bhismarKK

28
Responsi Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin FK UHT Surabaya, 2015 Nama : Bhismar Imansyah NIM : 2008.04.0.0008 I. IDENTITAS PENDERITA Nama : An. A Umur : 4 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl Sasila no 105, Sedati Sidoarjo Agama : Islam Suku/Bangsa: Jawa/Indonesia Keluarga : A/D Ny Eni Damayanti Tanggal Pemeriksaan : 29 April 2015 II. ANAMNESA 2.1 Keluhan Utama Terdapat bercak putih bersisik pada bagian kiri kepala. 2.2 Keluhan Tambahan Kulit kepala berwarna putih, gatal, dan rambut menjadi rontok pada bagian kiri kepala. 2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

description

KulitKelamin

Transcript of bhismarKK

Responsi Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

FK UHT Surabaya, 2015

Nama : Bhismar Imansyah

NIM : 2008.04.0.0008

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. A

Umur : 4 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl Sasila no 105, Sedati Sidoarjo

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Keluarga : A/D Ny Eni Damayanti

Tanggal Pemeriksaan : 29 April 2015

II. ANAMNESA

2.1 Keluhan Utama

Terdapat bercak putih bersisik pada bagian kiri kepala.

2.2 Keluhan Tambahan

Kulit kepala berwarna putih, gatal, dan rambut menjadi rontok pada bagian kiri

kepala.

2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSAL Dr.Ramelan Surabaya

pada hari Rabu, 29 April 2015 dengan keluhan bercak putih bersisik pada

sebelah kiri kepala, berwarna putih, gatal dan disertai rambut rontok. Gejala

muncul ± 2 minggu yang lalu. Ibu pasien sadar saat sedang memandikan

pasien. Setelah sadar kemudian ibu pasien membawa pasien ke RSAL

Surabaya dan setelah berobat kemudian di beri obat oleh dokter yaitu

Gresiofulvin. Setelah memakai obat dari dokter gejala pasien mulai berkurang

tetapi rambut yang rontok semakin meluas dan ibu pasien memutuskan untuk

kembali kontrol.

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Diabetes Mellitus disangkal

Hipertensi disangkal

Asma disangkal

Riwayat alergi makanan disangkal

Riwayat alergi obat disangkal

2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Diabetes Mellitus disangkal

Hipertensi disangkal

Asma disangkal

Riwayat alergi dalam keluarga disangkal

2.6 Riwayat Psikososial

Pasien tinggal bertiga dengan orang tuanya. Orang tua pasien

tidak mengalami keluhan seperti pasien

Pasien mandi 2x sehari memakai sabun mandi dan

menggunakan air PDAM. Berganti pakaian 2x sehari dan

memakai handuk sendiri tidak bergantian orang tuanya. Selama

sakit pasien tetap melakukan keiatan seperti biasa.

Lingkungan tempat tinggal bersih

III PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Status gizi : Cukup

Tekanan darah : Tidak diukur

Nadi : 88x/menit

RR : 20x/menit

Suhu axial : 36,5◦C

Status Generalis

Kepala : dalam batas normal

Leher : dalam batas normal

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

Status Dermatologis

Lokasi : Regio capitis

Effloresensi : Tampak skuama dengan warna putih,berbatas tegas, permukaan

rata, tidak didapatkan luka dan rambut diatas skuama rontok dan patah.

IV RESUME

Anak usia 4 tahun datang ke RSAL dengan keluhan bercak putih bersisik

pada sebelah kiri kepala, berwarna putih, gatal dan disertai rambut rontok. Gejala

muncul ± 2 minggu yang lalu.

Status dermatologis :

Lokasi : Regio Capitis

Effloresensi : Tampak skuama dengan warna putih,berbatas tegas, permukaan

rata, tidak didapatkan luka dan rambut diatas skuama rontok dan patah.

V DIAGNOSA

Tine Capitis

VI DIAGNOSA BANDING

Dermatitis Seboroik

Alopesia Areata

VII PENATALAKSANAAN

Planning Diagnosis

Wood’s lamp

Kerokan kulit dengan KOH

WOOD’S LAMP

KOH

Planning Terapi

Medikamentosa

Griseofulvin 2x pagi dan sore selama 7 hari

Non-medikamentosa

Menjaga higienitas tubuh dengan mandi 2 x/hari dengan menggunakan

sampo yang cocok untuk mencegah kekambuhan.

Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit dapat menyebar dan bertambah

parah apabila pasien semakin menggaruk daerah yang gatal agar tidak

bertambah parah .

Planning Monitoring

Keluhan.

Keluhan berkurang, tetap atau makin berat.

