BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIAditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2018/bn1367-2018.pdf ·...
Transcript of BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIAditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2018/bn1367-2018.pdf ·...
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA No.1367, 2018 KEMENKEU. Kawasan Berikat. Pencabutan.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 131 /PMK.04/2018
TENTANG
KAWASAN BERIKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai kawasan berikat telah diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 147/PMK.04/ 2011 tentang Kawasan
Berikat;
b. bahwa untuk lebih meningkatkan investasi dan ekspor
serta pengembangan industri nasional sebagai tindak
lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017
tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, perlu
mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan
Berikat sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -2-
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan, Pasal 15 ayat (3), Pasal 19 ayat
(9), dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat
Penimbunan Berikat, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Kawasan Berikat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4893);
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -3-
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5069);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4755);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -4-
Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KAWASAN
BERIKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai.
3. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat,
atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang
digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan
tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
4. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat
untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang
berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna
diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor
untuk dipakai.
5. Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum
yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola
kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
6. Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha
Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -5-
Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan
kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan
Kawasan Berikat.
7. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara
di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB
adalah badan hukum yang melakukan kegiatan
pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam
Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat
yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
8. Kegiatan Pengolahan adalah kegiatan:
a. mengolah barang dan/atau bahan dengan atau
tanpa bahan penolong menjadi barang hasil
produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi,
termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau
b. budidaya flora dan fauna.
9. Kegiatan Penggabungan adalah kegiatan menggabungkan
dan/atau menggenapi barang Hasil Produksi Kawasan
Berikat yang bersangkutan sebagai produk utama dengan
barang jadi.
10. Barang Modal adalah barang yang digunakan oleh
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB berupa:
a. peralatan untuk pembangunan, perluasan, atau
konstruksi kawasan Berikat;
b. mesin;
c. peralatan pabrik; dan/atau
d. cetakan (moulding),
termasuk suku cadang, tidak meliputi bahan dan
perkakas untuk pembangunan, perluasan, atau
konstruksi Kawasan Berikat.
11. Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang akan
diolah menjadi barang hasil produksi yang mempunyai
nilai guna yang lebih tinggi.
12. Bahan Penolong adalah barang dan/atau bahan selain
Bahan Baku yang digunakan dalam Kegiatan Pengolahan
atau Kegiatan Penggabungan yang berfungsi membantu
dalam proses produksi.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -6-
13. Sisa Bahan Baku adalah Bahan Baku yang masih tersisa
yang tidak digunakan lagi dalam proses produksi.
14. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan
Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap
barang yang diimpor.
15. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Cukai.
16. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah
pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
17. Hasil Produksi Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut
Hasil Produksi adalah hasil dari kegiatan pengolahan
atau kegiatan pengolahan dan kegiatan penggabungan
sesuai yang tercantum dalam keputusan mengenai
penetapan izin sebagai Kawasan Berikat.
18. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang
selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu
kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah
pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk,
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai.
19. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disebut
PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -7-
20. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
21. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan
Cukai.
23. Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama adalah
Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di
lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat
dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-
Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
24. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya
kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang
Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
25. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan
tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
26. Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di Kawasan
Berikat.
27. Badan Pengusahaan Kawasan Bebas adalah Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas.
28. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat
SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor
Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan
kepabeanan.
Pasal 2
(1) Kawasan Berikat merupakan kawasan pabean dan
sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam rangka pengawasan terhadap Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran
arus barang.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen
risiko.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -8-
(4) Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Kawasan
Berikat dapat diberikan fasilitas di bidang kepabeanan
dan cukai berupa kemudahan:
a. pelayanan perizinan;
b. pelayanan kegiatan operasional; dan/atau
c. selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b.
BAB II
PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 3
(1) Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan
dan pengusahaan Kawasan Berikat.
(2) Penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara
Kawasan Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
(3) Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan
mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan
Kawasan Berikat.
(4) Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1
(satu) atau lebih pengusahaan Kawasan Berikat.
(5) Pengusahaan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. Pengusaha Kawasan Berikat; atau
b. PDKB.
(6) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) melakukan kegiatan menimbun
barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat
lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan
sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
(7) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -9-
(8) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan
pelayanan dan pengawasan secara proporsional
berdasarkan profil risiko layanan Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB.
Pasal 4
(1) Kawasan Berikat harus berlokasi di:
a. kawasan industri; atau
b. kawasan budidaya sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah yang ditetapkan.
(2) Luas lokasi untuk Kawasan Berikat yang berlokasi di
kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter
persegi) dalam satu hamparan.
BAB III
PENDIRIAN KAWASAN BERIKAT
Pasal 5
Bangunan, tempat, dan/atau kawasan yang akan dijadikan
sebagai Kawasan Berikat harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. terletak di lokasi yang dapat langsung dimasuki dari jalan
umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut peti
kemas dan/atau sarana pengangkut peti kemas lainnya
di air;
b. mempunyai batas-batas yang jelas berupa pembatas alam
atau pembatas buatan berupa pagar pemisah, dengan
bangunan, tempat, atau kawasan lain; dan
c. digunakan untuk melakukan kegiatan industri
pengolahan Bahan Baku menjadi Hasil Produksi.
Pasal 6
(1) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan
pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat
dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -10-
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan
Utama atas nama Menteri.
(2) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan
pemberian izin Pengusaha Kawasan Berikat dilimpahkan
kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama
Menteri.
(3) Pemberian izin sebagai PDKB dilimpahkan
kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama
Menteri.
(4) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan
pemberian izin Penyelenggara Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan tempat
sebagai Kawasan Berikat dan pemberian izin Pengusaha
Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dan pemberian izin PDKB sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berlaku sampai dengan izin Kawasan Berikat
dicabut.
(5) Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
merupakan Orang yang wajib memiliki Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), izin Pengusaha
Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
atau izin PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberlakukan juga sebagai Nomor Pokok Pengusaha
Barang Kena Cukai (NPPBKC).
Pasal 7
(1) Untuk mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara
Kawasan Berikat harus mengajukan permohonan kepada
Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor
Pelayanan Utama.
