-ayat yang menerangkan bahwa

segala kenikmatan akan diperoleh orang-orang tertentu. Salah satu ayat yang

mengatakan bahwa Allah memberikan nikmat bidadari adalah pada surah aṣ-

Ṣaffāt ayat 48, yang artinya “disisi mereka ada (beberapa istri atau bidadari)

yang pendek pemandangannya (bukan mata kerajang) lagi bundar matanya”.

Kemudian pada ayat sebelumnya yang menerangkan bahwa kenikmatan itu tidak

diberikan kepada hamba-Nya kecuali yang bersih dari dosa karena itu sebagai

balasan dengan apa yang telah diperbuatnya, yakni pada surah aṣ-Ṣaffāt ayat 39

dan 40 sebagai berikut:

إل عباد ٣٩تزون إل ما كنتم تعملون وما ٤٠ ٱلمخلصني ٱلل“Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan

yang telah kamu kerjakan. Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan

(dari dosa)”. (QS. aṣ-Ṣaffāt[37]: 39-40)

Mahmud Yunus menjelaskan dalam kitab tafsirnya bahwa segala

kenikmatan itu hanyalah untuk hamba-hamba Allah yang tulus menyembah-Nya,

mereka adalah orang-orang sholeh dan berbudi.83

Sudahlah jelas bahwa Allah menjelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an

sebagai petunjuk manusia selama hidup di dunia. Sesuai dengan usahanya

masing-masing, bahwa Allah akan memberikan pembalasan kepada semua

manusia.84

Segala perbuatan baik akan mendapat balasan kebaikan, surah ar-

Raḥmān ayat 60:

٦٠ ٱلحسن إل ٱلحسن هل جزاء “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (QS. ar-

Raḥmān[55]: 60)

83

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), h. 658. 84

Hasbi ash-Shiddieqy, (), h. 4062.

Page 101: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

87

Ayat ini merupakan penjelasan bahwa, nikmat kerohanian dan

kejasmanian yang diberikan oleh-Nya kepada orang-orang yang bertakwa. Salah

satunya yang telah penulis kupas secara detail, yakni bidadari dan sifat-sifatnya.

Inilah merupakan pembalasan yang diberikan oleh Allah kepada orang yang

membaguskan amalannya.85

Oleh karen itu adanya janji-janji Allah mengenai

nikmat-nikmat yang ada di surga itu merupakan formalitas supaya manusia

berbuat baik selama hidupnya di dunia, selain itu adalah tujuan utama yakni

supaya taat kepada Allah SWT.

Mamud Yunus juga menjelaskan bahwa segala kenikmatan itu diberikan

kepada orang-orang golongan kanan dan orang-orang muqarrabin. Golongan

kanan yang merupakan orang-orang terdahulu dan orang-orang muqarrabin adalah

orang-orang yang beramal dalam kebaikan86

Jika sudah mengetahui bagaimana al-Qur’an itu sebagai petunjuk hidup

manusia selama di dunia maka sebagai makhluk ciptaan Allah maka kita harus

senantiasa berusaha mengerjakan amal kebikan demi bekal kita di akhirat kelak.

Akan tetapi kita harus berhati-hati bahwa tujuan kita beramal sholih di dunia ini

bukan sekedar ingin mendapatkan pahala di surga melainkan demi mendapatkan

keridhaan Allah SWT. Dalam surah Āli ‘Imran ayat 15 Allah telah menegaskan.

ؤنب ئ ين ۞قل أ لكم لل ن ذ ي م

قوا كم ب ت تري من تتها ٱت عند رب هم جننهر

ن ٱل ن م رة ورضو طه زوج م

ه خلين فيها وأ و ٱلل ٱلل ب ١٥ ٱلعباد بصي

“Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih

baik dari yang demikian itu?". Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada

Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya

85

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur (Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 4067. 86

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), h. 795-796

Page 102: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

88

sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-

isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan

hamba-hamba-Nya.” (QS. Āli ‘Imrān[3]: 15)

Ayat ini menerangkan kabar baik kepada mereka orang-orang yang

bertakwa. Menurut M. Quraish Shihab ayat ini di mulai dengan sebuah pertanyaan

supaya dapat menarik perhatian mereka. Sehingga mereka akan lebih antusias

ingin mengetahui kabar tersebut. Maksud dari pertanyaan pada ayat ini masih

berhubungan dengan ayat sebelumnya yang menerangkan kecintaan orang-orang

terhadap syahwat dunia yakni, wanita, anak, harta, dan kemewahan lain yang ada

di dunia. Pada ayat lalu sebenarnya baik, karena Allah yang menghiaskan dalam

diri manusia. Akan tetapi ada yang lebih baik lagi dari pada itu. Bagi mereka yang

bertakwa yakni orang-orang yang mampu menggunakan naluri kecintaannya

kepada Allah maka akan dipersiapkan surga yang dibawahnya mengalir sungai-

sungai bahkan lebih dar itu, yang demikian itu belum pernah terlihat oleh mata.

Selain tempat tinggal yang nyaman Allah juga memberikan pasangan yang telah

disucikan dari segala macam kotoran jasmani dan rohani. Selain kenikmatan yang

dapat di rasakan oleh jasmani itu mereka yang bertakwa mendapatkan keridhaan

Allah swt.87

Jadi tujuan utama Allah memberikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup

manusia supaya selama hidup di dunia ini manusia berusaha berlomba-lomba

mencari ridha Allah. Jika seseorang telah mencapai ketakwaan tersebut dan

menjadi manusia yang senantiasa beramal baik kepada sesama dan makhluk

ciptaan Allah lainnya, maka Allah akan memberikan berbagai kenikmatan yang

berada di surga. Bahkan lebih dari itu bahwa mereka akan mendapatkan nikmat

87

M. Qurasih Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2003), h. 30.

Page 103: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

89

yang paling besar di antara nikmat-nikmat itu yakni dapat memandang wajah

Allah.