Planning Edukasi

Menyarankan agar pasien tetap menjaga higienitas serta merawat diri

penyakit tidak menyebar dengan tetap mandi dengan menggunakan

sabun.

Menjelaskan pada ibu pasien apabila gejala makin memberat atau muncul

keluhan di daerah lain segera kembali kontrol.

VIII PROGNOSIS

Baik

Tinjauan Pustaka

Tinea Kapitis

Definisi

Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata yang

disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton. Kelainan ini dapat ditandai

dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran klinis

yang lebih berat.

Sinonim

Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes tonsurans

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan Microsporum,

misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii, M. canis,

M.ferrugineum. Di Indonesia penyebab terbanyak adalah M. canis dan T. tonsurans.

Tabel 1. Taksonomi Trichophyton tonsurans:

Kingdom Fungi

Filum Ascomycota

Kelas Euscomycetes

Ordo Onygenales

Famili Arthrodermataceae

Genus Trichophyton

Spesies Trichophyton tonsurans

Trichophyton tonsurans dapat menyerang beberapa bagian tubuh manusia

terutama pada bagian kulit kepala dan rambut. Berbentuk pensil dengan ujung-ujung

yang tumpul dan berdinding halus. Tiap-tiap spesies berbeda dalam morfologi dan

pigmentasinya.

Tricophyton Tonsurans memperbanyak diri dengan membelah, biasanya banyak

juga cepat, dan memungkinkan untuk menghasilkan cabang-cabang yang pendek.

Koloninya biasa dalam bentuk serbuk.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat dan daerah lain di dunia, insidensi tinea capitis meningkat. Di

Afrika dan Amerika kejadian puncak dilaporkan terjadi pada anak usia sekolah. 92,5% 

dermatofitosis pada anak-anak muda dari usia 10 tahun. Rentang usia tinea kapitis

yaitu antara 3-7 tahun. Tinea kapitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan,

terutama pada anak-anak keturunan Afro-Karibia, di Amerika Utara, Amerika Tengah,

dan Amerika Selatan. Di Asia Tenggara, tingkat infeksi telah dilaporkan telah menurun

secara dramatis dari 14% (rata-rata anak-anak laki-laki dan perempuan) menjadi 1,2%

dalam 50 tahun terakhir karena peningkatan kondisi sanitasi umum dan kebersihan

pribadi.

Angka kejadian tinea kapitis mungkin berbeda menurut jenis kelamin.

Mikrosporum audouinii telah dilaporkan hingga 5 kali lebih sering terjadi pada anak laki-

laki dari pada anak perempuan. Setelah pubertas, sebaliknya pada perempuan lebih

banyak mungkin karena perempuan memiliki eksposur yang lebih besar untuk anak

yang terinfeksi dan mungkin karena faktor hormonal. Pada infeksi oleh M canis rationya

bervariasi, tetapi tingkat infeksi biasanya lebih tinggi pada anak laki-laki. Infeksi

Trichophyton pada anak perempuan dan laki-laki mempunyai ratio yang sama; tetapi

pada orang dewasa, wanita lebih sering terinfeksi daripada pria. Tinea kapitis lebih

banyak pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih. Kasus-kasus yang disebabkan

oleh Microsporum canis jarang terjadi dan di dapat dari anak anjing dan anak kucing.

Patogenesis

Infeksi dimulai pada kulit kepala, yang selanjutnya dermatofita tumbuh kebawah

mengikuti dinding keratin folikel rambut. Infeksi pada rambut berlangsung tepat diatas

akar rambut. Jamurnya akan terus tumbuh kebawah pada batang rambut yang tumbuh

keatas. Sebagian memasuki batang rambut (endodotrix), yang dapat membuat rambut

mudah patah didalam atau pada permukaan folikel rambut.

Berdasarkan patogenesisnya tinea kapitis dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Lesi non inflamasi; disebabkan invasi jamur ke batang rambut terutama oleh

M.audouini dan penularan dari anak ke anak melalui alat cukur rambut,

penggunaan topi dan sisir yang sama. M.canis dapat ditularkan melalui hewan

peliharaan ke anak, dan anak-anak.

2. Lesi inflamasi; disebabkan oleh T. tonsurans, M. canis, T. verrucosum , dan lain-

lain. Spora masuk melalui celah di batang rambut atau kulit kepala sehingga

menyebabkan infeksi klinis. Trauma di kulit kepala juga membantu inokulasi.

