berbiak komodo
-
Upload
dini-yuliansari -
Category
Documents
-
view
2.182 -
download
5
Transcript of berbiak komodo
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK SARANG BERBIAK
KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens, 1912)
DI LOH BUAYA PULAU RINCA
TAMAN NASIONAL KOMODO, NUSA TENGGARA TIMUR
MARLIANA CHRISMIAWATI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
MARLIANA CHRISMIAWATI. Identifikasi Karakteristik Sarang Berbiak Komodo
(Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Buaya Taman Nasional Komodo, Nusa
Tenggara Timur. Dibimbing oleh ABDUL HARIS MUSTARI dan LILIK BUDI
PRASETYO.
Komodo (Varanus komodoensis, Ouwens 1912) merupakan reptil endemik yang hanya
dapat ditemukan di lima pulau di Indonesia bagian timur, empat diantaranya berada di dalam
kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Secara internasional, Komodo oleh IUCN
dikategorikan sebagai jenis yang berstatus ”Vurnerable” dan masuk dalam Appendix I
CITES. Sarang merupakan komponen dari habitat yang sangat terkait dengan reproduksi
satwaliar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sarang berbiak komodo di
TNK khususnya di wilayah Loh Buaya, Pulau Rinca.
Penelitian dilaksanakan di TNK, Nusa Tenggara Timur yaitu antara bulan Juli sampai
September 2007. Pengolahan data primer dan sekunder dilaksanakan dari November sampai
Januari. Pengolahan data dilakukan dengan membuat peta ketinggian, peta kelerengan, profil
vegetasi sekitar sarang, dan buffer sungai dan pantai. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan indeks kesamaan sarang berdasarkan karakteristik dan mikroklimat sarang,
analisis vegetasi, analisis korelasi dan analisis deskriptif.
Berdasarkan hasil pengamatan, total sarang komodo yang ditemukan berjumlah 6
sarang (n=6) dengan tipe sarang berupa tipe gundukan bekas sarang burung gosong. Dari
keenam sarang tersebut, empat sarang berstatus aktif (LBY1, LBY3, LBY5 dan LBY6) dan
dua sarang berstatus tidak aktif (LBY2 dan LBY4). Sarang LBY1 adalah sarang yang
digunakan secara bersama oleh komodo dan burung gosong. Sarang komodo memiliki banyak
lubang yang digunakan untuk kamuflase. Sarang komodo memiliki diameter terpanjang 9,50-
13 m, diameter terpendek 6-11 m dan tinggi 0,70-1,60 m. Setiap sarang memiliki lubang
kamuflase dengan diameter terpanjang 0,58-0,87 m, diameter terpendek 0,28-0,47 m dan
kedalaman lubang 0,69-1,26 m. Berdasarakan peta ketinggian, sarang komodo berada pada
ketinggian 12,50 sampai dengan 15,48 m dpl. Kelerengan sarang berada pada lokasi dengan
kelerengan datar. Hanya satu sarang yang berada pada kelerengan landai (8-16 %) yaitu
sarang LBY3. Untuk aspect, tiga sarang berada pada daerah datar (flat) yaitu sarang LBY4,
LBY5 dan LBY 6, sarang LBY 1 berada pada aspect utara, sarang LBY 2 pada aspect
tenggara, dan sarang LBY3 pada aspect timur laut. Jarak sarang dengan sungai (buffer sungai)
relatif dekat pada radius 0-200 m dari sungai dan jarak sarang dengan pantai yang paling
dekat berjarak antara 300-1100 m.
Keberadaan vegetasi sangat diperlukan bagi anakan komodo untuk menghindar
ancaman predator. Tumbuhan yang ditemui di seluruh sarang adalah Tamarindus indica,
Schoutenia ovata dan tumbuhan bawah Ageratum sp.. PPV (Persen penutupan Vegetasi) pada
keenam sarang relatif jarang, PPV terbesar pada sarang LBY3 dengan nilai 49,40% dan
terendah pada sarang LBY5 dengan nilai 5,23 %. Kelembaban udara berkorelasi secara
langsung terhadap suhu lingkungan, dan suhu permukaan sebesar -0,79 dan -0,76. Demikian
juga suhu lingkungan terdeteksi memiliki korelasi langsung yang signifikan terhadap suhu
permukaan (r=0,84). Hasil uji korelasi antara suhu permukaan sarang dengan nilai PPV
diperoleh nilai r sebesar -0.91 yang menunjukkan bahwa antara suhu permukaan sarang
dengan PPV memiliki hubungan yang erat.
Hasil analisis clustering dengan menggunakan euclidean distance terhadap sarang
komodo yang ada di Loh Buaya menghasilkan pengelompokkan sarang menjadi 2 kelompok
pada tingkat kesamaan 17,46%. Kelompok pertama hanya terdiri dari sarang LBY5 dan
sarang lainnya (LBY1, LBY2, LBY3, LBY4 dan LBY5) tergabung dalam kelompok kedua.
Tidak terdeteksi adanya perbedaan yang signifikan untuk faktor profil sarang, vegetasi
maupun mikroklimat (kelembaban, suhu permukaan, dan suhu lingkungan) antara sarang aktif
dan sarang tidak aktif. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan baik di sarang aktif
maupun sarang tidak aktif relatif sama, sehingga semua sarang dapat digunakan oleh komodo
untuk bersarang.
SUMMARY
MARLIANA CHRISMIAWATI. The Nest Characteristic Identification of Komodo
Dragon (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) in Loh Buaya, Komodo National Park,
East Nusa Tenggara. Under Supervision by ABDUL HARIS MUSTARI and LILIK
BUDI PRASETYO.
Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) is an endemic reptile of five
islands in the eastern Indonesia, where four of them are within Komodo National Park
boundary. The species is listed in Appendix I of the Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), and is classified as “Vulnerable”
by the International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Nest is one of important habitat components which relate to wildlife reproduction. The
aim of this study is to identify nest characteristic of komodo dragon in Komodo National
Park (KNP) in Loh Buaya, Rinca Island.
The study was carried out in Loh Buaya, one of the large valley in KNP, East Nusa
Tenggara, between July to September 2007. During the study, compass, GPS (Global
Positioning System), infrared thermometer, scales, camera, were used to collect data.
Loh Buaya contour map and komodo dragon nest were used to analyze spatial
relationship between nest and landscape components (i.e. elevation, slope, vegetation
coverage, river and coast line buffer). By measuring nest similarity index based on nest
characteristic and microclimatic components, vegetation analysis, correlation analysis and
descriptive analysis.
Based on the observation, six of mound nests were found. The Nests were
modification of megapode bird nests, where four of them are active (LBY1, LBY3, LBY5
and LBY6) while the other two was not (LBY2 and LBY 4). Active nests were possessed
a number of camouflage holes. Ranges of komodo dragon's nest was 9,50-13 m in longest
diameter, 6-11 m in shortest diameter, and 0,70-1,60 m in height. Camouflage holes of
active nest were ranged from 0,58-0,87 m in longest diameter, 0,28-0,47 m in shortest
diameter, and 0,69-1,26 m in depth. The nests were located between 12,50 and 15,48 m
above sea level. Nests were located on flat slope (0-8 %), except for LBY3 was on slight
slope (8-16%). Regarding aspect measurement, three nest (LBY4, LBY5 and LBY 6)
were located on flat area, LBY1 located to the north, LBY 2 to south east and LBY3 was
to the east. Distance of nest from the nearest river (river buffer) were from 0-200 m and
distance of nest from nearest coast were from 300-1100m.
The existence of vegetation is crucial for hatchlings to hide from predators and
conspecifics. Tamarindus indica and Schoutenia ovata tree and ground plant Ageratum
sp. were mostly found on the nest. All of six of nests had rare PPV (vegetion covered
gratuity) where the highest was on LBY3 (49,40 %) and the lowest was LBY5 (49,40 %).
Air humidity was significantly correlated with environmental temperature and nest
surface temperature (-0,79 and -0,76). Environmental temperature was significantly
correlated with nest surface temperature (r=0,84). Correlation test between nest surface
temperature with PPV value suggessted a significant correlation (r=-0,91).
Clustering analysis with euclidean distance toward every komodo dragon nest in
Loh Buaya was resulting two nest grouping base on level of similarity (= 17,46%). The
first group was only LBY5 and the another group was group of nest LBY1, LBY2,
LBY3, dan LBY4, dan LBY6. There is no difference detected for nest characteristic for
nest profiles, vegetation, either for microclimate factors (humidity,environmental and nest
surface temperature) between active and inactive nests and suggested that environmental
condition of active an inactive nest was similar, pointing that all of the nests can be used
by komodos for nesting.
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK SARANG BERBIAK
KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens, 1912)
DI LOH BUAYA PULAU RINCA
TAMAN NASIONAL KOMODO, NUSA TENGGARA TIMUR
MARLIANA CHRISMIAWATI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi
Karakteristik Sarang Berbiak Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912)
di Loh Buaya Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2008
Marliana Chrismiawati
E34103078
Judul Skripsi : Identifikasi Karakteristik Sarang Berbiak Komodo (Varanus
komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Buaya Pulau Rinca Taman
Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur
Nama : Marliana Chrismiawati
NIM : E34103078
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Ketua,
Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F.
NIP. 131955532
Anggota,
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
NIP. 131849393
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr.
NIP. 131578788
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas izin dan kemudahan dari-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih yaitu Identifikasi
Karakteristik Sarang Berbiak Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912)
di Loh Buaya Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur.
Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik sarang berbiak komodo
yang berguna sebagai data dan informasi berkelanjutan dalam kegiatan
pengelolaan serta sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pengambilan
kebijakan dalam rangka peningkatan usaha kelestarian komodo di Taman
Nasional Komodo.
Bogor, September 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 25 Maret
1985 sebagai anak pertama dari pasangan Ali Priyadi dan
Suharti. Penulis meulai pendidikan di SDM Karangkajen I
Yogyakarta pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Pada
tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 9 Yogyakarta
dan lulus pada tahun 2000, setelah itu melanjutkan ke SMUN 5 Yogyakarta dan
lulus pada tahun 2003. Penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2003 melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada kegiatan HIMAKOVA di
Kelompok Pemerhati Gua. Penulis pernah mengikuti kegiatan SURILI (Studi
Konservasi Lingkungan) pada tahun 2005 di Taman Nasional Betung Kerihun.
Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Umum Pengenalan Hutan di Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah, KPH Banyumas Barat dan Banyumas Timur serta
Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan GETAS, Jawa Tengah.
Pada tahun 2007, penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi
(PKLP) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian “Identifikasi Karakteristik
Sarang Berbiak Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Buaya
Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur” di bawah
bimbingan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F. sebagai Ketua dan Dr. Ir. Lilik
Budi Prasetyo, MS.c sebagai Anggota.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas izin dan kemudahan dari-Nya
sehingga skripsi ini dapat berhasil diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati
dan ketulusan, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Pak Ik dan Ibu’ serta Adekku atas segala doa, kasih sayang, kesabaran,
semangat serta segala dukungan dan pengobanannya.
2. Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F. dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc.
selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran, arahan, dan masukannya.
3. M. Jeri Imansyah, MSc. atas arahan dalam pengambilan data, bantuan analisis,
koreksian, masukan serta untuk peta konturnya.
4. Dr. Ir. Iin Ichwandi, MS. dan Ir. Trisna Priadi, M.Eng.Sc. selaku dosen
penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Hasil Hutan atas
segala masukan, koreksian, serta sarannya.
5. Kepala Balai Taman Nasional Komodo beserta seluruh jajaran stafnya; Pak
Heru, Pak Hengki, Mas Ayat, Mas Ihya, Mas Wawan, dan semuanya atas
bantuannya selama penelitian juga para petugas lapang di Resort Loh Buaya.
6. Dr. Ir. Jamartin Sihite, MSc. atas arahannya saat penelitian, Pak Frans Harun
dan seluruh jajaran staf PT. Putri Naga Komodo atas bantuannya.
7. Maryati, Karlina juga Lusi atas segala semangat, kebersamaan, dan
persahabatan yang diberikan serta waktu untuk berbagi keluh kesah.
8. Keluarga besar KSH 40: Tyas; teman penelitian di lapangan atas bantuan dan
kerjasamanya; Uni Reren, Santi, Feri, Yuyun, Bilal, Yulia, Lubis, Ruri, Bohai,
Tri, Imran, Ayu, Arul, Adi, Rambo, Elsi, Adhe, Aan dan semuanya yang tidak
dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuannya, kebersamaan,
kekompakan, dan semangatnya selama ini, juga untuk Mas Sulthon 37 atas
kesediaannya mengajari GIS.
9. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah,
penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan
bantuannya.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian................................................................................. 2
C. Manfaat Penelitian............................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
A. Klasifikasi............................................................................................ 3
B. Morfologi............................................................................................. 3
C. Penyebaran ......................................................................................... 4
D. Habitat ................................................................................................ 4
E. Populasi .............................................................................................. 4
F. Sarang ................................................................................................. 5
G. SIG....................................................................................................... 9
III. KONDISI UMUM ................................................................................... 11
A. Letak dan Luas .................................................................................... 11
B. Kondisi Pulau Rinca ........................................................................... 11
1. Topografi ...................................................................................... 11
2. Musim dan Sumber Air ................................................................ 11
3. Tanah dan Geologi ........................................................................ 12
4. Vegetasi ........................................................................................ 12
5. Fauna.............................................................................................. 13
C. Aksesibilitas ....................................................................................... 13
IV. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu ............................................................................ 14
B. Alat dan Bahan .................................................................................... 14
C. Jenis Data yang Dikumpulkan ............................................................ 15
D. Metode Penelitian................................................................................ 15
1. Pengumpulan Data ......................................................................... 15
a. Data Sekunder ........................................................................... 15
b. Data Primer ............................................................................... 15
2 Pengolahan Data ............................................................................ 17
a. Pembuatan Peta Ketinggian dan Peta Kelerengan .................... 17
b. Pembuatan Diagram Profil Vegetasi dan
Proyeksi Tajuk sekitar Sarang.................................................... 18
c. Pembuatan Buffer Sungai dan Pantai ......................................... 18
ii
E. Analisis Data ...................................................................................... 18
1. Indeks Kesamaan Sarang Berdasarkan Karaktristik dan
Mikroklimat Sarang ....................................................................... 18
2. Analisis Vegetasi .......................................................................... 19
3. Analisis Korelasi............................................................................ 20
4. Analisis Deskriptif ......................................................................... 20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 21
A. Status Sarang ...................................................................................... 21
B. Karakteristik Sarang Komodo ............................................................ 23
1. Tipe dan Ukuran Sarang ............................................................... 23
2. Ketinggian dan Kemiringan Sarang............................................... 25
3. Aspect Sarang ................................................................................ 27
4. Buffer Sungai dan Pantai ............................................................... 28
5. Tipe dan Struktur Vegetasi ........................................................... 29
6. Jenis Tumbuhan Sekitar Sarang..................................................... 32
C. Faktor Mikroklimat Sarang.................................................................. 33
1. Suhu Permukaan Sarang ............................................................... 34
2. Suhu Sekitar dan Kelembaban Sekitar Sarang .............................. 35
3. Korelasi kelembaban, suhu permukaan, dan suhu sekitar sarang .. 36
D. Kesamaan Karakteristik Sarang Berdasarkan Karakteristik dan
Mikroklimat Sarang............................................................................. 37
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.......................................................................................... 39
B. Saran .................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40
LAMPIRAN.................................................................................................... 43
iii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Dimesi bangunan sarang komodo .............................................................. 24
2. Persentase sarang berdasarkan kelerengan ...................................................... 26
3. Persentase sarang berdasarkan aspect ........................................................ 27
4. Persentase sarang berdasarkan jarak dari sungai dan pantai ...................... 29
5. Persentase sarang berdasarkan lokasi......................................................... 29
6. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi sarang komodo......................... 31
7. Jenis tumbuhan yang dijumpai pada setiap sarang komodo ..................... 32
8. Kondisi penutupan sarang komodo ........................................................... 35
iv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Komodo .................................................................................................. 3
2. Peta lokasi penelitian............................................................................... 14
3. Desain metode petak kuadrat untuk analisis
vegetasi sarang dan sekitar sarang ......................................................... 17
4. Diagram alir pembuatan peta ketinggian dan peta kemiringan lereng ... 17
5. Aktivitas bersarang komodo ................................................................... 22
6. Kondisi tubuh komodo betina ................................................................. 22
7. Penggunaan sarang bersama ................................................................... 23
8. Tipe sarang komodo yang ditemukan ..................................................... 24
9. Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan ketinggian....................... 26
10. Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan kelerengan ...................... 27
11. Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan aspect.............................. 28
12. Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan penutupan lahan ............ 30
13. Sifat arboreal komodo............................................................................. 33
14. Grafik suhu harian permukaan sarang..................................................... 34
15. Grafik kelembaban suhu harian sekitar sarang dan
grafik suhu harian sekitar sarang............................................................. 35
16. Dendrogram ketidaksamaan sarang berdasarkan
karakteristik sarang dan mikroklimat sarang .......................................... 38
v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Karakteristik sarang berbiak komodo ....................................................... 44
2. Jenis-jenis tumbuhan di sekitar sarang komodo ........................................... 45
3. Hasil analisis vegetasi ............................................................................... 46
4. Hasil pengukuran kelembaban (SK), suhu permukaan sarang (SP), dan
suhu sekitar sarang (SK) ........................................................................... 51
5. Matrik euclidean distance karakteristik sarang dan mikroklimat sarang .. 54
6. Nilai korelasi ............................................................................................. 55
7. Profil vegetasi sekitar sarang komodo ....................................................... 56
8. Peta buffer sungai dan pantai ..................................................................... 58
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan reptil endemik
yang dapat ditemukan di lima pulau di Indonesia bagian timur, empat diantaranya
berada di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Komodo ditetapkan
sebagai satwa nasional yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia melalui
Keputusan Presiden No. 4 tahun 1992. Keberadaan komodo sangat dilindungi
baik secara nasional maupun internasional karena dianggap penting dalam ilmu
pegetahuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 Komodo masuk
dalam daftar satwa yang dilindungi. Secara internasional, komodo oleh IUCN
dikategorikan sebagai jenis yang berstatus Vurnerable dan masuk dalam
Appendix I CITES. Keunikan komodo yang dianggap sebagai sisa reptil purba
yang masih bertahan hidup sampai sekarang mendapatkan perhatian dari para
peneliti dari dalam maupun luar negeri. Berbagai penelitian tentang komodo telah
bayak dilakukan untuk melindungi kelestariannya, akan tetapi masih terdapat
banyak ancaman yang secara langsung maupun tidak langsung mengancam
populasi komodo di habitat alami. Ancaman tersebut antara lain perburuan satwa
mangsa dan perusakan habitat asli.
