Benarkah Bagi Anak Belajar Tidak Sama Dengan Bermain

5
APAKAH BAGI ANAK BELAJAR ≠ BERMAIN Pertama-tama mari kita coba mengingat bersama pengalaman dengan kata “belajar” waktu kecil dulu. Bagaimana kita mesti dipaksa oleh orangtua kita ketika waktu untuk belajar. Klo gak kabur, menangis, merengek atau malah pura-pura sakit perut!! matematika dengan berbagai rumus, menghapal tanggal-tanggal di pelajaran sejarah atau mengingat di negara ini letaknya di mana ya dalam pelajarana geografi…belum lagi kalau stress ketika saat ujian tiba!! Saya sendiri pernah sampai bermimpi masuk ujian yang ternyata sudah dilakukan. Sampai saya protes…saya khan sudah ujian kelulusan kok ujian lagi. Kenapa saya balik lagi. Tidaaaaakkkkk….(serasa kaya bintang sinetron) Ternyata tidak nyaman ya… Sebaliknya bagaimana kalau belajar itu menyenangkan. Dilakukan sambil bermain. Seandainya kalau kita bisa memasukkan konsep mengenal angka dengan menempel, menggunting dan mewarnai. Mengenalkan konsep menambah dan mengurangi dengan menggunakan permainan congklak alias dakon (itu lo mainan yang ada lubang-lubangnya berjejer tapi diujung kanan dan kiri ada lubang yang lebih besar. Kemudian biji permainan diambil dan dibagikan rata di setiap