(2) Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara
Kawasan Berikat harus:
a. sudah memiliki nomor induk berusaha;
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -11-
b. memiliki izin usaha perdagangan, izin usaha
pengelolaan kawasan, izin usaha industri, atau izin
lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kawasan;
c. memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai
dengan aplikasi yang menunjukkan valid;
d. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai
batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat
dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan
Kawasan Berikat; dan
e. telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
dan telah menyampaikan surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan tahun pajak terakhir
sesuai dengan kewajibannya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri
termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea
dan Cukai.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) belum dipenuhi, izin Penyelenggara Kawasan Berikat
dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan wajib
memenuhi persyaratan dalam batas waktu tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala
Kantor Pelayanan Utama.
Pasal 8
(1) Untuk mendapatkan izin Pengusaha Kawasan Berikat
atau izin PDKB, perusahaan yang akan menjadi
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan
permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah
atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(2) Perusahaan yang bermaksud menjadi Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB harus:
a. sudah memiliki nomor induk berusaha;
b. memiliki izin usaha industri;
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -12-
c. memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai
aplikasi yang menunjukkan valid;
d. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
tempat atau bangunan yang mempunyai batas-batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana
tata letak/denah;
e. memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB yaitu:
1. telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak dan telah menyampaikan surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan
tahun pajak terakhir sesuai dengan
kewajibannya; dan
2. mendapat rekomendasi dari Penyelenggara
Kawasan Berikat dalam hal perusahaan
mengajukan permohonan izin PDKB.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri
termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea
dan Cukai.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) belum dipenuhi, izin Pengusaha Kawasan Berikat atau
PDKB dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan
wajib memenuhi persyaratan dalam batas waktu tertentu
yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala
Kantor Pelayanan Utama.
Pasal 9
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) dan dalam Pasal 8 ayat (1) disampaikan secara
elektronik melalui Portal Indonesia National Single
Window yang terintegrasi dengan sistem Online Single
Submission.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik,
permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -13-
a. Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor
Pabean; atau
b. Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) telah disampaikan, SKP memberikan respon
kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi
pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
a. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan
lokasi; dan
b. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) telah disampaikan, Kepala Kantor Pabean yang
mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha
badan usaha:
a. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan
lokasi; dan
b. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(5) Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan
penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan paling
lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah pernyataan
kesiapan pemeriksaan lokasi sebagaimana disampaikan
dalam permohonan.
(6) Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara
Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau
PDKB harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan
Utama.
(7) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan.
(8) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal
penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi.
(9) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan
Utama yang menerima pelimpahan kewenangan atas
nama Menteri memberikan:
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -14-
a. persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri
Keuangan mengenai izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin
PDKB; atau
b. penolakan dengan menerbitkan surat penolakan
disertai alasan penolakan.
(10) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (9) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah
pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) selesai
dilakukan.
(11) Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
memberikan penolakan dengan menerbitkan surat
penolakan disertai alasan penolakan.
Pasal 10
(1) Untuk mendukung kemudahan berusaha serta
peningkatan pelayanan dan pengawasan, Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang
menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri
dapat menambahkan perlakuan tertentu dalam izin
Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau izin PDKB.
(2) Perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. toleransi penyusutan/penguapan/pengurangan
sesuai dengan bisnis proses perusahaan dengan
melampirkan data dari lembaga atau instansi yang
kompeten;
b. kemudahan pemasukan dan/atau pengeluaran atas
barang curah;
c. kemudahan subkontrak; dan/atau
d. perlakuan tertentu lainnya dengan tetap
mempertimbangkan aspek pengawasan dan/atau
pelayanan.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -15-
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan
Utama atas nama Menteri dapat memberikan izin
penambahan lokasi Kawasan Berikat tidak dalam 1 (satu)
hamparan untuk keperluan penimbunan Bahan Baku
dan/atau barang Hasil Produksi, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b; dan
b. berlaku ketentuan mengenai Kawasan Berikat.
Pasal 11
Perusahaan dan/atau Orang yang bertanggung jawab
terhadap perusahaan tidak dapat diberikan izin Penyelenggara
Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau
izin PDKB dalam hal:
a. pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau
cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap, paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak
selesai menjalani hukuman pidana;
b. pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, paling lama 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak putusan pailit; dan/atau
c. memiliki tunggakan utang di bidang kepabeanan, Cukai,
dan/atau perpajakan.
Pasal 12
(1) Izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada
perusahaan yang melakukan Kegiatan Pengolahan
barang:
a. untuk tujuan ekspor, baik secara langsung maupun
tidak langsung;
b. untuk menggantikan barang impor (import
substitution);
c. untuk mendukung hilirisasi industri; dan/atau
d. pada industri tertentu.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -16-
(2) Industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. industri penerbangan;
b. industri perkapalan;
c. industri kereta api; dan/atau
d. industri pertahanan dan keamanan.
Pasal 13
(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau
secara elektronik kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama
atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang
kesiapan dan rencana memulai operasional kegiatan
Kawasan Berikat dengan melampirkan saldo awal Bahan
Baku, Bahan Penolong, Barang Modal, peralatan
perkantoran, dan bahan dalam proses.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Utama atau
Kepala Kantor Pabean untuk:
a. memberikan akses terhadap SKP kepada
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha
Kawasan Berikat dan/atau PDKB;
b. melakukan pemeriksaan saldo awal dan membuat
berita acara pencacahan (stock opname); dan
c. menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk
melakukan kegiatan pelayanan dan pengawasan.
(3) Akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a diberikan dalam hal:
a. Penyelenggara Kawasan Berikat telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4); dan/atau
b. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (4).