Menurut Alikodra (2002) untuk mendukung kehidupan satwaliar diperlukan
kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan,
air, udara bersih, garam mineral, tempat belindung, berkembang biak, maupun
tempat untuk mengasuh anak-anaknya. Sarang merupakan komponen dari habitat
yang sangat terkait dengan reproduksi satwaliar. Banyak faktor yang
mempengaruhi karakteristik sarang dan pemilihan lokasi misalnya kepadatan
vegetasi (Leonard&Picman 1987) dan distribusi ketersediaan tempat bersarang
(Hagan&Walters 1990; Kerpez&Smith 1990) diacu dalam Morin (1992).
Pertumbuhan populasi komodo ditentukan oleh banyaknya telur yang dapat
menetas dalam suatu sarang. Komodo tidak mengerami telurnya, tetapi
meletakkannya dalam sarang dan proses penetasannya sangat tergantung pada
kondisi lingkungan baik fisik biologi maupun kimia (Muslich&Priyono 2005).
2
Komodo betina setelah masa kawin akan mencari tempat untuk bertelur dan
meletakkan telurnya pada tempat yang sesuai dan cocok. Menurut Jessop et al.
(2007) menyarankan untuk melakukan pemantuan tahunan berkala terhadap
sarang-sarang yang ada di kawasan TNK untuk mengetahui kondisi tahunan
perkembangan atau penurunan populasi komodo. Jessop et al. (2003) menyatakan
bahwa pemantauan sarang komodo secara berkala dapat menyediakan informasi
akurat bagi pengelola dalam mengambil keputusan bagi kepentingan konservasi
komodo. Informasi ini dapat digunakan untuk mengetahui jumlah betina yang
berbiak sehingga digunakan untuk pendugaan penambahan populasi berdasarkan
jumlah telur yang menetas.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem komputer untuk
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis dan menampilkan data referensi
geografis (Kan-tsung Chang 2004). Dalam menentukan kondisi spasial sarang
komodo dapat digunakan aplikasi SIG. Pengunaan aplikasi SIG dengan data dan
model yang benar membantu dalam organisasi, interpretasi dan komunikasi dari
informasi ekologi secara efisien dan efektif. Identifikasi karakteristik sarang
berbiak komodo sangat diperlukan dalam rangka perlindungan dan kemungkinan
reintroduksi komodo di pulau lain di kawasan TNK yang memiliki karakteristik
dan kesesuaian habitat, terutama karakteristik sarang berbiaknya sehingga
perlindungan terhadap satwa ini dan kemungkinan perluasan habitat yang
dibutuhkan untuk kelestarian komodo.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sarang berbiak
komodo di TNK.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik sarang berbiak
komodo yang berguna sebagai data dan informasi berkelanjutan dalam kegiatan
pengelolaan serta sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pengambilan
kebijakan dalam rangka peningkatan usaha kelestarian komodo di TNK.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi
Klasifikasi komodo menurut Green dan King (1991); IBL Reptile Database
(1997); dan Zug (1993) diacu dalam San Diego Zoo Library mengklasifikasikan
komodo dalam klasifikasi hewan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Reptilia
Subclass : Diapsida
Order : Squamata
Suborder : Sauria (Lacertilia)
Infraorder : Autarchoglossa
Family : Varanidae
Genus : Varanus
Species : Varanus komodoensis
Komodo dalam bahasa Manggarai dikenal dengan sebutan Ora.
B. Morfologi
Komodo memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan
biawak lainnya. Komodo dewasa dapat mencapai panjang tubuh 304 cm dan berat
mencapai 81,5 kg. Tetasan komodo ketika baru menetas memiliki rata-rata
panjang tubuh 43 cm dan berat 95 kg, lebih panjang dari pada tetasan jenis lain
dalam keluarga Varanidae (Jessop et al. 2007). Komodo terpanjang yang pernah
Foto M. Chrismiawati
Gambar 1 Komodo.
4
tercatat mencapai panjang 3,13 m. Menurut Abdoessoeki (1968) komodo
memiliki badan yang panjang, lebih besar dari kepalanya. Kepala komodo agak
memanjang mirip kadal, matanya kecil, mulutnya agak memanjang ke belakang,
kulitnya coklat-kuning kehitam-hitaman dan bersisik kasar.
C. Penyebaran
Menurut Auffenberg (1981) penyebaran komodo meliputi Pulau Flores
bagian barat, Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gilimotang dan Pulau
Mada Sumbi. Penyebaran di Pulau Flores ada 2 bagian yaitu di bagian barat Pulau
Flores mulai dari Labuan Bajo hingga Nanggili, di bagian Pantai Utara mulai dari
Dampek sampai sebelah barat Riung.
D. Habitat
Suatu habitat adalah hasil interaksi dari sejumlah komponen. Secara
terperinci, komponen fisik terdiri dari: air, udara, iklim, topografi, tanah, dan
ruang. Sedangkan komponen biotik terdiri dari vegetasi, mikro fauna, makro
fauna, serta manusia (Alikodra 2002).
Menurut Mochtar (1992) diacu dalam Fahruddin (1998) menyatakan bahwa
secara umum keadaan habitat komodo ada semua tempat hampir sama yaitu suhu
rata-rata 23-40 C dengan kelembaban berkisar antara 45%-75% dan ketinggian 0-
600 m dpl. Topografi dengan sudut kemiringan antara 10-40°. Habitat komodo di
dominasi oleh padang savana, adapun pohon khas yang dijumpai pada habitat
komodo adalah pohon lontar (Borassus flabellifer). Semua biawak bersifat
ektoterm. Suhu tubuh kadal biawak aktif pada kisaran 30oC to 40
oC. Kebanyakan
mereka mengatur suhu tubuhnya dalam dua atau tiga derajat dari 36oC saat aktif
(King&Green 1999).
E. Populasi
Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu
satu sesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu
tempat dan waktu tertentu (Anderson 1985 diacu dalam Alikodra 2002). Survey
komodo pada tahun 2000 mencatat jumlah sebanyak 1.009 komodo di Pulau
Komodo dan 1.001 komodo di Pulau Rinca. Jumlah tersebut lebih rendah
5
dibandingkan survei yang diadakan tahun sebelumnya dimana populasi yang
tercatat berkisar dari 1.062 - 1.772 komodo di Pulau Komodo dan 1.110 - 1.344
komodo di Pulau Rinca (Erdmann 2004).
F. Sarang
Untuk mendukung kehidupan satwaliar diperlukan suatu kesatuan kawasan
yang dapat menjamin segala keperluan hidup satwaliar baik makanan, air udara
bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembang biak maupun tempat
mengasuh anak-anaknya, kawasan tersebut baik fisik maupun biotik dipergunakan
sebagai tempat hidup dan berkembang biak satwaliar disebut habitat.
Sarang adalah sesuatu yang sengaja atau tidak dibangun untuk dipergunakan
sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat istirahat (tidur). Letak
sarang tersebut dapat bermacam-macam (1) di atas pohon pada ranting, dahan
atau cabang pohon, (2) pada batang pohon dengan membuat lubang-lubang, dan
(3) di tanah, antara lain diletakkan di atas permukaan tanah, lubang dalam tanah,
ataupun di dalam gua. Bentuk sarang dari jenis satwaliar tertentu biasanya
memiliki ciri khas tersendiri sehingga dapat dibedakan dari jenis lainnya
(Alikodra 1990; Santosa&Kartono 1995 diacu dalam Fahruddin 1998). Sarang
yang dibuat atau digunakan komodo ada 2 macam, yaitu sarang untuk meletakkan
telur atau digunakan untuk tidur, terutama yang terdapat di tepi pantai. Komodo
banyak membuat lubang kamuflase, namun lubang ini tidak digunakan untuk
tidur. Lubang sarang biasanya hanya dipakai komodo pada waktu komodo sakit
(Kartono 1994 diacu dalam Fahruddin 1998).
Menurut Jessop et al. (2003) komodo menggunakan tiga tipe sarang dan
dikategorikan sebagai berikut:
1. Sarang lubang di tanah; terdiri dari konstruksi galian horizontal
yang dalam di tanah.
2. Sarang di bukit (hill nest); umumnya terdiri dari lubang galian
(semacam terowongan) yang luas menghasilkan satu atau lebih
bagian pada bagian depan bukit. Dalam lubang galian ini, betina
akan menggali lubang untuk telur di samping beberapa lubang
6
tipuan. Sarang tipe ini umumnya berada di padang savana yang
dikelilingi perbukitan.
3. Sarang gundukan tanah; komodo menggunakan gundukan tanah
untuk bersarang yang telah dibuat oleh burung gosong.
Sarang berbiak komodo aktif ditunjukkan oleh adanya aktivitas penggalian
yang dilakukan betina (awal Agustus) atau dengan observasi yang dilakukan
betina secara berulang-ulang di sarang (Agustus sampai November). Sarang
komodo yang tidak aktif ditunjukkan oleh tidak adanya aktivitas penggalian oleh
betina atau tidak ada penjagaan sarang oleh betina selama musim bersarang
(Jessop et al. 2003). Sarang dinyatakan sebagai sarang aktif jika terdapat aktivitas
betina bersarang seperti:
1. Adanya galian baru sarang
2. Adanya bekas galian/penutupan lubang sarang
3. Adanya komodo betina yang menjaga sarang.
Aktivitas reproduksi, khususnya jumlah sarang aktif setiap tahun dapat
digunakan sebagai salah satu cara penghitungan tidak langsung penilaian
kecenderungan populasi. Perkiraan pertambahan individu baru dapat diduga dari
jumlah sarang yang aktif.
Tempat-tempat bersarang memerlukan perlindungan yang khusus sehingga
kelangsungan keturunannya dapat terjamin. Di samping juga untuk melindungi
dan mencegah terjadinya kerusakan tempat bersarang baik karena manusia
maupun alam (Alikodra 1993). Menurut Muslich dan Priyono (2005) komodo
memiliki banyak lubang yang terdapat dalam sarang secara umum merupakan
lubang kamuflase yang dibuat untuk menghindari predasi dari komodo lain.
Menurut Auffenberg (1981) sebuah lubang sarang komodo di Kebun
Binatang Surabaya dalamnya 45 cm, yang digali pada tanah humus yang
menggunduk. Penggalian dilakukan dalam beberapa jam dan hal itu dilakukan
komodo dengan kaki depannya. Galian tersebut akan membentuk gunung kecil
atau gundukan tanah yang gembur. Di alam pernah ditemukan kulit telur komodo
dalam liang besar yang panjangnya 4 meter. Namun lubang sarang di Pulau Rinca
umumnya dalamnya antara 30-40 cm. Selain di pasir, sarang komodo juga pernah
ditemukan diantara bebatuan dengan kerikil berpasir laterit.
7
Komodo betina juga menggunakan sarang yang dibuat oleh burung gosong.
Dalam Muslich dan Priyono (2005) disebutkan bahwa menurut hasil survey yang
dilakukan oleh TNK dan Zoological Society of San Diego (ZSSD) menunjukkan
bahwa di seluruh pulau, komodo lebih banyak menggunakan sarang gosong
dengan tipe sarang gundukan untuk meletakkan telurnya. Dalam Jessop et al.
(2003) komodo betina meletakkan telurnya, berdasarkan pemilihannya sebanyak
61%, komodo betina menggunakan sarang burung gosong sebagai tempat
meletakkan telur.
Komodo betina meletakkan 1-30 telur (rata-rata 18) dalam sarang. Peletakan
telur ini diletakkan beberapa kali dengan jumlah satu atau lebih telur selama
beberapa hari secara berurutan. Komodo betina kebanyakan hanya meletakakan
telur hanya satu sarang per tahunnya yaitu pada bulan Juli sampai awal September
(Auffenberg 1981; IUCN/SSC CBSG 1994; Judd&Bacon 1977) diacu dalam San
Diego Zoo Library.
Telur komodo memiliki tipikal telur dengan tekstur kulit cangkang kasar.
Kebanyakan telur biawak memerlukan waktu inkubasi yang lebih lama bila
dibandingkan dengan jenis kadal lainnya. Pada V. niloticus, telur biasanya
menetas setelah 8-10 bulan (Cowles 1930); V. griseus mencapai 10 bulan
(Thilenius 1897); V. salvator dari 2,5 sampai 10 bulan (Kratzer 1973); dan yang
lainnya seperti V. bengalensis dan V. varius (Smith 1931; Deraniyagala
1957&Worrel 1963) memililiki waktu menengah antara 2,5-5,5 bulan. Periode
inkubasi telur oleh komodo biasanya antara 8-8,5 bulan Auffenberg (1981). Oleh
karena itu telur-telur tersebut memiliki simpanan energi yang besar selama
inkubasi (Murphy et al.). Telur komodo menetas antara bulan Maret dan April,
dengan berat tetasan rata-rata 80,3 gram dan kisaran total panjang dari 253 sampai
555 mm, ukuran ini lebih panjang daripada beberapa spesies biawak lainnya (190-
278 mm) (Auffenberg 1981).
