BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012,...

21
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.352, 2012 KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Tata Cara. Penanganan. Kasus. Pelanggaran Disiplin. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu menetapkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter Dan Dokter Gigi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); www.djpp.depkumham.go.id

Transcript of BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012,...

Page 1: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No.352, 2012 KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Tata Cara. Penanganan. Kasus. Pelanggaran Disiplin.

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011

TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN

PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu menetapkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter Dan Dokter Gigi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

www.djpp.depkumham.go.id

Page 2: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 2

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Pengadu adalah setiap orang atau korporasi (badan) yang:

a. mengetahui (menyaksikan dan/atau memiliki kewenangan dengan alat bukti) adanya dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran; dan/atau

b. kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran.

2. Kuasa pengadu adalah orang yang mewakili pengadu berdasarkan surat kuasa untuk proses penegakan disiplin di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat Provinsi.

3. Teradu adalah dokter atau dokter gigi yang memiliki Surat Tanda Registrasi yang diadukan karena diduga melakukan pelanggaran disiplin dalam menjalankan praktik kedokteran di Indonesia.

4. Pendamping teradu adalah orang yang mendampingi teradu berdasarkan kuasa untuk proses persidangan disiplin di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat Propinsi.

5. Peristiwa yang diadukan adalah perbuatan atau tindakan dokter atau dokter gigi yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.

6. Pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi adalah pelanggaran aturan-aturan dan/atau ketentuan-ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi .

7. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.

8. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran dan kedokteran

www.djpp.depkumham.go.id

Page 3: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 3

gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

9. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi, yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter / dokter gigi yang telah diregistrasi.

10. Surat izin praktik, yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.

11. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

12. Konsil Kedokteran Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKI adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.

13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat pemerintahan daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

14. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, yang selanjutnya disingkat MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapkan sanksi.

15. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi, yang selanjutnya disebut MKDKI-P adalah lembaga di wilayah provinsi tertentu yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapkan sanksi.

16. Majelis Pemeriksa Disiplin, yang selanjutnya disingkat MPD adalah majelis pada MKDKI / MKDKI-P yang berwenang untuk memeriksa dan memutuskan kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi.

17. Sekretariat KKI adalah satuan kerja di lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan yang berfungsi membantu pelaksanaan tugas dan wewenang KKI, MKDKI, dan MKDKI-P.

18. Petugas khusus adalah staf yang berstatus pegawai negeri sipil dan/atau calon pegawai negeri sipil di lingkungan Sekretariat KKI dan diangkat berdasarkan Keputusan Ketua MKDKI / MKDKI-P untuk melakukan penerimaan pengaduan, klarifikasi, investigasi, dan panitera persidangan.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 4: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 4

19. Tenaga penyelia medis adalah tenaga medis yang diangkat berdasarkan Keputusan Ketua MKDKI / MKDKI-P untuk mendampingi petugas khusus dalam pelaksanaan tugasnya.

20. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.

21. Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia yang selanjutnya disingkat kolegium adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.

22. Perkonsil adalah singkatan dari Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 2

Penegakan disiplin dokter dan dokter gigi bertujuan untuk: a. melindungi masyarakat dari tindakan yang dilakukan dokter dan

dokter gigi yang tidak profesional; b. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan

dokter gigi; dan

c. menjaga kehormatan profesi kedokteran dan kedokteran gigi. BAB II

PENGADUAN Bagian Kesatu

Syarat Pengaduan

Pasal 3 Pengaduan harus memenuhi persyaratan:

a. orang atau badan yang mengadukan, dokter atau dokter gigi yang diadukan, dan peristiwa yang diadukan harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, angka 2, angka 3, angka 5, angka 6, angka 7, dan angka 8.

b. peristiwa yang diadukan terjadi setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada tanggal 6 Oktober 2004;

c. peristiwa yang diadukan tidak dimaksudkan untuk penyelesaian atas tuntutan ganti rugi;

d. keterangan atau informasi dalam pengaduan harus memuat:

1) identitas pengadu, meliputi: a) nama lengkap;

www.djpp.depkumham.go.id

Page 5: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 5

b) alamat lengkap; c) nomor kontak (telepon, faksimili, atau imel (email) ) yang

dapat dihubungi (jika ada); dan d) kedudukan (hubungan dengan pasien);

