Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi...

187

Transcript of Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi...

Page 1: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Page 2: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

i

Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate

Ida Diana Sari Tatik Mudjiati Kasnodihardjo

Page 3: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

ii

Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan

dan Pemberdayaan Masyarakat

Penulis Ida Diana Sari Tatik Mudjiati Kasnodihardjo

Editor

Kasnodihardjo

Desain Cover Agung Dwi Laksono

Cetakan 1, November 2014

Buku ini diterbitkan atas kerjasama

PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Jl. Indrapura 17 Surabaya Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749

dan

LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI) Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta

Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933 e mail: [email protected]

ISBN 978-602-1099-06-3

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis

dari penerbit.

Page 4: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

iii

Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014, dengan susunan tim sebagai berikut:

Pembina : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH)

Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawati, MSc

Ketua Tim Teknis : dra. Suharmiati, M.Si

Anggota Tim Teknis : drs. Setia Pranata, M.Si Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes Sugeng Rahanto, MPH., MPHM dra.Rachmalina S.,MSc. PH drs. Kasno Dihardjo Aan Kurniawan, S.Ant Yunita Fitrianti, S.Ant Syarifah Nuraini, S.Sos Sri Handayani, S.Sos

Page 5: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

iv

Koordinator wilayah :

1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel dan Kab. Asmat

2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk Wondama

3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep. Mentawai

4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin 5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak 6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara,

Kab. Boalemo 7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab.

Mamuju Utara 8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab.

Indragiri Hilir 9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur.

Kab. Rote Ndao 10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon

Page 6: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

v

KATA PENGANTAR

Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ? Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan.

Dengan mempertemukan pandangan rasional dan indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia.

Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Kementerian Kesehatan

Page 7: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

vi

RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.

Surabaya, Nopember 2014

Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.

drg. Agus Suprapto, M.Kes

Page 8: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Metode Penelitian 1.4. Pertimbangan Dalam Menentukan Lokasi Penelitian 1.5. Desain dan Jenis Penelitian

BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1.Legenda Suku Anak Dalam 2.2. Sejarah dan Perkembangan Desa 2.3. Geografi dan Kependudukan 2.4. Pola Pemukiman dan Tempat Tinggal 2.5. Religi dan Kepercayaan Masyarakat 2.6. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 2.6.1. Sistem Kekerabatan 2.6.2. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal 2.7. Lingkaran Hidup 2.7.1. Masa Kehamilan 2.7.2. Masa Kanak-kanak 2.7.3. Masa Muda-mudi 2.8. Pengetahuan Masyarakat 2.8.1. Pengetahuan tentang Alam 2.8.2. Pengetahuan tentang Sehat dan Sakit

v vii ix x

1

1 9

10 10 11

17

17 20 43 50 60 73 73 77 87 87 89 92 97 97 98

Page 9: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

viii

2.9. Bahasa 2.10. Kesenian 2.11. Mata Pencaharian 2.12. Teknologi dan Peralatan

BAB 3 POTRET KESEHATAN

3.1. Status Kesehatan 3.1.1. Pola Konsumsi Keluarga 3.1.2. Kesehatan Reproduksi 3.1.3. Upaya Pemeliharaan Kesehatan Ibu dan Anak 3.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sedat 3.3. Penyakit Menular 3.4. Penyakit Tidak Menular 3.5. Konsepsi Budaya Kesehatan 3.5.1. Pelayanan Kesehatan Modern 3.5.2. Pelayanan Kesehatan Tradisional 3.6. Perilaku Pencarian Pengobatan

BAB 4 BENTENG TRADISI KESEHATAN BUMI SERASAN SEKATE

4.1. Budaya Hamil Suku Anak Dalam 4.2. Persalinan dan Nifas 4.3. Pola Pemeliharaan Kesehatan Anak 4.4. Pola Pemberian Air Susu Ibu

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi

INDEKS DAFTAR PUSTAKA

103 105 106 110

113

113 113 114 117 118 125 130 135 136 137 141

143

143 144 152 155

159

159 160

163 170

Page 10: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jumlah dan KepadatanPenduduk Kecamatan Bayung Lencir 2012

Tabel 3.1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa menurut JNC VII

48

133

Page 11: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Peta Provinsi Sumatera Selatan Gambar 1.2. Peta Kabupaten Musi Banyuasin Gambar 2.1. Peta Kecamatan Bayung Lencir Gambar 2.2. Speedboat, Transportasi Utama di Desa

Muara Bahar Gambar 2.3. Kondisi Jalan menuju Lokasi Pemukiman Suku

Anak Dalam Gambar 2.4. Perahu Ketek, Sarana Transportasi di Desa

Muara Bahar Gambar 2.5. Hutan di Muara Bahar Gambar 2.6. Perkebunan Kelapa Sawit Gambar 2.7. Gedung SD di Desa Muara Bahar Gambar 2.8. Pembangunan SD Baru Sebagai Sarana

Pendidikan Gambar 2.9. Akses Jalan Hasil CSR Gambar 2.10.Parabola Sebagai Sarana Komunikasi Gambar 2.11. Peta Kabupaten Musi Banyuasin Gambar 2.12. Peta Kecamatan Bayung Lencir Gambar 2.13. Bentuk Rumah Panggung Gambar 2.14. Rumah Panggung Memakai Batu Umpak Gambar 2.15. Rumah Panggung Dengan Tiang Tancap di

Tanah Gambar 2.16. Rumah Rakit di Desa Muara Bahar Gambar 2.17. Bangunan Rumah Permanen Gambar 2.18. Rumah Sampaeon Gambar 2.19. Dukun Kubu Sedang Melakukan Upacara

Besale Gambar 2.20. Upacara Besale Tujuh Sale

4 5

20 21

22

24

25 30 32 33

34 35 44 48 51 52 53

54 55 57 66

69

Page 12: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

xi

Gambar 2.21. Jerangau Bunglay dengan Gigi Ikan Tomang Gambar 2.22. Gelang Tangkal Untuk Anak-anak Gambar 2.23. Struktur Jabatan di Desa Muara Bahar Gambar 2.24. Sekretaris Desa Muara Bahar Gambar 2.25. Acara Basuh Tangan Dukun Gambar 2.26. Upacara Pernikahan Adat Palembang Gambar 2.27. Petani Karet di Desa Muara Bahar Gambar 2.28. Perkebunan Sawit di Desa Muara Bahar Gambar 3.1. Belanja Sayuran di Tukang Sayur Gambar 3.2. Gendang Untuk Pengobatan Besale Gambar 3.3. Pamflet PHBS di Puskesmas Gambar 3.4. Jamban Gambar 3.5. Jamban Diatas Sungai Gambar 3.6. Merokok Dalam Rumah Gambar 3.7. Merokok Sambil Momong Cucu Gambar 3.8. Tuberkulosis di Puskesmas Bayung Lencir Gambar 3.9. Penderita Tuberkulosis di Dusun Teluk

Beringin Gambar 3.10. Obat Anti tuberkulosis Gambar 3.11. Dukun bayi Keturunan Suku Anak Dalam Gambar 3.12. Jimat Jerangau Bunglay Pada Tangan Bayi Gambar 3.13. Kayu Pelusuh Hutan Gambar 4.1. Lading Untuk Memotong Tali Pusat Gambar 4.2. Upacara Lepas Tali Pusar Gambar 4.3. Perlengkapan Basuh Tangan Dukun

71 72 79 80 90 96

107 108 113 115 118 120 121 122 123 125 127

127 138 139 140 152 153 154

Page 13: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

xii

Page 14: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin disadari bahwa budaya tidak bisa diabaikan dalam mempengaruhi status kesehatan masyarakat, karena itu riset tentang budaya kesehatan masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan di daearah tertentu sangatlah penting untuk dilakukan. Harus disadari bahwa beraneka ragam budaya yang ada di wilayah Indonesia memerlukan pemahaman yang cermat dan mendalam pada setiap daerah dengan etnik yang ada di wilayah tersebut. Dengan menggali kearifan lokal akan dapat digunakan sebagai strategi intervensi dalam upaya kesehatan.

Secara obyektif setiap kelompok masyarakat atau etnik tertentu mempunyai persepsi tentang kesehatan menyangkut konsep sehat sakit. Hal ini sangat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Setiap individu sebagai anggota masyarakat ketika terganggu kesehatannya akan mempersepsikan gejala penyakit berdasarkan apa yang dirasakan dan menentukan sikap dalam upaya penyembuhan akan gangguan kesehatan atau penyakit yang dirasakannya.

Pencarian pengobatan dengan self treatment maupun mencari tenaga kesehatan merupakan upaya manusia mengatasi permasalahan kesehatan dalam kelompok masyarakat atau etnik

Page 15: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

2

tertentu. Upaya tersebut menjadi ciri khas kehidupan masyarakatnya dan telah menjadi tradisi secara turun temurun sehingga berpotensi mempengaruhi kesehatan baik negatif maupun positif. Faktor kepercayaan, pengetahuan, persepsi, nilai dan konsepsi-konsepsi budaya yang berkaitan dengan penyakit atau kesehatan akan mempengaruhi tindakan seseorang atau sekelompok orang dalam upaya kesehatan. Hal demikian yang menjadi masalah kesehatan dalam kelompok masyarakat atau kehidupan etnik tertentu di suatu wilayah di Indonesia.

Pada Undang-Undang no 17 tahun 2007 disebutkan tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005–2025, bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasar pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat pada ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut dan keluarga miskin (Departemen Kesehatan, 2009).

Sasaran pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun 2015.Delapan tujuan ini pula yang menjadi tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia. Indonesia bersama 189 negara lain dan komunitas internasional pada tahun 2000 di New York telah mensepakati deklarasi yang berisi komitmen untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam millenium ini, sebagai satu paket tujuan terukur untuk membangun dan mengentaskan kemiskinan. Salah satu sasaran adalah meningkatkan kesehatan ibu dengantarget pada 2015 mengurangi 2/3 ratio kematian ibu dari proses melahirkan (Bappenas, 2007).

Kesehatan ibu ditandai dengan indikator Angka Kematian Ibu (AKI). Selama empat tahun terakhir, kondisi AKI di Indonesia telah menurun secara signifikan menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2007. Namun demikian, kematian ibu

Page 16: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

3

di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN. Keadaan ini menunjukkan masih banyak hal yang harus diperbuat untuk dapat mengejar sasaran MDGs menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2015.

Status kesehatan masyarakat ditandai dengan berbagai indikator antara lain angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKBA) dan kematian neonatal (usia 0−28 hari), yang mana selama empat tahun terakhir mengalami perlambatan penurunan. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007) menunjukkan penurunan AKB dari 35 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka ini masih jauh lebih tinggi dari target AKB dalam MDGs pada tahun 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. AKBA juga mengalami penurunan dari 46 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka kematian neonatal menurun sedikit dari 20 menjadi 19 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007.

Angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand. Menurut data dari Direktorat Bina Kesehatan Ibu, rata rata 10% ibu di Indonesia tidak pernah memeriksakan kandungan ke petugas kesehatan, sebanyak 30% ibu di Indonesia tidak melahirkan di pelayanan kesehatan seperti dokter atau bidan, melainkan lebih memilih untuk melahirkan ke paraji atau dukun. Dalam pada itu Departemen Kesehatan pada tahun 2005 – 2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak, sebagai prioritas pertama dalam pembangunan kesehatan. Prioritas berikutnya adalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, pendayagunaan tenaga kesehatan, penanggulangan penyakit

Page 17: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

4

menular, gizi buruk, krisis akibat bencana, peningkatan pelayanan kesehatan.1

Data Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi sebesar 31,7%, Balita stunting 36,8% dan akses sanitasi 43%. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan tidak hanya pada status kesehatan ibu dan anak saja, namun termasuk masalah penyakit tidak menular, gizi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Gambar 1.1.

Peta Provinsi Sumatera Selatan Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin.

Seluruh kabupaten dan kota di Indonesia telah diidentifikasi berdasarkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang disusun menggunakan 24 indikator termasuk di dalamnya indikator kesehatan ibu dan anak, penyakit tidak menular dan PHBS. Nilai IPKM tersebut menggambarkan status kesehatan kabupaten dan kota. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, Kabupaten

Page 18: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

5

Musi Banyuasin menempati Rangking IPKM peringkat 384 dari 490 Kabupaten/Kota se-Indonesia.

Gambar 1.2.

Peta Kabupaten Musi Banyuasin Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin

Musi Banyuasin adalah salah satu kabupaten di pulau Sumatera yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan. Musi Banyuasin, merupakan kabupaten yang dikenal sebagai penghasil tanaman sawit dan tanaman karet. Ini terlihat dari sepanjang

Page 19: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

6

perjalanan menuju Kota Sekayu yang merupakan ibukota kabupaten Musi Banyuasin terhampar perkebunan kelapa sawit dan karet. Untuk menuju Kota Sekayu dapat ditempuh melalui jalanan darat dengan waktu kurang lebih 3 jam dari Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, dengan jarak sekitar 200 km.

Penduduk Musi Banyuasin dihuni oleh berbagai etnik dan menganut berbagai agama. Salah satu etnik yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin adalah Suku Anak Dalam. Hasil survei Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservsi (WARSI) tahun 2004, populasi terbesar terdapat di Kecamatan Bayung Lencir, sekitar 8.000 orang. Mereka hidup dan menetap di sepanjang aliran anak sungai keempat yang lebih kecil dari sungai tersier, seperti anak Sungai Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Sungai Bahar. Selain itu, ada juga yang hidup di wilayah Kabupaten Sarolangun, sepanjang anak Sungai Limun, Batang Asai, Merangin, Tabir, Pelepak, dan Kembang Bungo. Mereka berjumlah sekitar 1.200 orang.

Suku Anak Dalam atau dikenal pula sebagai suku terasing dengan bahasa setempat “orang kubu”. Penampilan “orang kubu” sangat sederhana, jauh dari sentuhan peradaban modern. Suku anak dalam punya pola hidup yang unik. Mereka hidup secara berkelompok dan mengandalkan hutan dan sungai sebagai sumber kehidupan. Di mata Suku Anak Dalam, hutan adalah segalanya, sumber kehidupan, tempat mereka berlindung dan mencari makan.

Populasi Suku Anak Dalam di Kecamatan Bayung Lencir yang masih cukup banyak terdapat di desa Muara Bahar. Berbeda dengan Suku Anak Dalam umumnya, komunitas Suku Anak Dalam di desa Muara Bahar, telah direlokasi, mendiami kawasan di luar hutan. Relokasi ini merupakan bagian dari program pemerintah

Page 20: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

7

daerah, agar mempermudah komunitas Suku Anak Dalam tersentuh pembangunan.

Sejak mendiami desa Muara Bahar, pola hidup Suku Anak Dalam berubah. Mereka tidak lagi hidup berpindah-pindah seperti yang kerap dilakukan nenek moyangnya. Suku Anak Dalam di wilayah ini jumlahnya mencapai 200 jiwa. Mereka telah mengenal pakaian, televisi dan banyak yang menikah dengan masyarakat luar seperti orang Sumatera, Jawa dan Bugis.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2012, Desa Muara Bahar memiliki angka Basil Tahan Asam (BTA) positif Tuberkulosis tertinggi di Kabupaten Musi Banyuasin. Selain bermasalah dengan Tuberkulosis, desa ini juga mempunyai persentase persalinan oleh tenaga kesehatan terendah di Kabupaten Musi Banyuasin (Dinas Kesehatan Musi Banyuasin, 2012).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang diderita hampir sepertiga populasi manusia di dunia. Insidens keterjangkitan tuberkulosis merupakan permasalahan kesehatan dunia yang cukup serius. Situasi Tuberkulosis Paru di dunia semakin memburuk dengan jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah Tuberkulosis Paru besar (high burden countries), sehingga pada tahun 1993 WHO, sebagai organisasi kesehatan dunia mencanangkan Tuberkulosis Paru sebagai salah satu kedaruratan dunia (global emergency). Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002).

Page 21: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

8

Di Indonesia, hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga(SKRT) 1995 menunjukkan bahwa TB adalah penyebab kematian (9,4% dari total kematian) nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia. TB juga merupakan penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi di Indonesia. Penyakit TB sudah banyak menjangkiti anak-anak. Hasil dari Survei Prevalensi Tuberkulosis 20044 ditemukan sebesar 33% dengan jumlah 589 kasus terjadi pada anak-anak. Diperkirakan 170.000 anak di dunia meninggal pertahun karena TB (Prapti I.Y, 2003).

Tuberkulosis Paru juga merupakan salah satu emerging diseases. Indonesia termasuk kedalam kelompok high burden countries, menempati urutan ketiga setelah India dan China berdasarkan laporan WHO tahun 2009. Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub Direktorat Penyakit TB dari Direktorat Jenderal P2&PL tahun 2010 menyebuntukan estimasi kasus baru TB di Indonesia tahun 2006 adalah 275 kasus per 100.000 penduduk/tahun dan pada tahun 2010 turun menjadi 244 kasus/100.000 penduduk/tahun. Subdit TB P2PL sejauh ini sudah menerbitkan treatment guideline. Pada Riskesdas 2007 kasus Tuberkulosis Paru ditemukan merata di seluruh provinsi di Indonesia dan pada Riskesdas 2010 Periode Prevalence Tuberkulosis Paru Nasional adalah 725 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2010).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organism) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perubahan-perubahan perilaku kesehatan dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Dalam aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme atau makhluk yang bersangkutan (Simons-Morton et al.,1995).

Page 22: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

9

PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran, sehingga keluarga beserta semua yang ada di dalamnya dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.

Berpijak pada kerangka pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memahami kehidupan warga etnik Suku Anak Dalam di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dengan harapan dapat diperolehnya masukan-masukan berupa pola perilaku yang merupakan kendala dan simultan terhadap derajat kesehatan dalam rangka program peningkatan pelayanan kesehatan dan penerapan, yang sesuai atau tidak bertentangan dengan etos kebudayaan warga Suku Anak Dalam yang bersangkutan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitan ini adalah mendapat gambaran secara holistik aspek sejarah, geografi dan sosial budaya terkait masalah kesehatan yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Suku Anak Dalam di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.

Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah mengidentifikasi secara mendalam unsur-unsur budaya yang mempengaruhi kesehatan di masyarakat, mengidentifikasi peran dan fungsi sosial masyarakat yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan terkait dengan pelayanan kesehatan.

Page 23: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

10

1.3. Metode Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian berawal dari peneliti pusat melakukan koordinasi dan diskusi dengan peneliti daerah dan penanggung jawab korwil kemudian dicocokkan dengan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin. Dari hasil diskusi dan penelusuran informasi yang dilakukan pada saat persiapan lapangan akhirnya disepakati lokasi penelitian adalah: Desa Muara Bahar Kecamatan Bayung Lencir. Pemilihan lokasi tersebut dipilih dengan justifikasi sebagai berikut:

1) daerah tersebut memiliki angka BTA (+) Tuberkulosis tertinggi di Kabupaten Musi Banyuasin,

2) daerah tersebut memiliki persentase Persalinan oleh Nakes terendah di Kabupaten Musi Banyuasin,

3) populasi suku anak dalam masih cukup banyak dan mengalami gangguan kesehatan karena ditemukan penderita tuberculosis dan malaria.

1.4. Pertimbangan Dalam Menetukan Lokasi Penelitian

Pertimbangan dalam pemilihan Desa Muara Bahar sebagai lokasi penelitian adalah akses ke desa tersebut relatif jauh dan sulit sehingga diasumsikan budaya masyarakatnya tidak banyak dipengaruhi budaya luar dari maysrakat lain. Untuk mencapai desa Muara Bahar harus ditempuh dengan menyusuri sungai menggunakan speedboat selama 45 menit atau menggunakan perahu ketek selama kurang lebih 1,5 jam. Selain jalan sungai, untuk menempuh desa tersebut dapat ditempuh melalui darat, hanya jarak tempuhnya sangat jauh dengan kondisi jalan berupa tanah jika musim hujan becek, banyak lubang yang digenangi air.

Page 24: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

11

1.5. Desain dan Jenis Penelitian

Secara konseptual penelitian ini adalah penelitian kualitatif non intervensi. Riset ini didesain sebagai riset khusus kesehatan nasional dengan desain eksploratif dengan metode etnografi. Dalam metode etnografi, peneliti langsung terjun ke lapangan mencari data melalui informan (Ratna, Kutha N, 2010). Etnografi adalah sebuah metode penelitian yang bermanfaat dalam menemukan pengetahuan yang tersembunyi dalam suatu budaya dan komunitas (Emzir, 2011).

Spradley (1997), menyebuntukan lima manfaat etnografi dalam memahami rumpun manusia, yaitu:

1) memberikan informasi tentang adanya teori-teori ikatan budaya (culture-bound), sekaligus mengoreksi teori sosial Barat,

2) menemukan teori grounded, sekaligus mengoreksi teori formal,

3) memahami masyarakat kecil (non-Barat), sekaligus masyarakat kompleks (Barat),

4) memahami perilaku manusia sebagai perilaku yang bermakna, sekaligus perbedaannya dengan perilaku binatang, dan

5) yang terpenting adalah untuk memahami manusia sekaligus kebutuhan-kebutuhannya.

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap informan kunci. Dengan menggunakan pedoman, wawancara mendalam dilakukan kepada Dinas Kesehatan, Puskesmas, Kepala desa, aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, bidan, perawat, dukun kampung, ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, ibu balita, pasangan suami istri usia subur, remaja dan keluarganya. Wawancara terhadap responden dilakukan dengan

Page 25: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

12

kunjungan langsung ke rumah responden. Untuk mendukung hasil wawancara dilakukan observasi partisipatif dan penelusuran data sekunder. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen desa Muara Bahar, Puskesmas Kecamatan Bayung Lencir, Kantor Kecamatan Bayung Lencir dan Dinas Kesehatan kabupaten Musi Banyuasin.

Dalam metode penelitian etnografi, instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti melakukan observasi partisipasi, yaitu tinggal dan hidup bersama masyarakat untuk menggali informasi dan mengamati obyek yang ingin diketahui terkait dengan kesehatan ibu dan anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup bersih dan sehat. Meskipun peneliti sebagai instrumen penelitian, namun peneliti juga membutuhkan instrumen pendukung untuk mencari data, meliputi:

1) Pedoman wawancaramendalam sebagai petunjuk wawancara agar informasi yang diinginkan tercapai dan terfokus. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan kunci, yaitu pelaku budaya atau informan yang mengetahui tentang budaya Kesehatan Ibu dan Anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan PHBS di Desa Muara Bahar;

2) Buku catatan harian yang digunakan peneliti untuk mencatat setiap kejadian yang dialami peneliti setiap harinya. Hal ini digunakan untuk menangkap peristiwa yang tak terduga;

3) Dokumen yang terkait dengan tempat penelitian dan kesehatan ibu dan anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan PHBS yang didapat dari hasil penelusuran dokumen dan tinjuan pustaka;

4) Kamera foto, video dan alat perekam suara.

Page 26: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

13

Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan beberapa cara. Pada pertemuan pertama dengan calon informan, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, dan bila calon informan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, calon informan diminta untuk menandatangani surat pernyataan bersedia ikut serta (informed consent). Wawancara medalam dilakukan pada tempat yang tidak mengganggu kenyamanan responden dan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh setiap responden. Wawancara dilakukan di rumah responden bila responden mengijinkan.

Observasi dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan berdasar masukan dari informan utama. Kegiatan harian dari individu, keluarga dan masyarakat yang berkaitan dengan permasalahan penelitian merupakan objek observasi. Selain wawancara dan observasi partisipasi, peneliti juga melakukan penelusuran data sekunder, referensi dan pustaka yang berkaitan dengan substansi penelitian.

Data hasil wawancara dan observasi diolah dengan cara mendeskripsikan rekaman data, menyusun transkrip, melakukan pengkodean danmemasukkan kedalam matriks esensial untuk selanjutnya dilakukan analisis content. Setelah dilakukan verifikasi,data kemudian disajikan dalam bentuk narasi, kuotasi dan tabel. Semua itu dilakukan untuk membantu pembaca memasuki situasi dan pemikiran responden secara langsung dan mengkaitkan interpretasi dari peneliti serta menghubungkannya dengan teori atau hasil penelitian orang lain yang bisa mendukung (Moleong, 2001).

Terdapat beberapa teknik yang disampaikan untuk mencapai kredibilitas, yaitu teknik triangulasi sumber, pengecekan data antar anggota, perpanjangan kehadiran peneliti, diskusi teman sesama tim, pengamatan secara terus menerus dan pengecekan referensi. Kredibilitas data perlu

Page 27: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

14

dilakukan untuk membuktikan bahwa data yang dikumpulkan sesuai dengan dunia nyata dan yang terjadi sebenarnya.

Triangulasi merupakan proses penguatan bukti dari individu-individu dan jenis data yang berbeda seperti catatan lapangan, hasil observasi, wawancara dan penelusuran dokumen. Peneliti menguji setiap sumber informasi dan bukti-bukti temuan untuk mendukung sebuah tema. Hal ini untuk menjamin bahwa studi akan menjadi akurat karena informasi berasal dari berbagai informasi, individu atau proses (Emzir, 2011).

Pengecekan antar anggota peneliti dilakukan dengan cara menunjukkan data atau informasi, termasuk hasil interpretasi peneliti yang sudah ditulis dengan rapi dalam bentuk catatan lapangan atau transkrip hasil wawancara. Hal tersebut dilakukan agar dapat dikomentari setuju atau tidak setuju dan bisa ditambah informasi lain jika dianggap perlu. Perpanjangan kehadiran peneliti di lokasi penelitian dapat menguji kebenaran informasi yang diperoleh secara distorsi baik berasal dari peneliti sendiri maupun dari subyek penelitian yang tidak disengaja. Perpanjangan kehadiran peneliti dapat membangun kepercayaan informan kepada peneliti, sehingga antara peneliti dan informan kunci tercipta hubungan keakraban yang baik dan memudahkan subyek penelitan mengungkapkan sesuatu secara transparan.

Triangulasi yang berbentuk diskusi antar teman sejawat, dilakukan dengan tujuan agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran sekaligus memberikan kesempatan awal bagi orang lain untuk mulai menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari pemikiran peneliti. Pengamatan terus menerus dari peneliti dapat membuat peneliti memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terinci dan mendalam. Dengan sendirinya peneliti

Page 28: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

15

dapat membedakan hal yang bermakna untuk memahami faktor sosial budaya.

Bahan referensi digunakan untuk memperkuat hasil analisis dari informasi yang dihasilkan, dapat juga digunakan peneliti sebagai patokan untuk menguji data saat analisis dan penafsiran data.

Page 29: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

16

Page 30: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

17

BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1. Legenda Suku Anak Dalam

Ketika melakukan penjajahan di Indonesia, Belanda mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia. Rakyat di wilayah Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau lainnya, sama-sama melakukan perlawanan. Di wilayah Sumatera, khususnya di bagian Selatan, beberapa puluh tahun masyarakat mengadakan perlawanan terhadap agresi Belanda, walaupun akhirnya harus mengundurkan diri dan lari masuk ke hutan rimba belantara. Salah satu hutan tempat pelarian masyarakat adalah wilayah Rawas dan Sarolangun. Hingga kini daerah tersebut masih berupa hutan dan merupakan perbatasan antara Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan.

Salah satu kelompok masyarakat yang mundur ketika menghadapi pasukan Belanda, dipimpin oleh seorang panglima yang oleh pihak Belanda dikenal sebagai Panglima Bambu Kuning. Pihak Belanda menyebut demikian karena setiap mendapat perlawanan, senjata yang digunakan kelompok masyarakat tersebut adalah anak panah dan tombak yang dibuat dari bambu kuning. Pihak Belanda juga percaya bahwa panglima tersebut memiliki kesaktian, sebab ketika kelompok tersebut diserang, Sang Panglima dapat melepaskan anak panah dan tombak secara terus menerus. Walaupun puluhan tahun pasukan Belanda terus

Page 31: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

18

menggempur, namun pasukan di bawah pimpinan Panglima Bambu Kuning tidak dapat mereka musnahkan.

Daerah Rawas dan Sarolangun merupakan wilayah yang dijadikan pertahanan untuk melawan Belanda. Pihak Belanda menggunakan sistem memecah belah agar masyarakat yang telah dijajah turut membenci Panglima Bambu Kuning serta pengikutnya. Belanda menjelaskan kepada penduduk bahwa orang-orang di bawah pimpinan Panglima Bambu Kuning adalah kelompok penjahat sehingga setiap penduduk harus memusuhi mereka. Namun, hutan belantara di daerah Rawas dan Sarolangun merupakan pertahanan yang tidak dapat dijamah Belanda. Pihak Belanda kemudian menamakan kelompok perlawanan yang bertahan di kedua wilayah tersebut sebagai “Orang Kubu”. Kubu artinya pertahanan. Oleh karena itu, untuk mencegah makin menguatnya “Orang Kubu” pihak Belanda mengeluarkan peraturan, siapa saja yang berhubungan dengan orang kubu akan ditangkap dan ditembak mati.

Pasukan Belanda terus berupaya membasmi kelompok masyarakat yang melakukan perlawanan dengan cara mengejar hingga ke tengah hutan, namun tidak dapat menemukan seluruh pengikut Panglima bambu kuning yang berlindung di hutan belantara. Keteguhan dan semangat juang dari seluruh pengikut panglima, membuat mereka rela hidup berpindah pindah dan makan apa saja yang bisa diperoleh di hutan. Akhirnya pengikut panglima tersebut menjadi penghuni hutan belantara di daerah Rawas dan Sarolangun.

Ketika tahu bahwa Belanda akan mengadakan serangan besar-besaran untuk memusnahkan orang kubu, para wanita dan anak-anak serta pria yang sudah tua mencari tempat berlindung yang aman dari serangan Balanda. Dengan dikawal oleh sebagian anggota pasukan, mereka pergi lebih jauh ke dalam hutan

Page 32: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

19

belantara. Sebagian anggota pasukan lainnya ikut berperang menghadapi pasukan Belanda.

Menjelang datangnya serangan Belanda, diceritakan bahwa Panglima Bambu Kuning tidak ingin berpisah dari masyarakatnya. Karenanya, dia berjanji menghadapi serangan pasukan Belanda sekuat tenaga. Bila pada saat peperangan, dia dan pasukannya tidak dapat bertahan, maka pengikutnya akan terlihat asap mengepul dari puncak bukit itu. Sang Panglima kemudian akan menjelma menjadi burung elang dengan bulu berwarna coklat. Dada burung elang itu berbelang dua, coklat dan putih. Elang sebagai jelmaan Panglima akan berusaha membimbing dan memberitahu kemana pengikutnya harus pergi agar tidak ditangkap belanda.

Menjelang senja, pasukan yang bertahan di lereng bukit melihat asap mengepul dari puncak bukit. Tahulah mereka bahwa pimpinan mereka kalah. Tiba tiba, di angkasa muncul seekor burung elang dengan perut berbelang putih. Pasukan yang masih hidup mengundurkan diri mengikuti arah burung elang itu terbang. Mereka kemudian bergabung dengan kelompok yang telah mencari perlindungan lebih dahulu. Setelah mereka berkumpul, burung elang itu senantiasa terbang di atas mereka. Burung itu terbang ke daerah hutan yang lebih tua. Mereka berada di hutan mengikuti arahnya. Belanda terus mengejar, namun tidak dapat menemukan pengikut Panglima yang berlindung di hutan belantara. Selama bertahun tahun pengikut panglima menjadi penghuni hutan belantara daerah Rawas dan Sarolangun. Mereka beranak cucu dan hidup berkelompok kelompok serta berpindah pindah.

Karena keadaan tersebut, sangat memungkinkan bila saat ini Orang Kubu terdiri sedikitnya 2 kelompok besar yang tinggal di daerah hulu Sungai Batanghari, Batang Tembesi dan Batang Merangin. Walaupun peradaban mereka mirip, juga ada ciri-ciri

Page 33: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

20

yang berbeda. Suku Kubu yang tinggal sebelah Timur batang Tembesi dan sebelah Utara Batanghari dikenal sebagai suku Kubu atau lebih cocok disebut orang suku anak dalam. Menurut sejarah lisan asal usul mereka berbeda dari masyarakat tradisional yang tinggal sebelah Barat Sungai Tembesi dan Barat Sungai Batanghari sebelum gabung dengan Batang Hari. Keturunan orang Batin Sembilan mungkin berasal dari Melayu yang pada waktu lampau bercampur dengan perantau lain, seperti orang dari semenanjung Malaka dan Jawa. (Johan Weintre, 24-26)

2.2. Sejarah dan Perkembangan Desa

Gambar 2.1. Peta Kecamatan Bayung Lencir

Sumber : Kecamatan Bayung Lencir

Musi Banyuasin adalah sebuah kabupaten di Sumatera Selatan dengan ibukota Sekayu. Nama Musi berasal dari nama

Page 34: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

21

sungai yang terbesar di Sumatera bahkan di Indonesia dan merupakan kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan. Sungai Musi mengalir di sebagian besar wilayah kabupaten Musi Banyuasin.

Salah satu kecamatan di Musi Banyuasin adalah Kecamatan Bayung Lencir yang menjadi tempat bermukimnya Suku Anak Dalam. Kecamatan Bayung Lencir berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi. Menurut Sekretaris Kecamatan Bayung Lencir, M. Aswin, nama Bayung Lencir diambil dari nama sungai yang ada di wilayah itu, yaitu sungai Bayung.