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -17-
BAB IV
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 14
Penyelenggara Kawasan Berikat wajib:
a. memasang tanda nama perusahaan sebagai
Penyelenggara Kawasan Berikat pada tempat yang dapat
dilihat dengan jelas oleh umum;
b. menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang
layak bagi Petugas Bea dan Cukai untuk menjalankan
fungsi pelayanan dan pengawasan;
c. menyediakan sarana/prasarana dalam rangka pelayanan
kepabeanan, berupa:
1. komputer; dan
2. media komunikasi data elektronik yang terhubung
dengan SKP Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
d. menyampaikan laporan tertulis kepada Kepala Kantor
Pabean yang mengawasi dalam hal terdapat PDKB yang
belum memperpanjang waktu sewa lokasi paling lama 30
(tiga puluh) hari sebelum waktu sewa berakhir;
e. melaporkan kepada Kepala Kantor Pabean yang
mengawasi apabila terdapat PDKB yang tidak beroperasi;
f. mengajukan permohonan perubahan keputusan
penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin
Penyelenggara Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila
terdapat perubahan data yang tercantum dalam izin
Penyelenggara Kawasan Berikat;
g. membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan
dokumen atas Barang Modal dan peralatan yang
dimasukkan untuk keperluan pembangunan/ konstruksi
dan peralatan perkantoran Kawasan Berikat;
h. menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat
usahanya buku dan catatan serta dokumen yang
berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh)
tahun;
i. menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; dan
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -18-
j. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan
Kawasan Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 15
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib:
a. memasang tanda nama perusahaan sebagai Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB pada tempat yang dapat
dilihat dengan jelas oleh umum;
b. menyediakan sarana dan prasarana untuk
penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik
untuk Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang
diawasi oleh kantor pabean yang menerapkan sistem
pertukaran data elektronik untuk Kawasan Berikat;
c. mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan
pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory) yang
merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi
yang akan menghasilkan informasi laporan keuangan
dan dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat
Jenderal Pajak;
d. mendayagunakan closed circuit television (cctv) untuk
pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang
dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring
(online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta
Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman
paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya.
e. mengajukan permohonan perubahan izin Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB kepada Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila
terdapat perubahan data yang tercantum dalam izin
Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB;
f. melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-
barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, Cukai, dan
perpajakan, dengan mendapatkan pengawasan dari
Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu)
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -19-
kali dalam waktu 1 (satu) tahun;
g. menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat
usahanya buku dan catatan serta dokumen yang
berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh)
tahun;
h. menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan
dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat
serta pemindahan barang dalam Kawasan Berikat
berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia;
i. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan
Kawasan Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
j. menyampaikan laporan keuangan perusahaan dan/atau
laporan tahunan perusahaan kepada Kepala Kantor
Pabean; dan
k. menyampaikan laporan atas dampak ekonomi dari
pemberian fasilitas Kawasan Berikat yang paling sedikit
memuat informasi mengenai nilai fasilitas fiskal yang
diberikan, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, dan nilai
penjualan hasil produksi kepada Kepala Kantor Pabean 1
(satu) tahun sekali.
Pasal 16
(1) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB bertanggung jawab terhadap
Bea Masuk dan/atau Cukai, dan PDRI yang terutang atas
barang yang berasal dari luar daerah pabean yang berada
atau seharusnya berada di Kawasan Berikat.
(2) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB bertanggung jawab terhadap
Cukai serta PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas
barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah
pabean yang berada atau seharusnya berada di Kawasan
Berikat.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -20-
(3) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB dibebaskan dari tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam
hal barang yang terutang:
a. musnah tanpa sengaja;
b. diekspor dan/atau diekspor kembali;
c. diimpor untuk dipakai dengan menyelesaikan
kewajiban pabean, cukai, dan perpajakan;
d. dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Pabean;
e. dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
f. dikeluarkan ke pengusaha di Kawasan Bebas yang
telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan
Kawasan Bebas;
g. dikeluarkan ke pengusaha di kawasan ekonomi
khusus atau kawasan ekonomi lainnya yang
ditetapkan oleh Pemerintah; dan/atau
h. dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan
Cukai.
(4) Musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a meliputi selisih kurang yang terjadi akibat:
a. penguapan atau penyusutan karena perubahan
suhu, kelembapan udara, dan/atau sejenisnya;
dan/atau
b. keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan
dengan keterangan dari instansi terkait.
Pasal 17
Terhadap Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha
Kawasan Berikat, atau PDKB berlaku ketentuan mengenai:
a. pemasukan barang yang dilarang untuk diimpor; dan
b. ekspor barang yang dilarang ekspornya,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Pemasukan barang impor ke Kawasan Berikat belum
diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor
kecuali instansi teknis terkait secara khusus
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -21-
memberlakukan ketentuan pembatasan yang terkait
dengan:
a. kesehatan;
b. keselamatan;
c. keamanan; dan/atau
d. lingkungan,
yang berdampak langsung di Kawasan Berikat.
(2) Pengeluaran barang impor dari Kawasan Berikat ke
tempat lain dalam daerah pabean yang diimpor untuk
dipakai berlaku ketentuan pembatasan dalam hal:
a. pengeluaran barang berupa Bahan Baku dan/atau
Bahan Penolong yang tidak diolah;
b. pada saat pemasukannya belum dipenuhi ketentuan
pembatasannya; dan
c. instansi teknis terkait secara khusus
memberlakukan ketentuan pembatasan pada saat
pengeluaran barang dari Kawasan Berikat.
BAB V
PEMASUKAN, PENGELUARAN, SERTA PERLAKUAN
KEPABEANAN, CUKAI, DAN PERPAJAKAN
Pasal 19
Pemasukan barang ke Kawasan Berikat dapat dilakukan dari:
a. luar daerah pabean;
b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
c. Kawasan Bebas;
d. tempat lain dalam daerah pabean;
e. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
f. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Pasal 20
(1) Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke
Kawasan Berikat:
a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
b. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -22-
c. tidak dipungut PDRI.