Suhu lingkungan sangat berpengaruh penting pada kehidupan sehari-hari
berbagai jenis hewan, terutama yang bersifat ektoterm. Contohnya, banyak reptil
berperilaku komplek dan termoregulasi fisiologi untuk mempertahankan
temperatur tubuh mereka (Huey&Slatkin 1976; Avery 1982; Bedford&Newcombe
1982; Peterson, Gibson&Dorcas 1993 diacu dalam Shine&Elphick 2000). Untuk
8
tahap kehidupan reptil seperti pada tahap telur, Embrio reptil tidak dapat mengatur
temperaturnya sendiri. Variasi suhu pada tahap embrio memiliki konsekuensi
yang penting terhadap tetasan. Suhu selama inkubasi reptil tidak hanya
menentukan kesuksesan penetasan, tetapi juga berpengaruh terhadap sifat fenotip
tetasan seperti jenis kelamin, ukuran, bentuk, warna, perilaku dan lokomotor (Bull
1980; Burger Zappalorti&Gochfeld 1987; Burger&Zappalorti 1988; Burger 1989
diacu dalam Shine&Elphick 2000).
Beberapa reptil dan penyu memperlihatkan determinasi jenis kelamin
bergantung terhadap suhu dimana temperatur inkubasi menentukan perbedaan
gonad. Reptil yang memiliki determinasi jenis kelamin bergantung terhadap suhu
memperlihatkan perbedaan pola yang didefinisikan oleh Ewert dan Nelson (1991),
Pola Ia (Trachemys scripta); pola yang paling umum, menghasilkan rasio lebih
banyak betina pada temperatur hangat dan rasio lebih banyak jantan pada
temperatur dingin (Ewert&Nelson 1991). Pola Ib (Sphenodon guntheri)
dikareksteristikkan dengan peningkatan jumlah jantan pada temperatur hangat dan
peningkatan jumlah betina pada temperatur dingin (Mitchell et al. 2006). Sex
rasio lebih banyak betina pada suhu dingin maupun panas (Chelydra serpentina),
dan rasio lebih banyak jantan pada suhu pertengahan adalah karakteristik dari
pola II (Ewert&Nelson 1991). Diferensiasi gonad terjadi selama periode
thermosensitif pada embriogenesis biasanya pada periode ketiga perkembangan
(Bull 1980) diacu dalam Emer (2007).
Terlihat adanya pemilihan oleh komodo betina dalam penggunaan sarang
burung gosong belum terpakai daripada sarang permukaan tanah dan sarang di
bukit. Diperkirakan pemakaian sebagian struktur sarang ini menunjukan proses
pemilihan yang disengaja oleh betina, komodo memang secara khas memilih
sarang burung gosong yang rata-rata secara signifikan lebih tersinari matahari.
Diperkirakan, bahwa proses pemilihan ini disebabkan karena lingkungan tersebut
memiliki kondisi yang baik untuk inkubasi telur selama 180 hari hingga masa
penetasan (Green&King 1999). Pemilihaan lokasi sarang dengan sedikit naungan
dan lebih panas oleh betina dapat mengindikasikan suatu pemilihan yang
diperlukan untuk waktu inkubasi cepat. Kemungkinan hal ini untuk memastikan
komodo menetas dan keluar sarang bertepatan dengan akhir musim kering, saat
9
kelimpahan serangga mangsa dalam jumlah banyak (Madsen&Shine 1999) diacu
dalam Jessop et al. 2003.
Keberadaan sarang berbiak suatu spesies sangat menentukan keberlanjutan
spesies yang bersangkutan. Menurut Jessop et al. (2003) komodo betina
menyimpan telurnya di dalam lubang sarang yang digalinya sendiri. Sarang
berupa beberapa lubang galian meski hanya satu lubang yang menjadi tempat
penyimpanan telur. Sarang aktif akan dijaga oleh betina dari ancaman gangguan
komodo maupun binatang lain.
Menurut Jessop et al. (2003) menyatakan bahwa tidak ada bukti spasial
yang menunjukkan bahwa pemanfaatan sarang oleh komodo betina yang
ditentukan oleh kebutuhan habitat tertentu terkait posisi sarang satu sama lain di
lembah terbesar bagian utara pulau.
G. SIG
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi yang dapat
menyimpan, memanipulasi dan menampilkan data geografis (Enviromental
System Research Institute 1993:1-2 diacu dalam Ference 1996). Hal ini
memungkinkan data dapat diakses ke suatu lokasi yang tersaji secara digital
(Kadir 2003).
Kadir (2003) menyatakan bahwa kebayakan SIG menggunakan konsep
”lapis” (layer). Setiap lapis mewakili satu fitur geografi dalam area yang sama dan
selanjutnya semua lapisan bisa saling ditumpuk untuk mendapatkan informasi
yang lengkap. Setiap lapisan dapat dibayangkan seperti plastik transparan yang
mengandung gambar tertentu saja. Pemakai bisa memilih transparan-transparan
yang dikehendaki dan kemudian saling ditumpangkan sehingga akan diperoleh
gambar yang merupakan gabungan dari sejumlah transparan.
SIG sesungguhnya merupakan salah satu jenis Decision Support System
(SDD). Sehingga SIG sering disebut sebagai Spatial Decision Support System
(SDSS) (Martin 2002 diacu dalam Kadir 2003). SIG masa kini bahkan dapat
menggabungkan tugas-tugas pengambilan keputusan seperti penentuan atau
pemilihan lokasi yang memiliki pola yang serupa. Dalam Prahasta (2001)
Aplikasi SIG digunakan di bidang biologi dan lingkungan hidup seperti untuk
10
inventrisasi, kesesuaian lahan dan manajemen kawasan perlindungan flora dan
fauna yang dilindungi.
ArcView Spatial Analyst membantu untuk menemukan dan mengerti lebih
baik hubungan spasial dari data bisa menampilkan dan menjalankan query untuk
menghasilkan suatu aplikasi yang diinginkan. Spatial Analyst sangat berguna
terutama karena kemampuannya untuk menggabungkan data raster dan data
vektor. Spatial Analyst menyediakan alat untuk membuat surface (penampakan 3-
dimensi) dan menganalisa karakteristik seperti slope. Fungsi statistik zona yaitu
untuk menghitung sebuah nilai statistik dalam masing-masing zona. Fungsi ini
memerlukan dua input theme. Pertama, sebuah theme grid, yang mendefinisikan
nilai-nilai yang akan digunakan dalam penghitungan dan kedua menentukan
dalam zone mana masing-masing sel terdapat. Nilai statistik yang dapat dihitung
adalah majority, maximum, mean, median, minimum, minority, range, standard
deviation, sum dan variety (Puntodewo et al. 2003)
Banyak faktor yang dibutuhkan untuk pertimbangan dalam membuat
strategi dan program konservasi keanekaragaman hayati. Peta yang
menggambarkan pola penyebaran dari individu spesies merupakan kunci untuk
membuat keputusan tentang status dari individu spesies tersebut dan untuk
mengidentifikasi celah (gap) yang terdapat dalam data konservasi. Daerah kritis
untuk keanekaragaman hayati dapat diidentifikasi dari analisis dari kelompok
spesies yang diselaraskan dengan pola habitat (Miller 1994).
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Luas
Taman Nasional Komodo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No. 306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992 memiliki luas 173.300 ha. Secara
administratif pemerintahan TNK terletak di wilayah Kecamatan Komodo,
Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur. TNK diapit oleh Pulau
Sumbawa (NTB) dan Pulau Flores (NTT) yang terdiri dari Pulau Komodo (33.937
ha), Pulau Rinca (19.625 ha), Pulau Padar (2017 ha) serta 26 buah pulau besar dan
kecil. Taman nasional ini merupakan salah satu dari lima taman nasional yang
ditetapkan pertama kali di Indonesia. Secara astronomis TNK terletak diantara
119°20’95’’-119°49’20’’ Lintang Timur dan 8°24’35’’-8°50’2’’Lintang Selatan
(TNK 2000).
B. Kondisi Pulau Rinca
1. Topografi
Pulau Rinca terletak di ujung timur TNK yang dipisahkan dari daratan
Flores oleh selat sempit yang bernama Selat Molo. Pulau ini berbentuk membulat
di bagian Selatan dengan topografi yang gersang, dan di sebelah utara terbagi dua
oleh teluk bernama Loh Kima. Luas daratan pulau adalah 211 km2, pantainya
sepanjang 172 km, dan 28 km dari tenggara ke timur laut. Gunung Doro Ora di
sebelah selatan mencapai 677 m di atas permukaan laut dan merupakan gunung
tertinggi di Rinca, gunung tertinggi di bagian Timur Laut adalah Gunung
Pankarmea (542 m dpl) yang membentuk pegunungan gersang bersama dengan
Gunung Doro Radja (351 m dpl) dan beberapa puncak lainnya. Di bagian tengah
dan barat laut pulau terdapat topografi yang lebih melandai dengan pantai pasir
putih, pantai selatan Pulau Rinca memiliki tebing-tebing yang curam dan pantai
yang sempit dan landai (TNK 2000).
2. Musim dan Sumber Air
Iklim di Pulau Rinca mirip dengan iklim di Pulau Padar dan Komodo. Pulau
ini dipengaruhi oleh angin muson, sehingga dari bulan November sampai Maret,
12
45angin barat laut bertiup membawa curah hujan yang banyak dan pada bulan
April sampai Oktober angin kering meniup dari barat daya pada musim kemarau.
Pada puncak pegunungan hampir selalu tertutup kabut atau awan dengan tingkat
kelembaban yang tinggi. Sumber air di Pulau Rinca terdapat di kaki Gunung Doro
Ora yang menyediakan air sepanjang tahun dalam bentuk mata air, terdapat kira-
kira delapan sumber air di pulau ini yang tersebar hampir secara merata di seluruh
pulau, dengan kapasitas terbesar di mata air Boe Timba (TNK 2000).
3. Tanah dan Geologi
Secara umum kondisi tanah dan keadaan geologis Pulau Rinca tidak banyak
berbeda dari kepulauan di sekelilingnya tetapi terdapat satu perbedaan yaitu
adanya tanah kuning Mediterranean yang sangat rawan terhadap erosi. Formasi
geologis di pulau ini terdiri atas: 1) karang, 2) aluvium, 3) tufa (batu cadas), 4)
napal; dan 5) endapan vulkanis, seperti: 1) andesit dan 2) dasitik yang menonjol
yang tersebar di bagian tengah dan sebagian besar di utara (bagian barat) dan
sisanya terdapat di wilayah sekeliling Gunung Doro Raja dan Tanjung Koloh.
Sejarah geologis Pulau Rinca menyajikan sumber alam yang menarik yaitu
fenomena alamiah pergerakan tanah yang disebabkan oleh kegiatan vulkanis yang
masih terjadi dan dinamika bentang alam yang dihasilkan sangat menakjubkan
(TNK 2000).
4. Vegetasi
Secara umum hutan pantai terdapat di sepanjang pantai, di mana terdapat
endapan lumpur juga hutan bakau. Pada bagian yang lebih tinggi, terdapat hutan
decideuous (muson), savana, dan pada puncak perbukitan atau pegunungan
terdapat hutan kuasiawan yang terdapat beberapa spesies tanaman termasuk rotan
(Calamus spp.), bambu (Bambusa spp.), dan aneka jenis pohon seperti
Podocarpus nerifolia, Ficus orupacea, dan Terminalia zollinger. Penutupan lahan
di Pulau Rinca seperti halnya pada kepulauan lainnya di wilayah TNK didominasi
oleh savanna yang diantara vegetasi rumput savanna biasa atau belukar terdapat
gebang (Borasus sp). Pada hutan gugur (deciduous forest) didominasi oleh bidara
(Zizyphus jujubi), Asam (T. Indica) dan Kesambi (Scheilera oleosa). Hutan bakau
memiliki keragaman yang tinggi, terutama sepanjang pantai utara yang
13
didominasi oleh Rhizopora mucronata, jenis lainnya yaitu Ceriops tagal,
Sonneratia alba, dan Avicenia marina (TNK 2000).
5. Fauna
Selain komodo di Pulau Rinca juga terdapat kuda liar yang hanya terdapat
di wilayah antara desa Rinca dan desa Kerora, dan bertumpang tindih dengan
penyebaran kerbau liar. Ada juga anjing liar, yang bersaing dengan komodo
terhadap sumber makanan, seperti rusa, babi hutan, tikus, burung serta bangkai
binatang. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) terdapat di Pulau Rinca,
tetapi tidak terdapat di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Kijang (Cervus
timorensis) seringkali terdapat di wilayah Gunung Tumbuh dan Doro Ora sampai
ke Loh Dasami. Beberapa spesies burung yang terancam kepunahannya terdapat
di Pulau Rinca, termasuk elang ikan (Pandion heliatus), elang tutul (Falco
moluccensis) dan burung gosong (Megapodius reinwardt). Sepanjang tebing
curam di pesisir terdapat burung walet (Collocalia spp.) dan beraneka jenis
burung lainnya. Burung lain yang menarik perhatian adalah ayam hutan (Gallus
varius) yang tersebar hampir di seluruh Pulau Rinca mulai dari daerah pesisir
sampai ke wilayah pegunungan dan penyebarannya tumpang tindih dengan
penyebaran burung gosong (TNK 2000).
C. Aksesibilitas
Untuk mencapai lokasi dapat menggunakan rute yaitu Denpasar-Mataram-
Bima selama kurang lebih 1.5 jam menggunakan pesawat kemudian dilanjutkan
dengan kendaraan darat menuju Sape, dari Sape menuju TNK menggunakan ferry.
Rute lain yang dapat digunakan yaitu Kupang-Manggarai-Labuan Bajo dengan
menggunakan pesawat selama 3 jam kemudian dari Labuan Bajo menggunakan
speedboat/perahu motor/ferry menuju Taman Nasional Komodo.
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian.
8°42'30" 8°42'30"
8°25'00" 8°25'00"
119°35'00"
119°35'00"
119°52'30"
119°52'30"
120°10'00"
120°10'00"
Pulau Flores
Pulau Rinca
Pulau Komodo
4 0 4 8 km
N
Loh Buaya
IV. METODE
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di TNK, Nusa Tenggara Timur yaitu dari awal Juli
sampai pertengahan September 2007, untuk kegiatan pengolahan data lapang dan
data sekunder dilakukan di laboratorium SDAF, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Pengolahan data
primer dan sekunder dilaksanakan dari bulan November sampai awal Januari
2008.
B. Alat dan Bahan
Bahan sebagai objek penelitian adalah sarang komodo dan Peta kontur. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kompas, GPS (Global Positioning
System), kamera, termometer benang basah dan kering, termometer infrared,
meteran, tali tambang, pita ukur, alat tulis, seperangkat PC beserta software
ArcView GIS 3.3, SPSS 1.2 dan AutoCAD 2002.
15
C. Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data
sekunder yaitu data ekologi komodo, kondisi umum lokasi penelitian, peta kontur.
Data primer yang diperoleh di lapangan meliputi titik keberadaan sarang komodo,
analisis vegetasi, pengambilan data suhu sekitar sarang, kelembaban dan suhu
sekitar sarang.
D. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
a) Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan penjajagan kepada
instansi yang bersumber dengan data yang diperlukan. Seperti bio-ekologi
komodo, kondisi umum lokasi penelitian, dan peta kontur.
b) Data Primer
Pengumpulan data di lapangan yang menggunakan teknik purpossive
sampling yaitu dengan mereduksi objek penelitian dari objek yang lebih luas, agar
data yang diperoleh lebih akurat selain itu juga berdasarkan pertimbangan waktu,
biaya, tenaga dan peralatan yang ada. Purposive sampling bisa dilakukan jika
pemilihan contoh lebih mengutamakan tujuan studi. Untuk mengetahui distribusi
sarang komodo lokasi penelitian yang dipilih adalah lokasi-lokasi yang secara
nyata terdapat sarang komodo. Informasi lokasi sarang diperoleh dari petugas
lapangan.
Data primer yang diperoleh di lapangan meliputi:
1. Titik keberadaan sarang komodo, sarang komodo yang ada di wilayah lembah
Loh Buaya diambil titik koordinat GPS-nya. Masing-masing sarang diberi
kode LBY (Loh Buaya).
2. Data karakteristik sarang komodo, meliputi: tipe sarang (lubang di tanah,
lubang di bukit dan sarang gundukan), ukuran sarang (diameter terpanjang,
diameter terpendek, jumlah lubang dan ukuran lubang (kedalaman, diameter
terpanjang, diameter terpendek), dan status sarang (aktif atau tidak aktif).
