BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

16
57 BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB Dr. Hanik Mahliatussikah, M.Hum. Universitas Negeri Malang Abstrak: bahasa merupakan ketrampilan. Untuk menguasai bahasa tertentu, seseorang dituntut untuk banyak berlatih menggunakan bahasa tersebut, baik secara reseptif maupun produktif. Pembelajaran bahasa bagi penutur asing memerlukan metode tertentu untuk memudahkan belajar. Aktivitas pembelajaran yang banyak melibatkan panca indra atau anggota tubuh dipercaya mampu memberikan pemerolehan bahasa lebih maksimal dibanding hanya mendengarkan atau hanya melihat semata. Semakin banyak indra yang terlibat, maka semakin banyak pula ingatan siswa terhadap bahasa yang dipelajari. Di antara metode yang banyak melibatkan aktivitas indra adalah metode bermain, bernyanyi, dan bercerita. Ketiga metode inilah yang dianjurkan penerapannya dalam pembelajaran bahasa Arab, baik pembelajaran unsur-unsur bahasa maupun pembelajaran ketrampilan berbahasa. Dengan ketiga metode ini, diharapkan siswa akan memperoleh bahasa secara alamiah atau semi alamiah. Kata Kunci: bermain, bernyanyi, bercerita, Pendahuluan Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara cepat, baik aspek fisik maupun aspek psikologis. Pertumbuhan menurut Kartono (1995) dalam bukunya psikologi anak adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam peredaran waktu tertentu. Sedangkan perkembangan diartikan sebagai perubahan- perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor-faktor lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan. Perkembangan anak bergantung pada beberapa faktor, yaitu (1) keturunan, (2) lingkungan yang menguntungkan atau yang merugikan, (3) Kematangan fungsi-fungsi organis dan psikis, dan (4) Aktivitas anak sebagai subjek bebas yang berkemauan, memiliki kemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui, memiliki emosi, dan berusaha membangun diri sendiri. Menyikapi faktor penentu perkembangan anak di atas, maka setidaknya ada tujuh aspek perkembangan anak yang harus dibina, yaitu perkembangan (1) gerakan motorik kasar, (2) motorik halus, (3) komunikasi yang pasif, (4) komunikasi aktif, (5) kecerdasan, yang meliputi daya ingat dan daya tangkap, (6) kemampuan menolong diri sendiri, dan (7) tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku yang mencerminkan kemampuan hidup berdampingan dengan orang lain. Ketujuh aspek ini perlu mendapatkan perhatian dari orangtua dan guru agak anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam rangka memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, metode pembelajaran untuk anak pun di arahkan pada faktor-faktor yang bisa meningkatkan perkembangan anak, baik perkembangan motorik, komunikasi, kecerdasan, maupun perkembangan kemampuan individu dan sosial. metode pembelajaran yang dimaksud adalah Bermain, Cerita, dan Menyanyi (BCM). Ketiga metode tersebut terbukti dapat secara efektif digunakan dalam pembelajaran bahasa. Hal ini karena bermain, cerita dan menyanyi dapat menimbulkan kesenangan. Siswa akan melakukannya dengan perasaan senang tanpa paksaan dan

Transcript of BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

Page 1: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

57

BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM PEMBELAJARAN

BAHASA ARAB

Dr. Hanik Mahliatussikah, M.Hum.

Universitas Negeri Malang

Abstrak: bahasa merupakan ketrampilan. Untuk menguasai bahasa tertentu,

seseorang dituntut untuk banyak berlatih menggunakan bahasa tersebut, baik secara

reseptif maupun produktif. Pembelajaran bahasa bagi penutur asing memerlukan

metode tertentu untuk memudahkan belajar. Aktivitas pembelajaran yang banyak

melibatkan panca indra atau anggota tubuh dipercaya mampu memberikan

pemerolehan bahasa lebih maksimal dibanding hanya mendengarkan atau hanya

melihat semata. Semakin banyak indra yang terlibat, maka semakin banyak pula

ingatan siswa terhadap bahasa yang dipelajari. Di antara metode yang banyak

melibatkan aktivitas indra adalah metode bermain, bernyanyi, dan bercerita. Ketiga

metode inilah yang dianjurkan penerapannya dalam pembelajaran bahasa Arab, baik

pembelajaran unsur-unsur bahasa maupun pembelajaran ketrampilan berbahasa.

Dengan ketiga metode ini, diharapkan siswa akan memperoleh bahasa secara

alamiah atau semi alamiah.

Kata Kunci: bermain, bernyanyi, bercerita,

Pendahuluan

Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara cepat, baik aspek fisik

maupun aspek psikologis. Pertumbuhan menurut Kartono (1995) dalam bukunya

psikologi anak adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan

fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam

peredaran waktu tertentu. Sedangkan perkembangan diartikan sebagai perubahan-

perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan

fisik pada anak, ditunjang oleh faktor-faktor lingkungan dan proses belajar dalam

peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan.

Perkembangan anak bergantung pada beberapa faktor, yaitu (1) keturunan, (2)

lingkungan yang menguntungkan atau yang merugikan, (3) Kematangan fungsi-fungsi

organis dan psikis, dan (4) Aktivitas anak sebagai subjek bebas yang berkemauan,

memiliki kemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui, memiliki emosi, dan

berusaha membangun diri sendiri.

Menyikapi faktor penentu perkembangan anak di atas, maka setidaknya ada tujuh

aspek perkembangan anak yang harus dibina, yaitu perkembangan (1) gerakan motorik

kasar, (2) motorik halus, (3) komunikasi yang pasif, (4) komunikasi aktif, (5)

kecerdasan, yang meliputi daya ingat dan daya tangkap, (6) kemampuan menolong diri

sendiri, dan (7) tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku yang mencerminkan kemampuan

hidup berdampingan dengan orang lain. Ketujuh aspek ini perlu mendapatkan

perhatian dari orangtua dan guru agak anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Dalam rangka memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut,

metode pembelajaran untuk anak pun di arahkan pada faktor-faktor yang bisa

meningkatkan perkembangan anak, baik perkembangan motorik, komunikasi,

kecerdasan, maupun perkembangan kemampuan individu dan sosial. metode

pembelajaran yang dimaksud adalah Bermain, Cerita, dan Menyanyi (BCM).

Ketiga metode tersebut terbukti dapat secara efektif digunakan dalam

pembelajaran bahasa. Hal ini karena bermain, cerita dan menyanyi dapat menimbulkan

kesenangan. Siswa akan melakukannya dengan perasaan senang tanpa paksaan dan

Page 2: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

58

tekanan. Ilmu yang diberikan melalui metode ini akan masuk ke benak mereka karena

ilmu diajarkan sesuai dengan dunia mereka. Kebutuhan peserta didik terhadap aktivitas

bermain, bernyanyi dan bercerita ini seperti kebutuhan manusia pada refresing setelah

capek bekerja (Al-Fauzan, 2002: 29, 42).

Permainan: pengertian, manfaat, dan langkah-langkahnya

Sudono (2000) memberikan batasan mengenai bermain sebagai suatu kegiatan

yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan

maupun mengembangkan imajinasi pada anak. Tanda dari kegiatan bermain itu adalah

tertawa. Rasa senang biasanya ditandai dengan tertawa. Menurut Sully (dalam

Tedjasaputra, 2001), suatu kegiatan dikatakan bermain jika tujuan kegiatan tersebut

untuk mendapatkan kesenangan semata. Jika permainan tersebut diarahkan untuk

mendapatkan prestasi sebagaimana bermain bola yang dipertandingkan, maka tergolong

bekerja. Kegiatan bekerja lebih mementingkan hasil akhir. Adapun permainan lebih

mengutamakan proses. Namun demikian, kedua hal ini sulit dibedakan karena dalam

permainanpun kadang diarahkan untuk mendapatkan prestasi tertentu.