(2) Barang yang berasal dari luar daerah pabean yang
dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan
Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi
lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah ke Kawasan
Berikat:
a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
b. diberikan pembebasan Cukai;
c. tidak dipungut PDRI; dan/atau
d. tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
meliputi:
a. barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku,
Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu
pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan
bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk
keperluan penelitian dan pengembangan
perusahaan pada Kawasan Berikat;
b. barang jadi maupun setengah jadi untuk
digabungkan dengan Hasil Produksi;
c. barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan
pengeluaran sementara;
d. Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
e. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
(4) Dalam hal pemasukan barang ke Kawasan Berikat bukan
merupakan penyerahan barang kena pajak, atas
pemasukan tersebut tidak terutang PPN atau PPN dan
PPnBM.
(5) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan
Berikat; dan
b. berkaitan dengan kegiatan produksi.
Pasal 21
(1) Barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah
pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari:
a. tempat lain dalam daerah pabean;
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -23-
b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
c. Kawasan Bebas;
d. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
e. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah,
diberikan pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut
PPN atau PPN dan PPnBM.
(2) Dalam hal pemasukan barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1):
a. berasal dari bukan pengusaha kena pajak; dan/atau
b. bukan termasuk penyerahan barang kena pajak,
terhadap barang dimaksud tidak dikenai PPN atau PPN
dan PPnBM, serta tidak diterbitkan faktur pajak.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku,
Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu
pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan
bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk
keperluan penelitian dan pengembangan
perusahaan pada Kawasan Berikat;
b. barang jadi maupun setengah jadi untuk
digabungkan dengan Hasil Produksi;
c. barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan
pengeluaran sementara;
d. Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
e. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
(4) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan
Berikat; dan
b. berkaitan dengan kegiatan produksi.
(5) Terhadap pemasukan barang ke Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha kena
pajak yang menyerahkan barang kena pajak:
a. wajib membuat faktur pajak dan harus dibuktikan
dengan dokumen pemberitahuan pabean;
b. tidak dapat menggunakan faktur pajak gabungan;
dan
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -24-
c. menyimpan dan memelihara dengan baik pada
tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen
yang terkait dengan pemasukan barang ke Kawasan
Berikat sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
(6) Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
a harus diberikan keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT
SESUAI PP TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT".
Pasal 22
(1) Pemasukan barang ke Kawasan Berikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
(2) Dalam hal ditemukan barang yang dimasukkan ke
Kawasan Berikat sebelum mendapat persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan
fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
dan ayat (2) dan/atau Pasal 21 ayat (1).
Pasal 23
(1) Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat dapat
dilakukan ke:
a. luar daerah pabean;
b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
c. Kawasan Bebas;
d. tempat lain dalam daerah pabean;
e. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
f. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Bahan Baku dan/atau sisa Bahan Baku;
b. Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong;
c. pengemas dan alat bantu pengemas;
d. Hasil Produksi yang telah jadi maupun setengah
jadi;
e. barang contoh;
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -25-
f. Barang Modal;
g. peralatan perkantoran;
h. barang untuk keperluan dan/atau hasil penelitian
dan pengembangan perusahaan;
i. sisa dari proses produksi; dan/atau
j. sisa pengemas dan limbah.
Pasal 24
(1) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (2) berasal dari luar daerah pabean dikeluarkan
ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan
diimpor untuk dipakai, Pengusaha Kawasan Berikat atau
PDKB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI.
(2) PDRI yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat
dikreditkan.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (1) yang ditujukan kepada Orang yang
memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan Bea
Masuk dan pembebasan Cukai, diberikan penangguhan
atau pembebasan Bea Masuk dan pembebasan Cukai.
(4) Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat
lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk
dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak
dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
(5) Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain
penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
(6) Pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak
dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dan/atau tidak
dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor,
diberikan atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat
termasuk Hasil Produksi kepada pengusaha di Kawasan
Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -26-
Pengusahaan Kawasan Bebas.
(7) Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan
Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa sisa
pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2) huruf j, Pengusaha Kawasan Berikat
atau PDKB dikecualikan dari kewajiban membayar Bea
Masuk, Cukai dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 25
(1) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (2) berasal dari tempat lain dalam daerah pabean
dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dan
merupakan penyerahan barang kena pajak, Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi PPN atau
PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak
dipungut.
(2) Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti
penerimaan negara sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai surat setoran pajak.
(3) PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi menggunakan
surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti
penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat
dikreditkan.
(4) Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat
lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib
membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan
PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenai PPN
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -27-
atau PPN dan PPnBM.
(6) Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN dan
PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) harus
dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat
dan/atau PDKB.
(7) PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas
pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) harus dilakukan oleh Pengusaha Kawasan
Berikat dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur
pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dan ayat (7) tidak dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan
Berikat dan/atau PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN
dan PPnBM yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat
dikreditkan.
(9) Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan
Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa sisa
pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2) huruf j, Pengusaha Kawasan Berikat
atau PDKB dikecualikan dari kewajiban melunasi PPN
atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Pasal 26
(1) Pengeluaran Bahan Baku dan/atau sisa Bahan Baku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a
dan Bahan Penolong dan/atau sisa Bahan Penolong
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b
dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
dari Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan dari
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(2) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -28-
permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 27
(1) Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan setelah mendapat
persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
(2) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, atau PDKB yang mengeluarkan barang sebelum
mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan dan izin Kawasan Berikatnya
dibekukan.
Pasal 28
(1) Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke luar daerah
pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
huruf a berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
(2) Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain
dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) huruf d berlaku ketentuan kepabeanan
di bidang impor.
Pasal 29
(1) Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya
pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas
pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain
dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) yaitu sebagai berikut:
a. Bea Masuk dihitung berdasarkan:
1. nilai pabean sesuai dengan harga jual pada saat
pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke
tempat lain dalam daerah pabean;
2. klasifikasi barang yang dikeluarkan dari
Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean; dan
3. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean
impor untuk dipakai didaftarkan.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -29-
b. Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Cukai.
c. PDRI dihitung berdasarkan harga jual dan tarif pada
saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke
tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dapat
dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) atas pengeluaran Hasil Produksi dari Kawasan
Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB memiliki
konversi pemakaian Bahan Baku dan/atau Bahan
Penolong yang jelas, terukur dan konsisten; dan
b. pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat sudah
terjadi transaksi jual beli.