16
3. Analisis vegetasi sekitar sarang menggunakan rancangan percobaan berupa
petak-petak contoh untuk mendapatkan hasil maksimal dengan resiko sekecil
mungkin, baik dari segi biaya, waktu dan tenaga. Rancangan percobaan ini
mencakup beberapa hal, seperti penentuan ukuran petak contoh, letak petak
contoh dan intensitas pengambilan contoh (Alikodra 2002). Pembuatan desain
untuk analisis vegetasi dapat disesuaikan dengan keadaan lapangan serta
tujuan penelitian. Bismarck (1986) diacu dalam Alikodra (2002)
menggunakan petak contoh dengan ukuran 7m x 100m untuk membuat
diagram profil habitat bekantan di hutan bakau Taman Nasional Kutai. Jumlah
petak contoh ada 3, masing-masing ditempatkan pada lokasi makan, istirahat,
dan lokasi tidur bekantan. Ukuran petak contoh untuk pemetaan diagram profil
suatu habitat satwaliar dapat berubah-ubah tergantung pada keputusan
penelitian dan disesuaikan dengan keadaan lapangan serta tujuan penelitian.
Analisis vegetasi sekitar sarang komodo dilakukan dengan membuat petak-
petak contoh secara sistematik disekitar sarang komodo. Bentuk petak analisis
vegetasi untuk sarang komodo dapat dilihat pada Gambar 3. Petak contoh
dibuat di sekitar sarang komodo.
4. Pengambilan data suhu sekitar sarang, kelembaban dan suhu sekitar sarang.
Pengambilan data suhu dilakukan 4 kali, yaitu pada pukul 05.00, 11.00, 17.00
dan 23.00.
17
Keterangan: a. Petak untuk semai dan tumbuhan bawah (2mx2m), b. Petak untuk pancang
(5mx5m), c. Petak untuk tiang (10mx10m), d. Petak untuk pohon (20mx20m).
Gambar 3 Desain metode petak kuadrat untuk analisis vegetasi sarang dan
sekitar sarang.
2. Pengolahan Data
1. Pembuatan Peta Ketinggian, Kelerengan dan Aspect
Peta kontur diolah dengan program ArcView 3.3 untuk menghasilkan output
peta kelerengan dan peta ketinggian. Proses pembuatan peta ketinggian dan peta
kemiringan dapat dilihat pada Gambar 4.
Spatial Analysis
TIN
Derive Slope/Aspect
Aspect Slope
Peta Ketinggian
Peta Kontur
Gambar 4 Diagram alir pembuatan peta ketinggian, slope dan aspect.
18
2. Pembuatan Diagram Profil Vegetasi dan Proyeksi Tajuk sekitar Sarang
Diagram profil vegetasi dan proyeksi tajuk dibuat untuk mengetahui kondisi
penutupan naungan oleh vegetasi disekitar sarang. Pembuatan profil vegetasi
menggunakan software AutoCAD 2002. Webb (1942); De Vos dan Mosby (1971)
diacu dalam Alikodra (2002) membagi keadaan penutupan vegetasi mejadi 4 kelas
yaitu:
1. Kelas 1 penutupan tajuk kurang 1/180 dari luas petak contoh.
2. Kelas 2 penutupan tajuk kurang 1/180-1/3 dari luas petak contoh.
3. Kelas 3 penutupan tajuk kurang 1/3-2/3 dari luas petak contoh.
4. Kelas 4 penutupan tajuk lebih dari 2/3 dari luas petak contoh.
3. Pembuatan Buffer Sungai dan Pantai
Pembangunan buffer digunakan untuk kepentingan analisis yang dilakukan
berdasarkan jarak atau zona tertentu. Buffer dibangun dengan arah keluar untuk
melindungi elemen-elemen spasial yang bersangkutan. Pembuatan buffer sungai
dan pantai digunakan untuk mengetahui jarak sarang komodo dengan sumber air
(sungai) dan pantai.
E. Analisis Data
1. Indeks Kesamaan Sarang Berdasarkan Karakteristik dan Mikroklimat
Sarang
Untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis antara satu sarang dengan sarang
yang lainnya berdasarkan kondisi fisik dan mikroklimat sarang digunakan analisis
Indeks Euclidean Distance yang menunjukkan sejauh mana perbedaaan jarak
antara sarang berdasarkan kondisi fisik dan mikroklimat sarang.
keterangan:
∆jk = Nilai Indeks Euclidean distance antara sarang ke-i dan sarang ke-k
Xij = Nilai Parameter ke-i pada sarang ke-j
Xi k= Nilai Parameter ke-i pada sarang ke-k
Nilai Euclidean distance bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga,
semakin besar nilai Euclidean distance maka semakin jauh kesamaan antar sarang
komodo. Untuk memudahkan penghitungan maka dilakukan perubahan skala agar
19
nilai Euclidean distance berkisar dari 0 hingga 1 dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
keterangan :
= Nilai indeks Euclidean distance antara sarang ke-j dan ke-k yang
telah diskala ulang
∆jk = Nilai indeks Euclidean distance sarang ke-j dan ke-k
∆jkmaks = ilai indeks Euclidean distance maksimum
Karena nilai indeks Euclidean distance merupakan indeks ketidaksamaan,
maka untuk memperoleh nilai kesamaan digunakan persamaan sebagai berikut :
S = 1 – Ejk
keterangan:
S = Nilai indeks kesamaan
Ejk = Nilai indeks Euclidean distance antara sarang ke-j dan ke-k yang
telah diskala ulang
2. Analisis Vegetasi
Jumlah Plot analisis vegetasi masing-masing sarang berjumlah 5 plot.
Analisis data yang meliputi :
1. Kerapatan suatu jenis (K) (batang/ha)
K = Jumlah individu suatu jenis
Luas plot contoh
2. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
KR = Kerapatan suatu jenis x 100 %
Kerapatan seluruh jenis
3. Frekuensi suatu jenis (F)
F = Jumlah plot ditemukan suatu jenis x 100 %
Jumlah seluruh plot
4. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)
FR = Frekuensi suatu jenis x 100 %
Frekuensi seluruh jenis
5. Dominansi suatu jenis (D)
D = Jumlah bidang dasar
Luas petak contoh
6. Dominansi Relatf (DR)
DR = Dominansi suatu jenis x 100%
Dominansi seluruh jenis
7. Indek Nilai Penting = KR + DR+ FR
20
3. Analisis Korelasi
Menghitung nilai korelasi untuk mengetahui hubungan antara suhu
permukaan, suhu sekitar sarang, kelembaban dengan persen penutupan vegetasi
menggunakan software SPSS 12.
4. Analisis Deskriptif
Menguraikan dalam bentuk deskriptif hasil-hasil pengukuran dan kondisi
sebenarnya di lapangan mengenai parameter-parameter yang berkaitan dengan
sarang komodo.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Status Sarang
Berdasarkan hasil pengamatan, total sarang komodo yang ditemukan di Loh
Buaya berjumlah 6 sarang (n=6). Sarang dinyatakan aktif apabila terdapat tanda-
tanda sarang aktif, yaitu: 1) Adanya galian baru sarang, 2) Adanya bekas
galian/penutupan lubang sarang, dan 3) Adanya komodo betina yang menjaga
sarang (Jessop et al. 2004). Dari keenam sarang tersebut empat sarang berstatus
aktif, yaitu : LBY1, LBY3, LBY5 dan LBY6. Sedangkan sarang LBY2 dan LBY4
berstatus tidak aktif. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada awal
Agustus betina sarang LBY3 (Sarang Loh Buaya 3) mulai melakukan penggalian
sarang secara intensif. Beberapa hari sebelum bertelur komodo betina akan terus
menerus melakukan penggalian. Dalam pengamatan terhadap dua sarang (LBY1
dan LBY3), komodo bertelur pada malam hari. Dari kedua sarang tersebut
masing-masing hanya sekali (1 malam) teramati komodo betina menggali pada
malam hari dan setelah itu pada pagi harinya lubang tempat bertelur tersebut telah
tertutup dan kondisi struktur sarang tidak banyak berubah sampai pada akhir
penelitian. Peletakkan telur pada malam hari ini dilakukan agar tidak ada predator
telur yang mengetahui secara pasti di lubang mana telur diletakkan. Predator telur
komodo antara lain biawak komodo itu sendiri (Auffenberg 1981). Babi hutan
juga sering menggali-gali sarang untuk mencari telur dan cacing (Muslich
&Priyono 2005). Selain itu juga menghindari gangguan dan serangan dari
komodo lain. Komodo betina sarang LBY3 bertelur pada tanggal 8 Agustus 2007.
Setelah bertelur dan menutupi lubang tempat telur, betina tersebut akan terus
melakukan penggalian untuk membuat beberapa lubang kamuflase. Pagi harinya,
struktur sarang telah berubah dengan lubang untuk meletakkan telur telah ditutup
dan terdapat empat lubang kamuflase baru.
22
(b) Foto M. Chrismiawati
Gambar 5 Aktivitas bersarang komodo. (a) Komodo menggali sarang;
(b) Komodo menjaga sarang.
Pada sarang LBY1, komodo betina mulai melakukan aktivitas penggalian
pada pertengahan Agustus dan bertelur pada tanggal 27 September 2007. Setelah
bertelur komodo betina akan menjaga sarang selama 3-4 bulan pertama masa
pengeraman untuk menjaga dari gangguan predator telur (Purwandana 2007;
Auffenberg 1981). Selama bertelur dan menjaga sarang komodo betina
mengalami penurunan kondisi tubuh yang diindikasi dengan kehilangan simpanan
lemak pada ekor (Purwandana 2007). Penurunan kondisi ini dikarenakan komodo
betina kekurangan makanan tetapi masih dapat bertahan hidup dari cadangan
lemak dari tubuhnya (Muslich&Priyono 2005). Kondisi ini dapat dilihat pada
Gambar 5 yang menunjukkan kondisi tubuh komodo yang bertelur pada sarang
LBY3. Pada Gambar 5a terlihat kondisi komodo sebelum bertelur (7 Agustus
2007) dan pada Gambar 5b merupakan kondisi komodo setelah bertelur dan
menjaga sarang (23 Agustus 2007).
Gambar 6 Kondisi tubuh komodo betina. (a) Sebelum bertelur dan
(b) Setelah bertelur.
(a) Foto M. Chrismiawati
Foto M. Chrismiawati Foto M. Chrismiawati (a) (b)
23
(a) Foto M. Chrismiawati
Sarang komodo yang tidak aktif ditandai oleh tidak adanya aktivitas
penggalian membuat lubang sarang oleh betina atau tidak ada penjagaan sarang
oleh betina selama musim bersarang (Jessop et al. 2003; Purwandana 2007). Pada
sarang LBY2 dan LBY4, komodo betina melakukan beberapa kali penggalian.
Hal ini terlihat dari adanya beberapa bekas aktivitas penggalian lubang. Meskipun
digali, kedua sarang ini tidak digunakan untuk bertelur. Sampai dengan akhir
penelitian (pertengahan bulan September) pada sarang LBY2 dan LBY4 tidak
dijumpai adanya komodo betina yang menjaga sarang. Kondisi tanah pada kedua
sarang ini lebih padat dibandingkan dengan keempat sarang yang lebih gembur
karena sering digali oleh komodo.
B. Karakteristik Sarang Komodo
1. Tipe dan Ukuran sarang
Keenam sarang yang di ada di lokasi penelitian bertipe gundukan. Muslich
dan Priyono (2005) menyatakan bahwa sarang gundukan merupakan sarang yang
dibangun oleh burung gosong (Megapodious reindwardt) dan telah diambil alih
komodo. Komodo dan burung gosong menunjukkan adanya interaksi yang sangat
unik diantara mereka. Selain itu komodo juga melakukan predasi terhadap telur
burung gosong. Interaksi lainnya terjadi pada penggunaan sarang secara bersama
antara komodo dengan burung gosong. Hal ini teramati pada sarang LBY1 yang
merupakan sarang bersama. Selama beberapa kali pengamatan terlihat aktivitas
burung gosong di sarang LBY1 sedang menggali dan mengais tanah untuk
menutupi lubang.
Gambar 7 Penggunaan sarang bersama (a) Interaksi komodo dengan
burung gosong, (b) Burung gosong di sarang LBY1.
(b) Foto M. Chrismiawati
24
Dari lubang-lubang yang digali oleh komodo biasanya ada satu lubang yang
digunakan untuk tidur pada malam hari, beristirahat dan berteduh dari panas pada
siang hari. Lubang yang digunakan untuk meletakkan telur biasanya ditutup,
sedangkan untuk lubang-lubang kamuflase lainnya dibiarkan dan tidak ditutup.
Dalam Purwandana (2007) dikatakan bahwa betina menghabiskan 46% dari
waktunya pada bulan pertama penjagaan sarang dan tidak pernah terobservasi lagi
berada di dekat sarang pada malam hari setelah tiga bulan kedepan. Aktivitas yang
paling sering terobservasi ketika betina berada di sarang adalah beristirahat dekat
sarang atau beristirahat di dalam lubang.
Pada sarang aktif terdapat lubang lebih dari 6 buah (Tabel 1), sedangkan
pada sarang tidak aktif masing-masing hanya memiliki 3 lubang. Perbedaan
jumlah lubang pada masing-masing sarang aktif dan tidak aktif dikarenakan
perbedaan aktivitas menggali sarang oleh betina. Pada sarang aktif, betina aktif
menggali sarang untuk lubang telur dan lubang kamuflase, sedangkan pada sarang
tidak aktif, tidak tercatat adanya aktivitas betina menggali sarang.
Tabel 1 Dimensi bangunan sarang komodo
Dimensi Sarang (m) 1D 2D d No.
Kode
Sarang D1 D2 t
Jumlah
lubang (m) (m) (m)
Tipe
Sarang
Status
Sarang
1 LBY1 13 9,80 0,78 6 0,58 0,35 1,06 SG Aktif
2 LBY2 12,36 9,96 0,70 3 0,87 0,46 0,92 SG Tidak
3 LBY3 14,7 8,47 1,58 9 0,80 0,47 1,26 SG Aktif
4 LBY4 11,50 6 0,76 3 0,72 0,45 1,01 SG Tidak
5 LBY5 12 11 1,02 12 0,58 0,28 0,69 SG Aktif
6 LBY6 9,50 9 1,60 11 0,62 0,34 0,81 SG Aktif
Keterangan: D1: Diameter terpanjang, D2: Diameter terpendek, t: tinggi 1D : Rata-rata diameter
terpanjang lubang kamuflase, 2D : Rata-rata diameter terpendek lubang kamuflase,
d : Kedalaman rata-rata lubang, SG: Sarang Gundukan.
Gambar 8 Tipe sarang komodo yang ditemukan. (a) Sarang gundukan
komodo; (b) Sarang lubang di bukit.
Foto M. Chrismiawati Foto M. Chrismiawati (a) (b)
25
Selain dari 6 sarang tersebut juga ditemukan sarang jenis lubang bukit di
Golo Kode yang terletak di lereng bukit pada posisi 08º39’28.3” BT-
119º42’11.3” LS. Lubang yang digali berada pada bagian yang agak datar. Sarang
ini merupakan sarang yang digali sendiri oleh komodo. Sarang lubang di bukit ini
berstatus aktif. Pada waktu pengamatan terdapat komodo yang sedang melakukan
penggalian. Sarang ini tidak diamati lebih lanjut karena lokasi sarang yang
berjauhan dengan lokasi sarang lainnya. Sama dengan karakteristik sarang
gundukan, pada sarang lubang di bukit juga banyak digali lubang lain sebagai
kamuflase.