Gambar 2.2.

Speedboat, Transportasi Utama di Desa Muara Bahar Sumber : Dokumentasi Peneliti

Dengan menelusuri sungai selama satu sampai dua jam, akan dicapai desa Muara Bahar yang menjadi lokasi dari penelitian ini. Desa Muara Bahar secara administrasi dan geografi terletak di kecamatan Bayung lencir. Jarak dari Kota Kecamatan Bayung Lencir sekitar 6 kilometer. Kondisi di wilyah Desa Muara

Page 35: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

22

bahar merupakan daerah aliran sungai. Untuk datang dan pergi ke desa tersebutpenduduk setempat biasa memanfaatkan jalan sungai.

Di kota kecamatan Bayung lencir ada fasilitas pelabuhan rakyat berdekatan dengan pasar lama. Beberapa speed atau ketek desa yang mempunyai kecepatan memadai dibanding ketek biasa. hanya untuk menuju ke desa Muara bahar relatif lebih mahal dibanding perahu ketek biasa. Waktu tempuh ketika menyusuri sungai, tergantung situasi apakah air sedang pasang atau lagi surut.

Gambar 2.3.

Kondisi Jalan Menuju Lokasi Pemukiman Suku Anak Dalam Sumber : Dokumentasi Peneliti

Alternatif lain untuk menuju Desa Muara Bahar lewat darat. Jika melalui jalan darat, dari kecamatan Bayung lencir berjarak tempuh sekitar 30 kilometer ke arah wilayah Provinsi Jambi. Tidak ada angkutan umum menuju ke Desa Muara Bahar.

Page 36: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

23

Kendaraan yang melintas hanyalah kendaraan pribadi dan truk yang memuat hasil kelapa sawit atau karet. Keadaan jalan yang ada masih berupa tanah belum diaspal. Jika musim hujan, jalan menjadi berlumpur dan susah untuk dilalui.

Salah satu wilayah desa Muara Baharadalah Dusun Teluk Beringin, yang menjadi fokus penelitian selama 60 hari. Tim peneliti tinggal untuk melaksanakan kegiatan pengumpulan data kaitannya dengan masalah kesehatan dengan pendekatan etnografi. Sebagaimana diinformasikan oleh Kepala TU Puskesmas Bayung Lencir bahwa masih banyak keturunan Suku Anak Dalam yang tinggal dan hidup di Dusun Teluk Beringin.Pola hidup mereka masih tradisional dan kurang bersahabat dengan tenaga kesehatan.Untuk masuk ke dusunTeluk Beringin, jalan terdekat melalui desa Muara Bahar ditempuh lewat sungaidengan menggunakan perahu ketek sebagai sarana transportasi.

Gambar 2.4.

Perahu Ketek, Sarana Transportasi Di Desa Muara Bahar Sumber : Dokumentasi Peneliti

Page 37: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

24

Mengenai asal usul nama desa, nampaknya tidak jauh berbeda dengan nama Kabupaten dan Kecamatannya. Semua berhubungan dengan sungai. Mengenai asal usul nama Muara Bahar menurut Pak Kohar selaku Sekretaris Desa Muara Baharyang dipilih sebagai informan dalam penelitian ini, mengemukakan :

“…kalo awal namonyo… Muara Bahar ini dari namo sungai, muaro sungai yang di simpang 3 itu, iyya, yang nurut cerito dulu itu, di tengah-tengah sungai itu ada tumbuh pohon bahar, jenis akar bahar, yang dari bahar itu banyak dipakai hiasan, dibuat gelang… dibuat kalung, yaa di situ di sepanjang sungai ada akar bahar, dulu banyak tapi sekarang sudah jarang, nyari akar bahar itu sudah gak ada lagi, jadi disitu yang awal mulanyo… Muara Bahar, kalo sejarah lengkapnya gitu Bu.”

Tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan Pak Kohar, Pak Herman Said selaku Kepala Desa Muara Bahar juga bercerita tentang asal mula desa sebagai berikut.

“…kalo… Muara Bahar itu bu, diambik dari simpang tigo, haa… itulah yang diambik dari kata Muara… iyyo… dari bahasonyo, itu asal kato Muara, kalo asal kata Bahar itu dari Suku Anak Dalam, Bahar itu apo yoo, sejenis…sejenis kayu, akar kayu itu, di Muara Bahar dulu banyak kayu ato akar kayu bahar, naah disano kan banyak tuu, tahun berapo itu, tahun 50 an, itu masih banyak disano, di Muaro itu bayak ado akar kayu bahar…”

Nama Muara Bahar, berdasarkan cerita tokoh masyarakat diambil dari sungai yang melintasi desa tersebut dan kayu bahar yang banyak tumbuh disepanjang sungai. Kayu bahar adalah sejenis kayu atau akar-akaran yang banyak dipakai sebagai hiasan, baik berupa kalung ataupun gelang. Karena keunikannya,

Page 38: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

25

pada waktu itu kayu bahar banyak diberi jampi-jampi oleh para dukun kampung untuk tujuan tertentu. Begitulah keadaan yang ada pada sekitar tahun 1950-an sampai tahun 2000-an.

Penduduk Dusun Teluk Beringin sebagian besar bekerja sebagai petani. Mereka yang mempunyai kebun kelapa sawit dan karet, akan mengolah kebunnya. Bagi yang tidak punya kebun sendiri, tidak sedikit yang bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit yang kepemilikannya didominasi para pemegang modal, baik perseorangan maupun berbentuk badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) milik swasta atau pemerintah. Sebagian lainnya, bekerja di sektor lain seperti menjadi aparat pemerintah, pedagang, nelayan dan jasa transportasi.

Sebelum masuk program Pemerintah, penduduk hanya mengandalkan hasil hutan. Untuk bisa hidup, mereka tinggal memetik dan menikmati apa saja yang ada di sekitarnya. Hutan dan sungai merupakan nadi bagi kehidupan mereka. Hutan tempat mereka bertempat hidup dan bergantung mencari apa yang diperlukan di kehidupan sehari harinya, apakah itu membuat rumah, makanan dengan buah buahan yang disediakan di hutan dan ikan yang sudah tersedia di sungai.

Tetapi karena perubahan yang ada, pola hidup mereka juga berubah. Pohon-pohon yang tumbuh subur di hutan tempat mereka telah banyak dipotong. Penebangan pohon tersebut banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemukiman penduduk yang jumlahnya semakin bertambah juga untuk pembukaan lahan sebagai perkebunan. Ada yang memang dibuka oleh pemerintah untuk transmigrasi, relokasi masyarakat terasing, pemekaran karena jumlah penduduk yang semakin meningkat juga.

Page 39: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

26

Gambar 2.5.

Hutan di Muara Bahar Sumber : Dokumentasi Peneliti

Berdasarkan informasi dari Sekretaris Desa Muara Bahar, sebelum ada program Pemerintah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat terasing, orang-orang Suku Anak Dalam banyak yang hidup di hutan. Berikut penuturannya.

“ ...Suku Anak Dalam yang merupakan suku terasing yang banyak hidup di hutan-hutan di sekitar perbatasan sumatera Selatan dengan Jambi, terutama yang di Kecamatan Bayung Lencir, kecamatan yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi, karena jarak untuk ke ibu kota Jambi jauh lebih dekat dibanding ke ibukota Provinsi Sumatera Selatan.”

Dengan tujuan memperbaiki taraf kehidupan masyarakat terasing, pemerintah pusat pada tahun 1974 membuat relokasi masyarakat terasing. Salah satu yang dilakukan adalah relokasi kepada Suku Anak Dalam yang saat ini ada di kecamatan Bayung Lencir dan di daerah Sarolangun, Jambi. Mereka terkena program relokasi karena mereka hidup nomaden berpindah-pindah

Page 40: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

27

tempat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan hidupnya. Selama itu, mereka hidup di hutan-hutan dan berada di pinggiran sungai serta memanfaatkan hasil hutan dan sungai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut dianggap tidak layak oleh pemerintah dan dinilai perlu untuk diperbaiki agar sama dengan masyarakat pada umumnya.

Suku Anak Dalam yang terbiasa hidup bebas dan bisa dengan mudah mendapatkan bahan pangan dari lingkungan alam sekitar, tidak bisa beradaptasi dengan cara hidup yang diskenario pemerintah. Mereka sangat bergantung kepada hasil hutan dan sungai sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibatnya, tentu saja program relokasi masyarakat terasing kurang berhasil, kalau tidak mau dibilang gagal. Kehidupan orang-orang Suku Anak Dalam menjadi terganggu ketika hutan sebagai tempat mereka hidup telah banyak ditebang untuk memenuhi kebutuhan kayu dan pembukaan lahan transmigrasi penduduk dari Jawa.

Kebiasaan hidup yang mudah untuk mendapatkan segala kebutuhan ketika berada di hutan, membuat masyarakat suku terasing merasa kurang sesuai dengan pola hidup baru yang ditawarkan pemerintah. Masyarakat suku terasing tidak biasa tinggal dan menetap di perumahan yang disediakan pemerintah. Mereka juga tidak biasa memenuhi kebutuhan makanan dari pola bercocok tanam secara menetap di ladang atau kebun. Hidup bebas dengan cara berpindah-pindah, inilah yang menyebabkan Suku Anak Dalam merasa terkungkung untuk bisa dapat hidup seperti yang direncanakan oleh pemerintah. Mereka hanya betah selama beberapa bulan, kemudian rumah dan lahan yang telah disediakan ditinggalkan begitu saja. Tetapi ada juga keturunan dari Suku Anak Dalam yang menetap di DusunTeluk beringin, seperti yang diungkapkan Pak Kohar, sekdes Muara Bahar, sebagai berikut :

Page 41: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

28

“…itu direlokasi di Teluk Beringin itu kan awalnya di simpang itu, ada kampong dibuat pemukiman oleh Dinsos, memang ditaruh disitu, apa namonyo dulu, PKMT, Pemukiman Masyarakat Suku Terasing, ditaruh disitu, nah di Teluk Beringin tu ada perusahaan yang ngelola kayu, kan banyak pake rel, pake mobil, yang pekerjanya ini adalah masyarakat suku terasing, jadi daripada jauh-jauh pake sungai, dibikinlah mereka pondok.”

Informasi tentang cikal bakal kampong Teluk Beringin tumbuh, berkembang dan mengapa diberi nama Teluk Beringin ada sejarahnya. Nama Teluk Beringin menurut nenek Halimah, anak dari Bapak Robba’in dijadikan sebagai nama dusun tersebut karena.

“…dulu ado kayu beringin di depan rumah sekolah, sekarang sudah dirubuh. Yang buat namo Bapak aku. Waktu dulu belum banyak orangnya, baru keluarga-keluarga saja sekitar 14 keluarga... anak bapak aku... Dulu masih hutan jaman dulu belum ado rumah… kami dulu bekayu, kayu balok... yang buat dusun Teluk Beringin ini dulu Bapak aku…”

Informasi tentang pembangunan perumahan penduduk sebagai program relokasi masyarakat terasing juga diungkapkan nenek Halimah, dukun kampong di dusun Teluk Beringin yang merupakan turunan Suku Anak Dalam dan dikuatkan kebenaran-nya oleh kakek Nawawi, seorang dukun kubu yang juga saudara kandung Bapak Robba’in, sebagai berikut.

“… iyo dulu kan masih saro, wongnyo dak banyak. Tahun 1974 pembangunn dari sosial. Dibangun perumahan sosial di Muara Kandang. Dulu kami tinggal di sano, setelah rumahnyo uruk kami pindah kesini. Kareno di

Page 42: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

29

Muara Kandang sering banjir masuk rumah. Bapak akulah bikin kampung ini ‘Bapak Robba’in…”

“…sekitar tahun 73 bu… oleh Dinas Sosial di bangun 87 rumah yang dipimpin lah oleh kakak saya…”

Kegagalan pembangunan perumahan di Muara Kandang yang kemudian mengakibatkan penduduknya pindah ke kampong Teluk Beringan dikatakan Jai Abunawar dan Nyai Abunaya sebagai berikut.

“…ya emang dulu dusun memang pedusunan tapi dulu di landa oleh penyakit dak tahu… penyakit apo cacar jadi orang yang itu habis semua meninggal, jadi yang masih selamat balek ke Jambi situ, na jadi ini tadi dibangun lagi oleh PT ni kan jalan PT be balok dulu tahun 73 itu, PT nusa la… kita dari Palembang jadi yang ado di hutan ni di kumpul ni kan jalan ibu Dokter Ikhsan jadi lapangan ni di banguni perumahan jadi yang ado di hutan ni dikumpul di dusun sini galo na itu lah, yang pimpin bapak saya nenek nya si pit, jadi kami nah itu lah yang pimpin na sekarang ibaratnyo masih kayu sudah rubuh tinggal anak anak nilah jadi beguyur, tinggal mertuo nilah masih hidup jadi kami yang tuo nggak ado lagi di satu tuh lah lagi…”

Keluarga Bapak Robba’in dan beberapa keluarga lainnya semula direlokasi di desa Muara Kandang. Karena ada wabah seperti cerita Jai Abunawar, kemudian mereka pindah dan menetap di dusun Teluk Beringin. Mereka menetap hingga berketurunan sampai sekarang, sebagaimana diceritakan nenek Halimah dan dibenarkan pula oleh kakek Nawawi.

“…karena kita semua berkeluarga bukan wong lain. ado wong datangan dari Jawo, tapi karena dio lah besangkutan dengan kito lah jadi keluarga juga. Nambah keluarga kito…”

Page 43: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

30

”…soalnyo buk, seluruh yang ado di Teluk Beringin ni masih keturunan suku anak dalam ado beberapa orang yang bukan…”

Kemauan Orang Kubuuntuk direlokasi dan kemauan untuk berinteraksi dengan pendatang menunjukkan bahwa keluarga tersebut telah membuka diri terhadap perubahan-perubahan yang ada. Program pembangunan telah memaksa mereka hidup bukan hanya bergantung pada hutan dan sungai. Dari pola berburu dan menangkap ikan, menebang kayu dan rotan di hutan, beralih ke bertani karet dan sawit.

Gambar 2.6.

PerkebunanKelapa Sawit Di Desa Muara Bahar Sumber : Dokumentasi Peneliti

Secara langsung ataupun tidak langsung perubahan ini berdampak cukup banyak pada pola menetap dan kehidupan sehari hari mereka, seperti pada perekonomian mereka sehari hari yang diungkapkan oleh Pak Herman, kades Muara Bahar dan seperti juga kata Pak Kohar, sekdes Muara Bahar.

Page 44: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

31

“…yaa jauh laa bu… kayaknyo untuk ekonomi masyarakat itu sudah stabil, karena kebanyakan masyarakat sudah punya kebun… sawit, apa juga karet…”

“…awalnya tahun 2004 dio Cuma buka 50 hektar milik pribadi, belom jadi PT, seteloh itu, beli beli beli, tanah warga, tanah yang terlantar Bu, di pinggir sungai ini dulu kan banyak rawa Bu, sama warga banyak dijual ke PT Mas, warga sini ato warga Sukajaya, Mekarjaya, Senawar, yang berbatasan dengan Jambi, iyya yaa… karena deso kito tempatnyo lah di pinggir…”

Telah terjadi pergeseran pola hidup pada masyarakat dari menetap di sekitar sungai dan di hutan berubah bertempat tinggal di perkebunan kelapa sawit dan karet. Oleh karena itu dengan adanya perkebunan kelapa sawit dan karet menjadi sandaran hidup mereka. Lahan dan apa yang mereka miliki yang tadinya mereka tinggal ambil apa saja yang tersedia di hutan, sekarang kebanyakan sudah berpindah tangan ke orang lain bukan penduduk asli, sehingga sekarang mereka harus rela sebagai pekerja di perkebunan-perkebunan yang mengelilingi desa mereka. Kalaupun ada yang punya modal untuk berkebun dengan tanah mereka sendiri, itu adalah hasil warisan dari kakek nenek mereka, jumlahnya pun tidaklah seluas pemilik modal atau tokeh yang kebanyakan bukan penghuni Desa Muara Bahar.

Perkembangan dengan banyaknya pembukaan lahan perkebunan sangat berpengaruh kepada masyarakat desa Muara Bahar, seperti apa yang dijelaskan Pak Kohar:

“…banyaklah perkembangannyo, sebelom kito… yang jelas sebelom kito… sebelom tahun 2004 itu kan belom ada perusahaan, terutama itu, untuk pembangunan hanya mengandalkan pembanguan itu hanya dari bantuan pemerintah, belom ada perusahaan, kito juga

Page 45: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

32

belom buat peraturan desa… tapi setelah 2008… itu sudah ado perusahaan yang masuk, PT Mas yang di Patin…”

Masuknya perusahaan nampaknya telah memberikan inspirasi bagi penduduk Desa Muara Bahar untuk berubah. Ada yang memulai hidup baru dari hasil menjual lahan kepada perusahaan. Ada pula yang kemudian berusaha mengolah lahan-lahan yang semula dibiarkan menganggur menjadi lahan yang produktif.

Gambar 2.7.

Gedung Sekolah Dasar Desa Muara Bahar Sebelum Direnovasi Sumber: Dokumentasi Peneliti

Perkembangan yang di desa bukan hanya terjadi pada kepemilikan lahan dan pola hidup. Aspek pendidikan juga mengalami perkembangan. Di desa Muara Bahar sebelumnya hanya ada sebuah Sekolah Dasar. Adanya perkembangan desa dan meningkatnya kebutuhan terhadap pendidikan, sekarang sudah ada Sekolah Menengah Pertama (SMP), segaimana dikemukakan Pak Kohar selaku Sekretaris Desa :

Page 46: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

33

“…yaa banyak jugoo, untuk SD pendidikan itu rato-rato setahun biso 1 milyar lebih, beda dengan yang sekarang 1 milyar 1 desa, waktu itu kan APBD, ditender waktu itu Bu…”

“...kami waktu tahun 2004 dapat bangunan SD, 2005 dapet SMP, SD dan SMP yang satu atap itu Bu.. tahun 2008 jadi SMP 8, setelah jadi SMP 8, sekarang jadi SMP 4 kalo gak salah.”

Gambar 2.8.

Pembangunan Sekolah Dasar (SD) Baru Sebagai Prasarana Pendidikan Sumber : Dokumentasi Peneliti

“...karena ada pemekaran ini, pemekaran kecamatan, jadi SMP yang ada disini dulunya SMP 8 sekarang jadi SMP 4, mungkin setelah ada pemekaran kecamatan, dulu bayung dengan tumpal, sekarang bayung-bayung sendiri, tumpal tumpal sendiri, urutan SMP berdasarkan urutan yang ada di tempat kecamatan ini, jadi berubah gitu, gitu juga pembangunan SD 1 n SD 2.”

Page 47: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

34

“... sejak tahun 2010 kita dapat tambahan bidan Poskesdes, yaitu Sukma, sudah tuu, Posyandu, penambahan SD, kita juga dapat cor untuk jalan, yaa… jalan itu, sampai batas desa, dengan adanya PT Mas, waktu berdirinya ka nada MOU, bikin jalan, berobat jalan, baik jalan desa maupun jalan pemda, tetep janjinya tetap dilaksanakan oleh PT Mas, dan PT Mas situ untuk tahun 2012 untuk CSR nya sampe 4,2 milyar, termasuk jembatan yang ado di sungai kandang, jalan-jalan batu itu CSR nya, itu sampe 2013…”

Gambar 2.9.

Akses Jalan Di Desa Muara Bahar Hasil CSR Sumber : Dokumentasi Peneliti

Masuknya perkebunan bisa berdampak cukup berarti terhadap masyarakat. Perusahaan dengan program Corporate Social Responsibility-nya banyak berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan dan pola hidup masyarakat serta prasarana di desa Muara Bahar. CSR dari PT 2 sawit di sekitar desa telah

Page 48: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

35

membangun prasarana jalan darat yang menghubungkan satu dusun dengan lainnya.

Karena memang belum terhubung dengan jaringan PLN di kota Kecamatan, Penerangan listrik di dusun Teluk Beringin belum ada. Untuk kebutuhan penerangan, penduduk yang kebetulan mampu secara financial menggunakan genset yang banyak digunakan oleh warga desa. Genset dinyalakan sebatas kebutuhan untuk penerangan pada malam hari di rumah-rumah penduduk. Selain itu, genset juga digunakan masyarakat untuk menyalakan televisi, menghidupkan mesin pompa air bagi penduduk yang mempunyai sumur dan kebutuhan lain-lain. Untuk bisa menangkap siaraan televisi digunakan parabola. Hampir disetiap rumah penduduk terpasang parabola untuk mengakses hiburan dan informasi melalui televisi.

Gambar 2.10.

Parabola Sebagai Sarana Komunikasi Untuk Mengakses Informasi Sumber : Dokumentasi Peneliti

Memang kemajuan jaman dan kebutuhan hidup berbanding lurus, tidak seperti kebutuhan para nenek moyang mereka, yang hanya memenuhi kebutuhan hidupnya secara

Page 49: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

36

alami. Perubahan yang terjadi juga melanda bentuk rumah. Rumah yang dulunya berupa rumah panggung dan rumah rakit di sekitar sungai, berubah menjadi rumah seperti yang dapat ditemui di kota. Rumah terapung masih ditemui di pinggir sungai, walaupun jumlahnya tidak banyak. Masyarakat di desa saat ini sudah banyak yang membuat rumah di daratan. Bahan baku untuk membuat rumah di desa Muara Baharmasih didominasi oleh kayu, walaupun bahan berupa batu bata sudah mulai menggantikan kayu.

Perubahan yang terjadi di desa nampaknya hanya dalam bentuk fisik. Perubahan tentang nilai-nilai kehidupan yang berlaku di masyarakat seperti tolong menolong dan gotong royong masih tetap dipertahankan dan dianut oleh warga masyarakat. Penuturan Pak Herman, Kepala Desa Muara Bahar tentang nilai kehidupan yang masih berlangsung.

“…yang jelasnyo, kami di dusun cak ini, yang gotong royong itu tetep diutamakan… ndak laa bu, namanyo orang dusun, tetep aja, baik dengan tetangga, kalo tetangga repot kita bantu, ada yang sakit kita jenguk ato ada kematian kita juga… seperti dulu laa bu, jaman nenek-nenek kito dulu laa, masih tetep saling bantu, saling perhatian…”

Tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi pergeseran nilai budaya dalam kehidupan masyarakat desa Muara Bahar. Nilai budaya menurut Koentjaraningrat (2009) terdiri dari konsepsi- konsepsi hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal hal yang mereka anggap mulia. Sistem nilai yang ada dalam masyarakat dijadikan orientasi nilai rujukan dalam bertindak. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.Oleh karena itu nilai budaya yang dimiliki akan mempengaruhinya seseorang dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat dan tujuan dalam bertindak.

Page 50: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

37

Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas sosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada sistem nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai-nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut. Suatu nilai apabila sudah membudaya di dalam diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkah laku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain-lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.

Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sisitem perilaku dan produk budaya yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.

Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara

Page 51: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

38

berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.

Sebagian besar upacara atau ritual adat yang biasa dilakukan masyarakat Suku Anak Dalam menjadi sangat jarang dilakukan lagi. Hal ini terjadi karena terjadi pergeseran orientasi nilai budaya, disamping alasan lain yaitu terbentur dengan ketersediaan bahan yang diperlukan. Sebagaimana diungkapkan Pak Kohar, Sekdes Muara Bahar :

“… yaa sudahlah Bu, cuman adat-adatnyo, yang masih, setau aku, mereka itu kalo sakit itu pasti ‘besale’ upacara ‘besale’ itu jaman aku SD, kalo sekarang ini sudah jarang, kayaknyo, sepertinyo… kareno apo… karena bahan-bahannya lah langka, karena rata-rata untuk bahan-bahannya kan dari hutan, kan sekarang hutannya sudah ganti dengan karet, sawit, 90 % sawit, yang masih hutan kan tinggal sedikit, karena warga sini sudah mulai banyak yang buka lahan, yang karet-karet tuo lah diganti dengan sawit, jadi lah susah untuk nyari bahan-bahan untuk pondok-pondok apo namanyo untuk pondok-pondok itu… kembang-kembang hutan, kembang-kembang kayu, jadi yang dipakai memang gitu, dak ado dijual di pasar gitu Bu…”

“…kalo sekarang… kita cari barang itu susah Bu, … kalo dulu kan hutan dimano mano, gampang nyarinyo… kalo sekarang susah… harus ke PT Rikki, yang sudah masuk daerah Jambi, cari menyan, yang penting itu kan menyan, karena bukan menyan yang ado di pasar tapi yang dari batang pohon menyan, karena yang beli di pasar itu gak boleh… itu yang penting pake menyan trus itu lilin, lilinnya harus lilin lebah, bukan sembarang lilin, yang tukang masaknyo khusus, gak boleh sembarangan, harus perempuan yang sudah gak dapat mens lagi...”

Page 52: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

39

Perubahan nilai-nilai budaya dalam masyarakat tidak selalu disebabkan oleh masuknya unsur budaya baru dari luar, tetapi karena masyarakat itu sendiri yang memang bersifat dinamis, tidak statis, sehingga kebudayaan yang menurut perumusan konseptual adalah kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang merubah pola-pola kebudayaan mereka. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

Perubahan akan berjalan lebih cepat bila terjadi antara lain lewat proses difusi yang merupakan persebaran kebudayaan dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain, dan dari warga masyarakat satu kepada masyarakat yang lain dari masyarakat yang bersangkutan. Persebaran itu sendiri merupakan suatu proses, yaitu proses penerimaan unsur-unsur budaya baru dari luar diadop oleh masyarakat yang bersangkutan.

Dalam proses difusi inovasi dalam masyarakat, maka apabila yang satu lebih sederhana kebudayaannya daripada yang satunya lagi, masyarakat yang lebih sederhanalah yang akan lebih banyak menerima kebudayaan dari masyarakat yang lebih maju. Difusi didefinisikan Rogers (1995) sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama yang meliputi:

1) inovasi, yaitu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh individu atau kelompok,

2) saluran komunikasi, yaitu bagaimana pesan itu didapat suatu individu dari individu lainnya,

Page 53: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

40

3) waktu, yang dalam hal ini berkaitan dengan proses keputusan inovasi, waktu relatif yang dibutuhkan individu atau kelompok untuk melakukan inovasi dan tingkat adopsi inovasi,

4) sistem sosial, yaitu serangkaian bagian yang saling berhubungan dan bertujuan untuk mencapai tujuan umum.

Lebih lanjut dikemukakan Rogers (1995) bahwa ada relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa ada variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup:

1) atribut inovasi, 2) jenis keputusan inovasi, 3) saluran komunikasi, 4) kondisi sistem sosial, dan 5) peran agen perubah.

Sebagai contoh, misal hubungan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa, lebih banyak unsur budaya baru kota yang diadopsi dan diterima untuk dijadikan pegangan dalam berbagai kehidupan sosial warga desa. Penerimaan terhadap unsur budaya baru dari luar oleh suatu masyarakat akan terjadi bila masyarakat tersebut sudah terbiasa berhubungan atau kontak sosial dengan orang atau sekelompok orang yang berasal dari luar kelompoknya.

Suatu masyarakat yang terbuka untuk berhubungan dengan orang yang beraneka ragam, cenderung warga masyarakatnya bersikap terbuka terhadap unsur budaya asing dan mudah untuk menerimanya. Selama unsur budaya baru tersebut yang berupa inovasi dirasa menguntungkan baik secara

Page 54: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

41

ekonomi, sosial dan psikologi. Inovasi berupa konsep, ilmu pengetahun, teknologi dan lain sebagainya. Walaupun demikan masyarakat setemapt masih dapat mempertahankan nilai -nilai budaya yang mereka anut secara turun-temurun.

Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang orang luar yang menelaahnya dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam artian kurang menyolok, ada pula perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas, serta ada pula perubahan yang lambat sekali. Perubahan tersebut dapat ditemukan oleh orang luar masyarakatnya yang sempat atau sengaja meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut dalam waktu yang lampau. Seseorang yang tidak sempat menelaah susunan dan kehidupan suatu masyarakat tersebut statis, hanya saja sifat perubahan yang terjadi ada yang positif maupun negatif bagi kehidupan masyarakat yang diteliti.

Perubahan yang terjadi pada masyarakat Suku Anak Dalam yang hidup di Dusun Teluk Beringin dapat dikatakan sangat pesat seiring dengan semakin intensnya hubungan mereka dengan masyarakat pendatang. Hubungan tersebut dapat melalui perkawinan, pendidikan, mata pencaharian dan juga tersedianya prasarana dan sarana serta komunikasi.

Sebagai ilustrasi dapat diberikan contoh, Nenek Halimah sebagai anak atau keturunan langsung dari masyarakat Suku Anak Dalam telah menikah dengan kakek Rashid yang keturunan dari Makasar. Begitu pula dengan cucu-cucu Nenek Halimah, mereka banyak yang telah menikah dengan masyarakat pendatang di Dusun teluk Beringin. Salah satunya adalah Ibu Fitriani (cucu buyut Pak Robbain-penghuni awal di Dusun Teluk Beringin) menikah dengan Pak Rahman yang keturunan Jawa tapi sudah lama dan menetap di Jambi sebagai pendatang mengikuti

Page 55: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

42

program transmigrasi. Pak Rahman mempunyai kedudukan sebagai ketua Badan Pemerintahan Desa (BPD) Muara Bahar yang juga sebagai guru SD Negeri Dusun Teluk Beringin.

Dengan adanya pembukaan lahan perkebunan karet dan kelapa sawit di sekitar wilayah Dusun Teluk Beringin juga berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam. Pola mata pencaharian yang juga berpengaruh ke pola konsumtif dan perilaku masyarakat. Sebagai contohnya meski belum ada listrik yang mengalir di dusun, akan tetapi televisi hampir selalu ada di tiap rumah tangga, begitu pula dengan kepemilikan ponsel.

Selain itu pembukaan lahan tersebut juga berdampak pada sosial ekonomi masyarakat setempat. Kebanyakan penduduk Dusun Teluk Beringin adalah pekerja di perkebunan kebun sawit atau karet, baik milik perorangan ataupun milik perusahaan atau pabrik Sawit yang banyak tersebar di wilayah Desa Muara Bahar. Kondisi ini sedikit banyak berpengaruh pada tingkat pendidikan dan pendapatan yang dicapai oleh sebagian besar penduduk setempat.

Masyarakat dusun Teluk Beringin sementara ini mempunyai pendapat bahwa mereka tidak petlu berpendidikan tinggi. Bagi mereka,buat apa sekolah tinggi-tinggi, sedangkan tanpa ijazah pun bisa dan dapat bekerja secara layak untuk menghidupi keluarga mereka. Mereka merasa sudah cukup dengan mengandalkan kebun kelapa sawit dan karet yang ada di sekitar mereka. Hal ini tentunya merupakan pola pikir yang sangat sederhana sehingga berbanding terbalik dengan pola pikir untuk masyarakat modern. Sedikit sekali yang mau berpikir atau berorientasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi. Boleh jadi hal demikian, dikarenakan infra struktur untuk akses mendapatkan pendidikan yang tinggi sulit, kondisi jalan yang tidak bisa dilalui kecuali dengan jalan kaki sehabis hujan, atau juga tersedianya

Page 56: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

43

sekolah menengah yang hanya ada di pusat desa Muara Bahar yang cukup relatif jauh yang hanya dapat ditempuh melalui sungai menggunakan perahu jenis ketek.

Menurut informasi dari sebagian penduduk sewaktu berbincang-bincang dengan mereka, semua kondisi yang ada merupakan kelebihan dan kekurangan yang ada di Dusun Teluk Beringin. Beberapa informan yang diwawancarai menjelaskan bahwa masyarakat di Dusun Teluk Beringin kurang tersedianya prasarana dan sarana, misalnya listrik, kelengkapan untuk menunjang terselenggaranya pendidikan, tenaga kesehatan dan akses untuk menuju dan keluar dari dusun. Walaupun demikian bukan merupakan penghambat, mereka cukup menikmati keadaan yang ada. Bahkan menurut mereka keadaan sekarang ini sudah jauh lebih maju dan modern dibanding orang tua mereka dulu.

2.3. Geografidan Kependudukan

Musi Banyuasin adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan dengan ibu kota Sekayu dan jumlah penduduk sebesar 561.458 jiwa. Kabupaten Musi Banyuasin secara geografis berbatasan dengan Kabupaten Muara, Jambi di sebelah Utara, Kabupaten Muara Enim di Selatan, Kabupaten Musi Rawas di sebelah Barat dan Kabupaten Banyuasin di sebelah Timur.

Nama Kabupaten Musi Banyuasin diambil dari nama sungai Musi yang melintasi dan mengalir di sebagian besar wilayah Musi Banyuasin. Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai motto ”Bumi Serasan Sekate” dalam artian seiya sekata atau dalam kata lain satu rasa satu kata. Kabupaten ini mempunyai ibukota Sekayu yang dikenal dengan slogan “Kota Randik” yang merupakan akronim dari rapi, aman, damai, indah dan kenangan. Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari 14 kecamatan sedang

Page 57: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

44

Kecamatan Banyung Lencir sebagai ibukota kecamatan memiliki wilayah terluas (33,98%) dari total seluruh wilayah Kabupaten Musi Banyuasin.

