BBL Lombok.docx

41
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong merupakan salah satu tempat pengembangan berbagai hasil laut yang ada di NTB, yang terletak di Gili Genting Kecamatan Sekotong Lombok Barat NTB. BBL Sekotong, melaksanakan misi dalam upaya kegiatan pembudidayaan mutiara, abalon dan pembenihan dan pembesaran ikan kerapu bebek dan kerapu macan Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) saat ini sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia, termasuk di perairan Lombok. Selain bernilai ekonomis tinggi dengan harga sekitar 36 US dollar per kg, ikan kerapu bebek juga sudah berhasil dikembangkan teknik pembenihannya oleh balai pemerintah, seperti Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung dan Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut di Gondol - Bali, Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong, serta beberapa hatchery swasta di Indonesia. Dengan demikian terbuka peluang yang cukup luas untuk mengembangkan usaha pembesaran ikan kerapu bebek. Dalam pengembangan budidaya laut (marine culture), terutama untuk ikan-ikan karang bernilai ekonomis tinggi, Propinsi NTB memiliki keunggulan 1

description

bbl

Transcript of BBL Lombok.docx

Page 1: BBL Lombok.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong merupakan salah satu tempat

pengembangan berbagai hasil laut yang ada di NTB, yang terletak di Gili

Genting Kecamatan Sekotong Lombok Barat NTB. BBL Sekotong,

melaksanakan misi dalam upaya kegiatan pembudidayaan mutiara, abalon

dan pembenihan dan pembesaran ikan kerapu bebek dan kerapu macan

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) saat ini sudah banyak

dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia, termasuk di perairan Lombok.

Selain bernilai ekonomis tinggi dengan harga sekitar 36 US dollar per kg,

ikan kerapu bebek juga sudah berhasil dikembangkan teknik pembenihannya

oleh balai pemerintah, seperti Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung dan

Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut di Gondol - Bali, Balai Budidaya

Laut (BBL) Sekotong, serta beberapa hatchery swasta di Indonesia. Dengan

demikian terbuka peluang yang cukup luas untuk mengembangkan usaha

pembesaran ikan kerapu bebek.

Dalam pengembangan budidaya laut (marine culture), terutama untuk

ikan-ikan karang bernilai ekonomis tinggi, Propinsi NTB memiliki

keunggulan dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Faktor yang

mempercepat perkembangan tersebut antara lain adanya Balai Budidaya Laut

(BBL) yang terletak di Sekotong Kabupaten Lombok Barat NTB. Selain itu,

kondisi lingkungan pesisir di Propinsi NTB dengan juga sangat mendukung

untuk pengembangan budidaya ikan karang. Untuk pengembangan budidaya

ikan karang dengan metode karamba jaring apung, yaitu budidaya ikan

kerapu macan dan kerapu bebek (Azmi, 2007).

Dalam kegiatan budidaya perikanan, pakan merupakan faktor penting

yang perlu diperhatikan. Kandungan zat gizi pakan sangat mempengaruhi

hasil panen yang merupakan tujuan akhir dari proses budidaya. Oleh karena

itu, aspek nutrisi dalam pakan ikan mendapat perhatian yang cukup besar oleh

para ahli dan juga usahawan. Selain itu, pakan juga merupakan komponen 1

Page 2: BBL Lombok.docx

biaya operasional yang cukup besar dalam kegiatan budidaya, sehingga perlu

diperhitungkan efisiensinya pada kegiatan pembesaran ikan kerapu bebek

kerapu macan dalam karamba jaring apung (KJA) di Propinsi NTB. Dengan

adanya pakan buatan, maka terdapat alternatif bagi pembudidaya ikan kerapu

untuk memilih jenis pakan yang akan diberikan kepada ikan peliharaannya.

1.2. Tujuan Praktikum

Praktikum Dasar-Dasar Akuakultur ini memiliki tujuan antara lain:

1. Untuk mengetahui keadaan umum Balai Budidaya Laut Lombok.

2. Untuk mengetahui secara langsung kegiatan dalam suatu unit budidaya

ikan kerapu.

3. Untuk mengetahui teknik dan cara budidaya pembesaran kerapu bebek

yang dilakukan oleh Balai Budidaya Laut Lombok.

4. Untuk mengetahui permasalahan – permasalahan yang dihadapi Balai

Budidaya Laut Sekotong dalam budidaya pembesaran kerapu.

2

Page 3: BBL Lombok.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi dan Morfologi

Adapun klasifikasi kerapu bebek sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphilum Vertebrata

Class : Osteichtyes

Subclass : Actinoperigi

Ordo : Percomorpi

Subordo : Percodea

Family : Serranida

Genus : Cromileptes

Spesies :Cromileptes altivelis.

bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan bentuk cembung

(Concaver). Ketebalan tubuh sekitar 6,6 – 7,6 cm dari panjang spesifik

sedangkan panjang tubuh maksimal sampai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai

gigi canine (gigi yang terdapat dalam geraham ikan) lubang hidung hidung

besar berbentuk bulan sabit dertical, kulit berwarna terang abu-abu kehijauan

dengan bintik-bintik hitam diseluruh kepala, badan dan sirip. Pada kerapu

bebek muda, bintik hitamnya lebih besar dan sedikit (Akbar, 2009).

