BERBAGAI KONSEP EKONOMI UNTUK MANAJEMEN RUMAH …...BERBAGAI KONSEP EKONOMI UNTUK MANAJEMEN RUMAH...

56
BAGIAN III BERBAGAI KONSEP EKONOMI UNTUK MANAJEMEN RUMAH SAKIT PENGANTAR Pada Bagian II, telah dibahas aplikasi ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan dengan menggunakan pendekatan Circular Flow dan Demand and Supply. Sebagai kelanjutannya, Bagian III membahas tentang aplikasi ilmu ekonomi khususnya dalam manajemen sehari- hari di rumah sakit. Pembahasan tetap menggunakan model Circular Flow yang mencakup kajian mengenai perilaku rumah tangga dan perorangan dalam mengkonsumsi rumah sakit serta rumah sakit sebagai suatu firma. Terlihat bahwa aplikasi ekonomi dalam manajemen rumah sakit perlu mendapat perhatian khusus yang disebabkan oleh adanya berbagai hal yang tidak sesuai dengan aplikasi ekonomi dalam sektor lain. Pada bagian ini akan dibahas dengan cukup detail yaitu prinsip-prinsip ekonomi yang harus diperhatikan oleh rumah sakit sebagai suatu firma. Bab VIII menguraikan berbagai hal mengenai demand rumah sakit. Rumah tangga sebagai konsumen produk pelayanan kesehatan yang ditawarkan rumah sakit mempunyai berbagai perilaku menarik karena memang pelayanan kesehatan mempunyai ciri khusus. Oleh karena itu, diperlukan berbagai pemahaman khusus, seperti supplier induced demand dan supplier reduced demand. Selanjutnya Bab IX membahas rumah sakit sebagai suatu lembaga yang memproduksi jasa pelayanan kesehatan dengan menggunakan biaya. Diharapkan dengan menggunakan konsep produksi, para manajer rumah sakit menyadari bahwa efisiensi merupakan hal yang perlu dituju dalam pelaksanaan

Transcript of BERBAGAI KONSEP EKONOMI UNTUK MANAJEMEN RUMAH …...BERBAGAI KONSEP EKONOMI UNTUK MANAJEMEN RUMAH...

BAGIAN III BERBAGAI KONSEP EKONOMI UNTUK

MANAJEMEN RUMAH SAKIT

PENGANTAR

Pada Bagian II, telah dibahas aplikasi ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan dengan menggunakan pendekatan Circular Flow dan Demand and Supply. Sebagai kelanjutannya, Bagian III membahas tentang aplikasi ilmu ekonomi khususnya dalam manajemen sehari-hari di rumah sakit. Pembahasan tetap menggunakan model Circular Flow yang mencakup kajian mengenai perilaku rumah tangga dan perorangan dalam mengkonsumsi rumah sakit serta rumah sakit sebagai suatu firma. Terlihat bahwa aplikasi ekonomi dalam manajemen rumah sakit perlu mendapat perhatian khusus yang disebabkan oleh adanya berbagai hal yang tidak sesuai dengan aplikasi ekonomi dalam sektor lain. Pada bagian ini akan dibahas dengan cukup detail yaitu prinsip-prinsip ekonomi yang harus diperhatikan oleh rumah sakit sebagai suatu firma.

Bab VIII menguraikan berbagai hal mengenai demand rumah sakit. Rumah tangga sebagai konsumen produk pelayanan kesehatan yang ditawarkan rumah sakit mempunyai berbagai perilaku menarik karena memang pelayanan kesehatan mempunyai ciri khusus. Oleh karena itu, diperlukan berbagai pemahaman khusus, seperti supplier induced demand dan supplier reduced demand. Selanjutnya Bab IX membahas rumah sakit sebagai suatu lembaga yang memproduksi jasa pelayanan kesehatan dengan menggunakan biaya. Diharapkan dengan menggunakan konsep produksi, para manajer rumah sakit menyadari bahwa efisiensi merupakan hal yang perlu dituju dalam pelaksanaan

110 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

rumah sakit. Bab X membahas tentang tarif dan berbagai teknik penetapan tarif, hingga investasi. Dalam penetapan tarif ini dikaji perbedaan antara proses yang terjadi di rumah sakit swasta dan di rumah sakit pemerintah.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa sebenarnya rumah sakit adalah suatu unit produksi. Rumah sakit bukanlah sebuah pabrik, tetapi rumah sakit mempunyai proses produksi berupa jasa pelayanan kesehatan yang mempunyai aspek ekonomi sangat besar. Pemahaman mengenai aplikasi ekonomi dalam manajemen rumah sakit menjadi sangat penting.

Bagian III 111

BAB VIII

KONSEP DEMAND DALAM SEKTOR KESEHATAN

8.1 Pengertian Demand Kesehatan

Dalam membahas konsep demand sektor kesehatan, perlu ada pembedaan mengenai demand for health dan demand for health care. Hal ini penting untuk dibahas mengingat terdapat berbagai hal dalam sektor kesehatan yang berbeda dengan sektor lainnya (lihat Bagian II). Beberapa pertanyaan kunci dalam membahas demand for health dan demand for health care: Mengapa orang ingin sehat? Apa yang menentukan demand seseorang untuk menjadi sehat? Apa pengaruh pelayanan kesehatan dalam meningkatkan status kesehatan?

Dalam pemikiran rasional, semua orang ingin menjadi sehat. Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup untuk mengembangkan keturunan. Timbul keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Tentunya demand untuk menjadi sehat tidaklah sama antarmanusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung dari kesehatannya tentu akan mempunyai demand yang lebih tinggi akan status kesehatannya. Sebagai contoh, seorang atlet profesional akan lebih memperhatikan status kesehatannya dibanding seseorang yang menganggur.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hubungan antara demand terhadap kesehatan dengan demand terhadap pelayanan kesehatan? Menurut Teori Blum, kesehatan dipengaruhi oleh: (1) keturunan; (2) lingkungan hidup, (3) perilaku, dan (4) pelayanan kesehatan. Akan tetapi konsep ini dinilai sulit untuk menerangkan hubungan antara demand terhadap kesehatan dan demand terhadap

112 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

pelayanan kesehatan. Untuk menerangkan hubungan tersebut digunakan konsep yang berasal dari prinsip ekonomi. Pendekatan ekonomi menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk bekerja. Pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit merupakan salah satu input dalam proses menghasilkan hari-hari sehat. Dengan berbasis pada konsep produksi, pelayanan kesehatan dapat dilukiskan pada Gambar 8.1. Dengan konsep ini, maka pelayanan kesehatan merupakan salah satu input yang digunakan untuk proses produksi yang akan menghasilkan kesehatan. Demand terhadap pelayanan rumah sakit tergantung terhadap demand akan kesehatan sendiri.

Input Fungsi Produksi Hasil

- Lingkungan hidup - Makanan - Olahraga - Gaya hidup - Genetis - Pelayanan kesehatan

- Pendidikan - Pendapatan

Hari-hari/waktu-waktu hidup sehat

Gambar 8.1 Proses produksi sehat

Serupa dengan model ekonomi di atas, Grossman (1972) dalam

penelitian yang sangat berpengaruh dalam khasanah ekonomi kesehatan menggunakan teori modal manusia (human capital) untuk menggambarkan demand untuk kesehatan dan demand untuk pelayanan kesehatan. Dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang melakukan investasi untuk bekerja dan menghasilkan uang melalui pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Grossman menguraikan bahwa demand untuk kesehatan memiliki beberapa hal yang membedakan dengan pendekatan tradisional demand dalam sektor lain: 1. Yang diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan,

bukan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan derived demand sebagai input untuk menghasilkan kesehatan. Dengan demikian, demand untuk pelayanan rumah sakit pada

Bagian III 113

umumnya berbeda dengan demand untuk pelayanan hotel. 2. Masyarakat tidak membeli kesehatan dari pasar secara pasif.

Masyarakat menghasilkannya, menggunakan waktu untuk usaha-usaha peningkatan kesehatan, di samping menggunakan pelayanan kesehatan.

3. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan investasi karena tahan lama dan tidak terdepresiasi dengan segera.

4. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan konsumsi sekaligus sebagai bahan investasi.

Awal pembahasan mengenai demand terhadap kesehatan dapat dilakukan melalui pengertian tentang keinginan (wants), permintaan (demand), dan kebutuhan (needs). Pengertian ini dibutuhkan meng-ingat demand dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang agak berbeda dibandingkan dengan demand untuk komoditi atau pelayanan lain. Pada Bagian II telah dibahas secara singkat mengenai

Keinginan seseorang untuk menjadi lebih sehat dalam hidup.

Keinginan ini didasarkan pada penilaian diri terhadap status kesehatannya

Keinginan untuk lebih sehat diwujudkan dalam perilaku mencari pertolongan tenaga kedokteran

Keadaan kesehatan yang oleh tenaga kedokteran dinyatakan harus mendapatkan penanganan medis

Keinginan (Wants)

Permintaan (Demands)

Kebutuhan (Needs)

Gambar 8.2 Konsep keinginan (wants), permintaan (demand), dan kebutuhan (needs)

114 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

demand and supply. Pada bab ini pembahasan mengenai demand terhadap pelayanan kesehatan akan dilakukan lebih mendalam dengan pendekatan-pendekatan sosial ekonomi. Dalam membahas pengertian ini, model dari Cooper (Posnett, 1988) merupakan kajian untuk dibahas. Secara skematis model tersebut digambarkan dalam Gambar 8.2.

Dalam model ini dapat dilihat pula hubungan antara demand for health dan demand for health care. Berdasarkan model Grossman, keinginan seseorang bekerja menghasilkan pendapatan membutuhkan modal, antara lain kesehatan. Dalam istilah sosial disebut dengan keinginan untuk sehat. Dengan konsep keinginan ini seseorang dapat menilai dirinya sendiri. Kasus di bawah ini dapat dipergunakan untuk menerangkan demand for health dan demand for health care.

Dra. Sartika, wanita berumur 45 tahun merasa sakit di bawah perut. Sebagai seorang sekretaris direktur perusahaan, dia merasakan bahwa sakit perutnya mengganggu pekerjaannya sehari-hari. Dia mempunyai keinginan (wants) untuk sehat, bebas dari rasa sakitnya. Pada titik ini, konsep human capital dari Grossman (1972) sangat relevan. Tanpa mempunyai kesehatan yang baik, Dra. Sartika tidak dapat bekerja dengan baik.

Untuk mencoba mengatasi sakit yang dirasakannya, Dra. Sartika minum obat pengurang sakit perut yang dijual bebas. Informasi mengenai obat tersebut di perolehnya dari iklan sebuah acara televisi swasta. Akan tetapi setelah dua hari minum obat, ternyata rasa sakit perut belum berkurang. Sesuai anjuran iklan televisi, Dra. Sartika kemudian mendatangi dokter perusahaannya untuk berkonsultasi. Dengan demikian, dari keinginannya menjadi sehat (dalam model Grossman disebut sebagai demand untuk kese-hatan), Dra. Sartika telah merubah demand akan kesehatan menjadi demand (permintaan) akan pelayanan tenaga medis, khususnya dokter umum. Pada keadaan ini sudah terjadi demand for health care.

Oleh dokter perusahaan kemudian ia diberi obat, tetapi ternyata rasa sakitnya tidak berkurang. Selanjutnya, dokter perusahaan merujuk Dra. Sartika ke dokter spesialis penyakit dalam karena diduga ada kelainan di bagian perutnya. Dengan dikirimnya ke dokter

Bagian III 115

spesialis penyakit dalam, demand Dra. Sartika telah "meningkat" menjadi demand terhadap pelayanan kedokteran spesialis. Pada pemeriksaan di tingkat dokter spesialis ini maka ada berbagai kemungkinan yang berkaitan dengan pemakaian teknologi tinggi, misalnya penggunaan USG atau CT Scan sebagai alat bantu diagnosis. Berbeda dengan pembelian dan penggunaan barang-barang ekonomi lain, Dra. Sartika tidak dapat menggunakan USG sesuai dengan keinginannya. Demand terhadap pemeriksaan USG akan ditentukan berdasarkan needs yang ditetapkan oleh dokter. Pada titik ini terjadi berbagai kemungkinan. Kemungkinan pertama, berbasis pada need, Dra. Sartika tidak perlu mempunyai demand terhadap pemakaian USG. Sakit perut yang ada pada Dra. Sartika mungkin merupakan gejala penyakit psikosomatis akibat stress pekerjaan. Kemungkinan kedua, berbasis pada need, Dra. Sartika perlu mempunyai demand terhadap pemakaian USG. Sakit perut yang ada pada Dra. Sartika mungkin merupakan suatu gejala penyakit yang serius (misalnya tumor kandungan).

Pada kemungkinan pertama, terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai Supplier Induced Demand. Istilah ini menggambarkan suatu keadaan seorang dokter menetapkan demand pasiennya dengan cara tidak berbasis pada need. Patut ditekankan bahwa keadaan ini bukan suatu "over-treatment". Supplier Induced Demand terjadi akibat tidak seimbangnya informasi yang ada pada dokter dengan pasiennya (Rice 1998). Dokter meningkatkan demand pasiennya berbasis pada motivasi ekonomi untuk meningkatkan pendapatannya. Folland dkk (2001), memberikan suatu pernyataan bahwa supplier induced demand adalah penyalahgunaan hubungan dokter-pasien oleh dokter dalam usaha memperoleh keuntungan pribadi dokter.