2. Ketinggian dan Kemiringan Sarang
Nilai ketinggian diperoleh dari pengolahan peta kontur untuk mendapatkan
nilai ketinggian dan kelerengan sarang. Berdasarakan peta ketinggian, sarang
komodo yang dimonitor di Loh buaya berada pada ketinggian 0 sampai dengan
15,48 m dpl. Sarang LBY3 pada ketinggian 15,48 m dpl dan lima sarang lainnya
tercatat berada pada ketinggian 12,5 m dpl yaitu sarang LBY1, LBY2, LBY4,
LBY5 dan LBY6. Menurut Imansyah (2006) terdapat pemilihan yang signifikan
(54,55%) oleh anak komodo untuk berada pada elevasi yang rendah (kurang dari
25 m dpl). Dari ketujuh sarang yang ditemukan sebesar 85,71% sarang berada
pada ketinggian 0-33,12 mdp dan hanya terdapat satu sarang yang berda pada
ketinggian lebih dari 132,50 mdpl.
26
N
#
#
#
#
#
#
#
700 0 700 1400 Meters
0 - 33.1333.125 - 66.2566.25 - 99.37599.375 - 132.5132.5 - 165.625165.625 - 198.75198.75 - 231.875
# Titik sarang komodoBatas pantai
Skala 1:30000
PETA KETINGGIANSARANG KOMODO
797500
797500
798000
798000
798500
798500
799000
799000
799500
799500
800000
800000
800500
800500
801000
801000
9041000 9041000
9041500 9041500
9042000 9042000
9042500 9042500
9043000 9043000
9043500 9043500
9044000 9044000
9044500 9044500
792000
792000
798000
798000
804000
804000
9024000 9024000
9030000 9030000
9036000 9036000
9042000 9042000
9048000 9048000
Gambar 9 Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan ketinggian.
Berdasarkan pada bentuk lereng masing-masing sarang berada pada lokasi
dengan kelerengan datar. Hanya satu sarang yang berada pada kelerengan landai
(8-16 %) yaitu LBY3. Pada sarang lubang bukit di Golo Kode berada pada
ketinggian 159 m dpl dengan kelerengan 11,50 %. Letak sarang yang ada di
lereng bukit menurut Muslich dan Priyono (2005) dipilih karena keamanan dari
predator.
Tabel 2 Persentase sarang berdasarkan kelerengan
No. Kelerengan (%) Jumlah Sarang Persentase (%)
1 0-8 5 71
2 8-16 2 29
27
N
#
#
#
#
#
#
#
700 0 700 1400 Meters
Titik sarang komodoBatas pantai
Skala 1:30000
PETA KELERENGAN SARANG KOMODO
792000
792000
798000
798000
804000
804000
9024000 9024000
9030000 9030000
9036000 9036000
9042000 9042000
9048000 9048000
797500
797500
798000
798000
798500
798500
799000
799000
799500
799500
800000
800000
800500
800500
801000
801000
9041000 9041000
9041500 9041500
9042000 9042000
9042500 9042500
9043000 9043000
9043500 9043500
9044000 9044000
9044500 9044500
0 - 8 %8 - 16 %16 - 25 %25 - 45 %>45 %
#
Gambar 10 Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan kelerengan.
3. Aspect Sarang
Aspect menggambarkan arah hadap dari sebuah permukaan (surface), secara
sederhana aspect merupakan arah kemiringan lereng. Dalam analisis permukaan,
keluaran dari perhitungan aspect adalah derajat sesuai arah kompas. Menurut
Lipton (1992) faktor utama perubahan suhu adalah elevasi, tutupan lahan,
karakteritik tanah dan arah kelerengan terhadap matahari. Dua sarang berada pada
daerah datar (flat) yaitu sarang LBY4 dan LBY5, sarang LBY1, LBY2 dan LBY3
pada arah Timur Laut, dan satu sarang yaitu LBY6 pada arah Tenggara.Untuk
Sarang komodo yang ada di Golo Kode berada pada arah Selatan.
Tabel 3 Persentase sarang berdasarkan aspect
No. Aspect Jumlah Sarang Persentase (%)
1 Flat (datar) 2 29
2 Timur Laut 3 43
3 Tenggara 1 14
4 Selatan 1 14
28
N
#
#
#
#
#
#
#
700 0 700 1400 Meters
Titik sarang komodoBatas pantai
Skala 1:30000
PETA ASPECT SARANG KOMODO
797500
797500
798000
798000
798500
798500
799000
799000
799500
799500
800000
800000
800500
800500
801000
801000
9041000 9041000
9041500 9041500
9042000 9042000
9042500 9042500
9043000 9043000
9043500 9043500
9044000 9044000
9044500 9044500
#
Flat (-1)North (0-22.5,337.5-360)Northeast (22.5-67.5)East (67.5-112.5)Southeast (112.5-157.5)South (157.5-202.5)Southwest (202.5-247.5)West (247.5-292.5)Northwest (292.5-337.5)
790000
790000
795000
795000
800000
800000
805000
8050009025000
9025000
9030000
9030000
9035000
9035000
9040000
9040000
9045000
9045000
Gambar 11 Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan aspect.
4. Buffer Sungai dan Pantai
Pembangunan buffer digunakan untuk kepentingan analisis yang dilakukan
berdasarkan jarak atau zona tertentu. Buffer dibangun dengan arah keluar untuk
melindungi elemen-elemen spasial yang bersangkutan. Pembuatan buffer sungai
dan pantai digunakan untuk mengetahui jarak sarang komodo dengan sumber air
(sungai) dan pantai. Berdasarkan analisis menggunakan buffer, jarak sarang yang
ada di Loh Buaya yang paling dekat pantai berjarak antara 300-400 m dari batas
pantai, dan sarang yang terjauh adalah sarang LBY3 dengan jarak dari pantai
antara 1000-1100 m. Sarang komodo berada sangat dekat dengan sungai. Sarang
LBY6 dan LBY2 berada pada radius 0-50 m dari sungai, Sarang LBY4 dan LBY3
pada antara 50-100 meter, sarang LBY 1 pada 100-150 m dan sarang LBY5 yang
memiliki jarak paling jauh dari sungai, sarang ini masuk dalam 150-200 m dari
sungai. Sungai-sungai yang ada di di Pulau Rinca berupa sungai temporary yang
hanya dialiri air pada waktu musim penghujan. Ketersediaan air bukan merupakan
faktor pembatas utama bagi komodo betina produktif dalam pemilihan tempat
bersarang. hal ini dikarenakan komodo mempunyai fisologis di dalam menahan
haus. Dalam pemenuhan kebutuhan air, komodo mendapatkannya dari satwa
mangsa yang dimakannya dan embun dengan menjilati daun, kayu, rumput
29
dengan lidahnya. Selain itu juga kemampuan termoregulasi komodo dalam
mengatur air dan cairan yag keluar dari tubuhnya (Muslich&Priyono 2005).
Tabel 4 Persentase sarang berdasarkan jarak dari sungai dan pantai
Jarak (m) Jumlah Sarang Persentase (%) No.
Dari Sungai Dari Pantai Dari Sungai Dari Pantai Dari Sungai Dari Pantai
1 0-50 300-500 2 2 33 29
2 50-100 500-700 2 1 33 14
3 100-150 700-900 1 1 17 14
4 150-200 > 900 1 3 17 43
5. Tipe dan Struktur Vegetasi
Keenam lokasi sarang komodo berada pada tipe vegetasi Hutan Gugur
Terbuka dan terletak berdekatan dengan tipe vegetasi savanna, letak sarang pada
tipe vegetasi dapat dilihat pada Gambar 12. Pada lokasi ini memudahkan komodo
untuk memperoleh kebutuhannya seperti untuk berjemur dan potensi untuk
memperoleh pakan bagi komodo betina maupun anakannya nanti. Menurut
Muslich&Priyono (2005) banyaknya sarang yang berada pada peralihan dua tipe
vegetasi (ekoton) memungkinkan pencahayaan dengan intensitas yang lebih tinggi
dari pada tipe vegetasi Hutan Gugur Terbuka. Selain itu juga memudahkan
komodo betina yang sedang menjaga sarang untuk berjemur pada pagi hari
(Purwandana 2007). Pada tipe vegetasi hutan gugur sumberdaya pakan bagi
tetasan tersedia cukup melimpah, seperti kadal, tokek, burung dan serangga
sebagai penyedia pakan bagi anakan komodo (tetasan) yang baru menetas
(Auffenberg 1981; Imansyah 2006).
Tabel 5 Persentase sarang berdasarkan lokasi
No. Lokasi Jumlah Sarang Persentase (%)
1 Hutan Gugur Terbuka 6 85,71
2 Savana 1 14,29
30
8°46'30" 8
°46'30"
8°42'00" 8
°42'00"
8°37'30" 8
°37'30"
119°36'00"
119°36'00"
119°40'30"
119°40'30"
119°45'00"
119°45'00"
119°49'30"
119°49'30"
PENUTUPAN VEGETASI SARANG KOMODO
Skala1:30000
Savana Hutan dan Savana Rumput
Hutan Gugur Terbuka
Hutan Mangrove
# Titik sarang komodo
800 0 800 1600 Meters
N
#
#
#
#
#
#
#
-3468000
-3468000
-3466500
-3466500
-3465000
-3465000
-3463500
-3463500
-1105500 -1105500
-1104000 -1104000
-1102500 -1102500
Gambar 12 Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan penutupan lahan.
Pada sarang LBY1, tumbuhan bawah didominasi oleh rumput Andropogon
ociculatus dan Eupatorium sp. (Sensus). Jenis pohon yang paling dominan pada
tingkat Pohon di sarang LBY1 adalah Tamarindus indica (Asam), pada tingkat
pancang adalah Cordia sp. (Paci). Sedangkan pada tingkat tiang didominasi oleh
Asam. Pada sarang LBY2, tumbuhan bawah didominasi oleh rumput Sensus
dengan nilai INP sebesar 106,07 % dan kedua oleh Ageratum sp. sebesar 93,93
%. Jenis pohon yang paling dominan pada tingkat Pohon di sarang 1 adalah
Bidara dengan nilai INP sebesar 107 %. Pada tingkat pancang jenis yang paling
dominan Paci adalah dengan nilai INP sebesar 110. Sedangkan pada tingkat tiang
didominasi oleh Paci dengan INP sebesar 98,33. Vegetasi dominan untuk tingkat
tumbuhan bawah pada sarang LBY3 adalah Ageratum sp. Pada tingkat semai
didominasi oleh Asam, tingkat pancang oleh Paci, dan tingkat Pohon oleh
Kesambi. Sarang LBY4 pada tingkat tumbuhan bawah didominasi oleh Ageratum
sp., tingkat semai, pancang, dan tiang oleh Kukun. Pada tingkat pohon didominasi
oleh Pithecellobium umbellatum (Warang).
31
Tabel 6 Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi sarang komodo Kode Sarang Tingkat Nama jenis Famili INP (%)
LBY1 Tumbuhan bawah Andropogon ociculatus
Eupatorium sp.
Poaceae
Asterceae
92,90
80
Semai Tamarindus indica Caesalpiniceae 88,89
Dempol Tiliaceae 55,56
Pancang Cordia sp, Borraginaceae 63,86
Schoutenia ovata Tiliaceae 55,04
Tiang Tamarindus indica Caesalpiniceae 85,98
Schoutenia ovata Tiliaceae 83,24
Pohon Tamarindus indica Caesalpiniceae 170,52
Zizyphus jujubi Rhamnaceae 97,51
LBY2 Tumbuhan bawah Eupatorium sp.
Ageratum sp.
Asterceae
Myrsinaceracea
106,07
93,93
Semai Schoutenia ovata Tiliaceae 66,67
Schleichera oleosa Sapindaceae 47,22
Pancang Cordia sp. Borraginaceae 110
Tiang Cordia sp. Borraginaceae 98,33
Zizyphus jujubi Rhamnaceae 55,17
Pohon Zizyphus jujubi Rhamnaceae 107,07
Tamarindus indica Caesalpiniceae 76,01
LBY3 Tumbuhan bawah Ageratum sp. Asterceae 200
Semai Tamarindus indica Caesalpiniceae 66.67
Pancang Cordia sp. Borraginaceae 135
Tiang Schleichera oleosa Sapindaceae 93,95
Wrightia pubescens Apocynaceae 75,50
Pohon Schleichera oleosa Sapindaceae 182,03
LBY4 Tumbuhan bawah Ageratum sp. Asterceae 200
Semai Schoutenia ovata Tiliaceae 115,56
Pancang Schoutenia ovata Tiliaceae 66,67
Dechrostachys cinerea Fabaceae 55,33
Cordia sp. Borraginaceae 55,33
Tiang Schoutenia ovata Tiliaceae 111,58
Cordia sp. Borraginaceae 101,92
Pohon Pithecellobium umbellatum Mimosaceae 81,83
Tamarindus indica Caesalpiniceae 62,88
LBY5 Tumbuhan bawah Ageratum sp. Asterceae 149,52
Semai Schoutenia ovata Tiliaceae 100
Schleichera oleosa Sapindaceae 100
Pancang - - -
Tiang Schoutenia ovata Tiliaceae 114,49
Tamarindus indica Caesalpiniceae 110,3
Pohon Tamarindus indica Caesalpiniceae 169,88
Schleichera oleosa Sapindaceae 91,76
LBY6 Tumbuhan bawah Ageratum sp. Asterceae 123,08
32
Kode Sarang Tingkat Nama jenis Famili INP (%)
Semai Schoutenia ovata Tiliaceae 79,03
Tamarindus indica Caesalpiniceae 44,48
Pancang Schoutenia ovata Tiliaceae 132,5
Tiang Schoutenia ovata Tiliaceae 158,84
Pohon Tamarindus indica Caesalpiniceae 171,23
Untuk sarang LBY5 pada tumbuhan bawah didominasi oleh Ageratum sp.,
tingkat semai oleh Schoutenia ovata (Kukun) dan Schleichera oleosa (Kesambi),
tingkat tiang didominasi oleh Zizyphus jujubi (Bidara) dan Asam. Pada tingkat
pohon didominasi oleh Asam. Vegetasi dominan untuk sarang LBY6 pada tingkat
tumbuhan bawah didominasi oleh Ageratum sp., tingkat semai, pancang dan tiang
oleh Kukun. Pada tingkat pohon didominasi oleh Asam. Jenis-jenis tumbuhan
yang mendominasi sarang LBY1 disajikan pada Tabel 6 dan lebih lengkap
disajikan pada Lampiran 2.
6. Jenis Tumbuhan Sekitar Sarang
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh 16 jenis vegetasi baik
tumbuhan bawah maupun pohon. Dari semua lokasi sarang komodo terdapat
vegetasi yang ditemukan tumbuh di sekitar sarang, vegetasi tersebut terdiri atas
pohon Asam, Kukun dan tumbuhan bawah yaitu Ageratum sp.. Untuk jenis
tumbuhan lainnya yaitu bidara ditemukan pada kelima sarang kecuali pada sarang
LBY6. Paci, Kesambi dan Dempol masing-masing ditemukan pada 4 sarang. Jenis
tumbuhan yang dijumpai pada sarang komodo dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 7 Jenis tumbuhan yang dijumpai pada setiap sarang komodo
Jenis Vegetasi
Kode
Sarang
T.
Ind
ica
Ag
era
tum
sp
Eu
pa
tori
um
sp
Co
rdia
sp
.
S.
ova
ta
S.
ole
osa
Z.
ju
jub
i
A.
aci
cula
tus
P.
ma
laba
ricu
m
Dem
po
l
M.
tam
ento
sa
W. p
ub
esce
ns
P.
div
ersi
foli
um
D.
cin
erea
P.
um
bel
latu
m
Fic
us
sp. ∑
LBY1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 9
LBY2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 10
LBY3 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 8
LBY4 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 9
LBY5 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
LBY6 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 10
Jumlah 6 6 4 4 6 4 5 1 1 4 1 3 2 1 2 1 51
Keterangan: 1 = ada, 0 = tidak ada.
33
Keberadaan vegetasi terutama pohon sangat diperlukan komodo oleh
komodo maupun anakannya. Menurut Imansyah (2006) hatcling (tetasan komodo)
secara nyata cenderung menempati pohon asam untuk berlindung (45,37%).
