Beberapa Definisi DaRI WACANA

41
Beberapa definisi dan pendapat dari pakar-pakar bahasa mengenai wacana. Dalam pengertian linguistik, wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Oleh karena itu wacana sebagai kesatuan makna dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu. Selain dibangun atas hubungan makna antarsatuan bahasa, wacana juga terikat dengan konteks. Konteks inilah yang dapat membedakan wacana yang digunakan sebagai pemakaian bahasa dalam komunikasi dengan bahasa yang bukan untuk tujuan komunikasi. Menurut Hawthorn (1992) wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sedangkan Roger Fowler (1977) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang termasuk di dalamnya. Foucault memandang wacana kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan, kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai sebuah praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh J.S. Badudu (2000) yang memaparkan; wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis. Sementara itu Samsuri memberi penjelasan mengenai wacana, menurutnya; wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Lull (1998) memberikan penjelasan lebih sederhana mengenai wacana, yaitu cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Mills (1994) merujuk pada pendapat Foucault

Transcript of Beberapa Definisi DaRI WACANA

Page 1: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Beberapa definisi dan pendapat dari pakar-pakar bahasa mengenai wacana.  Dalam pengertian linguistik, wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Oleh karena itu wacana sebagai kesatuan makna dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu. Selain dibangun atas hubungan makna antarsatuan bahasa, wacana juga terikat dengan konteks. Konteks inilah yang dapat membedakan wacana yang digunakan sebagai pemakaian bahasa dalam komunikasi dengan bahasa yang bukan untuk tujuan komunikasi. Menurut Hawthorn (1992) wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sedangkan Roger Fowler (1977) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang termasuk di dalamnya. Foucault memandang wacana kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan, kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai sebuah praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh J.S. Badudu (2000) yang memaparkan; wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.  Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis.

 Sementara itu Samsuri memberi penjelasan mengenai wacana, menurutnya; wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain.  Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Lull (1998) memberikan penjelasan lebih sederhana mengenai wacana, yaitu cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas.  Mills (1994) merujuk pada pendapat Foucault memberikan pendapatnya yaitu wacana dapat dilihat dari level konseptual teoretis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan.   Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata.  Wacana menurut konteks penggunaannya merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu.  Sedangkan menurut metode penjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.

 Dari uraian di atas, jelaslah terlihat bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.    Jenis-Jenis WacanaLeech mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa seperti dijelaskan berikut ini;

Page 2: Beberapa Definisi DaRI WACANA

1. Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi, seperti wacana pidato;

2. Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti wacana perkenalan pada pesta;

3. Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam media massa;

4. Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, seperti wacana puisi dan lagu;

5. Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.

 Berdasarkan saluran komunikasinya, wacana dapat dibedakan atas; wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan memiliki ciri adanya penutur dan mitra tutur,bahasa yang dituturkan, dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Sedangkan wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistem ejaan.Wacana dapat pula dibedakan berdasarkan cara pemaparannya, yaitu wacana naratif, wacana deskriptif, wacana ekspositoris, wacana argumentatif, wacana persuasif, wacana hortatoris, dan wacana prosedural.

WACANA BAHASA INDONESIA

Sejarah Singkat Kajian Wacana

Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang

dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa

secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah

unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna

(semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan

bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk

mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana.

Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan

konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks

linguistik dan konteks etnografii. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata

yang mendahului atau yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk

serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya

masyarakat pemakai bahasa.

Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa,

memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa.

Pengertian Wacana dan Analisis Wacana

Page 3: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk

berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian

kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat

transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat

dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa,

sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari

pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana

disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang

meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam

bentuk tulis maupun lisan.

Persyaratan Terbentuknya Wacana

Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran

(meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa

rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu,

prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung

satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila

kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan

keruntututan ide yang diungkapkan.

STRUKTUR WACANA BAHASA INDONESIA

Elemen-elemen Wacana

Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-

elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya

ada elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi

informasi utama, informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen

yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama.

Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori,

yakni elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir,

sedangkan elemen manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir

bergantung pada kebutuhan komunikasi.