2) identitas pasien, meliputi:

a) nama lengkap; b) tanggal lahir (usia);

c) alamat lengkap; dan d) jenis kelamin;

3) nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi yang diadukan, meliputi: a) nama dokter atau dokter gigi yang diadukan;

b) STR dan/atau SIP dokter atau dokter gigi yang diadukan (jika mengetahui); dan

c) alamat lengkap tempat praktik dokter atau dokter gigi yang diadukan;

4) waktu tindakan dilakukan;

5) alasan pengaduan (kronologis peristiwa yang diadukan); 6) nama saksi-saksi dan keterlibatannya (jika ada);

e. pengaduan dilakukan secara tertulis dan bila tidak mampu mengadukan secara tertulis dapat mengadukan secara lisan yang dilakukan di kantor MKDKI / MKDKI-P; dan

f. belum pernah diadukan dan/atau diperiksa oleh Dinas Kesehatan Provinsi bagi peristiwa yang diadukan yang terjadi pada masa peralihan sebelum terbentuknya MKDKI dan setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada tanggal 6 Oktober 2004.

Pasal 4

(1) Untuk data pendukung pengaduan, pengadu atau kuasa pengadu memberikan: a. alat bukti yang dimiliki; dan

b. pernyataan tentang kebenaran pengaduan bagi pengaduan yang disampaikan oleh selain dari Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, organisasi profesi, dan KKI.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 6: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 6

(2) Pemberian data pendukung pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah pengaduan terdaftar di MKDKI / MKDKI-P.

Pasal 5

Pengaduan disampaikan kepada Ketua MKDKI / MKDKI-P.

Pasal 6 Untuk memudahkan pengadu dalam menyampaikan pengaduan kepada Ketua MKDKI / MKDKI-P, format pengaduan disediakan oleh MKDKI / MKDKI-P.

Pasal 7

Dalam hal pengaduan dilakukan secara lisan karena pengadu atau kuasa pengadu tidak mampu membuat pengaduan secara tertulis, petugas khusus membantu pembuatan pengaduan secara tertulis dan meminta tanda tangan atau cap jempol pengadu atau kuasa pengadu.

Pasal 8 (1) Jika diperlukan kehadiran pengadu dalam hal pengaduan yang

disampaikan oleh kuasa pengadu, petugas khusus dapat meminta pengadu datang secara langsung ke kantor MKDKI / MKDKI-P.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan seizin Pimpinan MKDKI / MKDKI-P.

Pasal 9

Dalam hal pengaduan telah terdaftar di MKDKI / MKDKI-P, pasien atau keluarganya dianggap telah memberikan persetujuan kepada MKDKI / MKDKI-P untuk membuka rahasia medis pasien pada proses penegakan disiplin dokter dan dokter gigi.

Pasal 10

Jika peristiwa yang diadukan telah disidangkan dan diputuskan oleh MPD serta telah ditetapkan sebagai Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang bersifat final dan berkekuatan tetap, maka peristiwa yang diadukan tersebut dengan teradu yang sama tidak dapat diadukan kembali kepada MKDKI / MKDKI-P.

Bagian Kedua Klarifikasi

Pasal 11

(1) Klarifikasi dilakukan untuk memeriksa keabsahan dan kebenaran pengaduan.

(2) Klarifikasi dilakukan oleh petugas khusus.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 7: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 7

Pasal 12 (1) Dalam melakukan klarifikasi, petugas khusus dapat meminta

kelengkapan atas kekurangan dokumen pengaduan kepada pengadu atau kuasa pengadu.

(2) Untuk kepentingan klarifikasi, pihak-pihak yang terkait harus memberikan informasi, surat atau dokumen yang terkait dengan peristiwa yang diadukan, dan alat bukti lainnya yang diperlukan.

BAB III PEMERIKSAAN AWAL

Pasal 13

(1) Pimpinan MKDKI / MKDKI-P melakukan pemeriksaan awal terhadap pengaduan dugaan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang telah diklarifikasi.

(2) Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan pengaduan telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10.