Berdasarkan penelitian, ditemukan beberapa ciri kegiatan bermain, yaitu (1)

dilakukan dengan motivasi intrinsik, (2) anak yang terlibat dalam bermain diliputi

emosi-emosi positif dan memiliki nilai bagi anak, (3) lebih mementingkan proses

daripada hasil akhir, (4) anak bebas memilih, dan (5) terdapat kualitas pura-pura

(Tedjasaputra, 2001). Dengan demikian, bermain adalah kegiatan yang berlangsung

dengan menyenangkan karena dilakukan dengan motivasi sendiri tanpa paksaan

sehingga muncul imajinasi-imajinasi baru sebagai dunianya.

Bermain sambil belajar merupakan aktivitas penting dalam pembelajaran untuk

anak. Dikatakan penting karena pembelajaran dengan metode bermain sesuai dengan

minat dan tahap perkembangan anak. Permainan adalah satu kegiatan yang tidak bisa

terlepas dari kehidupan anak-anak. Segala aktivitas yang ditujukan untuk anak selalu

dibarengi dengan permainan, baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan

keluarga.

Bagi anak, bermain adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Dengan

bermain anak akan belajar dengan senang, tanpa terpaksa, dan tanpa merasa bahwa ia

sebenarnya telah belajar. Pemerolehan pengetahuan seperti inilah yang akan lebih

melekat pada diri anak-anak dibanding dengan pembelajaran yang tanpa permainan.

Metode permainan ini diakui para ahli memiliki peran penting dalam membantu

pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendapat ini juga disepakati oleh badan asosiasi

pendidikan untuk anak-anak. Melalui permainan akan berkembang kognisi, emosi, dan

fisiknya. Bermain memiliki manfaat bagi perkembangan anak, baik aspek fisik,

motorik, sosial, emosi, kognisi, ketajaman pengindraan, dan pengembangan ketrampilan

olah raga dan menari (Mahliatussikah, 2003).

Belajar dengan bermain akan memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk

memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan

dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung

jumlahnya. Dengan bermain, anak tidak merasa dipaksa atau terpaksa. Melalui bermain,

anak dapat memetik berbagai manfaat bagi perkembangan aspek fisik-motorik,

kecerdasan dan sosial emosional (Tedjasaputra, 2001). Permainan bahasa merupakan

aktivitas yang membuat siswa saling membantu dan saling berkompetisi untuk

mencapai tujuan pembelajaran (Abdul Aziz, 1404H: 13). Permainan merupakan

kegiatan bebas terbimbing yang melibatkan aktivitas fisik, baik dilakukan secara

Page 3: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

59

individu maupun kelompok, serta banyak melibatkan kemampuan fisik, pikiran,

gerakan badan dan terasa ringan untuk dilakukan karena adanya dorongan internal serta

tidak merasa kecapekan (Syawahin, 2008: 1). Dengan bermain itu, siswa akan berlatih

menggunakan bahasa yang sedang dipelajari dalam berbagai situasi alamiah atau semi

alamiah (Abdul Aziz, 1401H:11)

Hughes (dalam Sudono, 2000), menegaskan bahwa bermain merupakan

pengalaman belajar yang berharga bagi anak karena dapat meningkatkan daya

kreativitas dan citra diri anak yang positif. Unsur-unsur yang merupakan daya

kreativitas adalah kelancaran, fleksibilitas, pilihan, orisinil, elaborasi dengan latihan

menjawab, luwes dalam menerima beragam beragam jawaban, mampu memilih

beragam jawaban yang paling tepat dan tidak menyontek. Permainan juga menimbulkan

motivasi untuk bekerja dengan baik sehingga akan terjadinproses belajar sampai

menghasilkan produk. Proses ini menurut munandar disebut 4P (pribadi, pendorong,

proses, dan produk).

Anak akan merasa gembira dan semakin percaya diri jika dalam sebuah

permainannya dapat menemukan penyelesaian yang tuntas. Unsur mampu menemukan

sendiri ini merupakan aspek penting bagi anak. Rasa percaya diri bahwa “aku bisa”

dapat membentuk citra yang positif. Permainan yang menyenangkan juga akan

meningkatkan aktivitas sel otak mereka. Keaktifan sel otak akan membantu

memperlancar proses pembelajaran anak. Pengalaman-pengalaman dalam permainan

merupakan dasar dari berbagai tingkat perkembangan dan dapat membantu

meningkatkan kemampuan anak.

Pada usia kanak-kanak, fungsi bermain mempunyai pengaruh besar sekali bagi

perkembangannya. Jika pada orang dewasa sebagian besar dari perbuatannya diarahkan

pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan KERJA, maka kegiatan

anak sebagian besar berbentuk aktivitas BERMAIN. Ada beberapa teori yang

menjelaskan arti serta nilai permainan, yaitu Teori rekreasi, pemunggahan, atavistis,

biologos, psikologi, dan fenomenologis.

Teori rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Lazarus (Jerman)

menyatakan bahwa permainan itu sebagai kesibukan rekreatif, sebagai lawan dari

KERJA dan keseriusan hidup. Teori pemunggahan yang dikemukakan Herbert Spencer

(Inggris) menyatakan bahwa permainan itu disebabkan oleh mengalir-keluarnya energi,

yaitu tenaga yang belum dipakai dan menumpuk pada diri anak yang menuntut untuk

dimanfaatkan. Teori ini disebut pula sebagai teori “kelebihan tenaga”. Permainan

merupakan katup pengaman bagi energi vital yang berlebih-lebihan. Adapun teori

atavistis yang dikemukakan oleh Stanley Hall (Amerika) dengan pandangannya yang

biogenetis menyatakan bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua

fase kemanusiaan. Permainan itu merupakan penampilan dari semua faktor hereditas

(waris, sifat keturunan), yaitu segala pengalaman jenis manusia sepanjang sejarah akan

diwariskan kepada anak keturunannya.

Teori biologis yang dikemukakan oleh Karl groos (Jerman) menyatakan bahwa

permainan itu mempunyai tugas biologis, yaitu melatih macam-macam fungsi jasmani

dan rokhani. Waktu-waktu bermain merupakan kesempatan baik bagi anak untuk

melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup dan terhadap HIDUP itu sendiri.

Adapun menurut teori teori psikologi dalam, permainan merupakan penampilan

dorongan-dorongan yang tidak disadari pada anak-anak dan orang dewasa. Ada dua

dorongan yang paling penting pada diri manusia, yaitu dorongan berkuasa sebagaimana

pendapat . Adler dan dorongan seksual atau libido sexualis sebagaimana pendapat

Page 4: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

60

Freud. Menurut Adler, permaianan memberikan pemuasan atau kompensasi terhadap

perasaan-perasaan diri-lebih atau superior. Dalam permainan tadi juga bisa disalurkan

perasaan-perasaan yang lemah dan perasaan-peraaan rendah hati atau inferior. Adapun

teori fenomenologis yang dikemukakan Kohnstamm (Belanda) menyatakan bahwa

permainan merupakan satu fenomena/gejala yang nyata, yang mengandung unsur

suasana permaianan. Dorongan bermain merupakan dorongan untuk menghayati

suasana bermain itu. Yakni, permainan tidak khusus bertujuan untuk mencapai prestasi-

prestasi tertentu, akan tetapi anak bermain untuk permainan itu sendiri. Jadi tujuan

permainan ialah permainan itu sendiri. Dalam suasana permainan itu terdapat faktor

kebebasan, harapan, kegembiraan, unsur ikhtiar, dan siasat untuk mengatasi hambatan

serta perlawanan.