Page 4: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Relasi Antarelemen dalam Wacana

Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi

antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi

antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu

terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen

inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena

relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.

Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi.

Dalam relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam

membentuk teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.

Struktur Wacana Bahasa Indonesia

Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-

elemen wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan

berdasarkan peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran.

Berdasarkan peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola

segitiga tegak dan ada wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan

mekanisme pertukaran dapat dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S,

(2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S, dan (6) Pr-T.

REFERENSI DAN INFERENSI SERTA KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BAHASA

INDONESIA

Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia

Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian

sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan

kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal

yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks

nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang

bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama

mengacu pada hal yang berbeda.

Page 5: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks

penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur.

Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan

oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).

Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia

Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang

ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan

salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi

lebih penting dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat

kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.

Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi

merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah

menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis

(parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan

menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan

subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara

beruntun.

 

JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA

Wacana Lisan dan Tulis

Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan

atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis.

Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif

lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak

panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung

gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung,

frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.

Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog

Page 6: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga

jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu

komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta

yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian,

pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi

itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar

atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta

dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana

yang dihasilkan disebut polilog.

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi

Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi,

eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan

membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek

kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana

eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang

bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan

logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami

wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan

mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang

dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun

emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung.

Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan

tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini,

digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk

mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak

rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh

karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku,

dan peristiwa.

KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA

Hakikat Konteks

Page 7: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan

atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik

dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga

berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana

yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur

bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa),

saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)

Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa

secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna

bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus

diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.

Macam-macam Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar,

konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks

ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur

bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata

kerja bantu, dan proposisi positif

Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan

sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah

teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan

wacana.

Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa.

Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau

kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang

berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup

penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta

peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang

digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang

digunakan dalam wacana.

Page 8: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat

tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks

linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.

Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana.

1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan

berdasarkan konteks linguistik.

2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa

maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana.

3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang

memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya

dapat ditentukan berdasarkan konteks.

ANALISIS WACANA

Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis

Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan

prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan

konteks, baik konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik.

Konteks nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat,

tetapi juga dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.

Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan

pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu,

analis sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu

berarti bahwa analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wancana.

Skemata dalam Analisis Wacana

Skemata adalah pengetahuan yang terkemas secara sistematis dalam ingatan

manusia. Skemata itu memiliki struktur pengendalian, yakni cara pengaktifan

skemata sesuai dengan kebutuhan. Ada dua cara yang disebut pengaktifan dalam

struktur itu, yakni (1) cara pengaktifan dari atas ke bawah dan (2) cara pengaktifan

dari bawah ke atas. Pengaktifan atas ke bawah adalah proses pengendalian skemata

Page 9: Beberapa Definisi DaRI WACANA

dari konsep ke data atau dari keutuhan ke bagian. Pengaktifan bawah ke atas

adalah proses pengendalian skemata dari data ke konsep atau dari bagian ke

keutuhan.

Skemata berfungsi baik bagi pembaca/pendengar wacana maupun bagi analis

wacana. Bagi pendengar/pembaca, skemata berfungsi untuk memahami wacana.

Bagi analis wacana, di samping berfungsi untuk memahami wacana, skemata juga

berfungsi untuk melakukan analisis berbagai aspek wacana: elemen wacana,

struktur wacana, acuan kewacanaan, koherensi dan kohesi wacana, dan lain-lain.

Kegagalan pemahaman wacana terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama,

pendengar/pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai dengan teks

yang dihadapinya. Kedua, pendengar/pembaca mungkin sudah mempunyai

skemata yang sesuai, tetapi petunjuk-petunjuk yang disajikan oleb penulis tidak

cukup memberikan saran tentang skemata yang dibutuhkan. Ketiga, pembaca,

mungkin mendapatkan penafsiran wacana secara tetap sehingga gagal memahami

maksud penutur.

