Belajar Dari Anak Kecil Yang Bersahaja

6
Belajar dari Anak Kecil yang Bersahaja Message: Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali ke kota. Mengingat jalan tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan. "Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangangnya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajaannya. "Tidak dik....abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu. Begitu pesanan tiba, saya terus menikmatinya. Lebih kurang 20 menit kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja. "Abang sudang makan , tak mau beli kue saya?" katanya tenang ketika menghampiri meja saya. "Abang baru selesai makan di, masih kenyang nih," kata saya sambil menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma disekita restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu ditanya.... "Tak mau beli kue saya bang..pak.kakak atau ibu." Molek budi bahasanya. Pemilik rstoran itu pun tak melarang dia keluar masuk ke restorannya menemui pelanggan. Sambil memeperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya. Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil. Anak

description

renungan suci

Transcript of Belajar Dari Anak Kecil Yang Bersahaja

Page 1: Belajar Dari Anak Kecil Yang Bersahaja

Belajar dari Anak Kecil yang Bersahaja Message: Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali ke kota. Mengingat jalan tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan.

"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangangnya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajaannya.

"Tidak dik....abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu. Begitu pesanan tiba, saya terus menikmatinya. Lebih kurang 20 menitkemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.

"Abang sudang makan , tak mau beli kue saya?" katanya tenang ketika menghampiri meja saya.

"Abang baru selesai makan di, masih kenyang nih," kata saya sambil menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma disekita restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu ditanya....

"Tak mau beli kue saya bang..pak.kakak atau ibu." Molek budi bahasanya. Pemilik rstoran itu pun tak melarang dia keluar masuk ke restorannya menemui pelanggan. Sambil memeperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil. Anak itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya buka pintu, membetulkan duduk dan menututp pintu. Belum sempat saya menghidupkan mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan sebuah senyuman. Saya turunkan cermin. Membalas senyumannya.

"Abang sudah kenyang, tapi mungkin abang perlukan kue saya untuk adik-adik abang, ibu atau ayah abang," katanya sopan sekali sambil tersenyum. Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang penutupnya. Saya tatap wajahnya, berssih dan bersahaja. Terpantul perasaan kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mngulurkan selembar uang Rp 20.000,- saya ulurkan padanya.

"Ambil ini dik! Abang sedekah ....tak usah abang beli kue itu." saya berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak. Anak itu menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan . Saya memundurkan. Alangkah

Page 2: Belajar Dari Anak Kecil Yang Bersahaja

terperanjatnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp 20.000,- pemberian saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya terkejut saya hentikan mobil, memanggil anak itu.

"Kenapa bang mau beli kue kah?" tanyannya.

"Kenapa adik berikan duit abang tadi pada pengemis itu? Duit itu abang berikan adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah. Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih banyak, mak pasti marah. Kata mak mengemis kerja orang yang tak berupaya, saya masih kuat bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu.

"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk. Lidah saya kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja bang....." Selepas dia memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-. Dia mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya perhatikan dia hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru saya terfikir untuk bertanya statusnya. Anak yatim kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya? Terus terang saya katakan , saya beli kuenya bukan lagi atas dasa kasihan, tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat menjadikan kerjanya suatu penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak itu.

Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.

Menghisab Diri

Oleh : Suprianto

''Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah tiap-tiap diri memperhatikan apa yang dipersiapkan untuk hari esok.'' (QS Al-Hasyr 59: 18)

Ayat di atas sangat jelas mengandung perintah Allah SWT kepada orang-orang yang beriman agar memperhatikan kembali apakah amal perbuatan yang dilakukannya mendatangkan manfaat untuk kehidupan akhirat atau tidak. Jika terdapat pada amal perbuatannya sesuatu yang diyakini bermanfaat untuk kehidupan akhirat maka dia patut bersyukur. Akan tetapi,

Page 3: Belajar Dari Anak Kecil Yang Bersahaja

jika tidak, maka dia patut menyesali dan segera melakukan tobat kepada Allah SWT.

Seorang yang beriman dan berakal seharusnya lebih bersungguh-sungguh menghisab diri dan perbuatannya. Karena semua itu berkaitan dengan kesengsaraan atau kebahagiaan yang kekal abadi di akhirat. Umar bin Khaththab RA berkata, ''Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab di akhirat kelak. Timbang-timbanglah amal perbuatanmu sebelum ia ditimbang di akhirat.'' (Riwayat Abu Nuaim dalam Al-Hilyah).

Dalam riwayat lain, Umar RA setiap menjelang malam memukul kedua kakinya dengan cambuk seraya berkata kepada dirinya sendiri, ''Apa yang sudah kukerjakan hari ini.'' Perbuatan Umar bin Khaththab jelas merupakan manifestasi dari muhasabah (menilai kembali tindak-tanduk dan amal perbuatan).

Imam Al-Ghazali dalam hal ini berkata, ''Ketahuilah jika seorang hamba memiliki waktu di pagi hari untuk mendengarkan nasihat-nasihat kebenaran, maka seharusnya dia juga memiliki waktu di sore hari untuk menghisab dirinya. Dia mesti merenungi kembali seluruh gerak-gerik dan perbuatannya sepanjang hari. Ke mana saja dia bergerak, sehari itu, dalam perkara apa dia bergerak, dan untuk tujuan apa pula dia bergerak?''

''Tirulah perbuatan para pedagang yang memperhitungkan seluruh aktivitas perdagangannya setiap hari, setiap bulan, dan setiap tahun. Mereka melakukan semua perhitungan itu karena menginginkan materi keduniaan dan takut kehilangan sedikit pun dari harta perdagangannya. Padahal dia mengetahui bahwa semua yang diusahakannya secara sungguh-sungguh itu pada akhirnya akan hilang (fana) juga.''

Pada suatu hari seorang laki-laki mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, ''Wahai Rasulullah berilah wasiat kepadaku.'' Rasul menjawab, ''Benarkah engkau mau menerima wasiatku?'' Lelaki itu menjawab, ''Ya''. Maka Rasulullah bersabda, '' Jika kamu sedang melakukan suatu urusan penting maka perhatikanlah baik-baik. Jika kamu rasa urusan itu dapat mendatangkan petunjuk (hidayah) untukmu maka teruskanlah. Namun jika kamu rasa urusan tersebut akan melalaikanmu maka hentikan.''

Muhammad SAW beristighfar setiap hari kepada Allah sebanyak 100 kali. Padahal beliau adalah ma'shum dan mahfudz, yakni dijaga oleh Allah SWT dari perbuatan dosa baik yang kecil maupun besar. Karena itu, kita sebagai makhluk yang setiap hari tak luput dari alpa dan dosa sudah semestinya melakukan muhasabah dan bertobat. Semoga kita selalu mendapat perlindungan dan petunjuk dari Allah SWT.

Page 4: Belajar Dari Anak Kecil Yang Bersahaja

===================================================================        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar===================================================================