Segala kenikmatan yang berada di surga tetap lah tidak bisa kita jangkau

dengan akal pikiran kita, bahkan tidak bisa terduga sebagaiman nikmat-nikmat

yang telah kita ketahui ketika di dunia. Nabi Muhammad bersabda:

ما ل عين رأت ول أذن سمعت ول خطر في قلب بشر “Ihwal yang belum pernah dilihat oleh mata dan belum pernah didengar

oleh telinga dan bukan sebagaimana yang terbayang dalam hati seseorang”.

Mahmud Yunus mengatakan bahwa segala apapun yang ada di sana tidak

pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar telinga dan tidak terlintas dalam

hati manusia.88

Seperti itulah gambaran surga yang tidak bisa dibayangkan oleh

hati manusia. Semua kenikmatan yang telah Allah gambarkan dalam al-Qur’an itu

segalanya tidak terduga oleh manusia.

Betapa besar kasih sayang Allah kepada hambanya, kemurahan dan

rahmatnya sehingga yang tergambar dalam al-Qur’an mengenai kenikmatan yang

berada di surga bukanlah hanya bujukan, atau rayuan semata yang tidak akan

terjadi. Melainkan segalanya itu memang benar adanya bahkan lebih dari itu,

penggambaran yang kita ketahui dari al-Qur’an itu sangatlah sukar jika sebatas

kita gambarkan sesuai pengetahuan kita.89

Untuk itu Allah tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki,

meskipun beberapa ayat mengenai pendamping surga bagi hamba-hamba pilihan

Allah, namun maksud dari ayat itu adalah supaya manusia saling berusaha untuk

bertakwa kepada Allah SWT.

88

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), h. 658. 89

Buya Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ 27 (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.), h. 216.

Page 104: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

90

ها يأ ا وقبائل لعارفوا إن ٱنلاس ي نث وجعلنكم شعوبا

ن ذكر وأ إنا خلقنكم م

كرمكم عند أ كم إن ٱلل تقى

أ ١٣عليم خبي ٱلل

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Mengenal.”( QS. al-Ḥujurāt: 13)

Ayat ini merupakan bukti bahwa Allah tidak membedakan antara

perempuan dan laki-laki, melainkan Allah hanya melihat pada derajat ketaqwaan

mereka.

Page 105: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan atas penafsiran enam

mufassir mengenai bidadari dalam al-Qur’an dengan analisis tiga istilah yang

menunjukkan makna bidadari, maka skripsi ini menunjukkan beberapa

persamaan dan perbedaan. Berkaitannya dengan latar belakang masing-masing

biografi mufassir ditemukan beberapa perbedaan, di antaranya, menurut M.

Quraish Shihab bahwa bidadari yang diungkapkan dengan istilah ḥūr ‘īn

merupakan makhluk yang bermata lebar dan bulat atau sipit, baik dalam arti

hakiki maupun majazi, mereka itu bukan hanya perempuan atau laki-laki saja,

karena jika kembali pada pengertian bahwa ḥūr yang merupakan bentuk netral

gender. Kemudian ke lima mufassir lainnya, yakni Syekh Nawawi Banten,

Mahmud Yunus, Ahmad Hasan, Hasbi ash-Shiddieqy, dan Buya Hamka

sependapat bahwa, ḥūr ‘īn adalah sebutan untuk bidadari yang merupakan

perempuan putih, yang cantik jelita serta memiliki mata yang indah.

Selanjutnya untuk istilah qāṣirāt ṭarf ke enam mufassir ini sependapat

bahwa qāṣirāt ṭarf diartikan sebagai bidadari yang merupakan perempuan yang

berumur sebaya sekitar 33 tahun, setia kepada suami, saling mengasihi dan

menjaga pandangannya terhadap lelaki lain. Meskipun dari masing-masing

mufassir memiliki latar belakang yang berbeda, misalnya Ahmad Hasan yang

tergolong ikut dalam aliran wahabiyah, akan tetapi setelah ditelusuri tidak

ditemukan perbedaan dari penafsiran lainnya. Kemudian untuk istilah azwāj

Page 106: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

92

muṭahharah Syekh Nawawi, Hasbi, dan Buya Hamka, sependapat bahwa

pasangan suci yang dimaksudkan adalah (bidadari atau anak adam) yang telah

disucikan dari segala kotoran jasmani dan rohani. Sedangkan M. Quraish

Shihab, mengatakan bahwa pasangan yang disucikan itu adalah laki-laki atau

perempuan yang telah disucikan dari segala kotoran jasmani maupun rohaninya.

Dari ketiga istilah yakni qāṣirāt ṭarf, ḥūr ‘īn, dan azwāj muṭahharah,

setelah diurutkan berdasarkan tertib nuzul maka ditemukannya sebab-sebab yang

menjadikan ayat-ayat tersebut turun di kota yang berbeda. Berdasarkan tertib

nuzulnya istilah ḥūr ‘īn digunakan pada saat periode Makkah, karena

pembahasan al-Qur’an yang ditujukan kepada pemuka patriarkhi Arab yang

menjadi audien pertama periode Makkah bahwa yang terbayang di benak

mereka pada saat itu adalah perawan muda yang berkulit putih dan bermata

besar. Kemudian istilah selanjutnya berubah menjadi azwāj muṭahharah yang

dipakai pada periode Madinah, yang menunjukkan suatu titik kemajuan dan

penyempurnaan esensi berpasangan karena manusia diciptakan selalu

berpasangan. Akan tetapi yang menjadi tujuan akhir yang lebih hakiki tetap yang

lebih tinggi.

