Belonging Ness

9
Belongingness (Kebutuhan akan cinta) Kebutuhan akan cinta merupakan motivasi paling mendasar yang dimiliki oleh manusia. Hipotesis The Belongingness menyatakan bahwa : Manusia memiliki keinginan untuk membentuk dan mempertahankan setidaknya kuantitas dari hubungan interpersonal yang penting, dan bertahan untuk waktu yang lama. Untuk memenuhinya dibutuhkan 2 kriteria yaitu : Pertama, dibutuhkan frekuensi, hubungan yang menyenangkan dengan beberapa orang, dan yang kedua hubungan ini harus merupakan hubungan yang stabil dan bertahan dalam kerangka afektif kepedulian terhadap satu sama lain. (Baumeister & Leary, 1995, p.497) Perhatikan bahwa kebutuhan akan cinta memerlukan lebih dari sekedar kontak sosial : untuk memenuhi tujuan , kontak yang terjadi harus sering, stabil, positif, dan ekspresif. Hal yang sangat penting, ukuran yang valid dan dapat diandalkan dari belongingness telah berkembang sebagai alat klinis. Levett-Jones, Lathlean, Higgins dan McMillan (2009) mengembangan berupa skala setelah mereview skala utama kebutuhan akan cinta, dan menggunakan hal tersebut untuk mengukur kebutuhan akan cinta di mahasiswa keperawatan; 34 jenis skala telah didemonstrasikan dengan konsistensi dan validitas yang tinggi. Van Orden dkk (2008) membentuk kuesioner untuk

Transcript of Belonging Ness

Belongingness (Kebutuhan akan cinta)Kebutuhan akan cinta merupakan motivasi paling mendasar yang dimiliki oleh manusia. Hipotesis The Belongingness menyatakan bahwa :Manusia memiliki keinginan untuk membentuk dan mempertahankan setidaknya kuantitas dari hubungan interpersonal yang penting, dan bertahan untuk waktu yang lama. Untuk memenuhinya dibutuhkan 2 kriteria yaitu : Pertama, dibutuhkan frekuensi, hubungan yang menyenangkan dengan beberapa orang, dan yang kedua hubungan ini harus merupakan hubungan yang stabil dan bertahan dalam kerangka afektif kepedulian terhadap satu sama lain. (Baumeister & Leary, 1995, p.497)Perhatikan bahwa kebutuhan akan cinta memerlukan lebih dari sekedar kontak sosial : untuk memenuhi tujuan , kontak yang terjadi harus sering, stabil, positif, dan ekspresif.Hal yang sangat penting, ukuran yang valid dan dapat diandalkan dari belongingness telah berkembang sebagai alat klinis. Levett-Jones, Lathlean, Higgins dan McMillan (2009) mengembangan berupa skala setelah mereview skala utama kebutuhan akan cinta, dan menggunakan hal tersebut untuk mengukur kebutuhan akan cinta di mahasiswa keperawatan; 34 jenis skala telah didemonstrasikan dengan konsistensi dan validitas yang tinggi. Van Orden dkk (2008) membentuk kuesioner untuk mengukur hal-hal yang menjadi beban dan belongingness dalam studi pada faktor yang mempengaruhi percobaan bunuh diri., diperagakan dengan konsistensi dan validitas yang baik. Contohnya : Saat ini Orang-orang peduli padaku. Mereka menemukan hubungan tingkat kegagalan percobaan bunuh diri dengan adanya teori The belongingness.Penelitian yang mendasari the belongingnessKebutuhan akan cinta (The Belongingness) diduga memiliki penyesuaian diri (harapan) pada remaja (Davidson, Wingate, Rasmussen, Slish, 2009). Hubungan ini terutama kuat pada Belongingness antar teman sebaya, yang memilik efek berbeda-beda, sebagai contoh, hubungan Belongingness antara Murid-Guru (Ryzin, Gravely, & Roseth, 2008). Belongingness juga dihubungkan dengan meningkatnya penghargaan diri; pada pengakuan wanita paruh baya, deskripsi menekankan bahwa belongingness ini dapat meningkatkan penghargaan diri (Baumeister, Dori, & Hastings, 1998). Pada umumnya, belongingness cenderung untuk memenuhi aturan motivasi; menggagalkan intensitas dari kejenuhan yang mengarah pada menurunnya tingkat motivasi (DeWall, Baumeister, & Vohs, 2008). Rendahnya belongingness dapat meningkatkan perilaku afiliatif, termasuk perilaku yang dilakukan secara diam-diam tanpa persetujuan orang di sekitarnya (Baumeister & Leary, 1995; Williams & Sommer, 1997) (meskipun individu tertentu mungkin mencari afiliasi dari kelompok sosial baru daripada mencoba untuk membangun kembali ikatan yang lama ( Maner, DeWall, Baumeister, & Schaller, 2007)).Orang yang diterima oleh lingkungannya biasanya memiliki regulasi diri yang lebih baik, tetapi mungkin tidak ingin terlalu menekan diri mereka dalam penerimaan kelompok yang mereka gemari (DeWall et al., 2008), mungkin karena efek kejenuhan; seperti mengapa berjuang untuk sesuatu yang sudah