Analisis Kohesi dan Koherensi

Praktik analisis wacana dilaksanakan dengan menerapkan prinsip interpretasi

lokal dan prinsip interpretasi analogi. Analisis wacana dapat diarahkan pada:

struktur, kohesi, dan koherensi, yang dapat dioperasionalkan antara lain untuk

menetapkan hubungan antarelemen wacana dan alat-alat kohesi yang berlaku

dalam sebuah teks. Dalam analisis itu diterapkan konteks yang relevan dengan

kebutuhan analisis.

Sumber Buku Wacana Bahasa Indonesia, karya Suparno dan Martutik

DIarsipkan di bawah: Bahasa

SINTAKSISKata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara

Page 10: Beberapa Definisi DaRI WACANA

etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.

STRUKTUR SINTAKSIS

Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.

Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa juga ditambah dengan konektor yang biasanya disebut konjungsi. Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara bahasa yang satu dengan yang lain.

KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.

Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Misalnya mesjid memiliki makna ‘ tempat ibadah orang Islam ’. Sedangkan kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan konjungsi. Misalnya dan tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen.

Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan yang terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi), atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya (untuk konjungsi).

FRASE

Page 11: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Pengertian Frase

Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak berstruktur subjek - predikat atau predikat - objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.

Jenis Frase

Frase Eksosentrik

Frase eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.

Frase eksosentris biasanya dibedakan atas frase eksosentris yang direktif atau disebut frase preposisional ( komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan non direktif (komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba).

Frase Endosentrik

Frase Endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Frase ini disebut juga frase modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Selain itu disebut juga frase subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan.

Dilihat dari kategori intinya dibedakan adanya frase nominal (frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina maka frase ini dapat menggantikan kedudukan kata nominal sebagai pengisi salah satu fungsi sintaksis), frase verbal (frase endosentrik yang intinya berupa kata verba, maka dapat menggantikan kedudukan kata verbal dalam sintaksis), frase ajektifa (frase edosentrik yang intinya berupa kata ajektiv), frase numeralia (frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral).

Page 12: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Frase Koordinatif

Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit disebut frase parataksis.

Frase Apositif

Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.

Perluasan Frase

Salah satu ciri frase adalah dapat diperluas. Artinya, frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.

Dalam bahasa Indonesia perluasan frase tampak sangat produktif. Antara lain karena pertama, untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Faktor kedua, bahwa pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal. Dan faktor lainnya adalah keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci dalam suatu konsep, terutama untuk konsep nomina.

KLAUSA

Pengertian Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.

Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Frase dan kata juga mempunyai potensi untuk menjadi kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final; tetapi hanya sebagai kalimat minor, bukan kalimat mayor; sedangkan klausa berpotensi menjadi kalimat mayor.

Page 13: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Jenis Klausa

Berdasarkan strukturnya klausa dibedakan klausa bebas ( klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat; dan mempunyai potensi menjadi kalimat mayor) dan klausa terikat (klausa yang unsurnya tidak lengkap, mungkin hanya subjek saja, objek saja, atau keterangan saja). Klausa terikat diawali dengan konjungsi subordinatif dikenal dengan klausa subordinatif atau klausa bawahan, sedangkan klausa lain yang hadir dalam kalimat majemuk disebut klausa atasan atau klausa utama.

Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat di bedakan: klausa verbal (klausa yang predikatnya berkategori verba). Sesuai dengan adanya tipe verba, dikenal adanya (1) klausa transitif (klausa yang predikatnya berupa verba transitif); (2) klausa intransitif (klausa yang predikatnya berupa verba intransitif); (3) klausa refleksif (klausa yang predikatnya berupa verba refleksif); (4) klausa resiprokal (klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal. Klausa nominal (klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nominal). Klausa ajektifal (klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase). Klausa adverbial (klausa yang predikatnya berupa frase yang berkategori preposisi). Klausa numeral (klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia).

Perlu dicatat juga istilah klausa berpusat dan klausa tak berpusat. Klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat di dalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.

KALIMAT

Pengertian Kalimat

Dengan mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai “ Susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap ”. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.

Sehingga disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam

Page 14: Beberapa Definisi DaRI WACANA

bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya; dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru.