Dermatofit awalnya menyerang stratum korneum kulit kepala, yang dapat diikuti

oleh infeksi rambut. Menyebar ke folikel rambut lain kemudian terjadi infeksi

regresi dengan atau tanpa respon peradangan. Gejala klinis bervariasi sesuai

dengan jenis invasi rambut, imun tubuh, dan tingkat respons inflamasi.

Berdasarkan invasinya infeksi jamur dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Endothrix; infeksi di dalam batang rambut tanpa merusak kutikula, biasanya

oleh Trchophyton spp yang ditandai dengan adanya rantai spora yang besar.

b. Exothrix; infeksi terjadi di batang rambut luar dan menyebabkan kerusakan

kutikula. Biasanya disebabkan oleh Microsporum spp.

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis tergantung etiologinya:

1. Bentuk Non- inflamasi

Umumnya karena jamur ektotriks antropofilik, Microsporum audouinii di Amerika

dan Eropa namun sekarang jarang atau Microsporum ferrugineum di Asia. Lesi

mula-mula berupa papula kecil yang eritematus, mengelilingi satu batang rambut

yang meluas sentrifugal mengelilingi rambut-rambut sekitarnya. Biasanya ada

skuama, tetapi peradangan minimal. Rambut-rambut pada daerah yang terkena

berubah menjadi abu-abu dan kusam sekunder dibungkus artrokonidia dan patah

beberapa milimeter diatas kepala. Seringkali lesinya tampak satu atau beberapa

daerah yang berbatas jelas pada daerah oksiput atau leher belakang. Kesembuhan

spontan biasanya terjadi pada infeksi Microsporum. Ini berhubungan dengan

mulainya masa puber yang terjadi perubahan komposisi sebum dengan

meningkatnya asam lemak-lemak yang fungistatik, bahkan asam lemak yang

berantai medium mempunyai efek fungistatik yang terbesar.

2. Bentuk inflamasi

Biasanya terlihat pada jamur ektotrik zoofilik (Microsporum canis) atau geofilik

(Microsporum gypseum). Peradangannya mulai dari folikulitis pustula sampai kerion

yaitu pembengkakan yang dipenuhi dengan rambut-rambut yang patah-patah dan

lubang-lubang folikular yang mengandung pus. Inflamasi seperti ini sering

menimbulkan alopesia yang sikatrik. Lesi peradangan biasanya gatal dan dapat

nyeri, limfadenopati servikal, panas badan dan lesi tambahan pada kulit halus.

3. Tinea Kapitis black dot

Bentuk ini disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu Trichophyton

onsurans atau Trichophyton violaceum. Rontok rambut dapat ada atau tidak. Bila

ada kerontokan rambut maka rambut-rambut patah pada permukaan kepala hingga

membentuk gambaran kelompok black dot. Biasanya disertai skuama yang difus;

tetapi peradangannya bervariasi dari minimal sampai folikulitis pustula atau lesi

seperti furunkel sampai kerion. Daerah yang terkena biasanya banyak atau

poligonal dengan batas yang tidak bagus, tepi seperti jari-jari yang membuka.

Rambut-rambut normal biasanya masih ada dalam alopesianya.

Referensi lain menyebutkan di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai tiga

bentuk yang jelas:

1) Grey patch ringworm

Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh

genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak - anak. Penyakit mulai dengan

papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak

yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna

rambut menjadi abu - abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas

dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua

rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia

setempat. Tempat - tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat

dalam klinik tidak menunjukkan batas - batas daerah sakit dengan pasti. Pada

pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada

rambut yang sakit melampaui batas - batas grey tersebut. Pada kasus - kasus tanpa

keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini banyak membantu diagnosis. Tinea

kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii biasanya disertai tanda

peradangan ringan, jarang dapat terbentuk kerion.

Gambar 1. Grey Patch Ringworm

2. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa

pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang

padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum

gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya

adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan

berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang - kadang dapat

terbentuk.

Gambar 2. Severe Inflammatory kerion on scalp

3. Black dot ringworm

Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan

Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai

kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi

patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam

folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot, ujung rambut yang patah

kalau tumbuh kadang - kadang masuk ke bawah permukaan kulit.

Gambar 3. Black dot ringworm

Diagnosis Banding

1) Diagnosis banding tinea kapitis berskuama dan peradangan minimal:

a. Dermatitis seboroik

Peradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau sesudah

pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar sebasia. Tampak

eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak, rambut yang terkena

biasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak patah. Distribusi umumnya di

kepala, leher dan daerah-daerah pelipatan. Alopesia sementara dapat terjadi

dengan penipisan rambut daerah kepala, alis mata, bulu mata atau belakang

telinga. Sering tampak pada pasien penyakit saraf atau immunodefisiensi.

b. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala dengan

skuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan dengan kerontokan

rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder karena garukan kepala yang

gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain.

c. Psoriasis

Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos berbatas jelas

dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan rambutrambut tidak

patah. Kepadatan rambut berkurang di plak psoriasis juga meningkatnya

menyeluruh dalam kerapuhan rambut dan kecepatan rontoknya rambut telogen.

