Bentuk Partisipasi Kristen Dalam Kemerdekaan Indonesia
-
Upload
andhika-imam -
Category
Documents
-
view
32 -
download
0
description
Transcript of Bentuk Partisipasi Kristen Dalam Kemerdekaan Indonesia
Bentuk Partisipasi Kristen Dalam Kemerdekaan Indonesia
Pergumulan gereja – gereja di Indonesia adalah bagian berpartisipasi secara politik
dalam konteks Indonesia. Dekonstruksi dan Rekonstruksi kontek Indonesia
berdasarkan Lukas 4 : 18 – 21 telah membangun paradigm teologi Kristen tentang
Indonesia.Gereja mampu mewujutkan Visi dan Misi Keselamatan Kristus dalam
pelayanannya secara tepat.
Kristen turut menentukan kebijakan pemerintahan colonial dengan pembentukan
Volksraad ( Dewan Rakyat ) pada tahun 1917. Di Indonesia partisipasi politik Kristen
petama kalinya adalah membentuk CEP ( Christelijk Etische Partij ) kemudian menjadi
CSP ( Christelijk Staatkundige Partij ). Peristiwa Penting dalam partisipasi politik
Kristen telibat dalam penyusunan UUD menuju Indonesia merdeka pada tahun 1945.
Menjelang UUD disahkan pihak pemuka Kristen dari Indonesia bagian Timur
menyampaikan keberatan dengan ancaman menolak bergabung dengan NKRI apabila
system hokum dualistic tetap dipertahankan dalam konsep Pembukaan UUD tersebut.
Atas dukungan pihak nasionalis dan persetujuan pemuka – pemuka Islam, mereka
mengubah rumusan Sila Ketuhanan dengan tujuh kata ( Kewajiban menjalankan
syariah Islam bagi pemeluk – pemeluknya ) menjadi tiga kata ( Yang Maha Esa ) dalam
sila pertama Pancasila. Peristiwa itu menjadi tonggak penting dalam sejarah partisipasi
politik Kristen. John Titaley menegaskan bahwa memahami makna Injil Yesus kristus
dalam konteks Indonesia adalah dengan perenungan dan penghayatan yang ada dalam
sebuah kemerdekaan 17 Agustus 1945.Penghapusan tujuh kata dalam pagam Jakarta
tanggal 18 Agustus 1945 dan perubahan pasalnya dianggap diskriminatif dan
primodialis, memiliki makna bahwa Indonesia sudah injili secara teologis. Oleh sebab
itu maka gereja – gereja terpanggil untuk : pertama, menjaaga kesetaraan teologis dari
Indonesia tidak hilang; kedua, mendidik warga untuk tidak memperlakukan secara
diskriminatif; ketiga, secara riel terlibat dalam bidang politik, social, dan Budaya, dan
berbagai segi kehidupan lainnya; keempat, mendidik warga gereja agar berkualitas
melakukan pekerjaan – pekerjaan ini dalam berbagai bidang kehidupan; kelima,
mengkritisi perilaku pemerintah dan undang – undang yang dibuat agar tidak
menyimpang dari hakekat kemanusian Indonesia; keenam, tidak hanya menikmati
keselamatan bagi diri sendiri.
Bebagai catatan sejarah, maupun pemikiran – pemikiran mendasar secara teologis
yang terumuskan dibagian awal, dapat dikatakan bahwa gereja harus berkomitmen
untuk berpartisipasi politik gereja harus mampu melakukan apa yang dilakukan Kristus
dan diamanatkan pada pembebasan bagi dunia. Partisipasi politik Kristen di Indonesia
juga merupakan bentuk keterpanggilan Gereja untuk melanjutkan pembebasan Yesus
bagi Indonesia menempatkan derajat kesetaraan kemanusian satu dengan yang lain.
Bagi gereja Kristen Sumba, komitmen persekutuan dan kelembagaan yang dibangun
adalah memainkan politik, moral sebagai bagian dari peran kenabian gereja. Dalam
hubungan dengan perbedaan dan pembagian agama maupun aliran kepercayaan,
slogan perekat sekaligus bentuk komitmen bersama adalah “ tantangan bersama
tanggnung jawab bersama “. Komitmen ini cukup mampu membuka ruang pertemuan
dan kebersamaan dengan semua pihak tanpa dibatasi oleh “ dinding – dinding ” gereja.
Memang berkesan sangat praktis pragmantis, namun setidaknya bahwa sikap dan
penghayatan injil yang terbuka dan universal, sekaligus praktis bagi kehidupan nyata
manusia, mendapatkan tempat dalam sebuah kebersaman.