Gambar 2.11.

Peta Kabupaten Musi Banyuasin Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyiasin

Kabupaten Musi Banyuasin merupakan wilayah kaya, di mana sumber utama perekonomiannya ditopang oleh pertambangan. Melalui kekayaan sumber daya alam yang terkandung dalam bumi serasan sekate seperti minyak, gas, batu bara serta kandungan mineral lainnya sebagai sumber pendapatan Pemerintah Kabupaten guna mewujudkan “Permata Muba 2017”, yaitu Penguatan Perekonomian Kerakyatan, Religius, Mandiri, Aman, Terdepan, Maju Bersama.

Penduduk asli Kabupaten Musi Banyuasin adalah Suku Sekayu. Penduduk asli ini kemudian membaur dengan pendatang yang bekerja di sektor pertambangan, pertanian dan sebagian bekerja di sektor informal. Sementara, mayoritas suku Sekayu

Page 58: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

45

hidup di sektor pertanian dengan bertani atau bercocok tanam. Hasil pertanian adalah padi, singkong, ubi, jagung, kacang tanah dan kedelai. Mereka juga dikenal menonjol dalam perkebunan karet, cengkeh dan kopi. Kondisi saat ini, perkebunan karet yang semula menjadi komoditas utama masyarakat, telah banyak yang berubah menjadi kebun sawit. Hal itu ini dikarenakan harga karet semakin menurun, berbeda dengan harga kelapa sawit yang cenderung stabil atau bahkan naik, karena kebutuhan akan kelapa sawit tetap bahkan semakin meningkat. Begitu halnya dengan semakin tumbuhnya industri atau pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Musi Banyuasin. Berbeda dengan karet yang pabrik pengolahannya atau jarang ditemukan di Kabupaten Musi Banyuasin atau harusdikirim ke pabrik yang berlokasi di kabupaten lain.

Suku Sekayu yang merupakan suku asli yang berdomisili di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin adalah “manusia sungai”, karena secara tradisi senang mendirikan rumah yang langsung berhubungan dengan Sungai Musi. Suku Sekayu jarang melakukan migrasi ke tempat lain seperti suku Batak, Bugis, Minangkabau dan Jawa. Untuk lebih maju dan mencari peruntungan, migrasi yang dilakukan suku Sekayu hanya sampai di ibukota Provinsi saja, yaitu Palembang.

Dengan kondisi wilayah yang beriklim tropis basah dan curah hujan rata-rata antara 87,83 mm – 391,6 mm sepanjang tahun, sektor pertanian dan perkebunan menjadi bagian penting dalam masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Komoditas utama sektor pertanian dan perkebuan di Kabupaten Musi Banyuasin adalah padi, karet dan kelapa sawit. Perkebunan sawit dan karet mendominasi di seluruh wilayah kabupaten tersebut, karena banyak dibuka hutan untuk lahan-lahan perkebunan.

Untuk sektor perkebunan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin berhasil menarik 16 investor perkebunan sawit, 4 di

Page 59: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

46

antaranya membangun pabrik kelapa sawit. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin menawarkan sistem plasma inti dan bagi hasil kepada penduduk. Bentuk kerjasama yang dipilih terserah, yang penting masyarakat bisa ikut dilibatkan dan menikmati hasilnya (Amiruddin Inoed, 2011, 89).

Daerah yang terletak antara 23 1/2º LU- 23 1/2º LS dikenal sebagai daerah iklim tropis, termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Walaupun iklim tropis, daerah ini mempunyai cukup sinar matahari dan hujan, yang merupakan elemen penting untuk tumbuh flora dan fauna.

Keadaan tanahnya merupakan tipe organosol, yaitu berupa dataran rendah atau berupa rawa rawa dan tanah gley humus terutama di dataran rendah atau rawa rawa yang tidak jauh dari pengaruh aliran sungai. Secara hidrologi merupakan daerah rawa dan sungai besar atau kecil seperti Sungai Musi dan Sungai Batanghari Leko. Tanahnya terdiri dari rawa rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut. Daerah lainnya merupakan dataran tinggi dan berbukit bukit dengan ketinggian 20 – 140 meter di atas permukaan laut. Akan tetapi kelihatannya tanahnya tidak selalu subur, kompos dari daun-daun pohon, dan hujan yang rata-rata cukup untuk pertumbuhan pohon yang dahulu menurut pengamatan terdiri dari pohon-pohon tinggi sampai 80 – 100 meter.

Keanekeragaman fauna yang terdiri dari berbagai macam dan jenis hewan termasuk serangga-serangga, burung-burung, ular-ular, kura-kura, babi hutan, rusa, kijang, sampai harimau. Kekayaan keanekaragaman hayati tersebut dapat memenuhi kebutuhan primer orang Kubu dari sudut minuman, makanan, obat, pakaian, bahan bangunan, dan peralatan memasak.

Di sungai pun tak kalah banyak dikaruniai dengan adanya aneka macam ikan. Adapun ikan air tawar yang banyak ditemui di wilayah ini antara lain ikan arowana (yang sekarang hampir

Page 60: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

47

punah), ikan gabus, ikan sepat, ikan mujair, dan sejenis ikan air tawar lainnya.

Akan tetapi dengan banyaknya penebangan dan pembukaan lahan hutan, maka sangat mempengaruhi keragaman flora dan fauna yang pada akhirnya timbul kepunahan. Seperti burung-burung, ular, rusa apalagi macan atau harimau. Yang masih tersisa tinggal ular jenis kecil yang masih banyak di kebun kebun sawit dan karet.

Kecamatan Bayung Lencir adalah salah satu kecamatan terluas di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Kota-kota terdekat dari Kecamatan Bayung Lencir adalah :

1) Sekayu, merupakan Ibukota Kabupaten Musi Banyuasin berjarak tempuh ± 200 Km.

2) Palembangmerupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan, ± 204 Km.

3) Jambi merupakan Ibukota Provinsi Jambi, berjarak tempuh ± 70 Km.

Kondisi geografis Kecamatan Bayung Lencir merupakan daratan dengan perbukitan, dataran, lembah dan banyak dilalui oleh Daerah Aliran Sungai (DAS). Kecamatan yang dibelah oleh Sungai Lalan ini banyak memiliki sungai-sungai kecil yang bermuara pada Sungai Lalan. Sungai-sungai tersebut dijadikan warga sebagai tempat untuk mencari mata pencaharian dan juga sebagai sarana transportasi, karena sebagian daerah di Bayung Lencir hanya bisa dilalui dengan melalui air dengan perahu klotok atau orang setempat menyebutnya ketek. Bayung Lencir berbatasan dengan desa: Sebelah Selatan Desa Simpang Bayat, sebelah Barat Desa Muara Bahar, sebelah Timur Mendis dan sebelah Utara dengan Senawar Jaya.

Page 61: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

48

Gambar 2.12.

Peta Kec. Bayung Lencir Sumber : Kecamatan Bayung Lencir

Tabel 2.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Bayung Lencir 2012

No Desa Luas (km2) Jumlah penddk

Kepadatan pddk per km

1 Senawar jaya 168.000 6.943 22,9

2 Muara bahar 115.000 4.531 39,4

3 Sukajaya 344.000 5.737 16,7

4 Lubuk harjo 46.000 1.795 39,0

5 Pagar desa 98.000 844 8,6

6 Wonorejo 144.000 1.467 10,2

7 Pangkalan bayat 115.000 826 7,2 Sumber : Bayung Lencir dalam angka 2012

Page 62: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

49

Areal hutan yang ada di wilayah Bayung Lencir semula banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon, namun sekarang warga masyarakat sekitar hutan sulit untuk menemukan berbagai jenis pohon besar di areal hutan dikarenakan sebagian besar hutan tersebu ttelah dibuka untuk permukiman transmigrasi dan pembukaan lahan perkebunan-perkebunan karet maupun tanaman oleh investor yang menanamkan investasinya di Bayung Lencir.

Masyarakat yang tinggal disekitar Desa Muara menyebut Suku Anak Dalam sebagai suku asli. Suku Anak Dalam merupakan bagian dari komposisi masyarakat yang tinggal di desa tersebut, sedangkan komposisi lainnya merupakan pendatang. Kehidupan Suku Anak Dalam sangat berbeda dengan pemikiran kita tentang suku terasing. Mereka telah beradaptasi dengan budaya dari luar yang dianut oleh masyarakat lain di luar kelompok masyarakatnya. Mulai dari cara berpakaian, pekerjaan dan tempat tinggal yang sudah menetap serta sarana informasi dan media hiburan elektronik yang mereka miliki antara lain televisi yang dilengkapi antena parabola, radio, bahkan telepon seluler. Pola hidup demikian telah muncul sejak pertengahan tahun sembilan puluhan, karena adanya pembauran atau difusi budaya dengan masyarakat luar atau masyarakat pendatang pada saat pembukaan hutan sebagai areal perkebunan.

Bayung Lencir merupakan paling dekat dengan perbatasan Jambi sehingga terdapat Suku Anak Dalam atau Suku Kubu, Hasil survei Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warsi tahun 2004 menyatakan, jumlah keseluruhan Orang Rimba atau Suku Anak Dalam di TNBD ada 1.542 jiwa. Mereka menempati hutan yang kemudian dinyatakan kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Wilayah ini terletak di perbatasan empat kabupaten, yaitu Batanghari, Tebo, Merangin, dan Sarolangun. Hingga tahun 2006, paling sedikit terdapat 59 kelompok kecil Orang Rimba atau Suku

Page 63: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

50

Anak Dalam. Beberapa ada yang mulai hidup dan menyatukan diri dengan kehidupan desa sekitarnya. Namun sebagian besar masih tinggal di hutan dan menerapkan hukum adat sebagaimana nenek moyang dahulu.

Selain di TNBD, kelompok- kelompok Orang Kubu atau Suku Anak Dalam juga tersebar di tiga wilayah lain. Populasi terbesar terdapat di Bayung Lencir, Sumatera Selatan, sekitar 8.000 orang. Mereka hidup pada sepanjang aliran anak-anak sungai keempat (lebih kecil dari sungai tersier), seperti anak Sungai Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Sungai Bahar. Populasi keturunan Suku Anak Dalam yang ada di Bayung Lencir banyak terdapat di desa Muara Bahar.

2.4. Pola Pemukiman dan Tempat Tinggal

Bentuk rumah tempat tinggal Suku Anak Dalam berupa rumah panggung. Bentuk rumah ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Sumatera Selatan terutama mereka yang tinggal di tepi Sungai Musi dan 8 anak sungainya. Tradisi serupa berkembang di daerah lain yang memiliki sungai besar. Bahkan, mereka yang tinggal jauh dari sungai pun membangun rumah panggung, tetapi fungsinya untuk melindungi diri dari gangguan binatang buas.

Pilihan membangun rumah panggung tidak terlepas dari kondisi tanah di kawasan pantai Timur Sumatera Selatan yang umumnya berupa lahan basah, seperti rawa, dan hanya sedikit sekali tanah kering. Tanah kering biasanya dimanfaatkan untuk membangun tempat yang dianggap sakral dan tempat ibadah, seperti masjid dan kelenteng atau candi, serta pemakaman.

Pemukiman sengaja dibangun diatas lahan basah, terutama di tepi sungai, karena sungai memiliki sumber daya hayati, seperti ikan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi

Page 64: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

51

kebutuhan pokok sehari-hari. Lebih dari itu, sungai juga menjadi sarana transportasi yang efektif dalam menjalin hubungan atau berkomunikasi dengan masyarakat luar.

Masyarakat Desa Muara Bahar untuk membangun rumah panggung biasanya memanfaatkan kayu unglen sejenis kayu ulin di Kalimantan, atau sering juga disebut kayu besi, yang tumbuh di kawasan desa tersebut. Kayu ini tergolong sulit dimakan rayap sehingga bisa bertahan puluhan sampai ratusan tahun. Selain kayu unglen, ada pula kayu nibung, sejenis pinang, yang mana bagian dalamnya memiliki serat. Jenis kayu ini juga tergolong awet jika ditanam di dalam tanah basah. Kayu ini tergolong mudah didapat di hutan dibandingkan kayu unglen atau ulin yang kini semakin langka.

Gambar 2.13.

Bentuk Rumah Panggung di Desa Muara Bahar Sumber: Dokumentasi Peneliti

Biasanya masyarakat dalam membangun rumah dengan menggunakan kayu tersebut. Teknologi yang digunakan ketika

Page 65: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

52

menanam tiang utama untuk mendirikan rumah adalah dengan menancapkan ujung kayu pada tanah bukan bagian pangkalnya. Bagian pangkal disambungkan dengan kayu lain pada badan rumah.

Dilihat dari cara pemasangan tiang rumah, ada dua jenis rumah panggung yang dapat kita jumpai. Cara pertama, pangkal atau bagian dasar tiang diberi landasan berupa batu umpak. Hal ini dilakukan agar bangunan rumah panggung tetap tegak karena bertumpu pada batu umpak. Cara tersebut diterapkan oleh masyarakat ketika membangun rumah di kawasan tanah kering, baik di dataran atau di perbukitan.

Gambar 2.14.

Rumah Panggung Memakai Batu Umpak Sumber : Dokumentasi Peneliti

Cara ke-dua, tiang untuk bangunan rumah ditancapkan ke dalam tanah. Tanah ini diterapkan pada tanah lunak atau lumpur di lahan rawa atau tepi sungai. Pembangunan rumah di lahan dengan struktur tanah yang lunak tidak menggunakan bantalan umpak, karena tidak berfungsi sebagaimana pembangunan di

Page 66: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

53

lahan kering. Kebanyakan cara seperti inilah yang dipakai di desa Muara Bahar.

Gambar 2.15.

Rumah Panggung Dengan Tiang Langsung Tancap Ke Tanah Sumber : Dokumentasi Peneliti

Pembuatan lantai dan atap rumah kayu diperlukan suatu konstruksi kerangka kayu yang dipasang dengan tali atau pasak, sehingga menghasilkan suatu konstruksi yang kekuatannya memadai. Dilihat dari jenis kayu, tiang rumah kayu atau panggung yang ada terdiri dari kayu nibung dan kayu keras. Kayu keras yang berdiameter antara 15 – 35 cm merupakan tiang utama atau tiang penunjang, sedangkan kayu nibung yang berdiameter 8 – 18 cm merupakan tiang bangunan pelengkap, menurut hasil omong-omong dengan pak Udin, warga Muara Bahar.

Selain rumah panggung di desa Muara Bahar juga masih dapat ditemui rumah rakit meskipun sudah jarang karena kebanyakan sudah rusak atau penghuninya sudah berpindah ke darat membangun rumah permanen yang berbentuk seperti

Page 67: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

54

kebanyakan rumah yang kita temui di tempat lain, yang dibangun di darat.

Gambar 2.16.

Rumah Rakit di Desa Muara Bahar Sumber : Dokumentasi Peneliti

Saat ini hampir semua bagian rumah rakit yang ada masih berbentuk asli, kecuali atap ijuk atau daun alang-alang yang sudah diganti dengan seng. Lantainya pun belum berubah, masih berbahan kayu unglen, kayu yang kuat dan sangat liat. Agar rumah rakit dapat mengapung di atas air, bagian lantai yang berbahan kayu harus diikat dijadikan satu dengan bambu berukuran besar yang tersusun melingkar ke atas. Selain itu untuk mencegah rumah agar tidak hanyut terbawa arus aliran sungai, rumah rakit harus ditambatkan pada tiang kayu besar yang ditanam di pinggir sungai. Sayangnya mayoritas rumah rakit tidak juga dilengkapi kakus sehingga kotoran manusia langsung dibuang ke sungai. Tentunya hal ini mencemari air sungai yang juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat yang tinggal di aliran sungai.

Page 68: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

55

Bentuk bangunan yang mulai menggantikan keberadaan rumah panggung dan rumah rakit adalah rumah permanen. Rumah permanen yang dimaksud adalah rumah yang seluruh bangunannya berbahan dasar batu bata. Beberapa bagian rumah juga masih berbahan dasar kayu unglen. Kayu sebagai bahan papan untuk dinding dan atap kebanyakan juga terbuat dari seng. Lantai rumah kebanyakan masih tanah dan ada juga yang sudah disemen. Kalau keadaan ekonominya agak mapan, biasanya sudah digantikan dengan keramik, seperti yang kita temui di rumahPak Kohar, yang menjabat sebagai Sekdes Muara Bahar yang masih dalam tahap pembangunan. Selama ini dia menempati rumah panggung dari keluarga pihak istrinya. Demikian halnya rumah panggung yang dibangun di daratan, pada umumnya rumah permanen juga tidak dilengkapi dengan sarana MCK. Kalaupun ada terletak di halaman bagian belakang yang khusus hanya diperuntukan sewaktu membuang air besar pada malam hari atau keadaan mendadak.

Gambar 2.17.

Bangunan Rumah Permanen Sumber : Dokumentasi Peneliti

Page 69: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

56

Terlepas dari kearifan membangun rumah yang selaras dengan alam sekitar, satu hal yang memprihatinkan adalah permukiman dan kehidupan masyarakat yang tinggal di tepi sungai masih mengabaikan atau kurang memperhatikan masalah sanitasi. Air sungai yang digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian serta perkakas dapur, tetapi juga menjadi tempat pembuangan kotoran manusia atau kakus sepanjang aliran sungai.

Menurut Kepala Balai Arkeologi Palembang, Nurhadi Rangkuti, rumah panggung yang ada di tepi sungaiMusi berkembang sejak abad ke 4 Masehi. Hal itu berdasarkan penelitian Balai Arkeologi Palembang, selama tahun 2000 – 2005 saat ditemukan situs Karang Agung Tengah, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, yang berjarak sekitar 200 kilometer kearah Barat Kota Palembang. Di wilayah itu terdapat sebuah alur sungai kecil yang menghubungkan Sungai Lalan dan Sungai Sembilang, dan ditemukan pula tiang-tiang penyangga rumah panggung yang dibangun sekitar abad ke 4 Masehi atau sebelum adanya Kerajaan Sriwijaya. Bahkan bisa jadi masa jauh sebelumnya sudah ada bangunan rumah panggung di tepi sungai. Ini juga tidak terlepas dari budaya Austronesia yang salah satu ketrampilannya membuat perahu dan rumah panggung.

Bentuk rumah panggung dan rumah rakit adalah merupakan cara beradaptasi dengan lingkungan yang berawa rawa. Rumah tinggal yang dibangun berkerangka kayu merupakan upaya manusia atau masyarakat memanfaatkan lingkungan sekitarsebagai sumber daya alam untuk menunjang kelangsungan hidup mereka. Konstruksi kerangka kayu dipasang dengan pasak. Tiang, dinding dan atap rumah juga dibuat dari berbagai jenis pohon atau tumbuhan yang hidup di lingkungan sekitarnya. Juga pemilihan bahan bangunan sesuai dengan

Page 70: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

57

fungsinya, yaitu kayu keras sebagai tiang utama dan kayu nibung sebagai bahan bangunan penunjang.

Pada awalnya masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Bahar adalah satu kelompok yang bertekad untuk mengikuti gaya kehidupan yang diturunkan oleh nenek moyang sebaik mungkin. Tempat pemukiman awal pada masa sebelum Suku Anak Dalam direlokasi pemerintah adalah terdiri dari beberapa kelompok. Pemukiman tersebut dibangun beberapa ratus meter dari bubangan atau rumah pemimpin mereka yang biasa disebut temenggung. Bubangan yang didiami oleh Temenggung biasanya berbentuk bangunan panggung, dinding dari kayu, atap dari daun dan lantainya kira-kira 2 meter tingginya dari tanah. Tempat kediaman lain yang dikenal dengan nama sampaeon. Tempat kediaman ini lebih sederhana, dengan lantai kira-kira setengah meter tingginya dari tanah. Lantai dibuat dari batang kecil kayu bulat dan atapnya dibuat dari plastik hitam yang didapat dari pasar mingguan hari Jumat di Pasar Bayung lencir sebagai kota kecamatan terdekat.

Gambar 2.18.

Rumah Sampaeon Sumber: Dokumentasi Peneliti

Page 71: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

58

Selain Sampaeon, bentuk tempat tinggal lainnya dari Suku Kubu adalah sudung. Pondok bernama sudung yang bentuknya sederhana tanpa lantai dan hanya atap saja, dibangun untuk pelindungan di waktu malam dan bersifat sebagai rumah sementara. Biasanya sudung sering ditemukan di hutan, digunakan sewaktu mereka berburu binatang atau sedang pindah ke tempat lain saat melangun.

Semua keluarga punya tempat tinggal sendiri yang letaknya saling berdekatan hanya beberapa meter antara yang satu dengan rumah yang lain, dan memiliki dapur sendiri. Rumah orang Suku Anak Dalam pada umumnya tidak berdinding, kecuali rumah pemimpin kelompok yang disebut Temunggung. Orang-orang anggota masyarakat Suku Anak Dalam nampak hidup apa adanya tanpa memperhatikan kebersihan lingkungan dan higyene perorangan. Hal ini tercermin pada pemukiman mereka dimana banyak tersebar bekas kertas dan plastik pembungkus yang dibawa dari luar.

Masyarakat Suku Anak Dalam tidak jarang melakukan hubungan sosial atau kontak dengan warga masyarakat dusun sekitar untuk kepentingan saling membutuhkan. Warga masyarakat desa memerlukan jasa Suku Anak Dalam antara lain untuk menangkap burung hias atau menangkap babi hutan (Sus vitatur) yang berkeliaran di perkebunan orang dusun. Orang dusun juga membeli ubi kayu (Manihotuthlissima) yang ditanam oleh Suku Anak Dalam yang terletak berdekatan dengan pemukiman mereka. Mereka menanam ubi kayu atau karet di areal perkebunan walaupun tidak luas. Mereka juga mengelola kebun karet yang ditanam disekitar pemukiman dan menyadap getahnya.

Harta benda seperti rumah, peralatan berburu, peralatan perumahan, kain, pakaian dan lain-lain ada yang sifatnya milik pribadi, tetapi juga ada harta bersamo. Masyarakat Suku Anak

Page 72: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

59

Dalam saat mereka membuka ladang dilakukan secara bergotong-royong untuk selanjutnya ladang dibagi antara keluarga inti. Setiap keluarga mendapat bagian tanah yang digunakan untuk menanam jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan makanan pokok seperti seperti ubi kayu. Pepohonan atau jenis tanaman yang bernilai tinggi yang ditanam sendiri adalah harto yang tidak bersamo. Kayu bekas penebangan dan pembukaan lahan biasanya dibakar.

Orang Kubu jika berburu binatang di hutan ada kalanya dilakukan secara berkelompok atau dilakukan sendiri. Mereka berburu hingga ke tempat jauh. Mereka biasa tinggal di hutan untuk beberapa hari sebelum kembali membawa hasil buruannya. Saat berburu, ada satu atau dua orang laki-laki yang tinggal di permukiman untuk menjaga anak, istri dan keluarga lain yang mereka tinggalkan.

Kebiasaan buang air besar masyarakat Suku Kubu dilakukan di tanah. Tempat ini kemudian dijadikan lahan pertanian, dengan maksud agar kotoran menjadi pupuk. Selain itu, membuang air besar di tanah dianggap tidak mencemari air sungai yang biasa mereka gunakan sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti minum, memasak dan mandi. Memelihara anjing bagi orang Suku Anak Dalam sangat berguna. Selain dimanfaatkan untuk keperluan berburu binatang di hutan, anjing juga dimanfaatkan untuk membersihkan pantat anak-anak dan bayi. Oleh karena itu dalam bahasa rimba Suku Anak Dalam disebut penjilat burit. Burit artinya pantat. Anjing yang dipelihara dapat dimanfaatkan untuk membersihkan pantat bayi dan anak melalui jilatannya.

Permukiman kelompok masyarakat orang Kubu yang dipimpin oleh kepala suku, sebut saja Pak Arbain atau Robbain di dusun Teluk Beringin desa Muara Bahar, ada sekitar 50 rumah yang dibangun oleh pemerintah pada tahun 90-an terletak di

Page 73: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

60

pinggir perkebunan karet dan kelapa sawit. Berdiri pula beberapa toko kecil yang menjual kebutuhan bahan pokok. Ada Sekolah Dasar yang diasuh oleh tiga orang guru dan seorang kepala sekolah serta musholla dengan seorang ustad. Mereka kadang-kadang pergi ke hutan mencari nafkah yang jaraknya beberapa kilometer dari pemukiman yang mereka tinggali.

2.5. Religi dan Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat Suku Anak Dalam menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka meyakini adanya dewa, hantu, setan dan roh roh yang dipercaya dapat menolong dan dapat pula mendatangkan kesulitan. Dewa dan hantu dipercaya menghuni tempat-tempat tertentu, misalnya pohon besar, bukit, hulu sungai atau tebing. Di kalangan masyarakat Suku Anak Dalam terdapat larangan-larangan yang masih ditaati oleh warganya. Bentuk larangan tersebut antara lain larangan untuk melewati atau membangun rumah di tempat-tempat yang dianggap angker. Bila larangan itu dilanggar, bisa mengakibatkan si pelaku menjadi sakit. Untuk menyembuhkan penyakit karena melanggar larangan tersebut, seorang dukun akan menyelenggarakan upacara pengobatan, yang di kalangan mereka disebut besale. Masyarakat Suku Anak Dalam juga percaya adanya Tuhan, yakni kekuatan yang lebih tinggi daripada hewan dan setan. Bagi mereka, Tuhanlah yang menentukan hidup matinya manusia.

Saat ini masyarakat Suku Anak Dalam atau Suku Kubu yang tinggal di Desa Teluk Beringin desa Muara Bahar Kecamatan Bayung Lencir adalah penganut agama Islam. Walaupun demikian faham animisme dan spiritisme masih mewarnai kehidupan mereka sehari hari. Konsep tentang Tuhan diartikan sebagai sesuatu yang ghaib, tetapi dipercaya ada dan berkuasa. Sebagai

Page 74: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

61

mahluk ghaib, Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata manusia. Orang hanya mampu melihat keberadaanNya dengan menggunakan mata hati yang dalam dan dengan iman. Mereka mempunyai keyakinan bahwa kepercayaan kepada Tuhan didasarkan atas adanya kekuatan yang bersumber dari alam. Dari manifestasi keyakinan ini menurut Mulyanto (1995; 26) akan muncul personifikasi kekuatan roh yang dapat memberikan pertolongan pada manusia ataupun mengganggu kehidupan manusia. Karena itu, dalam setiap tindakan yang dilakukan, setiap doa yang dipanjatkan dan dalam setiap mantera-mantera yang diucapkan seringkali diawali dan diperdengarkan kata kata assalamu’alaikum dan bismillah.

Kepercayaan kepada Tuhan dan kekuatan sakti yang mereka yakini dapat melimpahkan keberuntungan dan memberikan kesialan dalam hidup mereka, telah menjadi nilai-nilai luhur yang mendasari orientasi hidup dalam masyarakat Kubu. Sebagaimana dikemukakan Mulyanto (1995; 23) kepercayaan kepada roh telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat anak dalam. Bagi mereka roh halus adalah mahluk yang memiliki kekuatan ghaib. Keberadaannya tidak nampak, tetapi ada di mana mana di sekitar manusia. Kesadaran inilah yang membuat masyarakat anak dalam begitu hormat dan takut. Kekuatan ghaib yang dimiliki roh diyakini dapat mempengaruhi manusia dalam menjalani kehidupannya. Keadaan selamat, sehat, malapetaka dan sakit yang menimpa manusia merupakan keadaan yang disebabkan oleh kekuatan roh.

Selanjutnya juga dikemukakan tentang pandangan masyarakat Suku Anak Dalam, bahwa hidup tidak dicari dari luar alam, tetapi “diselami” dalam alam. Dari situlah timbul kepercayaan pemujaan roh dan kehidupan roh dianggap sama dengan kehidupan manusia yang memerlukan makan dan minum. Mengadakan sesajian merupakan suatu pendekatan

Page 75: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

62

hubungan manusia dengan roh. Mereka sangat percaya bahwa orang yang meninggal dunia, rohnya tetap hidup dan kembali ke surga.

Roh hidup atau jiwa dianggap merupakan semangat dan manusia itu terdiri dari sifat kebendaan, roh, dan nyawa. Roh dan nyawa merupakan persenyawaan yang menyatu dalam tubuh. Tetapi roh tidak berakhir setelah kematian. Roh akan hidup terus sepanjang ada kehidupan dan akan tentram apabila dipelihara dan diperhatian. Roh akan marah mengganggu kehidupan manusia bila merasa terabaikan. Menurut masyarakat Suku Anak Dalam, Tuhan adalah sama dengan yang mereka sebut “Raja Nyawa” (Mulyanto, dkk, 1995, 28). Mereka percaya bahwa Raja Nyawa , roh, nyawa dan makhluk halus menguasai manusia dan segala isi hutan. Tuhan (Raja Nyawa), roh, nyawa dan makhluk halus ini memiliki sifat senang dan marah. Senang apabila isi hutan dipelihara, dijaga dan dilestarikan. Tetapi akan marah apabila hasil hutan dirusak, disia-siakan, dihabisi atau dicemari serta tidak dilestarikan. Mereka beranggapan bahwa pengrusakan hutan telah mengganggu ketentraman para penjaga hutan yang telah mengakibatkan timbulnya malapetaka seperti berjangkitnya wabah penyakit, kematian dan sebagainya.

Menurut kosmologi orang Suku Anak Dalam waktu mereka pindah ke dusun atau ketika orang Melayu menguasai hutan sebagai bentuk kegiatan transmigrasi, maka kondisi ini dianggap sebagai pemusnahan dunia atau kiamat. Pola pikir orang Rimba terkait dengan kata dasar “layu” artinya, menjadi lesu, kehilangan tenaga atau seperti bunga yang sudah lewat masa mekarnya dan mati. Sepertinya sudah menjadi sampah. Dewa Silum-on dilihat sebagai penjaga pohon bambu dan juga dilihat sebagai orang “me-layu”,tetapi Dewa tersebut juga bisa dipanggil untuk melakukan hubungan dengan Dewa-dewi lain. Dewa Mato Merego atau Harimau juga diklasifikasikan sebagai orang Melayu,

Page 76: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

63

yang cenderung mengharamkan manusia, termasuk orang Suku Anak Dalam.

Konsep dunia mereka dibagi halo nio atau dunia disini (dunia nyata) dan halom Dewa atau dunia di atas (dunia setelah wafat). Kedua dunia tersebut dikontraskan dengan istilah kasar dan halus yang diatur oleh Tuhan. Tuhan bagi mereka memang tidak bisa dilihat seperti juga Dewa, tetapi keberadaanNya bisa didengar dalam bentuk bunyi alam seperti kicau burung. Karena itu, saat orang Suku Anak Dalam mendengar bunyi burung suci, gading, mereka akan menghentikan aktivitas yang sedang dikerjakan dan segera berdoa supaya mereka bisa memperoleh hal-hal yang baik.

Adapun Dewa-dewi, adalah mahluk yang tempatnya berada di hutan, di puncak bukit, tempat air dan di pinggir sungai. Dewa-dewi yang tinggal di hulu sungai dianggap sebagai Dewa yang bermanfaat. Dewa-dewi yang tinggal di hilir sungai, tempat kebanyakan orang Melayu tinggal, dianggap sebagai pembawa hal-hal yang jelek seperti penyakit cacar dan pedagang budak. Sebagai bentuk adaptasi manusia terhadap mahluk ghaib yang dapat memberikan dampak berupa kebaikan dan juga ketidakbaikan, maka manusia dalam semua aktivitasnya akan bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan. Emosi keagamaan inilah yang mendorong manusia melakukan tindakan tindakan bersifat religi. Yang mengakibatkan bahwa suatu benda, suatu tindakan atau gagasan, mendapat suatu nilai keramat dan dianggap keramat (Koentjoroningrat, 2009, 295).

Demikian juga yang terjadi pada masyarakat Suku Anak Dalam. Agar peristiwa seperti melahirkan anak, pernikahan, menyembuhkan seseorang, musim panen atau musim buah dapat terhindar dari pengaruh dan kondisi tidak baik, maka perlu dilakukan ritual tertentu. Suatu ritual yang dimaksudkan untuk

Page 77: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

64

meminta restu dan perlindungan Dewa-dewi dan roh leluhur dengan cara mengadakan perayaan dan memberikan sesaji. Pada waktu tertentu, mereka membangun sebuah balai balai atau “balay”, yang berukuran sampai 9 x 9 meter di tengah hutan dengan pondok-pondok sementara disekitarnya. Balai itu disiapkan untuk “besalé”, suatu ritual dengan nyanyian, tarian, berhiaskan dengan bunga-bunga, menghidangkan makanan, buah-buahan, daging, kecuali babi, ubi dan semacamnya. Hal itu dilakukan supaya hubungan dengan Dewa-dewi lebih baik dan bermanfaat bagi orang.