Pasal 14

(1) Pimpinan MKDKI / MKDKI-P dapat memutuskan tidak menerima pengaduan atau menolak pengaduan.

(2) Jika Pimpinan MKDKI / MKDKI-P dalam hal tertentu tidak dapat memutuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno MKDKI / MKDKI-P.

(3) Pengaduan Tidak Dapat Diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:

a. orang atau badan yang mengadukan tidak memenuhi kriteria pengadu atau kuasa pengadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 atau angka 2;

b. keterangan atau informasi dalam pengaduan tidak lengkap atau tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d;

c. pengadu atau kuasa pengadu dan/atau teradu tidak dapat diketahui atau ditelusuri keberadaannya setelah diusahakan 3 (tiga) kali dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak pengaduan diterima di MKDKI / MKDKI-P.

(4) Pengaduan Ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila: a. dokter atau dokter gigi yang diadukan tidak terregistrasi di KKI;

b. peristiwa yang diadukan terjadi sebelum tanggal 6 Oktober 2004;

www.djpp.depkumham.go.id

Page 8: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 8

c. peristiwa yang diadukan terjadi pada masa peralihan sebelum terbentuknya MKDKI dan telah diperiksa oleh Dinas Kesehatan Provinsi;

d. peristiwa yang diadukan tidak terkait dengan praktik kedokteran atau tidak ada hubungan profesional antara dokter dan pasien;

e. peristiwa yang diadukan tidak termasuk dalam bidang pelanggaran disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi; dan/atau

f. peristiwa yang diadukan telah pernah disidangkan dan diputuskan oleh MKDKI / MKDKI-P sebagai Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang bersifat final dan berkekuatan tetap.

Pasal 15

Surat pemberitahuan dalam hal Pengaduan Tidak Dapat Diterima atau salinan Keputusan Pengaduan Ditolak disampaikan oleh petugas khusus kepada pengadu atau kuasa pengadu dan dilaporkan kepada Ketua KKI.

Pasal 16

Terhadap pengaduan yang telah diputuskan tidak dapat diterima oleh Ketua MKDKI / MKDKI-P, pengadu atau kuasa pengadu yang sama dapat mengadukan kembali pengaduan yang sama kepada MKDKI / MKDKI-P setelah memenuhi ketentuan persyaratan pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Perkonsil ini serta pengadu atau kuasa pengadu dan/atau teradu dapat diketahui atau ditelusuri keberadaannya.

Pasal 17 Terhadap pengaduan yang telah diputuskan ditolak oleh Ketua MKDKI / MKDKI-P, pengadu atau kuasa pengadu yang sama dan/atau berbeda tidak dapat mengadukan kembali pengaduan yang sama kepada MKDKI / MKDKI-P.

Pasal 18

Terhadap pengaduan yang telah diterima dan tidak ditolak, MKDKI / MKDKI-P melanjutkan penanganan pengaduan dalam proses pemeriksaan disiplin.

BAB IV PEMERIKSAAN DISIPLIN

Bagian Kesatu

Majelis Pemeriksa Disiplin Pasal 19

(1) Pembentukan MPD pada MKDKI dan MKDKI-P ditetapkan oleh Ketua MKDKI.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 9: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 9

(2) Keanggotaan MPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota MKDKI / MKDKI-P dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang Anggota MKDKI / MKDKI-P.

(3) Keanggotaan MPD pada MKDKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Anggota MKDKI.

(4) Keanggotaan MPD pada MKDKI-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri dari Anggota MKDKI-P dan Anggota MKDKI.

(5) Susunan keanggotaan MPD disesuaikan dengan profesi teradu, dengan ketentuan:

a. jika teradu adalah dokter, mayoritas Anggota MPD adalah dokter;

b. jika teradu adalah dokter gigi, mayoritas Anggota MPD adalah dokter gigi.

(6) Salah satu keanggotaan MPD pada MKDKI dan MKDKI-P berasal dari unsur sarjana hukum.

(7) Jika Anggota MPD berhalangan dalam melaksanakan tugas, Ketua MKDKI dapat menetapkan anggota pengganti.