Ringkasnya, menurut teori fenomenologis permainan mempunyai arti dan nilai

bagi anak yaitu (1) sarana penting untuk mensosialisasikan anak. Yaitu sarana untuk

menjadikan anak sebagai anggota suatu masyarakat, agar anak bisa mengenal dan

menghargai masyarakat manusia. Dalam suasana permainan itu tumbuhlah rasa

kerukunan yang sangat besar artinya bagi pembentukan sosial sebagai manusia budaya,

(2) dengan permainan dan situasi bermain anak bisa mengukur kemampuan serta

potensi sendiri. (3) dalam situasi bermain anak bisa menampilkan fantasi, bakat-bakat,

dan kecenderungannya. (4) di tengah permainan itu setiap anak menghayati macam-

macam emosi. Dia merasakan kegairahan dan kegembiraan; dan tidak secara khusus

mengharapkan prestasi-prestasi. Dengan demikian, permainan mempunyai nilai yang

sama besarnya dengan nilai seni bagi orang dewasa.

(5) permainan itu menjadi alat-pendidikan, karena permainan bisa memberikan

rasa kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan kepada diri anak. (6) permainan

memberikan kesempatan pra-latihan untuk mengenal aturan-aturan permainan,

mematuhi norma-norma dan larangan, dan bertindak secara jujur sreta loyal. Semua ini

untuk persiapan bagi penghayatan “fair play” dalam pertarungan hidup di kemudian

harinya.(7) dalam bermain anak belajar menggunakan semua fungsi kejiwaan dan

fungsi jasmaniah dengan suasana-hati kesungguhan. Hal ini penting guna memupuk

sikap serius dan bersungguh-sumgguh pada usia dewasa untuk mengatasi setiap

kesulitan hidup yang dihadapi sehari-harinya.

Bentuk permainan bisa kita bagikan dalam 3 kelompok yaitu: permainan

gerakan, memberi bentuk, dan ilusi. Frobel berpendapat, bahwa permainan bisa

memberikan pada anak kesempatan bergiat untuk memuaskan dorongan sibuk dan

melaksanakan/merealisir fantasinya. Frobel mementingkan unsur-unsur fantasi,

kegembiraan dan kebebasan, untuk waktu “sekarang”, di dalam setiap permainan. Maria

montessori paling mengutamakan kegiatan melatih pancaindera dan semua fungsi-

fungsi. Jika frobel lebih menekankan perkembangan anak pada saat sekarang dengan

jalan bergembira, berfantasi dan main dalam kebebasan, maka montessori lebih

menekankan kegiatan melatih fungsi-fungsi untuk persiapan KERJA di masa

mendatang.

Langkah-langkah utama yang bisa diambil setiap pendidik dan orang tua dalam

aktivitas bermain adalah (1) jangan mengganggu anak-anak yang tengah bermain

dengan keasyikannya. Jika terpaksa sekali, usiklah sesedikit mungkin, (2) yang penting

ialah bukannya jenis dan mahalnya alat permainan, akan tetapi berikan kesempatan

bermain yang cukup kepada anak untuk bergembira dan melatih diri, (3) memberikan

ruang bermain yang cukup luas. (4) dengan memberikan kesempatan bermain yang

kreatif, secara tidak langsung kita bisa mencegah dorongan untuk merusak dan berbuat

Page 5: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

61

kriminil, (5) bentuk permainan yang paling ideal, terutama sekali bagi anak-anak yang

masih sangat muda, (6) dengan bertambahnya usia anak hendaknya disamping unsur

suasana permainan yang menyenangkan ditambahkan pula dimensi kerja/kesibukan

yang bermanfaat.

Bermain merupakan alat pelepas emosi, dapat mengembangkan rasa percaya diri

dan kemampuan sosial. Pelaksanaan permainan dapat dilakukan dengan bentuk

bermain bebas tanpa ikatan dan peraturan dan dapat juga dilakukan dengan terpimpin,

yaitu terikat pada peraturan tertentu yang sdh ditetapkan. Permainan ini dapat dilakukan

di dalam kelas (in door) dan di luar kelas (out door). Permainan ada yang bersifat

permainan kecerdasan, seperti puzzle dan adapula yang bersifat rekreatif seperti tepuk

tangan atau hentak kaki (Depag, 2000).

Penerapan Permainan dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Dalam pembelajaran bahasa Arab, permainan dapat diterapkan dalam

pembelajaran unsur-unsur bahasa serta dalam pembelajaran ketrampilan berbahasa.

Dalam pembelajaran mufradat misalnya, siswa dituntut untuk bisa melafalkan huruf

dengan benar dan fasih serta memahami artinya dan mengetahui derivasinya serta

penggunaannya dalam kalimat.

Contoh permainan yang mendukung kemampuan ini adalah (1) drama gerak,

yaitu siswa mempraktekkan gerakan sesuai arti kosa kata, misalnya berdiri, duduk,

menulis, menyetrika dan lain-lain, (2) menggunakan gambar atau lukisan sesuai dengan

kosa kata ayang dipelajari, (3) tangga makna, digunakan untuk belajar nama-nama hari,

bulan, berhitung dan lain-lain yang menunjukkan bilangan atau jenjang, (4) kebalikan

dan kesamaan (Dzul Hannan, 2012: 2-6).

Dalam pembelajaran ketrampilan berbahasa, metode bermain juga dapat

diterapkan. Pembelajaran istima` misalnya bertujuan agar siswa mampu menirukan

secara langsung, mampu menghafal apa yang telah didengar kemudian mampu

meringkas ide-ide pokok serta pendalaman dan pemahaman Abdul Majid Al-Arabi,

1981:69-74). Berkaitan dengan tujuan tersebut maka permainan yang cocok adalah (1)

bisik berantai, yaitu siswa baris ke belakang dangan jarak satu meter. Kemudian

guru/dosen mengumpulkan ketua regu untuk diberi kalimat atau cerita. Masing-masing

regu membisikkan teks tersebut ke teman pada baris berikutnya dan teman tersebut

akhirnya membisikkan ke teman yang ada di belakangnya dan begitu seterusnya sampai

terakhir. Siswa yang paling akhir kemudian menuliskan hasil pendengarannya dan di

bacakan di depan kelas. Kemudian teks yang pertama kali diperdengarkan oleh ketua

regu juga dibacakan, sehingga akan diketahui apakan apa yang dibaca oleh siswa

pertama dan siswa terakhir tersebut memiliki kesamaaan.

(2) perintah bersyarat, yaitu pemain melakukan sesuatu seperti yang ada dalam

perintah yang dikuti oleh pasword tertentu yangharus dikatakan oleh pemain sebelum

melaksanakan perintah. (3) siapa yang berbicara, yaitu seorang guru menyampaikan

dialog, kemudian siswa diminta menjawab pertanyaan man al-mutahaddits. (4)

bagaimana aku pergi. Guru meminta siswa untuk menunjuk jalan yang akan menuju

pada suatu tempat tertentu dan kemudian ditanya, bagaimana pergi ke sana (kaifa

nadzhab?).

Dalam pembelajaran ketrampilan berbicara, permainan dapat dilakukan sesuai

tujuan ketrampilan ini, yaitu di antaranya untuk (1) penyampaian ucapan selamat dan

tatacara menjawabnya, (2) penyampaian perintah, arahan, petunjuk, (3) pelafalan angka,

bilangan serta penggunaannya secara benar, (4) praktek dialog bersama teman dengan

Page 6: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

62

pelafalan yang benar, (5) menyebutkan ide-ide pokok dan menjelaskan peristiwa yang

berlangsung, serta tema-tama yang sesuai dalam berbagai bidang dengan irama bahasa

Arab yang benar, (6) menjelaskan sesuatu secara lisan dengan dibantu media yang

canggih, (7) menjelaskan kondisi yang berkaitan dengan individu, kelompok, dan

kejadian pada jam-jam tertentu secara lisan sesuai dengan nada dan intonasi yang benar

(Jafim, 2010).