Roh nenek moyang orang kubu dianggap mengawasi kehidupan dapat dihubungi pada saat upacara besalé untuk kemudian berkenan memberikan restunya. Jiwa atau roh orang yang meninggal dunia berjalan ke alam baka. Orang yang belum mencapai kehidupan spiritual yang tinggi sebelum meninggal dunia berjalan ke tempat dekat Tuhan, “hentew, (limbo”). Pemimpin spiritual juga berjalan ke “hentew”, untuk meninggalkan sifat-sifat duniawi sebelum menuju ke dunia Tuhan serta menjadi malaikat yang bisa menjadi Dewa bila menyampai tingkat spiritual yang cukup tinggi.

Salah satu peristiwa lain yang terkait dengan kosmosnya dikenal dengan istilah “melangun” atau berpindah-pindah. Peristiwa itu terjadi bila mereka merasa kurang puas atau bila ada orang yang meninggal dunia. Mereka berpindah ke tempat lain supaya bisa re-group lagi sesuai keinginan mereka serta menghilangkan kesedihan. Orang yang meninggal dunia ditaruh di dalam pondok, di tempat tidur dengan kelambu tertutup. Di dalam pondok lampu damar dinyalakan, dan disediakan beberapa hal, seperti makanan dan beberapa alat untuk berburu. Anjing milik orang yang meninggal diikat di dekatnya dan kelompok memberi tanda arah tempat baru, supaya orang yang

Page 78: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

65

bangun lagi dari kematiannya bisa ikut melangun bersama anjingnya (Johan Weintre, 2003, 68)

Sebelum orang luar, termasuk orang Kubu yang mau kembali ke tempat asli diijinkan oleh Temenggung atau pemimpin mereka, mereka perlu menyiapkan diri. Proses itu memakan waktu minimal selama 3 bulan. Orang yang mau masuk wajib membersihkan diri. Orang tersebut tidak boleh makan makanan yang tabu, seperti kambing, ayam, bebek, sapi dan telur atau memakai sabun yang harumnya akan menghina Dewa-dewi mereka. Begitu yang diungkapkan oleh Pak Udin, sesepuh desa Muara Bahar.

Masyarakat terikat akan adat istiadat kelompok yang saling berinteraksi secara terus menerus dan mengikat anggota kelompok secara kontinyu. Hubungan antar anggota kelompok terasa lebih dekat dan kental, dengan keterikatan adat istiadat yang merupakan tata krama bersama karena adanya kebersamaan dalam pengertian terbatas. Masyarakat secara kontinyu terikat akan pengaturan kelompok berupa adat istiadat yang telah disepakati bersama. Adat istiadat merupakan tata krama yang tidak tertulis, walaupun demikian harus dipatuhi dan ditaati oleh semua anggota masyarakat (Koentjaraningrat, 2009, 153). Dari situlah timbul kepercayaan pemujaan roh dan kehidupan roh dianggap sama dengan kehidupan manusia yang memerlukan makan dan minum. Mengadakan sesajian (sajen) merupakan suatu pendekatan hubungan manusia dengan roh. Mereka sangat percaya bahwa orang yang meninggal dunia, rohnya tetap hidup dan kembali ke surga.

Tuhan (Raja Nyawa), roh, nyawa dan makhluk halus ini memiliki sifat senang dan marah. Senang apabila isi hutan dipelihara, dijaga dan dilestarikan. Tetapi akan marah apabila hasil hutan dirusak, disia siakan, dihabisi atau dicemari. Agar Raja Nyawa tidak mencabut nyawa, dan para dewa, roh, makhluk

Page 79: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

66

halus tidak mengganggu keselamatan manusia, maka diadakanlah upacara “besale”.

Besale adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada roh melalui perantaraan dukun, karena ada sebagian roh yang jahat yang bukan roh leluhur mereka (suku anak dalam) yang bisa mengganggu dan menyebabkan penyakit. Juga sebagai akibat dari menentang alam. Orang akan ditimpa berbagai penyakit. Dan penyakit itu bisa disembuhkan apabila orang kubu meminta ampun kepada segala roh dan makhluk halus yang menjaga hutan (alam) melalui upacara besale”.

Gambar 2.19.

Dukun Kubu Sedang Melakukan Upacara Besale Sumber: Dokumentasi Peneliti.

Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, Upacara besale dikenal ada beberapa macam, antara lain:

1) Besale beringin tujuh, yaitu upacara pembacaan mantera berupa sastra suci (sale) yang terdiri dari 30 nyanyian. Upacara ini bertujuan untuk mengobati penyakit berat

Page 80: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

67

seperti penyakit hilang ingatan, gila, busung lapar dan sebagainya.

2) Besale beringin tiga pangkat, yaitu upacara bermalim kecil untuk mengobati penyakit yang ringan seperti sakit perut, sakit demam dan sebagainya.

3) Besale tujuh sale dengan menyanyikan tujuh sale (mantra) untuk menyembuhkan penyakit seperti pada anak anak dan orang dewasa yang tidak begitu berat, seperti campak, dll.

4) Besale suaraian dengan membaca tiga puluh tiga sale, untuk penyakit yang agak sulit disembuhkan, seperti kerasukan

5) Besale gelemat untuk mengobati sakit bagi wanita yang sedang hamil atau yang ingin mendapatkan keturunan ( untuk yang kasus ini dilakukan sebanyak 3 x dalam 3 bulan berturut turut)

6) Besale kartu aro, untuk menyembuhkan ibu ibu yang sakit pada waktu melahirkan atau mengalami kesulitan melahirkan

7) Besale bujuk untuk mencari jodoh dan bernazar apabila ingin kehendaknya terkabul

8) Besale beringin puncak meligai untuk upacara selamatan besar tamat menjadi penyembuh atau malim kepala

9) Besale timbang dundangan untuk upacara perkawinan 10) Besale jadi (malim datuk) untuk mengusir dan

menghindari wabah penyakit yang sedang berjangkit.

Setiap upacara besale diawali dengan pembacaan doa oleh dukun untuk memanggil roh atau “jemalang” yang akan singgah di balai penghadapan. Roh yang dipanggil adalah penyebab malapetaka. Untuk memikat atau merayu roh halus disediakan sesajian yang terdiri dari beras, kunyit, kemenyan, kue-kue, pisang, ayam panggang dan sebagainya. Juga disiapkan

Page 81: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

68

boneka berupa burung ondan yang dibuat dari daun aren. Boneka dari daun enau dimaksudkan sebagai simbol dari kendaraan bagi roh yang akan dipanggil. Dilengkapi pula bunga-bunga dan balai-balai untuk tempat dukun.

Dalam melakukan upacara besale, ada beberapa hal yang harus ditaati, mulai dari waktu penyelenggaraan, alat-alat dan sesajian dalam upacara sampai ke tempat pelaksanaan upacara besale. Misalnya besale harus dilaksanakan pada malam hari, waktu penyelenggaran mendekati maghrib atau perpindahan waktu antara sore hari dan malam. Ketentuan waktu pelaksanaan upacara tidak boleh diganti dengan waktu yang lain, karena bisa berakibat fatal bagi dukun. Dukun harus berasal dari kalangan mereka sendiri yangmemperoleh keterampilan dan ilmu sebagai dukun secara turun-temurun juga. Persyaratan tersebut mengindikasikan bahwa tidak bisa sembarang orang bisa berperan sebagai dukun yang memimpin upacara besale.

Secara lebih rinci, Dukun pemimpin upacara besale harus dapat berkomunikasi dengan para roh dan makhluk halus. Dukun harus menguasai irama musik redab, sejenis alat musik pukul yang biasa dimainkan pada acara besale, yang di daerah lain di Indonesia biasa menyebutnya rebab. Penguasaan terhadap irama musik redab ini penting mengingat setiap tahap dan jenis upacara mempunyai irama berlainan sesuai dengan keperluan-nya. Seorang Dukun juga harus menguasai perlengkapan upacara. Penataan, jenis dan jumlah sesaji yang harus lengkap karena masing-masing memiliki makna dan kekuatan magis tersendiri.

Upacara besale” merupakan warisan leluhur berupa petuah dan peringatan agar anak cucu tidak melanggar tradisi yang telah ada secara turun temurun sejak nenek moyang masyarakat Suku Anak Dalam. Petuah dan larangan pada upacara besale dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga kelestarian komunikasi antar manusia dengan “Tuhan” mereka,

Page 82: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

69

manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Tuhan, manusia dan alam merupakan lingkaran yang tidak terputus dan tidak keluar dari tradisi yang telah ada. Anggota kelompok masyarakat Suku Anak Dalam tidak boleh keluar dari lingkaran tradisi. Apabila ada anggota masyarakat yang melanggar atau mempertentangkan tradisi, diyakini akan menimbulkan kemurkaan roh dan akan mendatangkan malapetaka. Oleh karena itu, pengertian mereka sebagai warga masyarakat Suku Anak Dalam atau masyarakat Kubu, hanya terbatas pada kepercayaan adanya roh atau makhluk halus sebagai penyebab penyakit dan kematian.

Gambar 2.20.

Upacara Besale Tujuh Sale Sumber: Dokumentasi Peneliti

Page 83: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

70

Berkenaan dengan kepercayaan terhadap kekuatan supranatural, seperti roh halus sebagai penguasa alam, masyarakat suku anak dalam juga mengenal faham fetitisme, suatu bentuk pemujaan benda-benda buatan manusia yang diisi kekuatan ghaib atau mereka sebut dengan tangkal. Wujud dari benda ini dapat berupa minyak, kayu, kain putih, air, batu, cincin, garam atau merica. Benda-benda itu apabila telah diisi dengan jampe-jampean, diyakini akan memiliki kekuatan. Kekuatan suprantural yang terkandung dalam tangkal ini diciptakan sesuai kebutuhan si pemakai. Bisa saja sebotol kecil minyak kelapa yang telah diisi dapat membuat seseorang seperti tentara yang disegani dan ditakuti oleh orang lain. Sebotol minyak kelapa tadi, juga dapat juga difungsikan sebagai minyak pelet, untuk membuat seorang pria atau wanita tergila-gila pada si pemakai. Media suatu benda sebagai tangkal bisa sama, tetapi bila diisi dengan jampe yang berbeda maka akan menghasilkan sesuatu yang berbeda sebagaimana yang diceritakan oleh Pak Mat Rosi, salah seorang informan :

“…apo kalo Suku Anak Dalam kalo lihat cewek apo cowok yang dio senang biso dio dapat kan? yo, jaman dulu memang mantik ilmunya, sekarang idak lagi soalnyo dak agak maju tapi masih ado be lah keturunannyo yang biso… ado dak dak pak jaman dulu korban dari ilmu itu, seperti Nek Rasid kan orang Bugis apo siapo be? yo ado, mantra, kalo jaman dulu kalo kito beludah di depan mereka na itu mereka meraso tersinggung jadi keno lah orang yang berludah itu, soalnyo dulu kulit mereka bersisik jadi baunyo, tapi sekarang idak lagi karena mereka minum obat dari Dinas Sosial dulu jadi kulit mereka da bersih…”

Banyak sekali contoh kasus untuk penggunaan pelet di desa Teluk Beringin. Bagai sebuah rahasia umum, pelet diakui

Page 84: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

71

sebagai hal yang biasa dilakukan tetapi tidak biasa diungkapkan secara terang-terangan. Berbeda dengan pemakaian tangkal yang tidak setabu pelet untuk dibicarakan. Tidak banyak beban ketika diceritakan tentang tangkal yang biasa dipakai oleh ibu ibu hamil atau anak anak supaya bisa menjaga mereka tidak diganggu oleh roh halus atau menurut istilah setempat keteguran. Seperti juga yang dikenakan pada ibu hamil, biasanya tangkal telah diisi jampi jampi atau mantra oleh dukun kampong, seperti yang diungkapkan ibu Fitriani berikut.

“…paling2 kalo lagi bepergian kita diberi ‘jerango bunglay’ supayo kita selamat kalo kita kemano-mano, dak ado yang ganggu…”

Gambar 2.21.

Jerangau Bunglay dengan Gigi Ikan Tomang Sumber: Dokumentasi Peneliti

Hal yang sama juga dialami oleh ibu Atika Amelia yang baru pertama kali hamil. Untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang berakibat tidak baik, ibu Atika juga memilih untuk memakai

Page 85: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

72

tangkal. Penggunaaan tangkal juga ditemukan pada anak balita, sebagaimana terlihat dalam bentuk gelang yang dikenakan oleh Faris, anak ibu Leni. Berikut komentar yang diungkapkan ibu Atika dan Leni terkait penggunaan tangkal.

“…iya minta sama nenek … kami ini kan minta obat sama dio… kito kan takut kito niih di hutan dan kebun ini… jadi mintalah obat sama nenek, supayo dio gak keteguran…”

“…iya, namanya gelang balik sumpah…Maksudnya kalo ado orang yang mau nyumpahin dio, jadi balik lagi ke orangnyo… yang itu tangkal namanyo, semacam tangkal biar ndak ado penyakit-penyakit atau gangguan ke anak ... dari nenek Limah juga…”

Gambar 2.22.

Gelang Tangkal Untuk Anak Anak Sumber: Dokumentasi Peneliti

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa walaupun sebenarnya masyarakat Suku Anak Dalam di desa Muara Bahar Kecamatan Bayung Lencir telah memeluk agama Islam, namun

Page 86: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

73

mereka masih mempunyai kepercayaan bahwa keberadaan roh dan makhluk halus dapat mempengaruhi kehidupan keseharian. Masuknya ajaran Islam dalam kehidupan mereka tidak serta merta menggantikan kepercayaan terhadap mahluk halus dan roh leluhur serta faham fetitisme yang mereka anut. Tampaknya masih sulit bagi mereka meninggalkan tradisi tersebut. Kepercayaan terhadap mahluk halus, roh leluhur dan faham fetitisme merupakan budaya yang tampaknya susah dirubah.

2.6. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan

2.6.1. Sistem Kekerabatan

Prinsip-prinsip keturunan merupakan salah satu faktor untuk menentukan batas hubungan sistem kekerabatan di antara individu-individu sebagai anggota kelompok atau masyarakat, dimana mereka dalam kehidupan sehari hari, bergaul ataumelakukan hubungan sosial dengan sesamanya. Pembatasan dalam sistem kekerabatan itu sifatnya selektif dan eksklusif, karena adanya ketentuan dengan siapa sajakah diantara individu yang dapat masuk kedalam keanggotaan atau sistem kekerabatan dengan batas-batas hubungan tertentu dan siapakah yang di luar batas-batas tersebut.

Hubungan dalam sistem kekerabatan yang merupakan hubungan di antara anggota suatu kelompok dalam lingkup yang mempunyai persamaan darah, persamaan perasaan dan persamaan tempat. Secara bersama memegang teguh suatu kompleksitas berupa hak dan kewjiban yang harus ditaati oleh setiap individu sebagai anggotanya, misalnya kewajiban untuk kooperatif dan melakukan segala bentuk kegiatan produktif. Dalam hubungan kekerabatan dikenal tiga macam bentuk pokok dari prinsip keturunan, yaitu:

Page 87: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

74

1) prinsip patrilineal, yang menghitung hubungan kekerabatan melalui orang laki laki saja,

2) prinsip matrilineal, yang menghitung hubungan kekerabatan melalui orang orang perempuan,

3) prinsip bilateral, yang menghitung hubungan kekerabatan melalui orang orang laki laki dan orang orang perempuan.

Dari ketiga prinsip keturunan tersebut di atas jika dicocokkan serta dibandingkan dengan prinsip yang berlaku bagi masyarakat Suku Anak Dalam yang tinggal di dusun Teluk Beringin, mereka ini menganut prinsip bilateral. Setiap individu selaku anggota masyarakat dalam menarik garis keturunan selalu menghubungkan dirinya kepada pihak ayah maupun pihak ibunya. Dengan perkataan lain hubungan kekerabatan antara seseorang anak dengan kaum kerabat dari pihak ayah tetap sederajat terhadap kaum kerabat ibunya.

Sebagai contoh dapat dilihat bahwa hubungan antar individu dalam sistem kekerabatan dalam kehidupan sehari hari selalu merasa lebih dekat dengan kerabat dari pihak ibu daripada pihak ayah. Hal ini tercermindalam penyelenggaraan upacara sedekah, selamatan, kenduri, upacara perkawinan atau upacara kematian, maka partisipasi dari segenap kaum kerabat ibu dalam kegiatan itu kelihatan lebih menonjol, jika dibandingkan dengan kerabat pihak lainnya. Tetapi pada penentuan hak waris, mereka berorientasi pada ajaran Islam yang telah dianutnya. Sehingga sistem hukum waris masyarakat patrilineal yang lebih berpengaruh pada kehidupan masyarakat dusun Teluk Beringin. Harta warisan seseorang sebagian besar jatuh pada kerabat pihak laki laki, namun juga sering terjadi pula dimana penentuan hak waris orang tua dibagi habis sama besar nilainya untuk masing masing anak yang ditinggalkannya.

Dalam kenyataan adat istiadat yang berlaku di daerah dusun Teluk Beringin desa Muara Bahar dapat dilihat bahwa

Page 88: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

75

sikap dan tingkah laku seorang anak terhadap ibu-bapaknya harus sangat menghormat. Sikap sangat menghormat itu terwujud antara lain dalam hal kewajiban anak untuk mematuhi semua hal dan keinginan yang dikehendaki orang tua. Perilaku hormat kepada orang tua juga ditunjukkan dengan menghindari segala hal dan perbuatan yang tidak disukainya. Tidak boleh melawan dan tidak boleh mengingkari segala perintah dan nasehat dari orang tua, meskipun kadang kadang perintah dan nasehat yang diberikan bertentangan dengan hasrat serta kemauan anak itu sendiri.

Selain kepada orang tua, sikap menghormat harus diperlihatkan oleh seorang anak terhadap orang orang yang seangkatan dengan orang tuanya atau angkatan diatasnya seperti paman, bibi, datuk, nenek dan sebagainya. Sikap menghormat seseorang kepada mereka yang berusia lebih tua tidak hanya berlaku dalam lingkungan keluarga. Seseorang harusnya juga hormat kepada tetangga dan khususnya pemuka masyarakat atau agama.

Adapun adat sopan santun seorang anak terhadap saudara saudara, teman teman atau kerabat kerabat yang seangkatan dengan dia, dalam kenyataannya sering berlaku sikap bebas dalam artian tidak mutlak mempergunakan sikap menghormat. Apalagi bentuk pergaulan sudah sedemikian eratnya, akan menampakkan sikap bergurau kasar, karena sikap dan pembicaraan dikeluarkan menurut sesuka hatinya, tanpa dibatasi oleh tertib sopan santun.

Hubungan antara sistem istilah kekerabatan dalam suatu bahasa dengan system kekerabatan dari masyarakat pendukungnya yang mengucapkan itu sering menampakkan gejala kesejajaran di antara keduanya. Istilah menyapa atau terms of reference itu digunakan Ego untuk memanggil seseorang kerabat apabila ia berhadapan dengan kerabat tadi dalam

Page 89: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

76

hubungan pembicaraan langsung. Sebaliknya istilah menyebut itu dipakai oleh si Ego apabila ia berhadapan dengan seseorang lain, berbicara tentang seorang kerabat sebagai orang ketiga. Dalam bahasa daerah pada umumnya istilah menyapa bagi saudara laki laki ataupun saudara perempuan dari orang tua menurut tertib bilateral, yang juga dibedakan menurut urutan dalam keluarga dan menurut prinsip umur.

Di dusun Teluk Beringin desa Muara Bahar, ada istilah istilah yang biasa didengar dalam kehidupan sehari-hari ketika seseorang menyebut atau menyapa orang lain khususnya mereka yang masih mempunyai hubungan kekerabatan. Beberapa istilah yang digunakan antara lain sebagai berikut :

1) Ayah dengan sebutan ayah atau bapak 2) Aaudara laki laki ayah atau ibu disebut dengan istilah

paman . 3) Untuk menyapa saudara-saudara orang tua, baik laki laki

maupun perempuan yang umurnya lebih tua dari ayah dan ibu, lazim dipakai istilah wak.

4) Pak cik, merupakan sapaan yang diucapkan seseorang terhadap saudara laki laki dari ayah dan ibu yang lebih muda.

5) Wak cak, merupakan sapaan untuk paman atau bapak besak (besar) untuk menyapa saudara laki laki ayah/ibu yang lebih tua.

6) Bikmuk, sebutan untuk bibi atau saudara perempuan ayah dan ibu yang bentuk badannya gemuk.

7) Wakngah, sebutan untuk paman atau saudara laki laki ayah dan ibu yang urutannya berada di tengah.

8) Bikte, sebutan untuk bibi atau saudara perempuan ayah dan ibu yang warna kulitnya putih

Sebagian orang memakai istilah mamang untuk menyapa saudara laki laki ayah dan ibu yang usianya lebih tua, namun yang

Page 90: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

77

lazim digunakan adalah istilah wak. Untuk menyapa orang orang yang tergolong dalam angkatan ke dua di atas orang tua, ada istilah datuk untuk mereka dengan jenis kelamin laki-laki atau biasa disapa nenek bila perempuan. Istilah cucung digunakan untuk menyebut angkatan kedua di bawah anak. Begitu juga untuk menyapa saudara laki laki yang lebih tua, digunakan istilah kakak atau abang. Terkadang sebutan kakak atau abang juga digunakan untuk menyebut istilah seorang istri kepada suaminya. Sedangkan untuk menyapa saudara perempuan yang lebih tua dengan istilah ayuk atau embak.

2.6.2. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal

Pada masyarakat Suku Anak Dalam yang mendiami dusun Teluk Beringin Desa Muara Bahar pada awalnya, pimpinan masyarakat adalah bersifat kadangkala yang berarti hanya diperlukan pada waktu tertentu selama dianggap suatu kebutuhan. Karena pada waktu itu lokasi tempat bermukim mereka masih berpindah pindah, pada saat tertentu mereka mengelompok dalam kelompok induk, dan pada saat saat tertentu apabila sebagian dari kelompok misalnya kelompok besar hendak pergi berburu, mereka pergi begitu saja.

Begitulah tradisi masyarakat Suku Anak Dalamyang pada waktu itu hidup menyebar berkelompok di hutan-hutan tanpa seorang pemimpin yang mempunyai kewibawaan resmi. Jika timbul persoalan, mereka akan tunduk kepada kekuasaan orang yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan. Di dalam setiap kelompok terdapat satu atau beberapa orang yang dianggap mempunyai kemapuan lebih tentang sesuatu hal akan dipercaya untuk memimpin atau mengarahkan kegiatan para anggota kelompok.

Seiring dengan semakin majunya tingkat pendidikan yang diraih oleh beberapa warga masyarakat Suku Anak Dalam di

Page 91: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

78

Dusun Teluk Beringin, meskipun mayoritas masih mencapai tingkat sekolah dasar, tetapi masyarakat sudah mampu menetapkan kriteria bagi pemimpinnya. Masyarakat dusun tersebut mulai menetapkan figur seorang pemimpin yang dipilih berdasarkan pada keturunan masyarakat Suku Anak Dalam yang pertama mendiami dusun tersebut. Kemampuan dan keberanian sebagai orang pertama yang membuka lahan berupa hutan hingga menjadi ladang atau perkebunan merupakan hal yang diapresiasi oleh masyarakat. Keturunan dari pembuka lahan diharapkan mempunyai kemampuan dan kebaranian yang sama dengan leluhurnya sehingga layak untuk dipilih sebagai pemimpin. Pimpinan yang dimaksud disebut sebagai “kriyo” atau setingkat kepala desa yang dipilih oleh warga desa berdasarkan keturunan, kemampuan dan kecakapan dalam memimpin, dan kemapanan secara ekonomi.

Adapun susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa adalah sebagai berikut: 1. Kriyo atau kepala desa, mempunyai tugas, fungsi dan

kedudukan sebagai : a. Mengepalai kepala kepala dusun atau kampong b. Melaksanakan kekuasaan administrative pemerintahan c. Memimpin wilayah desa d. Sebagai kepala adat atau penyeimbang adat

2. Mangku atau kepala kampong atau dusun a. Membantu kriyo dalam menjalankan pemerintahan di

tingkat kampong b. Sebagai penyeimbang adat

3. Canang atau pembarap, untuk yang ini tidak melalui pemilihan tetapi ditentukan oleh mangku atau kepala kampong untuk membantu dalam hal administrasi dan penghubung antara kriyo dan kepala kepala kampong.

Page 92: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

79

Dalam perkembangannya, pola pemerintahan seperti ini berganti lagi dengan adanya aturan pemerintah yang diberlakukan sekarang ini. Dulunya menjadi kriyo atau kepala desa masa jabatan bisa seumur hidup asalkan rakyat tetap menghendakinya, namun sistem pemerintahan desa sekarang ada aturan bahwa menjadi seorang kepala desa dibatasi waktunya hanya 6 tahun untuk satu kali periode. Kepala Desa bisa menjabat lagi sebanyak dua kali periode saja untuk kepala desa. Berbeda dengan sekretaris desa yang bisa seumur hidup dan juga diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sebagai gambaran, berikut ini adalah struktur organisasi pemerintahan Desa Muara Bahar.

Gambar 2.23. Struktur Jabatan di desa Muara Bahar

Sumber: Visualisasi Peneliti

Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa mempunyai wewenang, antara lain:

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD

BPD Kepala Desa

Sekdes

Staf

Kepala Dusun Pelaksana Teknis

Page 93: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

80

b. Mengajukan rancangan peraturan desa c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat

persetujuan bersama BPD d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa

mengenai APBD desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD

e. Membina masyarakat desa f. Membina perekonomian desa g. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan

dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang undangan

i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang undangan.

Selain mempunyai wewenang sebagaimana tersebut, dalam melaksanakan tugas Kepala Desa mempunyai kewajiban sebagai berikut:

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar RI serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat d. Melaksanakan kehidupan demokrasi e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih

dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme

Pada kenyataannya di masyarakat dusun yang “dirasa” sebagai pemimpin adalah sekretaris desa yaitu Pak Kohar. Kondisi ini terjadi karena Kepala Desa perhatiannya lebih banyak tercurah dengan bisnis kebun karet dan sawitnya pribadi. Semua urusan admisnitrasi dan masyarakat desa lebih banyak diwakili oleh Sekretaris Desa, apakah itu dengan adanya pesta atau

Page 94: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

81

upacara upacara adat ataupun urusan administratif di desa dan kecamatan. Begitu pula dengan anggaran dan pengelolaannya sekdes dibantu BPD dan kepala kepala dusun yang lainnya.

Gambar 2.24.

Sekretaris Desa Muara Bahar Sumber: Dokumentasi Peneliti

Tim peneliti selama tinggal di dusun dan melakukan pengamatan merasakan kepemimpinan Pak Kohar begitu terasa sebagaimana yang diungkapkan dan dirasakan masyarakat setempat. Beliau sangat aktif memimpin rapat rapat desa. Kehidupannya juga sederhana tidak terlalu menonjolkan diri di masyarakat. Akan tetapi masyarakat tetap hormat dan segan kepada beliau. Permasalahan yang ada di masyarakat seringkali dimusyawarahkan dengan pak Sekkretaris Desa. Hal yang dimusyawarahkan bukan masalah desa saja, tetapi juga masalah pribadi dan hal-hal yang remeh juga.

Ada legenda yang hidup di masyarakat dusun Teluk Beringin di perairan sungai berdomisili buaya putih. Dalam pada

Page 95: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

82

itu, apakah kondisi meluapnya sini menyebabkan munculnya buaya putih yang sudah langka dan sangat jarang memunculkan diri di sungai, tidak ada penjelasan yang pasti. Masyarakat setempat mempercayai apabila buaya putih muncul menampakkan diri di perairan sungai maka akan ada pertanda sesuatu akan terjadi yang tidak diingini oleh warga. Apakah itu munculnya suatu penyakit ataukah sebagai pertanda bahwa desa tersebut sudah “kotor” yang artinya bahwa ada anggota masyarakat sudah berbuat yang melanggar aturan atau norma norma masyarakat disana. Aturan yang dilanggar itu seperti adanya gadis yang hamil diluar nikah atau sebelum menikah atau ada pasangan yang berselingkuh.

Untuk itu, menurut penduduk desa seharusnya dilakukan acara “bersih desa” atau “sedekah desa” yang harus segera dilaksanakan biar buaya putih sebagai “penunggu” sungai tempat. Kepemimpinan yang ada di desa menempatkan pak Kohar sebagai Sekdes untuk pemimpin upacara “sedekah desa” juga didampingi oleh para tetua desa yang dianggap tahu dan mengerti agama dan adat di desa dalam penyelenggaraannya.

Secara adat kepemimpinan para tetua desa sudah tidak menonjol lagi, akan tetapi nasehat dan petuah ataupun larangan dan anjuran dari mereka tetap dipatuhi oleh masyarakat di dusun Teluk Beringin. Mereka berfungsi sebagai pengontrol dalam kehidupan bermasyarakat, dan memberi masukan dan saran-saran kepada pemimpin desa secara formal. Akan tetapi kalau ada upacara-upacara para tetua desa tetaplah sebagai pemimpin spiritual dalam upacara-upacara tersebut. Demikian pula kalau masyarakat sedang ada masalah, dengan sendirinya para tetua akan didatangi, karena mereka adalah orang yang paling disegani dan dihormati. Sebagai contoh, pada waktu itu ada masalah dengan status seorang yang akan menikah di Dusun Teluk Beringin. Statusnya calon pengantin perempuan belum

Page 96: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

83

jelas apakah dia sudah janda cerai hidup ataukah belum karena kebetulan datang dari desa lain dan hanya menikah secara adat saja. Sementara pihak laki laki dikejar untuk segera menikahinya dalam waktu dekat. Sehingga akhirnya pihak calon pengantin laki laki menyerahkan permasalahan tersebut pada para tetua terlebih dahulu yang pada akhirnya menyerahkan masalah tersebut untuk dimusyawarahkan di rumah Pak Rahman sebagai Ketua Dusun. Pak Rahman sebagai Ketua Dusun juga menghargai pendapat dan masukan dari para tetua yang ada, meskipun secara formal dialah pemimpin di desa itu, dan lebih berpendidikan tinggi pula. Tetapi bagaimanapun juga, tetua tetaplah dianggap lebih tahu dan mengerti secara adat bagaimana sebaiknya mereka bersikap dan mengambil keputusan demi kebaikan bersama.

Kepemimpinan lokal di desa sudah mengalami perubahan tadinya dipimpin oleh para ketua adat menjadi dipimpin oleh Kepala Desa. Ketua Adat atau dalam istilah Suku Anak Dalam disebut “tumenggung” ,dan proses pengangkatannya secara turun temurun, dalam artian apabila “tumenggung” yang lama telah meninggal secara otomatis akan digantikan oleh penerusnya yaitu anak laki lakinya, dan tidak berlaku untuk menantunya atau anak sepupunya. Kepemimpinan desa pada masa kini dilakukan berdasarkan pemilihan kepala desa.

Selama ini, pemilihan Kepala Desa seringkali berakhir dengan suara bulat dari masyarakat desa. Meskipun tidak menutup kemungkinan yang menjadi Kepala Desa adalah keturunan juga dari Kepala Desa sebelumnya. Kepala Desa yang sekarang ini adalah anak (keturunan) dari Kriyo Said atau kepala desa yang sebelumnya. Kriyo Said yang memimpin sebelumnya merupakan kepala desa seumur hidup. Karena pada waktu itu menjadi kepala desa tidak ada batasan waktu atau periode masa kepemimpinannya. Sehingga masa kepemimpinan beliau sampai

Page 97: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

84

akhir hayatnya. Sebelum meninggal, Kriyo Said sudah berpesan kepada para kepala dusun setempat kalau ada Pilkades sebaiknya diteruskan oleh anak lelakinya. Anak lelaki yang ditunjuk adalah Pak Herman Said. Memang pada waktu itu kondisi Kriyo Said sudah sakit sakitan dan telah mengadakan acara “besale” sampai 2 kali dalam upaya mencari kesembuhan.

Dan pada waktu itu juga ada Peraturan Pemerintah yang menetapkan bahwa semua Sekdes akan diangkat menjadi Pegawai Negari Sipil. Sehingga niat Pak Kohar yang sebelumnya akan ikut mencalonkan diri sebagai kandidat calon Kades (kepala desa) Muara Bahar diurungkan. Pak Kohar lebih memilih untuk menjadi Sekretaris Desa saja dengan jaminan menjadi PNS.

Pada pemilihan kepala desa di desa Muara Bahar, tahun 1998, Sekdes Pak Kohar malah menjadi salah satu tim sukses dalam Pilkades yang akhirnya dimenangkan oleh Pak Herman Said. Hampir semua warga masyarakat yang memilih secara Pak Herman Said karena beliau adalah anak dari Pak Said “Kriyo” yang telah diakui dan teruji kepemimpinannya. Warga masyarakat berharap Pak Herman sebagai kepala desa karena gaya atau pola kepemimpinannya tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Sehingga pada waktu Pak Herman maju menjadi calon dalam Pilkades, tentu saja banyak memperoleh dukungan karena secara ikatan moral warga masyarakat mengingat jasa-jasa Kades atau Kriyo sebelumnya. Banyak harapan masyarakat desa Muara Bahar pada masa kepemimpinan Pak Herman Said. Pola Pak Herman Said tidak sama dengan gaya atau pola kepemimpinan Kriyo sebelumnya.