Pasal 20

(1) Untuk melaksanakan tugas sidang pemeriksaan disiplin, MPD dibantu oleh petugas khusus sebagai panitera persidangan.

(2) Jika panitera berhalangan dalam melaksanakan tugas, Ketua MKDKI dapat menunjuk panitera pengganti.

Pasal 21

MPD bersifat independen yang dalam menjalankan tugasnya tidak terpengaruh oleh siapa pun atau lembaga apa pun.

Pasal 22 MKDKI tidak melakukan mediasi, rekonsiliasi, dan negosiasi antara dokter atau dokter gigi dengan pengadu atau kuasanya.

Pasal 23

(1) MPD dapat memutuskan Pengaduan Tidak Dapat Diterima, Pengaduan Ditolak, atau Penghentian Pemeriksaan.

(2) Pengaduan Tidak Dapat Diterima dan Pengaduan Ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (3) dan ayat (4) Perkonsil ini.

(3) Penghentian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila: a. teradu sakit permanen berdasarkan surat keterangan yang sah;

b. teradu meninggal dunia; dan/atau

www.djpp.depkumham.go.id

Page 10: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 10

c. minimal 2 (dua) alat bukti sesuai ketentuan dalam Perkonsil ini tidak terpenuhi.

Bagian Kedua Pencabutan Pengaduan

Pasal 24

(1) Pengaduan dapat dicabut atau dibatalkan oleh pengadu atau kuasa pengadu sebelum dilakukan investigasi.

(2) Pencabutan atau pembatalan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila memenuhi alasan yang dapat diterima oleh MPD.

(3) Keputusan pencabutan atau pembatalan pengaduan diputuskan oleh MPD.

(4) Keputusan pencabutan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam rangka penegakan disiplin dokter atau dokter gigi dan bukan dalam rangka mediasi, rekonsiliasi, dan negosiasi antara dokter atau dokter gigi dengan pengadu atau kuasanya.

(5) Salinan keputusan pencabutan atau pembatalan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh petugas khusus kepada pengadu atau kuasa pengadu dan dilaporkan kepada Ketua KKI.

Pasal 25

Terhadap pengaduan yang telah ditetapkan dicabut atau dibatalkan oleh Ketua MPD, pengadu atau kuasa pengadu yang mengajukan permohonan pencabutan atau pembatalan pengaduan tersebut tidak dapat mengadukan kembali pengaduan yang sama kepada MKDKI / MKDKI-P.

Bagian Ketiga Investigasi

Pasal 26

(1) Investigasi dilakukan atas perintah Ketua MPD untuk mengumpulkan informasi dan alat bukti yang berkaitan dengan peristiwa yang diadukan.

(2) Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. kunjungan lapangan;

b. surat menyurat; dan/atau c. media komunikasi lainnya.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 11: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 11

Pasal 27 (1) Investigasi dilakukan oleh petugas khusus dan dapat didampingi oleh

tenaga penyelia medis. (2) Dalam melakukan investigasi, petugas khusus dapat meminta

informasi dan alat bukti yang berkaitan dengan peristiwa yang diadukan kepada: a. pengadu atau kuasa pengadu;

b. pasien; c. teradu atau pendamping teradu;

d. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan tempat teradu menjalankan praktik kedokteran yang diadukan; dan/atau

e. pihak lain yang terkait.

(3) Kegiatan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara tertutup.

(4) Waktu pelaksanaan investigasi ditetapkan oleh MPD. Bagian Keempat

Sidang Pemeriksaan Disiplin

Paragraf 1 Umum

Pasal 28 (1) Sidang pemeriksaan disiplin dilakukan secara tertutup.

(2) Sidang pemeriksaan disiplin dipimpin/diketuai oleh Ketua MPD.

(3) Dalam hal Ketua MPD berhalangan, sidang pemeriksaan disiplin dipimpin/diketuai oleh Anggota MPD yang ditunjuk oleh Ketua MPD.

Pasal 29 Dalam hal tertentu dan diperlukan, Ketua MPD yang menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi yang diadukan dapat meminta pasien yang terkait dengan pengaduan untuk hadir dalam sidang pemeriksaan disiplin.