Adapun jenis permainan yang cocok untuk pembelajaran ketrampilan kalam

adalah (1) aina ana. Guru mempraktekkan gerakan tertentu yang merupakan aktivitas,

misalnya minum, naik sepeda, naik mobil, menjawab telp, sms, berjalan, berlari,

memanjat, dan seterusnya kemudian guru bertanya: aina ana, man ana, wa madza

a`mal. (2) shunduq al-Asy-yaa`. Guru memasukkan tangannya ke dalam kotak, di dalam

kotak berisi berbagai benda sesuai yang diajarkan dan para siswa yang ditunjuk

menebak apa yang dipegang oleh guru. Guru bertanya: madza fii yadii. (3) maa asy-

syai` guru memperkenalkan berbagai benda yang telah disiapkan di depannya dan

mendeskripsikan benda tersebut, kemudian siswa diminta untuk mendeskripsikan

beberapa benda tersebut sebagaimana yang telah dilakukan oleh guru. (4) madzaa

a`mal. Permainan ini cocok untuk mihnah, dilakukan secara berpasangan, di awali

dengan pertanyaan hal, misalnya hal huwa mumarridhah, hal ta`mal kulla yaum, hal

ta`mal kulla shabah, hal tuhibbul amal dan begitu seterusnya. (5) fikrah bi duuni al

kalam. Metode permainannya sama dengan madza a`mal, tetapi tidak harus mihnah, dan

deskripsinya lebih luas dan kalimatnya lebih banyak, bisa tentang berbagai tema dan

tidak sekedar mihnah. (6) hal taraa bi sur`ah. Guru mengenalkan gambar yang

bertuliskan kosa kata di bawahnya secara cepat kemudian segera menutupnya. Siswa

mendeskripsikan gambar tersebut (Abdul Aziz 1401 H; Wargadinata, 2007). (7) inda

thabibil asnan/ di klinik dokter gigi. Bermain peran sebagai dokter dan pasien yang

kesakitan pada giginya. Bermain peran ini kemudian dapat juga dikembangkan oleh

guru tidak sekedar di dokter gigi saja, tetapi dapat diperluas untuk berbagai situasi lain

sesuai materi yang disampaikan.

Adapun untuk pembelajaran Qiraah, sebagaimana pembelajaran ketrampilan

berbahasa yang lain tetap mengacu pada tujuan pembelajaran yang di antaranya adalah

untuk menciptakan dan memotivasi siswa untuk berani membaca. Permainan bisa

dikaitkan dengan macam-macam membaca, seperti membaca cepat, membaca keras,

dan membaca diam. Permainan juga bisa diarahkan pada tujuan khusus membaca,

misalnya latihan memahami teks yang di baca, pemerolehan ketrampilan membaca,

penemuan ide pokok dari hasil bacaan, pengungkapan kembali hasil bacaan, atau latihan

pelafalan yang fasih dan benar secara gramatika. Permainan yang juga cocok untuk

pembelajaran Qiraah adalah: permainan angka, permainan panjat tangga, dan permainan

domino, permainan dadu, permainan berputar, dan permainan peran kondektur

(Muhammad Amin, 2013: 125-127).

Terdapat pula permainan lainnya yang cocok untuk pembelajaran qiraah, yaitu

(1) cerita pendek (al-Qish-shah al-Qashirah). Guru memberikan teks cerita pendek dan

siswa diminta membacanya. Bagi yang mampu membaca dengan benar, dialah

pemenangnya. (2) antonim (al-kalimah almutadhadah), yaitu guru menunjukan sebuah

kata dan siswa menyebutkan kata yang merupakan kebalikan dari kata tersebut, (3) uji

pengetahuan (ikhtabir ma`lumataka), yaitu guru memberikan pertanyaan atau teka-teki

kata dan siswa diminta menjawabnya. (4) bi ar-ramzi faqad, Guru menunjukkan

gambar atau simbul yang menggambarkan kata-kata atau ide atau kemudian siswa

menjelaskannya. (5) al-kalimah al-gharibah takhruju, yaitu siswa mencari kata-kata

Page 7: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

63

yang sulit yang terdapat dalam daftar kata kemudian mencari maknanya, dengan diawali

mencari posisi kata tersebut dalam kalimat, kemudian mencari dalam kamus atau

melalui pertanyaan ke teman.

Adapun untuk pembelajaran menulis (kitabah) terdapat beberapa permainan

yang dapat diterapkan. Ketrampilan menulis ini bertujuan untuk mentransformasikan

pikiran dan perasaan penulis kepada pembaca. Di antara contoh permainan yang cocok

untuk pembelajaran kitabah adalah mencari huruf yang hilang dan mencari kata yang

hilang kemudian menuliskanya, teka teki silang, menulis sesuai gambar, mengurutkan

kata menjadi kalimat, mengurutkan kalimat menjadi alenia, mewarnai tulisan,

permainan huruf hijaiyah; mengurutkan dan menuliskannya, serta meringkas. Adapun

contoh-contoh permainan dalam pembelajaran bahasa, pembaca dapat membaca buku

1000 Permainan Penyegar Pembelajaran Bahasa Arab (2006).

Metode Cerita dalam pembelajaran

Cerita merupakan suatu metode yang menarik dalam pembelajaran bahasa

khususunya untuk anak. Mempelajari bahasa dengan metode cerita dapat meningkatkan

keterampilan menyimak siswa. Kegiatan pembelajaran metode cerita dapat berupa

membacakan cerita (Reading Stories), bercerita tanpa teks (Story Telling) dan juga

membuat cerita (Creating Stories). Cerita adalah deskripsi dari suatu kejadian atau

peristiwa tentang seseorang atau suatu peristiwa yang dapat disampaikan dengan cara

membacakan teks cerita kepada anak (Reading stories) dan mendongeng atau bercerita

tanpa teks (Story Telling). Tak hanya anak usia sekolah dasar, anak yang lebih tua pun

senang untuk mendengarkan dan menikmati cetita. Keterampilan menyimak dapat

dipadukan dengan keterampilan bercerita, setelah menyimak suatu cerita siswa dapat

diminta untuk menulis, meringkas, atau menceritakan kembali cerita dengan bahasa

mereka sendiri. Dengan demikian metode bercerita mampu meng-cover empat

keterampilan bahasa yaitu menyimak cerita (istima`), membaca cerita (qiraah), setelah

itu siswa didminta menjawab pertanyaan secara tertulis (kitabah) atau menceritakan

kembali secara lisan (kalam).

Cerita merupakan sarana yang efektif untuk pembelajaran bahasa (Abdul Majid

Al-Arabi, 1981: 39 ). Cerita merupakan pengalaman bahasa yang nyata. Seperti halnya

dengan lagu, cerita dapat dikategorikan sebagai cerita yang bertujuan untuk menghibur

atau membuat senang pendengarnya.tetapi juga dapat berdasar tujuan lain, misalnya

memberikan pesan yang dapat dipakai sebagai nasihat atau pelajaran yang baik bagi

orang lain. Cerita seperti ini memiliki unsur pendidikan atau memberi contoh yang baik.

Sarana cerita ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir,

memperbanyak kosa kata dan gaya bahasa, serta membiasakan mereka untuk latihan

mendengar yang baik, mendalami pemahaman materi. Cerita juga merupakan saran

yang bagus untuk mendorong siswa suka membaca dan menelaah (Ibrahim, 2002:372).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan bila kita

menggunakan media cerita sebagai bahan untuk kegiatan pembelajaran, di antaranya:

(1) Apabila cerita dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, guru

hendaknya memilih cerita dengan pengulangan-pengulangan kosakata atau pola

kalimat ang menjadi tujuan pembelajaran.

(2) Cerita untuk anak sebaiknya berorientasi pada hal-hal yang menarik perhatian anak,

misalnya cerita tentang binatang, tentang orang yang disayangi, tentang kegiatan

anak.

Page 8: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

64

(3) Isi cerita mudah dipahami siswa dengan alur cerita tidak terlalau rumit dan cerita

tidak terlalu panjang. Oleh sebab itu, cerita sebaiknya disesuaikan dengan usia dan

tingkat kemampuan berbahasa siswa.

(4) Guru dapat membacakan cerita dengan menggunakan alat bantu ajar berupa

Puppets, Gambar, Kaset Rekaman atau Bigbook.