Hasil dari skripsi ini yang perlu ditekankan adalah bahwa mengenai

makna bidadari yang telah di analisis berdasarkan ke enam mufassir Indonesia,

semua itu bukanlah hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini. Karena

kenikmatan bidadari yang dapat dirasakan oleh jasmani bukan puncak dari

tujuan hidup manusia, namun lebih dari itu. Sehingga ayat ini jelas mengatakan

bahwa maksud dari ayat-ayat bidadari ini ialah Allah ingin mengarahkan bahwa

sesungguhnya nikmat yang paling utama ialah mendapat keridhaan-Nya. oleh

Page 107: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

93

sebab itu sebagai kaum perempuan tidaklah perlu khawatir bahwa kenikmatan

bidadari yang dijanjikan Allah kepada kaum laki-laki itu bukanlah nikmat

terbesar yang diberikan Allah kepada hambanya. Oleh sebab itu sebagai kaum

lelaki bahwa nikmat yang telah dijanjikan Allah itu sebenarnya ada kenikmatan

yang lebih besar dari itu, yakni mendapat kenikmatan keridhaan Allah. Sesuai

dalam surat Āli ‘Imrān [3] : 15.

B. Saran-Saran

Sejauh ini kajian-kajian yang telah membahas mengenai bidadari dalam

al-Qur’an belum banyak dilakukan. Hanya ada beberapa orang yang telah

melakukan penelitian. Karena bidadari merupakan salah satu kenikmatan yang

berada dalam surga sehingga kita perlu untuk mempercayainya. Meskipun itu

merupakan salah satu perkara ghaib yang tidak dijangkau oleh akal, namun kita

sebagai manusia harus menelusurinya agar tidak salah dalam memahaminya.

Untuk itu kajian ini masih sangat perlu untuk dilakukan penelitian lebih

lanjut, guna menyelamatkan pemahaman yang menyimpang. Dan juga

diharapakan supaya masyarakat bisa menjadikan tauladan dari karakter-karakter

bidadari dalam al-Qur’an sehingga bisa menjadikannya menuju kepada jalan

yang benar.

Page 108: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

94

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al Bāqī, Muḥammad Fuād. al Mu’jam al Mufahras li al Fāẓi al Qur’an al

Karīm. Kairo: Dār al Hadits, 1996.

Abdurahman, Fuad. Bidadari Stories Kisah Menakjubkan Para Bidadari Dunia &

Surga. Cet. I. Jakarta: Zahira, t.t.

Ali Al-Kalib, Abdul Malik. Saat Amal Anda Berbicara. Penerjemah Hasan H.

Yazid. Jakarta: Firdaus, 1992.

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Banten: Mazhab Ciputat, 2013.

al-Asyqor, Umar Sulaiman. Melongok Surga dan Neraka. T.tp.: Pustaka Mantiq,

t.t.

Athibi, Ukasyah. Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya. Cet. 1. Jakarta: Gema

Insani Pres, 1998.

el-Bantanie, Muhammad Syafi’ie. Bidadari Dunia Potret Ideal Wanita Muslimah

Cet. I. Jakarta: Qultum Media, 2005.

Darmadji, Ahmad. “Fondasi Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia:

Analisis Q.S. Al-Hujurat, Ayat 11-13 dalam Tafsir Marah Labid, Tafsir Al-

Azhar, dan Tafsir Al-Misbah.” Millah XIII, no. 2 (Februari 2014): h. 243.

Dheetya, “Cemburunya Bidadari Surga terhadap Wanita Sholehah.” Artikel

diakses pada 23 Januari 2017 dari http://abiummi.com/cemburunya-

bidadari-surga-terhadap-wanita-solehah/

Faidhullah Bin Musa Al-Ḥusaini Al-Muqdisiy, Alamī Zādih. Fatḥur Raḥmān

Liṭalib Āyatil Qur’an. Cet. Pertama. Libanon: Dār al kitab al’ilmiyah,

2005.

Page 109: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

95

al-Farmawi, Abdul Ḥayy. Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i; Dirasah

Manhajiyah Maudhu’iyyah. Penerjemah Rosihon Anwar. Bandung: Pustaka

Setia, 2002.

Fitriani, Siti Rohmanatin. “Perbandingan Metodologi Penafsiran A. Hassan dalam

Tafsir Al-Furqan dan H.B. Jassin dalam al-Qur’an Al-Karim Bacaan

Mulia,” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2003.

Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan,

2008.

Haeri, Syekh Fadlullah. Pelita Al-Qur’an Tafsir Surah al-Ankabut, ar-Rahman,

al-Waqi’ah & al-Mulk. Jakarta: Serambi, Ilmu Semesta, 2001.

Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXIII. Jakarta: Citra Serumpun Padi, 2005.

_______. Dari Hati ke Hati. Jakarta: Gema Insani, 2016.

_______. Tafsir al-Azhar Juzu’ I. Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.

_______. Tafsir al-Azhar Juzu’ III. Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.

_______. Tafsir al-Azhar Juzu’ V. Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.

_______. Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXIII. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.

_______. Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXVII. Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.

_______. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXX. Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.

Harun, Salman. Mutiara al-Qur’An Aktualisasi Pesan al-Qur’an dalam

Kehidupan. Cet. III. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2004.

Hasan, Ahmad. al-Furqan Tafsir Qur’an. Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan

Ambadar, 2006.

Page 110: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

96

Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad. Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur, jilid

I. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003.

