Berdasarkan penelitian

7
Berdasarkan penelitian “Diare Akut Disebabkan Bakteri” oleh Umar Zein, Khalid Huda Sagala, Josia Ginting 2014. Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi

description

u

Transcript of Berdasarkan penelitian

Page 1: Berdasarkan penelitian

Berdasarkan penelitian “Diare Akut Disebabkan Bakteri” oleh Umar Zein, Khalid Huda

Sagala, Josia Ginting 2014. Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis

menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri

dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir

dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti

kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan

tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel

leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare

cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal

atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada

kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak

ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas.

Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas

dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah

malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare

sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun

sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya

toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non

osmotik.

Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga

dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan

kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi

akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy,

inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan

motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada

Page 2: Berdasarkan penelitian

keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat

lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja

peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan

inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang

invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya

mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel

epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau

sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat

mengatasi pertahanan mukosa usus.

Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa

waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena

kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan

biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang

merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,

turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air

yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan

sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha

tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan

asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal

dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat

berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai

tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang

sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria.

Page 3: Berdasarkan penelitian

Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut,

yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis

metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan

yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat

menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses

adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai

penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,

sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen

(Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari

45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.3 Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi

intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan

netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi

pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan

uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61

– 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi

dengan biakan kotoran. Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau

menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau

latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan

kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1 Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen,

atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum,

kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap5,8,10,14 Pemeriksaan radiologis

seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi

diare akut infeksi

Page 4: Berdasarkan penelitian

Prognosis

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi

antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan

morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan

mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits

berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan

mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik

Kesimpulan loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).

Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil

5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,

peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi

frekwensi diare. Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat

mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Loperamide merupakan derivat difenoksilat (dan

haloperidol, suatu anti psikotikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tetapi

tanpa efek terhadap sistem saraf pusat (SSP) karena tidak bisa menyeberangi sawar-darah

otak oleh karena itu kurang menyebabkan efek sedasi dan efek ketergantungan dibanding

golongan opiat lainnya seperti difenoksilat dan kodein HCl. Loperamide mampu

menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel

yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja

loperamide lebih cepat dan bertahan lebih lama.

Obat ini tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi hatinya

belum berkembang dengan sempurna untuk dapat menguraikan obat ini, begitu pula untuk

pasien dengan penyakit hati hati disarankan tidak menggunakan obat ini.