Jenis Kalimat

Kalimat Inti dan Kalimat Non-Inti

Kalimat inti, biasa juga disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Misalnya:

FN + FV + FN + FN : Nenek membacakan kakek komik

Ket : FN=Frase Nominal (diisi sebuah kata nominal); FV=Frase Verbal; FA=Frase Ajektifa; FNum=Frase Numeral; FP=Frase Preposisi.

Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan berbagai proses transformasi:

KALIMAT INTI + PROSES TRANSFORMASI = KALIMAT NONINTI

Ket : Proses Transformasi antara lain transformasi pemasifan, transformasi pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi pengonversian, transformasi pelepasan, transformasi penambahan.

Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya mempunyai satu klausa. Sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdapat lebih dari satu klausa.

Berkenaan dengan sifat hubungan klausa-klausa dalam kalimat, dibedakan: (1) kalimat majemuk koordinatif/ kalimat majemuk setara yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Secara eksplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif dan biasanya unsur yang sama disenyawakan atau dirapatkan sehingga disebut kalimat majemuk rapatan. (2) Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausa-klausanya tidak setara atau sederajat. Klausa yang satu merupakan klausa atasan dan yang lain disebut klausa bawahan. Kedua klausa itu dihubungkan dengan konjungsi subordinatif. Proses terbentuknya kalimat ini dapat dilihat dari dua sudut bertentangan. Pertama, dipandang sebagai hasil proses menggabungkan dua buah klausa atau lebih, dimana klausa yang satu dianggap sebagai klausa atasan dan yang lain disebut klausa

Page 15: Beberapa Definisi DaRI WACANA

bawahan. Pandangan kedua, konstruksi kalimat subordinatif dianggap sebagai hasil proses perluasan terhadap salah satu unsur klausanya. (3) Kalimat majemuk kompleks yaitu kalimat majemuk yang terdiri dari tiga klausa atau lebih, dimana ada yang dihubungkan secara koordinatif dan ada pula yang dihubungkan secara subordinatif. Jadi, kalimat ini merupakan campuran dari kalimat majemuk koordinatif dan subordinatif sehingga disebut juga kalimat majemuk campuran.

Kalimat Mayor dan Kalimat Minor

Kalimat mayor mempunyai klausa lengkap, sekurang-kurangnya ada unsur subjek dan predikat. Sedangkan kalimat minor klausanya tidak lengkap, entah hanya terdiri subjek saja, predikat saja, objek saja, atau keterangan saja; konteksnya bisa berupa konteks kalimat, konteks situasi, atau juga topik pembicaraan.

Kalimat Verbal dan Kalimat non-Verbal

Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase berkategori verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frase verbal; bisa nominal, ajektifal, adverbial, atau juga numeralia.

Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verbal, biasanya dibedakan: (1) kalimat transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba transitif, yaitu verba yang biasanya diikuti oleh sebuah objek kalau verba tersebut bersifat monotrasitif, dan diikuti oleh dua buah objek kalau verba tersebut bersifat bitransitif. (2) kalimat intransitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitif, yaitu verba yang tidak memiliki objek. (3) kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya kata kerja aktif. Verba aktif biasanya ditandai dengan prefiks me- atau memper- biasanya dipertentangkan degan kalimat pasif yang ditandai dengan prefiks di- atau diper- . Ada juga istilah kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktif sehubungan dengan adanya sejumlah verba aktif yang tidak dapat dipasifkan dan verba pasif yang tidak dapat dijadikan verba aktif (4) kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan. (5) kalimat statis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak menyatakan tindakan atau kegiatan. (6) kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba.

Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat

Page 16: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran yang lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks. Biasanya kalimat terikat menggunakan salah satu tanda ketergantungan, seperti penanda rangkaian, penunjukan, dan penanda anaforis.

Dari pembicaraan mengenai kalimat terikat, dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat tidak harus mempunyai struktur fungsi secara lengkap. Kelengkapan sebuah kalimat serta pemahamannya sangat tergantung pada konteks dan situasinya.