Perilaku seseorang tidaklah ditentukan oleh keturunan tetapi banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial, pendidikan, psikologi atau kejiwaan seseorang. Yang timbul kemudian banyak ungkapan kekecewaan dari masyarakat Muara Bahar tentang pemimpin mereka. Selanjutnya disadari atau tidak, akhirnya

Page 98: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

85

masyarakat lebih banyak mengandalkan Pak Kohar sebagai pemimpin mereka. Meskipun secara de jure pemimpin desa tetap Pak Herman Said. Urusan pemerintahan desa lebih banyak dikerjakan dan diamanatkan masyarakat desa kepada Pak Kohar sebagai Sekdes.

Dalam kehidupan masyarakat pedesaan, selalu diwarnai rasa tolong menolong di antara sesamanya. Didorong pula oleh perasaan saling membutuhkan dalam memenuhi keperluan hidup masing masing. Timbulnya rasa itu bisa saja karena terpaksa dan ada pula karena kesukarelaan. Sebagai contoh apabila ada pesta pernikahan atau bantu membantu dalam kegiatan pertanian. Bantuan atau sumbangan yang diberikan pada hakekatnya dilakukan karena terpaksa, berhubung adanya suatu jasa yang mungkin pernah diberikan kepadanya. Atau sumbangan itu diberikan dengan harapan akan mendapatkan bantuan lagi pada kesempatan lain.

Yang agak berbeda keadaannya, dengan bantuan yang diberikan seseorang sehubungan dengan peristiwa kematian atau bencana, atau mendapatkan kecelakaan. Dalam peristiwa peristiwa semacamnya itu anggota masyarakat desa pada umumnya akan memberikan bantuan tanpa perhitungan akan mendapatkan pertolongan kembali, karena menolong orang yang kena musibah agaknya memang berdasarkan rasa belasungkawa yang universal ada dalam jiwa setiap manusia.

Tetapi pada daerah pedesaan semangat untuk bersama sama atau bergotong royong dalam setiap kegiatan terasa lebih menonjol dibandingkan di masyarakat perkotaan. Terlebih dalam kehidupan mereka sehari hari, yang tetangga sekitarnya masih ada pertalian keluarga, tentulah masih sangat kental sekali. Karena yang dibantu bukanlah orang lain. Sebagai contoh, ditempat tim peneliti menginap atau base camp yaitu rumah Pak Rahman yang merupakan Kepala Dusun dan Ketua BPD Desa

Page 99: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

86

Muara Bahar, teramati bahwa tanpa disuruh pun anggota keluarga yang lain akan membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

Sikap gotong royong tercermin pada suatu kegiatan hajatan yang diselenggarakan warga.Tampak adanya kesiapan warga sekitar ikut membantu mendirikan tenda sebagai tempat upacara walau tidak diminta. Demikian pula kegiatan gotong royong dalam rangka kerja bakti, semua didasari oleh semangat kebersamaan.

Desa Muara Bahar tidak mengenal sistem stratifikasi atau pelapisan sosial. Sedangkan lapisan masyarakat sendiri mulai ada sejak manusia itu mengenal adanya kehidupan bersama di dalam tata susunan masyarakat. Setiap anggota masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya dan oleh karena itu selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka hal itu akan merupakan bibit yang dapat menumbuhkan adanya sIstem pelapisan di dalam masyarakat. Barang sesuatu yang dihargai itu mungkin berupa benda benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat.

Meskipun secara eksplisit tidak ada pelapisan dalam masyarakat suku anak dalam di dusun Teluk Beringin akan tetapi tetap ada perbedaan secara gamblang bahwa siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah banyak, tentulah akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang menduduki lapisan atas.

Sebaliknya mereka yang hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga, dalam pandangan masyarakat hanya mempunyai kedudukan yang rendah. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atas, tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan yang tinggi itu bersifat kumulatif, artinya,

Page 100: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

87

mereka yang misalnya mempunyai uang banyak, akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan.

Sifat sistem berlapis dalam masyarakat dusun Teluk Beringin bersifat terbuka, artinya setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kemampuannya sendiri untuk naik lapisan atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya.

Masyarakat Muara Bahar tidak mempunyai kesadaran atau konsepsi yang jelas tentang susunan susunan pelapisan dalam masyarakat mereka. Oleh sebab itu jarang bahkan tidak pernah didengar istilah tertentu dalam masyarakat untuk menyebut lapisan masyarakat, kecuali sebutan, seperti: orang pintar, orang kaya, orang kampong, dan sebagainya. Keadaan yang menjadi latar belakang dari setiap sebutan serupa itu dalam alam pikiran mereka diasosiasikan dengan suatu kedudukan tinggi atau rendah. Penilaian tinggi atau rendahnya tentang suatu lapisan oleh suatu anggota dan oleh lain anggota masyarakat.

2.7. Lingkaran Hidup

2.7.1. Masa Kehamilan

Menurut adat masyarakat dusun Teluk Beringin, sejak anak dalam kandungan ibunya, ada kewajiban-kewajiban khusus dari kedua calon orang tua untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan atau sikap sikap tertentu demi keselamatan bayi yang akan dilahirkannya. Seperti adanya pantangan-pantangan seperti menyembelih hewan hidup, mengikatkan sesuatu pada leher, mandi di sungai pada waktu tengah hari dan sebagainya.

Page 101: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

88

Pelanggaran atas hal yang demikian itu menurut tradisi dan kepercayaan masyarakat dusun Teluk Beringin akan menimbulkan masalah. Bisa jadi masalah tersebut berupa sulitnya proses persalinan atau terjadinya kecacatan bayi yang dilahirkan atau hal lain yang mungkin mengancam keselamatan ibu dan atau keselamatan bayi itu sendiri. Biasanya kalau kandungan memasuki usia 6 – 7 bulan akan dilakukanpemijatan atau urut minta pertolongan jasa dukun kampung, dengan tujuan untuk mengetahui tata letak bayi dalam kandungan, apakah sungsang, sehat atau juga untuk mengetahui jenis kelamin yang kadang sudah bisa diketahui oleh dukun kampung. Ada juga yang bikin among-among, dengan acara pitung sasian saat usia kandung menginjak tujuh bulan, yang biasa dilakukan karena bapak calon bayi adalah keturunan Jawa. Masyarakat di Jawa menyebuta cara ini sebagai tingkeban. Seperti yang diceritakan oleh ibu Rina, yang mengikuti kebiasaan itu sebagai kebiasaan dari keluarga mertua.

”…kan suami masih keturunan Jawa, jadi saya yaa… ikut seperti yang dikatakan keluarga saja… gimana maunya saja.”

Among-among berupa nasi dan lauk pauk merupakan hantaran yang akan dibagi-bagikan kepada tetangga sekitar. Hantaran ini, jumlah nasinya disesuaikan dengan jumlah usia kandungan bayi yaitu 7 bulan atau mempunyai angka yang mempunyai unsur 7, seperti 7 bungkus, 17 bungkus sampai 27 bungkus, tergantung kesiapan keluarga calon bayi. Tak lupa dukun kampung yang nantinya diminta menolong persalinan akan mendapat porsi lebih dibandingkan tetangga dan kerabat lain. Ada kalanya juga dengan memberi sedikit uang untuk persiapan melahirkan nanti. Pemberian ini mengandung arti mencicil, sebagai uang muka dan jaminan bahwa nanti kalau

Page 102: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

89

melahirkan akan ditolong sang dukun.Karena pengeluaran untuk keperluan persalinan cukup besar, pemberian ini dianggap sebagai cara agar tidak memberatkan secara finansial.

2.7.2. Masa Kanak-kanak

Di desa Muara Bahar apabila ada ibu hamil, kebiasaan mereka adalah memeriksakan kandungan di dukun kampong. Begitu pula bila mereka hendak melahirkan. Nenek dukun dianggap mempunyai keahlian yang diperoleh secara turun temurun untuk membantu persalinan. Jarang sekali persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan akan dipilih masyarakat ketika ada masalah dalam persalinan. Kondisi inilah yang harus diperhatikan oleh provider kesehatan, jangan sampai menimbulkan kesan dan penilaian masyarakat bahwa pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan identik dengan persalinan bermasalah. Kalau sampai hal tersebut terjadi, maka warga masyarakat Suku Anak Dalam akan semakin menghindari pertolongan oleh tenaga kesehatan.

Di desa ini ada kakak beradik dukun kampong yang bisa dimintai tolong untuk membantu persalinan. Kedua dukun tersebut adalah Nenek Limah dan Nek Koyot, yang juga anak perempuan dari Bapak Arbain, kepala Suku Anak Dalam. Nenek Koyot telah menolong persalinan dari awal tahun 1974, semenjak berdiam di desa Muara Bahar. Seperti yang dituturkan:

“…nenek nyambut bayi ado berapa ribu lah? ay lebih seribu… ado dak keturunan nenek yang kapan… ado lah cak duo bulan…”

Mereka berdua, Nek Limah dan Nek Koyot saling bantu membantu dalam mempersiapkan kelahiran bayi. Yang pertama disiapkan adalah ramuan, yang biasanya diambil dari tanaman yang ada di sekitar hutan. Begitu juga ketika tiba hari kelahiran,

Page 103: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

90

keluarga ibu yang melahirkan dilibatkan dalam penyambutan bayi. Pelibatan dilakukan dengan cara memberi semangat pada ibu yang akan melahirkan, terutama waktu menunggu proses persalinan yang lama.

Upacara “basuh tangan dukun” sebagai upacara menyambut lahirnya bayi yang telah ditolong persalinannya oleh Nenek dukun kampong sebagai ucapan terima kasih keluarga atas pertolongan tersebut. Upacara ini diadakan setelah kondisi ibu dan bayi sudah siap dan sehat. Yang diceritakan oleh Nek Koyot.

“…terus ado cuci tangan dukun nek,berapo hari laj? ado be 3 hari… kalo cuci tangan dukun apo be yang di siapke? jeruk nipis, bunga, tepung beras, kunyit, terus diaduke di bayo terus di mandike dengan bayi,dan ibunyo dan untuk cuci tangan dukun.”

Gambar 2.25.

Acara Basuh Tangan Dukun Sumber: Dokumentasi Peneliti

Page 104: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

91

Acara basuh tangan dukun biasanya dipimpin oleh dukun yang membidani lahirnya sang bayi atau dengan kata lain dukun yang menolong persalinannya. Acara ini diadakan pada hari ketujuh atau ke-14 setelah kelahiran bayi. Biasanya juga sekalian dilakukan pemberian nama kepada sang bayi. Doa yang dipanjatkan saat upacara adalah doa khusus bagi keselamatan sang bayi dan agar pemberian nama pada sang anak sesuai dengan harapan orang tuanya di kemudian hari.

Pada saat upacara, sang bayi mendapat perlakuan khusus seperti dikenakannya benda-benda yang dianggap mengandung unsur magis yang akan berfungsi mencegah gangguan mahluk halus, seperti jerango bungle. Karena kepercayaan tertentu, beberapa peralatan seperti pisau, jarum dan gunting kecil diyakini mampu melindungi bayi sehingga harus selalu ada di dekat tempat bayi ditidurkan. Kebiasaan pada masyarakat Suku Anak Dalam di Dusun Teluk Beringin Desa Muara Bahar ini masih sering dilakukan sampai sekarang ini.

Kalau yang menyambut lahirnya bayi adalah kalangan keluarga yang mapan secara ekonomi, akan ada acara cukur rambut sekalian aqiqah atau syukuran menyambut kelahiran bayi. Hal inilah yang dilakukan oleh adik ipar pak Kohar, sekretaris desa Muara Bahar, dengan mengundang tetangga sekitar dan teman kerja. Sebagai kelengkapan, tuan rumah menyediakan hiburan yang mengundang keramaian dan menyebabkan kedatangan para pedagang keliling untuk menyemarakkan suasana di kampong. Upacara dapat berlangsung semarak karena keadaan ekonomi dan keluarga tersebut tergolong mampu untuk membiayai semua rangkaian acara.

Setelah anak itu mencapai usia 6 sampai 10 tahun, khusus anak laki laki akan diadakan upacara khitanan atau juga biasa disebut sunat rasul. Pelaksana khitanan ini biasanya dilakukan

Page 105: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

92

oleh dukun khusus yang memiliki pengetahuan tentang tata cara mengkhitan atau menyunat. Tetapi sekarang ini banyak juga keluarga yang mengkhitankan anaknya kepada pak mantri atau dokter yang dinilai lebih mumpuni pengetahuannya tentang medis untuk melakukan khitan. Pemberian obat yang membuat anak yang dikhitan cepat pulih dibandingkan pelayanan yang diberikan dukun, membuat orang lebih memanfaatkan petugas kesehatan.

2.7.3. Masa Muda Mudi

Perkawinan adalah salah satu upacara yang selalu dinantikan bagi muda mudi dan orang tua yang mempunyai anak yang sudah cukup umur untuk kawin menurut kebiasaan mereka. Para bujang dan gadis di desa Muara Bahar mempunyai kebiasaan menikah di usia muda, antara 13 sampai 20 tahunan. Kebiasaan menikah muda agaknya sulit dibatasi karena kebanyakan mereka hanya mengenyam pendidikan paling tinggi lulus SD. Hanya beberapa orang saja yang melanjutkan sekolah menengah seperti SMA atau mencapai pendidikan tinggi dengan gelar sarjana. Agak miris memang, meski secara ekonomi para orang tua mampu untuk menyekolahkan anak, tetapi banyak anak bujang dengan berbekal kemampuan seadanya memilih bekerja di kebun karet atau sawit yang banyak tersedia di sekitar dusun mereka.

Bekerja sebagai buruh harian agaknya sudah cukup bagi para bujang ini untuk mengandalkan kehidupan masa depannya dengan meminang gadis yang diinginkan. Pasangan calon penganten ini biasanya mengawali perkenalan pada acara muda mudi, acara pernikahan teman dan melalui media sosial yang lagi marak saat ini.

Page 106: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

93

Acara meminang biasanya didahului dengan kegiatan saling mengenal sampai pasangan merasa saling cocok. Selanjutnya pasangan ini akan menyampaikan kepada orang tua masing-masing, apakah setuju ataukah tidak, bila hubungan mereka dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Apabila setuju, bujang akan meminang dengan membawa sirih pinang, kue-kue, buah-buahan, uang dan terkadang ada yang berupa perhiasaan, sesuai dengan kesepakatan antara keluarga bujang dan gadis yang akan dipinang. Hantaran ini biasanya akan dibawa memakai nampan .Di desa ini, biasa dikenal dengan jumlah nampan yang dibawa. Masyarakat setempat mengenal sebutan ‘sepuluh nampan’ yang berarti bawaan keluarga bujang kepada keluarga gadis berjumlah 10 buah.

Simbol kemapanan keluarga lelaki atau bujang terlihat dengan jumlah nampan bawaan dan ukuran perhiasan yang diberikan ke pihak gadis. Nampan yang dibawa bisa mencapai 20 nampan, tergantung dari status gadis yang akan dipinang. Seorang gadis dinilai berstatus tinggi bila mempunyai pendidikan tinggi, bekerja sebagai pegawai negeri atau berasal dari keluarga dengan ekonomi yang mapan. Untuk perhiasan yang dibawa, ada hitungan khusus yang hanya ada di suku ini, yaitu, kalau diberikan perhiasan emas satu suku berarti diberikan perhiasan emas sebanyak 10 gram, kalau dua suku berarti 20 gram dan seterusnya. Makin banyak jumlah yang diberikan, makin tampak kemapanan pihak laki-laki.

Kalau terjadi pembatalan pertunangan oleh pihak perempuan, maka semua hantaran dari pihak laki-laki harus dikembalikan. Pemberian berupa perhiasan atau uang ini akan dikembalikan secara berlipat kalau pihak gadis membatalkan pertunangan secara sepihak. Kalau yang membatalkan pertunangan adalah pihak laki-laki, maka tidak ada kewajiban bagi pihak perempuan untuk mengembalikan barang hantaran

Page 107: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

94

dari pihak laki-laki. Tetapi, kejadian pembatalan pertunangan ini jarang terjadi karena sebelum ada acara pinangan biasanya telah dirembug sebelumnya dan telah disetujui keluarga dari kedua belah pihak.

Pemilihan jodoh tidak pernah terjadi secara paksa. Memang masih ada orang tua yang memilihkan jodoh untuk anaknya, tetapi orang tua akan mengenalkan terlebih dahulu anak gadis atau bujang yang menjadi pilihan mereka. Setelah saling kenal, diharapkan calon pasangan melakukan pengenalan lebih mendalam sebelum mereka akhirnya suka dan menyetujui jodoh pilihan orang tuanya. Saat ini, proses perjodohan seperti ini jarang terjadi, yang ada biasanya saling kenal sendiri antara gadis dan bujang.

Setelah acara pinangan akan ditentukan tanggal dan hari kapan pernikahan akan dilangsungkan. Para kerabat orang tua akan melakukan penghitungan sesuai adat yang ada, bilamanahari dan bulan yang dinilai baik untuk melangsungkan pernikahan pasangan ini. Kebiasaan masyarakat di desa menjelang acara akad nikah, bagi mereka yang menganut agama Islam dikenal tradisi “khatam Qur’an”. Calon penganten bersama para kerabat melakukan pembacaan Al-Qur’an sampai tamat. Tradisi ini dimaksudkan agar calon penganten yang akan mengalami masa peralihan menuju ke gerbang pernikahan perlu lebih mengenal Al-Qur’an sebagai bekal hidup berkeluarga nanti.

Sebagai wujud persiapan keluarga yang akan punya hajat, biasanya para para ibu mengadakan acara ‘koncek bawang’. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan telah dimulainya acara untuk masak memasak sebagai awal permulaan dari acara pernikahan. Tanpa diundang, para ibu yang menjadi kerabat dan tetangga akan berdatangan dengan membawa sejumlah bahan pokok sebagai hantaran untuk ikut acara ini. Meskipun acara akad nikah belum dimulai tapi keluarga gadis sudah mulai menyediakan

Page 108: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

95

segala macam makanan dan kue kue juga minuman sebagai suguhan untuk tamu yang datang pada acara ‘koncek bawang’ ini.

Malam menjelang hari pelaksanaan resepsi pernikahan, ada beberapa rangkaian acara yang dilakukan keluarga. Karena memang untuk kebutuhan resepsi, maka menyiapkan pelaminan sebagai tempat penganten bersanding merupakan hal yang utama. Pada malam ini juga, calon pengantin perempuan melakukan acara malam bainai suatu kegiatan memakaikan hiasan pacar. Bahan dasar pacar yang kemudian dipakaikan atau dilukiskan pada anggota tubuh terutama bagian tangan terbuat dari daun-daunan. Untuk menghidupkan suasana malam bainai, yang punya hajat akan membunyikan musik dari perangkat sound-system yang sengaja disewa. Adanya keramaian ini mengundang para penjual jajanan akan datang secara sukarela dan ikut meramaikan suasana. Desa yang biasanya sepi-sepi saja jadi ramai dengan alunan musik dan penjual makanan plus lalu-lalang anak-anak yang dengan ramainya menghabiskan waktu dengan aneka jajanan dan permainan yang ditawarkan.

Acara lain yang dilakukan adalah ‘sedekah’ atau kendurian. Bentuknya adalah dengan mengadakan pengajian yang bertujuan untuk minta ijin dan doa restu para tamu dan keluarga yang datang diadakan biasanya pada malam sebelum pagi dilaksanakan akad nikah di rumah gadis. Pembacaan doa dikumandangkan pada saat ini dimaksudkan supaya acara akad nikah besok dapat berjalan tanpa kendala yang berarti. Tamu dan keluarga yang datang akan disuguhi aneka makanan dan kue kue juga minuman yang sehari harinya jarang ada, kecuali untuk orang yang berhajat saja. Sesudah acara selesai, para tamu dan undangan berkenan pulang, tuan rumah biasanya memberikan bingkisan berupa makanan dan kue-kue untuk yang di rumah.

Page 109: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

96

Sampailah pada acara akad nikah yang ditunggu oleh pengantin dan keluarganya. Acara ini biasanya diadakan pagi hari yang dihadiri oleh pihak keluarga dekat dari pengantin laki-laki dan perempuan. Keluarga pengantin laki-laki akan diiringi oleh beberapa orang untuk menjadi saksi di acara ini. Sebagai syarat pernihakan, tak lupa dibawa mahar seperti yang diinginkan pengantin perempuan. Tetapi kebanyakan mahar yang diminta pihak perempuan tidak memberatkan pihak keluarga laki laki. Mahar dapat berupa uang senilai dengan tanggal pernikahan, perhiasan emas dan atauseperangkat alat sholat.

Gambar 2.26.

Upacara Pernikahan Adat Palembang Sumber: Dokumentasi Peneliti

Pesta atau keramaian biasanya semakin lengkap dengan alunan musik dari kelompok orgen tunggal yang disewa oleh pihak keluarga pengantin. Semakin mapan kondisi ekonomi keluarga akan ditunjukkan dengan penunjukan atau pemilihan grup orgen tunggal yang disewa, apakah yang sedang ‘in’ atau lagi terkenal di kalangan desa itu, bahkan kadang-kadang

Page 110: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

97

penentuan hari untuk pernikahan ditentukan kapan bisanya grup yang akan disewa kalau pas bulan yang banyak diadakan pesta pernikahan. Pesta pernikahan dengan iringan musik ini bisa memakan waktu semalaman karena para tamu yang hadir sangat berminat untuk mengikutinya, ada juga diadakan acara lelang lagu bagi tamu yang berminat dengan menyerahkan sejumlah uang kepada panitia pernikahan yang tentunya akan diberikan kepada pihak keluarga pengantin perempuan. Pemenang lelang lagu adalah orang yang berani memberikan uang dalam amplop dalam jumlah terbanyak. Ketika menang, orang tersebut berhak menyanyikan lagu pilihannya ditemani oleh biduan penyanyi dari orgen tunggal yang bisa dipilih juga sekehendak pemenang lelang tersebut.

2.8. Pengetahuan Masyarakat

2.8.1. Pengetahuan Tentang Alam

Masyarakat Suku Anak Dalam atau suku Kubu mempunyai konsep tentang manusia bahwa tidak ada dominasi kekuasaan secara individual dan tidak ada stratifikasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat mereka. Bahwa manusia memiliki wujud yang sama dalam kedudukan, dan tidak terdapat strata sosial yang membedakan di masyarakat, terkecuali menghargai orang yang lebih tua atau yang dituakan (Mulyanto, 1995, 45)

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari unsur tanah , air dan roh. Dan manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dari makhluk lain ciptaan Tuhan. Yang membedakannya adalah mausia diberi kelebihan akal dan pikiran.Oleh karena itu di kalangan mereka ada kepercayaan bahwa:

Page 111: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

98

“…bangso ayer pulang ka ayer, bangso tanah pulang ka tanah, bangso api balik ka api, bangso angin pulang ka angin…”

Masyarakat Suku Anak Dalam mempunyai pandangan bahwa kehidupan mereka dipengaruhi dua unsur alam yaitu panas dan dingin, terang dan gelap. Unsur panas yang disimbulkan dengan api tidak dapat disatukan dengan unsur dingin atau air. Kedua unsur ini tidak dapat disatukan karena bertolak belakang dan bertentangan antara panas dan dingin. Unsur dingin melambangkan kesejukan dan ketenangan, maka mereka lebih suka mendekati sumber air atau sungai sebagai tempat tinggal atau tempat beristirahat. Di samping itu sungai juga memberikan makanan yang tidak pernah putus bagi mereka. Seperti yang diceritakan oleh Cik Mat, turunan Suku Anak Dalam, “…iyolah, ado yang cari ikan, ado yang kerjo dirumah… mata pencaharian sehari-hari apo pak? …cari ikanlah bu…”

Tanah melambangkan kesuburan, karena dari tanah tumbuh berbagai tanaman untuk keperluan hidup manusia. Api dengan cahayanya memberi penerangan dalam kehidupan. Dengan angin memberi kekuatan tenaga menghadapi segala tantangan hidup. Hal inilahyangmenjadi salah satu alasan orang Suku Anak Dalam tidak mau meninggalkan hutan. Mereka yakin bahwa hutan dapat memberikan penghidupan bagi mereka. Mereka berusaha menghindari unsur panas yang mereka anggap dapat mendatangkan penyakit. Sifat kebendaan seperti air, tanah, api dan angin menyatu dalam kehidupan yang semuanya memiliki roh. Siklus kebendaan itu merupakan bagian dari siklus kehidupan, bahwa manusia berasal dari benda-benda itu dan akan kembali ke asalnya.

Wawasan masyarakat Suku Anak Dalam tampaknya sampai sekarang belum banyak mengalami perubahan. Untuk menutup badan mereka sudah mengenakan pakaian tidak lagi

Page 112: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

99

hanya bercawat, dan sudah mulai mengenyam pendidikan walaupun terbatas. Perbedaan jenis kelamin seperti laki laki dan perempuan, hanyalah sekedar pemisah tentang tanggung jawab menyangkut pekerjaan berat dan pekerjaan ringan. Pekerjaan berat merupakan tanggung jawab laki laki dan pekerjaan ringan sebagai tugas perempuan dan anak anak. Hubungan antara anakdengan orang tua sebagaimana layaknya menurut atau menganut norma-norma yang berlaku sebagaimana masyarakat yang lain, yaitu menghormati yang lebih tua. Anak atau orang yang lebih muda biasanya bersikap patuh dan hormat pada orang tua, namun tidak mengurangi hubungan kasih sayang antara anak dan orang tuanya. Secara biologis, anak adalah penerus keturunan yang mewarisi kehidupan. Di dalam keluarga kepatuhan atau disiplin dibentuk melalui adanya kewajiban bagi yang muda untuk menghormati yang lebih tua. Seorang ayah adalah juga kepala keluarga yang juga pemimpin keluarga dari setiap anggota keluarga.

2.8.2. Pengatahuan tentang Sehat dan Sakit

Persepsi terhadap obyek atau situasi pada setiap individu sangatlah berlainan. Begitu juga persepsi tentang sehat dan sakit. Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya tidaklah selalu obyektif. Bahkan banyak unsur subyektifnya dalam menentukan apakah seseorang berada pada kondisi sehat atau sakit. Secara ilmiah penyakit diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya sakit adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu (Sarwono, 1993; 31). Mungkin saja secara obyektif seseorang terserang penyakit dan salah satu organ tubuhnya terganggu fungsinya namun dia tidak merasa sakit dan

Page 113: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

100

tetap menjalankan tugasnya sehari hari, sebaliknya bisa saja seseorang merasa sakit, tetapi dari pemeriksaan medis tidak diperoleh bukti bahwa dia sakit.

Pada umumnya di masyarakat tradisional seperti yang ada di Desa Muara Bahar, mempunyai anggapan bahwa seseorang yang sakit adalah orang yang kehilangan nafsu makan atau gairah kerjanya. Akibat kehilangan tersebut, seseorang tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal. Sakit akan membuat orang kehilangan kekuatannya sehingga harus tinggal di tempat tidurnya sepanjang hari. Selama seseorang itu masih mampu melaksanakan fungsinya seperti biasa maka dia masih dikatakan sehat. Dari batasan ini terlihat jelas bahwa sehat tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi mental dan sosial seseorang.

Perilaku sakit dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri (personal hygiene), penjagaan kebugaran melalui olah raga dan makanan bergizi. Perilaku sehat ini diperlihatkan oleh individu individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul betul sehat (Sarwono, 1993;33).

Reaksi ini sangat ditentukan oleh sistem sosialnya. Ada dua faktor utama yang menentukan perilaku sakit yakni persepsi atau definsi individu tentang suatu situasi atau penyakit dan kemampuan individu untuk melawan serangan penyakit tersebut. Dengan demikian dapatlah dimengerti mengapa ada orang yang dapat mengatasi gangguan kesehatan yang cukup berat. Di lain pihak, orang lain yang gangguannya lebih ringan malah memperoleh berbagai masalah, bukan saja fisik, melainkan

Page 114: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

101

masalah psikis dan sosial.Masyarakat desa Muara Bahar dalam mengartikan sehat adalah seperti yang diungkapkan oleh ibu Fitriani dan yang dikatakan oleh Nek Koyot, seorang dukun kampong di desa Muara Bahar sebagai berikut :

“…badan ga sakit-sakitan atau juga ga cape dan selalu dijaga dengan banyak makan sayur-sayuran dan buah-buahan…”

“…yo sehat katek penyakit (yang artinya sehat adalah tidak berpenyakit atau tidak sakit)…”

Dapat dikatakan bahwa sehat adalah kondisi tidak sedang sakit atau tidak merasakan sakit. Itulah kondisi yang seringkali ditemui di masyarakat. Banyak keadaan dimana seseorang dapat melakukan fungsi sosialnya secara normal padahal secara medis menderita penyakit. Sebaliknya, tidak jarang pula seseorang merasa terganggu secara social psikologis padahal secara medis tergolong sehat.

Penilaian individu terhadap status kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya, yaitu perilaku sehat jika dia menganggap dirinya sehat, dan perilaku sakit jika dia merasa dirinya sakit (Sarwono, 1993). Orang yang berpenyakit, belum tentu orang sakit dan belum tentu mengakibatkan perubahan perannya dalam masyarakat. Biasanya orang sakit akan menyebabkan perubahan perannya dalam lingkungan keluarga atau masyarakatnya. Dalam arti, orang yang sakit tidak dapat menjalankan tugas tugasnya di lingkungan kerja dan keluarganya sehingga fungsinya itu harus digantikan oleh orang lain.

Kadang kadang peranan orang yang sakit itu sedemikian luasnya sehingga peran yang ditinggalkannya tidaklah cukup digantikan oleh satu orang saja melainkan harus digantikan oleh beberapa orang. Sehingga yang dianggap oleh masyarakat desa

Page 115: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

102

Muara Bahar adalah benar adanya. Bahwa orang sakit adalah orang yang sudah tidak bisa melakukan kegiatannya sehari hari. Dalam arti, fungsi sehari harinya terganggu dikarenakan penyakitnya. Kalau masih bisa pergi ke ladang, contohnya, itu berarti bahwa mereka tidak benar-benar sakit. Begitu pula apabila masih bisa melakukan tugas-tugas rumah tangga secara baik, maka itu juga berarti bahwa mereka sehat-sehat saja, seperti yang diungkapkan Pak Udin:

“…saya sakit darah tinggi, itu kata dokter yang meriksa, tapi kata saya, saya baik baik saja, paling paling dikasih tau kalo makan daging ndak boleh, asin asin juga ndak boleh…”

“...saya sehat sehat saja kog, buktinya saya masih bisa ke ladang, manen atau yang lain, juga masih bisa nyopir, he he he…”

Memang pada kasus Pak Udin, kalau kondisi tekanan darah tingginya normal, tentu saja dia bisa melakukan semua kegiatannya seperti biasa, tetapi kalau tekanan darah tingginya sedang tinggi pasti akan istirahat saja di rumah. Kegiatan ke ladangnya bisa digantikan oleh anak atau menantunya. Yang tentu saja akan menggantikan posisinya sebagai kewajiban sosialnya. Dalam menganalisa kondisi tubuhnya, menurut Solita Sarwono (1993, 36)biasanya orang melalui dua tingkatan analisa, yaitu:

1) Batasan sakit menurut orang lain, pada kondisi ini Orang orang di sekitar individu yang sakit mengenali gejala sakit pada diri individu itu dan mengatakan bahwa dia sakit dan perlu mendapat pengobatan. Penilaian orang lain ini sangat besar artinya pada anak anak dan bagi orang dewasa yang menolak kenyataan bahwa dirinya sakit.

Page 116: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

103

2) Batasan sakit menurut diri sendiri, Individu itu sendiri mengenali gejala penyakitnya dan menentukan apakah dia akan mencari pengobatan atau tidak. Analisa orang lain dapat sesuai atau bertentangan dengan analisa individu, namun biasanya analisa itu mendorong individu untuk mencari upaya pengobatan.

Reaksi seseorang terhadap suatu penyakit juga dipengaruhi faktor sosial budaya dan pola sosialisasi yang berlaku di masyarakat tersebut. Hal inilah yang ditemui di masyarakat desa Muara Bahar. Kondisi desa yang kurang memadai secara sarana atau bisa dibilang kekurangan tenaga kesehatan dengan jangkauan wilayah yang cukup luas, juga akses jalan yang tidak bisa dilewati apabila musim penghujan karena kondisi jalan tanah yang becek dan rusak membuat sebagian besar masyarakat desa lebih mengandalkan pengobatan secara tradisional dibandingkan ke tenaga kesehatan.

Kalaupun ada yang memeriksakan atau berobat ke tenaga kesehatan, maka itu adalah masyarakat yang secara ekonomi sudah mapan ataupun juga sudah mengenyam pendidikan. Tapimasih banyak yang memakai tenaga pengobat tradisional atau dukun yang biasanya masih ada hubungan kekerabatan dengan mereka. Setelah diobati oleh dukun beberapa kali dan tidak nampak ada perubahan atau semakin parah penyakitnya, barulah mereka akan memeriksakan diri ke tenaga kesehatan setempat yang praktek di sekitar pabrik sawit tempat mereka bekerja sehari hari.