Sebagai gambaran dalam kasus tersebut, berbasis pada pendidikan dan pengalamannya, dokter lebih menguasai informasi keluhan sakit perut dibanding Dra. Sartika yang mengeluh. Dokter dalam hal ini bertindak sebagai pemberi jasa sekaligus bertindak sebagai wakil dari pasien untuk mendapatkan jasa lain, misalnya obat-obatan, pemeriksaan, atau tindakan dokter lain. Pemahaman pasien mengenai prosedur tindakan kesehatan sangat terbatas dan dokter

116 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

mempunyai wewenang untuk bertindak atas nama pasien. Keadaan informasi yang dimiliki oleh penjual dan pembeli yang tidak seimbang ini serupa dengan hubungan kerja antara montir mobil dan pemilik mobil yang awam soal mesin dan hubungan pengacara dengan klien-nya yang awam soal hukum. Akibat ketidakseimbangan pengetahuan ini maka hubungan kerja dapat disalahgunakan untuk keuntungan dokter, montir, ataupun pengacara.

Supplier induced demand terutama terjadi pada sistem pemba-yaran fee-for-service (dibahas pada Bagian IV). Apabila tidak terdapat etika yang kuat, maka dengan mudah akan terjadi penyimpangan profesi seperti diperiksanya Dra. Sartika dengan USG walapun secara medis tidak ada indikasi untuk hal tersebut. Pada keadaan ini dokter spesialis yang memberikan perintah agar Dra. Sartika diperiksa USG mendapat jasa medik atau keuntungan pribadi dari pemeriksaan terse-but, walaupun dokter menyadari bahwa Dra. Sartika tidak mempunyai need untuk menjalani pemeriksaan USG.

Dengan bergesernya sifat rumah sakit menjadi suatu lembaga ekonomi, maka risiko penyimpangan profesi akan semakin tinggi akibat tuntutan investasi. Pada kasus di atas, apabila pembelian USG dilakukan atas dasar pinjaman kredit bank, maka kaidah-kaidah investasi harus diperhatikan misalnya melalui payback period. Prinsip bahwa "bangsal rumah sakit harus diisi" atau “peralatan medik harus digunakan” dapat mendorong terjadinya Supplier Induced Demand.

Sebaliknya dapat terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai Supplier Reduced Demand. Istilah ini mencerminkan keadaan bahwa justru dokter atau rumah sakit menetapkan demand di bawah yang seharusnya. Pada kasus Dra. Sartika seharusnya diperiksa menggu-nakan USG. Akan tetapi, mungkin reimburstment asuransi kesehatan yang dimiliki perusahaan tersebut memberikan ganti rugi di bawah unit-cost pemeriksaan USG. Rumah sakit akan rugi jika menggunakan USG untuk Dra. Sartika. Secara perhitungan ekonomi, tidak diperik-sanya Dra Sartika dengan USG akan menghindarkan rumah sakit dari kerugian. Dengan demikian, need Dra. Sartika tidak dapat terwujud sebagai demand. Contoh lain, pada sistem pembiayaan rumah sakit yang berbasis pada anggaran. Apabila rumah sakit dapat menyeleng-

Bagian III 117

garakan pelayanan di bawah anggaran, misalnya 90% maka 10% sisanya dapat masuk sebagai jasa rumah sakit. Dengan konsep seperti ini rumah sakit akan mempunyai insentif untuk melakukan Supplier Reduced Demand.

Penggunaan Analisis Demand for Health dan Demand for Health Care

Secara umum keadaan demand dan need pelayanan kesehatan dapat dilukiskan dalam suatu konsep yang disebut fenomena gunung es (Iceberg phenomenon). Konsep ini mengacu pada pengertian bahwa demand yang benar seharusnya merupakan bagian dari need. Secara konsepsual, need akan pelayanan kesehatan dapat berwujud suatu gunung es yang hanya sedikit puncaknya terlihat sebagai demand. "Sedikit" tersebut bersifat variatif. Di negara-negara maju mungkin puncak gunung es akan terlihat relatif besar bila dibanding dengan negara-negara yang masih dalam keadaan miskin. Pelayanan kesehatan tentunya berusaha agar batas air menjadi serendah mungkin.

need

demand

Gambar 8.3 Need untuk pelayanan kesehatan

118 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Besar kecilnya demand dan need sebaiknya dipahami dengan baik oleh tenaga-tenaga kesehatan. Dalam hal ini harus ada pengertian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi demand for health dan demand for health care melalui analisis yang tepat. Analisis demand yang pada akhirnya akan menghasilkan peramalan demand merupakan hal penting untuk dilakukan oleh suatu rumah sakit. Dari peramalan demand ini akan timbul berbagai pertanyaan seperti: (1) berapa jumlah dan jenis tenaga medis yang diperlukan untuk memenuhi demand terhadap pelayanan rumah sakit pada masa mendatang?; (2) apakah produksi pelayanan rumah sakit saat ini sudah cukup untuk memenuhi demand? ; dan (3) apakah sarana, prasarana, dan berbagai kegiatan pokok rumah sakit dapat diandalkan untuk memenuhi demand pada masa mendatang?

Pada prinsipnya analisis demand merupakan aktivitas dasar dalam manajemen rumah sakit karena memberikan basis untuk menganalisis pengaruh pasar pada jenis kegiatan yang dihasilkan rumah sakit dan mengadaptasikannya. Selain itu analisis demand juga akan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi demand dan memberikan arah untuk perencanaan rumah sakit.

8.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Demand Terhadap Pelayanan Kesehatan dan Rumah Sakit

Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan antara lain: kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis; penilaian pribadi akan status kesehatannya; variabel-variabel ekonomi seperti tarif, ada tidaknya sistem asuransi, dan penghasilan; variabel-variabel demografis dan organisasi. Di samping faktor-faktor tersebut terdapat faktor lain misalnya, pengiklanan, pengaruh jumlah dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengaruh inflasi. Faktor-faktor ini satu sama lain saling terkait secara kompleks.

Bagian III 119

Kebutuhan Berbasis Fisiologis

Kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis menekankan penting-nya keputusan petugas medis yang menentukan perlu tidaknya seseorang mendapat pelayanan medis. Keputusan petugas medis ini akan mempengaruhi penilaian seseorang akan status kesehatannya. Berdasarkan situasi ini maka demand pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau dikurangi. Faktor-faktor ini dapat diwakilkan dalam pola epidemiologi yang seharusnya diukur berdasarkan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, data epidemiologi yang ada sebagian besar menggambarkan puncak gunung es yaitu demand, bukan kebutuhan (needs).

Penilaian Pribadi akan Status Kesehatan

Secara sosio-antropologis, penilaian pribadi akan status kese-hatan dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya dan norma-norma sosial di masyarakat. Indonesia sebagai negara Timur sejak dahulu telah mempunyai pengobatan alternatif dalam bentuk pelayanan dukun ataupun tabib. Pelayanan ini sudah berumur ratusan tahun sehingga dapat dilihat bahwa demand terhadap pelayaanan pengobatan alter-natif ada dalam masyarakat. Sebagai contoh, untuk berbagai masalah kesehatan jiwa peranan dukun masih besar. Di samping itu, masalah persepsi mengenai risiko sakit merupakan hal yang penting. Sebagian masyarakat sangat memperhatikan status kesehatannya, sebagian lain tidak memperhatikannya.

Variabel-Variabel Ekonomi Tarif

Hubungan tarif dengan demand terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif maka demand akan menjadi semakin rendah. Sangat penting untuk dicatat bahwa hubungan negatif ini secara khusus terlihat pada keadaan pasien yang mempunyai pilihan. Pada pelayanan rumah sakit, tingkat demand pasien sangat dipengaruhi oleh keputusan dokter. Keputusan dari dokter mempe-

120 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

ngaruhi length of stay, jenis pemeriksaan, keharusan untuk operasi, dan berbagai tindakan medik lainnya. Pada keadaan yang membu-tuhkan penanganan medis segera, maka faktor tarif mungkin tidak berperan dalam mempengaruhi demand, sehingga elastisitas harga bersifat inelastik.Sebagai contoh, operasi segera akibat kecelakaan lalu lintas. Apabila tidak ditolong segera, maka korban dapat meninggal atau cacat seumur hidup.

Masalah tarif rumah sakit merupakan hal yang kontroversial. Pernyataan normatif di masyarakat memang mengharapkan bahwa tarif rumah sakit harus rendah agar masyarakat miskin mendapat akses. Akan tetapi tarif yang rendah dengan subsidi yang tidak cukup dapat menyebabkan mutu pelayanan turun bagi orang miskin dan hal ini menjadi masalah besar dalam manajemen rumah sakit.

Penghasilan Masyarakat Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan demand

untuk pelayanan kesehatan yang sebagian besar merupakan barang normal. Akan tetapi, ada pula sebagian pelayanan kesehatan yang bersifat barang inferior, yaitu adanya kenaikan penghasilan masya-rakat justru menyebabkan penurunan konsumsi. Hal ini terjadi pada rumah sakit pemerintah di berbagai kota dan kabupaten. Ada pula kecenderungan mereka yang berpenghasilan tinggi tidak menyukai pelayanan kesehatan yang menghabiskan waktu banyak. Hal ini diantisipasi oleh rumah sakit-rumah sakit yang menginginkan pasien dari golongan mampu. Masa tunggu dan antrian untuk mendapatkan pelayanan medis harus dikurangi dengan menyediakan pelayanan rawat jalan dengan perjanjian misalnya. Faktor penghasilan masya-rakat dan selera mereka merupakan bagian penting dalam analisis demand untuk keperluan pemasaran rumah sakit.

Asuransi Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Pada negara-negara maju, faktor asuransi kesehatan menjadi

penting dalam hal demand pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat masyarakat tidak membayar langsung ke pelayanan

Bagian III 121

kesehatan, tetapi melalui sistem asuransi kesehatan. Di samping itu, dikenal pula program pemerintah dalam bentuk jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan orang tua. Program pemerintah ini sering disebut sebagai asuransi sosial. Adanya asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan dapat meningkatkan demand terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian, hubungan asuransi kesehatan dengan demand terhadap pelayanan kesehatan bersifat positif. Asuransi kesehatan bersifat mengurangi efek faktor tarif sebagai hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan pada saat sakit. Dengan demikian, semakin banyak penduduk yang tercakup oleh asuransi kesehatan maka demand akan pelayanan kesehatan (termasuk rumah sakit) menjadi semakin tinggi. Peningkatan demand ini dipengaruhi pula oleh faktor moral hazard. Seseorang yang tercakup oleh asuransi kesehatan akan terdorong menggunakan pelayanan kesehatan sebanyak-banyaknya.

Variabel-Variabel Demografis dan Umur

Faktor umur sangat mempengaruhi demand terhadap pelayanan preventif dan kuratif. Semakin tua seseorang sendiri meningkat demand-nya terhadap pelayanan kuratif. Sementara itu, demand terhadap pelayanan kesehatan preventif menurun. Dengan kata lain, semakin mendekati saat kematian, seseorang merasa bahwa keun-tungan dari pelayanan kesehatan preventif akan lebih kecil diban-dingkan dengan saat masih muda. Fenomena ini terlihat pada pola demografi di negara-negara maju yang berubah menjadi masyarakat tua. Pengeluaran untuk pelayanan kesehatan menjadi sangat tinggi.

Jenis Kelamin

Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa demand terhadap pelayanan kesehatan oleh wanita ternyata lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Hasil ini sesuai dengan dua perkiraan. Pertama, wanita mempunyai insidensi penyakit yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Kedua, karena angka kerja wanita lebih

122 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

rendah maka kesediaan meluangkan waktu untuk pelayanan kesehatan lebih besar dibanding dengan laki-laki. Akan tetapi, pada kasus-kasus yang bersifat darurat perbedaan antara wanita dan laki-laki tidaklah nyata.

Pendidikan

Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan, dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan.

Faktor-Faktor Lain

Berbagai faktor lain yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan, yaitu pengiklanan, tersedianya dokter dan fasilitas pelayan-an kesehatan, serta inflasi. Iklan merupakan faktor yang sangat lazim digunakan dalam bisnis komoditas ekonomi untuk meningkatkan demand. Akan tetapi, sektor pelayanan kesehatan secara tradisional dilarang karena bertentangan dengan etika dokter dan apabila akan diberikan maka dalam bentuk informasi mengenai pelayanan rumah sakit. Patut dicatat bahwa pelayanan kesehatan tradisional seperti para tabib, dukun, dan pengobatan alternatif sudah lazim melakukan iklan di surat kabar dan majalah. Berbagai rumah sakit di Indonesia telah memperhatikan faktor pengiklanan sebagai salah satu cara pening-katan demand.