2.2. Distrubusi dan Habitat

Ikan kerapu tersebar luas dari wilayah Asia Pasifik termasuk Laut

Merah, tetapi lebih terkenal dari teluk Persi, Hawai, atau Polinesia dan

hampir seluruh perairan pulau tropis Hindia dan Samudera Pasifik Barat dari

Pantai Timur Afrika sampai dengan Mozambika. Di Indonesia ikan kerapu

bebek banyak didapati di daerah perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi,

Pulau Buru dan Ambon dengan salah satu indikator adanya kerapu di daerah

berkarang . Kerapu berkembang baik pada terumbu karang hidup maupun

mati atau perairan karang berdebu dan tide pools .Dalam siklus hidup, kerapu

bebek muda hidup diperairan karang pantai dengan kedalaman 3-5 m dan

3

Page 4: BBL Lombok.docx

kerapu dewasa hidup pada kedalaman 40 – 60 m .Parameter ekologis yang

cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu pada kisaran suhu 24 – 31°C,

salinitas antara 30 – 33 ppt, kandungan oksigen terlarut lebih besar dari 3,5

ppm dan pH antara 7,8 – 8,0 .(Departemen pertanian, Direktorat jenderal

perikanan 1999).

Di habitat aslinya kerapu bebek hidup di kawasan terumbu karang, di

perairan-perairan dangkal hingga seratus meter di bawah permukaan laut.

Selain perairan karang, lokasi kapal tenggelam juga menjadi rumpon yang

nyaman. Kerapu bebek berdiam di dalam lubang-lubang karang atau

menempel pada dinding karang atau rumpon dengan aktivitas relatif rendah.

Kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 m -3m.

Habitat favoritnya adalah perairan dengan dasar pasir berkarang yang

ditumbuhi padang lamun (seagrass) selanjutnya menginjak dewasa akan

bergerak ke erairn yang lebih dalam antara 7m – 40 m.perpindahan ini

biasanya berlangsung siang dam sore hari (Budileksono, 1995).

2.3 Tingkah Laku

Effendi (2002) menyampaikan bahwa ikan kerapu bebek merupakan

jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, yaitu pada tingkat perkembangan

mencapai dewasa (matang gonad), proses diferensiasi gonadnya berjalan dari

fase betina ke fase jantan atau dapat dikatakan ikan kerapu bebek ini memulai

siklus hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan jantan.

mengatakan fenomena perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu bebek sangat

erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan umur ikan, indeks matang

kelamin dan ukuran tubuh.  Induk kerapu bebek yang ditangkap di alam

memiliki ukuran kecil dan pada umumnya berjenis kelamin betina.  Induk ikan

akan mengalami pematangan kelamin sepanjang tahun.

Kerapu termasuk ikan yang hermaprodit protogyni, yaitu pada kehidupan

awal belum ditentukan jenis kelaminnya. Sel kelamin betina terbentuk setelah

berumur 2 tahun dengan panjang 50 cm dan berat 5 kg. Sel kelamin betina

berubah menjadi sel kelamin jantan pada umur 4 tahun dengan panjang tubuh

sekitar 70 cm dan berat 11 kg. Ada kenyataannya lebih banyak ditemui ikan

4

Page 5: BBL Lombok.docx

kerapu jantan atau mempercepat perubahan kelamin dari betina ke jantan

dapat dipacu/dirangsang dengan hormon testosteron. Pemberian hormon

testosteron dilakukan secara oral melalui makan setiap minggu, diikuti dengan

penambahan multivitamin. Takaran yang diberikan adalah : Hormon

testosteron 2 mg/kg induk Multivitamin 10 mg/kg induk (Minjoyo, 1999).

Ikan kerapu bebek memiliki sifat kanibalisme yakni sifat saling memangsa

sesama jenisnya. Hal ini terjadi ketika kondisi parameter lingkungan perairan

berubah secara ekstrem sehingga menyebabkannya menjadi stress dan

memangsa sesamnya. Sifat ini juga dapat terjadi ketika keberadaan pakan dan

makanan dalam lingkungan perairan menjadi limit yang disebabkan oleh

persaingan (Sahyono, 2000).

2.4 Pakan dan Kebiasaan Makan

Pakan yang dipersiapkan untuk larva ikan kerapu terdiri dari pakan alami

dan pakan buatan : Pakan alami yang dipersiapkan melalui kultur massal

secara terpisah seperti Chlorella Sp. ; rotifera (Brachionus plicatilis);  Artemia

dan jambret (Mysidaceae).  Sedangkan pakan buatan diberikan untuk

melengkapi kebutuhan nutrisi larva jika pakan alami tidak mencukupi

Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari dengan penambahan secara

bertahap rotifera sampai kepadatan 5 ~ 10 ekor/ml plytoplankton 105 – 2.105

sel/ml media ( Syamsul Akbar, dkk 2002 ).

Umur 9 hari mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan

kepadatan 0,25 ~ 0,75 ekor/ml media, pakan diberikan sampai larva berumur

25 hari dengan peningkatan kepadatan mencapai 2 ~ 5 ekor/ml media. Umur

17 hari larva dicoba diberi pakan artemia yang telah berumur 1 hari kemudian

secara bertahap diubah dari artemia berumur 1 hari ke artemia setengah

dewasa dan akhirnya artemia dewasa sampai larva berumur 50 hari. Setelah

larva berumur 29 – 31 hari berubah menjadi benih aktif, menyerupai kerapu

dewasa. Pada saat ini mulai dicoba pemberian pakan dengan cincangan daging

ikan ( Syamsul Akbar , dkk 2002 ).

Pakan yang digunakan adalah pellet komersial dengan penambahan

probiotik 1 mg / kg pakan untuk perlakuan (A); 2 mg/kg pakan (B); 3 mg/kg

5

Page 6: BBL Lombok.docx

pakan (C) dan kontrol ( tanpa penambahan probiotik)  dengan tanpa ulangan. 