Intonasi Kalimat

Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa dikatakan: kalimat minus intonasi sama dengan klausa; atau kalau dibalik; klausa plus intonasi sama dengan kalimat. Jadi, kalau intonasi dari sebuah kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal adalah klausa.

Intonasi dapat diuraikan atas ciri-ciri yang berupa tekanan, tempo, dan nada. Tekanan adalah ciri-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran. Tempo adalah waktu yang diperlukan untuk melafalkan suatu arus ujaran. Nada adalah suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran. Dalam bahasa Indonesia dikenal tiga macam nada, yang biasa dilambangkan dengan angka “1”, nada sedang dilambangkan dengan angka “2”, dan nada tinggi dilambangkan dengan angka “3”.

contoh: Bacálah buku itu !

2 – 32t / 2 11t #

Ket: n=naik; t=turun; tanda - di atas huruf=tekanan

Tekanan yang berbeda menyebabkan intonasinya juga berbeda; akibatnya keseluruhan kalimat itu pun akan berbeda.

Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis

Modus

Page 17: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap si pembicara tentang apa yang diungkapkannya.

Ada beberapa macam modus, antara lain (1) modus indikatif atau modus deklaratif, yaitu modus yang menunjukkan sikap objektif atau netral; (2) modus optatif, yaitu modus yang menunjukkan harapan atau keinginan; (3) modus imperatif, yaitu modus yang menyatakan perintah, larangan, atau tengahan; (4) modus interogatif, yaitu modus yang menyatakan pertanyaan; (5) modus obligatif, yaitu modus yang menyatakan keharusan; (6) modus desideratif, yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan; dan (7) modus kondisional, yaitu modus yang menyatakan persyaratan.

Sesungguhnya yang menjadi pembeda antara kalimat deklaratif, interogatif, imperatif, dan interjektif, adalah modus.

Aspek

Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Dalam berbagai bahasa aspek merupakan kategori gramatikal karena dinyatakan secara morfemis. Dalam bahasa Indonesia aspek dinyatakan tidak secara morfemis melainkan dengan berbagai cara dan alat leksikal. Dalam bahasa Indonesia aspek juga ada yang sudah dinyatakan secara inhern oleh tipe verbanya.

Berbagai macam aspek dari berbagai bahasa, antara lain: (1) aspek kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung; (2) aspek inseptif, yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian yang baru mulai; (3) aspek progresif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung; (4) aspek repetitif, yaitu yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang; (5) aspek perefektif, yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai; (6) aspek imperfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar; dan (8) aspek sesatif, yaitu yang menyatakan perbuatan berakhir.

Kala

Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Kala ini lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang. Beberapa bahasa menandai kala itu secara morfemis; artinya, pertanyaan kala itu ditandai dengan bentuk kata tertentu pada verbanya.

Page 18: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Bahasa Indonesia tidak menandai kala secara morfemis, melainkan secara leksikal.

Dalam bahasa Indonesia banyak orang yang mengelirukan konsep kala dengan konsep keterangan waktu sebagai fungsi sintaksis; sehingga mereka mengatakan kala sudah, sedang, dan akan adalah keterangan waktu. Padahal keterangan waktu, dan keterangan lainnya, sebagai fungsi sintaksis memberi keterangan terhadap keseluruhan kalimat. Posisinya pun dapat dipindahkan ke awal kalimat atau ke tempat lain; sedangkan kala terikat pada verbanya atau predikatnya. Penyebab kekeliruan itu barangkali karena kata-kata seperti sudah, sedang, dan akan itu “sejenis” dengan kata-kata kemarin, tadi, dan besok yang menyatakan waktu; dan kata yang terakhir ini memang dapat mengisi fungsi keterangan. Mungkin juga karena dalam tata bahasa tradisional, istilah keterangan digunakan untuk dua macam konsep, yaitu konsep fungsi sintaksis, dan konsep kategori sintaksis.

Modalitas

Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan kemungkinan, keinginan, atau juga keizinan. Dalam bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa lain, modalitas dinyatakan secara leksikal.