Tersedianya dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan meru-pakan faktor lain yang meningkatkan demand. Fuchs (1998) menya-takan bahwa pada asumsi semua faktor lain tetap, kenaikan jumlah dokter spesialis bedah sebesar 10% akan meningkatkan jumlah operasi sebesar 3%. Kehadiran dokter gigi akan meningkatkan demand untuk pelayanan kesehatan mulut. Keberadaan dokter spesialis THT akan meningkatkan demand untuk operasi tonsilektomi. Kehadiran dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dengan peralatan operasi akan meningkatkan demand untuk pelayanan bedah caesar.

Bagian III 123

Efek inflasi terhadap demand terjadi melalui perubahan-perubahan pada tarif pelayanan rumah sakit, jumlah relatif pendapatan keluarga, dan asuransi kesehatan. Faktor ini harus diperhatikan oleh rumah sakit karena pada saat inflasi tinggi, ataupun pada resesi ekonomi, demand terhadap pelayanan kesehatan akan dapat terpe-ngaruh. Pada saat krisis ekonomi di Indonesia, tercatat berbagai rumah sakit di Yogyakarta tidak mengalami penurunan demand. Justru bangsal-bangsal VIP tidak menurun penghuninya, bahkan menunjuk-kan kecenderungan naik. Salah satu dugaan adalah pasien kaya yang biasa pergi ke Jakarta atau Singapura, mengubah perilakunya untuk mencari penyembuhan pada rumah sakit di Yogyakarta. Ketika kasus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) merebak di Singapura, pengamatan menunjukkan bahwa BOR kelas VIP di sebuah kota besar di Indonesia ternyata meningkat. Ada kemungkinan penduduk Indone-sia yang demand mencari pengobatan biasa ke Singapura, kemudian mengubahnya ke Indonesia akibat takut terkena SARS.

8.3 Menggunakan Konsep Demand untuk Perencanaan Rumah Sakit

Demand terhadap pelayanan kesehatan merupakan hal penting yang mempengaruhi masa depan ataupun survival suatu rumah sakit. Oleh karena itu informasi mengenai demand perlu diketahui. Informasi mengenai demand membutuhkan pengukuran yang benar. Kesalahan melakukan penilaian terhadap demand akan berakibat fatal dalam manajemen rumah sakit, terutama pada pengembangan baru yang menggunakan kredit komersial. Pengukuran demand menjadi penting karena secara tradisional pembelian alat-alat atau pemba-ngunan fasilitas baru rumah sakit pemerintah biasa dilakukan berdasarkan proyek, tanpa melakukan pengukuran demand. Secara garis besar pengukuran demand untuk pelayanan rumah sakit dapat dilakukan melalui analisis pasar atau melakukan peramalan demand.

124 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Riset Pasar

Tujuan analisis pasar adalah menyediakan informasi mengenai keadaan pasar saat ini dan kemungkinan trend pasar di masa mendatang. Melalui informasi yang diperoleh, rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan, menetapkan kebijakan pelayanan baru, menetapkan tarif dan strategi promosi. Analisis pasar akan meng-hasilkan profil pasar yang sebaiknya memuat informasi mengenai konsumen, kinerja (performance) rumah sakit, dan keadaan pasar.

Pada profil pasar dalam hal konsumen akan diteliti mengenai jumlah total konsumen, data epidemiologi, distribusi daerah tempat tinggal, pendapatan total, pendapatan per rumah tangga, distribusi pendapatan, selera konsumen, ciri-ciri dan frekuensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh konsumen.

Profil mengenai keadaan pasar mencakup berbagai hal misalnya data mengenai efek dari kenaikan tarif yang terkait dengan pengu-kuran elastisitas harga. Adanya data mengenai efek kenaikan atau penurunan pendapatan masyarakat dan pengaruhnya terhadap kon-sumsi rumah sakit akan menyangkut elastisitas rumah sakit terhadap pendapatan. Data lain adalah keunikan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit, identifikasi pelayanan kesehatan, jumlah dan sifat pesaing. Situasi persaingan ini harus dapat dianalisis tidak hanya dalam batas-batas wilayah tetapi juga mencakup ke jangkauan transportasi ataupun kemampuan masyarakat dalam menggunakan rumah sakit. Kasus persaingan rumah sakit di Medan menunjukkan bahwa masyarakat Sumatera Utara juga menggunakan rumah sakit di Malaysia. Bentuk kompetisi yang dilakukan sudah seperti melakukan perjalanan wisata dengan operator yang mengatur perjalanan untuk mencari kesehatan.

Dalam profil pasar rumah sakit perlu digambarkan pula menge-nai pola sistem rujukan kesehatan. Hal ini terkait dengan besar-kecilnya rumah sakit dan tersedianya fasilitas dan tenaga medis yang ahli dalam menangani suatu penyakit. Sistem rujukan merupakan salah satu hal yang spesifik dalam karakteristik pasar rumah sakit yang jarang ditemui di sektor lain. Sebagai contoh, pasar untuk

Bagian III 125

operasi jantung merupakan proses dari suatu sistem rujukan yang dapat dimulai dari dokter umum, dokter spesialis jantung atau penyakit dalam, hingga dokter ahli bedah jantung. Sistem rujukan ini dapat menjadikan suatu keadaan yang monopoli atau perilaku monopoli dari dokter tertentu.

Contoh lain dari keadaan khas profil pasar rumah sakit adalah perubahan teknologi pelayanan kesehatan. Dalam hal ini teknologi kesehatan berkembang sangat cepat sehingga terkadang sulit untuk dipahami oleh konsumen. Cara memahami perkembangan teknologi tentunya dengan mengikuti perkembangan terakhir ilmu kedokteran melalui jurnal atau konferensi ilmiah.

Di dalam sektor kesehatan tidak dapat dihindari adanya produk substitusi seperti pengobatan tradisional, tabib, sinshe, dukun yang memberikan pelayanan kesehatan. Profil pasar perlu mencatat hal ini termasuk mempunyai data tarif produk substitusi termasuk tarif dukun yang memberikan pelayanan rawat inap seperti ahli patah tulang yang menyediakan tempat pemondokan.

Seperti sektor lainnya, profil pasar rumah sakit perlu mem-punyai data mengenai hal-hal umum dalam masyarakat, misalnya keadaan harga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa ternyata masyarakat Indonesia lebih memilih membelanjakan uang untuk rokok dibandingkan untuk kesehatan. Perbandingan seperti ini penting untuk memahami demand terhadap pelayanan kesehatan. Di samping itu, perlu diperhatikan mengenai keadaan ekonomi, tingkat kegiatan, tingkat pengangguran, kebijakan ekonomi dan kesehatan pemerintah serta besarnya pajak.

Data penting lain adalah perbandingan kinerja antarrumah sakit dalam suatu wilayah. Dalam hal ini perlu dibandingkan besarnya BOR, Length of Stay, Turn Over Interval dari tempat tidur, dan angka kunjungan berbagai rawat jalan. Dalam perbandingan ini perlu dilihat trend yang terjadi. Dalam membandingkan data tersebut akan terlihat pangsa pasar (market share) yang ada serta kelemahan dan kekuatan kinerja setiap rumah sakit.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pengukuran demand untuk pelayanan rumah sakit merupakan hal sulit dan kompleks. Patut

126 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

dicatat bahwa rumah sakit merupakan lembaga yang multi produk. Jasa yang dihasilkan rumah sakit meliputi rawat jalan, rawat inap, laboratorium, apotek, dan berbagai produk lainnya dengan berbagai macam jenis spesialisasi. Oleh karena itu, konsep demand and supply ilmu ekonomi yang membutuhkan ceteris paribus merupakan hal yang sangat sulit dijumpai dalam sektor rumah sakit. Akan tetapi yang paling penting bahwa terdapat konsep demand and supply yang harus diperhitungkan dalam mengelola rumah sakit. Hasil analisis profil pasar ini akan sangat berguna untuk penyusunan rencana usaha (business plan) rumah sakit.

Metode analisis pasar dapat menggunakan wawancara dan survei. Sebagai contoh, jika tarif bangsal VIP rumah sakit dinaikkan apakah sasaran potensial akan masih menggunakannya? Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan ke sampel sasaran melalui questionnaire. Agar dapat mewakili maka jumlah sampel harus cukup besar. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan keadaan. Pertanyaan mengenai penggunaan rumah sakit apabila tidak dirancang secara hati-hati dapat menimbulkan kesalahpahaman seolah-olah mengharapkan responden untuk jatuh sakit. Cara lain adalah dengan mengadakan diskusi kelompok secara riset kualitatif. Sekelompok sasaran potensial dikumpulkan untuk diajak membahas pola kenaikan tarif bangsal VIP.

Forecasting Demand

Tindakan ini mempunyai pengertian kegiatan peramalan. Data yang ada akan dianalisis untuk mendapatkan peramalan penggunaan rumah sakit di masa mendatang. Masa mendatang ini dapat berupa jangka pendek (setahun) ataupun jangka menengah dan panjang. Perlu diingat bahwa semakin panjang jangka waktu yang diramalkan, maka potensi meleset hasil peramalan menjadi lebih besar. Dalam hal ini terdapat tiga tahap peramalan demand. Tahap 1, penilaian keadaan umum ekonomi nasional dan lokal. Penilaian ini akan memberikan informasi mengenai kebijakan pemerintah dan kemungkinan-kemungkinan dampak kebijakan baru terhadap tingkat pendapatan masyarakat, trend kependudukan, epidemiologi, dan potensi sumber

Bagian III 127

daya masyarakat untuk pelayanan kesehatan. Pada tahap 2, dilakukan penilaian terhadap demand total penduduk terhadap pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit. Berbagai faktor demand yang ada harus diperhatikan dan disusun dalam suatu model. Pada tahap 3, dilakukan penilaian posisi rumah sakit terhadap total demand yang ada. Pada tahap ini dapat diuji coba beberapa tindakan, misalnya merubah tarif untuk menguji pasar atau melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran sosial.

Cara peramalan demand ini dapat menggunakan ekonometrik yang menggabungkan teori ekonomi dengan alat matematik dan statistik (Pappas dan Hirschey, 1993). Beberapa keuntungan menggunakan teknik ekonometrik yaitu pertama berbagai variabel yang mempengaruhi demand dapat diukur secara eksplisit dan ditentukan hubungan sebab-akibatnya. Hal ini memberikan manfaat berupa penyediaan hasil peramalan yang logis. Manfaat kedua, pendekatan ekonometrik sangat tepat untuk menilai demand dari periode waktu ke periode waktu lainnya (time-series). Manfaat ketiga dari metode ekonometrik yaitu dapat memberikan informasi mengenai besarnya pengaruh variabel dan arah pengaruhnya. Sebagai gambaran metode ekonometrik dapat dipergunakan untuk mengukur demand pelayanan kesehatan yang mempunyai model sebagai berikut:

D = f (variabel epidemiologi atau need, perception, variabel ekonomi, variabel kependudukan, dan variabel-variabel lain)

Kelemahan Analisis Demand untuk Rumah Sakit

Analisis demand dalam rumah sakit mempunyai berbagai kele-mahan yang bersumber pada asumsi perilaku demand pada umumnya. Kelemahan pertama bahwa masyarakat dapat memilih suatu jasa secara penuh (asas completeness). Sebagai contoh, pada kasus tindakan bedah appendisitis akut, pasien tidak mempunyai pilihan untuk membandingkan pelayanan dokter bedah, apalagi pilihan untuk

128 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

menunda operasi. Dengan demikian, pilihannya terbatas yaitu diope-rasi secepat mungkin. Di sektor rumah sakit, akan sulit ditemui adanya pilihan konsumen yang bersifat independen, bebas, tidak terpengaruh oleh faktor-faktor lain. Dalam hubungan dokter dengan pasien, pilihan pasien dipengaruhi oleh dokter. Kasus pemakaian USG merupakan contoh pemakaian alat kesehatan yang harus atas pengaruh dokter. Pembelian obat dengan resep dokter merupakan contoh klasik dari tidak adanya pilihan pasien.

Kelemahan analisis demand berikutnya terkait dengan asumsi non-satiation, konsumen selalu memilih lebih banyak barang daripada sedikit. Dalam hal konsumsi pelayanan rumah sakit, seseorang yang normal tentu tidak mengharap ingin tinggal lama di bangsal rumah sakit atau terus-menerus mengunjungi poliklinik rumah sakit.

Bagian III 129

BAB IX

RUMAH SAKIT SEBAGAI LEMBAGA USAHA

9.1 Konsep Biaya dan Aplikasinya di Rumah Sakit

Dalam model Circular Flow, firma atau lembaga usaha meru-pakan salahsatu dari empat faktor pembentuk sistem ekonomi di dalam masyarakat. Bagian ini membahas rumah sakit sebagai sebuah firma karena rumah sakit dapat dianggap sebagai suatu tempat yang memproduksi jasa pelayanan kesehatan dari berbagai macam input. Dengan demikian, konsep produksi dapat dipakai pada rumah sakit karena para manajer dihadapkan pada kenyataan bahwa untuk menghasilkan produk pelayanan, rumah sakit dapat dikatakan sebagai sebuah tempat produksi yang melakukan proses secara sistematis. Pabrik tersebut sangat kompleks dengan proses yang rumit dan berada pada lingkungan yang selalu berubah. Untuk memahami proses ini, dapat dilihat pada kasus penanganan kasus Sectio Caesaria (SC) di sebuah rumah sakit pendidikan. Penanganan kasus SC ini dianggap sebagai suatu garis produksi dalam rumah sakit. Dengan nama medik, garis produksi ini disebut sebagai clinical pathways.