Pakan diberikan 3 – 4 kali sehari secara ad libitum (sampai kenyang).  Pakan

yang terkonsumsi dicatat setiap harinya untuk mengetahui FCR pada akhir

masa pemeliharaan.  Untuk meningkatkan daya tubuh ikan, selama

pemeliharaan   diberikan vitamin C dengan dosis 2 gram/kg pakan dan

multivitamin 3 gram/kg pakan, seminggu sekali ( Aslianti T ,dkk 1998 ).

Ikan Kerapu bebek merupakan hewan karnivor yaitu jenis ikan pemakan

daging sebagaimana jenis kerapu dewasa lainnya yang memakan  ikan-ikan

kecil dan krustacea sedangkan untuk benih  memangsa larva  moluska

(trokovor), kopepoda, zooplankton, cephalopoda dan rotivera. Sebagai ikan

karnivor kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam

kolong air, kebiasaan makan kerapu  malam dan siang hari dan lebih aktif

pada waktu fajar dan senja hari (Tampubolon dan Mulyadi, 1989).

Sebagaimana ikan kerapu lainnya, kerapu tikus bersifat karnivora terutama

makan larva moluska, rotifera, mikrocrustacea, copepoda dan zooplankton

pada stadia larva, sedangkan untuk ikan dewasa memangsa ikan-ikan kecil,

crustacea, cephalopoda dan cenderung menangkap mangsa yang aktif

bergerak di dalam air. Kerapu mempunyai kebiasaan makan pada malam hari

dan lebih efektif pada waktu fajar dan senja hari (Antoro, 1999).

Benih ikan umur D. 35-45 diberi pakan artemia dewasa dan atau udang

jambret (Mysidopsis sp). Juvenile ikan kerapu tikus berumur 45 hari dan

seterusnya diberi pakan udang rebon segar dan daging ikan segar yang

digiling dengan frekuensi pemberian pakan 3-4 kali/hari, setelah berumur 40

hari ikan diberi pakan buatan (pellet) yang berukuran 1-5 mm sebanyak 5-7%

bobot ikan / hari hingga berumur 70-75 hari (Sugama, 2001).

2.5. Reproduksi

Kerapu bebek bersifat hermaprodit protogini, yaitu pada perkembangan

mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina dan akan berubah

menjadi jantan apabila tumbuh menjadi lebih besar  atau bertambah tua

umurnya, fenomena ini berkaitan erat dengan aktivitas pemijahan, umur,

indeks kelamin, dan ukuran. Kerapu matang gonad pada ukuran panjang 38

6

Page 7: BBL Lombok.docx

cm. Umumnya kerapu bersifat soliter tetapi pada saat akan memijah akan

bergerombol musim pemijahan ikan kerapu terjadi pada Bulan Juni –

September dan Nopember – Februari terutama pada perairan kepulauan Riau,

Karimun, Jawa dan Irian Jaya. Berdasarkan perilaku makannya ikan kerapu

menempati struktur tropik teratas dalam piramida rantai makanan salah satu

sifat buruk dari ikan kerapu adalah sifat kanibal tapi pada kerapu bebek sifat

kanibalis tidak seburuk pada kerapu macan dan kerapu lumpur.( Tampubulon

dan Mulyadi, 1989).

Ikan kerapu bebek merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini,

yaitu pada tingkat perkembangan mencapai dewasa (matang gonad), proses

diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan atau dapat

dikatakan ikan kerapu bebek ini memulai siklus hidupnya sebagai ikan betina

kemudian berubah menjadi ikan jantan. (Effendi, 2002)

7

Page 8: BBL Lombok.docx

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 25 Mei 2010 bertempat di

Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok.

3.2 Metode Pelaksanaan Praktikum

Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan metode survei langsung

di lokasi Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong Lombok Barat NTB. Data

primer diperoleh melalui pengamatan (observasi) langsung di lapangan dan

melakukan wawancara secara mendalam (debt interview) dengan pihak-pihak

yang berkaitan langsung dengan kegiatan budidaya kerapu bebek di lokasi

Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong. Sedangkan data sekunder diperoleh

melalui studi literatur dan browsing via internet.

8

Page 9: BBL Lombok.docx

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Gambaran umum Lokasi

Sekotong terletak di Dusun Gili Genting Desa Sekotong,

Kecamatan Sekotong Barat, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara

Barat. BBL Lombok terletak pada 115o46’-116o28’ BT dan 8o12’-8o55’

LT. Jarak antara BBL Lombok dengan ibu kota Provinsi Nusa Tenggara

Barat (Mataram) adalah 70 km. Lokasi BBL Lombok memiliki batas-

batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah timur berbatasan dengan Lombok Tengah dan Lombok Timur

- Sebelah barat berbatasan dengan Selat Lombok

- Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

- ebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia

BBL Lombok stasiun Sekotong terletak di perairan teluk Sekotong

dengan kondisi perairan yang bersih dan jernih, karang berpasir,

memiliki salinitas 32-35 ppt dan pH berkisar antara 7,7-8,3. Disekitar

perairan teluk Sekotong tidak ada kegiatan industri, bukan jalur

pelayaran umum dan cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga

penyebab pencemaran lingkungan berupa limbah kimia maupun limbah

organik dapat dihindari.

4.1.2 Organisasi dan Ketenagakerjaan

Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok merupakan salah satu stasiun

pengembangan BBL Lampung pada tahun 1992. Balai ini dibangun di

pesisir Teluk Gerupuk, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kab. Lombok

Tengah NTB. Pada tahun 1994, status stasiun meningkat menjadi Loka

Budidaya Laut Lombok yang merupakan instansi Eselon IV dibawah

pembinaan Direktorat Perbenihan, Direktorat Jendral Perikanan

Departemen Pertanian.

