Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

16
Pendahuluan 1. Latar Belakang Hukum modern yang dipakai oleh bangsa kita dikembangkan tidak dari dalam masyarakat Indonesia, melainkan ditanamkan dari luar (immposed from outside). Hukum modern adalah produk sosial, ekonomi dan kultural barat, khususnya Eropa. Maka sebetulnya cerita tentang sejarah kelahiran hukum modern adalah cerita tentang sejarah sosial Eropa 1 . Hukum modern memiliki tipe Liberal. Dalam tipe liberal, tidak hanya hukum substantif yang penting, melainkan juga prosedur. Prosedur menjadi penting dan memiliki arti tersendiri, oleh karena dibutuhkan untuk menjaga dan mengamankan kebebasan individu. Pemikiran tentang hukum yang kemudian melahirkan positivisme, tak dapat dipisahkan dari kehadiran negara modern 2 . Ciri khas 1 Satjipto Rahardjo.2009. Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia . Yogyakarta : Genta Publishing, hlm.138 2 Satjipto Raharjo, Rekonstruksi Pemikiran Hukum di Era reformasi, Makalah pada Seminar Nasional Menggugat Pemikiran Positivisme di Era Reformasi, ODIH, UNDIP. Semarang, 22 Juli 2000. hlm. 4

description

tugas sosiologi hukum

Transcript of Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

Page 1: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Hukum modern yang dipakai oleh bangsa kita dikembangkan tidak dari

dalam masyarakat Indonesia, melainkan ditanamkan dari luar (immposed from

outside). Hukum modern adalah produk sosial, ekonomi dan kultural barat,

khususnya Eropa. Maka sebetulnya cerita tentang sejarah kelahiran hukum

modern adalah cerita tentang sejarah sosial Eropa1. Hukum modern memiliki

tipe Liberal. Dalam tipe liberal, tidak hanya hukum substantif yang penting,

melainkan juga prosedur. Prosedur menjadi penting dan memiliki arti tersendiri,

oleh karena dibutuhkan untuk menjaga dan mengamankan kebebasan individu.

Pemikiran tentang hukum yang kemudian melahirkan positivisme, tak dapat

dipisahkan dari kehadiran negara modern2. Ciri khas dari aliran positivisme

pada hukum modern ini bertitik temu pada formalitas.

Dalam pelaksanaannya kita sering mengalami banyak kegagalan dalam

menghukum para pelaku kejahatan karena hambatan dalam setelan-setelan

liberal tersebut. Pilihan sekarang apakah kita tetap akan membiarkan “prantik

liberal” berjalan terus, ataukah beralih ke sesuatu yang lain. Pada waktu publik

di Amerika banyak terpukul oleh pembebasan O.J. Simpson dari dakwaan

pembunuhan mantan isterinya (1993), seorang pengamat hanya mengangkat

1 Satjipto Rahardjo.2009.Hukum Progresif  Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Yogyakarta : Genta Publishing, hlm.1382 Satjipto Raharjo, Rekonstruksi Pemikiran Hukum di Era reformasi, Makalah pada Seminar

Nasional Menggugat Pemikiran Positivisme di Era Reformasi, ODIH, UNDIP. Semarang, 22 Juli 2000.

hlm. 4

Page 2: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

pundak dengan mengatakan, “ ya, apa boleh buat, itulah ongkos yang harus

kita keluarkan karena sepakat untuk memakai sistem yang liberal”3. Kita tidak

bisa menyalahkan para penegak hukum, oleh karena setelan-setelan pikiran

mereka memang liberal dan hal tersebut sudah ditanamkan sejak mereka

duduk di bangku kuliah umumnya fakultas hukum. Maka apabila ingin ditempuh

cara baru dalam pemberantasan tindak kejahatan termasuk korupsi, maka perlu

dilacak sampai ke dunia pendidikan hukum4.

Dalam sosiologi hukum dijelaskan bahwa hukum itu adalah instrument

yang bisa dipakai dan dipakai oleh pihak yang menggunakannya untuk

kepentingan mereka sendiri. Sebagai contoh geng bandit besar Al Capone di

tahin 1930-an pun mempunyai bagian hukum sendiri. Hal ini berarti bahwa

kejahatan pun ingin dilakukan dengan memperhatikan rambu-rambu hukum,

atau “melakukan kejahatan dengan dipandu oleh hukum”. Sejak kita

memutuskan menggunakan hukum modern, kita tak dapat menghindar dari

praktik penggunaan hukum seperti itu. Yang kita dapat lakukan adalah bersikap

lebih waspada dalam bernegara hukum ini, oleh karena ternyata bahwa hukum

itu tidak hanya dapat dipakai sebagai sarana untuk keadilan, tetapi dapat juga

untuk tujuan dan kepentingan lain.