2.9. Bahasa

Di desa Muara Bahar dan desa lain yang ada di kecamatan Bayung Lencir, bahasa sehari-hari yang dipergunakan adalah bahasa Melayu. Sama dengan yang digunakan oleh keturunan

Page 117: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

104

suku Melayu lainnya yang ada di Palembang, Bengkulu, maupun Riau. Memang ada perbedaan sedikit dalam dialeknya, tetapi kosa kata yang digunakan pada dasarnya adalah sama. Kecuali Suku Sekayu yang banyak akhiran katanya dipakai “e”. Bahasa sehari-hari Suku Anak Dalam adalah bahasa Melayu. Seperti peribahasa yang ada di kalangan mereka berikut ini, ‘sebaik-baik petai tunu” yang artinya sebaik baik petai bakar, dalam artian sebaik baik petai meskipun sudah dibakar tentulah akan bau juga. Dengan contoh peribahasa tersebut, diharapkan dapat memudahkan kita memahami apa maksud perkataan tersebut karena tidak berbeda jauh dengan pemahaman kita dalam berbahasa Indonesia. Bahasa Melayu adalah rumpun bahasa yang banyak mempengaruhi terbentuknya bahasa Indonesia.

Tetapi ada pula kosa kata yang kadang tidak kita jumpai di bahasa Indonesia sehingga kita akan sedikit bingung atau tidak paham dengan kata kata tersebut. Seperti misalnya untuk penyebutan kata “tidak ada” di komunitas Suku Anak Dalam seperti juga bahasa Melayu Palembang diucapkan dengan kata “ndak katek”. Seperti itulah bahasa yang dipergunakan sehari-hari dalam berkomunikasi. Para pendatang dari luar daerah, tampaknya tidaklah banyak mengalami kesulitan memahami apa yang dimaksud karena mirip sekali dengan bahasa Indonesia. Kecuali beberapa kata dan dialek saja yang kadang masih agak asing di telinga.

Seperti misal kalimat yang ada di peribahasa ini, ”makan kurang piring, begawe kurang Mandau” yang secara harafiah berarti makan kekurangan piring, bekerja kelebihan parang. Dalam arti ketika akan makan banyak sekali orang yang akan ikut makan sehingga kekurangan piring. Namun ketika akan bekerja, tidaklah banyak orang yang mau ikut membantu sehingga kelebihan parang. Kalau menilik bahasa tulis seperti ini tentulah mudah dipahami seperti halnya kita berbahasa Indonesia,

Page 118: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

105

gampang dicerna dan akan dimengerti pula maksudnya. Hanya masalah perbedaan dialek yang bisa saja dikarenakan belum terbiasa mendengar kosa kata di luar kosa kata kita sehari hari.

2.10. Kesenian

Seni budaya yang khas di Musi Banyuasin khususnya di kecamatan Bayung Lencir salah satunya yang sedang digalakkan oleh Dinas Pariwisata adalah kesenian senjang. Mengapa dinamakan senjang karena antara lagu dan musik tidak saling bertemu. Artinya kalau syair berlagu, musiknya berhenti, kalau musik berbunyi orang yang bersenjang diam. Sehingga keduanya tidak pernah bertemu. Itulah yang dinamakan senjang.

Kesenian senjang yang merupakan salah satu kesenian khas masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Bila ditinjau dari bentuknya, senjang tidak lain adalah bentuk pantun atau talibun. Oleh sebab itu, jumlah liriknya dalam satu bait selalu lebih dari empat baris. Satu keistimewaan dari kesenian senjang ini adalah penyajiannya yang selalu diiringi dengan musik. Akan tetapi, ketika pesenjang melantunkan senjang-nya musik berhenti. Pesenjang biasanya menyanyi sambil menari. Penari senjang dapat membawakan senjang tetapi tidak jarang pula tampil berdua. Walaupun irama senjang pada umumnya monoton, tetapi juga mengajak penontonnya terlibat sekaligus terhibur.

Penampilan senjang tampaknya mengalami perkembangan. Pada zaman dahulu, musik pengiring senjang adalah musik tanjidor. Seiring dengan perkembangan permusikan dewasa ini, tanjidor sudah nyaris langka digunakan, tetapi penggantinya adalah musik Melayu atau organ tunggal.

Pada zaman dahulu, penutur senjang, biasanya menciptakan senjangnya secara spontan. Sehingga tema yang akan disampaikan disesuaikan dengan suasana yang dihadapinya.

Page 119: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

106

Akan tetapi, sekarang kepandaian senjang serupa itu sudah sangat langka. Pesenjang biasanya menyiapkan senjangnya jauh hari sebelumnya. Bahkan sering terjadi pesenjang menuturkan senjangnya dengan melihat teks yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.Pantun senjang juga memiliki pola tersendiri. Sebuah senjang biasanya terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama merupakan bagian pembuka. Bagian kedua merupakan isi senjang yang akan disampaikan. Bagian ketiga merupakan bagian penutup yang biasanya berisi permohonan maaf dan pamit dari pesenjang.

Senjang merupakan salah satu bentuk puisi rakyat, berupa pantun terdiri dari enam, delapan atau sepuluh baris setiap baitnya. Jika terdiri dari enam baris, baris pertama samapai ketiga adalah sampiran, baris keempat sampai keenam merupakan isi. Jika terdiri dari delapan baris, maka pembagiannya adalah empat empat, dan seterusnya. Pada isi antara bait petama dengan bait berikutnya merupakan satu kesatuan, seperti pantun berkait. Dalam pembukaan, isi dan penutup jumlah barisnya tidak selalu sama, dapat saja dalam satu senjang, pembukaan terdiri atas enam baris, isi terdiri atas sepuluh baris, dan penutupnya terdiri atas delapan baris.

Senjang dapat berisi nasihat orang tua kepada anaknya. Kadang kadang senjang juga berisi sindiran terhadap sesuatau. Selain itu senjang juga dapat mengandung ungkapan perasaan, seperti rasa cinta, rasa sedih, dan rasa kecewa terhadap kekasih hatinya atau hidup dan kehidupan ini (http: senjangsekayu. blogspot.com).

2.11. Mata Pencaharian

Penduduk desa Muara Bahar, seperti desa lain masih didominasi oleh kegiatan mereka dalam bertani. Perkebunan adalah tempat terdekat mencari nafkah. Baik yang milik

Page 120: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

107

pemerintah ataupun yang milik swasta. Dibukanya hutan di sekitar mereka menjadi lahan perkebunan berpengaruh terhadap pola kehidupan mereka.

Ada yang berkebun karet pada awalnya tetapi kemudian beralih ke perkebunan kelapa sawit. Karena hasil dari sawit lebih menguntungkan. Dengan bertani karet, masyarakat harus menunggu sekitar 5 – 7 tahun setelah bibit disemai, petani baru bisa menyadap getah dari pohon karet. Waktu yang lumayan panjang dibandingkan dengan penanaman kelapa sawit. Untuk kelapa sawit, setelah bibit disemai, setahun kemudian dipindahkan dari tempat-tempat penyemaian untuk ditanam ke ladang atau kebun mereka. Dalam kurun waktu 2 – 3 tahun kemudian, kelapa sawit sudah dapat dinikmati hasilnya. Perbandingan waktu tanam dan panen juga harga jual yang selalu stabil inilah yang mendorong masyarakat banyak beralih ke tanaman kelapa sawit.

Gambar 2.27.

Petani Karet Di Muara Bahar Sumber: Dokumentasi Peneliti

Page 121: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

108

Dahulu, mata pencaharian mereka adalah berburu dan meramu. Interaksi dengan pendatang dan program Pemerintah yang kemudian membuat masyarakat beralih menjadi petani penggarap lahan. Suatu kebiasaan yang baru dibandingkan dengan nenek moyang mereka. Perubahan mata pencaharian tersebut berpengaruh pula pada pola pemukimannya. Mereka dulunya memakai rumah rakit karena mendekati sungai sebagai penopang hidup dan sebagian menggunakan rumah panggung sebagai bentuk antisipasi atas ancaman binatang buas. Kemudian mereka beralih ke rumah kayu permanen karena sudah terbukanya lahan hutan.

Gambar 2.28.

Perkebunan Sawit di Muara Bahar Sumber: Dokumentasi Peneliti

Sampai sekarang, kebudayaan masyarakat Suku Anak Dalammasih sederhana. Secara tradisi, mereka mencoba bertahan dari tekanan hidup yang muncul dari pinggiran tanah mereka. Kelihatannya, masyarakat pendatang, para transmigran sebagai perantau yang mempunyai kebudayaan pasca tradisional

Page 122: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

109

dan lebih kompleks, berhasil masuk ke wilayah Suku Anak Dalam dengan jumlah cukup besar dalam waktu 20 tahun terakhir.

Hal ini berdampak pada pencarian nafkah, kehidupan sosial dan aspek kehidupan lainnya pada suku anak dalam secara drastis. Misalnya, penebangan kayu (resmi maupun liar) dan pembukaan lahan untuk perkebunan (karet dan kelapa sawit), adalah aktivitas yang tidak umum di kehidupan Suku Anak Dalam.

Mereka merupakan suku yang tergolong defensif dan tidak terbiasa melakukan peperangan untuk mempertahankan hak adatnya. Adanya penebangan hutan untuk keperluan transmigrasi atau perkebunan tidak membuat mereka bereaksi keras. Hak-hak mereka lebih banyak ditentukan oleh institusi resmi pemerintah. Sebab pemerintah daerah mempunyai otoritas mengatur hukum. Akibatnya terjadi perubahan sosial kultural dan lintas budaya. Suku tradisional yang memiliki sifat rendah hati dan tidak memusuhi pendatang, mengalami perubahan.

Dari perubahan yang disebutkan di atas, kelompok dibagi menjadi dua. Kelompok pertama, adalah masyarakat yang telah berdifusi secara budaya dengan masyarakat pendatang. Mereka hidup secara sederhana dan tinggal di pinggiran daerah. Mereka tidak mengadopsi semua ciri-ciri kehidupan masyarakat pendatang, tetapi hanya beberapa ide dari masyarakat pendatang yang dianggap sesuai dengan kebutuhannya. Kedua, adalah kelompok yang tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan primer sendiri dan hanya bertahan dengan bantuan dari masyarakat luar saja. Kelompok kedua ini bisa diamati di pinggir jalan raya dan sering minta-minta, terutama uang. Dengan menggunakan tali berseberangan jalan mereka membatasi jalan dan meminta uang kepada mereka yang lewat. Dari pengamatan, tindakan orang Kubu yang berada di pinggi rjalan seperti contoh diatas, bukanlah stereotip kebudayaan Suku

Page 123: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

110

Anak Dalam. Hidup di pinggir jalan bukanlah kehidupan mereka. Sepertinya mereka melakukan hal tersebut karena keterpaksaan demi kebutuhan hidup saja.

Ada beberapa kelompok saja dari Suku Anak Dalam yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dan lingkungan yang baru. Hal ini terjadi karena mereka malas untuk bekerja sesuai dengan tuntutan hidup yang semakin beragam. Diantara keturunan Suku Anak Dalam, masih banyak yang mampu berdifusi dengan kebudayaan baru yang dibawa oleh pendatang. Mereka berpakaian, berpendidikan dan berkehidupan sebagai-mana masyarakat yang kita jumpai di desa Muara Bahar. Jauh dari kesan primitif, sebagaimana yang ada di pemikiran banyak orang yang semula disebut sebagai suku terasing.

2.12. Teknologi dan Peralatan

Masyarakat Anak Dalam yang ada di Muara Bahar sudah terbuka dan tahu informasi, baik dari media buku, majalah ataupun televisi dan telepon genggam. Anak-anak muda banyak yang menggandrungi sosial media yang tersedia di telepon genggam. Menurut mereka sebagai tuntutan jaman dan dianggap tidak gaul apabila mereka tertinggal informasi. Banyak muda-mudi di desa ini yang dipertemukan lewat sosial media yang kemudian berjodoh sampai ke pernikahan.

Transportasi berupa mobil angkutan umum di desa, tidak ada. Sepeda motor merupakan kendaraan yang umum digunakan apabila mereka hendak bepergian atau pergi ke kebun. Kalau jaraknya dekat banyak penduduk yang berjalan kaki. Sarana jalan darat sangat sulit ditempuh. Apalagi kalau musim penghujan, karena jalan tanah jadi hancur atau rusak berat. Hanya transportasi lewat sungai yang bisa dilalui, dengan perahu ketek.

Page 124: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

111

Di desa hanya dua orang yang memilikinya, itupun yang satu sedang diperbaiki. Jadi warga harus mencari tahu kapan pemilik ketek akan keluar dari desa. Biasanya tujuannya hanya untuk pergi ke pasar yang ada di kecamatan Bayung. Kebetulan pemilik ketek mempunyai warung kecil di depan rumahnya. Warung tersebut sebagai penyedia kebutuhan pokok bagi warga sekitar. Warga yang naik bukan sebagai penyewa ketek. Akan tetapi ikut menumpang, dengan membayar ala kadarnya sebagai ongkos, untuk membeli minyak atau solar sebagai bahan bakar mesin ketek. Kalau butuh, ada juga persewaan ketek di kecamatan.Untuk menuju ke desa harus membayar cukup mahal, karena jarak tempuh yang cukup jauh. Disebabkan mesti diperhitungkan ongkos pulang pergi dari dan ke desa yang dituju.

Peralatan yang digunakan masyarakat untuk keperluan hidup, dapat dilihat pada kehidupan keseharian mereka. Berdasarkan pengamatan, untuk peralatan makan dan minum yang dipergunakan sehari hari: berupa sendok, garpu, piring, gelas maupun perlatan masak memasak yang lain umumnya terbuat dari melamin, plastik, kaca, kayu atau ada juga yang stainless steel. Mereka memasak rata rata sudah menggunakan kompor gas. Tetapi untuk kebutuhan memasak air minum masih banyak yang menggunakan kayu bakar dengan tungku. Hal ini dikarenakan memasak air dalam jumlah banyak membutuhkan waktu yang lama. Jadi bukan hanya pertimbangan hemat akan gas saja, juga karena banyak tersedia ranting kering yang bisa jadi bahan bakar untuk tungkunya. Penyimpanan makanan sudah cukup bagus dengan dimasukkan di dalam lemari. Kadang juga disajikan atas meja yang sudah ditutup dengan tudung saji.

Secara umum hygiene untuk sanitasi yang kurang baik. MCK (mandi, cuci dan kakus) masih banyak dilakukan warga desa di sungai, karena tidak setiap rumah tangga memiliki sumur pompa. Sumur pompa yang ada dengan kualitas air yang

Page 125: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

112

bercampur dengan sedikit minyak di permukaan air. Kondisi air seperti ini hampir sama di seluruh desa. Sehingga bagi yang mampu perekonomiannya, untuk air minum mereka membeli air kemasan dalam galon. Kebanyakan warga mengandalkan air tadah hujan yang ditampung di tempat penampungan air.

Kesadaran masyarakat membuang, mengumpulkan dan membakar sampah belum menjadi kebiasaan tiap rumah tangga. Sampah masih banyak berserakan dimana mana, apalagi sampah plastic bungkus jajanan anak anak. Banyak dibuang di sembarang tempat. Sungai masih menjadi “tempat sampah besar” bagi warga desa.

Page 126: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

113

BAB 3 POTRET KESEHATAN

3.1. Status Kesehatan

3.1.1. Pola Konsumsi Keluarga

Gambar 3.1.

Belanja Sayuran di Tukang Sayur Sumber: Dokumentasi Peneliti

Jenis makanan atau asupan gizi utama kesehariannya masyarakat Suku Anak Dalam di dusun Teluk Beringin Desa Muara Bahar adalah nasi dengan lauk pauk antara lain tahu, tempe dan ikan. Daging dan sayuran hanya sekali-kali mereka

Page 127: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

114

konsumsi. Hal ini tergantung dari keberadaan penjual sayur yang menjajakan dagangannya ke dusun tersebut. Penjual sayur biasanya datang hampir setiap sore hari, tetapi kedatangannya tergantung cuaca. Apabila hujan, maka tukang sayur tidak akan datang, sehingga masyarakat terutama para ibu rumah tangga hanya memasak bahan-bahan makanan seadanya yang tersedia di rumah masing-masing. Masyarakat dusun Teluk Beringin tidak bercocok tanam dengan menanam sayuran walaupun mereka umumnya mempunyai halaman yang ada di belakang rumah. Disamping itu juga jarang ditemukan warung yang menyediakan jenis dagangan yang langsung dapat dikonsumsi seperti nasi. maka tidak ada pilihan lain untuk konsumsi keluarga dalam kesehariannya pada pagi hari ibu-ibu memasak mie instant.

3.1.2. Kesehatan Reproduksi

Salah satu tujuan menikah adalah untuk memperoleh keturunan. Apalagi masyarakat Suku Anak Dalam masih sangat meyakini bahwa anak akan membawa rejeki yang melimpah. Namun, ada pula pasangan suami istri yang istrinya belum pernah hamil padahal usia pernikahannya sudah lima tahun, bahkan ada yang sudah hampir 20 tahun menikah. Menurut informan, mereka sudah berusaha untuk berobat ke dukun kampung dan orang pintar. Penyakit yang dialami ibu yang lama tidak mempunyai keturunan adalah penyakit ‘senggugut’ (kista), yaitu penyakit yang menyebabkan ibu tidak bisa hamil.

Pengobatan yang dilakukan untuk mengobati penyakit senggugut ini adalah pengobatan dengan ayam hitam yang telah dipotong. Ritual ini dilakukan oleh dukun/orang pintar yang merupakan salah satu tokoh adat yang masih ada di Suku Anak Dalam. Cara pengobatannya adalah ayam hitam yang telah dipotong bersama dengan ketan hitam ditempelkan ke perut ibu yang ingin memiliki keturunan. Pada saat ayam hitam dan ketan

Page 128: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

115

hitam tersebut ditempel ke perut ibu, dukun membacakan mantra-mantra. Pengobatan ini dilakukan selama 3 bulan berturut-turut, apabila penyakit senggugut itu sudah hilang, maka sang ibu bisa hamil. Berikut ungkapan informan :

“...dipotongkan ayam hitam, ketan hitam ditempelin keperut ibu. Ini untuk ibu hamil yang sakit pinggang atau untuk ibu yang kepengen punya anak. Kalau kata kami senggugut. Diobatin 3 bulan berturut-turuntukalau penyakitnyahilang bisa dapat anak...” (RS-Teluk Beringin).

Gambar 3.2.

Gendang untuk Pengobatan Besale Sumber: Dokumentasi Peneliti

Usaha lainnya yang dilakukan pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan adalah melakukan tradisi besale. Tradisi besale adalah suatu cara pengobatan untuk orang yang sedang sakit ataupun untuk pasangan yang menginginkan keturunan. Tradisi besale dipimpin oleh ketua adat Suku Anak Dalam dengan ritual memanggil roh/arwah orang yang sudah meninggal untuk

Page 129: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

116

membantu memberikan pertolongan kesembuhan kepada orang yang sedang diobati, atau mereka yang menginginkan mempunyai anak.

Prosesinya, orang yang sedang sakit/diobati berada di tengah orang-orang yang mengelilinginya, kemudian ketua adat bersama beberapa orang yang dituakan berjalan mengelilingi orang yang sedang sakit/diobati sambil membaca mantra. Pembacaan mantra ini diringi oleh nyanyian dan musik yang ditabuh oleh masyarakat. Alat musik berupa gendang (redap) yang terbuat dari kulit kambing. Tradisi besale ini umumnya dilakukan oleh masyarakat yang mampu karena biaya untuk melakukan ritual ini cukup besar mengingat banyak sesajen yang harus dipersiapkan dan melibatkan orang banyak. Sesajen-sesajen itu berupa makanan meliputi wajik, kue-kue bolu, berbagai macam buah, dan lain-lain, sebagaimana yang disampaikan informan berikut ini:

“...tradisi besale itu dilaksanakan klo misalkan ada pengobatan, ada orang yang mandul minta anak juga bisa. Kadang-kadang juga bertahun-tahun itu tidak pernah dilaksanakan soalnya biaya untuk besale itu mencapai 12 jutaan... ada upacara khususnya… sesajen-sesajen gitu... banyak yang mau disiapkan...” (FA, Arang-arang).

Disamping melakukan usaha pengobatan melalui ritual seperti diuraikan di atas, pasangan suami istri yang ingin mendapatkan keturunan dianjurkan banyak mengkonsumsi kecambah (toge), dan minum ramuan tradisional yang bahannya jahe dan merica. Hal ini diyakini oleh masyarakat desa Muara Bahar dapat meningkatkan kesuburan sang istri.

Page 130: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

117

3.1.3. Upaya Pemeliharaan Kesehatan Ibu dan Anak

Salah satu permasalahan utama di bidang kesehatan yang saat ini masih dihadapi di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan. Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika seorang ibu menjalani proses persalinan. Tentunya hal ini tidak terlepas dari ibu yang bersangkutan saat mengandung untuk selalu memeriksakan secara berkala kandungannya untuk melihat pertumbuhan dan kesehatan janin yang dikandunganya, dan proses persalinan itu sendiri terkait dengan pelayanan pertolongan persalinan.

Mengingat pentingnya perawatan kehamilan atau ante natal care (ANC) yang harus dijalani oleh ibu-ibu yang sedang hamil dan bagaimana kenyataannya di lokasi penelitian, maka pada penelitian ini, terdapat 3 informan ibu hamil yang memberikan informasi terkait kehamilannya antara lain informan FR, informan BT dan informan EM Informan I usianya berkisar antara 20-40 tahun. Tingkat pendidikan informan yaitu hanya pada tingkat SD. Mata pencaharian atau pekerjaan informan sehari-hari yaitu menjadi buruh di perusahaan sawit dan ada informan tidak bekerja atau hanya menjadi ibu rumah tangga. Ibu BT menjelaskan meskipun sedang hamil tetap bekerja menjadi buruh sawit walaupun dalam kondisi hamil karena ingin membantu suaminya untuk mencari nafkah bagi keluarganya.

Sebagai gambaran, nampaknya masih banyak ibu-ibu sewaktu hamil di Desa Muara Bahar sampai dengan umur kehamilan 6 bulan untuk keperluan berbelanja mengendarai sepeda motor sendiri menempuh perjalanan yang jauh dengan kondisi jalan yang tidak rata bahkan dalam kondisi rusak. Seperti yang dijelaskan informan II (FR) dan informan III (EM) bahwa

Page 131: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

118

untuk keperluan berbelanja tetap mengendarai motor meskipun kondisi sedang hamil 6 bulan.

3.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Hasil Riskesdas 2007 menggambarkan bahwa rumah tangga yang telah mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat baru mencapai 38,7%,walaupun program pembinaan PHBS ini sudah berjalan sekitar 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan program tersebut masih jauh dari harapan. Padahal Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan menetapkan target pada tahun 2014 rumah tangga yangmempraktekkan PHBS adalah 70%. Tentunya perlu peningkatan kinerja yang luar biasa dari pihak pemerintah dalam hal ini jajaran kesehatan dalam pembinaan PHBS.

Gambar 3.3.

Pamflet PHBS di Puskesmas Kecamatan Bayung Lencir Sumber: Dokumentasi Peneliti

Page 132: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

119

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, PHBS mencakup beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu perilaku yang harus dipraktikkan dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Promosi Kesehatan Tingkat Nasional, pada tahun 2007 ditetapkan 10 indikator PHBS, yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari, melakukan aktifitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah.

Di desa Muara Bahar hampir tidak tersedia air bersih. Ada beberapa rumah memiliki sumur bor akan tetapi air sumur yang tersedia bau dan berkarat. Air untuk keperluan rumah tangga sehari-hari seperti memasak, mencuci dan keperluan mandi cuci kakus (MCK) masyarakat menggunakan air sungai dan air tadah hujan. Menurut informasi penduduk setempat, pada tahun 2011 air sungai mengalami pencemaran dengan banyak ditemukannya ikan yang mengapung dalam kondisi sudah mati. Pencemaran ini berasal dari limbah pabrik kelapa sawit yang berdekatan dengan pemukiman penduduk. Dengan alasan takut keracunan, sempat beberapa bulan masyarakat Desa Muara Bahar tidak memanfaatkan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Sejak satu tahun terakhir ini masyarakat kembali memanfaatkan air sungai karena menurut mereka air sungai sudah kembali bersih dari

Page 133: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

120

pencemaran dan sudah bisa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari.

Gambar 3.4.

Jamban Sumber : Dokumentasi Peneliti

Belum tersedianya jamban sehat di masing-masing rumah tangga di Desa Muara Bahar. Dari 120 rumah tangga hanya 4 rumah tangga yang mempunyai jamban sehat. Untuk keperluan buang air besar dilakukan di sungai atau menggunakan jamban berupa lubang besar di dalam tanah yang diatasnya ada papan yang dilubangi. Lubang itu biasanya lebih besar sedikit dari diameter kotoran.

Sanitasi dasar merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dipenuhi oleh pemerintah. Selain karena syarat mutlak untuk mencegah penyakit diare, pemenuhan sarana sanitasi dasar juga merupakan salah satu indikasi perhatian pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah melakukan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat akan

Page 134: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

121

sanitasi dasar dengan beberapa program, baik berupa program sharing dari pemerintah pusat maupun kegiatan murni dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sampai dengan akhir tahun 2013 Musi Banyuasin masih belum mampu memenuhi target MDGs untuk sanitasi dasar. Ini artinya masih banyak pekerjaan sampai dengan tahun 2015 untuk terpenuhi target akses sanitasi dasar sesuai target MDGs Nasional.

Menurut Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin, salah satu kendala yang menyebabkan belum optimalnya peningkatan akses sanitasi dasar masyarakat adalah masih rendahnya kesadaran dari masyarakat untuk secara mandiri membangun sarana sanitasi untuk kebutuhan mereka sendiri. Rendahnya akses sarana sanitasi sehat pada umumnya terjadi pada daerah aliran sungai. Hal ini dikarenakan masih tingginya kebiasaan masyarakat buang air besar di pinggir sungai, bahkan sudah mendapatkan bantuan MCK di wilayah mereka.

Gambar 3.5.

Jamban Di Atas Sungai Sumber : Dokumentasi Peneliti

Page 135: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

122

Hampir setiap hari masyarakat Desa Muara Bahar melakukan aktifitas fisik setiap hari, mengingat mayoritas masyarakat Desa Muara Bahar adalah pekerja sawit dan karet. Ada beberapa ibu rumah tangga dan ibu-ibu lansia bekerja menjadi buruh harian di perusahaan sawit sebagai pengumpul buah kelapa sawit, istilah kampungnya “berondolan” dengan upah Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) per 1 keranjang buah kelapa sawit. Bagi buruh harian, jam kerja mereka dari jam 6 pagi sampai dengan jam 12 siang sedangkan bagi buruh tetap jam kerja dari pagi hingga sore hari.

Gambar 3.6.

Merokok Dalam Rumah Sumber : Dokumentasi Peneliti

Mayoritas masyarakat Suku Anak Dalam adalah perokok. Laki-laki dan perempuan dewasa hingga lansia, bahkan ibu hamil dan ibu menyusui adalah ahli hisap yang jitu. Perilaku merokok ini mereka anggap adalah tradisi dan masih sangat keukeuh mereka jaga mulai dari nenek moyang sampai dengan sekarang.

Page 136: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

123

Merokok membuat mereka bersemangat dan tidak mengantuk dalam menjalani aktivitas. Bagi mereka rokok lebih berharga daripada beras. Apabila punya uang, mereka lebih mendahulukan membeli rokok daripada membeli beras seperti kata AN berikut.

“...yo kalo idak merokok badan lesu, mato ngantuk. Kalo aku dak merokok aku susah. Kalo nggak makan satu hari dak apo tapi kalo dak merokok pening (pusing), kalo dulu rokok gulung melinting...”

Ibu-ibu merokok sambil melakukan aktivitas seperti mengasuh dan menyusui bayinya. Ada juga seorang nenek merokok sambil mengasuh cucunya yang masih bayi. Berikut ungkapan informan (seorang ibu rumah tangga):

“...waktu hamil aku merokok, tapi kan dak terlalu kuat, kemudian waktu si kecil masih bayi merokok juga...” (BT-Muara Bahar)

Gambar 3.7.

Merokok Sambil Memomong Cucu Sumber: Dokumentasi Peneliti

Page 137: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

124

Menurut masyarakat Suku Anak Dalam, merokok tidak membahayakan kesehatan. Bagi mereka kalau merokoknya tidak terlalu sering tidak akan berbahaya bagi kesehatan, tapi apabila sering merokok bisa terkena kanker paru-paru. Andaipun sering merokok tapi dibarengi dengan minum obat tradisional “kayu pelusuh hutam” maka tidak akan terkena sakit paru-paru, seperti yang diungkapkan CM informan berikut:

“...kalo merokok dak leman (sering) bu dak bahayo. Kalo leman biso kanker paru-paru. Kalo leman jugo kalo kito makan obat (pelusuh utan) dak apo-apo. Samo bae model di rumah sakit. Di rumah sakit tuh yang keno paru-paru basah itu leman merokok makan obat jarang. Kalo leman makan obat dak keno paru-paru basah...”

Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai Program Alokasi Dana Desa (ADD) 1 Milyar 1 Desa yang diluncurkan oleh Bupati Musi Banyuasin pada Tahun 2013. ADD adalah program yang pertama dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan sehingga Bupati Musi Banyuasin (H. Pahri Azhari) mendapatkan gelar sebagai Pelopor Pembangunan Desa. Dari dana tersebut ada persentasi digunakan untuk Pemberdayaan Masyarakat terutama di bidang kesehatan yaitu Program Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) seperti pembangunan Poskesdes, rehab Poskesdes, penataan halaman Poskesdes, pembangunan gedung Posyandu, rehab Posyandu, penataan halaman Posyandu dan Operasional Posyandu (pengganti transport kader) dan lain-lain.

Dengan adanya Alokasi Dana Desa melalui pemberdayaan masyarakat seharusnya bisa meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penuruan Angka Kematian ibu, Angka Kematian Bayi, dan Angka Kematian Balita dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam partisipasi

Page 138: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

125

kunjungan Posyandu yang diukur dengan tingkat partisipasi masyarakat.

3.3. Penyakit Menular

Gambar 3.8.

Tuberkulosis di Puskesmas Bayung Lencir Sumber: Puskesmas Bayung Lencir, Diolah

Mayoritas masyarakat Suku Anak Dalam adalah perokok. Laki-laki dan perempuan dewasa hingga lanjut usia (lansia), bahkan ibu hamil dan ibu menyusui adalah perokok. Menurut mereka merokok membuat mereka bersemangat dan tidak mengantuk dalam menjalani aktivitas. Perilaku merokok ini menyebabkan timbulnya penyakit menular seperti Tuberkulosis. Ada beberapa penduduk Desa Muara Bahar yang mengidap penyakit Tuberculosis mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Page 139: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

126

Bahkan ada beberapa penduduk yang meninggal karena riwayat penyakit Tuberkulosis ini.

Di kalangan masyarakat Desa Muara Bahar Penyakit Tuberkulosis (TB) lebih dikenal dengan penyakit paru-paru. Ada beberapa penduduk Suku Anak Dalam yang mengidap penyakit Tuberkulosis mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Salah satu penderita Tuberkulosis yang saat ini sedang menjalani pengobatan adalah seorang remaja putri berumur 17 tahun. Penyakit ini juga diderita oleh ibu sang remaja sehingga ibunya meninggal dunia tujuh tahun yang lalu.

Semenjak divonis positif TB Paru oleh tenaga kesehatan, informanyang sudah lulus dari Sekolah Dasar (SD) ini tidak mau melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi karena kondisi kesehatannya dan ingin lebih fokus dalam menjalani pengobatan.

Riwayat keluarga informan adalah keluarga dengan Bapak, Ibu dan kakak perempuan yang merokok. Perilaku merokok ini sudah mereka lakukan sejak jaman nenek moyang dahulu. Walaupun dalam keadaan hamil dan menyusui, ibu dan kakak perempuannya tetap merokok.

Disamping menjalani pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), informan juga minum obat tradisonal berupa kunyit yang diparut diperas dicampur dengan telor ayam kampung lalu dimimum airnya. Menurut dokter yang menangani informan, ini dilakukan untuk ‘menambal’ luka yang ada di paru-paru informan. Hal ini seperti ungkapan informan BT berikut :

“...minum susu juga. Sekarang setiap mau tidur minum kunyit diparut diperes airnya. Kalo ada ayam kampung diminum bareng. Kata dokter untuk nambal koreng-koreng di paru-parunya...”

Page 140: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

127

Gambar 3.9.

Penderita Tuberkulosis di Dusun Teluk Beringin Sumber: Dokumentasi Peneliti

Gambar 3.10.

Obat Antituberkulosis (OAT) Sumber: Dokumentasi Peneliti

Page 141: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

128

Adapun makanan yang tidak boleh dimakan selama menjalani pengobatan TB adalah tidak boleh makan cabe, asem, mie dan minuman dingin, seperti yang diungkapkan informan BT berikut.

“...dak bole makan cabe, asem, mie, yang dingin-dingin dak boleh. Makan obatnya sebelum makan baru minum obat. Katanya kalo minum obat sesudah makan nanti bereaksi obat dengan nasinya...” (BT-Muara Bahar)

Gejala klinis pasien TB Paru dengan gejala utama adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, dapat diikuti dengan dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa aktivitas fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan.