9

Page 10: BBL Lombok.docx

Tahun 2000, seiring dengan lahirnya Departemen Eksplorasi Laut dan

Perikanan, Loka Budidaya Laut berada dibawah pembinaan Direktorat

Jenderal Perikanan Budidaya memperoleh peningkatan anggaran dan

penambahan sarana produksi di Dusun Gili Genting, Desa sekotong

Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Status Loka

Budidaya Laut Lombok meningkat menjadi Balai Budidaya Laut

Lombok pada tahun 2006 sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan

Perikanan di bidang budidaya laut berdasarkan Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan No. PER. 10/MEN/2006 Berdasarkan SK

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2002. Adapun

pembagian tugas dan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Daftar Pegawai Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Sekotong

No Nama Gol/Ruang Jabatan1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Ir. H. Sarifin, MS

Ir. Sunarty

Rusman H.S.Pi,M.Si

Bagja Irwansyah, A.Pi

Bayu Priyambodo, S.pi, M.si

M. Tahang, S.St.Pi

Mustapa,S.Pi

Hery Setyabudi, S.Pi

Arsyad Sajangka, S.Pi

Sarwono,S.St.Pi

Woro K.P, S.pi

Zainuddin, S.Pi, MP

Mochamad Amiri, S.Pi

IV/a

III/d

III/c

III/d

III/c

III/b

III/a

III/b

III/b

III/b

III/b

III/c

III/a

Kepala Balai

Pengawas benih ikan muda

Ca.Pengawas Pembudidaya ikan

Kasubag Tata Usaha

Kasi Standarisasi dan Informasi

Perekayasa Muda

Bendahara Pengeluaran

Perekayasa Pertama

Perekayasa Pertama

Perekayasa Muda

Calon Perekayasa

Pengawas Benih ikan muda

Perekayasa Pertama

10

Page 11: BBL Lombok.docx

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

Baiq Shafiah, S.St.Pi

Aang Guntur J.A, S.H

Joko Santosa, S.K.H

Pramularsih Ari Windu, S.Si

Afni Isriani, A.Md

Ekky Nidyananda, A.Md

Taufan Haryono

Ni Luh Anggra L., S.St.Pi

Nurhasanah S.

Titik Hartani

Wildan

Bangun

Aprisanto D. L., A.Md

Imron Nurkolis, A.Md

Renni Kusuma Bakti, A.Md

Mohamad Imanuddin

Arif Supriyanto

Muhammad Rizal

Andry Arfiyanto

Suherlan Ahmad S.

Reman

Ni Made Widya Indayani

Abu Abas

III/a

III/a

III/a

III/a

II/c

II/c

II/a

III/a

II/d

II/d

II/d

II/d

II/dII/d

D3

D3

II/d

II/b

II/b

II/b

II/a

II/a

II/a

II/a

Calon Pengawas Budidaya

Pranata Hukum

Calon PHPI

Calon PHPI

Calon Pengawas Benih

Calon PHPI

Teknisi Litkayasa Pelaksana Muda

Perekayasa Pertama

Pengawas Benih Ikan Pelaksana

Pengawas Benih Ikan Pelaksana

Pengawas Benih Ikan Pelaksana

Pelaksana Pembesaran Ikan Kerapu

Teknisi Litkayasa Pelaksana

Teknisi Litkayasa Pelaksana

Tenaga Fungsional Tertentu

Teknisi Litkayasa Pelaksana Pemula

Pelaksana Pakan alami

Teknisi Litkayasa Pelaksana

Teknisi Litkayasa Pelaksana

Calon Pengawas Benih Ikan

Calon Pengawas Benih Ikan

Calon Pengawas Benih Ikan

Calon Pengawas Benih Ikan

11

Page 12: BBL Lombok.docx

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

Libuh

Ngurah Sedana Yasa, S.Pi, M.si

Luluk Widiyanti, S.Pi, MP

Supriadi, S.Pi

Zaenah

I Komang Widiana, S.Si

Dony Prastowo, S.Pi

Muhammad Hidayat, S.St.Pi

Rusmini

Setiasari Palupi, A.md

Sukriadi

Minde

Ade Yana

Landra Wijaya

Ahing

Desy Suci Lestari, S.AP

Moh. Budiato, AMd

Gagan Garnawansah, S.Pi

Muchammad Nurul Huda, A. md

III/d

III/c

III/a

III/a

III/a

III/a

III/a

III/a

II/d

II/d

II/c

II/b

II/b

II/a

III/a

II/c

III/a

II/c

Calon Pengawas Benih Ikan

Perekayasa Muda

PHPI Muda

Pengawas Perikanan

Petugas SAKPA

Tenaga Teknisi

Calon Perekayasa

Calon Pengawas Budidaya

Pengelola Persuratan dan Pengagendaan

Calon Pengawas Benih Ikan

Pelaksana Pembenihan

Pengelola Perpustakaan

Pelaksana Pembenihan Abalon

Calon Teknisi Litkayasa

Calon Pengawas Benih Ikan

Penyiap Bahan Rumusan

Calon PHPI

Calon Perekayasa

Calon Litkayasa Bidang BD Ikan

Sumber: Tata Usaha BBL Lombok, 2010

12

Page 13: BBL Lombok.docx

4.1.3 Layout Lokasi Pembesaran di KJA

4.1.4

4.1.5

4.1.6

4.3 Sarana Dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam budidaya kerapu adalah

sebagai berikut:

a. Rakit apung lengkap dengan pelampung, rumah jaga serta jangkar.

b. Jaring pemeliharaan lengkap dengan pemberat dari pipa PVC.

c. Ketersediaan benih siap tebar.

d. Pakan (pakan buatan dan atau pakan segar), multivitamin dan obat-obatan.

e. Sarana transportasi; perahu/sampan yang dilengkapi dengan motor.

f. Peralatan kerja; wadah pakan (toples), serok, keranjang plastik, bak fiber

volume 250 liter, High blow, Generator 1 PK, mesin semprot pembersih

jaring.

g. Peralatan sampling; timbangan dan mistar.

h. Bak pendederan dengan volume efektif 7.5 ton dengan jaringan

pengaerasian sebanyak 4 buah.

i. Ruangan laboratorium untk meneliti hama peyakit larva, nutrisi pakan dll.

j. Mushola.

k. Ruang larva.

l. Ruang pemijahan.

m. Kantin.

n. KJA ( keramba jarring apung).

o. Perahu motor.

p. Kantor dan perumahan pegawai.