Dalam kepustakaan linguistik dikenal adanya beberapa jenis modalitas; antara lain (1) modalitas intensional, yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan, permintaan, atau juga ajakan; (2) modalitas epistemik, yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan, kepastian, dan keharusan; (3) modalitas deontik, yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkeaan; dan (4) modalitas diamik, yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan.

Fokus

Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Ada bahasa yang mengungkapkan fokus ini secara morfemis, dengan menggunakan afiks tertentu; tetapi ada pula yang menggunakan cara lain.

Dalam bahasa Indonesia fokus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: Pertama, dengan memberi tekanan pada bagian kalimat yang difokuskan. Kedua, dengan mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan. Ketiga, dengan cara memakai partikel

Page 19: Beberapa Definisi DaRI WACANA

pun, yang, tentang, dan adalah pada bagian kalimat yang difokuskan. Keempat, dengan mengontraskan dua bagian kalimat. Kelima, dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.

Diatesis

Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu.

Ada beberapa macam diatesis, antara lain, (1) diatesis aktif, yakni jika subjek yang berbuat atau melakukan suatu perbuatan; (2) diatesis pasif, jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri; (3) diatesis refleksi, yakni jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri; (4) diatesis resiprokal, yakni jika subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan; dan (5) diatesis kausatif, yakni jika subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu.

WACANA

Pengertian wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.

Alat Wacana

Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu

Page 20: Beberapa Definisi DaRI WACANA

penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.

Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik, antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan hubungan generik - spesifik; atau sebaliknya spesifik - generik. Ketiga, menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat, menggunakan hubungan sebab - akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima, menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam, menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.

Jenis Wacana

Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis, dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis.

Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.

Subsatuan Wacana

Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam wacana –wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.

CATATAN MENGENAI HIERARKI SATUAN

Urutan hierarki satuan-satuan linguistik bahwa satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih besar yaitu : wacana, kalimat, klausa, frase, kata, morfem, fonem. Urutan hierarki tersebut adalah urutan normal teoritis. Dalam praktek berbahasa banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan urutan. Kalau dalam urutan normal kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau satu tingkat ke bawah, maka dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen dalam jenjang, sekurang-kurangnya, dua tingkat di atasnya. Kasus pelapisan tingkat terjadi

Page 21: Beberapa Definisi DaRI WACANA

kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstruksi yang tingkatannya sama. Dan kasus penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen menjadi unsur konstituen lain yang tingkatannya lebih rendah sari tingkatan konstituen asalnya.

Sejarah Singkat Kajian Wacana Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana.Analisis wacana menginterpretasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografi. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti, sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa.Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa, memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa.

Kegiatan Belajar 2:

 Pengertian Wacana dan Analisis Wacana Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

Kegiatan Belajar 3:

Persyaratan Terbentuknya Wacana Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).

Page 22: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis sehingga menunjukkan kerunutan ide yang diungkapkan.

DAFTAR PUSTAKA Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Clark, Herbert H. dan Eve V. Clark. (1977). Psychology and Language. New York: Harcourt Brace Jovanovich.

Cook,Guy. (1989). Discourse. Oxford: University Press.

Ellis.(1986). Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University.

Hatch, Evelyn dan Michael H. Long. (1980). Discourse Analysis, What’s That dalam Larsen-Freeman, Diane (ed). Discourse Analysis in Second Language Research. Rowly: New Bury House Pub.

Keenan, E. Ochs. (1983). Conversational Competence in Children dalam Ochs, Elinor dan Bambi B. Schieffelin (ed) Acquiring Conversational Competence. London: Rutledge & Kegan Paul.

Keneavy, James L. (1971). A Theory of Discourse. London: WW Norton and Company.

Martutik. (1992). Analisis Wacana Iklan Radio yang Berbahasa Indonesia. (tesis).

Poerwadarminta, W.J.S. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rani, Abdul, (1992). Analisis Wacana Percakapan Anak-anak Usia Prasekolah. Malang: PPS IKIP Malang (tesis tidak diterbitkan).

Rani, Abdul. (1996). Analisis Wacana Interaktif. (Bahan Ajar di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya).Samsuri. (1998). Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.

Sinclair, J. Mch. dan R.M. Coulthard. (1979). Towards on Analysis of Discourse. Oxford: Oxford University Press.