Pasal 30 (1) Dalam sidang pemeriksaan disiplin, teradu dapat didampingi oleh

pendamping teradu dan pengadu dapat didampingi oleh kuasa pengadu.

(2) Pendamping teradu dan kuasa pengadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mempunyai hak bicara selama sidang pemeriksaan tersebut berlangsung, kecuali atas izin ketua sidang.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 12: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 12

Pasal 31 Teradu atau yang diberi kuasa dapat diberi atau meminta salinan dokumen pengaduan untuk dipelajari atas izin Ketua MPD atau Ketua MKDKI.

Pasal 32

(1) Jadwal sidang pemeriksaan disiplin ditetapkan oleh Pimpinan MKDKI / MKDKI-P.

(2) Penetapan jadwal sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah berkoordinasi dengan masing-masing Ketua MPD.

(3) Penetapan jadwal sidang di MKDKI dibantu oleh pejabat struktural di lingkungan Sekretariat KKI yang memfasilitasi pelaksanaan tugas MKDKI.

(4) Penetapan jadwal sidang di MKDKI-P dibantu oleh pejabat struktural di lingkungan Sekretariat MKDKI-P yang memfasilitasi pelaksanaan tugas MKDKI-P.

Pasal 33

Pemanggilan untuk menghadiri sidang pemeriksaan disiplin terhadap teradu, pengadu, saksi, dan/atau ahli dilakukan secara tertulis.

Pasal 34

(1) Teradu dan saksi atau ahli yang berprofesi dokter atau dokter gigi yang terregistrasi di KKI wajib hadir dalam sidang pemeriksaan disiplin kecuali karena alasan yang dapat diterima oleh MPD.

(2) Dalam hal teradu dan saksi tidak hadir dalam sidang pemeriksaan disiplin yang telah dijadwalkan dan dipanggil secara sah dan/atau tidak menanggapi panggilan tanpa alasan yang dapat diterima, Ketua MPD dapat meminta kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat atau ketua organisasi profesi terkait setempat untuk mendatangkan teradu dan saksi-saksi tersebut.

(3) Alasan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah alasan yang disebabkan oleh: a. gangguan kesehatan fisik dan/atau mental berdasarkan surat

keterangan dokter yang memiliki SIP; b. bencana alam;

c. gangguan transportasi akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas berat;

d. huru hara; dan

e. alasan lain yang ditetapkan oleh sidang Majelis Pemeriksa Disiplin.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 13: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 13

(4) Jika teradu tidak hadir dalam 2 (dua) kali sidang pemeriksaan disiplin tanpa alasan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan telah dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam Perkonsil ini, teradu tersebut dikenakan sanksi disiplin.

(5) Jika saksi atau ahli yang berprofesi dokter atau dokter gigi yang terregistrasi di KKI hadir dalam lebih dari 2 (dua) kali sidang pemeriksaan disiplin, saksi atau ahli tersebut diberikan penghargaan yang dapat digunakan sebagai transfer kredit sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh kolegium terkait.

(6) Jika saksi atau ahli yang berprofesi dokter atau dokter gigi yang terregistrasi di KKI tidak hadir dalam 2 (dua) kali sidang pemeriksaan disiplin tanpa alasan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan telah dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam Perkonsil ini, saksi atau ahli tersebut dapat dikenakan sanksi disiplin.

Pasal 35

Jika teradu tidak hadir tanpa alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dalam 2 (dua) kali pemanggilan, sidang pemeriksaan disiplin dapat dilanjutkan tanpa kehadiran teradu (sidang inabsentia).

Pasal 36

Biaya kehadiran pengadu atau kuasa pengadu, teradu atau pendamping teradu, dan saksi-saksi dalam sidang pemeriksaan disiplin ditanggung oleh yang bersangkutan.

Pasal 37

(1) Sidang pemeriksaan disiplin yang Anggota Majelis Pemeriksa Disiplinnya berjumlah 5 (lima) orang dianggap sah bila dihadiri sekurang-kurangnya oleh 3 (tiga) orang anggota dan seorang panitera.

(2) Sidang pemeriksaan displin yang Anggota Majelis Pemeriksa Disiplinnya berjumlah 3 (tiga) orang dianggap sah bila dihadiri sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang anggota dan seorang panitera.