10% psoriasis terjadi pada anak kurang 10 tahun dan 50% mengenai kepala,

dan sering lesi psoriasis anak terjadipada kepala saja, maka kelainan kuku

dapat membantu diagnosis psoriasis.

d. Pitiriasis amiantasea (Pitiriasis asbestos) merupakan tumpukan skuama dalam

masa yang kusut. Dermatitis kepala lokalisata yang non infeksius yang tidak

diketahui sebabnya. Skuama yang putih tebal melekat sering dijumpai mengikat

batang rambut proksimal. Kepala dapat tampak beradang. Rontok rambut

sementara dapat terjadi dengan pelepasan manual skuama yang melekat.

Kelainan kulit dilain tempat yang menyertai biasanya tidak ada, namun dapat

mempunyai penyakit yang menyertai, yaitu Dermatitis atopik atau peradangan

kulit lainnya. Ada yang menganggap sebagai psoriasis dini.

2) Diagnosis banding tinea kapitis dengan alopesia jelas:

a. Alopesia areata

Alopesia areata mempunyai tepi yang eritematus pada stadium permulaan,

tetapi dapat berubah kembali ke kulit normal. Juga jarang ada skuama dan

rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah dicabut.

b. Trikotilomania

Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas karena

pencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang rambut berukuran

macam-macam pada daerah yang terkena. Tersering di kepala atas, daerah

oksipital dan parietal yang kontra lateral dengan tangan dominannya. Kadang-

kadang ada gambaran lain dari kelainan obsesif kompulsif misalnya menggigit-

gigit kuku, menghisap ibu jari atau ada depresi atau kecemasan. Dapat disertai

efek efluvium telogen yaitu berupa tumbuhnya kembali rambut yang terlambat

atau rontoknya rambut meningkat sebelum tumbuh kembali.

c. Pseudopelade

Dari kata Pelade yang artinya alopesia areata. Pseudopelade adalah alopesia

sikatrik progresif yang pelan-pelan, umumnya sebagai sindroma klinis sebagai

hasil akhir dari satu dari banyak proses patologis yang berbeda (yang diketahui

maupun yang tidak diketahui), walaupun klinis spesifik jenis tidak beradang

selalu dijumpai misalkan karena likhen planus, lupus eritematus stadium lanjut.

3) Diagnosis banding tinea kapitis yang inflamasi:

a. Pioderma bakteri

Infeksi kulit karena bakteri Staphylococcus aerius atau Streptococcus pyogenes,

misalkan folikulitis, furunkel atau karbunkel.

b. Folliculitis decalvans

Adalah sindroma yang klinis berupa folikulitis kronis sampai sikatrik progresif.

Folikulitis atrofik pada dermatitis seboroik.

4) Diagnosis banding alopesia sikatrik:

a. Diskoid Lupus eritematosus

Diskoid LE di kepala tampak alopesia dan biasanya permanent khas ada

foliculler plugging.

b. Liken planopilaris

Lesi folikular disertai skuama yang kemudian menjadi alopesia sikatrik.

Penegakkan Diagnosis

1) Gejala Klinis

Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila pada anak-anak dan dewasa (lebih

jarang) dengan kulit kepala berskuama, alopesia, limfadenopati servikal posterior

atau limfadenopati aurikuler posterior atau kerion. Juga termasuk pustul atau abses,

Grey patch ringworm, kerion, dissecting cellulitis atau black dot ringworm.

2) Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Lampu Wood

Rambut yang tampak dengan jamur Microsporum canis, Microsporum

audouinii dan Microsporum ferrugineum memberikan fluoresen warna hijau

terang oleh karena adanya bahan pteridin. Jamur lain penyebab tinea kapitis

pada manusia memberikan fluoresen negatif artinya warna tetap ungu yaitu

Microsporum Gypsium dan spesies Trichophyton (kecuali Trichophyton

schoenleinii penyebab tinea favosa memberi fluoresen hijau gelap). Bahan

fluoresen diproduksi oleh jamur yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi.