13

Page 14: BBL Lombok.docx

14

Page 15: BBL Lombok.docx

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengamatan

5.1.1 Keadaan Umum Lokasi

Gambar 1 Denah Lokasi Balai Budidaya laut Sekotong

Keadaan umum lokasi budidaya terletak di Jalan Raya Gili Genting 62

km dari Mataram, situasi kondusif sehingga mendukung pelaksanaan

budidaya, karena jauh dari muara sungai dan berada di tengah teluk, serta

sarana dan prasarana yang mendukung tersedia untuk menunjang budidaya

kerapu bebek dengan ditunjang oleh tenaga kerja yang profesional.

5.1.2 Teknik Pemeliharaan Ikan Kerapu

Tabel 1: Pembudidayaan Ikan Kerapu Bebek

No. Jenis Kegiatan Keterangan

1. Pembibitan Bibit (induk) berasal dari alam / laut secara langsung.

Dengan jenis ikan kerapu bebek Induk ditampung

khusus pada bak pemijahan. Kualitas air dijaga

dengan diganti sebanyak 200-500% per hari.

2. Pemijahan Digunakan wadah sebesar 50 ton. Pemijahan

15

Page 16: BBL Lombok.docx

dilakukan 1 bulan sekali selama 6 bulan Telur yang

dihasilkan didalam wadah ditampung didalam wadah

khusus yang disebut dengan kolektor. Telur menetas

selama 20 jam. Kualitas air dijaga dengan diganti

sebanyak 500% per hari.

3. Pembenihan Larva yang dihasilkan dimasukkan dalam wadah atau

bak sebesar 1 ton selama 9 hari. Pakan yang diberikan

berupa rotifera atau pakan hidup. Larva yang berumur

17 hari tetap diberikan pakan alami berupa Artemia.

Kualitas air dijaga dengan filter ozon dan dilakukan 1

kali sirkulasi pada siang hari saja.

4. Pendederan Benih yang akan didederkan berukuran 9 – 10 cm.

Pendederan dilkukan selama 5 bulan. Menggunakan

bak pendederan sebesar 1 ton. Pergantian air

dilakukan sebanyak 200-300% per hari.

5. Pembesaran Dilakukan di KJA (Keramba Jaring Apung) yang

letaknya 300 m atau lebih dari pesisir pantai. Pakan

yang diberikan merupakan pakan buatan (pellet).

Pembesaran dilakukan selama 1,5 tahun.Dengan

berat ikan 300 – 350 gram per ekor. Manajemen

kualitas air dilakukan dengan pemantauan secara

intensif pada KJA.

Tabel 2. Manajemen Kualitas Air pada Bak Larva

16

Page 17: BBL Lombok.docx

No Manajemen Kualitas Air Larva Sirkulasi (Pergantian)

1 Day 0 - Day 12 Tanpa pergantian air

2 Day 12 - Day 15 Bertahap sebanyak 5 %

3 Day 40 Sebanyak 40-50 %

5.2. Pembahasan

5.2.1. Keadaan Umum Lokasi

Keadaan umum lokasi sangat baik dalam menetukan keberhasilan

kegiatan budidaya ikan kerapu bebek. Beberapa factor yang perlu di

pertimbangkan dalam pemilihan lokasi adalah:

1. Gangguan alam

Gangguan alam misalnya ombak yang berlangsung terus meerus, badai

dan gelombang besar atau arus laut yang kuat bergelora..Ombak yang

berlangsung terus menerus dapat membuat lingkungan air bergelora

dan menyebabkan ikan stress sehingga menugurangi selera makan.

Badai dan gelombang besar dapat merusak dan memporak porandakan

kostruksi wadah budaidaya seperti KJA. Sedangkan arus laut yang kuat

dapat merusak posisi keramba dan menghanyutkannya. Oleh karena itu

pemilihan lokasi yang tepat untuk menghindari gangguan alam tersebut

adalah daerah teluk yang dapat menghindari dan memecah ombak.

2. Pencemaran

Lingkungan perairan sering kali tercmar oleh limbah berupabahan

kimia berbahaya, isa pestisida, plastic detergen, atau sampah organic.

Bahkan bahan kimia tertntu, terutama yang mengandung logam berat

atau bahan beracun dapat mengancam kehidupan ikan dan orang yang

mengkonsumsinya. Pencemaran Beberapa indicator pada perairan

tercemar diantaranya kadar biological oxygen dimen (BOD=oksigen

yang diperlukan untuk metabolisme mikroorganisme aerobik yang ada

diperairan tercemar bahan organic) melebihi 5mg/liter dalam 5 hari,

17

Page 18: BBL Lombok.docx

kadar ammonia melebihi 0,1 ppm atau 100mg/m3, dan total bakterinya

melampaui 3000 sel/m3. Sebagian besar penyebab utama pencemaran

berasal dari masukan air tawar yang menuju ke laut dengan membawa

bahan-bahan beracun tersebut. Untuk itu, lokasi budidaya harus jauh

dari masukan air tawar.