Pasal 38

(1) Dalam hal tertentu dan diperlukan untuk mempercepat pelaksanaan sidang pemeriksaan disiplin, pengadu dan teradu dapat dihadirkan bersamaan dalam sidang pemeriksaan tersebut.

(2) Kehadiran pengadu dan teradu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan untuk penyelesaian penanganan kasus secara mediasi, rekonsiliasi, dan negosiasi antara pengadu dan teradu.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 14: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 14

Paragraf 2 Pembuktian

Pasal 39 Alat bukti yang dapat diajukan pada sidang pemeriksaan disiplin berupa:

a. surat-surat dan/atau dokumen-dokumen; b. keterangan saksi-saksi;

c. keterangan ahli; d. pengakuan teradu; dan/atau

e. barang bukti.

Pasal 40 Surat-surat dan/atau dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a adalah surat-surat dan/atau dokumen-dokumen yang berhubungan dengan peristiwa yang diadukan.

Pasal 41

Saksi harus mengucapkan sumpah/janji dihadapan sidang pemeriksaan disiplin.

Pasal 42 Orang yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah :

a. orang yang belum dewasa yaitu orang yang belum dewasa sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kecuali keterangannya bersesuaian dengan alat bukti sah lainnya; atau

b. orang yang dibawah pengampuan (curatele).

Pasal 43 (1) Keterangan saksi-saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf

b dapat dianggap sebagai alat bukti, jika keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri.

(2) Keterangan saksi-saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b dapat diperoleh secara langsung atau secara tertulis (afidavit).

Pasal 44

Jika saksi tidak dapat berbahasa Indonesia, bisu, atau tuli, Ketua Majelis Pemeriksa Disiplin dapat menunjuk seorang penerjemah yang mengucapkan sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Pasal 45 Dalam hal saksi tidak dapat hadir dalam sidang pemeriksaan disiplin yang diselenggarakan oleh MPD dengan alasan yang dapat diterima

www.djpp.depkumham.go.id

Page 15: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 15

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), MPD dapat menugaskan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Anggota Majelis Pemeriksa Disiplin dan 1 (satu) orang panitera untuk mendengarkan kesaksiannya.

Pasal 46

(1) Keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c adalah pendapat yang disampaikan oleh orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan khusus di bidang yang terkait dengan peristiwa yang diadukan.

(2) Keterangan ahli dikemukakan di hadapan sidang pemeriksaan disiplin dengan mengucapkan sumpah sesuai agama dan kepercayaannya.

(3) Keterangan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh ahli yang ditetapkan oleh MPD.

Pasal 47 (1) Pengakuan teradu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d

dianggap sebagai alat bukti jika pengakuan teradu yang diberikan berupa hal yang dialami dan dilihat sendiri.

(2) Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dihadapan sidang pemeriksaan disiplin.

Pasal 48

Untuk kepentingan pemeriksaan disiplin, pengadu atau kuasa pengadu, pasien, dan teradu yang terkait dengan pengaduan harus menyerahkan alat bukti yang dimiliki.

Paragraf 3 Keputusan Sela

Pasal 49 (1) Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat

dan/atau untuk mencegah terulangnya peristiwa yang diadukan, MPD dapat memberikan keputusan sela kepada teradu.

(2) Pemberian keputusan sela kepada teradu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil investigasi dan pemeriksaan alat bukti serta kondisi kesehatan fisik dan/atau mental teradu yang dapat membahayakan pasien dan masyarakat.

(3) Pemberian keputusan sela kepada teradu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah dibahas dalam rapat pleno KKI.

(4) Keputusan sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa perintah kepada teradu untuk menghentikan sementara praktik kedokteran sampai dengan selesainya proses pemeriksaan teradu atau sampai

www.djpp.depkumham.go.id

Page 16: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 16

dengan ditetapkannya keputusan tentang teradu dinyatakan tidak bersalah atau teradu diberikan sanksi disiplin.

Paragraf 4 Tanggapan Akhir Teradu

Pasal 50

Jika sidang pemeriksaan disiplin sudah selesai atau dianggap cukup, MPD harus menetapkan ringkasan (resume) hasil pemeriksaan.