Pengobatan TB paru di Puskesmas untuk pasien dewasa menggunakan OAT FDC kategori I yang terdiri atas 2 bagian, yaitu pengobatan tahap intensif/awal, berisi kaplet RHZE (Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg dan Etambutol 275 mg) sebanyak 6 blister digunakan selama 2 bulan; dan pengobatan tahap lanjutan, berisi tablet RH (Rifampicin 150 mg dan Isoniazid 150 mg) sebanyak 6 blister digunakan selama 4 bulan. Jumlah blister dalam paket OAT dirancang untuk digunakan oleh pasien TB dengan berat badan rata-rata yaitu 38-54 kg sehingga untuk pasien yang memiliki berat badan berbeda, jumlah blister dalam kotak harus disesuaikan terlebih dahulu. Sedangkan pengobatan TB paru untuk anak menggunakan OAT kombipak dengan kombinasi obat tetap kategori 1 sesuai paduan Kementerian Kesehatan 2RHZ (E)/4RH yaitu (INH, rifampisin, pirazinamid dan ethambuthol) dalam jangka waktu 6 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian Diana Sari I, dkk (2014) pasien yang menjadi responden masih patuh dalam menjalani terapi anti tuberkulosis terbukti dengan tetap menjalani terapi anti tuberkulosis sampai selesai (selama 6 bulan) dan tidak terdapat

Page 142: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

129

obat sisa setiap bulan. Hal ini disebabkan karena adanya faktor intrinsik dan faktor ektrisik. Faktor intrinsik (faktor yang tidak perlu rangsangan dari luar, yang berasal dari diri sendiri) berupa motivasi, keyakinan, sikap dan kepribadian dari masing-masing responden. Sedangkan faktor ekstrisik (faktor yang perlu rangsangan dari luar) berupa dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain ataupun teman. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan skor kesehatan individu serta dapat juga menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima.

Adanya pengawasan dari petugas kesehatan merupakan salah satu faktor ekstrisik lainnya yang dapat mempengaruhi kepatuhan penderita dalam menjalani terapi anti tuberkulosis. Kualitas interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan kepatuhan.

Kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan meminum obat anti tuberkulosis merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita tuberkulosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita tuberkulosis paru adalah pendidikan, pengetahuan, sikap, pekerjaan, pendapatan, jarak pelayanan dan dukungan Pengawas Menelan Obat (PMO).

Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung PMO. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. PMO merupakan faktor pencegah terhadap ketidakteraturan berobat. PMO yang terbaik adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO

Page 143: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

130

dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PKK, atau tokoh masyarakat lain atau anggota keluarga (Abijoso, 2004).

Dalam hal ini sangat diperlukan dukungan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk lebih memperhatikan insentif para PMO di Puskesmas agar dapat merangsang mereka menjadi PMO yang baik khususnya bagi mereka yang memiliki minat dan komitmen untuk meminimalisasi jumlah penderita tuberkulosis.

Selain faktor yang berhubungan dengan kepatuhan maupun ketidakteraturan penderita tuberkulosis dalam berobat, faktor lainnya yang sangat berbahaya dalam pengobatan tuberkulosis adalah penderita Drop Out (DO). Salah satu faktor yang mempengaruhi penderita tuberkulosis DO antara lain karena efek samping atau kejadian tidak diinginkan yang ditimbulkan akibat penggunaan OAT (Sidharta B, dkk, 2008).

Hasil penelitian Diana Sari I, dkk (2014) di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat menyimpulkan bahwa dengan adanya pemantauan yang dilakukan petugas, efek samping yang terjadi dapat terdata dan tidak menyebabkan menurunnya kepatuhan pasien. Hal ini dapat terjadi karena adanya komunikasi yang baik antara pasien dengan petugas mengenai proses pengobatan TB. Efek samping yang paling sering timbul adalah mual dan nyeri sendi, pegal. Kejadian tidak diinginkan lain-lain yang paling banyak dikeluhkan akibat penggunaan obat anti tuberkulosis adalah lemas.

3.4. Penyakit Tidak Menular

Salah satu penyakit tidak menular yang ada di Desa Muara Bahar adalah penyakit darah tinggi (Hipertensi). Berikut ungkapan salah satu informan :

Page 144: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

131

“...aku darah tinggi, ndak biso terkejut, kalo terkejut pingsan sampe keluar darah hitam dari mulut, cak itu laah penyakitku... udah diperiksa ke mantri di kecamatan... di tensi 180 katonyo...”

Menurut informan, pada saat berobat ke mantri kadang dikasih obat kadang tidak. Informan mencoba makan obat tradisional untuk menurunkan tensi darahnya seperti buah ketimun, minum rebusan daun alpukat dan rebusan buah mengkudu. Sedangkan makanan yang tidak boleh dimakan menurut informan karena dipercaya dapat menaikkan tensi darah adalah daging, ayam kampung, sayur singkong dan sayur katuk.

Disamping itu informan juga mencoba pengobatan alternatif dengan berobat ke dukun (orang pintar). Dari dukun (orang pintar) informan mendapatkan air putih sebanyak satu botol ukuran satu liter yang sudah dijampi dengan kemenyan. Air tersebut diminum rutin seperti layaknya minum air putih biasa.

Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan. Kandungan air pada buah timun sebagai diuretik yang membantu pembuangan toksin (racun) dan limbah metabolisme dalam tubuh melalui keluarnya urin. Timun mengandung lariciresinol, pinoresinol, secoisolariciresinol dapat mengurangi risiko kanker payudara, kanker prostat, kanker uterin dan kanker ovarium. Kandungan potasium, magnesium, dan serat timun dapat membantu menjaga tekanan darah tetap normal sehingga baik untuk mengobati tekanan darah rendah/tinggi.

Daun buah alpukat mempunyai kegunaan sangat beragam untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan secara tradisional. Tidak hanya buahnya yang bermanfaat untuk kecantikan kulit,

Page 145: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

132

khasiat daun alpukat juga dapat dipakai untuk obat herbal penyakit hipertensi sampai sakit perut. Ramuan alami berbahan dasar daun mempunyai kelebihan tersendiri yaitu tidak mengandung efek samping yang merugikan bagi kesehatan.

Mengkudu memiliki nama latin Morinda citrifolia dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Beberapa daerah di Indonesia memiliki sebutan beragam untuk mengkudu ini. Diantaranya Pace, Kemudu, Kudu (Jawa); Cangkudu (Sunda), Kodhuk (Madura), Wengkudu (Bali) dan masih banyak lagi.Nama lain untuk tanaman ini adalah noni (Hawaii), nono (Tahiti), nonu (Tonga), ungcoikan (Myanmar) dan ach (Hindi). Buah mengkudu yang masih mentah biasanya digunakan untuk campuran rujak. Sementaranya buah yang masak digunakan untuk pengobatan.

Meskipun baunya sangat tidak sedap, namun buah mengkudu yang sudah masak di pohon memiliki banyak manfaat untuk pengobatan. Hal ini karena ada beberapa kandungan zat di dalamnya, antara lain morinda diol, morindone, morindin, damnacanthal, metil asetil, asam kapril dan sorandiyiol. Salah satu manfaat dan khasiat buah mengkudu adalah untuk mengatasi hipertensi (darah tinggi). Cara penggunaannya adalah dengan meminum ramuan buah mengkudu yang telah direbus dengan air ataubuah mengkudu yang telah masak di pohon diperas untuk diambil airnya, kemudian dicampur dengan madu. Ramuan ini diminum dua hari sekali.

Tekanan darah tinggi atau banyak orang menyebutnya sebagai hipertensi merupakan suatu keadaan tubuh dari tekanan darah yang meningkat akibat dari adanya peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu yang cukup lama). Hipertensi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan tekanan darah dimana sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg. Tekanan darah yang selalu meningkat atau tinggi menjadi salah satu dari timbulnya faktor risiko pada suatu

Page 146: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

133

penyakit seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial dan merupakan penyebab utama dari gagal jantung kronis.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg.

Tabel 3.1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi 120 – 139 mmHg (atau) 80 -89 mmHg

Stadium 1 140 – 159 mmHg (atau) 90 -99 mmHg

Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Sumber: WHO

Hipertensi ringan atau sedang umumnya tiddak menimbulkan gejala yang terlihat. Gejala hipertensi akan timbul dan terlihat apabila tekanan darah tinggi dirasakan semakin berat atau pada suatu keadaan yang krisis dari tekanan darah itu sendiri.

Gejala hipertensi yang semakin berat dan kian lama dirasakan akan menampakkan gejala seperti sakit kepala, sering merasa pusing yang terkadang dirasakan sangat berat, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah, berat badan turun, keluar keringat secara berlebihan, epistaksis, palpitasi, poliuri, proteinuri, hematuri, retardasi atau pertumbuhan.

Pada gejala hipertensi yang semakin kronis akan muncul gejala, seperti ensefalopati hipertensif, hemiplegi, gangguan penglihatan dan pendengaran pareses dan facialis, penurunan

Page 147: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

134

kesadaran. Gejala pada tekanan darah tinggi yang memasuki stadium kronis atau akut dan menimbulkan gejala seperti di atas, membuat beberapa penderita hipertensi ini sampai dalam keadaan koma. Apabila dilakukan pemeriksaan secara fisik, umumnya tidak ditemui kelainan apapun selain tekanan darah semakin tinggi, namun dapat pula ditemukan perubahan pada retina mata, seperti terjadi perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada keadaan yang sangat kronis mengakibatkan edema pupil mata.

Gejala hipertensi biasanya tidak dirasakan, sehingga penyakit ini disebut silence disease. Banyak orang yang menganggap tekanan darah tinggi itu pasti menyebabkan pusing. Karena kekeliruan itu, tidak semua pasien berobat, karena memang tidak mengeluh pusing. Bagi orang sehat paling tiap tahun sekali memeriksa tekanan darah, sedang yang sakit setiap bulan sekali.

Hipertensi sulit disadari karena tidak memiliki gejala khusus. Namun demikian, ada beberapa hal yang setidaknya dapat dijadikan indikator, sebab berkaitan langsung dengan kondisi fisik. Misalnya, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdenggung, susah tidur, sesak napas, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan.

Gejala lainnya yang dapat dikenali dari tejadinya serangan hipertensi pandangan menjadi kabur. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Penderita hipertensi berat dapat mengalami penurunan kesadaran bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensi yang memerlukan penanganan segera.

Penyakit hipertensi yang sering kali terjadi umumnya tidak menimbulkan gejala yang mudah dikenali. Sementara tekanan darah terus meningkat meski dalam jangka waktu yang cukup

Page 148: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

135

lama hingga menimbulkan komplikasi adanya suatu penyakit bawaan dari hipertensi. Oleh karenanya hipertensi harus selalu dicek untuk mengetahui tekanan darah secara berkala. Seseorang yang dikatakan menderita darah tinggi apabila dalam beberap pemeriksaan tekanan darah diketahui memiliki tekanan darah hingga diatas 130/90 mmHg.

Hipertensi menyebabkan timbulnya suatu penyakit yang dibawa akibat tekanan darah yang tinggi seperti menimbulkan risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan gagal ginjal. Penyakit hipertensi tak mengenal batas usia seseorang dan jenis kelamin, semua orang memiliki risiko yang sama terhadap hipertensi tanpa harus menimbulkan ciri atau gejala terlebih dahulu.

Tekanan darah dalam setiap kehidupan seseorang berbeda-beda secara alamiah. Bayi dan anak-anak yang secara normal pun memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah dibanding orang dewasa. Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari, tekanan darah akan mengalami peningkatan ketika melakukan aktivitas sehari-hari dan akan menurun ketika beristirahat. Tekanan darah dapat meningkat ketika di pagi hari dan akan lebih rendah ketika tidur/istirahat di malam hari.

3.5. Konsepsi Budaya Kesehatan

Ada dua sistem budaya pelayanan kesehatan di masyarakat desa Muara Bahar, yaitu sistem budaya pelayanan kesehatan modern (bio medikal) dan sistem budaya pelayanan kesehatan tradisional.

Page 149: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

136

3.5.1. Pelayanan Kesehatan Modern (Bio Medikal)

Sistem budaya pelayanan kesehatan modern (bio medikal) meliputi berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang ada yaitu, satu Poskesdes yang terletak di Dusun Arang-arang (Dusun 1) dan dua Posyandu yang terletak di Dusun 1 dan Dusun 2. Kondisi Poskesdes saat ini sangat memprihatinkan dengan bangunan dan peralatan di dalamnya yang tidak terurus. Sebenarnya pihak Puskesmas sudah menugaskan bidan desa untuk menempati Poskesdes tersebut, akan tetapi Ibu Bidan lebih memilih tinggal di rumahnya sendiri.

Bidan desa sementara ini hanya berperan memberi pelayanan bagi ibu yang memeriksakan kehamilannya, jadi tidak menolong persalinan. Sebagian besar pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun kampung. Umumnya ibu-ibu (98%) minta pertolongan ke dukun kampung.

Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan. Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, di samping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.

Penyebab lain yang mempengaruhi hal itu adalah rendahnya kesadaran para ibu memeriksakan kesehatan kandunganya ke Puskesmas maupun tenaga medis lainnya. Hal yang mendasari mereka tidak memeriksakan kesehatan kandungannya dan bersalin ke tenaga kesehatan adalah karena akses jalan yang harus ditempuh dengan menyusuri sungai menggunakan speedboat selama 45 menit atau menggunakan perahu ketek selama 1,5 jam. Jalan lainnya bisa ditempuh dengan

Page 150: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

137

perjalanan darat, akan tetapi jarak perjalanan yang ditempuh sangat jauh dengan kondisi jalan tanah yang becek, dengan lubang-lubang yang digenangi air.

Desa Muara Bahar mempunyai luas wilayah 18.600 km2 dengan jumlah penduduk 2.762. Jumlah rumah 745 dengan jumlah rumah tangga/KK 975. Rata-rata jiwa/rumah tangga sebanyak 2.762 dengan kepadatan penduduk 513.732.0 per km2. Jumlah tenaga kesehatan (Bidan Desa) hanya ada dua orang, masing-masing berdomisili di Dusun 1 dan Dusun 2.

Dengan luas wilayah desa yang begitu besar, ketersedian bidan desa yang hanya dua orang terasa sangat kurang. Akses untuk mencapai ke tempat praktek bidan desa sangat jauh dengan jalan yang rusak dan berlubang serta melewati hutan belantara. Kondisi jalan bertambah parah apabila turun hujan. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat Desa Muara Bahar lebih memilih berobat ke dukun kampung/orang pintar. Apabila berobat ke dukun kampung/orang pintar tidak sembuh, mereka lebih memilih berobat ke tenaga kesehatan yang berdomisili di wilayah Provinsi Jambi karena akses jalannya lebih gampang ditempuh daripada berobat ke bidan desa yang ada di desa mereka sendiri.

3.5.2. Sistem Budaya Pelayanan Kesehatan Tradisional

Keberadaan dukun kampung di desa Muara Bahar masih sangat banyak. Masih eksisnya dukun kampung ini disebabkan karena masih banyaknya ibu-ibu hamil yang meminta pertolongan dukun kampung saat persalinan. Di samping dukun kampung, keberadaan orang pintar yang bisa mengobati juga masih sangat diminati di kalangan masyarakat Suku Anak Dalam di desa Muara Bahar. Salah satu orang pintar yang ada di desa Muara Bahar dan sampai sekarang masih ada merupakan

Page 151: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

138

keturunan langsung dari Suku Anak Dalam. Beliau adalah salah satu ketua adat Suku Anak Dalam yang mempunyai keahlian mengobati penyakit yang berhubungan dengan mahluk halus. Dengan usia yang hampir mendekati 100 tahun, beliau terlihat masih sehat dengan “jam terbang” sebagai pengobat tardisional dengan mendapatkan panggilan untuk mengobati sampai ke luar kota bahkan sampai keluar Provinsi Sumatera Selatan.

Gambar 3.11.

Dukun bayi keturunan Suku Anak Dalam Sumber: Dokumentasi Peneliti

Lokasi rumah dukun yang dekat dan akses jalan yang lebih mudah ditempuh merupakan alasan lainnya melahirkan ke dukun kampung. Biaya persalinan yang murah dengan tarif yang terjangkau serta kurang percaya kepada tenaga kesehatan merupakan faktor lainnya masyarakat suku anak dalam lebih memilih melahirkan ke dukun kampung. Usia bidan desa yang relatif masih muda dan belum berpengalaman salah satu faktor membuat kurang percaya melahirkan ke tenaga kesehatan. Bagi

Page 152: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

139

mereka usia dukun kampung yang sudah sepuh dan berpengalaman dalam menyambut bayi selama puluhan tahun semakin meyakinkan dan memantapkan hati untuk memilih melahirkan ke dukun dibandingkan ke tenaga kesehatan.

Gambar 3.12.

Jimat Jerangau Bunglai Pada Tangan Bayi Sumber : Dokumentasi Peneliti

Penggunaan jimat berasal dari tanaman jerangau bunglai (dringo) yang sudah dijampi oleh dukun, dibungkus dengan kain hitam diberi jarum atau paku. Ada juga jerangau bunglai diiris kecil-kecil diikat dengan tali bersama tulang ikan Tomang dibuat gelang atau kalung. Dipakaikan kepada ibu hamil dan anak bayi sampai dengan berumur 1 tahun. Menurut pengakuan dukun bayi dan ibu hamil, jimat ini digunakan sebagai penangkal agar tidak didatangi mahkluk halus terutama kuntilanak.

Selama hamil, ibu hamil minum ramu-ramuan dari hutan berupa akar dari “kayu pelusuh utan”, caranya : Akarnya dicuci bersih dibalut dengan sirih dimakan pada saat hamil 7 sampai dengan 9 bulan. Ramuan ini juga diminum setelah persalinan

Page 153: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

140

dengan tujuan untuk mencegah penyakit “meriyan” (penyakit setelah melahirkan seperti pendarahan). Disamping itu meminum ramuan tradisional seperti jahe.

Gambar 3.13.

Kayu Pelusuh Hutan Sumber: Dokumentasi Peneliti

Untuk ibu hamil yang mengalami sakit pinggang diobati dengan ayam hitam yang telah dipotong, kemudian bersama dengan ketan hitam ditempelkan ke perut ibu hamil. Pada saat ayam hitam dan ketan hitam tersebut ditempel ke perut ibu hamil, dukun membacakan mantra-mantra.

Jumlah dukun kampung yang lebih dari satu dan ada disetiap kampung membuat akses jalan jauh lebih gampang dan tidak sulit untuk ditempuh dibandingkan kalau ke tenaga kesehatan. Dukun kampung yang masih merupakan kerabat dekat mereka dari segi jarak rumahnya lebih dekat dan biayanya lebih murah.

Page 154: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

141

3.6. Perilaku Pencarian Pengobatan

Ada tiga bentuk perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat Suku Anak Dalam, khususnya di Desa Muara Bahar ini. Masyarakat suku anak dalam apabila sakit terlebih dahulu berobat ke dukun/orang pintar yang mempunyai keahlian mengobati. Bila sakit ringan akan diobati dengan obat kampung seperti akar kayu hutan (pelusuh kayu utan) yang dimakan bersama sirih. Jika si sakit mengalami demam yang ditengarai akibat perbuatan makhluk halus, maka dukun/orang pintar akan memberikan air yang sudah dijampi lalu diminumkan atau disemburkan ke pasien. Apabila setelah dari dukun/orang pintar pasien sembuh, maka tidak akan mencari pengobatan yang lain, seperti ke tenaga medis.

Penyakit yang banyak dialami anak-anak adalah penyakit “uap” (campak). Penyakit ini diobati dengan minum air kelapa muda karena air kelapa muda memberikan rasa dingin untuk orang yang sedang kena uap/campak. Penyakit lainnya yang sering dialami oleh anak-anak adalah penyakit karena “ditegor” mahluk halus biasa disebut “ketegoran”. Ciri-ciri penyakit ini adalah demam, panas dan sering mengigau. Penyakit “ketegoran” ini dialami anak-anak apabila keluar rumah di waktu Magrib dan berjalan dibawah guyuran hujan panas. Pegobatan untuk penyakit “ketegoran” ini adalah dengan minum air putih yang sudah dijampi dengan kemenyan oleh dukun/orang pintar.

Sedangkan masyakat yang menderita sakit parah akan melakukan pengobatan “besale”. Tradisi “besale” adalah suatu cara pengobatan untuk orang yang sedang sakit ataupun untuk pasangan yang menginginkan keturunan. Tradisi besale dipimpin oleh ketua adat Suku Anak Dalam dengan ritual memanggil roh/arwah orang yang sudah meninggal untuk membantu memberikan pertolongan kesembuhan kepada orang yang sedang diobati, caranya orang yang sedang sakit ditaruh di

Page 155: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

142

tengah, kemudian ketua adat bersama beberapa orang yang dituakan berjalan mengelilingi orang yang sedang sakit sambil membaca mantra. Pembacaan mantra ini diringi oleh nyanyian dan musik yang ditabuh oleh masyarakat. Alat tabuh ini berupa gendang (redap) yang terbuat dari kulit kambing. Tradisi Besale ini umumnya dilakukan oleh masyarakat yang mampu karena biaya untuk melakukan ritual ini cukup besar mengingat banyak sesajen-sesajen yang harus dipersiapkan dan melibatkan banyak orang. Sesajen-sesajen itu berupa makanan seperti wajik, kue-kue bolu, buah-buahan, dan lain-lain.

Adapun Besale ringan diobati dengan ayam hitam yang telah dipotong, kemudian bersama dengan ketan hitam ditempel ke perut ibu hamil, dukun membacakan mantra-mantra. “senggugut” (kista) yang dialami ibu yang lama tidak mempunyai keturunan. Pengobatan dilakukan selama 3 bulan berturut-turut. Apabila sudah dilakukan pengobatan tradisional tidak sembuh, maka masyarakat akan memilih pengobatan dengan pergi berobat ke fasilitas kesehatan.

Page 156: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

143

BAB 4 BENTENG TRADISI KESEHATAN

BUMI SERASAN SEKATE 4.1. Budaya Hamil Suku Anak Dalam

Ada konsep yang didasari nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat setempat bahwa anak adalah rejeki yang sangat berharga bagi setiap pasangan suami istri, oleh karenanya perawatan sejak hamil pun sudah diperhatikan. Ketika diketahui bahwa si Ibu hamil, maka seluruh anggota keluarga akan memberikan perhatian lebih padanya, misal dengan cara memanggil seorang dukun kampung atau pergi ke tenaga kesehatan (bidan atau perawat) untuk memeriksakan kandungannya. Dukun kampung bertugas untuk memijat ibu, bahkan terkadang perut si ibu diurut agar posisi bayi tidak sunsang ketika proses persalinan. Pengurutan perut ibu hamil dilakukan sejak usia kehamilan memasuki usia 3 (tiga) bulan. Di usia kehamilan 3 (tiga) bulan ini rahim si ibu “dikunci” oleh dukun, artinya pada saat seorang ibu melahirkan harus ditolong oleh dukun karena kalau tidak oleh dukun maka bayi yang dikandung tidak mau keluar. Sebagaimana diungkapkan informan berikut ini :

“...biasanya klo udah usia kehamilan tiga bulan itukan udah diurut sama dukunnya, kalo dukun kampung itu namanya ‘dikunci’ sama dukunnya itu. Dikunci kayak gini saya juga udah pernah buktikan. Biasanya kalo orang

Page 157: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

144

hamil itu sudah pernah dikunci sama dukunnya walaupun dia udah waktunya ngelahirin udah pembukaan lengkap kalo dukunnya tidak dipanggil gak mau lahir... dikunci sama dukunnya...” (FA-Arang-arang)

Seorang wanita yang mengandung menginjak usia kehamilan 3 (tiga) bulan, dimandikan air kembang oleh dukun. Sedangkan Bidan juga dibutuhkan tenaganya untuk memeriksakan kandungan secara medis dan pemberian vitamin. Selain itu dilakukan pemijatan dan ada beberapa pantangan yang harus ditaati oleh ibu yang sedang mengandung atau tidak boleh dilakukan untuk menjaga keselamatan bayi dalam kandungan, yaitu tidak mengkonsumsi antara lain makanan yang pedas seperti cabe agar nantinya wajah bayi tidak merah, ikan asin, terong dan santan. Ikan asin dan terong bisa menyebabkan gatal. Ikan asin dan santan dipercaya dapat menyebabkan pendarahan, sedangkan terong dipercaya menyebabkan gatal. Pantangan lainnya yang dianut dan masih dilakukan oleh ibu hamil antara lain tidak boleh melakukan pekerjaan yang berat-berat, misalnya menanam sawit. Namun masih ada saja kedapatan ibu hamil tetap bekerja sebagai buruh sawit. Sedangkan kebiasaan yang tidak boleh dilakukan selama masa kehamilan adalah ibu hamil tidak boleh duduk didepan pintu dan suami ibu hamil tidak boleh membunuh binatang supaya lancar saat persalinan. Pantangan lainnya yang tidak boleh dilakukan sampai dengan 40 hari sehabis melahirkan adalah tidak boleh menyapu dan menjahit karena pamali.

4.2. Persalinan dan Nifas

Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi bisa jadi ibu melahirkan dengan selamat atau melahirkan diakhiri

Page 158: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

145

kematian. Berbagai faktor risiko antara lain dari mulai pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan, sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat. Berdasarkan data dari Puskesmas Bayung Lencir tahun 2013, sasaran ibu hamil di Desa Muara Bahar sebanyak 24 orang, dari sejumlah itu yang melakukan persalinan pada tenaga kesehatan sebanyak 3 orang. Sebagian kecil ibu hamil di Desa Muara Bahar sudah mempercayai tenaga kesehatan (bidan desa) walaupun masih ada sebagian yang masih mempercayai dukun kampung untuk menolong persalinan. Hal ini terjadi terutama pada masyarakat Suku Anak Dalam. Sebagaimana diungkapkan oleh beberapa informan berikut ini:

“...dak biasa, dari dulu anak pertama dan kedua juga di rumah, lebih enak, ada keluarga yang bantu, kalo ke bidan jauh, semua keluarga begitu juga...” (FT-Teluk Beringin)

“...Malu melahirkan di bidan atau dokter, malu dilihat oleh orang luar selain keluarga kita bu... apalagi kalo dokternya laki, lebih malu lagi bu...” (FT-Teluk Beringin).

Peran dukun kampung masih dominan menangani pemeriksaan kehamilan hingga proses persalinan. Sebagian besar ibu hamil (98%) di Desa Muara Bahar melahirkan dengan minta pertolongan dukun kampung. Pertolongan persalinan pada dukun dilakukan secara turun temurun dari mulai orang tuanya yaitu sewaktu ibunya melahirkan mereka dimana tempat melahirkannya di rumah. Bagi mereka kalau melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan adalah tabu, karena akan memperlihatkan organ intim mereka kepada orang luar yang bukan keluarga mereka. Dukun di Desa Muara Bahar yang membantu persalinan masih kerabat dekat mereka.

Page 159: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

146

Pada bulan Januri 2014, ada kasus kematian bayi berumur 5 (lima) bulan meninggal dunia. Menurut ibu si bayi, anaknya meninggal secara mendadak tanpa ada tanda-tanda sakit sebelumnya. Ibu si bayi melahirkan bayinya tersebut ditolong oleh dukun kampung. Posisi bayi pada saat dilahirkan sungsang dimana kaki bayi sebelah kanan yang keluar duluan. Kondisi ini tidak membuat sang dukun merujuk ibu hamil ini ke tenaga kesehatan (bidan desa). Keluarga pun tidak berusaha menghubungi bidan desa karena sudah percaya penuh kepada dukun untuk membantu persalinan si ibu. Berikut ungkapan informan :

“...kemarin ayuk aku itu kan melahirkan anaknyo kaki kanan dulu yang keluar, kalo ke bidan laah dioperasi, kalo samo nenek diurut-urut sajo dan dijampi, bisa anaknya keluar, sehaat…” (LE-Teluk Beringin)

“...tapi bulan januari kemaren meninggal, kalo sehat lah addo 10 bulan umurnyo, belom addo 5 bulan umurnyo meninggal...” (LE-Teluk Beringin)

Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi (Prawirohardjo S, 2006). Tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu tenaga profesional dan dukun bayi. Berdasarkan indikator cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak, pertolongan persalinan sebaiknya oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan) tidak termasuk oleh dukun kampung (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2008).

Page 160: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

147

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Meiwita Iskandar pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa masih banyak wanita negara berkembang khususnya di pedesaan lebih suka memanfaatkan pelayanan tradisional dibanding fasilitas pelayanan kesehatan modern. Dari segi sosial budaya masyarakat khususnya di daerah pedesaan, kedudukan dukun bayi lebih terhormat, lebih tinggi kedudukannya dibanding dengan bidan sehingga mulai dari pemeriksaan, pertolongan persalinan sampai perawatan pasca persalinan banyak yang meminta pertolongan dukun bayi. Masyarakat tersebut juga sudah secara turun temurun melahirkan di dukun bayi dan menurut mereka tidak ada masalah (Iskandar M, 2010).

Hal lain yang mendasari ibu-ibu sewaktu melahirkan tidak menggunakan jasa pertolongan tenaga kesehatan adalah karena akses atau jalan menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan relatif jauh dan sulit untuk ditempuh. Dukun bayi masih merupakan kerabat dekat mereka yang dari segi jarak lebih dekat dan biayanya lebih murah. Lokasi desa yang dikelilingi sungai dan jalanan darat tanah yang berlubang membuat masyarakat menjadi malas untuk keluar dari desa. Kondisi jalan bertambah sulit untuk dilalui apabila turun hujan, sedangkan untuk perjalanan melalui sungai perlu biaya yang lumayan mahal mengingat harus menyewa speed boat atau menyewa perahu ketek. Akses jalan yang sulit ini menjadi salah satu faktor masyarakat desa Muara Bahar lebih memilih persalinan ke dukun yang jaraknya lebih dekat dari rumah mereka dibandingkan mereka harus menempuh perjalanan sungai atau perjalanan darat yang rusak dan ditempuh dengan jarak berkilo-kilo meter. Ketersediaan dan kemudahan menjangkau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi merupakan salah satu pertimbangan keluarga dalam pengambilan keputusan

Page 161: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

148

mencari tempat pelayanan kesehatan. Berikut ungkapan informan:

“...dak biasa, dari dulu anak pertama dan kedua juga di rumah, lebih enak, ada keluarga yang bantu, kalo ke bidan jauh, semua keluarga begitu juga...” (FT-Teluk Beringin)

Alasan lainnya memilih melahirkan ditolong oleh dukun biaya yang dikeluarkan ala kadarnya tergantung kerelaan keluarga ibu yang melahirkan. Menurut pengakuan salah seorang informan :

“...biaya persalinan jika ditolong dukun sekedar saja sesuai kemampuan keluarga ibu yang melahirkan. Kadang kala ongkos yang dikeluarkan serelanya saja. Tidak harus berupa uang tapi bisa berupa bahan sembako yang dimiliki keluarga ibu yang melahirkan seperti beras, gula, kopi, sabun, bawang. Akan tetapi apabila pada saat melahirkan sang ibu sampai buang air besar maka wajib bagi keluarga untuk memberikan kain kepada dukun dengan tujuan agar rejeki si anak bayi lancar...”

Menurut Amilda LN (2010), bahwa Sebagian besar responden yang termasuk dalam status ekonomi miskin memilih pertolongan persalinan oleh dukun kampung, sedangkan seluruh responden yang tidak miskin memilih pertolongan persalinan oleh bidan. Responden yang termasuk dalam status ekonomi miskin cenderung tidak mempunyai pendapatan keluarga yang memadai untuk memenuhi biaya pelayanan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan lain. Hal ini terjadi karena biaya persalinan di dukun kampung cenderung lebih murah dibandingkan dengan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan lain (Juliwanto E, 2008).

Page 162: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

149

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ridwan Aminudin (2006) yang menyatakan bahwa status ekonomi berhubungan dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Penelitian Telpa Abdi (2008) juga menyatakan masih rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan disebabkan oleh faktor sosial budaya, ekonomi, dan kepercayaan.

Berdasarkan penelitian Amilda LN, 2010, didapatkan bahwa seluruh responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik (44,4%) memilih bidan dalam menolong persalinannya sedangkan seluruh responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup (55,6%) memilih dukun bayi dalam menolong persalinannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Heni Oktarina pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan tentang infeksi dan penolong persalinan dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Selain itu juga sesuai dengan hasil penelitian Elvistron Juliwanto pada tahun 2008 yaitu ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan tenaga penolong persalinan (Juliwanto E, 2008).

Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku dalam masyarakat. Pengetahuan ini terkait dengan lingkungan dimana responden menetap. Selain itu, keterpaparan dengan media komunikasi akan mempengaruhi kadar pengetahuannya. Tidak mungkin mereka dapat terpapar dengan kondisi yang up to date sementara daerah tempat tinggalnya jauh dari keramaian dan keterjangkauan, didukung lagi dengan tingkat pendidikan yang relatif masih kurang.