Proses produksi jasa SC dimulai dari masuknya pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Karena merupakan tindakan emer-gency, berarti IGD harus mengumpulkan berbagai profesi lain di luar ahli kebidanan dan kandungan. Diperlukan spesialis anastesi, spesialis anak dan juga tenaga laboratorium untuk pemeriksaan darah, petugas dari instalasi farmasi-apotek, serta perawat. Dalam hal ini IGD menjadi tempat produksi pertama untuk tindakan SC. Dari IGD, pasien yang telah melahirkan akan masuk ke bangsal perawatan.

130 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Untuk ibu dan anak, akan dipisah pada saat awalnya. Anak yang lahir akan masuk instalasi perinatal sedang ibunya berada di bangsal kebidanan untuk menjalani perawatan. Pada kedua instalasi ini dilakukan proses produksi jasa SC berikutnya serta mendapat penanganan dari berbagai petugas lain, termasuk ahli gizi dari instalasi gizi. Setelah dianggap cukup kuat, bila tanpa ada komplikasi ibu dan anak diperbolehkan pulang. Akan tetapi, saat di rumah masih ada penanganan berikutnya yaitu kontrol luka operasi dan berbagai kunjungan rawat jalan di poliklinik kebidanan. Proses ini cukup panjang, bahkan sebelumnya ada persiapan untuk melahirkan dalam bentuk antenatal care.

Sebagai sebuah firma yang memproduksi jasa pelayanan kesehatan, sebuah rumah sakit tentunya mempunyai berbagai pertanyaan mendasar yang terkait dengan penyediaan jasa SC tersebut: bagaimana cara rumah sakit menghasilkan SC? Apakah sudah efisien atau belum? Berapa biaya dan jumlah pelayanan SC yang harus diproduksi? Berapa harga jual yang harus dibayar oleh pasien. Apakah pasien membayar penuh ataukah ada subsidi dari rumah sakit atau pihak lain?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tersebut, rumah sakit harus mempunyai data mengenai berapa biaya mem-produksi pelayanan jasa bedah SC. Biaya merupakan pengeluaran keuangan yang diperlukan dalam melakukan kegiatan bisnis, lembaga pemerintah, atau organisasi yang terlibat dalam transaksi keuangan.

Pertanyaan berikutnya adalah apakah sudah ada informasi mengenai biaya untuk menghitung pelayanan bedah SC? Jika ya, bagaimana cara menghitungnya? Apakah sudah memasukkan seluruh komponen dalam proses produksi tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu ditekankan karena rumah sakit di Indonesia, khususnya rumah sakit pemerintah, hanya sedikit yang mempunyai informasi mengenai biaya produksi untuk menghasilkan jasa pelayanan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh sejarah rumah sakit yang merupakan lembaga pelayanan sosial dan keagamaan bukan sebagai lembaga usaha. Dengan menggunakan konsep produksi, maka tujuan peng-hitungan biaya dapat disebutkan sebagai berikut:

Bagian III 131

1. Memberikan pemahaman mengenai pelayanan dan prosedur klinik yang diberikan pada tiap garis produksi, misalnya produksi bedah SC. Dengan demikian, penghitungan biaya diharapkan dapat memberikan data untuk direksi rumah sakit mengenai biaya dan pengeluaran suatu bangsal, bagian, ataupun kegiatan dengan prinsip untuk memelihara kontrol dalam transaksi keuangan, dan meningkatkan efisiensi.

2. Memberikan alat untuk monitoring dan mengendalikan biaya. Dalam hal ini dapat dibedakan pengeluaran rumah sakit untuk pasien, staf, ataupun hal-hal lain. Di samping itu, dapat dilihat biaya pasien rawat jalan yang dibedakan dengan pasien rawat inap. Dengan demikian, dapat dideteksi pengeluaran-pengeluaran yang boros atau sia-sia. Sebagai contoh, dengan analisis biaya yang detail sumber inefisiensi dapat ditentukan apakah pada rawat inap yang terlalu boros ataukah pemberian obat-obatan yang tidak perlu dan berbagai hal lain.

3. Menentukan tempat produksi yang memberi keuntungan atau menimbulkan kerugian. Setelah dibandingkan dengan tarif yang ada, maka adanya data biaya yang baik memungkinkan peng-hitungan keuntungan saat pasien berada di rawat inap atau rawat jalan. Demikian pula kerugian yang ada dapat dihitung. Pada rumah sakit yang mendapat subsidi, maka besarnya subsidi ini dihitung dari biaya produksi dan pendapatan yang diterima oleh rumah sakit dari pasien.

4. Dengan tersedianya data biaya produksi tersebut maka dapat membandingkan biaya produksi dengan pesaing yang berbasis pada perbedaan mutu pelayanan, biaya, cara pemberian, dan penetapan harga.

Di samping itu, informasi biaya produksi dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk keperluan perencanaan berupa penyusunan anggaran, penyusunan kebijakan dan kebutuhan peramalan.

Langkah awal mengembangkan penghitungan biaya berda-sarkan garis produksi adalah mengelompokkan pelayanan-pelayanan yang berhubungan sesuai dengan kelompok produksi strategis. Kelompok ini misalnya berbasis pada pekerjaan yang dilakukan oleh

132 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

SMF seperti bagian bedah, penyakit dalam, penyakit mata. Pengelompokan tersebut dapat berupa Diagnostic-Related-Groups (DRG) yang dilakukan dengan berbasis pada penyakit. Pendekatan lain berbasis pada kelompok instalasi misalnya Instalasi Laboratorium Klinik, Instalasi Rawat Darurat (IRD). Jika mungkin, garis-garis produksi seharusnya mencerminkan output utama dan produksi rumah sakit seperti yang diinginkan pasien. Sekali garis produksi telah diidentifikasi, suatu sistem penghitungan harus ditetapkan untuk mengidentifikasi biaya pasien langsung dan tidak langsung.

Dengan menggunakan konsep rumah sakit sebagai suatu jalur produksi, maka analisis biaya menjadi penting. Saat ini rumah sakit telah menjadi suatu lembaga sosial-ekonomi sehingga analisis biaya merupakan tindakan yang strategis. Namun, ada berbagai pertanyaan, apa yang disebut sebagai analisis biaya? Apa objek dan keuntungan tindakan analisis biaya dalam kaitannya dengan keuangan dan akuntansi rumah sakit?

Penghitungan biaya digambarkan sebagai suatu catatan sistematis mengenai transaksi rinci yang berhubungan dengan berbagai aktivitas rumah sakit dengan pandangan untuk mendapatkan penghitungan pengeluaran total dan unit biaya bangsal, departemen, dan kegiatan. Dengan adanya data mengenai biaya, maka berbagai pertanyaan manajerial dapat lebih mudah dianalisis untuk mencari pemecahannya. Berbagai pertanyaan tersebut misalnya: • Apakah menguntungkan menambah kapasitas bangsal VIP? • Apakah pemborosan di dapur dapat dikurangi dengan cara

mengkontrakkan ke katering luar? • Apakah tarif bangsal VIP yang ditetapkan telah menghasilkan

keuntungan? • Apakah akademi perawat yang ada di rumah sakit merupakan hal

yang menguntungkan atau merugikan? • Apakah menguntungkan untuk meningkatkan ruang-ruang Kelas I

menjadi ruang-ruang VIP? • Apakah menguntungkan untuk melakukan hubungan kerja dengan

PT Askes Indonesia yang menawarkan sistem paket dalam pem-

Bagian III 133

bayarannya? • Apakah lebih murah mempunyai generator sendiri daripada

berlangganan dengan PLN? • Apakah lebih menguntungkan mengembangkan laboratorium

klinik sendiri dibanding dengan melakukan kerja sama dengan laboratorium klinik swasta?

• Apakah tarif yang diberlakukan saat ini berada di bawah biaya (rugi) ataukah di atas biaya (menguntungkan)?

• Apakah rumah sakit dapat menawarkan berbagai pelayanan dalam bentuk paket misalnya pelayanan kelahiran, pelayanan operasi appendisitis, pelayanan operasi jantung, seperti pada paket general check-up?

Prasyarat untuk Melakukan Analisis Biaya

Kegiatan analisis dan pengendalian biaya bukan sebuah proses yang mudah. Ada tiga syarat mutlak sebelum dilakukan analisis biaya yaitu: (1) struktur organisasi rumah sakit yang baik; (2) sistem akuntansi yang tepat; dan (3) adanya informasi statistik yang cukup baik. Ketiga syarat ini saling terkait. Sebagai contoh, tanpa adanya struktur rumah sakit yang jelas, maka sistem akuntansi akan sulit dikembangkan.

Jika analisis biaya diharapkan menghasilkan dampak yang berarti dan secara manajemen memang dibutuhkan, maka rumah sakit harus mempunyai struktur organisasi yang jelas. Mutlak diperlukan pembagian tugas dan wewenang secara jelas dengan cara membagi ke bangsal, bagian, instalasi, atau unit-unit kerja lain. Struktur organisasi harus mendefinisikan tugas dan tanggung jawab personilnya. Bentuk organisasi dapat bervariasi tergantung pada jenis rumah sakit. Yang penting, rumah sakit harus diorganisir berdasarkan prinsip bahwa pusat biaya dan pusat pendapatan dapat diidentifikasi dengan jelas.

Prasyarat kedua yang mutlak harus ada dalam analisis biaya adalah sistem akuntansi yang baik. Dengan berbasis pada sistem akrual, akuntansi rumah sakit harus dapat menyatakan sumber biaya

134 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

yang dipakai oleh suatu unit. Pendapatan juga harus diklasifikasikan sesuai dengan unit-unit organisasi yang menghasilkannya. Dengan kata lain, pengeluaran dan pendapatan harus dapat dihubungkan dengan unit-unit yang terdapat pada struktur rumah sakit. Pendekatan membangun sistem akuntansi keuangan rumah sakit di Indonesia masih sangat sulit karena jumlah akuntan yang ahli masih sangat sedikit dan sistem akuntansi keuangan juga belum terbangun dengan baik. Menarik untuk dicatat bahwa pendekatan yang populer adalah menghitung unit cost berdasarkan konsep adhoc, misalnya dengan penelitian atau mengundang konsultan yang ahli menghitung unit cost. Akibatnya, setiap kali terjadi perubahan harga input-produksi atau perubahan staf dan struktur rumah sakit, pendekatan ini harus diulang lagi. Dapat dibayangkan betapa mahalnya sistem dan sulitnya mela-kukan pendekatan ini. Oleh karena itu, dianjurkan membangun sistem akuntansi keuangan dengan mempunyai staf akuntan yang mampu mengelolanya di setiap rumah sakit.

Informasi akuntansi keuangan akan sulit digunakan dalam melakukan analisis biaya apabila tidak didukung oleh catatan (statistik) rumah sakit sebagai syarat ketiga yang harus dimiliki rumah sakit. Dalam analisis biaya ini mutlak diperlukan informasi mengenai, misalnya: berapa jumlah porsi makanan yang dihasilkan oleh dapur tiap harinya, berapa kilogram bahan-bahan yang ada di bagian laundry, dan lain-lain.

9.2 Beberapa Konsep Biaya yang Penting

Perilaku biaya merupakan hal penting untuk analisis dan pengendalian biaya. Beberapa faktor seperti tingkat pengeluaran dan jumlah produksi mempunyai dampak terhadap biaya. Dengan demi-kian beberapa biaya tetap tidak berubah dalam volume produksi yang bervariasi, sedangkan biaya lainnya akan berubah.

Bagian III 135

- Fixed Costs

Pemahaman mengenai fixed costs dapat dilihat dari kasus bangsal VIP Kencana Husada yang mempunyai lima belas tempat tidur. Terlepas dari fakta bahwa bangsal Kencana Husada BOR-nya 80% atau 20%, pihak rumah sakit harus mengeluarkan biaya per bulan sebesar Rp2.000.000,00. Biaya ini disebut Fixed Cost. Pada jangka panjang, semua biaya Fixed menjadi variabel sehingga konsep Fixed Cost hanya dipakai untuk analisis jangka pendek saja.

Total Fixed Cost

Rp

Output produksi

Rp

Gambar 9.1 Grafik Total Fixed Cost

Rp

Output produksi

Rp

Average Fixed Cost

Gambar 9.2 Grafik Average Fixed Cost.

136 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Pada Gambar 9.1 digambarkan Fixed Cost menyeluruh (Total Fixed Cost). Terlihat bahwa biayanya tetap walaupun output produksi berubah-ubah. Pada Gambar 9.2 informasi mengenai Fixed Cost digambarkan pula tetapi dengan sebutan Average Fixed Cost yang berbasis pada tiap unit produksi. Average Fixed Cost akan turun dengan bertambahnya jumlah produksi.