3. Predator

Beberapa jenis ikan dapat mengancam kehidupan dan mengganggu

ketenangan ikan, sehingga dapat menyebabkan penurunan produksi.

Ikan-ikan tersebut diantaranya ikan Buntal dan ikan besar yang ganas.

4. Lalulintas Laut

Lalulintas kapal atau perahu nelayan dapat mengganggu ketenangan

usaha budidaya. Selain itu, kapal-kapal besar juga berpotensi

mencemari lingkungan perairan oleh sisa minyak yang menjadi bahan

bakarnya.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, lokasi budidaya

sebaiknya dilakukan di teluk, selat diantara pulau-pulau berdekatan,atau

perairan terbuka dengan terumbu karang penghalang yang cukup panjang.

Selain factor-faktor tersebut diatas, parameter fisika dan kimia perairan

tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:

Kecerahan minimal 3-5 meter

Salinitas 32-35 ppt

Suhu air 28-300C

pH air 7-9

Kedalaman perairan ideal 7-15 meter

DO minimal 3 ppm

Tinggi air pasang diatas 1 meter

5.2.2 pemilihan benih

Benih yang digunakan bisa berasal dari tangkapan maupun

pembenihan. Umumnya jumlah benih dari tangkapan sangat terbatas,

ukuran tidak seragam, sering terserang penyakit akibat luka saat

18

Page 19: BBL Lombok.docx

penangkapan dan pengangkutan. Dengan alasan tersebut lebih baik benih

yang digunakan berasal da pembenihan. Selain jumlahnya banyak, ukuran

relatif seragam serta kualitas dan kontinuitas terjamin. Kriteria benih

kerapu yang baik adalah : ukurannya seragam, bebas penyakit, gerakan

berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidak beraturan atau

gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, respon terhadap pakan

baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak

cacat tubuh.

Proses penebaran benih sangat berpengaruh terhadap kelangsungan

hidup benih. Sebelum ditebarkan, perlu diadaptasikan terlebih dahulu

pada kondisi lingkungan budidaya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam adaptasi ini, adalah :

(a) Waktu penebaran (sebaiknya pagi atau sore hari, atau saat cuaca

teduh),

(b) Sanibalisme yang cenderung meningkat pada kepadatan yang tinggi,

dan

(c) Aklimatisasi, terutama suhu dan salinitas.

5.2.3. Pemijahan

Pemijahan dilakukan dengan dua cara, yakni manipulasi

lingkungan dan dengan system rangsangan hormonal. BBL Sekotong

biasanya hanya menggunakan system manipulasi lingkungan. Sistem ini

benar-benar meniru pemijahan kerapu bebek secara alami di alam. Dengan

demikian induk hanya akan mengeluarkan sperma dan telur di saat gelap

yakni tidak ada gelap. Biasanya berlangsung antara tanggal 25-5.

Untuk melakukan pemijahan dengan manipulasi lingkungan induk

yang telah matang kelamin ditempatkan di bak pemijahan dengan

pebandingan jantan dan betina 1:2. Induk didalam bak kemudian diberi

rangsangan dengan teknik penjemuran dan air mengalir. Metode

penjemuran dilakukan dengan menurunkan permukaan air pada siang

hingga sore hari sampai kedalaman air bak 40-50 cm. Pada petang hari

permukaan air dinaikan dan air dialirkan sepanjang malam hingga

memenuhi kapasitas bak.

19

Page 20: BBL Lombok.docx

Perlakuan ini dilakukan setiap hari. Dengan cara itu, intensitas

sinar matahari pada siang hari dapat mengenai tubuh ikan secara langsung,

otak kecil terangsang untuk menghasilkan hormone-hormon pemijahan

yang memacu kematangan kelamin. Perubahan suhu secara drastic 20C-

50C setiap hari juga akan berperan serupa untuk merangsang kelamin

reproduksi biasanya 3 bulan setelah perlakuan itu ikn mulai memijah.

Pemijahan terjadi pada malam hari antara pukul 22.00-02.00.

5.2.4 Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

Bak yang dipergunakan untuk penetasan telur sekaligus juga

merupakan bak pemeliharaan larva, terbuat dari semen, berbentuk empat

persegi panjang dengan ukuran 4 x 1 x 1 m³ . Atap terdiri atas dua jenis

yakni atap tembus cahaya dan atap tidak tembus cahaya. Pengatapan ini

bertujuan agar suhu dalam ruangan tetap konstan dan optimim bagi

kehidupan larva. Selain itu, pengatapan dengan cara ini juga dilakukan

agar cahaya dapat masuk ke dalam ruangan, sehingga keberadaannya

dapat dimanfaatkan oleh pakan larva yang berupa fitoplankton untuk

melakukan fotosintesis.

Tiga hari sebelum bak penetasan/bak pemeliharaan larva digunakan, perlu

dipersiapkan dahulu dengan cara dibersihkan dan dicuci hamakan

memakai larutan chlorine (Na OCI) 50 - 100 ppm. Setelah itu dinetralkan

dengan penambahan larutan Natrium thiosulfat sampai bau yang

ditimbulkan oleh chlorine hilang. Air laut dengan kadar garam 32 ‰

dimasukkan ke dalam bak, satu hari sebelum larva dimasukkan dengan

maksud agar suhu badan stabil berkisar antara 27 - 28°C. Telur hasil

pemijahan dikumpulkan dengan sistim air mengalir. Telur yang dibuahi

akan mengapung dipermukaan air dan berwarna jernih (transparan).