(3) Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya
pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas
pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
yaitu:
a. Bea Masuk dihitung berdasarkan:
1. nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada
saat barang impor dimasukkan ke Kawasan
Berikat; dan
2. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean
impor untuk dipakai didaftarkan.
b. Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Cukai; dan
c. PDRI dihitung berdasarkan:
1. nilai impor yang berlaku pada saat barang
impor dimasukkan ke Kawasan Berikat; dan
2. tarif pada saat pemberitahuan pabean impor
untuk dipakai didaftarkan.
(4) Dalam hal pembebanan tarif Bea Masuk untuk Bahan
Baku lebih tinggi dari pembebanan tarif Bea Masuk
untuk barang Hasil Produksi, dasar yang digunakan
untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu pembebanan
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -30-
tarif Bea Masuk barang Hasil Produksi yang berlaku pada
saat dikeluarkan dari Kawasan Berikat.
(5) Konversi pemakaian Bahan Baku dan/atau Bahan
Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dan transaksi jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, dilakukan pengujian secara periodik oleh
Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat Bea dan Cukai yang
ditunjuk.
(6) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
angka 1 diperoleh dari penjumlahan nilai pabean
ditambah Bea Masuk.
(7) Penghitungan Bea Masuk dan/atau Cukai, dan PDRI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3),
menggunakan nilai dasar perhitungan bea masuk yang
ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat
pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
(8) Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif dan
nilai pabean sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 30
(1) Atas pengeluaran Barang Modal yang berasal dari impor
yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea
Masuk, Cukai, dan PDRI dari Kawasan Berikat ke tempat
lain dalam daerah pabean, dibebaskan dari kewajiban
membayar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dalam hal
Barang Modal telah dimasukkan ke Kawasan Berikat
selama lebih dari 4 (empat) tahun.
(2) Terhadap Barang Modal yang berasal dari impor yang
pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat mendapat
fasilitas pembebasan Bea Masuk untuk pembangunan
atau pengembangan industri dalam rangka penanaman
modal, pengeluaran ke tempat lain dalam daerah pabean
dan penyelesaian kewajiban pabeannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Terhadap pengeluaran Barang Modal ke tempat lain
dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -31-
(2), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dibebaskan
dari kewajiban pembayaran Bea Masuk yang terutang
dalam hal Barang Modal dimasukkan ke Kawasan
Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun atau telah
diimpor selama lebih dari 5 (lima) tahun.
Pasal 31
(1) Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah
pabean dilakukan dalam jumlah paling banyak 50% (lima
puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi tahun
sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan
Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya, nilai
penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, dan nilai
penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi lainnya
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah
pabean dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 50%
(lima puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi
tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai
penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat lainnya,
nilai penjualan Hasil Produksi ke Kawasan Bebas, dan
nilai penjualan Hasil Produksi ke kawasan ekonomi
lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mendapatkan
persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor
Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan
kewenangan atas nama Menteri dengan
mempertimbangkan rekomendasi dari instansi terkait
yang membidangi perindustrian.
(3) Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
melebihi ketentuan mengenai batasan pengeluaran Hasil
Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dimaksud
diberlakukan pengurangan jumlah persentase penjualan
ke tempat lain dalam daerah pabean untuk periode tahun
berikutnya.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -32-
(4) Dalam hal pada periode tahun berikutnya terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB telah
diberlakukan pengurangan jumlah presentase penjualan
ke tempat lain dalam daerah pabean, namun Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB tetap melebihi ketentuan
mengenai batasan pengeluaran Hasil Produksi yang telah
ditetapkan, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau
PDKB dilakukan pembekuan izin Kawasan Berikat paling
lama 3 (tiga) bulan.
BAB VI
PENGELUARAN SEMENTARA DAN SUBKONTRAK
Pasal 32
(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat
mengeluarkan sementara barang dan/atau bahan ke:
a. luar daerah pabean;
b. Tempat Penimbunan Berikat lainnya.
c. Kawasan Bebas;
d. tempat lain dalam daerah pabean;
e. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
f. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
pemerintah.
(2) Pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam rangka:
a. subkontrak;
b. perbaikan/reparasi;
c. peminjaman barang modal untuk keperluan
produksi;
d. pengetesan atau pengembangan kualitas produksi;
e. penggunaan kemasan yang dipakai berulang
(returnable package);
f. dipamerkan; dan/atau
g. tujuan lain dengan persetujuan Kepala Kantor
Pabean.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -33-
Pasal 33
(1) Dalam hal pengeluaran sementara ditujukan ke Tempat
Penimbunan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b, tanggung jawab Bea
Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM
yang melekat pada barang dan/atau bahan yang
dikeluarkan sementara tersebut menjadi tanggung jawab
Tempat Penimbunan Berikat tujuan penerima barang
terhitung sejak barang dan/atau bahan diterima oleh
Tempat Penimbunan Berikat tujuan sampai dengan
diterima kembali oleh Kawasan Berikat asal.
(2) Pengeluaran sementara yang ditujukan ke Kawasan
Berikat lain dan untuk subkontrak, kegiatan ekspor
dapat langsung dilakukan oleh Pengusaha Kawasan
Berikat pemberi subkontrak dari lokasi Kawasan Berikat
penerima subkontrak.
Pasal 34
(1) Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah
pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
huruf d dilakukan setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Kantor Pabean dengan menetapkan batas waktu
pemasukan kembali barang dan/atau bahan ke Kawasan
Berikat.
(2) Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah
pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertaruhkan jaminan sebesar Bea Masuk,
Cukai, dan PDRI yang terutang, dalam hal barang
dan/atau bahan yang dikeluarkan sementara asal impor.
(3) Atas pengeluaran sementara barang dan/atau bahan asal
tempat lain dalam daerah pabean dari Kawasan Berikat
ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak perlu mempertaruhkan
jaminan.