(5) Cerita sebaiknya dipadukan atau ditindak lanjuti dengan kegiatan lain, seperti teka-

teki silang, kuis, bernyanyi atau bermain peran.

(6) Kata kunci, tokoh dan fokus dalam cerita diperkenalkan terlebih dahulu agar siswa

lebih mudah memahami isi cerita (Suyanto, 2008).

Pada umunya, langkah penyajian cerita sebagai berikut:

(1) Pembukaan, dengan kata-kata “pada suatu hari dzaata yaumin …”

(2) Pengenalan pelaku dalam cerita dengan menyebut nama, memperkenalkan Puppet

atau gambar pelaku.

(3) Menyebut tempat dan waktu kejadian.

(4) Guru melafalkan nama tokoh dan kata-kata kunci lalu siswa diminta melafalkan.

(5) Menyampaikan peristiwa utama bagian demi bagian, bisa diulang-ulang dalam

bentuk pertanyaan pada siswa, hal ini bertujuan untuk mengecek pemahaman siswa.

(6) Memberi kesimpulan pada akhir cerita sebagai penutup.

(7) Penutup dapat dapat berbentuk pertanyaan pada siswa tentang isi cerita atau minta

siswa melanjutkan isi cerita menurut pendapat mereka masing-masing.

Dalam bercerita, guru dapat menggunakan reading stories. Guru bercerita

dengan bantuan buku atau Big books yang dipegang atau diletakkan diatas meja, kursi

atau sebuah alat penyangga khusus. Biasanya, pada saat membaca guru menggunakan

sebuah alat petunjuk (stick) untuk menunjuk kalimat yang sedang dibaca. Guru

membaca sebagian, diulangi lagi, dan bertanya pada siswa untuk mengetahui apakah

paham atau dapat mengikuti alur cerita.

Guru membaca tidak terlalu cepat dan apabila perlu berhenti sebentar, baru

dilanjutkan membaca lagi. Selanjutnya, guru mengajukan pertanyaan untuk mengetahui

pemahaman siswa tentang isi atau alur cerita. Pada saat itu, guru dapat berhenti sebelum

selesai membaca, untuk melihat apakah siswa bisa mengikuti cerita tersebut.

Guru juga dapat bercerita tanpa buku (taqdimul qish-shah). Guru bercerita

dengan alat bantu Puppets atau gambar yang digantung di papan. Guru memanfaatkan

intonasi, gerakan tangan, demonstrasi, dan mimik wajah pada waktu dia bercerita. Pada

saat bercerita, guru dapat secara bebas menambah kata, mengubah atau mengulang

kalimat atau ungkapan yang dianggap penting.

Sebaiknya, peragaan dilakukan berulang-ulang agar siswa lebih mudah

memahami alur cerita. Pengulangan dapat berbenuk pertanyaan atau melanjutkan

kalimat guru yang belum selesai. Kegiatan ini guru tidak membaca teks, tetapi

menyampaikan isi cerita yang sudah dihafalkan sebelumnya. Dalam kegiatan ini, siswa

bisa bisa dilibatkan, misalnya diminta menerka atau meneruskan cerita sesuai dengan

daya kreasi mereka.

Dalam kegiatan bercerita tanpa membaca teks, guru dituntut benar-benar

menguasai alur cerita dan pelaku-pelakunya. Dengan mengguanakan stick puppets

sesuai pelaku cerita, guru dapat berinteraksi dengan anak-anak didiknya, bahkan anak-

anak senang sekali bila mereka ikut terlibat langsung. Bercerita memiliki tujuan, antara

lain untuk melatih keterampilan menyimak dan untuk melatih pemahaman mereka

dalam mengikuti kegiatan istima`.

Page 9: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

65

Guru juga dapat menciptakan cerita. Kegiatan lain yang berkaitan dengan cerita

adalah kegiatan yang dapat dilakukan untuk membuat dongeng atau wacana bersama-

sama dengan siswa. Kegiatan membuat cerita bisa dilakukan secara individual atau

berkelompok. Membuat cerita bertujuan mendorong siswa untuk menulis tanpa merasa

takut berbuat salah, terutama belajar menulis pada tahap awal. Selain itu, juga untuk

menggali potensi siswa tentang pengalaman-pengalaman pribadi dan ide-idenya.

Metode bercerita merupakan salah satu metode yang benyak dipergunakan di

Taman Kanak-kanak. Metode bercerita merupakan salah satu metode pembelajaran

yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak. Cerita yang dibawakan guru

secara lisan harus menarik, dan mengundang perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan

pendidikan bagi anak TK (Moeslichatoen R, 1996). Meskipun cerita ini dinyatakan

banyak digunakan untuk pembelajaran usia kanak-kanak, namun bukan berarti tidak

cocok untuk usia dewasa. Media cerita juga cocok untuk siswan dewasa. Sarana ini

dapat menimbulkan rasa rindu membaca, membuat siswa lebih sadar dan

memperhatikan, serta dapat memperbaiki jiwa dan melembutkan rasa. Cerita juga

merupakan sarana untuk menguatkan hafalan dan ingatan. Ia memberikan pengaruh

terhadap perilaku dan akhlak karena biasanya pembaca akan meniru tokoh-tokoh baik,

tokoh hero, tokoh protagonis yang ada dalam cerita. Cerita dapat digunakan guru untuk

sarana pembelajaran membaca, baik membaca keras maupun membaca diam (

Muhammad Ali dan Al-Ummah, 2011: 399).

Dalam bercerita haruslah memperhatikan hal-hal berikut ini.

1. Isi cerita haruslah terkait dengan dunia kehidupan siswa.

2. Kegiatan mereka diusahakan dapat memberikan perasaan gembir, lucu, dan

mengasikkan sesuai dengan dunia kehidupan anak yang penuh suka cita.

3. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi siswa yang bersifat

unik dan menari, yang menggetarkan perasaan anak, serta dapat memotivasi anak

untuk mengikuti cerita itu sampai tuntas.

Untuk dapat bercerita dengan baik, guru sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1. Menguasai isi cerita secara tuntas

2. Memiliki keterampilan bercerita

3. Berlatih dalam irama dan modulasi suara secara terus-menerus

4. Menggunakan perlengkapan yang menarik perhatian anak

5. Mencptakan situasi emisional sesuai dengan tuntutan cerita

Kemampuan guru bercerita dengan baik harus didukung dengan cerita yang baik

pula. Kriteria pemilihan cerita adalah sebagai berikut.

1. Cerita itu harus menarik dan memikat perhatian guru. Kalau cerita itu menarik dan

memikat perhatian, maka guru akan bersungguh sungguh dalam menceritakan

kepada anak secara mengasikkan.

2. Cerita itu harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya dan bakat anak, supaya

memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan terlibat aktif dalam kegiatan

bercerita.

3. Cerita itu harus sesuai dengan tingkat usia anak dan kemampuan mereka untuk

mencerna isi cerita. Cerita itu harus cukup pendek, dalam rentangan jangkauan

waktu perhatian anak.

Page 10: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

66

Berkaitan dengan penyampaian cerita, terdapat beberapa macam teknik bercerita

yang dapat dipergunakan. Berikut ini akan dibahas teknik-teknik yang bisa digunakan

oleh guru dalam membacakan cerita:

1. Membaca langsung dari buku cerita Bercerita dengan membacakan langsung dari buku cerita dapat dilakukan jika

guru memiliki buku cerita yang sesuai dengan anak, terutama dikaitkan dengan

pesan-pesan yang tersirat di dalam cerita tersebut.

2. Bercerita dengan menggunakan iliustrasi gambar dari buku Teknik bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku ini dapat dipilih

guru jika cerita yang akan disampaikan pada anak terlalu panjang terinci.

Penggunaan ilustrasi gambar dapat menarik perhatian anak, sehingga teknik

bercerita ini akan berfungsi dengan baik.