Sebelum telur ditetaskan perlu direndam dalam larutan 1 - 5 ppm

acriflavin untuk mencegah serang bakteri. Padat penebaran telur di Bak

Penetasan berkisar 20 - 60 butir/liter air media. Ke dalam bak penetasan

perlu ditambahkan Chlorella sp sebanyak 50.000 -100.000 sel/ml untuk

20

Page 21: BBL Lombok.docx

menjaga kualitas air. Telur akan menetas dalam waktu 18 - 22 jam setelah

pemijahan pada suhu 27 - 28°C dan kadar garam 30 - 32 ‰.

Telur hasil pemijahan kisaran umurnya sekitar 35 hari kemudian

dipindahkan ke bak pembenihan (tergantung pertumbuhan larva). Bak-bak

untuk pro larva sebagai tempat penebaran diberikan aerator agar suplai

oksigen terlarut tidak berkurang dan diberikan pakan alami berupa

nanoplankton (sesuai dengan bukaan mulut), setelah menjadi larva dan

post larva ikan diberikan pakan alami berupa Rotifer (zooplankton).

Bak penetasan telur yang sekaligus merupakan bak pemeliharaan

larva perlu dijaga kualitas airnya dengan penambahan phytoplankton

Chlorella, dengan kepadatan 5.10 3 - 10 4 sel/ml. Phytoplankton akan

menggeliminir pembusukkan yang ditimbulkan oleh telur yang tidak

menetas dan sisa cangkang telur yang ditinggalkan. Pembersihan dasar bak

dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama dengan maksud

untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang telur.

Penggantian air dilaksanakan pertama kali pada saat larva berumur 6 hari

(D6) yaitu sebanyak 5 - 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan

dengan bertambahnya umur larva, maka volume air yang perlu diganti

juga semakin banyak. Pada saat larva telah berumur 30 hari (D30)

pengganti air dilakukan sebanyak 20% dan bila larva telah berumur 40

hari (D40) air yang diganti sebanyak 40%.

5.2.5. Pendederan

Pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan benih setelah

dipelihara dalam bak pemeliharaan larva dengan rentan waktu 35 hari

dari masa pemeliharaan larva dimana larva tersebut morfologiya telah

sama seperti kerapu dewasa. Biasanya ukuran ikan yang akan didederkan

berkisar 4-5 cm. Wadah pendederan berupa bak semen dengan ukuran

panjang = 6 m, lebar = 5m dan tinggi = 1,5 m. Dalam 1 bak pendederan

ikan ditebar dengan kepadatan 1000 ekor.

Di dalam bak pendederan ikan kerapu harus diberi pakan buatan

berupa pelet sebanyak 4 kali dalam sehari dengan menghabiskan 2 kg

21

Page 22: BBL Lombok.docx

pakan perhari. Hal ini dilakukan karena pada masa pendederan

merupakan tahap remaja ikan, dimana pertumbuhannya sangat

signitifikan, sehingga membutuhkan pakan dalam jumlah yang banyak.

Selain itu pemberian pakan sebnyak 4 kali dalam sehari ini bertujuan

juga untuk menghindari pemangsaan sejenis atau sifat kanibalisme yang

dimiliki oleh ikan kerapu bebek. Sebab jika ketersediaan pakan

berkurang, maka ikan kerapu menunjukkan sifat kanibalisme karena

kelaparan.

Sifat kanibalis pada ikan ini sangat perlu untuk dihindari agar

keberadaan ikan kerapu tidak berkurang. Selain dengan pemberian pakan

dalam jumlah yang cukup banyak, sifat kanibalis juga dapat dihindari

dengan cara greeding. Greeding adalah pemilahan ikan kerapu

berdasarkan ukurannya. Ikan kerapu diseragamkan berdasarkan

ukurannya, ikan ukuran kecil dengan kecil, ikan ukuran besar dengan

besar, yang kemudian ditempatkan pada bak yang berlainan. Dengan

demikian maka ukuran akan menjadi seragam, sehingga tidak terjadi

eksploitasi dan sifat saling memangsa di antara ikan.

Greeding dilaukan dengan interval 5-6 hari secara kontinyu.

Kegiatan ini diawali dengan pembuangangan air melalui pipa saluran

pembuangan yang diberikan penyaring agar ikan idak ikut terlepas

bersama air. Kemudian air dikeluarkan tidak sampai kering, tetapi

disisakan sekitar ketinggian 10-20 cm untuk menghindari stres pada

ikan, kemudian ikan diambil menggunakan seser atau gayung dan

ditempatkan pada bak plastik untuk selanjutnya diadakan greeding.

Pemilahan ukuran ikan dilakukan dengan cara mengukur panjang ikan

dengan skala ukur mengunakan jari.

Proses greeding dilakukan dalam sautu paket, bersamaan dengan

pembersihan bak. Air dibuang, untuk menghilangkan sisa metabolisme

ikan kerapu seperti feses dan CO2 yang terlarut didalam air serta

mengeluarkan pakan yang tidak termakan oleh ikan. Untuk

menghilangkan mikroba penggangu seperti jamur, dan bakteri

pengganggu, bak dibersihkan menggunakan kaporit. Jika bak jarang

22

Page 23: BBL Lombok.docx

diberrsihkan maka, ada suatu kecendrungan dimana ikan sering

mengalami sakit seperti creeves, badan mengembung, jamuran dan

sebagainya. Untuk ikan yang dijangkit oleh penyakit jamuran atau

bakteri, ikan harus segera diambil kemudian dimusnahkan agar tidak

menular ke ikan yang lainnya. Semntara ikan yang sakit atau stres akibat

kualitas air yang kurang baik, maka ikan diambil, kemudian dipulihkan

dengan cara perendaman pada air tawar.