_______. Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur, cet. Kedua Edisi Kedua. Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 2003.

_______. Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, jilid 4. Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 2000.

_______. Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, jilid 5. Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 2003.

_______. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, cet. 2. Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 2000.

Hosen, Ibrahim dan Suratmaputra, Ahmad Munif. Al-Qur’an dan Peranan

Perempuan dalam Islam. Jakarta: Institut Ilmu al-Qur’an, 2007.

al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin Taman

Para Pecinta. Penerjemah Emiel Ahmad. Jakarta: Khatulistiwa, 2009.

_______. Taman Para Pecinta, Penterjemah Emiel Ahmad. Jakarta: Khatulistiwa

Press, 2009.

Jawadi Amuli, Ayatullah. Jamal al-Mar’ah wa Jalaluha Keindahan dan

Keagungan Perempuan Perspektif Studi Perempuan dalam Kajian al-

Qur’an, Filsafat dan Irfan. Penerjemah Muhdhor Ahmad, Hasan Saleh,

Sabar Munanto. Jakarta: Sadra Press, 2011.

Jayadi, Hirman. “Perkembangan Mushaf al-Qur’an di Indonesia: Studi Mushaf al-

Qur’an Tema Perempuan.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negeri Jakarta, 2016.

Page 111: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

97

Jazuli, Ahzami Samiun. Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Gema

Insani Press, 2006.

Liye, Tere. Bidadari-Bidadari Surga. Jakarta: Republika, 2008.

al-Mahfani, M. Khalilurrahman. Wanita Idaman Surga, cet. I. Jakarta:

Wahyumedia, 2012.

Marfu’ah, Ayu Muslimatul. “Penafsiran Tiga Mufassir Indonesia Atas Surat Al-

Asr: Studi Komparasi Antara Penafsiran Mahmud Yunus, Hamka dan M.

Quraish Shihab,” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Maryam bin Zakaria, Abu. Akhthaa’ Taqa’u fiihaa An-Nisaa’ 40 Kebiasaan

Buruk Wanita. Penerjemah Ahmad Rifa’i Usman. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 2003.

Muhammad Fairuz, Achmad Warson Munawwir. Al-Munawwir Kamus Indonesia

– Arab. Surabaya: Pustaka Progressif, 2007.

Muttaqin, Ahmad. “Karakteristik Tafsir Marah Labid Karya Syaikh Nawawi al-

Bantani.” al-Dzikra XIII, no. 1 (Januari-Juni 2014): h. 75.

Nawawi al-Jāwi, Syeikh Muhammad. Marah Labīd Tafsir an-Nawawi. T.tp.: Dar

al-Kitab al-Islamiyyah, t.t.

Octavianti, Mega Rista. “Visualisasi Surga dan Neraka: Kajian Tematik Terhadap

Ayat-Ayat al-Qur’an Tentang Surga dan Neraka,” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010.

al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Penerjemah Akhmad Khatib Jilid

17. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Page 112: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

98

el-Saha, M. Ishom dan Hadi, Saiful. Sketsa al-Qur’an, Tempat, Tokoh, Nama dan

Istilah dalam al-Qur’an. T. tp. : Lista Fariska Putra, 2005.

Saidah, Nor. “Bidadari dalam Konstruksi Tafsir Al-Qur’an: Analisis Gender atas

Pemikiran Amina Wadud Muhsin dalam Penafsiran Al-Qur’an,” Palastren

VI, no. 2 (Desember 2013): h. 449.

Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan Pustaka, 2007.

_______. Perjalanan Menuju Keabadian Kematian, Surga dan Ayat-Ayat Tahlil,

Cet. 2. Jakarta: Lentera Hati, 2001.

_______. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 1.

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

_______. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 2.

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

_______. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 13.

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

_______. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 12.

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

_______. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 15.

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

el-Shirazy, Habiburrahman. Bidadari Bermata Bening. Jakarta: Republika, 2017.

Subhan, Zaitunah. Al-Qur’an & Perempuan Menuju Kesetaraan Gender dalam

Penafsiran. Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta:

Djambatan, 1992.

Page 113: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

99

Tim Redaksi. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2008.

Umairah, Abdurrahman. Wanita-Wanita dalam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2009.

Yunus, Mahmud. Tafsir Al-Qur’an Karim. Jakarta: Mahmud Yunus Wa

Dzurriyyah, 2011.

_______. Tafsir al-Qur’an Karim. Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2011.

_______. Tafsir Qur’an Karim. Cet ke 72. Jakarta: Hidakarya Agung, 2002.

Page 114: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

100

Tabel Persamaan dan Perbedaan ayat-ayat Bidadari

No. Tertib Nuzul/ Nama Surat/

Kedudukan/ Ayat/ terjemahan

Mu

fass

ir

Penafsiran Persamaan Perbedaan

1.

38 Shad [38] : 52 (MK)

Syek

h

Naw

awi Bidadari-bidadari di dalam surga itu

pandangannya tidak liar, hanya

memandang kepada suaminya. Usia

dan raut wajah mereka sama-sama

sebaya.

qāsirāt ṯarf diartikan sebagai

bidadari yang merupakan

perempuan yang berumur

sebaya sekitar 33 tahun, setia

kepada suami, saling mengasihi

dan menjaga pandangannya

terhadap lelaki lain.

Mah

mu

d

Yun

us

Tidak memberikan penafsiran,

namun qāsirāt ṯarf diartikan sebagai

istri-istri yang rendah mata.

تراب رف أ رت ٱلط ص ۞وع ندهم ق

٥٢

Ah

mad

H

asan

bidadari yang tidak memandang

lelaki yang bukan suaminya dengan

perasaan cinta.