Auffenberg (1981) menyatakan bahwa alasan utama komodo muda bersifat
arboreal adalah untuk mencari makan, beristirahat dan menghindar dari komodo
yang lebih muda. Anakan komodo akan segera naik ke atas pohon untuk
menghindari komodo yang lebih besar, perilaku ini merupakan perilaku
antipredator. Imansyah. (2006) menyebutkan bahwa pohon Asam merupakan
tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh tetasan komodo selama tahun
pertama kehidupannya setelah menetas. Selain itu juga menurut Purwandana
(2007) pohon memiliki hal yang penting untuk termoregulasi, komodo betina
menggunakannya sebagai shelter terutama pada waktu di siang hari yang panas.
Selama pengamatan, komodo betina sering ditemukan berada di bawah pohon di
dekat sarang untuk beistirahat di bawah naungan.
Gambar 13 Sifat arboreal komodo (a) Komodo muda menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk berlindung di atas pohon
(b) Pohon asam yang ada disekitar sarang.
C. Faktor mikroklimat sarang
Temperatur merupakan faktor penting di wilayah biosfer, karena
pengaruhnya sangat besar pada segala bentuk kehidupan. Beberapa kegiatan
organisme seperti reproduksi, pertumbuhan, dan kematian sangat dipengaruhi oleh
temperatur (Alikodra 2002). Komodo mengandalkan panas yang didapat dari
radiasi sinar matahari untuk proses inkubasi telurnya (Jessop et al. 2007). Dalam
penentuan keberhasilan penetasan suhu memegang peranan yang sangat penting.
Goin and Zug (1978) menyatakan bahwa laju dari pertumbuhan embrio
(a) (b)
34
Grafik Suhu Permukaan Sarang
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
55.00
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00
Jam
Suhu
LBY1 LBY2 LBY3 LBY4 LBY5 LBY6
dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang rendah akan memperlambat perkembangan
embrio. Sebaliknya suhu yang tinggi akan mempercepat perkembangan embrio.
1. Suhu Permukaan Sarang
Suhu permukaan tanah memiliki suhu paling dingin pada awal pagi hari dan
paling hangat pada awal siang hari. Perubahan suhu harian tanah akan semakin
menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah (Rosenberg 1974). Fluktuasi
suhu akan terjadi pada kedalaman 15 cm dari permukaan tanah, dan makin ke
dalam fluktuasi suhu berkurang sedikit demi sedikit mencapai stabil (Nuitja
1992). Suhu rata-rata harian permukaan tanah sarang komodo tertinggi pada
sarang LBY5. Sarang dengan suhu permukaan tanah yang rendah terdapat pada
sarang LBY3 dan LBY 4.
Gambar 14 Grafik suhu harian permukaan sarang.
Tinggi suhu permukaan sarang memiliki hubungan yang erat dengan
kondisi vegetasi sekitar sarang. Semakin sedikit jumlah vegetasi sekitar sarang
maka akan semakin tinggi suhu pada permukaan tanah. Adanya faktor naungan
menjadi penghalang yang mengurangi terjadinya kontak secara langsung antara
permukaan sarang. Sarang LBY5 memiliki nilai PPV yang paling rendah yaitu
sebesar 5,23%. Nilai PPV sarang LBY3 dan LBYmasing-masing sebesar 49,40%
dan 38,46% . Menurut Muslich dan Priyono (2005) sejumlah 52,90% (n=15)
sarang burung gosong mempunyai penutupan naungan vegetasi di sekitar sarang
yang cukup rapat yaitu 76-100%. Untuk memenuhi panas dalam kebutuhan
inkubasi maka burung gosong mengumpulkan serasah dan ranting didalam
sarangnya. Proses biologis dalam penguraian oleh mikroorganisme merupakan
sumber panas yang membantu dalam meningkatkan suhu sarang. Sumber panas
35
pada sarang burung gosong juga berasal dari matahari. Berbeda dengan burung
gosong, komodo tidak mengumpulkan serasah dan ranting pada sarangnya. Proses
inkubasi lebih banyak menggunakan panas matahari sehingga penutupan vegetasi
sarang komodo lebih rendah. Pada sarang gundukan komodo banyak terdapat sisa
serasah dan ranting yang dikumpulkan oleh burung gosong. Selain itu juga berasal
dari serasah daun yang gugur dari pohon sekitar sarang. Berbeda pada sarang yang
digali sendiri oleh komodo tidak dijumpai ranting dan serasah seperi terlihat pada
Gambar 6b. Nilai penutupan vegetasi sarang disajikan pada Tabel 9. Sedangkan
untuk gambar kondisi profil vegetasi sarang dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 8 Kondisi Penutupan Sarang komodo
No. Kode Sarang Tipe Vegetasi PPV (%)
1 LBY1 ODF Kelas2 (39,2)
2 LBY2 ODF Kelas1 (23,6)
3 LBY3 ODF Kelas2 (49,40)
4 LBY4 ODF Kelas2 (38,46)
5 LBY5 ODF Kelas1 (5,23)
6 LBY6 ODF Kelas1 (22,10)
Keterangan: ODF: Open deciduous forest, PPV: Persen Penutupan Vegetasi.
2. Suhu Sekitar dan Kelembaban Sarang
Pengukuran suhu selalu dikaitkan dengan kelembaban. Besarnya
kelembaban berbanding terbalik dengan besarnya suhu. Semakin tinggi nilai
kelembaban maka suhunya akan semakin rendah. Suhu harian udara sekitar sarang
yang tercatat yang paling tinggi pada sarang LBY5 yang terjadi pada pukul 11.00.
Fluktuasi suhu yang tinggi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah
intensitas sinar matahari dan kodisi lingkungan, seperti angin, curah hujan,
respirasi tumbuhan dan faktor lingkungan lainnya (Pah 2003).
Gambar 15 Grafik kelembaban suhu harian sekitar sarang dan grafik suhu
harian sekitar sarang.
Grafik Suhu Harian Sekitar Sarang
19.00
21.00
23.00
25.00
27.00
29.00
31.00
33.00
35.00
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00
Jam
Su
hu
LBY1
LBY2
LBY3
LBY5
LBY5
LBY6
Grafik Kelembaban Sekitar Sarang
60.00
65.00
70.00
75.00
80.00
85.00
90.00
95.00
100.00
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00
Jam
Ke
lem
ba
ba
n
LBY1
LBY2
LBY3
LBY4
LBY5
LBY6
36
Tingginya suhu udara pada LBY5 disebabkan sarang ini merupakan sarang
yang paling terbuka dan memiliki PPV yang paling rendah (Tabel 4). Sebaliknya
pada sarang LBY3 dan LBY4 memiliki suhu yang lebih dingin karena memiliki
vegetasi yang lebih rapat. Dari hasil uji korelasi antara suhu permukaan sarang
dengan nilai PPV diperoleh nilai r sebesar -0,91 yang menunjukkan bahwa antara
suhu permukaan sarang dengan PPV memiliki hubungan yang erat. Keduanya
memiliki hubungan negatif, semakin tinggi suhu permukaan sarang maka nilai
PPV akan semakin kecil.
3. Korelasi Kelembaban, suhu permukaan, dan suhu sekitar sarang.
Dalam studi ini terlihat bahwa kelembaban udara berkorelasi secara
langsung terhadap suhu lingkungan, dan suhu permukaan. Kelembaban udara
berkorelasi negatif dengan suhu permukaan dengan nilai r sebesar -0,765. Nilai
korelasi kelembaban dengan suhu lingkungan memiliki nilai r sebesar -0,790.
Demikian juga suhu lingkungan terdeteksi memiliki korelasi langsung yang
signifikan terhadap suhu permukaan sarang dengan nilai r sebesar 0,843. Komodo
diketahui merupakan satwa ektotermik, dimana aktivitasnya sangat tergantung
pada kondisi suhu optimal lingkungan (King&Green 1999). Jika terlalu dingin
ataupun panas, maka komodo tidak akan aktif (King&Green 1999). Suhu tubuh
optimal bagi komodo untuk melakukan aktivitasnya adalah antara 28-40°C, di
mana suhu optimal lingkungan bagi komodo untuk beraktivitas adalah antara 29-
42°C (King&Green 1999; Harlow et al. 2007). Hingga kini belum diketahui
korelasi antara suhu permukaan dengan suhu di dalam sarang, namun suhu
permukaan telah diketahui berpengaruh terhadap aktivitas komodo. Purwandana
(2007) menyatakan bahwa pada kondisi panas, betina tetap menjaga sarang meski
harus berpindah ke tempat yang lebih teduh.
Suhu optimal lingkungan sarang sangat dipengaruhi oleh posisi geografis,
ketinggian dari permukaan laut, vegetasi di sekitarnya, tipe dan warna tanah,
musim, dan cuaca setempat (Godley et al. 1991). Godley et al. (1991) juga
menyatakan bahwa suhu lingkungan berkorelasi dengan lamanya periode inkubasi
dan penentuan jenis kelamin pada tetasan penyu tempayan (Caretta caretta).
Suhu di dalam sarang lebih stabil dibandingkan suhu lingkungan luar sarang
yang berfluaktif, sehingga suhu dalam sarang lebih optimal dalam proses inkubasi
37
telur (Imansyah et al. 2007). Suhu yang diperlukan untuk inkubasi telur komodo
adalah antara 29-34°C, lebih tinggi sekitar 10°C dari pada suhu lingkungan sarang
(Imansyah et al. 2007). Godley et al. (1991) menyatakan juga bahwa meski suhu
lingkungan berpengaruh terhadap suhu tanah pada kedalaman sarang dan suhu
sarang itu sendiri, yang paling berperan dalam masa inkubasi adalah suhu dalam
sarang itu sendiri. Pada penelitian ini suhu di dalam sarang tidak diukur karena
keterbatasan peralatan untuk mengukur suhu dalam tanah, selain itu juga
pengukuran suhu dalam tanah sulit dilakukan karena komodo betina yang
menjaga sarang sangat waspada terhadap gangguan yang dapat mengganggu
sarangnya.
Tinggi rendahnya suhu dalam sarang dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain kepadatan telur dalam sarang, kedalaman sarang dan lokasi sarang.
Sarang yang berlokasi di daerah yang terkena cahaya dan mendapatkan sedikit
hembusan angin akan memiliki temperatur yang lebih hangat dibandingkan
dengan lokasi yang bebas naungan dan berangin kencang (Bustar 1972).
Suhu optimal pada saat inkubasi sangat berperan terhadap kondisi fenotip
tetasan pada kebanyakan reptil (Deeming&Fergusson 1991). Suhu inkubasi
kemudian juga akan menentukan jenis kelamin, survivorship, tingkah laku,
lokomotor, dan kondisi fisiologi anak reptil ketika menetas (King&Green 1999).
Suhu yang lebih dingin dari pada rentang suhu optimal akan menyebabkan anakan
memiliki ukuran tubuh lebih besar, sedangkan suhu yang lebih tinggi akan
menyebabkan anakan memiliki ukuran lebih kecil dan keduanya akan
berpengaruh terhadap kemampuan motorik anakan sehingga akan mempengaruhi
pula kemampuan survival mereka (King&Green 1999).
D. Kesamaan Karakteristik Sarang Berdasarkan Karakteristik dan
Mikroklimat Sarang
Hasil analisis clustering dengan menggunakan euclidean distance terhadap
masing-masing sarang komodo yang ada di Loh Buaya menghasilkan dendogram.
Dendogram yang dihasilkan menggambarkan ketidaksamaan sarang berdasarkan
karakteristik sarang yaitu jumlah lubang, panjang dan lebar sarang. Untuk faktor
mikroklimat berdasarkan pada perbedaan kelembaban, suhu permukaan sarang
dan suhu sekitar sarang.
38
Berdasarkan dendogram pada gambar 17 terjadi pengelompokkan sarang
menjadi 2 kelompok pada tingkat kesamaan 17,46% (Lampiran 5). Kelompok
pertama hanya terdiri dari LBY5 dan sarang lainnya termasuk dalam kelompok
kedua (LBY1, LBY2, LBY3, dan LBY4, dan LBY6). Perbedaan yang besar pada
sarang LBY5 terdapat suhu permukaan sarang yang memiliki temperatur paling
tinggi tinggi dibandingkan dengan sarang-sarang yang lain. Tingginya temperatur
sarang LBY5 disebabkan nilai PPV yang paling rendah dibandingkan sarang-
sarang yang lain yaitu sebesar 5,23%. Sarang LBY1 dan Sarang LBY2 memiliki
kesamaan sebesar 79,84%. Kedua persamaan ini dilihat dari dimensi (panjang dan
lebar) sarang yang hampir sama ukurannya dan perbedaan suhu sekitar sarang
yang tidak terlalu jauh. Kedua sarang ini kemudian berasosiasi dengan sarang
LBY4 pada tingkat kesamaan 62,23%, yang menjadi penciri kesamaan tersebut
adalah suhu sekitar sarang.
C A S E 0 5 10 15 20 25
Label Num +---------+---------+---------+---------+---------+
LBY1 òûòòòòòòòòòòòø LBY2 ò÷ ùòòòòòòòø LBY4 òòòòòòòòòòòòò÷ ùòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòø LBY3 òòòòòòòòòòòòòòòòòûòòò÷ ó LBY6 òòòòòòòòòòòòòòòòò÷ ó LBY5 òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò÷
Gambar 17 Dendrogram ketidaksamaan sarang berdasarkan karakteristik sarang
dan mikroklimat sarang.
Sub kelompok 2 yaitu sarang LBY3 dan LBY6 yang membentuk asosiasi
dengan tingkat kesamaan sebesar 58,63%. Kemudian kedua sarang tersebut
berasosiasi dengan sarang LBY2, LBY1 dan LBY4. Kedua sub kelompok
tersebut berasaosiasi membentuk kelompok 2.
I. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sarang komodo di Loh Buaya berada pada ketinggian 12,50-15,48 m dpl
dengan kelerengan yang relatif datar. Sarang komodo memiliki jarak 300-
1100 m dari batas pantai dan 0–200 m dari badan sungai. Keenam lokasi
sarang komodo terletak pada tipe vegetasi Hutan Gugur Terbuka. Terdapat
16 jenis vegetasi diperoleh 16 jenis vegetasi baik tumbuhan bawah
maupun pohon, vegetasi tersebut yaitu Tamarindus indica, Schoutenia
ovata dan Ageratum sp..
2. Sarang komodo memiliki beberapa lubang kamuflase yang digunakan
untuk mengelabui predator. Pada sarang aktif ditemukan banyak lubang
karena komodo yang menjaga sarang selalu aktif membuat lubang baru.
3. Tidak terdeteksi adanya perbedaan yang signifikan untuk profil sarang
maupun mikroklimat (kelembaban, suhu permukaan, dan suhu lingkungan)
antara sarang aktif dan sarang tidak aktif. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi lingkungan baik di sarang aktif maupun sarang tidak aktif adalah
relatif sama, sehingga semua sarang dapat digunakan oleh komodo untuk
bersarang.
B. Saran
1. Pentingnya keberadaan penutupan vegetasi, terutama pohon sebagai
tempat berlindung anakan komodo dan lokasi berpohon dipilih komodo
betina sebagai tempat bersarang sehingga perlu perlindungan dari
perusakan habitat seperti kebakaran.
2. Penelitian spasial sarang komodo dalam cakupan wilayah studi yang luas
sehingga dapat mengetahui karakteristik sarang komodo secara umum dan
dapat dilakukan penentuan wilayah yang memiliki kesesuaian habitat
bersarang yang potensial.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoesoeki, E. 1968. Varanus komodoensis Ouwens pada Habitatnya di Pulau
Komodo. Laporan Kerja. Biologi FMIPA. Uninersitas Padjajaran. Bandung.
Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.
Alikodra, HS. 1993. Pengelolaan Satwaliar Jilid II. Pusat Antar Universitas-PAU.
IPB. Bogor.
Auffenberg, W. 1981. The Behavioral Ecology of Komodo Monitor. University
Presses of Florida. Gainesville, USA.
Bustard, R. 1972. Sea Turtle; A Natural History and Conservation. Collins.
London.
Deeming, DC, Ferguson MWJ. 1991. Physiological Effects of Incubation
Temperature on Embryonic Development in Reptiles and Birds. In D. C.