- Variable Costs

Biaya variabel (Variable Cost) berubah-ubah sesuai dengan perubahan output. Dengan demikian, Variable Cost merupakan fungsi dari perubahan output. Dalam kasus bangsal VIP Husada Kencana, Variable Cost akan berhubungan dengan jumlah pasien yang dirawat setiap hari. Termasuk dalam Variable Cost adalah pengeluaran bahan baku, obat-obatan, jasa medis tenaga medis, makanan, dan lain-lain. Harga makanan, misalnya, merupakan variabel. Bila untuk memasak 1000 porsi makanan dibutuhkan biaya sebesar Rp 5.000.000,00 maka biaya per porsinya sebesar Rp 5.000,00. Bila bangsal VIP hanya terisi oleh 10 orang per hari , maka biaya makanan adalah 10 x 3 kali makan sehari x Rp 5.000,00 = Rp 150.000,00. Bila 15 tempat tidur terisi maka biaya makan sehari adalah 15 x 3 x Rp 5.000,00 = Rp 225.000,00. Dengan demikian jumlah pasien (volume kegiatan) mempunyai pengaruh langsung terhadap biaya makanan secara proporsional.

- Semi-Variable Cost

Perbedaan antara Fixed Cost dan Variable Cost ini terkadang tidak jelas. Beberapa perubahan biaya sesuai dengan variasi volume kegiatan. Akan tetapi, perubahan dalam biaya operasional ini tidak proposional dengan perubahan volume. Sebagai contoh: pegawai bagian dapur dapat menyajikan 125 porsi makanan tiap hari. Jika dalam sehari dapur memproduksi 300 porsi, maka tidak dapat dikatakan bahwa biaya akan meningkat 2 kali lipat (100%) apabila setiap hari mengeluarkan produksi sebanyak 600 porsi. Perhitung-

Bagian III 137

annya adalah sebagai berikut: porsi sejumlah 300 akan memerlukan tiga karyawan penyaji. Tenaga tambahan hanya dibutuhkan bila jumlah produksinya di atas 375 porsi. Jika 600 porsi diproduksi maka hanya butuh dua tambahan tenaga baru, menjadi lima orang. Dengan demikian, walaupun terjadi penambahan volume kegiatan sebanyak 100%, tetapi pertambahan petugas penyaji hanya 66,66% saja (dari 3 menjadi 5 orang). Gambaran ini menunjukkan bahwa perilaku biaya secara keseluruhan mempunyai tendensi meningkat sesuai dengan volume kegiatan. Akan tetapi, perilakunya juga mempunyai tendensi Fixed Cost. Sebagai contoh, pada volume kegiatan penyajian antara 251 sampai 375 porsi, biayanya tetap karena tetap mempekerjakan 3 orang penyaji. Secara teoritis, bila kegiatan penyajian melebihi 375 dan kurang dari 501 maka dibutuhkan satu tenaga tambahan. Efek dari perubahan volume pelayanan pada instalasi gizi terhadap Fixed, Variable, dan Semi-Variable Cost dapat digambarkan melalui tabel berikut (tidak berhubungan dengan grafik).

Tabel 9.1 Efek perubahan volume terhadap Costs

5000 porsi 6000 porsi

Costs Biaya Total Biaya per porsi Biaya Total Biaya per porsi

Fixed Rp 5.000.000,00 Rp 1.000,00 Rp 5.000.000,00 Rp 833,00 Variable Rp 4.000.000,00 Rp 800,00 Rp 4.800.000,00 Rp 800,00 Semi Variable Rp 2.000.000,00 Rp 400,00 Rp 2.200.000,00 Rp 360,00 Total Rp 11.000.000,00 Rp 2.200 Rp 12.000.000,00 Rp 1993,00

Catatan:

Jika total biaya diamati, jumlahnya meningkat dari Rp 11.000.000,00 menjadi Rp 12.000.000,00. Akan tetapi, jumlah porsi yang diproduksi meningkat dengan perbandingan yang lebih besar. Sebagai hasilnya adalah total biaya per porsi menjadi menurun. Hal ini disebabkan oleh penggunaan Fixed Cost secara lebih ekonomis.

138 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Kurva Biaya Jangka Pendek

Fixed dan Variable Cost mempengaruhi biaya jangka pendek, misalnya penyelenggaraan bangsal VIP. Sebuah kurva biaya jangka pendek ditunjukkan oleh Gambar 9.3. Tampak jelas pada gambar tersebut bahwa biaya total atau Total Cost (TC) merupakan penjumlahan Total Fixed Cost dan Total Variable Cost.

Variable Cost

Output produksi

Rp

Fixed Cost

Gambar 9.3 Kurva biaya jangka pendek

Pusat Biaya pada Rumah Sakit

Pusat biaya yang signifikan dalam analisis dan penetapan biaya rumah sakit adalah: 1. Instalasi dan bagian-bagian di rumah sakit, misalnya: bangsal-

bangsal, instalasi radiologi, laboratorium, bagian rumah tangga, pemeliharaan, dan lain-lain.

2. Unit pelayanan yang merupakan sumber biaya produksi rumah sakit yang dapat diidentifikasi misalnya biaya kamar, biaya rata-rata untuk setiap pemeriksaan darah rutin, biaya rata-rata per pasien per kunjungan poliklinik, biaya rata-rata obat per pasien per hari rawat. Sebagai catatan, untuk mencapai penghitungan biaya "unit pelayanan", sebelumnya harus dilakukan penghitungan bagian-bagian dalam rumah sakit.

Bagian III 139

3. Pusat biaya berbasis pada diagnosis penyakit. Cara ini diper-kenalkan di Amerika Serikat dalam bentuk Diagnostic Related Groups (DRG).

9.3 Analisis Pulang Pokok (Break-Even Analysis)

Perilaku biaya tetap dan variabel, serta kemaknaan untuk perencanaan keuangan dapat dipelajari dari analisis pulang pokok (Break Even Analysis). Analisis ini membutuhkan data mengenai pendapatan. Sifat utama analisis pulang pokok karena Fixed Cost tetap dalam berbagai tingkat volume kegiatan, maka biaya ini tetap ada walaupun pendapatan totalnya nol. Karena kegiatan pelaksanaan meningkat, total pendapatan akan meningkat pula sehingga di satu titik, Fixed Cost akan dilampaui; dan pada titik selanjutnya, pendapatan akan melampaui total costs. Hal ini berarti kegiatan sudah menghasilkan keuntungan.

Kasus: Bangsal VIP Kencana Husada di Rumah Sakit Kabupaten Jatiwangi mempunyai 15 tempat tidur. Biaya tetap untuk menjalankan bangsal VIP adalah Rp24.000.000,00 per tahun. Biaya variabel untuk tiap tempat tidur yang dihuni adalah Rp16.000,00 per hari. Tarif tiap tempat tidur sehari adalah Rp40.000,00. Ada beberapa pertanyaan: 1. Berapa hari-tempat tidur yang harus dipakai minimum agar

mencapai break-even? 2. Berapa keuntungan yang diperoleh bila X tempat tidur-hari

terjual? 3. Jika hanya X tempat tidur-hari yang terisi, berapa tarif yang

harus ditetapkan? Grafik analisis break-even point dapat digambarkan sebagai

berikut:

140 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Rp

40juta

24juta

fixed-cost

pendapatan total

biaya total

rugi

untung

0 1,000 tempat tidur terpakai

Gambar 9.4 Grafik Break Even Point. Gambar 9.4 menunjukkan bahwa sebelum mencapai 1.000 hari-

tempat tidur terpakai dalam setahun maka Bangsal Kencana Husada masih rugi. Jika mencapai 1.000 maka pendapatan totalnya adalah Rp40.000.000,00 sedangkan biayanya adalah Rp24.000.000,00 + (1.000 x Rp16.000,00). Analisis pulang pokok tersebut dapat dilaku-kan secara aljabar sebagai berikut. Rumus break-even point adalah:

S = FC + VC

S = pendapatan FC = Fixed Cost VC = Variable Cost

Persamaan tersebut dipakai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

1. Berapa hari-tempat tidur yang harus dipakai minimum agar

Bagian III 141

mencapai break-even point? S = FC + VC

Rp40.000.000,00 = Rp24.000.000,00 + (1.000 x Rp16.000,00) Dengan demikian, sebanyak 1.000 hari-tempat tidur yang harus

terisi selama setahun agar mencapai titik impas.

2. Berapa keuntungan yang ada bila 1.500 hari-tempat tidur terpakai selama setahun?

Profit dapat dimasukkan sebagai salah satu komponen yang mempengaruhi pendapatan, seperti yang tertulis di bawah ini:

S = FC + VC + P

P = S - FC – VC

= (1.500 x Rp40.000,00) – Rp24.000.000,00 – (1.500 x Rp16.000,00)

= Rp12.000.000,00 Jika hanya 600 hari-tempat tidur yang terisi dalam setahun (BOR

lebih kurang 15%), berapa tarif yang harus ditetapkan untuk mencapai break even point?

S = FC + VC

S = Rp24.000.000,00 + (600 x Rp16.000,00) = Rp33.600.000,00 Penerimaan minimal harus sebesar Rp33.600.000,00. Dengan

demikian tarif per tempat tidur sebesar Rp33.600.000,00 dibagi 600 = Rp56.000,00 per hari.

Catatan

Analisis break-even point ini sangat disederhanakan. Kasus-kasus yang terjadi di lapangan tentu lebih rumit dan sulit karena pembagian Fixed Cost dan Variable Cost mungkin tidak telalu jelas.

142 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

9.4 Cara Menghitung Biaya Produksi Rumah Sakit

Hal-hal yang disampaikan di atas merupakan konsep dasar penggunaan data biaya produksi di rumah sakit. Sebagaimana disebutkan salah satu syarat penghitungan biaya adalah adanya sistem akuntansi yang baik. Tanpa adanya sistem akuntansi yang baik maka mustahil dilakukan proses penghitungan biaya. Pada bagian ini diasumsikan sistem akuntansi dalam rumah sakit telah berjalan baik. Sistem akuntansi perlu dipelajari sendiri. Dalam penghitungan ini dikenal berbagai cara misalnya Model Alokasi dan Model Activity Based Costing (ABC). Saat ini banyak dianjurkan menghitung biaya berdasarkan aktivitas (ABC).

Sistem biaya berdasarkan aktivitas (sistem ABC) dirancang atas dasar landasan pikiran bahwa produk atau jasa yang dihasilkan memerlukan aktivitas. Aktivitas berupa pengkonsumsian sumber daya. Hal ini tampak dalam Gambar 9.5.

Produk atau Jasa Aktivitas Sumber daya

Pengelolaan aktivitas merupakan pengelolaan aktivitas penambah dan

bukan-penambah nilai dalam mengkonsumsi sumber daya dalam setiap kegiatan untuk menghasilkan

produk.

Biaya merupakan ukuran sumber daya yang dikonsumsi untuk

setiap kegiatan dalam menghasilkan produk atau jasa

Gambar 9.5 Sistem ABC

Konsep sistem ABC umumnya diterapkan untuk meningkatkan

efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan biaya di berbagai organisasi yang tercermin melalui terciptanya sistem biaya yang mengacu pada aktivitas. Sistem ini merupakan sistem informasi tentang pekerjaan (atau aktivitas) yang mengkonsumsi sumber daya dan menghasilkan nilai bagi konsumen. Konsep ini bertujuan

Bagian III 143

meningkatkan kemampuan kompetitif perusahaan (Shank dan Govin-darajan, 1993). Konsep ABC menyatakan bahwa untuk mencapai efisiensi dan efektivitas suatu organisasi, maka sistem biaya yang digunakan haruslah didasarkan pada aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam rangka menciptakan atau menghasilkan sesuatu. Namun, implementasi sistem biaya berdasarkan aktivitas pada berbagai organisasi akan berbeda-beda tergantung pada sektor apa organisasi tersebut berada.

Bagi organisasi-organisasi kesehatan, konsep ini sangat baik untuk menunjang misi sosial yang diemban. Karena dengan konsep ini akan tercipta efisiensi dan efektivitas dalam hal konsumsi biaya yang pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat miskin melalui turunnya tarif jasa pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Namun, kompleksnya aktivitas jasa dan keluaran hasil yang tidak berwujud pada organisasi kesehatan khususnya rumah sakit, maka penerapan konsep ABC memerlukan waktu untuk bisa dilaksanakan. Penerapan konsep ABC dalam rumah sakit haruslah dimulai dengan merancang sistem (memetakan aktivitas) yang memungkinkan konsep tersebut bisa dilakukan karena tanpa adanya sistem yang mendukung maka ABC tidak mungkin dilaksanakan (Raymond 2002). Namun, karena rumah sakit merupakan suatu organisasi yang sangat kompleks maka untuk membangun sistem yang memungkinkan diterapkannya ABC akan memerlukan waktu yang cukup panjang.