Stubbs, Michael. (1983) Discourse Analysis. Chicago: The University at Chicago Press.

Modul 2: STRUKTUR WACANA BAHASA INDONESIA Kegiatan Belajar 1:

Page 23: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Elemen-elemen Wacana Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama.Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen wajib dan elemen mana suka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen mana suka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan komunikasi.

Kegiatan Belajar 2:  Relasi Antarelemen dalam Wacana Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.

Kegiatan Belajar 3:  

Struktur Wacana Bahasa Indonesia Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran dapat dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S, dan (6) Pr-T

DAFTAR PUSTAKAAlwi, Hasan, dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Akhadiah, Sabarti, dkk. (1995). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Brown, Gillian & George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge, University Press.

Cook, Guy. (1989). Discourse. Oxford: Oxford University Press.

Page 24: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Dardjowidjojo, Soenjono. (1985). Elemen dalam Wacana dan Penerapannya pada Bahasa Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta

de Beaugrande, R. (1980). Text, Discourse dan Process. London: Longman.

Halliday, M.A.K. dan Hasan R. (1976). Cohesion in English. London: Longman.

Modul 3: REFERENSI DAN INFERENSI SERTA KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BAHASA INDONESIA Kegiatan Belajar 1:

Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda, tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda.  Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).

Kegiatan Belajar 2:  

Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada 3, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.

DAFTAR PUSTAKA Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Cook,Guy. (1989). Discourse. Oxford: University Press.

Page 25: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Coulthard, M. Montgomery and Bazil, D. (1981).“Developing a Description of Spoken Discourse dalam Coulthard, Malcolm dan Martin Montgomery (ed). Studies in Discourse Analysis London: Rutledge and Kegan Paul Ltd.

Green, J. dan Wallat C. (ed). (1981). Ethnography and Language in Educational setting. Norwood, New Jersey: Ablex Publishing Corporation.

Samsuri. (1988). Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.

Samsuri. (1985). Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya.

Stubbs, Michael. (1983) Discourse Analysis. Chicago: The University at Chicago Press.

Modul 4: JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA Kegiatan Belajar 1:  

Wacana Lisan dan Tulis Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.

Kegiatan Belajar 2:

Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada 3 jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Apabila dalam suatu komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Apabila peserta dalam komunikasi itu 2 orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya) maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.

Kegiatan Belajar 3:  

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan memahaminya.

Page 26: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mempengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa.

DAFTAR PUSTAKA Allwright, R.L. (1980). Turns, Topic, and Tasks: Pattern of Participation in Language Learning and Teaching dalam Larsen-Freeman, Diane (ed). Discourse Analysis in Second Language Research. Rowley: Newbury House Pub.

Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Cook,Guy. (1989). Discourse. Oxford: University Press.

Coulthard, M. Montgomery and Bazil, D. (1981). Developing a Description of Spoken Discourse dalam Coulthard, Malcolm dan Martin Montgomery (ed). Studies in Discourse Analysis London: Rutledge and Kegan Paul Ltd.

Ellis. (1986). Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University.

Keenan, E. Ochs. (1983). Conversational Competence inf Children dalam Ochs, Elinor dan Bambi B. Schieffelin (ed) Acquiring Conversational Competence. Londan: Rutledge & Kegan Paul.

Samsuri. (1998). Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.

Sinclair, J. Mch. dan R.M. Coulthard. (1979). Towards on Analysis of Discourse. Oxford: Oxford University Press.

Stubbs, Michael. (1983) Discourse Analysis. Chicago: The University at Chicago Press.

Modul 5: KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA Kegiatan Belajar 1:

Hakikat Konteks Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat

Page 27: Beberapa Definisi DaRI WACANA

pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog atau polilog)Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.

Kegiatan Belajar 2:

Macam-macam Konteks Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positifDi samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks. Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan bahkan wacana.Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.

Kegiatan Belajar 3:

Penggunaan Konteks dalam Analisis Wacana Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana.1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik.2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana.3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.

DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen

Page 28: Beberapa Definisi DaRI WACANA

Pendidikan dan Kebudayaan.

Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Cook,Guy. (1989). Discourse. Oxford: University Press.

Dardjowidjojo, Soenjono. (1985). Elemen dalam Wacana dan Penerapannya pada Bahasa Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta

de Beaugrande, R. (1980). Text, Discourse dan Process. London: Longman.

Halliday, M.A.K. dan Hasan R. (1976). Cohesion in English. London: Longman.

Kartomihardjo, Soeseno. (1976). Analisis Wacana dan Penerapannya. Orasi Ilmiah dalam Rangka Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang.

Modul 6: ANALISIS WACANA

Kegiatan Belajar 1:

Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks, baik konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik. Konteks nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu, analis sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu berarti bahwa analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wacana.

Kegiatan Belajar 2:

Skemata dalam Analisis Wacana Skemata adalah pengetahuan yang terkemas secara sistematis dalam ingatan manusia. Skemata itu memiliki struktur pengendalian, yakni cara pengaktifan skemata sesuai dengan kebutuhan. Ada 2 cara yang disebut pengaktifan dalam struktur itu, yakni (1) cara pengaktifan dari atas ke bawah dan (2) cara pengaktifan dari bawah ke atas. Pengaktifan atas ke bawah adalah proses pengendalian skemata dari konsep ke data atau dari keutuhan ke bagian. Pengaktifan bawah ke atas adalah proses pengendalian skemata dari data ke konsep atau dari bagian ke keutuhan.Skemata berfungsi baik bagi pembaca/pendengar wacana maupun bagi analis wacana. Bagi pendengar/pembaca, skemata berfungsi untuk memahami wacana. Bagi analis

Page 29: Beberapa Definisi DaRI WACANA

wacana, di samping berfungsi untuk memahami wacana, skemata juga berfungsi untuk melakukan analisis berbagai aspek wacana, yaitu elemen wacana, struktur wacana, acuan kewacanaan, koherensi dan kohesi wacana, dan lain-lain.Kegagalan pemahaman wacana terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama, pendengar/pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai dengan teks yang dihadapinya. Kedua, pendengar/pembaca mungkin sudah mempunyai skemata yang sesuai, tetapi petunjuk-petunjuk yang disajikan oleb penulis tidak cukup memberikan saran tentang skemata yang dibutuhkan. Ketiga, pembaca, mungkin mendapatkan penafsiran wacana secara tetap sehingga gagal memahami maksud penutur.

Kegiatan Belajar 3:  

Analisis Kohesi dan Koherensi Praktik analisis wacana dilaksanakan dengan menerapkan prinsip interpretasi lokal dan prinsip interpretasi analogi. Analisis wacana dapat diarahkan pada struktur, kohesi, dan koherensi yang dapat dioperasionalkan, antara lain untuk menetapkan hubungan antarelemen wacana dan alat-alat kohesi yang berlaku dalam sebuah teks. Dalam analisis itu diterapkan konteks yang relevan dengan kebutuhan analisis.

DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Cook, Guy. (1989). Discourse. Oxford: University Press.

Dardjowidjojo, Soenjono. (1985). Elemen dalam Wacana dan Penerapannya pada Bahasa Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta

de Beaugrande, R. (1980). Text, Discourse dan Process. London: Longman.

Halliday, M.A.K. dan Hasan R. (1976). Cohesion in English. London: Longman.

Kartomihardjo, Soeseno. (1976). Analisis Wacana dan Penerapannya. Orasi Ilmiah dalam Rangka Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang.

Pengertian Paragraf / Alinea dan Bagian dari Paragraf - Bahasa IndonesiaMon, 08/05/2006 - 12:24am — godam64

Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama

Page 30: Beberapa Definisi DaRI WACANA

lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.

- Syarat sebuah paragrafDi setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :1. Kalimat PokokBiasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.2. Kalimat PenjelasKalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.

- Bagian-Bagian Suatu Paragraf yang BaikA. Terdapat ide atau gagasan yang menarik dan diperlukan untuk merangkai keseluruhan tulisan.B. Kalimat yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan berhubungan dengan wajar.

bahasa indonesia