Pasal 51 (1) Salinan ringkasan (resume) hasil pemeriksaan disampaikan oleh

panitera kepada teradu.

(2) Penyampaian salinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada teradu mengemukakan tanggapan akhir terhadap ringkasan (resume) hasil pemeriksaan tersebut.

(3) Tanggapan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan oleh teradu kepada Ketua MPD yang memeriksa kasus dugaan pelanggaran disiplin tersebut paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Kelima

Keputusan Majelis Pemeriksa Disiplin Pasal 52

(1) Jika sidang pemeriksaan disiplin dokter atau dokter gigi sudah selesai atau dianggap cukup dan teradu telah memberikan tanggapan akhir atau teradu tidak memberikan tanggapan akhir sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam Perkonsil ini, MPD harus menetapkan keputusan terhadap teradu.

(2) Keputusan MPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. dinyatakan tidak melakukan pelanggaran disiplin dokter atau

dokter gigi; atau

b. pemberian sanksi disiplin, berupa: 1. peringatan tertulis;

2. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan, yang dapat dilakukan dalam bentuk:

a) reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi; atau

b) reedukasi nonformal yang dilakukan di bawah supervisi dokter atau dokter gigi tertentu di institusi pendidikan

www.djpp.depkumham.go.id

Page 17: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 17

kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan kesehatan dan jejaringnya, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun;

dan/atau 3. rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat:

a) sementara paling lama 1 (satu) tahun; b) tetap atau selamanya; atau

c) pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran.

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam sidang pengambilan keputusan MPD dan ditandatangani oleh Ketua dan Anggota MPD.

(4) Dalam hal MPD memutuskan pemberian sanksi disiplin berupa kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2, penentuan jenis, bentuk, dan jangka waktu pemberlakuan sanksi disiplin tersebut dilakukan setelah mendengarkan keterangan dari kolegium terkait.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penentuan jenis, bentuk, dan jangka waktu pemberlakuan sanksi disiplin berupa kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan diatur dengan Perkonsil.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan Perkonsil.

Pasal 53

(1) Pengambilan keputusan dalam sidang Keputusan MPD dilakukan berdasarkan musyawarah.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak dari Anggota MPD yang hadir.

Pasal 54

(1) Keputusan MPD yang memutuskan teradu dikenakan sanksi disiplin, salinan keputusan diberikan kepada teradu.

(2) Pemberian salinan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk dapat dipergunakan oleh teradu dalam mengajukan keberatan.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 18: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 18

Bagian Keenam Keberatan Teradu

Pasal 55 (1) Dalam hal teradu berkeberatan terhadap Keputusan MPD, teradu

dapat mengajukan keberatan kepada Ketua MKDKI / MKDKI-P dengan mengajukan alat bukti baru yang mendukung keberatannya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak salinan Keputusan MPD diterima.

(2) Jika tidak ada pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua MKDKI / MKDKI-P menetapkan Keputusan MPD sebagai Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang berkekuatan tetap dan dibacakan dalam sidang terbuka.

Pasal 56 Dalam hal teradu mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), MPD harus melakukan sidang pemeriksaan disiplin terhadap keberatan tersebut.

BAB V

KEPUTUSAN MKDKI / MKDKI-P Pasal 57

Keputusan MPD yang memutuskan teradu tidak bersalah merupakan Keputusan MKDKI yang dibacakan secara terbuka dalam sidang pembacaan keputusan.

Pasal 58 Hasil sidang pemeriksaan disiplin yang telah dilakukan oleh MPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan oleh Ketua MKDKI / MKDKI-P sebagai Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang bersifat final dan berkekuatan tetap serta dibacakan secara terbuka dalam sidang pembacaan keputusan.

Pasal 59

Keputusan MKDKI / MKDKI-P bersifat final, berkekuatan tetap, dan mengikat teradu, KKI, dan pemerintah daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota).