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Bidadari setia yang berumuran

sebaya dan saling mengasihi.

Dan di samping mereka (ada

bidadari-bidadari) yang redup

pandangannya dan sebaya

umurnya.

Bu

ya

Ham

ka Bidadari yang menekur

pandangannya (tidak liar

pandangannya melihat laki-laki lain).

Umurnya sebaya sekitar 30 tahun.

Qu

rais

h

Shih

ab qāsirāt ṯarf di jelaskan pada surat aṣ-

Ṣaffāt[37] ayat 48. Wanita di surga

itu tidak sebaya umurnya sekitar 33

tahun.

Page 115: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

101

2.

46 Al-Waqi’ah [56] : 22 (MK)

Syek

h

Naw

awi Bidadari adalah budak perempuan

yang cantik rupawan dan berkulit putih serta memiliki mata besar yang cantik.

ẖūr ‘īn diartikan sebagai

bidadari: perempuan yang

cantik jelita, berkulit putih,

dan bermata besar

Mah

mu

d Y

un

us Tidak memberikan penafsiran,

namun mengartikan ayat ini sebagai bidadari.

و حور ع ين ٢٢

Ah

mad

H

asan

Tidak memberikan penafsiran dan

ẖūr ‘īn diartikan sebagai bidadari-

bidadari yang akan melayani

mereka.

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Bidadari itu merupakan istri yang cantik jelita.

Dan ada bidadari-bidadari

yang bermata indah

Bu

ya

Ham

ka Tidak memberikan penafsiran tetapi

mengartikan ẖūr ‘īn sebagai

bidadari bermata jelita.

Qu

rais

h

Shih

ab -

3. 46 Al-Waqi’ah [56] : 23 (MK)

Syek

h

Naw

awi Kebersihannya karena tersimpan

dalam tempat yang terlindungi dari sinar matahari dan udara. Bidadari bagaikan mutiara

karena kebersihan dan kesuciannya sehingga tak

tersentuh oleh apapun

Mah

mu

d

Yun

us

-

Page 116: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

102

مثل ؤلو كأ

٢٣ ٱلمكنون ٱلل

Ah

mad

H

asan

-

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Bagaikan mutiara putih berseri

yang masih tersimpan dalam

kerangkanya

laksana mutiara yang

tersimpan baik.

Bu

ya

Ham

ka gadis jelita yang tersimpan baik,

laksana mutiara yang masih

tersimpan dalam lokannya.

Qu

rais

h

Shih

ab Kebeningan dan kecemerlangan

mata laksana mutiara yang tersimpan baik hingga tak tersentuh sedikitpun oleh kekeruhan.

4.

46 Al-Waqi’ah [56] : 35 (MK)

Syek

h

Naw

awi Allah menciptakan bidadari yang bermata jeli itu dengan ciptaan tanpa adanya kelahiran.

Bidadari diciptakan dalam keadaan langsung berupa gadis cantik yang sempurna. Mereka

bukan berasal dari dunia

Mah

mu

d

Yun

us

-

نهن إ نشاء ٣٥نشأا أ إ ن

Ah

mad

H

asan

Mereka istri-istri yang ada di

surga itu dihidupkan kembali

dengan kejadian yang tidak sama

dengan kejadiannya dahulu ketika

di dunia.

Page 117: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

103

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y -

Kami menciptakan mereka

(bidadari-bidadari itu) secara

langsung,

Bu

ya

Ham

ka Gadis-gadis yang cantik jelita.

Qu

rais

h

Shih

ab Perempuan surgawi yang menjadi

teman dan pasangan penghuni surga yang diciptakan dengan sempurna.

5.

46 Al-Waqi’ah [56] : 36 (MK)

Syek

h

Naw

awi Mereka berupa dayang-dayang

(gadis-gadis yang masih perawan).

Gadis-gadis perawan suci

Mah

mu

d

Yun

us

-

بكارا ٣٦ فجعلنهن أ

Ah

mad

H

asan

-

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Gadis-gadis rupawan yang mencintai suaminya sebagai istri-istrinya.

Page 118: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

104

lalu Kami jadikan mereka

perawan-perawan

Bu

ya

Ham

ka Perawan-perawan suci.

Qu

rais

h

Shih

ab -

6.

46 Al-Waqi’ah [56] : 37 (MK)

Syek

h

Naw

awi

Perempuan cantik yang bagus ucapannya, yang mencintai suaminya dan membuat suaminya mencintai nya. Mereka berumur sama sekitar 33 tahun.

Gadis perawan dengan penuh cinta yag berumur sebaya

Mah

mu

d

Yun

us

-

تر اب ا ٣٧ عربا أ

Ah

mad

H

asan

-

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Gadis yang berumuran sebaya, tidak lebih tua dan tidak lebih muda.

yang penuh cinta (dan) sebaya

umurnya

Bu

ya H

amka

Perempuan yang penuh setia dan kasih sayang kepada suaminya. Tutur katanya sopan-santun dan indah didengar telinga. Mereka seumuran sebaya semua.

Page 119: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

105

Qu

rais

h

Shih

ab Gadis-gadis perawan dengan penuh

cinta dan berumuran satu sama yang lain atau sebaya dengan pasangannya.

7.

56 Ash-Shaffat [37] : 48 (MK)

Syek

h

Naw

awi

Bidadari-bidadari itu ialah perempuan-perempuan yang memiliki mata yang paling indah dan pandangannya hanya ditujukan pada suaminya.

Menurut Mahmud Yunus qāsirāt ṯarf adalah istri dari

dunia atau bidaari surga

Sedangkan, Buya Hamka :

malaikat yang berupakan

perempuan muda dan cantik.