description

Pshycology

Transcript of Benarkah Bagi Anak Belajar Tidak Sama Dengan Bermain

APAKAH BAGI ANAK BELAJAR BERMAINPertama-tama mari kita coba mengingat bersama pengalaman dengan kata belajar waktu kecil dulu. Bagaimana kita mesti dipaksa oleh orangtua kita ketika waktu untuk belajar. Klo gak kabur, menangis, merengek atau malah pura-pura sakit perut!! matematika dengan berbagai rumus, menghapal tanggal-tanggal di pelajaran sejarah atau mengingat di negara ini letaknya di mana ya dalam pelajarana geografibelum lagi kalau stress ketika saat ujian tiba!! Saya sendiri pernah sampai bermimpi masuk ujian yang ternyata sudah dilakukan. Sampai saya protessaya khan sudah ujian kelulusan kok ujian lagi. Kenapa saya balik lagi. Tidaaaaakkkkk.(serasa kaya bintang sinetron)Ternyata tidak nyaman yaSebaliknya bagaimana kalau belajar itu menyenangkan. Dilakukan sambil bermain. Seandainya kalau kita bisa memasukkan konsep mengenal angka dengan menempel, menggunting dan mewarnai. Mengenalkan konsep menambah dan mengurangi dengan menggunakan permainan congklak alias dakon (itu lo mainan yang ada lubang-lubangnya berjejer tapi diujung kanan dan kiri ada lubang yang lebih besar. Kemudian biji permainan diambil dan dibagikan rata di setiap lubang). Bukankah matematika tidak hanya berupa rumus namun suatu ilmu yang membantu kita untuk berhitung di kegiatan sehari-hari. Atau daripada anak harus mengingat tanggal-tanggal dalam mata pelajaran sejarah, digantikan dengan buku cerita mengenai sosok pahlawan/peristiwa tertentu, dan menonton film berdasarkan sejarah. Bukankah inti dari pelajaran sejarah adalah mengingat ada apa yang terjadi masa lampau dan kemudian mengambil nilai penting yang harus diteladani. Efeknya ternyata sangat berbeda.. Itulah mengapa pentingnya muncul konsep bermain adalah belajar. Menggabungkan konsep bermain dan belajar ternyata membuat anak lebih enjoy menikmati proses. Melalui bermain, proses bagi anak untuk berinteraksi dengan mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan (eksplorasi) yang digabungkan dengan pengalaman dan berujung pada proses refleksi berlangsung dalam suasana menyenangkan. Kemudian anak-anak dapat lebih mampu menggunakan kemampuan imajinasi untuk membuat kesimpulan. Tidak ada pemaksaan. Dalam kenyataan proses drill (memaksa belajar) juga hanya membuat anak menghafal. Akhirnya, ya itu mudah terformat ulang. Sekarang hapal, besok ditanya ya mbuh..Selain itu, melalui permainan maka nilai-nilai dalam pembelajaran dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan proses belajar bagi anak berbeda dengan proses pembelajaran orang dewasa. Bagi anak-anak, memahami dan mengingat sesuatu yang mereka pelajari haruslah memiliki kebermaknaan dan berkaitan dengan pengalaman dan perkembangan anak. Jadi belajar harus merupakan hasil interaksi berpikir anak sendiri dan pengalaman menghadapi lingkungan. Bermain merupakan media untuk anak berinteraksi dengan pikiran mereka sekaligus dengan lingkungan. Dengan kata lain, bermain menjadi media praktek yang nyata dalam kehidupan mereka. Diharapkan proses bermain sambil belajar tidak hanya meningkatkan pemahaman bagi anak namun juga memunculkan motivasi keingintahuan lebih lanjut si anak. Jika pembelajaran akhirnya relevan dengan motivasi keingintahuan anak maka mereka akan mampu berkutat untuk belajar lebih lama. Enaknya kalau anak-anak gak usah dipaksa belajarbahkan mereka nagih,Yah..Bun ayo kapan kita mau gunting-gunting angka lagi. Padahal.He..he mereka khan gak sadar klo kita sebenarnya mengenalkan angka. Bagi orangtua, untuk memungkinkan anak bermain sambil belajar adalah dengan dengan memberikan peran memfasilitasi bukan sebagai pemberi intruksi. Dengan demikian orangtua harus mampu menciptakan suasana menyenangkan ketika memasukkan input belajar. Hal ini harus memperhatikan karakteristik anak. Misalkan pada anak dengan karakteristik visual maka kekuatan belajar anak pada indera mata, kekuatan auditorial terletak pada indera pendengaran (mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan kinestetik terletak pada perabaan (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi satu media belajar menyenangkan harus disesuaikan dengan karakteristik sehingga tidak memberikan beban. Jadi inilah mengapa kita sebagai orangtua harus memahami karakteristik anak (artikel Istimewanya Seorang Anak). Setelah itu buatlah proses pembelajaran yang langsung dapat diamati anak. Kalau memungkinkan aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. Jangan lupa, input anak hanya dalam proses memperkenalkan. Jadi jangan memaksa anak untuk memunculkan hasilnya seketika. Alias mekso anak cepet iso. Proses adalah waktu. Sebenarnya peran kita dalam proses bermain sambil belajar tidak mudah. Bahkan kalau saya bilang, berat!! Kita sendiri juga harus melewati proses menyenangkan diri dulu baru kemudian memfasilitasi. Berkreatif ria menciptakan media menyenangkan yang sesuai dengan anak. Apalagi membagi waktu dalam keseharian kita baik bekerja dan kegiatan social kemasyarakatan. Bahkan tidak sedikit orangtua yang masih bersekolah kembali. Tapi percaya..,,rasanya menyenangkan sekali melihat input anak yang mungkin kita sudah lupakan, tiba-tiba muncul. Seperti saya pernah menyanyikan lagu atas-bawah, kanan-kiri ciptaan sendiri sambil berjoget (Diperingatkan. Jangan membayangkan bagaimana saya berjoget. Huekkk!!) setelah sekian lamatiba-tiba ketika ditanya temennya, Denia yang waktu itu berumur 2,5 tahun sudah bisa lancar menunjuk sebuah barang yang letaknya di bagian kanan atas rak. Terharu