(4) Dalam hal barang dan/atau bahan yang dikeluarkan
sementara ke tempat lain dalam daerah pabean tidak
dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat dalam batas
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -34-
waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean
sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicairkan;
b. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%
(seratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya
dibayar; dan
c. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib
membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN
dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Dalam hal barang dan/atau bahan yang dikeluarkan
sementara ke tempat lain dalam daerah pabean terlambat
dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat dalam batas
waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban
membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan
PPnBM.
Pasal 35
Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam daerah pabean
untuk subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan berdasarkan perjanjian subkontrak;
b. batas waktu persetujuan Kepala Kantor Pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) diberikan
sesuai batas waktu dalam perjanjian subkontrak;
c. pemeriksaan awal dan pemeriksaan akhir harus
dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
pemberi subkontrak;
d. perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang
menerima pekerjaan subkontrak dapat menambahkan
barang untuk kepentingan pengerjaan subkontrak; dan
e. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat
meminjamkan Barang Modal kepada penerima
subkontrak.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -35-
Pasal 36
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat menerima
pekerjaan dari badan usaha di tempat lain dalam daerah
pabean berupa:
a. subkontrak;
b. perbaikan/reparasi; dan/atau
c. pekerjaan lain,
setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
BAB VII
PEMUSNAHAN DAN PERUSAKAN BARANG
Pasal 37
(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat
melakukan pemusnahan atas barang yang berada di
Kawasan Berikat yang karena sifat dan bentuknya dapat
dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Kepala
Kantor Pabean.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan di dalam maupun di luar lokasi Kawasan
Berikat, di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Pemusnahan barang-barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dibuatkan berita acara.
Pasal 38
(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat
melakukan perusakan atas barang yang berada di
Kawasan Berikat yang karena sifat dan bentuknya tidak
dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan
Kepala Kantor Pabean.
(2) Perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai
dan dibuatkan berita acara.
(3) Perusakan dilakukan dengan merusak kegunaan/ fungsi
secara permanen dengan cara dipotong-potong atau
dengan cara lain.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -36-
BAB VIII
PEMBERITAHUAN PABEAN
Pasal 39
(1) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (3) dan Pasal 21 ayat (3) ke Kawasan Berikat dan
pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (2) dari Kawasan Berikat dilakukan dengan
menggunakan pemberitahuan pabean.
(2) Dalam hal barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan
ke dan dari Kawasan Berikat berupa barang kena Cukai,
pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku juga sebagai pemberitahuan mutasi barang
kena Cukai dan dinyatakan sebagai dokumen Cukai.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikecualikan dalam hal Barang Kena Cukai dimasukkan
dan/atau dikeluarkan dari dan ke tempat lain dalam
daerah pabean.
(4) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat,
Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB, atau oleh perusahaan
pengurusan jasa kepabeanan khusus untuk pemasukan
barang impor melalui perusahaan jasa titipan.
(5) Terhadap pengeluaran berupa sisa pengemas dan limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf j ke
tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB:
a. dikecualikan dari penyampaian pemberitahuan
pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. harus menyampaikan laporan ke Petugas Bea dan
Cukai.
(6) Atas penyampaian pemberitahuan pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan konfirmasi status wajib
pajak.
(7) Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar
kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan
impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -37-
Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara
Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB
wajib membayar bea masuk atas barang impor yang
kurang pada saat dibongkar dan dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar
lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor
barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan
tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Kawasan
Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB IX
PERGUDANGAN DAN KONSOLIDASI BARANG EKSPOR
Pasal 40
(1) Di dalam lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat dapat
dilakukan usaha pergudangan yang berbentuk Gudang
Berikat atau Pusat Logistik Berikat.
(2) Tata cara pendirian Gudang Berikat atau Pusat Logistik
Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai Gudang Berikat atau Pusat
Logistik Berikat.
Pasal 41
(1) Barang Hasil Produksi dengan tujuan ekspor dapat
dikonsolidasikan dengan barang yang berasal dari Kawasan
Berikat lain di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
yang:
a. melakukan sendiri konsolidasi barang ekspornya;
b. memiliki kesamaan manajemen, badan hukum,
bidang kegiatan, dan Hasil Produksi; atau
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -38-
c. berada dalam 1 (satu) Penyelenggara Kawasan Berikat
dan memiliki bidang kegiatan dan Hasil Produksi yang
sama, yang dibuktikan dengan surat persetujuan
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(3) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang melakukan
konsolidasi bertanggung jawab atas pelaksanaan
konsolidasi barang ekspor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(4) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang melakukan
konsolidasi ditetapkan sebagai konsolidator barang ekspor
oleh Kepala Kantor Pabean sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai konsolidator barang ekspor.
BAB X
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN
Pasal 42
(1) Izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha
Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dibekukan oleh Kepala
Kantor Pabean yang menerima pelimpahan kewenangan
atas nama Menteri dalam hal Penyelenggara Kawasan
Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB,
berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
a. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang
diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup,
berupa:
1. memasukkan Bahan Baku yang tidak sesuai
dengan yang digunakan untuk produksinya;
2. memasukkan barang yang tidak berhubungan
dengan izin Kawasan Berikat yang telah
diberikan;
3. memproduksi barang yang tidak sesuai dengan
izin yang diberikan;
4. tidak melakukan Kegiatan Pengolahan;
5. tidak memenuhi perlakuan tertentu yang
tercantum dalam izin Kawasan Berikat
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -39-
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dan ayat (2);
6. melakukan pemasukan barang sebelum
mendapatkan persetujuan Pejabat Bea dan
Cukai atau SKP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22;
7. melakukan pengeluaran barang sebelum
mendapatkan persetujuan Pejabat Bea dan
Cukai atau SKP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27; dan/atau
8. melakukan pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan
yang dibuktikan dengan rekomendasi dari
Direktorat Jenderal Pajak.
b. menunjukkan ketidakmampuan dalam
menyelenggarakan dan/atau mengusahakan
Kawasan Berikat, berupa:
1. tidak menyelenggarakan pembukuan dalam
kegiatannya;
2. tidak melakukan kegiatan dalam waktu 6
(enam) bulan berturut-turut;
3. tidak melunasi hutang kepabeanan dan cukai
dalam batas waktu yang ditentukan;
4. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 dan/atau Pasal 15;
5. memasukkan barang yang dilarang untuk
diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf a;
6. mengekspor barang yang dilarang ekspornya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b;
7. tidak memenuhi ketentuan batasan
pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain
dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (4); dan/atau
8. selama 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut,
Kawasan Berikat memiliki profil risiko layanan
tinggi.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -40-
(2) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan secara otomasi dan/atau secara
manual.