3. Menceritakan dongeng Mendongeng merupakan suatu cara untuk meneruskan warisan budaya yang

berupa nilai-nilai luhur dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.

4. Bercerita dengan menggunakan papan flanel Teknik bercerita ini dapat dipilih jika guru ingin menekankan urutan cerita serta

karakter tokoh cerita. Untuk keperluan tersebut, guru dapat membuat papan flanel

dengan melapisi seluas papan dengan kain flannel yang berwarna netral.

5. Bercerita dengan menggunakan media boneka Pemilihan bercerita dengan menggunakan boneka akan tergantung pada usia dan

pengalaman anak. Boneka yang digunakan akan mewakili tokoh-tokoh cerita yang

disampaikan.

6. Dramatisasi suatu cerita Teknik bercerita dengan dramatisasi seperti ini adalah bercerita dengan cerita

memainkan perwatakkan tokoh-tokoh dalam suatu cerita yang disukai anak dan

merupakandaya tarik yang bersifat universal (Gordon, Browne, dalam

Moeslichatoen R, 1996). Cerita yang disampaikan adalah cerita yang disukai oleh

anak.

7. Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan Bercerita dengan teknik ini memungkinkan guru berkreasi dengan mengguanakn

jaritangnnya sendiri. Guru dapat menciptakan bermacam-macam cerita dengan

memainkan jari tangan, sesuai dengan kreativitas guru masing-masing.

Penggunaan bercerita sebagai salah satu metode pembelajaran untuk anak.

Terlebih jika dikaji manfaat kegiatan bercerita bagi pencapaian tujuan pendidikan

Taman Kanak-kanak (Moeslichatoen R, 1996), manfaat cerita adalah sebagai

berikut.

1. Kegiatan yang mengasyikan.

2. Guru dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan kejujuran,

keberanian, kesetiaan, keramahan, ketulusan, dan sikap-sikap positif yang lain

dalam kehidupan lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah.

3. Kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan sosal, nilai-niali

moral dan keagamaan.

4. Kegitan bercerita memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan.

5. Memungkinkan anak mengembangkan kemampuan kognitif, efektif, maupun

psikomotorik.

6. Memungkinkan pengembangan dimensi perasaan anak TK.

Page 11: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

67

7. Metode bercerita dipergunakan guru untuk memberikan informasi tentang

kehidupan sosial anak dengan orang-orang yang ada di sekitarnya dengan

bermacam pekerjaan.

8. Membantu anak membangun bermacam peran yang memungkinkan dipilih anak,

dan bermacam layanan jasa yang ingin disumbangkan anak kepada masyarakat.

Secara umum kegiatan bercerita memiliki tujuan agar:

1. Menanmkan pesan-pesan atau nilai-nilai sosial, moral dan agama yang

terkandung dalam sebuah cerita, sehingga mereka dapat menghayatinya dan

menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Guru dapat memberikan informasi tentang lingkungan fsik dan lingkungan

sosial yang perlu diketahui oleh anak. Lingkungan fisik berkaitan dengan segala

sesuatu yang ada disekitar anak selain manusia.

Langkah-langkah yang harus ditempuh guru dalam menerapkankegiatan

bercerita di kelas.

1. Menetapkan tujuan dan tema cerita Tujuan kegiatan bercerita ada dua yaitu: memberikan informasi tentang nilai-

nilai sosial, moral atau keagamaan. Team dipilih berdasarkan pada tujuan yang

telah ditetapkan serta berdasarkan pada kehidupan anak di dalam keluarga,

disekolah, atau di masyarakat.

2. Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih Bentuk-bentuk yng bisa dipilih, misalnya bercerit dengan membaca langsung

dari buku cerita, menggunakan ilustrasi gambar, menggunkan papan flannel,

menceritakan dongeng dan sebagainya.

3. Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita Bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiataan bercerita sangat tergaantung

pada bentuk bercerita yang dipilih guru.

4. Menetapkan rancanga langkah-langkah kegiatan bercerita

Mengomunikasikan tujuan dan tema cerita

Mengatur tempat duduk

Kegiatan pembukaan

Pengembangan cerita

Menatapkan teknik bertutur yang akan digunakan

Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita

Di dalam bercerita, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang

guru, yaitu (1) cerita hendaknya berkaitan dengan materi yang disampaikan, (2) materi

cerita dan cara penceritaan hendaknya disesuaikan dengan usia mereka dan juga tingkat

kematangan akal pikirannya, (3) cerita hendaknya sesuai dengan ide-ide dan pesan yang

akan disampaikan dalam pembelajaran sehingga cerita akan ikut membantu tercapainya

tujuan pembelajaran, (4) cerita hendaknya tidak terlalu banyak, tetapi disesuaikan

dengan kebutuhan materi sehingga lebih fokuz, (5) cerita hendaknya disampaikan

dengan menggunakan bahasa yang mudah dan menarik dan yang mendorong siswa

untuk lebih bersemangat dan memperhatikan, (6) guru hendaknya tidak menggunakan

metode cerita jika hal itu tidak sesuai dengan kondisi, (7) peristiwa yang terdapat dalam

cerita hendaknya disampaikan secara runtut, (8) dalam bercerita hendaknya guru

memaksimalkan dalam menggunakan gaya bermain peran dan menggunakan media

dalam bercerita agar tujuan pembelajaran lebih dapat diwujudkan melalui cerita

(Ammar, 2011).

Page 12: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

68

Dalam pembelajaran ketrampilan berbicara (Kalam), siswa dapat diminta untuk

menceritakan kembali suatu cerita, dan menyebutkan ide pokok cerita dengan

menggunakan bahasa mereka. Adapun dalam pembelajaran ketrampilan menulis, media

cerita ini dapat digunakan pula, yaitu dengan mengacak kalimat atau alenianya

kemudian siswa diminta untuk mengurutkannya. Guru juga dapat menampilkan

sekelompok kalimat yang tidak berkaitan kemudian siswa diminta untuk membuat

cerita berdasarkan bantuan kalimat tersebut. Pembelajaran juga dapat dilakukan dengan

menampilkan kalimat-kalimat yang telah dihilangkan beberapa katanya, kemudian

siswa diminta untuk mengisi kata yang hilang. Guru juga bisa menyampaikan cerita

kepada siswa kemudian mendiskusikan bersama mereka secara lisan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, kemudian meminta mereka untuk

meringkas cerita tersebut. Guru juga dapat menutup pembelajaran dengan cerita dan

siswa diminta untuk menulis cerita tersebut. Cerita itu bisa saja disampaikan hanya

sebagian saja dan siswa diminta untuk menulis sesuai keinginan masing-masing.

Metode menyanyi dalam pembelajaran

Metode menyanyi menurut Lukman Al-Hakim adalah suatu cara dalam

mengajar yang di dalamnya berisikan lagu-lagu yang berkesan dan menyenangkan.

Sedangkan metode menyanyi menurut Poerwadarminta adalah mengeluarkan bunyi

suara belagu dengan perkataan atau tidak melagukan dengan bernyanyi.

Belajar hendaknya dilakukan dengan senang karena kesenangan itu dapat

memotivasi siswa untuk melakukan yang terbaik serta mendorong untuk belajar, bekerja

kelompok, dan berkompetisi untuk melakukan yang terbaik serta dan memperhatikan

untuk lebih produktif (Ahmad Al-Yamani, 2014: 6). Menyanyi merupakan aspek

penting dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dan untuk mengevaluasi

pelafalan serta membantu siswa untuk belajar mendengarkan, menghafal, dan

menghasilkan produk suara (Baroproh, 2010: 95).

Jadi sebuah metode menyanyi adalah bagian yang tak terpisahkan dari dunia

anak-anak. Menyenandungkan lagu, apalagi yang berirama riang, sungguh merupakan

kegiatan yang digandrunginya. Hal ini tidaklah mengherankan, karena lagu pada

dasarnya adalah bentuk dari bahasa nada. Yaitu bentuk harmoni dari tinggi rendahnya

suara. Pada insan-insan belia yang perbendaharaan bahasa masih cukup terbatas ini,

bahasa nada justru lebih mudah mereka fahami.