Syekh Nawawi, Ahmad Hasan, Quraish Shihab: perempuan

perawan yang cantik dan jelita matanya

Mah

mu

d

Yun

us

Hamba Allah itu memiliki istri, baik istrinya di dunia atau bidadari mereka cantik menarik dan berkulit putih kuning.

رف ع ين ٤٨ رت ٱلط ص وع ندهم ق

Ah

mad

H

asan

Bidadari-bidadari itu tidak memandang selain suami mereka dengan birahi.

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Bidadari yang takzim itu merupakan istri-istri yang indah jelita matanya, dan belum pernah dijamah manusia ataupun jin.

Di sisi mereka ada (bidadari-

bidadari) yang bermata indah

dan membatasi pandangannya.

Bu

ya

Ham

ka Bidadari merupakan bangsa malaikat

yang berupakan perempuan muda dan cantik.

Page 120: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

106

Qu

rais

h S

hih

ab

Kata qasirāt ṯarf terdiri dari kata

qasirāt yang menunjukkan

feminin yang terambil dari kata

qasara bermakna keterbatasan.

Lalu ṯarf berarti mata atau

pandangan. Kemudian ‘īn jamak

dari ‘ainā’ yang berarti mata

terbuka lebar. Jadi bidadari

merupakan wanita cantik, setia

dan membatasi pandangannya.

8.

56 Ash-Shaffat [37] : 49 (MK) Syek

h N

awaw

i Warna kulitnya bagaikan telur burung unta. Warna keputihannya yang bercampur dengan kekuningan, karena kebersihannya yang mempunyai tempat terbatas menyerupai telur burung unta dari debu.

Wanita cantik berkulit putih bersih

Mah

mu

d

Yun

us

Mereka mempunyai istri (istrinya di dunia atau bidadari) yang cantik molek dan putih kuning warnanya, menarik mata orang orang yang melihatnya.

كنونن ٤٩ نهن بيضن م كأ

Ah

mad

H

asan

Orang Arab biasa membandingkan benda bernyawa yang sangat dijaga itu dengan telur yang disimpan dengan hati-hati.

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Mereka seolah-olah telur yang baru ditelurkan, warnanya putih besih. Karena warna ini yang paling cantik dipandang mata.

Page 121: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

107

seakan-akan mereka adalah

telur yang tersimpan dengan

baik

Bu

ya

Ham

ka Perumpamaan telur yang tersimpan

itu seperti telur yang belum tersentuh tangan dan terpecah kulitnya.

Qu

rais

h

Shih

ab Bidadari itu sangat terpelihara belum

disentuh oleh siapa pun sebelum pasangannya.

9.

64 Al-Dukhan [44] : 54 (MK)

Syek

h

Naw

awi Bidadari adalah perempuan

berwajah putih bersih dan bermata indah.

Semuanya mengatakan bahwa Bidadari : perempuancantik

yang bermata lebar dan berwajah putih bersih

Sedangkan Quraish Shihab:

makhluk bermata lebar dan

bulat atau sipit, tidak

menyebutkan perempuan

atau lelaki

Mah

mu

d

Yun

us

Allah memberikan nikmat orang

yang mempunyai derajat tertinggi

di surga dengan memberikan istri

bidadari, yakni perempuan putih

yang memiliki mata yang bundar.

ور ع ين ٥٤ كذل ك وزوجن هم ب

Ah

mad

H

asan

Tidak memberikan penafsiran dan

ẖūr ‘īn diartikan sebagai bidadari-

bidadari.

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Allah mengawinkan mereka

dengan bidadari yang cantik jelita,

yang belum pernah disentuh oleh

seorang manusia dan jin.

demikianlah, kemudian Kami

berikan kepada mereka

pasangan bidadari yang

bermata indah.

Bu

ya

Ham

ka Tidak memberikan penafsiran juga

mengasrtikan ẖūr ‘īn sebagai

bidadari-bidadari.

Page 122: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

108

Qu

rais

h S

hih

ab

ẖūr adalah bentuk jamak dari

ẖaura’ pertama menunjukkan

jenis feminin kedua menunjukkan

jenis maskulin. Bisa untuk lelaki

dan perempuan, yang berarti putih

sangat putih dan hitam yang

sangat hitam. Bisa juga berarti

bulat dan sipit. Kata ‘īn jamak

dari ‘ainā’ dan ‘ain yang berarti

bermata besar dan indah. Jadi

dapat dipahami makna hakikinya

yakni makhluk bermata lebar dan

bulat atau sipit, atau dipahami

majazi yang berarti memiliki mata

yang sipit dalam arti

pandangannya terbatas hanya

ditujukan pasangannya, dan

diartikan terbuka karena selalu

memandang penuh perhatian.

10. 76 Ath-Thur [52] : 20 (MK)

Syek

h

Naw

awi

Allah mengawinkan penghuni surga yang bertelekan di atas dipan berderet yang terdapat bantal masing-masing dengan bidadari yakni perempuan putih dan bermata besar.

Bidadari: wanita cantik berkulit putih bermata lebar

Mah

mu

d

Yun

us

Tidak diberikan penafsiran, namun

ẖūr ‘īn diartikan sebagai bidadari.

Page 123: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

109

صفوفةن ي متك رن م س لعور ع ين ٢٠ وزوجن هم ب

Ah

mad

H

asan

Tidak diberikan penafsiran, namun

ẖūr ‘īn diartikan sebagai bidadari.

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Allah mengawinkan para penghuni surga dengan gadis-gadis yang shaleh, yang cantik, dan bermata jelita.

mereka bersandar di atas

dipan-dipan yang tersusun dan

Kami berikan kepada mereka

pasangan bidadari bermata

indah. B

uya

H

amka

Allah mengawinkan mereka dengan bidadari yang cantik jelita.