9.5 Perilaku Biaya untuk Keputusan

Economies of Scale

Istilah ini menggambarkan bahwa unit cost cenderung turun dengan bertambahnya produksi pelayanan. Dengan semakin banyak-nya kamar VIP di bangsal Husada Kencana, biaya pasien per hari dapat menurun. Ada berbagai faktor yang dapat menurunkan unit cost pada saat menambah volume kegiatan. Pertama adalah Economies of increased dimension. Dalam hal ini modal, biaya pemeliharaan, dan

144 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

biaya-biaya lain akan meningkat tapi di bawah peningkatan produksi pelayanan. Sebagai contoh, penambahan biaya pembersihan 15 kamar VIP baru tidak berarti dua kali lipat pada saat jumlah kamar 15. Faktor kedua adalah adanya Economies of specialization. Dengan semakin besarnya bangsal maka secara organisasi akan lebih mudah meningkatkan efisiensi. Hal ini karena perawat dan tenaga medis yang terampil menjadi lebih murah biayanya berdasarkan perhitungan tiap kamarnya, dibanding sebelum ekspansi. Selanjutnya, adanya Economies of marketing, produksi yang lebih banyak mengakibatkan supply dibeli dalam jumlah lebih besar dengan kemungkinan banyak potongan harga dan pemberian perhatian khusus dari pemasok. Biaya pemasaran juga tidak meningkat setinggi peningkatan volume kegiatan. Di samping itu, muncul kemungkinan faktor keempat yaitu dengan meningkatnya teknologi jumlah kamar, maka pemakaian teknologi baru dapat dipergunakan. Pada akhirnya, hal ini akan mengurangi biaya per unit.

Diseconomies of Scale

Sebaliknya, kenaikan jumlah produksi setelah melewati titik tertentu justru dapat memperbesar biaya per unit. Keadaan ini disebabkan oleh berkurangnya efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Faktor pertama adalah menurunnya efisiensi manajerial. Hal ini disebabkan oleh membesarnya produksi yang dapat menyebabkan manajemen menjadi semakin rumit. Keputusan akan lebih panjang untuk dicapai, komunikasi antarstaf menjadi lebih sulit, dan masalah-masalah koordinasi menjadi lebih besar.

Faktor kedua, hubungan dengan karyawan. Jika kapasitas produksi menjadi semakin besar hubungan dengan karyawan menjadi semakin formal karena hierarki manajemen dapat menjadi lebih panjang. Hubungan yang lebih formal ini membutuhkan biaya yang lebih besar.

Faktor ketiga, yaitu berbagai faktor teknis. Dalam usaha meningkatkan produksi, setelah melewati titik tertentu masalah-masalah teknis yang khusus akan timbul dan berakibat naiknya biaya

Bagian III 145

produksi per unit. Misalnya dengan bertambahnya jumlah kamar VIP, diperlukan pembelian satu unit AC terpadu yang besar untuk mencakup kamar-kamar tersebut.

146 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

BAB X

KONSEP PENETAPAN TARIF DAN INVESTASI

10.1 Konsep Penetapan Tarif dalam Manajemen Rumah Sakit

Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut sebuah rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien. Tarif rumah sakit merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh rumah sakit swasta juga oleh rumah sakit milik pemerintah. Bagi sebagian rumah sakit pemerintah, tarif memang ditetapkan berda-sarkan Surat Keputusan Menkes atau Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukkan adanya kontrol ketat pemerintah sebagai pemilik terhadap rumah sakit sebagai firma atau pelaku usaha. Akan tetapi disadari bahwa tarif pemerintah umumnya mempunyai cost-recovery (pemulihan biaya) yang rendah. Apabila tarif mempunyai tingkat pemulihan biaya rendah diberlakukan pada kelas pelayanan bawah (misal kelas III) maka hal tersebut merupakan sesuatu yang layak, sehingga terjadi subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin untuk menggunakan pelayanan rumah sakit. Akan tetapi, apabila tingkat pemulihan biaya ternyata juga rendah untuk kelas VIP misalnya, maka dapat terjadi subsidi untuk masyarakat atas. Adanya kebijakan swadana telah memberikan wewenang penetapan tarif pada direktur rumah sakit, khususnya untuk bangsal VIP dan kelas I yang tidak banyak mempengaruhi orang miskin. Oleh karena itu, pemahaman mengenai konsep tarif perlu diketahui oleh para manajer rumah sakit.

Dalam ekonomi mikro, sudah dikenal suatu titik keseimbangan yaitu harga berada pada equilibrium berdasarkan demand dan supply (Lihat Bab II). Pada sistem ekonomi yang berbasis pada keseimbangan pasar, jelas bahwa subsidi pemerintah tidak dilakukan

Bagian III 147

atau terbatas pada masyarakat miskin. Akibatnya, tarif dibiarkan sesuai dengan permintaan pasar. Akan tetapi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya ketidakadilan yaitu masyarakat miskin sulit mendapatkan pelayanan rumah sakit, sehingga subsidi perlu diberikan karena keadaan ini sangat penting pada proses penetapan tarif rumah sakit pemerintah.

10.2 Tujuan Penetapan Tarif

Sebagaimana disebutkan dalam Bab I, terdapat penggolongan rumah sakit berdasarkan pemiliknya yaitu penanganan penetapan tarif dan tujuan penetapan tersebut dipengaruhi oleh pemiliknya. Dalam kaitan dengan misi sosial, penetapan tarif dapat menunjukkan misinya. Oleh karena itu, menarik untuk diperhatikan bahwa tarif rumah sakit keagamaan ternyata lebih tinggi dibandingkan tarif rumah sakit pemerintah. Hal ini disebabkan oleh rumah sakit keagamaan sudah tidak mendapat subsidi dari pemerintah ataupun dari masyarakat baik melalui gereja ataupun dana-dana kemanusiaan lain. Di pandang dari aspek masyarakat sebagai pengguna, maka rumah sakit keagamaan saat ini bukan tempat berobat untuk orang miskin. Dengan latar belakang kepemilikan tersebut, tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan sebagai berikut.

Penetapan Tarif untuk Pemulihan Biaya

Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya rumah sakit. Keadaan ini terutama terdapat pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama semakin berkurang subsidinya. Pada masa lalu kebijakan swadana rumah sakit pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan pemulihan biaya (cost-recovery.) Oleh karena itu, muncul pendapat yang menyatakan bahwa kebijakan swadana berkaitan dengan naiknya tarif rumah sakit.

148 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Penetapan Tarif untuk Subsidi Silang

Dalam manajemen rumah sakit diharapkan ada kebijakan agar masyarakat ekonomi kuat dapat ikut meringankan pembiayaan pelayanan rumah sakit bagi masyarakat ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi silang ini maka tarif bangsal VIP atau kelas I harus berada di atas unit cost agar surplusnya dapat dipakai untuk mengatasi kerugian di bangsal kelas III. Selain subsidi silang berbasis pada ekonomi, rumah sakit juga diharapkan melakukan kebijakan penetapan tarif yang berbeda pada bagian-bagiannya. Sebagai contoh IRD mempunyai potensi sebagai bagian yang mendatangkan kerugian. Oleh karena itu, perlu disubsidi oleh bagian lain yang mempunyai potensi mendatangkan keuntungan, misalnya instalasi farmasi. Kebijakan subsidi silang ini secara praktis sulit dilakukan karena terjadi tarif rumah sakit yang melakukan subsidi silang jauh berada di atas tarif pesaingnya. Apabila rumah sakit memaksakan melakukan subsidi silang dari tarif–tarif yang ada dikhawatirkan akan terjadi penurunan mutu pelayanan dalam jangka panjang dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak mempunyai tujuan untuk subsidi silang.

Tujuan Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Akses Pelayanan

Ada suatu keadaan rumah sakit mempunyai misi untuk mela-yani masyarakat miskin. Oleh karena itu, pemerintah atau pemilik rumah sakit ini mempunyai kebijakan penetapan tarif serendah mung-kin. Diharapkan dengan tarif yang rendah maka akses orang miskin menjadi lebih baik. Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa akses tinggi belum berarti menjamin mutu pelayanan yang baik. Berbagai pene-litian menunjukkan bahwa mutu pelayanan rumah sakit pemerintah rendah akibat subsidi pemerintah terbatas dan tarif rumah sakit rendah dengan sistem manajemen yang birokratis. Kegagalan pemerintah memberikan subsidi cukup bagi biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit yang mempunyai tarif rendah menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit semakin rendah secara berkesinambungan.

Bagian III 149

Tujuan Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan

Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan pene-tapan tarif pada bangsal VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan kepuasan kerja dokter spesialis. Sebagai contoh, bangsal VIP dibangun untuk mengurangi waktu spesialis di rumah sakit swasta. Terlalu lamanya waktu yang dipergunakan dokter spesialis pemerintah bekerja di rumah sakit swasta dapat mengurangi mutu pelayanan.

Penetapan Tarif untuk Tujuan Lain

Beberapa tujuan lainnya, misalnya mengurangi pesaing, memaksimalkan pendapatan, meminimalkan penggunaan, mencip-takan corporate image. Penetapan tarif untuk mengurangi pesaing dapat dilakukan untuk mencegah adanya rumah sakit baru yang akan menjadi pesaing. Dengan cara ini, rumah sakit yang sudah terlebih dahulu beroperasi mempunyai strategi agar tarifnya tidak sama dengan rumah sakit baru. Penetapan tarif untuk memperbesar keuntungan dapat dilakukan pada pasar rumah sakit yang cenderung dikuasai satu rumah sakit (monopoli). Oleh karena itu, penetapan tarif dapat dilakukan dengan tujuan memaksimalisasikan pendapatan. Tanpa kehadiran pesaing dalam suasana pasar dengan demand tinggi, maka tarif dapat dipasang pada tingkat yang setinggi-tingginya, sehingga dapat meningkatkan surplus secara maksimal. Ada hal yang menarik tentang penetapan tarif yang bertujuan minimalisasi penggunaan pelayanan, mengurangi pemakaian, tarif dapat ditetapkan secara tinggi. Sebagai contoh, tarif periksa umum pada rumah sakit pemerintah ditetapkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pelayanan serupa di Puskesmas. Dengan cara ini maka fungsi rujukan dapat ditingkatkan sehingga masyarakat hanya menggunakan rumah sakit apabila perlu saja. Penetapan tarif dengan tujuan menciptakan Corporate Image adalah penetapan tarif yang ditetapkan dengan tujuan meningkatkan citra sebagai rumah sakit golongan masyarakat kelas atas. Sebagai contoh, berbagai rumah sakit di Jakarta mene-

150 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

tapkan tarif bangsal super VIP dengan nilai yang sangat tinggi. Timbul kesan seolah-olah berlomba untuk mendapatkan citra rumah sakit paling mewah.

10.3 Proses Penetapan Tarif

Pemilik rumah sakit dapat berupa lembaga swasta, perorangan ataupun pemerintah. Misi dan tujuan rumah sakit swasta dan pemerintah tentu dapat berbeda. Rumah sakit swasta dapat berupa rumah sakit for-profit ataupun non-profit. Dengan perbedaan tersebut, maka proses penetapan tarif dapat berbeda pula. Pada bagian ini akan dibahas mengenai perbedaan penetapan tarif rumah sakit swasta dengan rumah sakit pemerintah.

Penetapan Tarif Rumah Sakit dengan Menggunakan Pendekatan Perusahaan

Pada perusahaan penetapan tarif mungkin menjadi keputusan yang sulit dilakukan karena informasi mengenai biaya produksi mungkin tidak tersedia. Di sektor rumah sakit, keadaannya lebih parah karena informasi mengenai unit cost misalnya, masih sangat jarang. Teknik-teknik penetapan tarif pada perusahaan sebagian besar berlandaskan informasi biaya produksi dan keadaan pasar, baik monopoli, oligopoli, maupun persaingan sempurna. Teknik-teknik tersebut antara lain: • full-cost pricing, • kontrak dan cost-plus, • target rate of return pricing, • acceptance pricing.

Full-Cost Pricing

Cara ini merupakan cara yang paling sederhana secara teoritis, tetapi membutuhkan informasi mengenai biaya produksi. Dasar cara

Bagian III 151

ini dilakukan dengan menetapkan tarif sesuai dengan unit cost ditambah dengan keuntungan. Dengan cara ini, jelas bahwa analisis biaya (lihat bagian terdahulu) merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Teknik penetapan tarif ini dikritik karena pertama, sering mengabaikan faktor demand. Dengan berbasis pada unit cost, maka asumsinya tidak ada pesaing ataupun demand-nya sangat tinggi. Dengan asumsi ini maka pembeli seakan-akan dipaksa menerima jalur produksi yang menimbulkan biaya walaupun mungkin tidak efisien. Dengan demikian teknik ini mengabaikan faktor kompetisi. Kedua, membutuhkan penghitungan biaya yang rumit dan tepat. Sebagai gambaran untuk mengembangkan sistem akuntasi yang baik, dibutuhkan modal yang besar.

Kontrak dan Cost-Plus

Tarif rumah sakit dapat ditetapkan berdasarkan kontrak misal-nya kepada perusahaan asuransi, ataupun konsumen yang tergabung dalam satu organisasi. Dalam kontrak tersebut penghitungan tarif juga berbasis pada biaya dengan tambahan surplus sebagai keuntungan bagi rumah sakit. Akan tetapi, saat ini perhitungan tarif kontrak dengan asuransi kesehatan masih sering menimbulkan perdebatan: apakah rumah sakit mendapat surplus dari kontrak, atau justru malah rugi atau memberikan subsidi. Tarif kontrak ini dapat memaksa rumah sakit menyesuaikan tarifnya sesuai dengan kontrak yang ditawarkan perusahaan asuransi kesehatan. Dengan demikian, masalah efisiensi menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan.