Ketika anak-anak beranjak lebih besar, mereka akan semakin akrab dengan lagu

atau nyanyian. Asal melodinya tidak terlalu rumit, mereka akan dengan senang hati

menyanyikannya.Mereka minta diajari menyanyi, menghafalkan syairnya, belajar

melafalkan kata-kata yang terdapat pada syair lagu itu, sibuk bergaya ketika menyanyi

dan sebagainya. Semua itu adalah bagian dari dunia keceriaan masa kanak-kanak yang

indah. Sifat-sifat lagu yang baik di antaranya mengandung nilai-nilai islami, bahasanya

indah dan mudah dimengerti, tidak terlalu panjang, iramanya mudah dicerna, syair dan

liriknya bisa melibatkan emosi.

Bernyanyi merupakan kegiatan di mana kita mengeluarkan suara secara

beraturan dan berirama baik diiringi oleh iringan musik ataupun tanpa iringan musik

(Jamalus, 1988 : 46) . Bernyanyi berbeda dengan berbicara bernyanyi memerlukan

teknik-teknik tertentu sedangkan berbicara tanpa perlu menggunakan teknik tertentu.

Bagi anak, kegiatan bernyanyi adalah kegiatan yang menyenangkan bagi mereka, dan

pengalaman bernyanyi ini memberikan kepuasan kepadanya. Bernyanyi juga

merupakan alat bagi anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

Page 13: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

69

Bernyanyi merupakan suatu kegiatan membaca dan membunyikan nada-nada

atau partitur musik dengan suara manusia secara baik dan benar. Untuk menjaga nada

serta suara maka bernyanyi dapat dilakukan dengan bantuan musik pengiring, terutama

bagi anak-anak. Banyak cara-cara serta langkah-langkah teknik dalam bernyanyi

dimana hal tersebut sangat penting dipahami dan alangkah baiknya dapat dikuasai oleh

seorang guru.

Agar dapat bernyanyi dengan baik, hendaknya harus mempelajari dasar-dasar

teknik bernyanyi yang mencakup sikap badan, pernafasan, pembentukan suara,

artikulasi, dan resonansi. Artikulasi suara adalah cara mengucapkan kata-kata sambil

bersuara. Dan meningkatkan artikulasi yang jelas artinya meningkatkan cara

pengucapan kata-kata agar mudah di mengerti. Pengertian serupa juga diterangkan

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa artikulasi adalah bunyi bahasa

yang terjadi karena gerakan alat ucap.

Resonansi adalah ikut bergetarnya sebuah benda lain akibat getaran benda yang

utama. Bila dikaitkan dengan dengan suara manusia, maka suara yang dihasilkan oleh

pita suara akan diperkuat oleh udara yang ada di dalam rongga dan dinding-dinding

resonansi itu sendiri berupa getaran-getaran pada tulang rongga resonansi tersebut.

Yang termasuk suara resonansi adalah rongga tenggorokan, rongga mulut, rongga

hidung, dan rongga dada.

Dalam bernyanyi sebaiknya kita perlu mengetahui hal-hal dalam bernyanyi, di

antaranya adalah pengetahuan tentang nada atau paham dengan nada, memahami tempo

atau ketukan lagu, dan pendengaran yang baik.

Bernyanyi dapat dilakukan sambil duduk atau berdiri. Baik dalam keadaan

berdiri maupun duduk, posisi badan harus tetap tegak dengan memperhatikan posisi

tulang punggung. Pada saat bernyanyi, kepala hendaknya direndahkan sedikit kearah

muka. Dengan demikian urat-urat leher tidak akan menjadi tegang saat bernyanyi. Pada

saat bernyanyi mesti diperhatikan tata gerakan tubuh yang tidak berlebihan. Untuk

menyalurkan berat badan agar seimbang hendaknya kedua belah kaki sedikit agak

direngganggakan satu sama lainnya. Lakukanlah bernyanyi dalam keadaan santai

dengan cara membuang semua beban yang tidak perlu, baik beban yang bersifat jasmani

(lesu, lelah, lapar) maupun beban yang bersifat rohani (takut, tegang).

Menyanyi memiliki manfaat untuk mengoksidasi darah, merangsang aktivitas

otak karena bernyanyi memerlukan pemikiran. Saat bernyanyi udara akan banyak

mengalir ke otak pada bagian neuron yang mengintegrasikan aktivitas fisik, emosional

dan psikologis untuk merasa gembira. Menyanyi juga dapat melepaskan hormon

bahagia. Hormon endorfin yang dikeluarkan saat bernyanyi bermanfaat menciptakan

rasa senang dan kebahagiaan dengan memicu saraf dan fisik. Suara indah tidak hanya

akan menghibur orang lain tetapi menciptakan rasa damai dan kebahagiaan.

Ketika merasa senang akibat bernyanyi, tingkat stres menurun. Endorfin

membantu mengurangi stres dan gelisah. Saat menyanyikan sebuah lagu dengan

perasaan mendalam, tubuh bernapas lebih dalam dan memperlambat denyut jantung

serta mengurangi kecemasan berlebihan. Menyanyi juga dapat membangun

kepercayaan diri. Bernyanyi membangun rasa percaya diri karena ia akan menjadikan

orang menjadi terbuka.

Menyanyi juga dapat meningkatkan memori dan konsentrasi serta meningkatkan

kreativitas. Ia juga mampu menciptakan suara yang bertenaga. Profesi pembicara,

presenter, guru, pendeta atau dalam bisnis terkait penjualan akan mendapatkan

keuntungan dari belajar menyanyi. Suara merupakan instrumen penting. Bernyanyi

Page 14: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

70

menjadikan anak memiliki rasa percaya diri, memegang kendali, lebih hidup secara fisik

dan kreatif. Sehingga secara mental, fisik dan emosional anak akan merasa sangat

senang dan fantastis.

Dengan menyanyi, seorang guru dapat merealisasikan berbagai tujuan, baik

aspek akdemis, sikap, maupun bahasa. Di antara tujuan itu adalah (1) menghilangkan

rasa malu, dengan bernyanyi ia akan berani melafalkan dengan suara keras bersama

teman-temannya maupun dengan sendirian, (2) memperbaiki pelafalan, siswa dapat

melafalkan huruf sesuai dengan makhrajnya dengan jelas ketika bernyanyi, (3)

menimbulkan rasa senang pada diri siswa dan hal itu tampak pada aktivitasnya, (4)

menambah semangat dan menguatkan mentalnya, (5) pemerolehan siswa terhadap

prilaku yang cerdas dan sifat-sifat yang mulia, dan (6) pemerolehan siswa terhadap

pengetahuan dan pemahaman dengan penggambaran yang menyenangkan (Qosim,

2013).

Muhaiban (249) juga mempertegas dari pernyataan tersebut bahwa tujuan

pemanfaatan lagu dalam pembelajaran bahasa Arab, khususnya untuk anak-anak, di

antaranya adalah (1) untuk mengembangankan kepekaan anak terhadap berbagai suara,

intonasi, irama dalam bahasa Arab, (2) melatih siswa untuk pelafalan yang benar

terhadap ungkapan-ungkapan bahasa Arab sederhana dan praktek kosa kata bahasa

Arab, dan (3) memperkenalkan anak terhadap huruf hijaiyah, kosa kata dan kalimat

sederhana bahasa Arab dan kemudian menghafalkannya,

Bernyanyi merupakan salah satu unsur menciptakan situasi yang riang dan

membahagiakan. Anak -anak akan spontan menyanyi apabila anak sedang dalam

keadaan senang maupun sedih. Nyanyian dengan notasi atau nada yang sederhana

dan kata -kata yang mudah dihafal, sangat digemari oleh anak-anak. Pembelajaran

akan lebih efektif jika menggunakan media menyanyi. Terlebih lagi bila digunakan

dalam pembelajaran bahasa Arab yang sangat memerlukan daya in

gat yang tajam. Karena dalam metode ini tidak bersifat memerintah atau melarang.