Gambar 2. Bak Pendederan

5.2.6. Pembesaran

Budidaya ikan kerapu bebek ini, dapat dilakukan dengan

menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan Keramba Jaring

Apung (KJA). Untuk keperluan studi ini, dipilih budidaya dengan

menggunakan KJA. Budidaya ikan kerapu dalam KJA akan berhasil

dengan baik (tumbuh cepat dan kelangsungan hidup tinggi) apabila

pemilihan jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran benih yang ditebar dan

kepadatan tebaran sesuai.

23

Page 24: BBL Lombok.docx

. Oleh sebab itu diperlukan pengawasan dan pemeliharaan yang ekstra

ketat. Telur-telur tersebut akan menetas pada suhu 28-300C. Kemudian

telur yang menetas dipindahkan ke dalam bak larva khusus yang terpisah

ruangannya dengan ruangan untuk penyimpanan telur tadi.

Rotifer dipilih karena ukurannya sangat sesuai dengan bukaan mulut

larva yaitu 120µm (ukuran Rotifer sebagai jasad pakan alami 60-180µm).

Penggunaan Rotifer sebagai jasad pakan alami bagi larva Kerapu Bebek

secara bertahap diganti dengan spina dan pada akhirnya menggunakan

Artemia pada masa pendederan. Benih ikan Kerapu ukuran panjang 4–5

cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan

terlebih dahulu dalam bak pendederan berukuran 1,5 x 3 x 3m dengan

kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan

ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya

kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan

(20–25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran

3 x 3 x 3 m dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian

dipindahkan ke dalam keramba pembesaran sampai mencapai ukuran

konsumsi (500 gram).

Biasanya pada masa-masa ini merupakan saat-saat yang kritis dan

banyak kendala seperti ikan yang cacat, devormity, tulang bengkok,

bentuk kepala yang tidak proporsional dan sebagainya, sehingga tidak

heran jika 5% dari total ikan yang berada pada bak-bak pendederan

mengalami cacat yang disebabkan oleh kekurangan nutrisi dan stres.

Namun secara umum seluruh tahapan budidaya sangat sensitif

terhadap berbagai jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya

ikan kerapu bebek dalam Keramba Jaring Apung (KJA) adalah ikan

buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering

menyerang ikan kerapu adalah : (a) penyakit akibat serangan parasit,

seperti : parasit crustacea dan flatworm, (b) penyakit akibat protozoa,

seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis, (c) penyakit akibat jamur

(fungi), seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis, (d) penyakit akibat

24

Page 25: BBL Lombok.docx

serangan bakteri, (e) penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Virus

Nervous Necrosis).

Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya

ikan Kerapu dalam KJA. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus

benar-benar tepat dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan

dan harganya. Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin,

sehingga setiap ikan memperoleh kesempatan yang sama untuk

mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan diberikan secara ad

libitum (sampai kenyang). Sedangkan untuk pembesaran adalah 8-10%

dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan

sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan)

dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru

ditebar dapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan

dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah ± 3-4 hari, pelet dapat

dicampur dengan ikan rucah.

Hasil dari budidaya ini sebagian besarnya tidak dikomersilkan,

karena tujuan dari kegiatan budidaya yang dilakukan oleh BBL Sekotong

untuk menemukan teknologi terbaru dalam budidaya kerapu yang nantinya

akan disosialisasikan kepada masyarakat dalam bentuk buku, spanduk,

pamplet, seminar, pelatihan dan sebagainya. Adapun sebagian kecil yang

dikomersilkan, hasilnya akan masuk ke Pendapatan Negara Bukan Pajak.

VI. KESIMPULAN

25

Gambar 3 Wadah Pembesaran (KJA)

Page 26: BBL Lombok.docx

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengamatan dan

pembahasan antara lain :

1. Kegiatan budidaya dimulai dari pengambilan bibit dari alam (domestifikasi)

hingga manajemen kualitas dari hasil budidaya itu sendiri.

2. Kegiatan budidaya pada BBL Sekotong bertujuan untuk menghasilkan

teknologi baru dalam budidaya dan bukan untuk komersial.

3. Masa-masa kritis dari budidaya Kerapu Bebek ini terjadi pada waktu

pemeliharaan telur hingga larva.

4. Pemeliharaan Kerapu bebek sangat bergantung pada kualitas benih dan pakan,

lingkungan (wadah pemeliharaan) dan hama atau penyakit serta teknologi yang

digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: BBL Lombok.docx

Anonim, 2010. Kerapu Bebek. http://id.wikipedia.org/wiki/kerapu_bebek.html.

Wikipedia Foundation. diakses 5 Mei 2009.

Anonim, 2010. Berita Budidaya. http://nina.wordpress.com. Wordpress Corp.

Diakses 5 Mei 2009.

Aslianti, T. 1996. Pemeliharaan Kerapu Bebek (cromileptes altivelis) Dengan

Padat Tebar Berbeda. Jurnal Penelitia Perikanan Indonesia.

Azmi, H., 2007. Data Statistik. DKP-NTB. Mataram.

Muchari, M., 1999. Pembenihan Kerapu Tukus. Intan Pariwara. Jakarta.

Smith, 1982. Introduction to Fish Physiologi. Publication inc. England.

Subyakto, 2002. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Sudaryanto, 2000. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Sugama, K., Tridjoko, B. Slamet, S. Ismi dan S. Kawahara. 2001. Petunjuk Teknis Produksi Benih Kerapu Bebek(cromileptes altivelis). Ditjenkan. Bali

Tampubolon dan Mulyadi, 1989. Sinopsis Kerapu di Perairan Indonesia.

Balitbangkan. Semarang.

27