(3) Selama pembekuan, Penyelenggara Kawasan
Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau
PDKB:
a. tidak diperbolehkan untuk memasukkan
barang ke Kawasan Berikat dengan
mendapatkan fasilitas Penangguhan Bea
Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut
PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN
dan PPnBM; dan
b. tidak dapat melakukan kegiatan yang terkait
dengan pengolahan barang kena Cukai, dalam
hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
melakukan Kegiatan Pengolahan dan/atau
memproduksi barang kena Cukai.
(4) Dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat
dibekukan:
a. Pengusaha Kawasan Berikat dibekukan; dan
b. PDKB di dalam Kawasan Berikat dibekukan
dalam hal waktu pembekuan Penyelenggara
Kawasan Berikat melebihi 3 (tiga) bulan.
Pasal 43
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal:
a. Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB tidak terbukti melakukan
kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a;
b. Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB telah mampu kembali
menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Kawasan
Berikat; atau
c. Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB yang memiliki profil risiko layanan
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -41-
tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
huruf b angka 8 telah melakukan upaya perbaikan
sehingga tidak lagi memiliki profil risiko layanan tinggi.
Pasal 44
(1) Pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan izin dalam hal
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan
dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai:
a. terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang
dari izin yang diberikan; atau
b. tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan
dan/atau pengusahaan Kawasan Berikat.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilimpahkan kewenangannya menjadi dilakukan oleh
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan
Utama atas nama Menteri.
Pasal 45
(1) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat, izin
Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau izin PDKB, dicabut dalam hal
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan
dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai:
a. tidak melakukan kegiatan dalam waktu 12 (dua belas)
bulan secara terus menerus;
b. menggunakan izin usaha industri yang sudah tidak
berlaku;
c. dinyatakan pailit;
d. bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain
menyalahgunakan fasilitas Kawasan Berikat dan/atau
melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan
dan/atau cukai;
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -42-
e. tidak memenuhi checklist persyaratan dalam batas
waktu yang telah ditentukan; atau
f. mengajukan permohonan pencabutan.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilimpahkan kewenangannya menjadi dilakukan oleh
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan
Utama atas nama Menteri.
(3) Dalam hal telah dilakukan pencabutan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Kawasan Berikat,
Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal pencabutan izin, wajib melunasi semua Bea Masuk
dan/atau Cukai, dan PDRI yang terutang, yang meliputi
utang yang berasal dari hasil temuan audit dan/atau utang
yang terjadi karena pengeluaran barang dari Kawasan
Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(4) Penyelesaian atas barang yang berasal dari luar daerah
pabean yang masih terutang atau masih menjadi
tanggung jawab Kawasan Berikat yang telah dicabut
izinnya, berupa:
a. diekspor kembali;
b. diselesaikan kewajiban pabean dengan membayar
Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI sepanjang telah
memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor
dan Cukai; dan/atau
c. dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat
lainnya,
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal pencabutan izin.
(5) Penyelesaian atas barang yang berasal dari tempat lain
dalam daerah pabean yang masih tersisa pada Kawasan
Berikat yang telah dicabut izinnya, berupa:
a. diekspor;
b. dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat
lainnya; dan/atau
c. dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean,
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -43-
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal pencabutan izin.
(6) Terhadap penyelesaian atas barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b dan ayat (5) huruf c,
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat dan/atau PDKB wajib memungut PPN atau PPN
dan PPnBM serta membuat faktur pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dan ayat (5) terlampaui, atas barang yang berada di
Kawasan Berikat dinyatakan sebagai barang tidak
dikuasai.
(8) Penyelesaian atas barang yang dinyatakan sebagai
barang yang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
mengenai barang tidak dikuasai.
(9) Penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), ayat (5), dan ayat (8), menggunakan dokumen
pemberitahuan pabean atas nama Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB yang telah dicabut izinnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai dokumen pemberitahuan pabean.
Pasal 46
Dalam hal izin Penyelenggara Kawasan Berikat dicabut, PDKB
yang berada di lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat dapat:
a. mengajukan permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara
Kawasan Berikat lain, dengan terlebih dahulu mendapat
rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat lain
yang dituju; atau
b. mengajukan permohonan menjadi Penyelenggara
Kawasan Berikat di lokasi Penyelenggara Kawasan
Berikat yang telah dicabut izinnya.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -44-
BAB XI
PENDAMPINGAN
Pasal 47
(1) Untuk mendukung peningkatan investasi dan efektivitas
pelayanan operasional Kawasan Berikat, Penyelenggara
Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau
PDKB diberikan pendampingan (asistensi) oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB harus menunjuk paling sedikit 1
(satu) orang sebagai perwakilan resmi perusahaan untuk
pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB XII
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 48
(1) Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor
Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau
Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan
monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan oleh
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB yang berada dalam
pengawasannya.
(2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit berupa:
a. pengawasan rutin;
b. pemeriksaan sewaktu-waktu; dan/atau
c. pemeriksaan sederhana.
(3) Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor
Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau
Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan evaluasi
atas izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha
Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB secara periodik.
(4) Berdasarkan monitoring dan/atau evaluasi, Kepala
Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -45-
dapat melakukan perubahan ketentuan khusus dalam
izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha
Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
(5) Dalam hal hasil monitoring dan/atau evaluasi terdapat
selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada
atau seharusnya berada di Kawasan Berikat, Kepala
Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala
Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang
ditunjuk melakukan penilitian mengenai selisih
dimaksud.