Penyampaiannya pun dengan suasana riang dan mudah diingat (Theo Riyanto & Martin

Handoko, 2005: 8).

Pada saat melakukan proses pembelajaran yang menggunakan metode menyanyi

sangat jelas sekali antusias peserta didik. Diketahui pada saat menyanyi anak akan

secara reflek melakukan tepuk tangan yang mana mereka secara tidak langsung juga

ikut terlebat dalam proses belajar mengajar. Dalam melakukannya pun mereka

diselinggi dengan tawa lepas sehingga tidak ada kejenuhan sama sekali (Nusa Putra &

Ninin Dwilestari,2012: 138).

Berbeda halnya bila hanya menghafal dengan cara klasik pasti akan ada

kejenuhan karena tidak ada selingan yang membangkitkan semangat belajar mereka.

Hal ini juga berpengaruh sama seandainya diterapkan pada pembelajaran bahasa Arab

yang menuntut siswanya untuk menghafalkan kosakata bahasa Arab

Pendapat di atas dikuatkan lagi oleh Sheppard (2007:20), yang

menyatakan ketika seorang anak sedang menyanyi maka akan terjadi suatu proses

yang menyenangkan dan akan ada dorongan pada diri anak untuk mempelajari

lebih dalam lagi. Seorang guru harus cermat dalam memilih lagu agar anak tertarik

dengan lagu yang dibawakan sehingga anak akan dengan senang hati me

milih untuk mempelajarinya dan bukan berdasarkan pada tuntutan belaka. Dengan

begitu secara otomatis anak akan terpicu untuk lebih mempelajari materi yang telah

diberikan dan juga menghasilkan perasaan yang gembira ketika mempelajarinya.

Page 15: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

71

Penutup

Metode bermain, cerita, dan menyanyi merupakan metode yang efektif untuk

menjadikan anak belajar tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk belajar.

Pemerolehan pengetahuan dengan cara ini akan lebih lama berada dalam memori siswa

dibanding dengan pembelajaran yang tidak menggunakan metode BCM. Pembelajaran

dengan metode ini terbukti efektif untuk memperoleh bahasa karena metode ini

berkaitan dengan aktivitas bicara dan bekerja atau melakukan sesuatu. Semakin banyak

indra yang terlibat maka semakin kuat pula ingatan siswa terhadap suatu pelajaran.

Manusia akan mengingat sampai 90 % terhadap apa yang ia katakan dan ia lakukan.

Oleh karena itu, metode ini selalu dicobaterapkan dalam berbagai lembaga sekolah

dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik dan mental anak dalam rangka mewujudkan

generasi Indonesia yang cerdas dan berkualitas lahir dan batin.

DAFTAR RUJUKAN

Ammar, Haris. 2011. Thariqah Al-Qish-shah wa istikhdamuha fi at-tadris ma`a dars

tathbiqi li kaifiyati istikhdami thariqah al-qish-shah fi at-tadris, via

http://kenanaonline.com .users/HaresAmmar/posts/260786 Abdul Aziz, Nashif Musthafa. 1401H. Al-Al`ab al-Lughawiyyah fi Ta`limi Al-Lughah

Al-Ajnabiyyah. Taqdim wa murajaah.

Abdul Majid Al-Arabi, Shalah. 1981. Ta`allumu al-lughah Al-Hayyat wa Ta`limuha.

Beirut: Maktabah Lubnan.

Ahmad Al-Yamani, Lumya binti Naji Ahmad Al-Yamaniy. 2014. At-Ta`allum bil

marach. Ad-Dimam: Maktabah al-Malik Fahd Al-Wathaniyyah.

Al-Fauzan, Abdur Rahman bin Ibrahim,dkk. 2002. Al-Arabiyyah baina Yadaika. Jilid 2.

Al-Mamlakah Al Arabiyyah as-Suudiyyah.

Asrori, Imam. 2006.1000 Permainan Penyegar Pembelajaran Bahasa Arab. Malang:

CV. Bintang Sejahtera.

Baroroh, Umi. 2010. Ta`lim al-Lughah Al-Arabiyyah lil mubtadiin. Maqalah

muqaddamah fi al mu`tamar ad-duali bi Jamiah Al-Azhar Indonesia.

Depag. 2000. Petunjuk teknis proses belajar mengajar di RA Bidang pengembangan

jasmani dan kesehatan. Jakarta: depag RI.

Dzul Hannan. 2012. Anashir Al-Lughah Al-Arabiyyah wa asalibu Tadrisiha. Makalah.

Lampung: Universitas Raden Intan.

Finocchiaro, Mary. 1964. Teaching Children Foreign Language.US: McGraw-Hill

Ibrohim, Abdul Alim. 2002. Al-Muwajjah Al-Fanniy limudarrisi Al-Lughah Al-

Arabiyyah. Al-Qahirah: Darul Maarif.

Jafim (anggota jurusan Tarbiyah Islamiyah dan Akhlaq). 2010. Maharatul Kalam wa

thuruqu tadrisiha. Via inovasijapim2010.blogspot. com/2010/04/blog-

post_8852.html

Jamalus, 1988. Pengajaran musik melalui pengalaman musik. Jakarta: Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi.

Kartono. 1995. Psikologi Anak (psikologi Perkembangan). Bnadung: CV Mandar Maju.

Mahliatussikah, Hanik. 2003. Bahasa Arab untuk anak, Diktat perkuliahan. Malang:

Universitas Negeri Malang

Margadinata, Wildana. 2007. Al-Wasail At-Ta`limiyyah fi ta`limi al-Lughah Al-

Arabiyyah (Al-Al`ab Al-Lughawiyyah). Diklat pengajaran bahasa Arab di UIN

Malang.

Page 16: BERMAIN, CERITA, DAN MENYANYI (BCM) DALAM …

72

Moeslichatoen. 1996. Metode pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Rineka

Cipta.

Muhaiban.2015. Al-Anashid fi ta`lim al-Lughah Al-Arabiyyah li al-Athfal nachwa al-

Arabiyyah Al-Musalliyah. Makalah disampaikan salam seminar internasional

Bahasa Arab di UIN Malang pada tanggal 27-29 Agustus 2015.

Muhammad Ali, Nur jannah wa shufi Man al-Ummah. 2011. Tadris al-Qish-shah wa

ahammiyatuha limumarasati al-Lughah Al-Arabiyyah. Makalah disampaikan

pada seminar internasional bahasa Arab di UIN Malang.

Muhammad Amin, Iman Zaki. 2013. Maharat al-qiraah wa al-kitabah li thifli ar-

Raudhah. Riyadh: Maktabah Al-Malik Fahd Al-Wathaniyyah atsna an nashr.

Nusa Putra & Ninin Dwilestari. 2012. Penelitian Kualitatif PAUD Anak Usia Dini.

Jakarta: PT Grafido Persada.

Qasim, Amjad. 2013. Ahammiyatu al Anasyid fi al-amaliyyah at ta`limiyyah wa ahdaf

tadrisiha. Jordan: At-Tarbiyyah Ats-Tsaqafah, asy-syu`un ath-thalabiyyah.

Via al3loom.com

Sheppard, Philip. 2007. Music makes your Child Smarter: Peran Musik Dalam

Perkembangan Anak. Jakarta: PT Gramedia pustaka utama.

Sudono, Anggani.2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta: Grasindo.

Suyanto, Kasihani K.E. 2008. English For Young Learners. Jakarta: Bumi Aksara.

Syawahin, Khoir. 2008. Al-ab Tarbawiyah. Jordan: Jidar lil kitab al-alamiy wa alamul

kutub al hadits.

Tedjasaputra. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT Grasindo.

Theo Riyanto & Martin Handoko. 2005. Pendidikan Pada Usia Dini. Jakarta: PT

Grasindo.