Hukum merupakan suatu sarana elit yang memegang kekuasaan dan

sedikit banyaknya dipergunakan sebagai alat untuk mempertahankan

kekuasaan atau untuk menambah serta mengembangkannya. Secara

3 Satjipto Rahardjo.2009.Hukum Progresif  Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Yogyakarta : Genta Publishing . Op. Cit hlm. 140 -1414 ibid

Page 3: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

sosiologis, elit tersebut merupakan suatu golongan kecil dalam masyarakat

yang mempunyai kedudukan yang tinggi atau tertinggi dalam masyarakat dan

yang biasanya berasal dari lapisan atas atau menengah atas. Baik buruknya

suatu kekuasaan tergantung dari bagaimana kekuasaan itu dipergunakan.

Artinya, baik buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur dengan

kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan disadari oleh

masyarakat tersebut lebih dahulu. Hal ini merupakan suatu unsur yang mutlak

bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan bagi setiap organisasi yang

teratur. Akan tetapi, karena sifat dan hakikatnya, kekuasaan tersebut agar

dapat bermanfaat harus ditetapkan ruang lingkup, arah dan batas-batasnya.

Untuk itu, diperlukan hukum yang ditetapkan oleh penguasa itu sendiri yang

hendak dipegang teguh5.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka yang akan menjadi

bahasan dalam paper ini adalah menitik beratkan pada “Berhukum Ditinjau

dari sisi Sosiologis”

5 Soerjono Soekanto, “Pokok-pokok Sosiologi Hukum” Rajawali Pers, Jakarta, 1998. Hlm 15

Page 4: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

Pembahasan

1. Tujuan dan Fungsi Hukum

Gustav Radbruch menyatakan bahwa cita hukum tidak lain dari pada

keadilan. Persoalan keadilan bukan merupakan persolan matematis klasik,

melainkan persoalan yang berkembang seiring dengan peradaban mesyarakat

dan intelektual manusia. Bentuk keadilan dapat saja berubah tetapi esensi

keadilan selalu ada dalam kehidupan manusia dan hidup bermasyarakat. Oleh

karena itu pandangan Hans Kelsen yang memisahkan keadilan dari hukum

tidak dapat diterima karena hal itu  menentang kodrat hukum itu sendiri 6.

Prof. Esmi Warrasih dalam bukunya Pranata Hukum Sebuah Telaah

Sosiologis menyebutkan tujuan hukum dapat dipahami dari beberapa teori yang

ada. Diantaranya7:

Teori etis, mengajukan tesis bahwa hukum itu semata-mata bertujuan

untuk menemukan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan

yang etis tentang apa yang adil dan tidak adil. Dengan kata lain,

hukum bertujuan untuk merealisasikan atau mewujudkan keadilan.

Teori utilitas, berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk

menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah

yang sebanyak-banyaknya (the greatest happiness of the greatest

number). Pada hakikatnya hukum dimanfaatkan untuk menghasilkan

6 Peter Mahmud Marzuki.2008.Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. Hlm. 237 Esmi Warrasih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Badan Penerbit UNDIP: 2010, Hal 22.

Page 5: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

sebesar-besarnya kesenangan atau kebahagiaan bagi jumlah orang

terbanyak. Salah satu penganut teori ini adalah Jermy Bentham.

Teori campuran, berpendapat bahwa tujuan pokok hukum adalah

ketertiban, dan oleh karena itu, ketertiban merupakan salah satu

syarat adanya suatu masyarakat yang teratur.