Deeming&M. W. J. Ferguson (eds.), Egg Incubation: Its Effects on
Embryonic Development in Birds and Reptiles, pp. 147–171. Cambridge
University Press. Cambridge.
Erdmann, AM. 2004. Panduan Sejarah Ekologi Taman Nasional Komodo Buku 1:
Darat. Diakses dari http:/www.komodonationalpark.org tanggal 25 Mei
2007.
Emer, S. 2007. Temperature-Dependent Sex Determination in Manouria emys
emys. Thesis. College of Arts and Scienses, Goergia State University.
Diakses dari http://etd.gsu.edu/theses/available/etd-05012007-
220802/unrestricted/Emer_Sherri_200705_ms.pdf pada tanggal 27 Januari
2007
Fahruddin. 1998. Pendugaan Parameter Demografi Populasi Komodo (Varanus
komodoensis Ouwens) Di Pulau Komodo Taman Nasional Komodo.
Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Bogor.
Ference, A.A. 1996. Habitat Suitability Mapping Trough Integation of
Multicriteraia Evaluation Techniques with a Geographic Information
System (GIS). Thesis. Departement of the Air Force Air University, Air
Force Institute of Technology. Wrigh-Patterson Air Force Base Ohio.
Diakses dari http://handle.dtic.mil/100.2/ADA324078 tanggal 31 Mei 2007.
Godley, BJ. Broderick AC., Downie JR., Glen F., Houghton JD., Kirkwood I.,
Reece S., Hays GC. 2001. Thermal Conditions in Nests of Loggerhead
Turtles: Further Evidence Suggesting Female Skewed Sex Ratios of
Hatchling Production in the Mediterranean. Journal of Experimental Marine
Biology and Ecology 263:45–63
41
Goin, CJ., Zug G.. 1978. Intoduction to Herpetology. Third Edition. W.H. Frenan
and Company. San Fransisco.
Harlow, H., Purwandana, D. Jessop, TS., Phillips, JA. 2007. Body Temperature
and Thermoregulations on Komodo Dragons in the Fields. Journal of
Herpethology (in press).
Imansyah, M.J. 2006. Spatial Ecology of Hatchling and Juvenile Komodo
Dragons (Varanus Komodoensis) in The Komodo National Park, Indonesia.
Thesis. Fakulti Sains dan Teknologi Universiti Kebangsaan Malaysia.
Bangi, Malaysia.
Imansyah, M.J., Ariefiandy, A., Purwandana, D., Rudiharto, H., Ciofi, C. 2007.
Rain and Temperature Dynamics on Komodo Island. BTNK/KSP.
Unpublished report.
Jessop, TS., J. Summer, Rudiharto H., Purwadana D., Imansyah MJ., Phillips JA.
2003. Distribution, Use and Selection of Nest Type by Komodo. Zoological
Society of San Diego (ZSSD), The Nature Conservacy, Komodo Nasional
Park. Diakses dari http:/www.komodonationalpark.org pada tanggal 25
Januari 2007.
Jessop, TS., Imansyah MJ., Purwadana D., Rudiharto H., A. Seno, Opat DS.,
Noviandi T, Payung I., dan Ciofi C. 2007. Ekologi Populasi, Reproduksi
dan Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional
Komodo, Indonesia. Disunting oleh Imansyah, MJ., Ariefiandy, A. dan
Purwandana, D. BTNK/CRES-ZSSD/TNC.
Kadir, A. 2003. Pengenalan Sistem Informasi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Kan-tsung Chang, 2004. Introduction to Geographic Information System 2nd
edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York.
King, D., Brian Green. 1999. Goannas: The Biology of Varanid Lizards. Sydney.
New South Wales Press Ltd.
Lipton, A. E. 1992. Effect of Slope and Aspect on Satellite Surface Temperature
Retrievals and Mesoscale Analysis in Mountainous Terrain. Journal of
Applied Meteorology 31:255-264.
Miller, R.I. 1994. Mapping of Diversity of Nature. Chapman&Hall.
London.Glasgow. Weinheim. New Tork. Tokyo. Melbourne. Madras.
Murphy, JB., Ciofi, C., de la Panouse, C., Walsh, T. (Ed.). 2002. Komodo
dragons, biology and conservation. Washington, DC: Smithsonian
Institution Press.
42
Muslich, M. dan Priyono A. 2005. Penyebaran dan Karakteristik Sarang Berbiak
Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Liang Pulau
Komodo Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur. Media
Konservasi Vol. X, No. 1 Juni 2005: 13-20.
Morin, MP. 1992. Laysan Finch Nest Characteristics, Nest Spacing and
Reproductive Success in Two Vegetation Types. The Condor 94:344-357
Nuitja, INS. 1992. Biologi dan Ekologi Penyu Laut. IPB Press. Bogor.
Pah, JM.. 2003. Aktivitas Harian Biawak Air Asia (V. Salvator) di Suaka Marga
Satwa Pulau Rambut, Jakarta. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan Fakultas Kehutana IPB. Bogor.
Puntodewo, A., D. Sonya, J.Tarigan. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk
Pengelolaan Sumberdaya Alam. CIFOR. Bogor.
Purwandana, D. 2007. Nesting Activity and Spatial Ecology of Female Komodo
Dragons (Varanus komodoensis) In The Komodo National Park, Indonesia.
Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit
Informatika Bandung. Bandung.
Rosenberg, NJ. 1974. Microclimate: The Biological Environment. John
Wiley&Sons. New York.
San Diego Zoo Library. Fact Sheet: Taxonomy & Nomenclature. Diakses dari
http://library.sandiegozoo.org/Fact%20Sheets/komodo_dragon/komodo.htm
#2. Tanggal 25 Januari 2007.
San Diego Zoo Library. Fact Sheet: Reproduction & Development. Diakses dari
http://library.sandiegozoo.org/Fact%20Sheets/komodo_dragon/komodo.htm
#2. Tanggal 25 Januari 2007.
Shine, R dan Elphick MJ.. 2000. The effect of short-term weather fluctuations on
temperatures inside lizard nests, and on the phenotypic traits of hatchling
lizards. Biological Journal of the Linnean Society (2001), 72: 555–565.
Taman Nasional Komodo. 2000. Rencana Pengelolaan 25 Tahun Taman Nasional
Komodo Buku 3 Rencana Tapak. Diakses dari
http:/www.komodonationalpark.org tanggal 25 Mei 2007.
44
Lampiran 1 Karakteristik Sarang Berbiak Komodo
TS US SS
KS LS TV PPV (%) LT SB SG D1 D2 t ∑ Aktif Tidak
LBY1
LBY2
LBY3
LBY4
LBY5
LBY6
S 08º39’28,3”
E 119º42’11,3”
S 08º39’33,4”
E 119º43’16,4”
S 08º39’33,0”
E 119º43’20,2”
S 08º39’18,5”
E 119º43’06,1”
S 08º39’26,4”
E 119º43’22,1”
S 08º39’08,6”
E 119º43’10,6”
ODF
ODF
ODF
ODF
ODF
ODF
Kelas3
(39,2)
Kelas2
(23,6)
Kelas3
(49,40)
Kelas3
(38,46)
Kelas2
(5,23)
Kelas2
(22,10)
√ √ √ √ √ √
13
12,36
14,7
11,5
12
9,5
9,8
9,96
8,47
6
11
9
0,78
0,7
1,58
0,76
1,02
1,6
6
3
9
3
12
11
√ √
√ √
√
√
Keterangan: KS: Kode Sarang, LS: Lokasi Sarang, V: Tipe Vegetasi, PPV: Persen penutupan Vegetasi, TS: Tipe Sarang, LT:
Lubang Tanah, SB: Sarang Bukit, SG: Sarang Gundukan, US: Ukuran Sarang, ∑ : jumlah lubang , D1: Diameter
terpanjang, D2: Diameter terpendek, t: tinggi sarang, rata lubang, SS: Status Sarang.
45
Lampiran 2 Jenis-jenis Tumbuhan di Sekitar Sarang Komodo.
Nama No.
Nama Lokal Nama Latin Famili
1 Bentawas Wrightia pubescens Apocynaceae
2 Sensus Eupatorium sp Asreaceae
3 Kirinyuh Ageratum sp Asterceae
4 Paci Cordia sp. Borraginaceae
5 Asam Tamarindus indica Caesalpiniceae
6 Daleng Piliostigma malabaricum Caesalpiniceae
7 Mberarat Dechrostachys cinerea Fabaceae
8 Warang Pithecellobium umbellatum Mimosaceae
9 Ficus sp. Ficus sp Moraceae
10 Rumput Andropogon aciculatus Poaceae
11 Bidara Zizyphus jujubi Rhamnaceae
12 Nggudu Morinda tamentosa Rubiaceae
13 Kesambi Schleichera oleosa Sapindaceae
14 Wajur Pterosepmum diversifolium Sterculiaceae
15 Kukun Schoutenia ovata Tiliaceae
16 Dempol - -
46
Lampiran 3 Hasil Analisis Vegetasi
Indeks Nilai Penting pada Tingkat Tumbuhan Bawah
No. Jenis K KR F FR INP
Sarang LBY1
1 Andropogon 3,1 72,9 0,2 20 92,9
2 Ageratum sp 0,3 7,1 0,2 20 27,1
3 Sensus 0,85 20 0,6 60 80,0
Total 4,25 100 1 100 200
Sarang LBY2
1 Ageratum sp 1,10 31,43 1,0 62,5 93,93
2 Sensus 2,40 68,57 0,6 37,5 106,07
Total 3,50 100 1,6 100 200
Sarang LBY3
1 Ageratum sp 4,1 100 1 100 200
Total 4,1 100 1 100 200
Sarang LBY4
1 Ageratum sp 5,5 100 1 100 200
Total 5,5 100 1 100 200
Sarang LBY5
1 Ageratum sp 4,35 82,86 0,8 66,67 149,52
2 Sensus 0,9 17,14 0,4 33,33 50,48
Total 5,25 100 1,2 100 200
Sarang LBY6
1 Ageratum sp 2,2 56,41 0,8 66,67 123,08
2 Sensus 1,7 43,59 0,4 33,33 76,92
Total 3,9 100 1,2 100 200
Indeks Nilai Penting pada Tingkat Semai
No. Jenis K KR F FR INP
Sarang LBY1
1 Asam 0,25 55,56 0,4 33,33 88,89
2 Dempol 0,1 22,22 0,4 33,33 55,56
3 Baring 0,05 11,11 0,2 16,67 27,78
4 Kesambi 0,05 11,11 0,2 16,67 27,78
Total 0,45 100 1,2 100 200
Sarang LBY2
1 Paci 0,02 16,67 0,40 22,22 38,89
2 Baring 0,03 33,33 0,60 33,33 66,67
3 Kesambi 0,02 25,00 0,40 22,22 47,22
4 Bidara 0,02 16,67 0,20 11,11 27,78
5 Asam 0,01 8,33 0,20 11,11 19,44
Total 0,10 100 1,80 100 200
47
Lampiran 3 Lanjutan
No. Jenis K KR F FR INP
Sarang LBY3
1 Dempol 0,15 11,11 0,4 22,22 33,33
2 Asam 0,75 55,56 0,2 11,11 66,67
3 Paci 0,10 7,40 0,4 22,22 29,63
4 Kesambi 0,15 11,11 0,4 22,22 33,33
5 Baring 0,15 11,11 0,2 11,11 22,22
6 Bidara 0,05 3,70 0,2 11,11 14,82
Total 1,35 100 1,8 100 200
Sarang LBY4
1 Baring 0,25 55,56 0,6 60 115,56
2 Asam 0,5 11,11 0,2 20 31,11
3 Paci 0015 33,33 0,2 20 53,33
Total 0,45 100 1 100 200
Sarang LBY5
1 Baring 0,05 50 0,2 50 100
2 Kesambi 0,05 50 0,2 50 100
Total 0,1 100 0,4 100 200
Sarang LBY6
1 Baring 0,45 29,03 1 50 79,03
2 Asam 0,45 29,03 0,4 20 49,03
3 Dempol 0,55 35,48 0,4 20 55,48
4 Warang 0,1 6,45 0,2 10 16,45
Total 1,55 100 2 100 200
Indeks Nilai Penting pada Tingkat Pancang
No. Jenis K KR F FR INP
Sarang LBY1
1 Asam 0,024 8,824 0,4 14,286 23,109
2 Baring 0,072 26,471 0,8 28,571 55,042
3 Bidara 0,008 2,941 0,2 7,143 10,084
4 Dempol 0,032 11,765 0,4 14,286 26,050
5 Kesambi 0,04 14,706 0,2 7,143 21,849
6 Paci 0,096 35,294 0,8 28,571 63,866
Total 0,272 100 2,8 100 200,
Sarang LBY2
1 Paci 0,2 50 0,6 60 110
2 Baring 0,1 25 0,2 20 45
3 Asam 0,1 25 0,2 20 45
Total 0,4 100 1 100 200
Sarang LBY3
1 Paci 0,003 75,00 0,6 60 135
2 Baring 0,001 25,00 0,4 40 65
48
Lampiran 3 Lanjutan
No. Jenis K KR F FR INP
Sarang LBY4
1 Baring 0,032 26,67 0,4 40 66,67
2 Asam 0,008 6,67 0,2 20 26,67
3 Paci 0,04 33,33 0,2 20 53,33
4 Mberarat 0,04 33,33 0,2 20 53,33
Total 0,12 100 1 100 200
Sarang LBY6
1 Baring 0,056 70 1 62,5 132,5
2 Dempol 0,024 30 0,6 37,5 67,5
Total 0,08 100 1,6 100 200
Indeks Nilai Penting pada Tingkat Tiang
No. Jenis K KR F FR INP
Sarang LBY1
1 Asam 0,01 26,31579 0,6 30 0,004160
2 Baring 0,012 31,57895 0,4 20 0,004440
3 Bidara 0,008 21,05263 0,4 20 0,003710
4 Dempol 0,002 5,263158 0,2 10 0,001035
5 Kesambi 0,002 5,263158 0,2 10 0,000670
6 Paci 0,004 10,52632 0,2 10 0,000009
Total 0,038 100 2 100 0,014024
Sarang LBY2
1 Paci 0,01 33,33 0,80 33,33 7,7715E-05
2 Bidara 0,00 20,00 0,40 16,67 4,5414E-05
3 Baring 0,00 13,33 0,40 16,67 3,5963E-05
4 Asam 0,00 6,67 0,20 8,33 9,2038E-06
5 Daleng 0,00 13,33 0,20 8,33 2,4498E-05
6 Morinda tamentosa 0,00 6,67 0,20 8,33 2,4968E-05
7 Dempol 0,00 6,67 0,20 8,33 2,7715E-05
Total 0,02 100 2,40 100 0,00024548
Sarang LBY3
1 Paci 0,006 16,67 0,4 18,18 4,964E-05
2 Bentawas 0,008 22,22 0,6 27,27 8,799E-05
3 Baring 0,004 11,11 0,2 9,09 2,958E-05
4 Kesambi 0,012 33,33 0,6 27,27 1,128E-04
5 Bidara 0,006 16,7 0,4 18,18 5,836E-05