Qu

rais

h

Shih

ab -

11.

80 Al-Naba’ [78] : 33 (MK)

Syek

h

Naw

awi Gadis-gadis yang montok buah

dadanya dan sebaya umurnya sekitar 33 tahun.

Gadis jelita berumur sebaya

Mah

mu

d

Yun

us

-

تراب ا ٣٣ وكواع ب أ

Ah

mad

H

asan

-

Page 124: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

110

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Gadis-gadis jelita yang berumur sebaya. tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.

dan gadis-gadis montok yang

sebaya.

Bu

ya

Ham

ka Gadis-gadis perawan muda.

Jumlahnya sebanyak yang diperlukan, dan usianya sama.

Qu

rais

h

Shih

ab Gadis remaja yang baru tumbuh

buah dadanya yang berbentuk bulat seperti ujung tumit. Mereka berumuran sebaya.

12.

87 Al-Baqarah [2] : 25 (MD)

Syek

h

Naw

awi Bidadari-bidadari dan anak-anak

adam yang suci dari segala kesakitan, kejelekan perilaku, penyakit , dan penuaan.

Syekh Nawawi, Hasbi, dan Buya Hamka: pasangan

(bidadari atau anak adam) yang disucikan dari kotoran

jasmani dan rohani. M. Quraish Shihab: pasangan baik lelaki atau perempuan

yang telah disucikan dari segala kotoran jasmani

maupun rohaninya.

Mah

mu

d

Yun

us

-

ن وهم ف يها رة طه زوجن مولهم ف يها أ

ون ٢٥خل

Ah

mad

H

asan

-

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Pasangan yang bebas dari segala kecacatan, baik lahir maupun batin.

Page 125: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

111

Dan di sana mereka

(memperoleh) pasangan-

pasangan yang suci. Mereka

kekal di dalamnya.

Bu

ya H

amka

Baik istri surga anak bidadari ataupun istri ketika di dunia mereka tidak pernah mengalami haid, bersih dari segala penyakit, kecacatan, dan kotoran yang di alami di dunia.

Qu

rais

h

Shih

ab Mereka pasangan baik lelaki atau

perempuan yang telah disucikan dari segala kotoran jasmani maupun rohaninya.

13.

89 Ali ‘Imrān [3] : 15 (MD) S

yek

h

Naw

awi Mereka yang suci dari haid, nifas, air

liur, mani, kelalaian bentuk, pergaulan buruk, dan perilaku yang jelak.

Sama dengan surat al-Baqarah

Mah

mu

d

Yun

us

-

تن تر ي م ن تت ها جن نه ر ٱل

ن رة طه زوجن مخل ين ف يها وأ

نن م ن و ٱلل ه ور ضو ب ٱلل ي ٱلع باد بص ١٥

Ah

mad

H

asan

-

Has

bi a

sh-

Shid

die

qy

Pasangan-pasangan hidup yang bebas dari segala keaiban, kecacatan, dan kekurangan yang ada pada perempuan dunia, baik fisik maupun akhlaknya.

Page 126: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

112

surga-surga yang mengalir

dibawahnya sungai-sungai,

mereka kekal didalamnya, dan

pasangan-pasangan yang suci

serta ridha Allah. Dan Allah

Maha Melihat hamba-hamba-

Nya.

Bu

ya H

amka

Di surga nanti mereka akan mendapatkan istri yang suci dari segala kecacatan dan kotoran selama di dunia.

Qu

rais

h

Shih

ab -

14.

92 Al-Nisa’ [4] : 57 (MD) S

yek

h

Naw

awi Mereka yang suci dari haid, nifas,

dan seluruh kotoran dunia. Mereka berada dalam tempat peristirahatan yang agung dan nyaman.

Sama dengan surat al-Baqarah

Mah

mu

d

Yun

us

-

لهم ن وندخ رة طه زوجن مهم ف يها أ ل

ظل ل ٥٧يل ظ

Ah

mad

H

asan

-

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Mereka bebas dari cacat rupa dan karakter. Dan bebas dari haid dan nifas (mereka yang perempuan).

Disana mereka mempunyai

pasangan yang suci, dan Kami

masukkan mereka ke tempat

yang teduh lagi nyaman. Bu

ya H

amka

Istri yang suci itu diartikan sebagai anak bidadari. Mereka suci dari haid dan nifas, dan segala kecacatan hidup yang pernah di alami oleh perempuan ketika di dunia.

Page 127: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

113

Qu

rais

h

Shih

ab Pasangan yang telah disucikan

berulang-ulang, baik lelaki maupun perempuan dari segala kotoran jasmani atau rohani.

15.

97 Al-Rahman [55]: 56 (MD) Syek

h N

awaw

i Perempuan yang berada dalam surga itu mencegah matanya dari laki-laki lain. Sebelumnya mereka tidak pernah berjima’ dengan siapapun baik manusia ataupun jin. Sesungguhnya mereka bukan berasal dari perempuan dunia.

qāsirāt ṯarf sebagai

perempuan yang pendek

pemandangan

Mah

mu

d

Yun

us

Tidak memberikan penafsiran, tetapi

mengartikan qāsirāt ṯarf sebagai

perempuan yang pendek

pemandangan.

رف لم يطم ثهن ر ت ٱلط ص ف يه ن قن ٥٦إ نسن قبلهم ول جان

Ah

mad

H

asan

Bidadari itu tidak pernah memandang selain suaminya, dan tidak pernah disentuh siapapun baik manusia atau jin.