kamu miliki? Sebaliknya, pengucilan sosial mempunyai efek pengrusakan pada kepercayaan atau harga diri seseorang (Baumeister, DeWall, Ciarocco, & Twenge, 2005). Faktanya, pengucilan sosial membuat individu menjadi kurang prososial (Twenge, Baumeister, Dewall, Ciarocco, & Bartels, 2007) dan lebih agresif (Twenge, Baumeister, Tice, & Stucke, 2001; Waburton, Williams, & Cairns, 2006). Penemuan tersebut memicu terjadinya lingkaran setan; bahwa pengucilan sosial mengarahkan individu untuk berperilaku yang membuat penerimaan sosial berikutnya cenderung berkurang. Orang yang tidak diterima oleh lingkungannya juga mempunyai kecenderungan untuk merusak orang yang menolak mereka (Bourgeois & Leary, 2001).Pengalaman dari kesertaan mempunyai dampak pada percobaan bunuh diri. Joiner (2007) memberikan hipotesis bahwa terdapat 3 faktor yang dibutuhkan untuk orang yang mencoba bunuh diri yaitu merasa memiliki beban berat, gagal mendapatkan kasih saying, dan tidak adanya harapan hidup. Berbagai studi telah dilakukan untuk meneliti hal ini. Pada Mahasiswa, Davidson et al.(2009) menemukan bahwa beban berat dan halangan mendapatkan kasih saying (Belongingness) mengarah pada percobaan bunuh diri. Selain itu, mereka menemukan hubungan antara tidak adanya harapan hidup dengan terhalangnya belongingness juga merupakan faktor yang mempengaruhi percobaan bunuh diri.Tidak adanya ikatan sosial dihubungkan pada ketidakbahagiaan, dan pengucilan sosial atau penolakan lingkungan dihubungkan dengan kejadian ansietas dan depresi. Rasa bersalah, rasa kehilangan, dan kesendirian semuanya mengarah pada bagian utama yang diperankan oleh belongingness yang baik. Menurunnya kebutuhan cinta dan kasihsayang dihubungkan dengan meningkatnya stress dan masalah kesehatan mental, sama halnya dengan penyakit somatik seperti penyakit jantung (Hawkley, Burleson, Berntson, & Cacioppo, 2003); sebaliknya, meningkatnya kebutuhan cinta dan kasihsayang akan menurunkan masalah kesehatan dan meningkatkan kebahagiaan (untuk lebih lengkapnya, baca Baumeister & Leary, 1995). Oleh karena itu, pendekatan psikoterapi yang mampu meningkatkan rasa kebutuhan akan cinta dan kasihsayang (Belongingness) cenderung memiliki berbagai efek yang menguntungkan.

Belongingness dan lingkungan komunitas terapeutik (TC = Therapeutic Community) serta metodenya.Komponen dasar yang dibutuhkan untuk memperkenalkan penggunaan Belongingness antara lain : (1) frekuensi hubungan; (2) stabilitas longitudinal; (3) hubungan yang positif; dan (4) adanya saling memahami (Baumeister & Laery, 1995). Beberapa komunitas terapi adalah berupa sebuah area kediaman; bahkan setidaknya komunitas terapi mini intensif memiliki koneksi setiap minggunya atau dalam beberapa bulan, waktu normal yang biasa dibutuhkan yaitu 18 bulan (Pearce & Haigh, 2008). Dalam aturan lain, pengobatan dalam komunitas terapi jarang yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari setahun, dan dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama, utamanya dalam penjara (Rutter & Tyrer, 2003). Anggota komunitas terapi biasa bertahan untuk menjalani semua pengobatan sampai selesai, dan pergantian anggota komunitas menjadi lebih lambat. Dalam area komunitas terapi, anggotanya memiliki kontak atau hubungan dengan setidaknya sub set dari anggota lain setiap harinya. Hal ini diperlukan untuk (1) frekuensi kontak/hubungan, dan (2) stabilitas longitudinal setiap kali bertemu. Hal ini mengilustrasikan inti dari standar komunitas terapi yang didirikan oleh himpunan komunitas di Inggris (Paget, 2008), yang memerlukan pertemuan regul;er dari komunitas, dan untuk suatu keadaan menghabiskan waktu formal dan informal bersama anggota komunitas; karena pada standar pusat, ini merupakan fitur yang diperlukan tanpa harus diprogramkan oleh komunitas terapi.Komunitas terapi membutuhkan lebih dari sekedar hubungan sosial. Saling peduli dan memahami diajukan di luar urusan utama yang mungkin ditunjukkan oleh staff. Hubungan komunitas terapi terdiri dari tantangan, dukungan, dan berbagi tanggungjawab. Banyak komunitas terapi memakai sebuah krisis atau spesial dalam menghadapi persyaratan, dimana anggota komunitas dapat menuai dukungan setiap waktu saat komunitas terapi beropeasional (dalam area kediaman konuitas terapi telah dikembangkan sistem telepon dan kadang dukungan fisik, dimana anggota komunitas dapat menghubungi satu sama lain lewat