Target Rate of Return Pricing

Cara ini merupakan modifikasi dari metode full-cost di atas. Misalnya, tarif ditentukan oleh direksi harus mempunyai 10% keun-tungan. Dengan demikian, apabila biaya produksi suatu pemeriksaan darah Rp5.000,00, maka tarifnya harus sebesar Rp5.500,00 agar memberi keuntungan 10%. Walaupun cara ini masih dikritik karena berbasis pada unit cost, tetapi faktor demand dan pesaing telah

152 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

diperhitungkan. Pada saat melakukan investasi, seharusnya telah diproyeksikan demand dan pesaingnya sehingga direksi berani menetapkan target tertentu. Dalam teknik ini dibutuhkan beberapa kondisi antara lain, pertama, rumah sakit harus dapat menetapkan tarif sendiri tanpa harus menunggu persetujuan pihak lain; kedua, rumah sakit harus dapat memperkirakan besar pemasukan yang benar; dan ketiga, rumah sakit harus mempunyai pandangan jangka panjang terhadap kegiatannya.

Acceptance Pricing

Teknik ini digunakan apabila pada pasar terdapat satu rumah sakit yang dianggap sebagai panutan (pemimpin) harga. Rumah sakit lain akan mengikuti pola pentarifan yang digunakan oleh rumah sakit tersebut. Mengapa butuh pemimpin dalam menetapkan harga? Keadaan ini dapat timbul karena rumah-rumah sakit sakit enggan terjadi perang tarif dan mereka enggan saling merugikan. Walaupun mungkin tidak ada komunikasi formal, tetapi ada saling pengertian antarrumah sakit. Jadi hal ini bukan semacam kartel. Pada situasi ini, dapat muncul rumah sakit yang menjadi pemimpin harga. Rumah sakit yang lain mengikutinya. Masalah akan timbul apabila pemimpin harga ini merubah tarifnya. Para pengikutnya harus mengevaluasi apakah akan mengikutinya atau tidak.

Penetapan Tarif dengan Melihat Pesaing

Struktur pasar rumah sakit saat ini menjadi semakin kompetitif. Hubungan antarrumah sakit dalam menetapkan tarif dapat menjadi "saling mengintip". Penetapan tarif benar-benar dilakukan berbasis pada analisis pesaing dan demand. Dalam metode ini, biaya yang menyesuaikan dengan tarif. Terdapat dua tipe metode ini yaitu: (1) penetapan tarif di atas pesaing, dan (2) penetapan tarif di bawah pesaing.

Dengan melihat berbagai macam teknik penetapan tarif di perusahaan swasta, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain,

Bagian III 153

tujuan penetapan tarif harus diyakini secara jelas, dan tarif harus ditetapkan dengan berbasis pada tujuan; struktur pasar dan demand harus dianalisis; informasi kualitatif perlu dicari untuk membantu penetapan tarif; pendapatan total dan biaya total harus dievaluasi dalam berbagai tingkat harga dengan asumsi-asumsi yang perlu dan penetapan tarif harus melibatkan partisipasi dari bagian akuntansi, pemasaran, dan unit-unit pelaksana fungsional.

Penetapan Tarif pada Organisasi Pemerintah

Pada berbagai sektor termasuk kesehatan, pemerintah masih mempunyai kewajiban mengatur tarif. Kewajiban ini ditujukan untuk menjamin terjadinya pemerataan pelayanan rumah sakit. Untuk itu, pemerintah merasa perlu menegaskan bahwa berbagai komponen biaya penyelenggaraan rumah sakit tetap disubsidi, antara lain gaji, investasi, dan penelitian pengembangan. Dengan demikian, rumah sakit pemerintah mendapat pengaruh langsung dari peraturan-peraturan atau norma-norma pemerintah. Dengan latar belakang ini, jika dipandang dari sudut ekonomi manajerial, maka rumah sakit pemerintah berbeda dengan swasta dalam beberapa hal.

Pertama: rumah sakit pemerintah merupakan milik masyarakat sehingga direksi rumah sakit harus bertanggung jawab kepada pemimpin politik daerah atau nasional, dan bertanggung jawab pula kepada Dewan Perwakilan Rakyat, pusat atau daerah. Keadaan ini menyebabkan keputusan-keputusan manajemen rumah sakit pemerintah seringkali menjadi lamban karena harus menunggu persetujuan pihak-pihak berwenang. Contoh klasik yaitu penetapan tarif rumah sakit daerah yang harus membutuhkan persetujuan bupati dan DPRD.

Kedua: rumah sakit pemerintah cenderung lebih besar dibanding dengan swasta, misalnya di Jakarta dan Surabaya, rumah sakit terbesar adalah milik pemerintah pusat dan daerah. Besar dalam segi ukuran juga sering disertai dengan kepemimpinan dalam teknologi kedokteran. Dengan disubsidinya investasi dan biaya-biaya penelitian pengembangan, rumah sakit pemerintah terutama rumah

154 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

sakit pendidikan mempunyai peluang untuk memonopoli segmen pelayanan tertentu tanpa mempertimbangkan biaya investasi. Dengan demikian, biaya investasi tidak diperhitungkan dalam pentarifan sehingga dapat lebih murah dibanding swasta.

Ketiga: rumah sakit pemerintah cenderung mempunyai over-head cost yang tinggi. Hal ini terutama karena biaya gaji yang tinggi akibat besarnya jumlah pegawai tetap, akan tidak disertai dengan produktivitas yang tinggi. Akibatnya, dalam proses pentarifan sering kali biaya sumber daya manusia tidak diperhitungkan.

Berbasis perbedaaan dengan rumah sakit swasta, maka proses penetapan tarif dalam rumah sakit pemerintah harus memperhatikan berbagai isu yaitu isu sosial dan amanat rakyat, isu ekonomi, dan isu politik. Sebenarnya rumah sakit keagamaan atau sosial yang tidak mencari keuntungan juga menghadapi berbagai isu yang serupa misalnya, bagaimana isu melayani kaum dhuafa bagi rumah sakit Islam atau menjalankan pelayanan berdasarkan Kasih bagi orang miskin pada rumah sakit Katolik.

Isu Sosial dan Amanat Rakyat dalam Penetapan Tarif

Satu hal penting yang harus diperhatikan dalam penetapan tarif rumah sakit pemerintah berkaitan dengan amanat rakyat yaitu pelayanan rumah sakit secara tradisional sebagai pelayananan sosial pemerintah yang harus disubsidi sehingga perlu berhati-hati dalam menaikkan tarif. Pengalaman kasus kenaikan tarif pada rumah sakit pemerintah menunjukkan hal tersebut. Apabila kenaikan tarif dirasakan terlalu tinggi bagi masyarakat, dengan segera akan terjadi gelombang protes. Keadaan inilah yang menyebabkan perubahan tarif rumah sakit pemerintah harus mendapat persetujuan wakil-wakil rakyat.

Isu-Isu Ekonomi

Sebagaimana suatu industri yang mempunyai struktur fixed cost yang tinggi, rumah sakit pemerintah menghadapi problem dalam

Bagian III 155

investasi dan pengembangan program. Problem ini terjadi apabila daya subsidi pemerintah berkurang. Misi rumah sakit pemerintah menuntut agar amanat rakyat dalam pelayanan rumah sakit dipenuhi. Akan tetapi, kemampuan pemerintah kurang. Akibatnya terjadi berbagai isu ekonomi yang berkaitan dengan tarif rumah sakit pemerintah. Pada prinsipnya tarif yang ada, cost-recovery-nya tidak memungkinkan rumah sakit pemerintah untuk berkembang. Kebu-tuhan untuk berkembang ini semakin tinggi karena persaingan antar rumah sakit semakin besar. Fenomena menarik yaitu rumah sakit yang tidak mampu mengembangkan diri, ibarat seseorang yang masuk lumpur pasir, semakin berusaha akan semakin terpuruk. Jika suatu rumah sakit secara ekonomis tidak menarik stafnya, mutu pelayanan akan semakin turun. Hal ini berakibat menurunnya jumlah pasien atau melayani pasien yang terbatas kemampuan membayar dan tuntutannya.

Isu Politik

Sebagaimana galibnya suatu pemerintahan, ada tarik-menarik antara sentralisasi dan desentralisasi perencanaan. Pada keadaan yang sangat sentralisasi, pemerintah pusat ingin melakukan perencanaan ketat yang menunjukkan kewenangan. Penetapan tarif adalah bentuk kewenangan pemerintah. Dengan kewenangan ini, pemerintah pusat akan mengatur tarif sesuai dengan kekuatan daerah. Bagi provinsi yang lemah secara ekonomi, tarif ditetapkan rendah dan sebaliknya jika daerahnya kuat. Dengan kebijakan ini, secara tidak langsung pemerintah menerapkan subsidi silang antardaerah. Sumber anggaran pemerintah pusat berdasarkan asas keadilan akan lebih banyak diberikan ke daerah-daerah yang lemah secara ekonomi.

Berbagai hal di atas menunjukkan bahwa penetapan tarif rumah sakit pemerintah memang lebih kompleks daripada rumah sakit swasta. Akan tetapi, dalam perubahan rumah sakit menjadi lembaga sosial-ekonomi dengan prinsip-prinsip swadana, penetapan tarif model perusahaan harus diperhatikan oleh rumah sakit pemerintah. Menarik bahwa untuk beberapa produk, penghitungan tarif sudah mendekati

156 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

unit-cost. Tabel di bawah menunjukkan contoh tarif dari suatu rumah sakit pemerintah dan penghitungan unit-cost-nya.

Tabel 10.1 Contoh perhitungan tarif dan Unit Cost bangsal

Kegiatan/Bangsal Unit Cost Tarif

IRJ 1.245 1.000 2.000 Kelas III 3.960 3.000 (3A),

2.000 (3B) Kelas II 14.000 10.000 Kelas I 27.890 25.000 VIP 39.800 40.000

Dalam tabel tersebut terlihat bahwa keuntungan yang didapat

dari sewa kamar bangsal VIP sangat kecil. Hal ini karena jumlah tempat tidur VIP hanya 5% dari seluruh tempat tidur rumah sakit, sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan cross-subsidy tidak dapat berjalan. Patut dicatat bahwa biaya investasi dan biaya sumber daya manusia tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya. Kelas I bahkan rugi Rp2.890,00 untuk setiap tempat tidur yang terisi tiap harinya. Kerugian ini menjadi bertambah besar karena kelas I meliputi 25% jumlah kamar dengan BOR yang hampir 100%.

Tabel 10.2 Contoh tarif dan Unit Cost tindakan

Tindakan Unit Cost Tarif

Persalinan 27.050 52.800 EKG 3.050 5.400 EEG 7.696 17.500 USG 14.902 40.000 Treadmill 17.676 50.000 Radiologi sederhana 1.650 3.700 Radiologi canggih 35.078 75.000 Laborat sederhana 423 900 Laboratorium sedang 603 1.350

Bagian III 157

Secara tidak langsung, pasien kelas I yang seharusnya dapat mensubsidi kelas lainnya justru disubsidi oleh tindakan-tindakan lain di rumah sakit. Pada tabel di bawah, ternyata rumah sakit pemerintah tersebut dapat mengambil keuntungan dari tindakan. Pada beberapa tindakan medis, bahkan margin keuntungan sangat besar karena rumah sakit pemerintah tersebut memonopoli alat yang ada, misalnya tread-mill.

10.4 Masalah-Masalah Praktis dalam Penetapan Tarif

Dalam menetapkan tarif terdapat masalah-masalah praktis yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) penetapan tarif yang dipengaruhi struktur pasar tenaga kerja yang khusus; (2) Transfer Price, dan (3) masalah dalam menetapkan tarif untuk produk baru.

Penetapan Tarif dan Struktur Pasar Tenaga Kerja

Yang dimaksud pasar tenaga kerja di sini adalah tenaga kerja dokter. Berdasarkan jumlah yang masih terbatas maka kekuatan tawar posisi pemberi tenaga spesialis terhadap rumah sakit cukup besar. Dalam keadaan ini maka tarif pelayanan rumah sakit ditentukan oleh spesialis, termasuk berbagai input, misalnya obat-obatan, jenis tindakan, bahkan peralatan medik misal pen bagi dokter bedah tulang. Dokter sebagai pemberi jasa bagi rumah sakit dapat menentukan harga (price-maker). Dalam keadaan ini sulit bagi rumah sakit (yang dalam pasar tenaga kerja berposisi sebagai konsumen tenaga spesialis) untuk menetapkan tarif yang rendah bagi pasien. Seorang direktur rumah sakit swasta keagamaan menyatakan bahwa salah satu kesulitan menekan tarif bagi pasien supaya rendah adalah masalah keputusan klinik yang ditetapkan dokter tidak mengacu pada efisiensi, khususnya pemilihan obat.