Has

bi a

sh-

Shid

die

qy

Di dalam surga itu terdapat gadis-gadis yang memiliki mata yang hanya ditujukan kepada suaminya. Mereka belum pernah dijamah oleh jin maupun manusia.

Di dalam surga itu ada

bidadari-bidadari yang

membatasi pandangan, yang

tidak pernah disentuh oleh

manusia maupun jin Bu

ya H

amka

qāsirāt ṯarf merupakan gadis

perawan yang tidak genit dan

tidak liar penglihatannya. Belum

pernah disentuk manusia maupun

jin.

Page 128: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

114

sebelumnya.

Qu

rais

h S

hih

ab

Bidadari-bidadari adalah wanita

perawan yang tidak pernah

disentuh manusia sebelumnya

atau penghuni surga itu dan tidak

pernah disentuh oleh jin. Mereka

diciptakan untuk penghuni surga

pria, bukan istri-istri mereka yang

masuk surga. Mereka semua

wanita khusus untuk lelaki pilihan

Allah.

16.

97 Al-Rahman [55] : 58 (MD) S

yek

h

Naw

awi Bagaikan permata yakut karena

kemerahanmudahan pipinya dan marjan karena putih dan kebersihan kulitnya.

Seperti permata yakut yang putih berseri

Mah

mu

d

Yun

us

Dalam surga muqarrabin para istri atau para bidadari suci bersih seperti permata yakut dan putih halus seperti mutiara.

نهن ٱلاقوت و ٱلمرجان ٥٨ كأ

Ah

mad

H

asan

Kecantikan bidadari itu luar biasa seolah-olah permata yakut dan marjan.

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Gadis-gadis surga itu bagaikan permata delima yang bening dan seperti marjan yang putih berseri.

Seakan-akan mereka itu

permata yakut dan marjan Bu

ya

Ham

ka Diibaratkan seperti mutiara dan

intan, karena tidak sembarang orang mendapatkannya dan sukar mencarinya.

Page 129: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

115

Qu

rais

h

Shih

ab Perumpamaan mereka seperti

permata karena warna pipi dan bibirnya yang kemerah-merahan atau kecemerlangannya.

17.

97 Al-Rahman [55] : 70 (MD)

Syek

h

Naw

awi Para perempuan yang berada dalam

dua surga, yakni keutamaan akhlak serta kecantkan wajahnya.

Gadis-gadis yang baik pekertinya dan cantik rupanya.

Mah

mu

d

Yun

us

Wanita yang baik akhlak dan cantik parasnya.

ف يه ن خيرت ح سانن ٧٠

Ah

mad

H

asan

- H

asb

i

ash

-Sh

idd

ieq

y Gadis-gadis yang baik pekertinya dan cantik rupanya.

Di dalam surga-surga itu ada

bidadari-bidadari yang baik-

baik dan jelita.

Bu

ya

Ham

ka Perempuan yang shalih, baik budi

perkertinya dan cantik wajahnya.

Qu

rais

h

Shih

ab Disana ada yang baik-baik lagi

rupawan.

Page 130: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

116

18.

97 Al-Rahman [55] : 72 (MD)

Syek

h

Naw

awi Bidadari mengurung diri untuk

suaminya di dalam rumah yang terbuat dari mutiara cekung .

Sama dengan surat ad-Dukhan

ayat 54

Mah

mu

d

Yun

us

tidak memberikan penafsiran, lalu

ẖūr ‘īn diartikan sebagai bidadari

yakni perempuan yang putih.

قصورتن ف ٱل يام ٧٢ حورن م

Ah

mad

H

asan

Tidak diberikan penafsiran, namun

ẖūr ‘īn diartikan sebagai bidadari.

Has

bi a

sh-

Shid

die

qy

Gadis-gadis yang baik batinnya berwajah cantik dan jelita matanya, mereka selalu di dalam kamar masing-masing, dan tidak gelandangan di jalan-jalan.

Bidadari-bidadari yang

dipelihara di dalam kemah-

kemah.

Bu

ya H

amka

Di surga terdapat khemah yang terbuat dari mutiara, di sana tempat berdiam bidadari atau gadis-gadis cantik sebagai teman hidup untuk orang beriman.

Qu

rais

h S

hih

ab ẖur adalah bentuk jamak dari kata

aẖwār atau ẖaurā’. Sehingga yang

terpenting adalah untuk

menjelaskan maksud ẖūr sebagai

pasangan yang sangat baik dan

indah dalam pandangan

pasangannya.

Page 131: BIDADARI DALAM AL-QUR’AN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36862/1/Skripsi... · memberikan penjelasan bahwasanya bidadari ialah sebutan

117

19.

97 Al-Rahman [55] : 74 (MD)

Syek

h

Naw

awi Bidadari tidak pernah melakukan

jima’ sebelum dengan suami mereka.

Gadis perawan yang tidak pernah dijamah oleh siapapun

baik manusi ataupun jin

Mah

mu

d

Yun

us

-

ن ٧٤ لم يطم ثهن إ نسن قبلهم ول جان A

hm

ad

Has

an -

Has

bi

ash

-Sh

idd

ieq

y Gadis perawan yang belum pernah dijamah oleh siapapun, baik jin maupun manusia.

Mereka sebelumnya tidak

pernah disentuh oleh manusia

maupun jin.

Bu

ya

Ham

ka Gadis-gadis bersih yang belum

pernah disentuh oleh orang lain.

Qu

rais

h S

hih

ab perawan yang tidak pernah

disentuh oleh manusia siapa pun

dia dan kapan pun sebelum

mereka yakni penghuni surga itu

yang menjadi pasangan mereka

dan tidak pernah pula oleh jin