Bidan desa sementara ini hanya berperan memberi pelayanan bagi ibu yang memeriksakan kehamilannya, tidak menolong persalinan. Alasan mereka dikarenakan bidan desa yang ditempatkan di desa Muara Bahar merupakan orang luar

Page 163: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

150

yang bukan keluarga dekat mereka. Berbeda dengan Dukun yang membantu persalinan masih kerabat dekat mereka sendiri. Bagi mereka perlakuan bidan ketika melakukan proses persalinan kurang akrab dan kurang bersahabat dengan si ibu hamil, berbeda dengan perlakukan yang diberikan sang dukun sangat nyaman bagi mereka, tidak kaku dan penuh kekeluargaan. si ibu hamil dan keluarga merasa tidak canggung dengan sang dukun karena masih kerabat dekat mereka sendiri.

Saat persalinan, selain dukun, orang-orang yang ada di samping Ibu yang sedang melahirkan adalah suami, ibu dan ibu mertua dari si ibu yang melahirkan. Peran suami dalam proses kelahiran, jika melahirkannya di rumah dan ditolong oleh dukun, suami membantu ikut mengurut perut atau mendorong bayi yang masih di dalam kandungan (perut sang istri) agar cepat keluar. Walaupun ada beberapa kejadian dimana suami tidak dapat mendampingi istri karena sedang berada di luar kota karena bekerja. Lain halnya jika persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas/Polindes, suami hanya menunggui di luar.

Bidan desa sebenarnya adalah orang setempat yang berasal dari desa itu sendiri, hanya berbeda dusun saja. Hal ini memang sengaja dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Bayung Lencir menempatkan penduduk asli yang berasal dari desa itu sendiri sebagai bidan desa di desa tersebut. Ini dilakukan oleh Puskesmas dengan tujuan untuk mengurangi persalinan ke dukun, mengingat di desa ini persalinan ke dukun sangat tinggi. Dengan menempatkan bidan desa yang berasal dari daerah setempat diharapkan bisa lebih mudah pendekatan kepada masyarakat.

Usia bidan desa yang masih muda dan status Bidan Desa yang belum menikah menjadi alasan lainnya kurang percayanya masyarakat Suku Anak Dalam terhadap Bidan Desa. Bagi mereka

Page 164: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

151

bidan yang belum pernah menikah dan belum pernah hamil tentulah belum memiliki pengalaman dalam membantu persalinan. Dari pihak Bidan Desa sendiri sudah melakukan upaya pendekatan kepada masyarakat desa Muara Bahar dimulai dari pendekatan kepada keluarga si ibu hamil, seperti yang diungkapkan informan :

“...Saya kalo upaya pendekatan itu saya mendekati dari pihak keluarga kebetulan saya orang sini kan, jadi dari keluarga saya, saya bilang sama bibik, paman, tante segala macam tolonglah kasih tau sama si ini yang mereka kenal jangan lah lagi pake dukunitu nanti bahaya. Pokoknya supaya imunisasi berjalan, KB berjalan saya selalu usahakan komunikasi sama masyarakat. Kalo buat yang sudah tahu, yang sudah paham, yang sudah pernah keluar, udah maju juga pendidikannya Alhamdulillah udah pada ngerti, udah mau terima. Tapi ada juga yang tetap pada pendiriannya. Orang sini itu berpegang teguh pada budaya gak mau menghilangkan itu...”

Ibu nifas mendapat perlakuan yang sedikit istimewa dari keluarga yaitu tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang melelahkan. Beliau hanya diminta duduk saja. Sedangkan pekerjaan lain yang biasa dikerjakan sehari-hari seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah dilakukan oleh suami atau orangtua Si Ibu. Jadi, tugas Ibu ini hanya menyusui bayi saja. Namun hal ini hanya berlaku bagi Ibu yang suaminya tidak pergi ke luar kota untuk bekerja. Sedangkan bagi Ibu yang ditinggal oleh suaminya maka beliau tetap melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci dan membersihkan rumah.

Setelah melahirkan, ibu nifas minum ramu-ramuan tradisional seperti daun gelugur, daun kandis, kunyit dan jahe. Mandi dengan air rebusan ramu-ramuan daun sereh, daun jeruk,

Page 165: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

152

pandan wangi, laos, kunyit, diminum sampai dengan 10 hari ditambah dengan makan telor rebus.

4.3. Pola Pemeliharaan Kesehatan Anak

Gambar 4.1.

Lading untuk Memotong Tali Pusar Bayi Sumber : Dokumentasi Peneliti

Pemotongan tali pusar bayi dilakukan oleh dukun kampung menggunakan lading yang terbuat dari kayu tubung. Kayu tubung tersebut dibuat seperti pisau. Sebelum dipakai, kayu tubung terlebih dahulu ditajamin dengan pisau kemudian ditaruh di atas api agar kayunya menjadi kering. Kayu yang sudah ditajamin tidak perlu dicuci lagi karena dianggap sudah bersih sama dukunnya. Pada saat memotong tali pusar, untuk memudahkan pemotongan pusar dikasih alas berupa kayu trap, seperti ungkapan informan HA berikut :

“...motongnya pake kayu tubung namanya. Kalau mau dipake ditajamin kayunya pake pisau ditaro di atas api biar kering kayunya. Kalo sudah ditajamin gak usah

Page 166: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

153

dicuci lagi kan sudah bersih. Motongnya dikasih alas kayu trap namanya...”

Perawatan tali pusar bayi menggunakan kayu Trap. Caranya kayu Trap dibakar dengan api sampai menjadi arang, ditumbuk kemudian diayak. Apabila tali pusar belum lepas, terlebih dahulu pusar dikasih air asam dan abu kayu trap ditaburi di pangkal pusar, lalu dibungkus dengan kain putih. Setelah 2-3 hari tali pusar lepas baru ditaburi serbuk kayu trap tadi.

Gambar 4.2.

Upacara Lepas Tali Pusar Sumber: Dokumentasi Peneliti

Ucapan terimakasih keluarga ibu yang melahirkan kepada dukun yang membantu persalinan diserahkan pada saat acara “basuh tangan dukun”. Basuh tangan dukun ini dilaksanakan 7 hari setelah ibu melahirkan dengan ritual menyediakan air tepung tawar dalam baskom yang dikasih dengan kembang 7 rupa dan jeruk nipis, dijampi (dibacakan mantra-mantra) lalu

Page 167: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

154

dimandikan ke badan bayi dan tangan ibu agar ibu dan bayi selamat dunia dan akherat.

Gambar 4.3.

Perlengkapan Acara Basuh Tangan Dukun Sumber : Dokumentasi Peneliti

Menurut pengakuan dukun bayi, selama bayi dan ibu belum dimandikan dengan air di acara “basuh tangan dukun” berarti ibu dan bayi tersebut belum bersih (masih kotor). Terakhir tangan dukun yang dicuci dengan air tepung tawar yang sudah dijampi tadi, sementara bahan sembako sebagai ucapan terimakasih buat si dukun seperti beras, gula, kopi, sabun, bawang ditaruh di dalam mangkuk ditambah kain putih sekabung (2 meter). Apabila pihak keluarga mau memberi uang, maka uangnya ditaruh juga di dalam mangkuk tersebut.

Setelah bayi dimandikan, untuk bayi perempuan dilakukan sunat. Alasan dilakukan sunat terhadap bayi perempuan menurut mereka sudah menjadi adat dan tradisi Suku Anak Dalam. Sunat dilakukan agar nantinya organ intim si bayi kelihatan bagus.

Page 168: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

155

Selanjutnya, perawatan ari-ari bayi dicuci bersih lalu dibungkus dengan jarit atau kain berwarna putih kemudian ditanam didepan rumah bersama dengan kertas koran atau buku-buku yang sudah tidak terpakai. Kain berwarna putih diyakini agar bayinya badannya putih seputih kain dan ditanam bersama kertas koran agar bayinya dewasa kelak menjadi anak yang pintar.

4.4. Pola Pemberian Air Susu Ibu

Bayi mulai diperkenalkan pada makanan selain ASI pada saat beberapa jam setelah dilahirkan, diantaranya adalah madu. Bibir bayi diolesi madu beberapa tetes dengan menggunakan jari telunjuk dukun yang belum cuci tangan. Siapapun bisa menyuapi madu ini, tidak harus Si Ibu. Menurut keyakinan masyarakat setempat, madu bermanfaat untuk melicinkan pencernaan bayi sehingga dapat menerima makanan apapun yang diberikan kepadanya. Madu diyakini oleh masyarakat setempat bisa membuat bayi mempunyai perkataan manis semanis madu. Selain diberi madu, bayi yang baru dilahirkan diberikan air kelapa muda, diyakini air kelapa muda bisa membuat kotoran bayi yang tadinya berwarna gelap menjadi bersih. Sebelum disuapi makanan, bayi baru lahir ini dimandikan oleh dukun bayi. Memandikan bayi ini dilakukan oleh dukun sampai bayi berusia 7 hari.

Bayi dimandikan oleh dukun bayi selain karena agar bayi dirawat sambil oleh dukun, Ibu juga tidak perlu memikirkan proses memandikan. Hal ini merupakan suatu perlakuan yang istimewa kepada Si Ibu yang baru melahirkan. Ibu yang baru melahirkan tidak diperkenankan melakukan pekerjaan rumah yang berat seperti mencuci baju dan membersihkan rumah. Ibu hanya langsung membersihkan dirinya di kamar mandi.

Page 169: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

156

Sedangkan yang mengerjakan pekerjaan rumah adalah Ibu dari ibu melahirkan karena kebiasaan masyarakat ketika melahirkan selalu ditemani oleh orang tuanya. Sesuai dengan tipe kekerabatan yang matrilokal, dimana Ibu tinggal bersama orang tuanya, maka ketika melahirkan pun dibantu perawatan bayinya oleh orang tua. Walaupun ada juga yang neolokal, pasangan suami istri yang tinggal di rumah baru (bukan dengan orang tua), jika melahirkan pun akan pulang ke rumah orang tua Si Ibu dengan alasan agar ada yang mendampingi Ibu merawat dan mengasuh bayi. Maksud dari hal ini adalah Ibu yang baru melahirkan diharapkan tenang dan tidak mengkhawatirkan masalah perawatan bayi baru lahir dan lebih fokus pada perawatan dirinya sendiri.

Selain diolesi madu, bayi yang baru lahir pipinya ditusuk dengan cabe merah dan bibirnya diolesi cabe merah yang sudah dibelah. Hal ini diyakini pipi yang ditusuk dengan cabe merah bisa membuat lesung pipit dan bibir yang diolesi cabe merah yang sudah dibelah agar bibir menjadi merah semerah cabe, seperti ungkapan informan ER.

“...diolesin madu bibirnyo biar bagus, cabe biar cantik dicucuki ke pipi biar ado lesung pipitnya, cabe dibelah diolesi ke bibir biar merah...”

Pemberian ASI ekslusif pada bayi hanya sampai umur 2 bulan, hari-hari berikutnya bayi dikasih makan nasi tim dan bubur SUN. Bahkan ada bayi yang berumur 3 bulan dikasih susu kental manis cap ‘E’ dengan alasaan bayi suka yang manis-manis. Menurut keterangan dari Ibu yang memiliki bayi, jika tidak diberi makanan pendamping ASI ini bayinya akan rewel (menangis) karena lapar. Sehingga akan mengganggu Si Ibu ketika bekerja di sawit maupun di dapur.

Page 170: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

157

Kolostrum (ASI yang pertama kali keluar) dibuang, dengan alasan seperti penuturan informanFM berikut :

“...nah klo kolostrum pendapat ibu-ibu disini agak kurang paham, kalo kolostrum orang sini nganggapnya Dibuangkatanya itu basi, kan agak kental-kental gitu. Katanya itu susu yang basi. Air susu pertama itu makanya dibuang, dinormalkan dulu...”

“...kato orang-orang tuo itu kan disuruh buang, yo kito nurut bae,katanyo sudah basi, kotor… jangan dikasih pada anak bayi, kagek bikin sakit...”

Ada beberapa pantangan untuk Ibu ketika sedang dalam menyusui bayi, diantaranya adalah Ibu tidak diperkenankan mengkonsumsi ikan laut karena dikhawatirkan ASI-nya akan berbau amis. Selain itu Ibu juga tidak boleh mengkonsumsi cabai terlalu banyak karena ASI akan terasa pedas dan menyebabkan mata bayi kotor serta memerah. Untuk makanan yang dianjurkan selama menyusui adalah banyak mengkonsumsi jantung pisang, sayur bayam dan daun katuk. Sayur-sayuran ini dipercayai bisa memperbanyak produksi Air Susu Ibu.

Page 171: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

158

Page 172: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

159

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di Suku Anak Dalam Kabupaten Musi Banyuasin dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengamatan, informasi dan wawancara dengan masyarakat keturunan suku anak dalam yang tinggal di desa Muara Bahar kecamatan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin, ternyata norma dan nilai nilai budaya masih dipegang teguh. Yang tercermin dari masih sering diadakannya ritual-ritual budaya seperti pada saat anak dalam kandungan, saat melahirkan maupun pada saat ada warga masyarakat anak dalam yang sedang terkena penyakit, yaitu besale meskipun yang tingkatannya paling rendah karena keterbatasan dana dan sarananya. Hal itu juga dipengaruhi dengan kurangnya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.Begitu pula dengan kegiatan gotong royong, adat sopan santun dari kaum muda kepada yang lebih tua, terutama juga dalam hal gotong royong. Meskipun masyarakat yang tinggal di desa Muara Bahar telah majemuk, dengan banyaknya pendatang sesuai dengan pembukaan lahan hutan menjadi pemukiman dan perkebunan.

Persalinan ke dukun kampung masih cukup tinggi (98 %). Hampir sebagian besar ibu hamil masyarakat Suku Anak Dalam di desa Muara Bahar meminta bantuan dukun dalam persalinan. Faktor-faktor yang menjadi alasan melakukan persalinan ke

Page 173: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

160

dukun kampung antara lain masih merupakan tradisi dari nenek moyang hingga ibu mereka melahirkan ke dukun, tabu bagi mereka kalau melahirkan ke tenaga kesehatan karena akan memerlihatkan organ intim mereka kepada orang luar yang bukan kerabat dekat mereka sendiri, akses ke teneaga kesehatan lebih jauh dengan kondisi jalan yang rusak serta melawati hutan, biaya lebih murah apabila melahirkan di dukun kampung sesuai dengan kemampuan keluarga ibu yang melahirkan serta masih kurang percayanya masyarakat kepada tenaga kesehatan (bidan desa).

Bidan desa sementara ini hanya berperan memberi pelayanan ANC (Antenatal Care) bagi ibu yang memeriksakan kehamilannya, akan tetapi tidak menolong persalinan. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, sebagian besar masyarakat Suku Anak Dalam adalah perokok. Perilaku merokok ini terjadi pada laki-laki dan perempuan dewasa hingga lansia, bahkan ibu hamil dan ibu menyusui adalah ahli hisap yang jitu. Ada beberapa orang penduduk desa Muara Bahar mengidap penyakit Tuberkulosis (TB) dan ada sebagian kecil mempunyai riwayat penyakit hipertensi.

5.2. Rekomendasi

1) Pemerintah Daerah perlu melakukan penyuluhan intensif kepada masyarakat Suku Anak Dalam Desa Muara Bahar mengenai persalinan yang aman, risiko persalinan pada dukun kampung serta pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan seperti Bidan Desa.

2) Perlu penambahan Bidan Desa mengingat luas wilayah desa yang begitu besar dan akses untuk mencapai ke tempat praktek bidan desa sangat jauh dengan jalan yang rusak dan berlubang serta melewati hutan belantara

Page 174: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

161

3) Mengadakan pendekatan budaya dan adat istiadat setempat dalam penempatan bidan-bidan agar mudah diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Anak Dalam.

4) Pemerintah Pusat perlu mengkaji ulang indikator PHBS yang ke 10 ‘tidak merokok di dalam rumah’, sebaiknya ‘tidak merokok di dalam dan di luar rumah’.

Page 175: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

162

Page 176: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

163

INDEKS

A

adat sopan santun · 73, 76, 157 agama · 6, 58, 71, 73, 76, 81,

85, 93 agresi Belanda · 15 Alokasi Dana Desa · 122 Amilda · 146, 147, 168 Amiruddin Inoed · 43 Among-among · 87 anak · 2, 3, 4, 6, 8, 10, 11, 15,

16, 17, 19, 22, 24, 26, 27, 35, 39, 47, 48, 57, 59, 60, 61, 64, 67, 68, 69, 70, 72, 73, 75, 76, 82, 83, 85, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 96, 97, 100, 101, 102, 107, 108, 110, 112, 113, 114, 123, 124, 126, 133, 136, 137, 139, 141, 143, 144, 146, 153, 155, 157

analisis · 13, 14 angker · 58 animisme · 57, 58 ante natal care · 115, 134 ASEAN · 3 Austronesia · 54

B

Balai Arkeologi Palembang · 53 balay · 61 balita · 3, 11, 12, 70, 117 basuh tangan dukun · 151, 152 Batang Merangin · 17 Batang Tembesi · 17 Batin Sembilan · 18 bayi · 2, 3, 57, 87, 88, 89, 90,

117, 121, 134, 136, 137, 141, 142, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 168

bencana · 3, 84 bersih desa · 81 besale · 35, 58, 63, 64, 65, 66,

67, 83, 113, 114, 139 bilateral · 72, 74 biologis · 8, 97 bubangan · 54 budaya · 1, 2, 9, 10, 11, 12, 14,

34, 35, 36, 37, 38, 46, 54, 71, 101, 103, 107, 133, 134, 141, 145, 147, 149, 157, 159

Budaya Kesehatan · 133 Bumi Serasan Sekate · 41

Page 177: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

164

C

Canang · 77 catatan lapangan · 13 Corporate Social Responsibility ·

32 culture-bound · 11 curah hujan · 43

D

Daerah Aliran Sungai · 45 data primer · 11 data sekunder · 9, 11, 12 dataran tinggi · 44 Departemen Kesehatan · 2, 3,

168, 169 desa Muara Bahar · 6, 10, 11,

19, 21, 29, 31, 32, 33, 34, 40, 47, 48, 51, 52, 54, 57, 58, 62, 71, 74, 76, 78, 83, 85, 88, 90, 91, 98, 99, 100, 101, 102, 105, 108, 114, 117, 119, 133, 135, 143, 145, 147, 149, 157, 158

Dewa · 57, 60, 61, 62 difusi · 36, 37, 47 difusi inovasi · 37 dinamisme · 57 Dinas Kesehatan · 4, 5, 7, 9, 11,

12, 41, 119, 144, 166, 169 Dinas Pariwisata · 103

dukun · 3, 11, 12, 22, 26, 58, 64, 65, 69, 87, 88, 89, 91, 99, 101, 112, 129, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 157, 158, 168

E

Ego · 74 eksploratif · 10 emerging diseases · 8 Emzir · 10, 13, 169 etnik · 1, 6, 9 etnografi · 10, 11, 21

F

fauna · 43, 44 flora · 43, 44

G

gangguan kesehatan · 1, 10, 99 Geografi · 41 gizi buruk · 3 global emergency · 7 gotong royong · 34, 35, 85, 157

Page 178: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

165

H

hamil · 11, 12, 64, 69, 70, 81, 88, 112, 113, 115, 120, 121, 123, 124, 135, 137, 138, 140, 141, 142, 143, 144, 148, 157, 158, 170

hantu · 57 hentew · 62 hidrologi · 43 high burden countries · 7, 8 hipertensi · 4, 130, 131, 132,

133, 158 Hipertensi · 129, 131, 132, 133 hutan · 6, 15, 16, 17, 23, 24, 25,

26, 27, 29, 36, 43, 44, 46, 47, 48, 55, 56, 57, 59, 60, 61, 63, 64, 70, 76, 77, 89, 96, 105, 106, 135, 137, 139, 157, 158

I

ibu · 2, 3, 4, 6, 11, 24, 27, 41, 64, 69, 70, 72, 73, 74, 75, 87, 88, 89, 93, 99, 112, 113, 115, 120, 121, 122, 123, 124, 134, 135, 137, 138, 140, 141, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 151, 152, 153, 154, 157, 158, 168, 170

Indonesia · 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 15, 18, 43, 47, 66, 102, 103, 114, 130, 134, 168, 169, 170

informan · 10, 11, 12, 14, 22, 40, 68, 112, 113, 114, 115, 121, 122, 124, 125, 129, 141, 143, 144, 146, 149, 150, 154

informan kunci · 14 informed consent · 12 IPKM · 4 Iskandar · 145, 169

J

jampi jampi · 69 jemalang · 65 jerango bungle · 90 jiwa · 7, 41, 47, 59, 61, 85, 135 Johan Weintre · 18, 62, 169 Juliwanto · 146, 147, 170

K

kakus · 52, 53, 110, 117 kardiovaskuler · 7 karet · 5, 20, 23, 27, 28, 29, 36,

39, 40, 42, 43, 44, 46, 56, 57, 80, 91, 105, 107, 119

kayu ‘unglen’ · 48 Kayu bahar · 22 kearifan lokal · 1 Kecamatan Bayung Lencir · 6,

10, 11, 18, 19, 45, 58, 71, 116, 148, 166

kekuatan ghaib · 59, 67, 68 kelahiran hidup · 2, 3

Page 179: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

166

Kelompok Konservasi · 6, 47 keluarga miskin · 2 kemandirian · 2 kematian ibu · 2, 134 Kependudukan · 41 kepercayaan · 2, 14, 57, 58, 59,

63, 67, 68, 71, 87, 96, 147 Kerajaan Sriwijaya · 54 kesehatan masyarakat · 1, 3,

117 Kesehatan Reproduksi · 112 Kesenian · 103 khatam Qur’an · 93 Koentjoroningrat · 61, 63 Komoditas utama · 43 koncek bawang · 93 kosmologi · 60 Kota Randik · 41 kredibilitas · 13 kriyo · 77, 78, 83

L

Legenda · 15 Lingkaran Hidup · 87 lokasi penelitian · 9, 10, 13, 115

M

makanan · 8, 23, 44, 56, 61, 62, 93, 94, 96, 98, 110, 111, 114, 125, 129, 140, 142, 153, 154, 155

malaria · 10 Mangku · 77 masyarakat · 1, 3, 7, 8, 9, 11,

15, 16, 18, 22, 24, 25, 26, 28, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 43, 46, 48, 49, 52, 53, 54, 56, 57, 58, 59, 61, 62, 67, 68, 71, 72, 73, 76, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 90, 95, 97, 98, 99, 100, 101, 103, 105, 106, 108, 110, 111, 112, 114, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 128, 133, 135, 136, 139, 140, 141, 143, 145, 147, 148, 149, 153, 157, 158, 159, 168

Mata Pencaharian · 105 matrilineal · 72 melangun · 55, 62 Melayu · 18, 60, 61, 102 menyusui · 11, 12, 120, 121,

123, 124, 149, 155, 158 merokok · 117, 120, 121, 122,

123, 124, 158, 159 migrasi · 43 Millenium Development Goals

(MDGs) · 2 Moleong · 13, 170 Muara · 6, 7, 10, 11, 12, 19, 20,

21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 39, 40, 41, 46, 47, 48, 49, 51, 52, 54, 57, 58, 62, 71, 73, 74, 75, 76,

Page 180: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

167

78, 80, 83, 84, 85, 86, 88, 90, 91, 98, 99, 100, 101, 102, 105, 106, 107, 108, 111, 114, 115, 117, 118, 119, 121, 123, 125, 129, 133, 135, 139, 143, 145, 147, 149, 157, 158, 166, 169

Muara Enim · 41 Muda Mudi · 91 Mulyanto · 58, 59, 95, 170 Musi Banyuasin · 4, 5, 6, 7, 9,

11, 18, 19, 41, 42, 43, 45, 54, 103, 118, 119, 122, 157, 166, 169

N

nenek moyang · 33, 47, 54, 61, 67, 106, 120, 124, 158

nifas · 11, 12, 144, 149 nilai budaya · 34, 35, 38 nomaden · 24

O

observasi partisipatif · 11 orang kubu · 6, 16, 27, 61, 64 orang Rimba · 60 Organisasi Sosial · 71, 169 organosol · 43

P

Palembang · 6, 43, 45, 53, 94, 102

Panglima Bambu Kuning · 15, 16

partisipasi masyarakat · 122 patrilineal · 72 pedoman wawancara · 11 pelayanan kesehatan · 3, 8, 9,

133, 134, 143, 144, 145, 146, 148, 157, 170

Pelayanan Kesehatan Modern · 134

pelayanan kesehatan tradisional · 133

pelet · 67, 68, 69 pembangunan kesehatan · 2, 3 pemberdayaan · 2, 122 pembukaan ladang · 25 pembukaan lahan perkebunan ·

29, 39, 46 penafsiran data · 14 Pencarian pengobatan · 1 pendidikan · 31, 32, 35, 39, 40,

76, 84, 91, 97, 101, 115, 127, 147

penelitian kualitatif · 10 pengetahuan · 2, 10, 85, 91,

127, 144, 147, 170 Pengetahuan Tentang Alam ·

95 penjilat burit · 57

Page 181: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

168

penyakit · 1, 2, 3, 4, 7, 8, 11, 26, 58, 60, 61, 64, 65, 67, 81, 96, 97, 98, 99, 101, 112, 118, 123, 129, 130, 131, 132, 133, 136, 137, 139, 157, 158

penyakit infeksi · 8 penyakit menular · 12 penyakit tidak menular · 11 perahu ketek · 21 pergeseran pola hidup · 29 Perilaku kesehatan · 8 Perilaku Pencarian Pengobatan

· 139 Perkawinan · 91 persepsi · 1, 2, 8, 98 personal hygiene · 98 perubahan sosial · 37, 107 PHBS · 4, 8, 9, 11, 116, 117, 159 Pola Konsumsi Keluarga · 111 Pola Pemukiman · 48 Politik Lokal · 76 Poskesdes · 122, 134 Posyandu · 122, 134 Provinsi Jambi · 15, 19, 24, 45 Provinsi Sumatera Selatan · 4,

5, 9, 41, 122, 136, 166

R

Raja Nyawa · 59 Rawas · 15, 16, 17, 41 Religi · 57 relokasi · 24, 25, 26

remaja · 11, 12, 124 responden · 11, 12, 13, 126,

146, 147 Riskesdas · 4, 8, 116, 168 ritual · 35, 61, 113, 114, 139,

151, 157 Rogers · 37 roh · 57, 58, 59, 61, 63, 64, 65,

66, 67, 68, 69, 71, 95, 96, 113, 139

RPJPN · 2 rumah panggung · 33, 48, 49,

52, 53, 54, 106 rumah rakit · 33, 52, 54, 106

S

sampaeon · 54 sanitasi · 4, 53, 110, 118, 119 sarana transportasi · 21, 46, 48 Sarolangun · 6, 24, 47 sawit · 5, 20, 23, 27, 28, 29, 32,

36, 39, 40, 42, 43, 44, 57, 91, 101, 105, 107, 115, 117, 119, 142, 154

sedekah desa · 81 Sekayu · 5, 18, 41, 42, 45 self treatment · 1 senggugut · 112, 113, 140 senjang · 103, 104, 171 sesajian · 59, 63, 65 Sistem Kekerabatan · 71 sistem plasma inti · 43

Page 182: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

169

Solita Sarwono · 98, 99, 100, 171

Status Kesehatan · 111 strategi intervensi · 1 stunting · 4 subyek penelitian · 14 sudung · 55 Suku Anak Dalam · 6, 9, 15, 20,

21, 25, 26, 38, 39, 46, 48, 54, 56, 57, 58, 59, 61, 67, 71, 72, 76, 88, 95, 96, 97, 106, 111, 112, 113, 120, 121, 123, 135, 136, 139, 141, 143, 148, 152, 157, 158, 159

sumber daya hayati · 48 sunat rasul · 91 sungai · 6, 10, 18, 19, 20, 21,

22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 31, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 48, 51, 52, 53, 57, 58, 60, 81, 87, 96, 106, 109, 110, 117, 118, 119, 134, 145

Sungai Batanghari · 17 Sungai Musi · 43 supranatural · 67, 68 Survai Kesehatan Rumah

Tangga · 7 Survei Demografi Kesehatan · 3

T

Taman Nasional Bukit Duabelas · 47

tangkal · 67, 68, 69, 70 temenggung · 54 Tempat Tinggal · 48 tenaga kesehatan · 1, 3, 7, 21,

40, 91, 101, 117, 124, 134, 135, 136, 138, 141, 143, 144, 145, 146, 147, 158

teori sosial · 11 terms of reference · 74 transmigrasi · 24, 25, 39, 46,

60, 106 triangulasi · 13 Tuberkulosis · 7, 8, 10, 123,

124, 125, 158, 168, 170

U

UKBM · 122 Undang-Undang · 2 usia lanjut · 2 usia subur · 11, 12

W

Warung Informasi Konservsi · 6 wawancara mendalam · 11 WHO · 7, 8, 131 Wirasaputra · 34

Page 183: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

170

DAFTAR PUSTAKA

Abdi T. 2010, Determinan pemanfaatan dukun bayi oleh

masyarakat dalam pilihan pertolongan di desa Anak Talang kecamatan Batang Cenak kabupaten Indragiri Hulu tahun 2008. C 2008 [cited 2010 February 5]. Available from :repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14727/1/09E00926.pdf_1

Abijoso. 2004, Sediaan tunggal obat antituberkulosis program DOTS berbasis pilihan penderita (Disertasi), Surabaya : Universitas Airlangga.

Amilda LN. 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan Pertolongan Persalinan Oleh Dukun Bayi Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan Pertolongan Persalinan Oleh Dukun Bayi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Amirudin R. 2010, Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tenaga penolong persalinan oleh ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Borong Kompleks kabupaten Sinjai tahun 2006. 5 Mei 2007 [cited 2010 January 9]. Available from : http://ridwanamiruddin.wordpress.com/ 2007/05/05/pemilihan-tenagapenolong- persalinan-di-borong-sinjai/Anggorodi R, Savitri M. Studi kemitraan bidan-dukun di kabupaten Kediri, Jawa Timur dan kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Jakarta : Kerjasama FKM UI dengan MNH; 2004.

Badan Litbangkes Departemen Kesehatan RI, 2010, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas).

Page 184: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

171

Badan Litbangkes Departemen Kesehatan RI, 2005, Survei Prevalensi Tuberkulosis 2004 di Indonesia,

Bappenas, 2007, Rancang Bangun : Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu Untuk mencapai Sasaran Millenium Developtment Goals. Jakarta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),.

Bayung lencir Dalam Angka, 2012, Laporan Desa Muara Bahar 2010 – 2012

Biro Pusat Statistik Musi Banyuasin, 2012

Departemen Kesehatan RI, 2009, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025,.

Desa Muara Bahar, 2010, Peraturan Desa nomer 10 tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi Desa.

Diana Sari I, Yuniar Y, Syaripuddin M. 2014, Studi Monitoring Efek Samping Obat Antituberkulosis FDC Kategori 1 di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Vol. 24 No. 1 Maret 2014. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin, 2012, Profil Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin,

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2008, Standar pelayanan minimal provinsi Jawa Tengah tahun 2008. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Emzir.2011, Metodologi Penelitian Kualitatif; Analisis Data, Jakarta; PT. Rajagrafindo Persada.

Iskandar M. 2010, Pengambilan keputusan dalam pertolongan persalinan di provinsi Nusa Tenggara Timur. c1996 [cited

Page 185: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

172

2010 February 5]. Available from:http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%202/Anwar2_1.pdf.

Johan Weintre, 2003, Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas Indonesia (SAD di Sumatra),Tesis Fakultas Sastra – University of New England – Australia.

Juliwanto E. 2010, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan memilih penolong persalinan pada ibu hamil di kecamatan Babul Rahmah kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008. c2008 [cited 2010 January 9]. Available from :http://library.usu.ac.id/index.php? option=com_journal_review&id=13680&task=view

Moleong, JL.2001, Metodologi Penelitian Kualitatif (third edition), PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mulyanto, dkk,1995, Buletin Manusia dan kebudayaan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.

Oktarina H. 2008, Hubungan tingkat pengetahuan tentang infeksi dan penolong persalinan dengan sikap ibu dalam pemilihan penolong persalinan di desa Kebun Gulo Boyolali tahun 2008. c2008 [cited 2010 March 15]. Available from: http://skripsistikes.wordpress.com/2009/05/01/hubungan-tingkatpengetahuan-tentang-infeksi-dan-penolong-persalinan-dengan-sikap-ibudalam-pemilihan-penolong-persalinan-di-desa-kebon-gulo-

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002, Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,

Prapti I. Y.,2003, Studi Kohor Tata Laksana Diagnosa dan Pengobatan PrimerKomplek Tuberkulosis. Badan Litbangkes.

Page 186: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Etnik Suku Anak Dalam, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumsel

173

Prawirohardjo S. 2006, Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Ratna, Kutha N.2010, Metodologi Penelitian ; Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sidharta B, Puspitasari V, Lyrawati D, 2008. Simplifying antituberculotic medication for children: drug prescription in pediatric ward of Dr. Saiful Anwar hospital Malang – Indonesi. In: Poster presentation on ACCP Congress. Surabaya: 2008.

Solita Sarwono, 1993, Sosiologi Kesehatan, Gramedia.

http://senjang sekayu.blogspot,com/

Page 187: Benteng Tradisi Kesehatan - pusat4.litbang.depkes.go.id sekate.pdfii Benteng Tradisi Kesehatan Bumi Serasan Sekate ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

174