telfon atau mengunjungi satu sama lain untuk memberikan dukungan ketika komunitas terapi tidak dalam jadwal pertemuan (Higgins, 1997). Kebutuhan untuk kontak untuk hal positif secara keseluruhan tidak dianjurkan adlam pedoman komunitas, tapi dukungan yang diberikan mengindikasikan bahwa saling peduli dan saling dukung sepertinya menjadi hal yang menonjol dalam komunitas terapi yang beroperasi cukup baik. Apa yang menjadi standar inti juga membutuhkan anggota komunitas yang berbagi tanggungjawab satu sama lain, memwujudkan keputusan bersama yang member efek fungsional pada komunitas, dan untuk mempertimbangkan serta mendiskusikan sikap dan perasaan mereka terhadap satu sama lain (Paget, 2008). Meskipun kepedulian satu sama lain tidak dapat dimunculkan keluar tanpa sukarela, lingkungan komunitas terapi dengan tegas dibentuk untuk memperkenalkannya. Pertemuan rutin, aktivitas formal dan informal dalam pekerjaan, permainan dan terapi diikutsertakan dengan kooperatif, dan terstruktur dimana hubungan antar anggota dipertimbangkan dan anggota mendukunga untuk berbagi tanggungjawab satu sama lain, keduanya sebagai individual dan sebagai anggota komunitas, semua dilakukan untuk mengembangkan sikap saling peduli. Komponen-komponen ini adalah inti dari metode komunitas terapi. Tentu saja cara hidup bersama, merupakan satu dari empat komponen pokok dari metode komunitas terapi menurut Rapport (1960, p.62), dimana mengarah pada jaringan bersatunya kembali, saling berhubungan, hangat dan mendalam dari suatu hubungan, mewakili sebuah gagasan tentang lingkungan yang mendukung belongingness.Pada dasarnya, syarat untuk (3) kepastian hubungan, dan (4) adanya sikap saling peduli adalah tujuan yang jelas dari komunitas terapi. Tentu saja tujuan ini tidak selalu terjangkau dalam mempraktekkannya. Apakah bahkan kontak positif untuk orang tertentu, dalam komunitas terapi tertentu merupakan variabel yang tidak diragukan lagi, dan merupakan kepribadian alami individu pada suatu waktu. Fakta bahwa komunitas terapi bervariasi dalam efektivitas yang dimana mereka beroperasi dari waktu ke waktu sudah diakui. (lihat contoh Campling, 2001; Lees et al., 2004). Meskipun demikian, terbukti bahwa (3) dan (4) adalah aspirasi yang jelas dari komunitas terapi , dan dengan rutin dilakukan.Nampak jelas bahwa komunitas terapi memperkenalkan belongingness, tapi mungkin benar bahwa didapatkan jarak pencapaian psikologi, dibandingkan dengan mengutamakan metode komunitas terapi. Dalam konteks ini, hubungan kepemilikan (belongingness) teman sebaya menjadi penting; sikap saling peduli antara teman sebaya berbeda dengan sikap peduli antara professional dengan pasien, murid, atau klien, dan nampaknya memunculkan harapan dalam menunjukkan kepedulian yang tidak diberikan oleh professional (Ryzin, Gravely, & Roseth, 2008). Psikoterapi sampai pada menunjukkan belongingnenss teman sebaya akan melibatkan kontak yang sering untuk jangka waktu panjang, dan memperkenalkan perkembangan dari sikap saling peduli dalam lingkungan yang positif, dalam rangka mewujudkan yang sudah dijelaskan sebelumnya (1)(4). Satu-satunya pencegahan psikoterapi yang biasa dapat memenuhi criteria ini adalah kelompok jangka panjang yang memprioritaskan komunikasi teman sebaya dan memperhatikan pedoman professional. Kelompok yang lebih long-term yang menekankan struktur komunikasi vertikal pada pengeluaran interaksi peer-to-peer , seperti metode psikoedukasi yang terdapat pada Cognitive Behavioural Therapy (CBT) dan berhubungan dengan pencapaian, yang tidak akan membutuhkan syarat-syarat ini. Analisis jangka panjang, humanistic, kemampuan kelompok untuk menolong diri sendiri (seperti 12 langkah program yang sering digunakan) mungkin dapat terjadi, tetapi hal tersebut tidak seperti halnya memperkenalkan konsen dan perasaan atas tanggungjawab untuk teman untuk memperluas komunitas terapi, dan anggota komunitas jarang menghabiskan sejumlah waktu untuk sesama. Oleh karena itu, meskipun promosi dari belongingness mungkin menjadi faktor penyukses dari beberapa pencapaian, ini nampaknya akan menonjol dalam metode komunitas terapi.Mendirikan belongingness rupanya akan menjadi faktor terapi spesifik bagi komunitas terapi., kita dapat bertanya apa yang komunitas terapi pelajari dari penelitian tentang belongingness, dan apakah efek belongingness tercatat dengan efek dari pengobatan komunitas terapi.