Total 0,036 100 2,2 100 3,384E-04
Sarang LBY4
1 Baring 0,006 33,33 0,6 37,5 6,14252E-05
2 Paci 0,006 33,33 0,6 37,5 4,68551E-05
3 Bentawas 0,004 22,22 0,2 12,5 3,09713E-05
4 Mberarat 0,002 11,11 0,2 12,5 1,14968E-05
Total 0,018 100 1,6 100 0,000150748
49
Lampiran 3 Lanjutan
No. Jenis K KR F FR D
Sarang LBY5
1 Asam 0,010 31,25 0,4 40 9,70064E-05
2 Bidara 0,004 12,5 0,4 40 5,64092E-05
3 Baring 0,018 56,25 0,2 20 0,000095000
Total 0,032 100 1 100 0,000248416
Sarang LBY6
1 Baring 0,02 58,82 0,6 42,86 0,00012
2 Dempol 0,004 11,76 0,4 28,57 0,00002
3 Wajur 0,002 5,88 0,2 14,29 0,00001
4 Asam 0,008 23,53 0,2 14,29 0,00006
Total 0,034 100 1,4 100 0,00020
Indeks Nilai Penting pada Tingkat Pohon
No. Jenis K KR F FR D DR INP
Sarang LBY1
1 Asam 0,010 54,29 1,00 45,46 0,106 70,78 170,53
2 Bidara 0,007 37,14 0,80 36,36 0,036 24,01 97,51
3 Kesambi 0,002 8,57 0,40 18,18 0,008 5,21 31,96
Total 0,018 100 2,20 100 0,150 100 300
Sarang LBY2
1 Bidara 0,0045 45 0,6 23,08 0,00029153 39,00 107,07
2 Asam 0,0020 20 0,6 23,08 0,00024619 32,93 76,01
3 Baring 0,0010 10 0,4 15,38 4,3599E-05 5,83 31,22
4 Kesambi 0,0015 15 0,6 23,08 0,00012828 17,16 55,24
5 Morinda 0,0010 10 0,4 15,38 3,7978E-05 5,08 30,46
Total 0,0100 100 2,6 100 0,00074758 100,0 300,0
Sarang LBY3
1 Kesambi 0,007 63,64 0,8 57,14 0,000607206 61,25 182,03
2 Bentawas 0,0005 4,55 0,2 14,29 1,58002E-05 1,59 20,42
3 Asam 0,002 18,18 0,2 14,29 0,000298989 30,16 62,63
4 Bidara 0,0015 13,64 0,2 14,29 6,94068E-05 7,00 34,92
Total 0,011 100 1,4 100 0,000991402 100 300
Sarang LBY4
1 Kesambi 0,0010 11,76 0,2 9,09 0,000108157 9,67 30,53
2 Dempol 0,0005 5,88 0,2 9,09 1,84076E-05 1,65 16,62
3 Bidara 0,0005 5,88 0,2 9,09 4,47293E-05 4,00 18,97
4 Asam 0,0010 11,76 0,4 18,19 0,000368236 32,93 62,88
5 Bentawas 0,0005 5,88 0,2 9,09 1,58002E-05 1,41 16,39
6 Wajur 0,0005 5,88 0,2 9,09 8,60231E-05 7,69 22,67
7 Warang 0,0030 35,29 0,2 9,09 0,00041873 37,45 81,83
8 Mberarat 0,0005 5,88 0,2 9,09 1,63057E-05 1,46 16,43
9 Paci 0,0005 5,88 0,2 9,09 1,63057E-05 1,46 16,43
10 Baring 0,0005 5,88 0,2 9,09 2,54777E-05 2,28 17,25
Total 0,0085 100 2,2 100 0,001118173 100 300
50
Lampiran 3 Lanjutan
No. Jenis K KR F FR D DR INP
Sarang LBY5
1 Asam 0,002 57,14 0,6 50 0,000216027 62,74 169,89
2 Bidara 0,0005 14,29 0,2 16,67 2,54777E-05 7,40 38,35
3 Kesambi 0,001 28,57 0,4 33,33 0,000102807 29,86 91,76
Total 0,0035 100 1,2 100 0,000344311 100 300
Sarang LBY6
1 Asam 0,0105 70 1 38,46 0,00098 62,77 171,23
2 Warang 0,0005 3,33 0,2 7,69 0,00002 1,14 12,17
3 Dempol 0,0010 6,67 0,4 15,38 0,00003 2,16 24,21
4 Ficus sp. 0,0005 3,33 0,2 7,69 0,00007 4,71 15,73
5 Paci 0,0005 3,33 0,2 7,69 0,00001 0,52 11,54
6 Kesambi 0,0015 10 0,4 15,38 0,00043 27,46 52,84
7 Bentawas 0,0005 3,33 0,2 7,69 0,00002 1,25 12,27
Total 0,02 100 2,6 200 0,00156 100 300
51
Lampiran 4 Hasil Pengukuran Kelembaban (SK), Suhu Permukaan Sarang (SP),
dan Suhu Sekitar Sarang (SK)
Sarang LBY1
No. Jam K(%) SP SK
1 05.00 91.00 21.40 22.20
11.00 78.00 40.60 31.50
17.00 64.00 37.40 29.00
23.00 90.00 25.00 19.30
2 05.00 91.00 21.40 22.20
11.00 78.00 40.60 31.50
17.00 64.00 37.40 29.00
23.00 90.00 19.60 19.30
3 05.00 81.00 20.40 20.00
11.00 65.00 40.30 31.00
17.00 70.00 36.60 26.00
23.00 83.00 23.90 23.30
4 05.00 91.00 24.40 23.00
11.00 72.00 40.40 30.20
17.00 84.00 32.40 27.50
23.00 92.00 25.50 24.50
5 05.00 92.00 25.90 25.00
11.00 67.00 36.60 32.80
17.00 72.00 31.60 29.50
23.00 76.00 26.40 25.10
6 05.00 95.00 24.90 24.00
11.00 85.00 35.70 30.00
17.00 77.00 30.50 28.00
23.00 92.00 25.80 25.40
7 05.00 95.00 24.80 24.00
11.00 67.00 49.80 33.00
17.00 78.00 31.10 29.50
23.00 91.00 25.30 22.70
8 05.00 92.00 24.40 23.80
11.00 73.00 43.30 32.00
17.00 85.00 34.30 28.00
23.00 95.00 26.30 25.00
Sarang LBY2
No. Jam K(%) SP SK
1 05.00 90.00 19.60 18.10
11.00 72.00 46.00 31.00
17.00 84.00 29.40 26.00
23.00 91.00 23.20 22.50
2 05.00 91.00 23.80 23.50
11.00 66.00 48.80 31.00
17.00 77.00 29.90 27.00
23.00 92.00 25.10 24.70
3 05.00 92.00 24.90 24.00
11.00 66.00 35.60 32.00
17.00 85.00 29.40 27.60
23.00 76.00 26.10 25.00
4 05.00 92.00 24.90 23.20
11.00 72.00 41.00 32.00
17.00 77.00 30.10 29.10
23.00 95.00 26.40 25.70
5 05.00 92.00 24.40 23.70
11.00 67.00 48.10 33.00
17.00 85.00 31.80 28.80
23.00 95.00 24.10 22.00
6 05.00 91.00 23.30 23.00
11.00 73.00 47.10 32.10
17.00 85.00 31.10 28.70
23.00 95.00 26.40 25.00
7 05.00 95.00 24.10 23.80
11.00 73.00 47.90 32.00
17.00 77.00 30.40 28.20
23.00 84.00 26.80 25.80
8 05.00 95.00 25.40 24.30
11.00 60.00 48.10 33.00
17.00 85.00 31.00 27.70
23.00 92.00 26.40 25.50
52
Lampiran 4 Lanjutan
Sarang LBY3
No. Jam K(%) SP SK
1 05.00 90.00 19.90 19.00
11.00 64.00 33.10 29.80
17.00 77.00 30.10 27.10
23.00 83.00 24.00 23.50
2 05.00 91.00 23.50 23.50
11.00 78.00 32.60 31.50
17.00 85.00 31.60 30.30
23.00 92.00 24.40 24.20
3 05.00 92.00 24.60 24.50
11.00 79.00 32.80 31.30
17.00 85.00 29.90 28.00
23.00 81.00 26.00 25.00
4 05.00 95.00 24.80 24.10
11.00 78.00 31.80 29.40
17.00 70.00 29.90 28.40
23.00 95.00 26.40 25.60
5 05.00 95.00 24.30 23.50
11.00 67.00 34.10 32.20
17.00 85.00 30.80 29.20
23.00 95.00 23.80 23.00
6 05.00 95.00 23.40 23.10
11.00 79.00 33.50 31.00
17.00 85.00 31.10 29.10
23.00 95.00 26.70 25.90
7 05.00 92.00 24.90 23.50
11.00 79.00 32.90 31.80
17.00 84.00 30.10 28.40
23.00 95.00 26.60 26.00
8 05.00 92.00 24.90 24.00
11.00 72.00 33.60 31.60
17.00 84.00 28.30 27.00
23.00 95.00 26.40 25.40
Sarang LBY4
No. Jam K(%) SP SK
1 05.00 91.00 23.20 22.25
11.00 73.00 33.30 31.44
17.00 92.00 30.80 28.00
23.00 91.00 24.30 23.00
2 05.00 91.00 22.00 22.30
11.00 92.00 31.10 29.00
17.00 70.00 28.80 27.40
23.00 90.00 20.60 18.60
3 05.00 95.00 20.30 19.50
11.00 70.00 30.10 28.50
17.00 71.00 27.00 26.60
23.00 91.00 22.80 22.80
4 05.00 91.00 24.60 24.25
11.00 71.00 30.00 29.00
17.00 84.00 28.10 26.10
23.00 92.00 25.10 24.40
5 05.00 92.00 25.40 25.20
11.00 78.00 31.60 29.50
17.00 84.00 28.30 27.50
23.00 92.00 26.10 25.80
6 05.00 92.00 23.90 23.20
11.00 72.00 33.50 31.20
17.00 78.00 32.10 29.80
23.00 91.00 25.20 24.00
7 05.00 92.00 24.40 23.60
11.00 78.00 34.40 31.80
17.00 78.00 31.90 30.10
23.00 92.00 26.10 25.00
8 05.00 92.00 26.50 25.40
11.00 75.00 33.90 32.30
17.00 78.00 31.50 29.60
23.00 92.00 26.10 24.80
53
Lampiran 4 Lanjutan
Sarang LBY5
No. Jam K(%) SP SK
1 05.00 95.00 26.00 24.00
11.00 67.00 44.00 32.00
17.00 72.00 36.50 30.00
23.00 90.00 23.00 18.00
2 05.00 81.00 27.00 19.50
11.00 67.00 46.00 33.00
17.00 85.00 40.00 28.00
23.00 92.00 29.50 25.00
3 05.00 95.00 28.00 24.00
11.00 73.00 51.00 32.00
17.00 92.00 36.00 27.00
23.00 95.00 29.00 25.00
4 05.00 95.00 25.00 23.00
11.00 73.00 55.00 33.50
17.00 90.00 39.00 28.00
23.00 92.00 30.00 26.00
5 05.00 91.00 26.00 21.00
11.00 65.00 45.00 34.00
17.00 85.00 37.00 28.50
23.00 95.00 29.00 25.50
6 05.00 92.00 27.00 24.00
11.00 67.00 56.00 33.00
17.00 78.00 41.00 30.00
23.00 95.00 27.00 22.00
7 05.00 91.00 22.00 19.50
11.00 68.00 53.00 33.00
17.00 75.00 36.00 30.00
23.00 95.00 24.00 19.00
8 05.00 91.00 22.00 19.00
11.00 67.00 49.00 32.00
17.00 85.00 35.00 28.00
23.00 95.00 28.00 25.00
Sarang LBY6
No. Jam K(%) SP SK
1 05.00 95.00 24.00 23.00
11.00 67.00 38.00 32.00
17.00 78.00 34.00 29.00
23.00 91.00 25.00 23.00
2 05.00 95.00 22.00 20.00
11.00 61.00 42.00 33.00
17.00 78.00 32.00 29.00
23.00 92.00 26.00 23.50
3 05.00 92.00 22.60 20.00
11.00 65.00 45.50 32.00
17.00 71.00 30.50 29.00
23.00 95.00 24.00 22.00
4 05.00 92.00 26.50 24.00
11.00 79.00 48.00 23.00
17.00 85.00 34.00 28.00
23.00 91.00 26.00 23.00
5 05.00 95.00 24.00 22.00
11.00 74.00 50.00 34.00
17.00 84.00 30.00 28.00
23.00 91.00 24.00 23.00
6 05.00 95.00 24.00 22.00
11.00 66.00 50.00 34.00
17.00 77.00 30.00 28.00
23.00 92.00 25.00 22.00
7 05.00 90.00 24.00 21.00
11.00 79.00 44.00 31.00
17.00 84.00 33.00 27.00
23.00 91.00 25.00 22.00
8 05.00 95.00 24.00 22.00
11.00 72.00 45.00 31.00
17.00 78.00 34.00 29.00
23.00 91.00 26.00 23.00
54
Lampiran 5 Matrik Euclidean Distance Karakteristik Sarang dan Mikroklimat
Sarang
Proximity Matrix
Euclidean Distance Case
JL P L K SP SK
1 0,00 3,45 5,66 6,67 12,84 6,56
2 0,00 7,57 5,71 13,88 8,62
3 0,00 7,29 12,92 6,79
4 0,00 16,39 9,71
5 0,00 11,62
6 0,00
Keterangan: JL=Jumlah Lubang, P=Panjang, L=Lebar, K=Kelembaban, SP=Suhu
Permukaan Sarang, SK Suhu Sekitar Sarang.
Agglomeration Schedule
Cluster Combined Stage Cluster
First Appears Stage
Cluster 1 Cluster 2 Coefficients
Cluster
1
Cluster
2
Next
Stage
EJK Sn %
1 1 2 3,45 0 0 2 0,2 0,8 78,94
2 1 4 6,19 1 0 4 0,4 0,6 62,23
3 3 6 6,79 0 0 4 0,4 0,6 58,63
4 1 3 7,57 2 3 5 0,5 0,5 53,84
5 1 5 13,53 4 0 0 0,8 0,2 17,46
Keterangan: Ejk= nilai indeks Euclidean distance yang telah diskala ulang,
Sn= nilai kesamaan, %= persen kesamaan
55
Lampiran 6 Nilai Korelasi
A. Nilai Korelasi Suhu Permukaan dan Persen Penutupan Vegetasi Sarang
Correlations
PPV SP
PPV Pearson
Correlation
1 -0,911
Sig. (2-tailed) . 0,011
N 6 6
SP Pearson
Correlation
-0,911 1
Sig. (2-tailed) 0,011 .
N 6 6
* Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).
B. Nilai Korelasi Kelembaban, Suhu Permukaan, dan Suhu Sekitar
Correlations
K SP SK
K Pearson
Correlation
1 -0,765 -0,790
Sig. (2-tailed) . 0,000 0,000
N 192 192 192
SP Pearson
Correlation
-0,765 1 0,843
Sig. (2-tailed) 0,000 . 0,000
N 192 192 192
SK Pearson
Correlation
-0,790 0,843 1
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 .
N 192 192 192
** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
56
Lampiran 7 Profil Vegetasi Sekitar Sarang Komodo
1. Sarang LBY1.
2. Sarang LBY2.
3. Sarang LBY3.
57
Lampiran 7 Lanjutan
4. Sarang LBY4.
5. Sarang LBY5.
6. Sarang LBY6.
58
Skala 1:30000
PETA BUFFER PANTAI SARANG KOMODON
0 - 200200 - 400400- 600600 - 800800- 10001000 - 12001200- 14001400- 16001600 - 18001800 - 2000
# Titik Sarang Komodo
Garis Pantai
785000
785000
790000
790000
795000
795000
800000
800000
805000
805000
9025000 9025000
9030000 9030000
9035000 9035000
9040000 9040000
9045000 9045000
#
#
#
#
#
#
#
798000
798000
799000
799000
800000
800000
801000
801000
9042000 9042000
9043000 9043000
9044000 9044000
1000 0 1000 2000 Meters
Lampiran 8 Peta Buffer Sungai dan Pantai
1. Peta Buffer Sungai
2. Peta Buffer Pantai
Skala 1:30000
PETA BUFFER PANTAI SARANG KOMODON
785000
785000
790000
790000
795000
795000
800000
800000
805000
805000
9025000 9025000
9030000 9030000
9035000 9035000
9040000 9040000
9045000 9045000
#
#
#
#
#
#
#
798000
798000
799000
799000
800000
800000
801000
801000
9041000 9041000
9042000 9042000
9043000 9043000
9044000 9044000
900 0 900 1800 Meters
0 - 5050-100100-150150-200200-250250-300
# Titik sarang kodomo SungaiGaris Pantai
PETA BUFFER SUNGAI
SARANG KOMODO N