158 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Transfer Price

Pada berbagai rumah sakit pemerintah, tarif kamar bangsal VIP sebesar Rp200.000,00 per hari. Tarif ini termasuk makan yang berasal dari instalasi gizi rumah sakit. Menjadi pertanyaan di sini; apakah satu porsi makanan yang dihasilkan oleh instalasi gizi yang didisitribusikan ke bangsal VIP mempunyai harga tertentu? Hal ini penting untuk ditekankan karena bangsal VIP diharuskan tidak mengandung unsur subsidi. Dengan demikian, porsi makanan yang disajikan untuk bagian VIP harus diberi harga di atas biaya produksi instalasi gizi. Pada keadaan inilah diperlukan "transfer price" untuk makanan yang disajikan. Instalasi gizi menjadi satu pusat pendapatan, bukan pusat pengeluaran. Hal ini perlu dilakukan pula untuk Instalasi Laboratorium dan Instalasi Farmasi yang dapat menetapkan transfer price.

Secara singkat dapat disebutkan kegunaan transfer price untuk: (1) mengukur keuntungan tiap-tiap unit yang menerima pendapatan; (2) mengukur investasi secara benar dan dapat digunakan untuk memperkirakan pendapatan dan pengeluaran suatu unit, misalnya bangsal VIP; (3) memberikan informasi bagi direksi rumah sakit untuk memutuskan misalnya, apakah lebih murah untuk memesan makanan bangsal VIP ke pihak katering luar, atau harus memesan dari instalasi gizi; dan (4) memicu desentralisasi dalam manajemen rumah sakit.

Penetapan tarif transfer tergantung pada berbagai faktor, antara lain: ada-tidaknya harga pasar untuk produk yang dihasilkan oleh bagian di rumah sakit. Misalnya, berapa harga satu porsi katering di luar bila dibandingkan dengan biaya bagian gizi; struktur pasar rumah sakit bekerja; dan apakah bagian-bagian dalam rumah sakit benar-benar independen atau saling tergantung. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka transfer price dapat ditetapkan dengan cara: berbasis pada harga pasar, tawar-menawar, atau menggunakan beberapa konsep biaya, marginal atau full-cost.

Ada perlakuan yang berbeda terhadap barang atau jasa yang dapat digunakan untuk transfer price. Ada barang atau jasa yang

Bagian III 159

berada dalam struktur pasar yang monopolis, ada pula yang berada dalam struktur pasar yang bersaing ketat. Dengan latar belakang ini terdapat berbagai jenis barang atau jasa yang dapat diberikan transfer price. Golongan pertama adalah produk yang tidak dapat dibeli dari pihak luar rumah sakit. Keadaan ini menyebabkan bagian dalam rumah sakit tidak mempunyai pesaing. Dengan demikian, transfer price ditetapkan berdasarkan unit-cost plus keuntungan. Golongan kedua adalah produk yang dapat dibeli dari luar rumah sakit. Pada keadaan ini bagian dalam rumah sakit dipaksa menetapkan transfer price yang lebih rendah dibandingkan dengan harga luar.

Penetapan Tarif untuk Produk Baru

Masalah praktis lain yang timbul adalah penetapan tarif untuk produk baru. Akan tetapi, muncul pertanyaan, apa definisi “baru”? Sebuah produk dapat disebut “baru” karena merupakan produk baru bagi rumah sakit tersebut, tetapi tidak baru bagi pasar. Contohnya, rencana RS Harapan Bersama membuka bangsal VIP di daerah yang telah banyak rumah sakit yang mempunyai bangsal VIP. Bangsal VIP ini produk baru bagi RS Harapan Bersama, tetapi bukan hal baru untuk masyarakat. Pada kasus ini tarif dapat ditetapkan oleh RS Harapan Bersama dengan maksud untuk melakukan penetrasi pasar, yaitu menetapkan tarif lebih rendah daripada produk serupa yang sudah berada di pasar.

Pengertian kedua mengenai “baru” adalah suatu produk yang baru bagi rumah sakit yang ada dan baru bagi pasar. Contohnya, saat RS Permata Hidup membuka bangsal super VIP di daerah pelayanan yang tidak ada bangsal super VIP sebelumnya. Bangsal super VIP merupakan produk baru bagi RS Permata Hidup dan pasar rumah sakit. Dalam menetapkan tarif produk baru, RS Permata Hidup dapat membuat tarif dengan cara menetapkan harga setinggi-tingginya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Apabila tidak terdapat saingan maka RS Permata Hidup dapat mencapai apa yang disebut keuntungan monopolistik.

160 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Catatan:

1. Kemampuan masyarakat dan persaingan merupakan faktor-faktor penting penetapan tarif yang harus dilakukan. Dalam hal ini pengambil keputusan harus memikirkan mengenai struktur pasar, seperti telah dibahas di depan.

2. Keputusan penetapan tarif sebaiknya melibatkan departemen atau bagian rumah sakit yang merasakan dampaknya. Dengan demikian, penetapan tarif bukanlah hak prerogatif akuntan atau bagian pemasaran.

10.5 Pengambilan Keputusan Investasi

Sebagai firma, rumah sakit harus membuat keputusan investasi. Sebagai contoh, pada akhir dekade 1990-an Direksi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dihadapkan pada keputusan penting, apakah akan membangun rumah sakit baru untuk mengatasi semakin padatnya rumah sakit lama yang berada di jantung kota Yogyakarta. Keputusan membangun rumah sakit baru ini membutuhkan pertim-bangan yang benar. Andaikata salah memutuskan ada kemungkinan RS PKU akan kesulitan cash-flow dan akan berakibat buruk. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito mendapatkan soft-loan dari pemerintah Austria dalam bentuk pembangunan Central Operating Theatre dengan teknologi mutakhir berlantai lima. Rumah Sakit (RS) Tabanan di Bali bermaksud memperluas bangsal VIP yang ada. Banyak rumah sakit yang akan membeli USG baru untuk meng-gantikan USG yang lama.

Para manajer rumah sakit-rumah sakit tersebut membutuhkan keterampilan investasi agar keputusan yang diambil tidak salah. Sebagaimana keputusan perorangan, direksi rumah sakit dalam memutuskan investasi sebenarnya berada dalam ketidakpastian. Apakah dengan mengembangkan bangsal VIP baru, nantinya penduduk Tabanan akan menggunakannya? Dalam hal ini perlu pemahaman akan tahap-tahap dalam keputusan investasi. Menurut

Bagian III 161

Handaru (1996) tahap-tahap dalam keputusan investasi meliputi: a) Penentuan tujuan. Organisasi atau perusahaan yang bersangkutan

harus menentukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas. Misalnya, memaksimalkan laba, memaksimalkan tingkat pertum-buhan, penguasaan pasar, kepuasan pelanggan, atau sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan.

b) Perkiraan biaya proyek dan biaya operasi. Biaya investasi awal harus diperkirakan. Begitu pula biaya-biaya operasi yang akan dikeluarkan selama umur investasi. Untuk dapat memperkirakan biaya-biaya tersebut, pemahaman mengenai perilaku biaya sangat diperlukan.

c) Perkiraan permintaan. Memperkirakan permintaan diperlukan untuk mengestimasi jumlah penerimaan (pendapatan operasi) yang diterima rumah sakit pada setiap periode selama umur investasi. Pada saat memperkirakan permintaan ini, unsur ketidak-pastian muncul. Dalam kasus di rumah sakit, ketidak-pastian ini terkait dengan berbagai faktor demand, termasuk perubahan pola penyakit ataupun perilaku dokter.

d) Perhitungan tambahan aliran kas bersih. Aliran kas bersih perlu dihitung setelah mengetahui taksiran penerimaan, pengeluaran, pajak, dan biaya non-tunai yang dicadangkan. Prinsip yang digunakan dalam penghitungan aliran kas bersih antara lain, sesudah pajak dan merupakan aliran kas tambahan (incremental cash flows).

e) Perhitungan nilai sekarang aliran kas. Dengan menentukan taksiran aliran kas dengan suatu tingkat biaya modal perusahaan atau proyek, akan didapatkan nilai sekarang dari seluruh aliran kas yang dihasilkan proyek selama umur investasi.

Menarik untuk dicermati dalam kasus investasi, misalnya di RSUP Dr. Sardjito dalam hal soft-loan dari pemerintah Austria. Dalam hal ini RSUP pendidikan berfungsi pula sebagai pusat pengem-bangan ilmu kedokteran. Alasan sebagai tempat pengembangan ilmu ini sering dipakai untuk melakukan pengembangan baru dengan teknologi baru yang mahal, tetapi tidak menggunakan kaidah-kaidah investasi. Investasi pengembangan Central Operating Theatre lima

162 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

lantai di RSUP Dr. Sardjito diputuskan tanpa perhitungan investasi, sehingga pertanyaan kritisnya adalah apakah demi pertimbangan ilmu, maka tidak perlu menggunakan model investasi? Jawabannya tentulah tidak. Semua pengembangan sebaiknya berdasarkan investasi. Andaikata secara politis atau ilmu pengetahuan menyatakan bahwa keputusan investasi harus dijalankan walaupun secara ekonomis tidak menguntungkan, maka hal ini merupakan kenyataan. Akan tetapi, keputusan politis ataupun demi ilmu ini harus konsekuen, artinya dapat dipertanggungjawabkan termasuk untuk mencari subsidi pada fase operasional program investasi. Di Indonesia sudah banyak kasus investasi besar dalam rumah sakit, tetapi tidak mempunyai biaya operasional dan pemeliharaan sehingga proyek pengembangan akhirnya gagal.

Kategori Investasi

Berbagai macam investasi dapat dilakukan di rumah sakit. Ber-dasarkan konsep Handaru (1996) berbagai jenis investasi misalnya: a) Penggantian peralatan medik yang lama dengan teknologi yang

lebih baru, atau teknologi tetap tetapi alat baru. . b) Perluasan perlengkapan modal yang sudah ada misalnya, penam-

bahan kapasitas dengan menambah ruangan bangsal. c) Perluasan atau penambahan garis produk baru dengan pembelian

mesin atau peralatan baru yang belum pernah dimiliki.Sebagai contoh, pengembangan operasi jantung RSUP Dr. Kariadi Sema-rang dengan soft-loan dari pemerintah Jerman (KfW).

d) Sewa atau leasing peralatan baru. e) Merger atau pembelian rumah sakit oleh sebuah rumah sakit yang

lebih baik keadaan keuangannya. Perhitungan investasi merupakan hal yang rumit. Untuk mema-

haminya pembaca dianjurkan membaca buku mengenai penghitungan investasi.

Bagian III 163

PENUTUP

Sebagai penutup bagian ini telah menguraikan mengenai analisis demand para pengguna rumah sakit dan rumah sakit sebagai suatu firma. Uraian ditujukan untuk lebih memahami penggunaan konsep ekonomi dalam manajemen rumah sakit. Pembahasan menggunakan model Circular Flow pada aspek demand membahas berbagai hal yang spesifik untuk rumah sakit, yang berbeda dengan analisis demand pada sektor lain. Salahsatu perbedaan penting adalah adanya fenomena supplier-induced-demand.

Dalam pengkajian rumah sakit sebagai firma, telah dibahas terutama konsep produksi dan informasi biaya dalam keputusan manajerial rumah sakit. Untuk menetapkan keputusan manajemen yang baik, seorang manajer rumah sakit harus memahami perilaku biaya. Dua fungsi biaya yang utama digunakan dalam pembuatan keputusan-keputusan manajemen adalah fungsi biaya jangka pendek dan fungsi biaya jangka panjang. Fungsi biasa jangka pendek yaitu periode waktu dengan beberapa sarana produksi sebuah usaha tidak dapat diubah dan digunakan dalam keputusan sehari-hari. Fungsi biaya jangka panjang adalah periode waktu yang cukup panjang yang memungkinkan suatu usaha mengubah sistem produksinya secara penuh melalui penambahan, pengurangan, atau penggantian asetnya dan digunakan untuk keperluan perencanaan.

Di dalam sektor rumah sakit pemikiran dalam mencari keun-tungan memerlukan pemakaian informasi biaya, misalnya bangsal VIP. Rumah sakit-rumah sakit yang memerlukan subsidi juga memer-lukan analisis biaya. Tindakan ini mutlak dilakukan agar subsidi tepat penggunaanya dan dapat direncanakan dengan baik. Tanpa informasi biaya, berbagai keputusan manajemen seperti penetapan harga tidak dapat ditentukan secara benar.

Kegiatan analisis dan pengendalian biaya bukan suatu proses yang mudah. Tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi dengan baik sebelum dilakukan suatu analisis biaya yaitu, struktur organisasi rumah sakit yang baik, sistem akuntansi yang tepat, dan adanya informasi statistik yang cukup baik. Masalah yang muncul adalah

164 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

sulitnya rumah sakit dalam memenuhi prasyarat ini. Sebagai contoh, perbaikan sistem akuntansi membutuhkan penanganan yang tepat dengan ujung tombak oleh profesi akuntan. Diharapkan dengan pemahaman mengenai konsep produksi dalam rumah sakit beserta analisis biayanya, pihak rumah sakit menjadi semakin menghargai informasi akuntansi biaya untuk keperluan pengambilan keputusan manajemen termasuk keputusan penetapan tarif dan investasi.