(6) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) kedapatan selisih kurang tersebut:
a. dikarenakan musnah tanpa sengaja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), atas selisih
tersebut:
1. tidak dipungut Bea Masuk, Cukai dan PDRI;
dan
2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam
teknologi informasi untuk pengelolaan
pemasukan dan pengeluaran barang (IT
inventory).
b. dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara
Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau
PDKB, yaitu selisih kurang bukan karena kelalaian,
bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat
dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas
selisih tersebut:
1. ditagih Bea Masuk, cukai, dan PDRI tanpa
dikenakan sanksi administrasi berupa denda;
dan
2. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam
teknologi informasi untuk pengelolaan
pemasukan dan pengeluaran barang (IT
inventory).
c. tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -46-
Kawasan Berikat, atau PDKB, yaitu selisih kurang
tersebut karena kelalaian, karena kesengajaan, dan
tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana
kepabeanan, atas selisih tersebut:
1. ditagih Bea Masuk dan PDRI serta dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. terhadap barang kena Cukai dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai Cukai; dan
3. dilakukan penyesuaian pencatatan dalam
teknologi informasi untuk pengelolaan
pemasukan dan pengeluaran barang (IT
inventory).
d. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya
tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan
lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) kedapatan selisih lebih tersebut:
a. dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara
Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau
PDKB, yaitu selisih lebih tersebut bukan karena
kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak
terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan,
atas selisih lebih tersebut dilakukan penyesuaian
pencatatan dalam teknologi informasi untuk
pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT
inventory); atau
b. karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya
tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan
lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -47-
Pasal 49
(1) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan
kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan dan/atau
pengeluaran barang ke dan/atau dari Kawasan Berikat,
Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara
mendalam.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang
bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus
segera ditindaklajuti dengan pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang
cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan/atau
cukai, bukti permulaan tersebut harus segera
ditindaklajuti dengan penyidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal orang yang bertanggungjawab atas
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, atau PDKB terbukti melakukan tindak pidana di
bidang kepabeanan dan/atau cukai yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut
merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal
menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang
berwenang menangani bidang keimigrasian untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIII
PELAYANAN MANDIRI
Pasal 50
(1) Kepala Kantor Pabean dapat menetapkan Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB untuk melakukan
pelayanan mandiri atas kegiatan operasional di Kawasan
Berikat.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -48-
(2) Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diberikan berdasarkan:
a. permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau
PDKB; atau
b. kewenangan Kepala Kantor Pabean.
(3) Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan profil
risiko layanan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(4) Pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pelekatan dan/atau pelepasan tanda pengaman;
b. pelayanan pemasukan barang;
c. pelayanan pembongkaran barang;
d. pelayanan penimbunan barang;
e. pelayanan pemuatan barang;
f. pelayanan pengeluaran barang; dan/atau
g. pelayanan lainnya.
(5) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui
SKP.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 51
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat menggunakan
jaminan perusahaan (corporate guarantee) sebagai jaminan
yang diserahkan untuk pemenuhan Peraturan Menteri ini
dengan memperhatikan profil risiko layanan.
Pasal 52
Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat
atau PDKB dapat mengajukan permohonan kepada Kepala
Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk
dapat dilakukan penambahan perlakuan tertentu dalam izin
Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -49-
Berikat, dan/atau izin PDKB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1).
Pasal 53
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memiliki lokasi
Kawasan Berikat tidak dalam satu hamparan untuk
keperluan penimbunan Bahan Baku dan/atau barang Hasil
Produksi setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala
Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
Pasal 54
(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan
Utama yang menerima pelimpahan wewenang dari
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
sampai dengan ayat (3), Pasal 9 ayat (9), Pasal 10 ayat (1),
Pasal 31 ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 44 ayat (2), dan
Pasal 45 ayat (2):
a. wajib memperhatikan ketentuan perundang-
undangan;
b . bertanggung jawab secara substansi atas
pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan
kepada yang bersangkutan; dan
c. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan
kewenangan yang diterima kepada pihak lain.
(2) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor
Pelayanan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang
diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian
(Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.
(3) Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana
tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) bertanggung jawab secara substansi atas
pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan
kepada yang bersangkutan.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -50-
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. terhadap izin Kawasan Berikat yang diterbitkan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini yang telah ditetapkan
jangka waktunya, dinyatakan tetap berlaku sampai
dengan izin Kawasan Berikat dicabut; dan
b. terhadap permohonan pengeluaran Hasil Produksi ke
tempat lain dalam daerah pabean dalam jumlah lebih
dari 50% (lima puluh persen) yang telah diajukan ke
Direktur Jenderal sebelum berlakunya Peraturan Menteri
ini dan belum diberikan persetujuan atau penolakan oleh
Direktur Fasilitas Kepabean, permohonan diproses oleh
Direktur Fasilitas Kepabeanan.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 558) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, dengan Peraturan Menteri
Keuangan:
1. Nomor 255/PMK.04/2011 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 944);
2. Nomor 44/PMK.04/2012 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 317); dan
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -51-
3. Nomor 120/PMK.04/ 2013 tentang Perubahan Ketiga
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.04/ 2011 tentang Kawasan Berikat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
1057); dan
b. Ketentuan Pasal 12 ayat (2) huruf d angka 1 dan Pasal 12
ayat (2) huruf d angka 5 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 226/PMK.04/2014 tentang Penimbunan,
Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan Barang
Kena Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1921),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan izin dan
perubahan izin Kawasan Berikat;
b. tata cara pengawasan dan pelayanan atas pemasukan
barang ke Kawasan Berikat, pengeluaran barang dari
Kawasan Berikat, musnah tanpa sengaja, pemusnahan,
dan perusakan barang di Kawasan Berikat;
c. kriteria barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan
dari dan ke Kawasan Berikat;
d. hak dan kewajiban;
e. dokumen pemberitahuan pabean;
f. tata cara pembekuan dan pencabutan izin Kawasan
Berikat; dan
g. tata cara monitoring dan evaluasi Kawasan Berikat,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Pasal 58
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh)
hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
www.peraturan.go.id
2018, No.1367 -52-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 September 2018
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 September 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
www.peraturan.go.id