Secara garis besar, tujuan hukum meliputi pencapaian suatu masyarakat

yang tertib dan damai, mewujudkan keadilan, serta mendatangkan

kemakmuran dan kebahagiaan atau kesejahteraan. Untuk mencapai tujuan

tersebut, kita perlu membahas mengenai fungsi-fungsi yang dapat dijalankan

oleh hukum. Hobel menyimpulkan adanya empat fungsi dasar hukum, yaitu 8:

Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat,

dengan menunjukkan jenis-jenis tingkah laku apa yang

diperkenankan dan apa yang dilarang

Menentukan pembagian kekuasaan dan merinci siapa saja yang

boleh melakukan serta siapakah yang harus menaatinya dan

sekaligus memilih sanksi-sanksinya yang tepat dan effektif

Menyelesaikan sengketa

Memelihara kemampuan masyarakat utnutk menyesuaikan diri

dengan kondisi-kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara

merumuskan kembali hubungan esensial antrara anggota-anggota

masyarakat

8 Ibid Hal 24

Page 6: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

Disamping itu, hukum menghendaki agar warga masyarakat bertingkah laku

sesuai dengan harapan masyarakat atau berfungsi sebagai control social. Selanjutnya,

apabila penyelenggara keadilan dalam masyarakat yang dilakukan melalui hukum

dilihat sebagai institusi social, maka kita mulai melihat hukum dalam kerangka yang

luas, yaitu dengan melibatkan berbagai proses dan kekuatan masyarakat9.

2. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum dan Pembinaan

Kesadaran Hukum 10

Penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai keadaan masyarakat

sebagaimana dicita-citakan itu adalah suatu konsep yang modern. Menurut

Marc Galenter, sistem hukum yang moderen mempunyai cir-ciri tertentu.

Beberapa diantaranya adalah bersifat territorial, tidak bersifat personal,

universitas, rasional, hukum dinilai dari sudut pandang kegunaanya sebagai

sarana untuk menggarap masyarakat.

Saat ini memang tampak ada kecenderungan yang cukup kuat untuk

menggunakan hokum sebagai penyalur kebijaksanaan untuk meningkatkan

taraf hidup rakyat pedesaan. Di sini, hokum dipakai sebagi landasan kegiatan

yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan.

Lon fuller menunjukkan delapan prinsip legalitas yang harus diikuti dalam

membuat hokum, yaitu :

1. Harus ada peraturan terlebih dahulu

2. Peraturan itu harus diumumkan

9 Ibid, Halaman 2510 Ibid Halaman 79-108

Page 7: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

3. Peraturan itu tidak boleh berlaku surut

4. Perumusan peraturan-peraturan harus dapat dimengerti oleh rakyat

5. Hokum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin

6. Diantara peraturan tidak boleh ada pertentangan satu sama lain

7. Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah

8. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hokum

dan peraturan-peraturan yang telah dibuat.

Kegagalan untuk mewujudkan salah satu dari nilai tersebut dapat

menimbulkan hasil-hasil yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan

dari isi peraturan itu. Namun demikian, sebaui apapun hokum yang dibuat, pada

akhirnya sangat ditentukan oleh budaya hokum masyarakat yang

bversangkutan. Berbicara mengenai budaya hukum adalah berbicara mengenai

bagaimana sikap-sikap, pandangan-pandangan serta nilai-nilai yang dimilki oleh

masyarakat. Semua komponen hukum itulah yang sangat menentukan berhasil

tidaknya kebijaksanaan yang telah dituangkan dalam bentuk hukum.

Hukum merupakan konkretisasi nilai-nilai yang terbentuk dari

kebudayaan suatu masyarakat. Oleh karena setiap masyarakat selalu

menghasilkan kebudayaan, maka hukum pun selalu ada disetiap masyarakat,

dan tampil dengan kekhasannya masing-masing. Itulah sebabnya Wolfgang

Friedmann menyatakan bahwa hukum tidak mempunyai kekuatan berlaku

universal. Setiap bangsa mengembangkan senfiri kebiasaan hukumnya

Page 8: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

sebagaimana mereka mempunyai bahasanya sendiri. Tidak ada hukum dari

suatu Negara tertentu dapat dipakaikan untuk bangsa Negara lain. Menurut Von

Savigny, hukum itu merupakan pencerminan Volkgeist, jiwa rakyat, yang tidak

mudah utuk diterjemahkan melalui pembuatan hukum dewasa ini.

Adapun budaya hukum diperinci ke dalam “nilai-nilai hukum procedural”

dan “nilai-nilai hukum substantive”. Nilai-nilai hukum procedural mempersoalkan

tentang cara-cara pengaturan masyarakat dan manajemen konflik. Sedangkan

komponen substantive dari budaya hukum itu terdiri dari asumsi-asumsi

fundamental mengenai distribusi maupun penggunaan sumber-sumber di

dakam masyarakat., terutama mengenai apa yang adil dan tidak menurut

masyarakat, dan sebagainya, dalam pemahaman yang lebih luas, Lawrence M.