Pasal 60

(1) Salinan Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang menyatakan teradu tidak bersalah atau teradu bersalah dengan pemberian sanksi disiplin berupa peringatan tertulis harus disampaikan oleh MKDKI / MKDKI-P kepada teradu, KKI, pemerintah daerah kabupaten/kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) yang menerbitkan SIP teradu,

www.djpp.depkumham.go.id

Page 19: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 19

organisasi profesi terkait, fasilitas pelayanan kesehatan tempat teradu menjalankan praktik kedokteran, dan/atau Kementerian Kesehatan.

(2) Salinan Keputusan MKDKI / MKDKI-P yang menyatakan teradu bersalah dengan sanksi disiplin berupa rekomendasi pencabutan STR atau SIP dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi harus disampaikan oleh MKDKI / MKDKI-P kepada KKI.

(3) Pelaksanaan dan penyampaian salinan Keputusan MKDKI / MKDKI-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap dan kepada teradu, pemerintah daerah kabupaten/kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) yang menerbitkan SIP teradu, organisasi profesi terkait, fasilitas pelayanan kesehatan tempat teradu menjalankan praktik kedokteran, institusi pendidikan kedokteran / kedokteran gigi, dan/atau Kementerian Kesehatan harus segera dilakukan oleh KKI.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Keputusan MKDKI / MKDKI-P diatur dengan Perkonsil.

Pasal 61

(1) Pengadu atau kuasa pengadu dapat meminta salinan Keputusan MKDKI / MKDKI-P

(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan diajukan kepada Ketua KKI.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 62

(1) Semua pengaduan dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi yang telah diterima dan diperiksa oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri pada tingkat banding tetap diselesaikan pemeriksaannya dan keputusannya disampaikan kepada KKI dan MKDKI / MKDKI-P.

(2) Semua pengaduan dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi yang telah diterima dan diperiksa oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri pada tingkat banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diadukan kembali kepada Ketua MKDKI / MKDKI-P.

Pasal 63 Selama MKDKI-P belum terbentuk, semua pengaduan dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi diadukan kepada Ketua MKDKI.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 20: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 20

Pasal 64 Semua kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi yang belum selesai prosesnya di tingkat Majelis Pemeriksa Awal sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi Oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi, harus diselesaikan paling lama 2 (dua) bulan sejak Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini mulai berlaku.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65 (1) Kecuali Keputusan MKDKI / MKDKI-P, seluruh surat-surat dan/atau

dokumen-dokumen yang terkumpul dan didapatkan atau dihasilkan serta terkait dengan penegakan disiplin dokter dan dokter gigi bersifat rahasia.

(2) Pembukaan surat-surat dan/atau dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, putusan pengadilan, dan/atau izin Ketua MKDKI / MKDKI-P.

Pasal 66

(1) Jika pada pemeriksaan awal atau pemeriksaan disiplin ditemukan pelanggaran etika, MKDKI / MKDKI-P meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.

(2) Pelanggaran etika sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran etika murni yang tidak terkait dengan praktik kedokteran.

Pasal 67

Setiap orang yang telah mengadu ke MKDKI / MKDKI-P atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, dapat melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan tanpa harus menunggu Keputusan MKDKI / MKDKI-P.

Pasal 68 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelaksanaan penerimaan

pengaduan, klarifikasi, pemeriksaan awal, investigasi, sidang pemeriksaan disiplin, pembuktian, tanggapan akhir teradu, keberatan teradu, dan prosedur penetapan Pengaduan Tidak Dapat

www.djpp.depkumham.go.id

Page 21: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn352-2012.pdf2012, no.352 2 memutuskan : menetapkan : peraturan konsil kedokteran indonesia tentang

2012, No.352 21

Diterima, Pengaduan Ditolak, pembentukan MPD, pencabutan pengaduan, serta prosedur pembuatan keputusan sela, Keputusan MPD, Keputusan MKDKI / MKDKI-P diatur dengan Prosedur Kerja Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi.

(2) Prosedur Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh rapat pleno MKDKI.

Pasal 69 Ketentuan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi diatur dengan Perkonsil.

Pasal 70 Pada saat Perkonsil ini mulai berlaku, Perkonsil Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi Oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 71 Perkonsil ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 April 2011 KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA, MENALDI RASMIN

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 29 Maret 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

www.djpp.depkumham.go.id