b. Pemeriksaan sediaan KOH

Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Kasa basah

digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan rambut

atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas selain skuama, KOH

20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya potongan rambut pada

kepala harus termasuk akar rambut, folikel rambut dan skuama kulit. Skuama

kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang menunjukkan elemen jamur adalah

artrokonidia oleh karena rambut-rambut yang lebih panjang mungkin tidak

terinfeksi jamur. Pada pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut

ektotrik yaitu pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut atau

tepat dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi endotrik,

bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan miselium didalam batang

rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis

sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)

pada kelainan kulit lama dan atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang

dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat

tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-

kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.

c. Kultur

Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua steril dan digosokkan

diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi steril dipakai untuk

menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di kepala, atau pangkal

rambut yang dicabut langsung ke media kultur. Spesimen yang didapat

dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic (Sabourraud dextrose agar +

khloramfenikol + sikloheksimid) atau Dermatophyte test medium (DTM). Perlu 7

- 10 hari untuk mulai tumbuh jamurnya. Dengan DTM ada perubahan warna

merah pada hari 2-3 oleh karena ada bahan fenol di medianya, walau belum

tumbuh jamurnya berarti jamur dematofit positif.

Terapi

1. Sistemik

Obat antijamur yang menjadi pilihan pertama dalam mengatasi tinea kapitis secara

sistemik adalah Griseofulvin yang bersifat fungistatik dengan dosis 10-25 mg/kg

BB/hari untuk anak-anak dan 500 mg/hari untuk dewasa. Lama terapi berkisar

antara 8-10 minggu tergantung pada organisme penyebab. Selama terapi, pasien

juga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan berlemak tinggi untuk mempercepat

tingkat absorbsi obat (Gunawan & Nafrialdi, 2007).

Alternatif lain yang dapat digunakan yaitu (Paller & Mancini, 2006) :

a. Terbinafin

Obat ini bersifat fungisida sehigga dapat diberikan dalam waktu yang lebih singkat

yaitu selama 2-4 minggu. Dosis yang digunakan yaitu 62,5 mg/hari untuk pasien

dengan berat < 20 kg, 125 mg/hari untuk pasien dengan berat 20-40 kg dan 250

mg/hari untuk pasien dengan berat > 40 kg.

b. Ketokonazol

Obat ini dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari untuk anak-anak dan

200 mg/hari untuk dewasa. Lama terapi berkisar antara 7-14 hari. Penggunaan

obat ini terutama pada anak-anak dibatasi karena bersifat hepatotoksik.

c. Flukonazol

Obat ini cukup efektif untuk mengatasi tinea kapitis terutama pada anak-anak.

Dosisnya yaitu 3-5 mg/kg BB/hari selama 4 minggu.

Pada kasus cerion celsi, dapat diberikan obat tambahan berupa kortikosteroid yaitu

prednison dengan dosis 3x5 mg/hari atau prednisolon 3x4 mg/hari untuk mengurangi

terjadinya sikatrik, nyeri dan pembengkakan.

2. Topikal

Pengobatan topikal dilakukan dengan pemberian shampoo desinfektan antijamur,

antara lain yaitu (Paller & Mancini, 2006) :

a. Shampoo selenium zulfit 1% - 1,8% dipakai 2-3 kali/ minggu didiamkan 5 menit

baru dibilas.

b. Shampoo ketokonazole 1% - 2% dipakai 2-3 kali/ minggu didiamkan 5 menit baru

dibilas.

c. Shampoo povidon iodine digunakan 2 kali / minggu selama 15 menit.

Komplikasi

Komplikasi dari tinea kapitis yang dapat terjadi di antaranya (Paller & Mancini, 2006) :

1. Alopesia sikatrik permanen, akibat jamur yang bersifat merusak rambut dan struktur

di sekitarnya sehingga terjadi kerusakan rambut yang parah.

2. Infeksi berulang, akibat pengobatan yang tidak adekuat.

Prognosis

Jika pengobatan telah lengkap dan penyembuhan telah tercapai, prognosis umumnya

baik.

Daftar Pustaka

1. Aktas, E., Karakuzu A., Yigit N. 2009. Etiological agents of tinea capitis in

Erzurum,Turkey. J Medical Mycology; 19: 248–52.

2. Djuanda A., Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi V.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Gunawan G.S., Nafrialdi S.R. 2007. Farmakologi dan terapi. Departemen

Farmakologi dan Terapeutik FKUI : Jakarta.

4. Paller A.S., Mancini A.J. 2006. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 3rd ed.

Elsivier Saunders: Philadelphia.

5. Zara, I., Hawilo A, Aounallah A, Trojjet S, El Euch D, Mokni M, Osman AB. 2013.

Inflammatory tinea capitis: a 12-year study and a review of the literature. Mycoses;

56: 110–6.