Friedman memasukkan komponen budaya hukum sebagai integral dari suatu

system hukum. Friedman membedakan unsur system itu kedalam 3 (tiga)

macam, yaitu:

1. Struktur adalah kelembagaan yang diciptakan oleh system hukum

dengan berbagai macam fungsinya

2. Substansi adalah luaran dari system hukum,. Termasuk di dalamnuya

norma-norma yang antara lain berwujud peraturan perundang-undangan

3. Kultur adalah nilai-nilai dan sikap-siakap yang merupakan pengikat

system itu,serta menentukan tempat system itu di tengah-tengah budaya

bangsa sebagai keseluruhan.

Page 9: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

Mengenai hal ini, Friedman menegaskan bahwa a legal system in actual

operation is a complex organism in which structure, substance, and culture

interact

Kesadaran hukum dalam hal ini adalah kesadaran untuk bertindak

sesuai dengan ketentuan hukum. Kesadaran hukum masyarakat merupakan

semacam jembatan yang menghubungkan antara peraturan-peraturan hukum

dengan tingkah laku hukum anggota masyarakatnya. Lawrence Friedman lebih

condong menyebutnya sebagai bagian dari “kultur hukum”, yaitu nilai-nilai,

sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum. Secara lebih detil, Schmid

membedakan pengertian antara “perasaan hukum” dan “kesadaran hukum”

Dalam proses bekerjanya hukum, setiap anggota masyarakat dipandang

sebagai adresat hukum. Chambliss dan Seidman menyebut adressat hukum itu

sebagai “pemegang peran” (role occupan). Sebagai pemegang peran ia

diharapakan oleh hukum untuk memenuhi harapan-harapan tertentu

sebagaimana dicantumkan di dalam peraturan-peraturan. Dengan demikian,

anggota masyarakat diharapkan untuk memenuhi peran yang tertulis di situ

(role exception).

Page 10: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

Penutup

1. Kesimpulan

Secara garis besar, tujuan hukum meliputi pencapaian suatu masyarakat

yang tertib dan damai, mewujudkan keadilan, serta mendatangkan

kemakmuran dan kebahagiaan atau kesejahteraan. Disamping itu, hukum

menghendaki agar warga masyarakat bertingkah laku sesuai dengan harapan

masyarakat atau berfungsi sebagai control social. Dalam menciptakan sebuah hukum

yang baik maka yang terpenting adalah menjalankan apa yang telah menjadi fungsi

hukum sebagaimana menstinya.

Hukum merupakan konkretisasi nilai-nilai yang terbentuk dari

kebudayaan suatu masyarakat. Oleh karena setiap masyarakat selalu

menghasilkan kebudayaan, maka hukum pun selalu ada disetiap masyarakat,

dan tampil dengan kekhasannya. Dalam mewujudkan suatu cara berhukum yang

baik, budaya –budaya hukum yang telah dikaji sebelumnya diharapkan menjadi sebuah

pintu masuk kepada tatanan hukum yang lebih baik.

2. Saran

Dalam mewujudkan sebuah tatanan hukum yang ideal, ada berbagai

factor yang harus di laksanakan. Hukum bukan hanya tentang keadilan. Masih

banyak aspek-aspek lain yang perlu di perhitungkan dalam menciptakan

sebuah tatanan hukum yang ideal. Sosiologi hukum diharapkan mampu

menberikan solusi dan salahsatu alternative dalam mewujudkan sebuah system

hukum yang ideal demi terciptanya rasa aman, kesejahteraan serta hal-hal lkain

Page 11: Berhukum Dari Sisi Kajian Sosiologis

yang selama ini diharapkan masyarakat. Namun semua itu tidak akan terwujud

bila masyarakat dan para penegak hukum tidak mampu untuk berkomitmen

dalam melaksanakan dan menegakka hukum itu sendiri. Diperlukan adanya

kesadaran yang tinggi dari dalam diri masyarakat maupun dari para penegak

hukum. Sehingga teori-teori yang telah banyak dipaparkan berbanding lurus

dengan kenyataan yang sesungguhnya.