BatuMulia
description
Transcript of BatuMulia
Batu Mulia
PENDAHULUAN
Batumulia adalah semua jenis mineral dan batuan yang mempunyai sifat fisik dan
kimia serta karakteristik tertentu seperti motif dan warna. Batu mulia umumnya
digunakan untuk perhiasan dan bahan dekorasi. Istilah atau penamaan batumulia lebih
banyak didasarkan pada kelangkaan keter-dapatannya. Asal mula batumulia dikenal
dengan nama tradisional yaitu “batu akik” atau “batu aji”. Dalam dunia perdagangan
istilah batumulia sudah mulai dipakai di masyarakat, baik untuk perhiasan atau dekorasi.
Secara umum, batumulia digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu batu permata
(precious stones), batu setengah/semi permata (semi-precious stones), dan batu hias
(ornamental stones). Batu permata dan batu setengah permata umumnya digunakan
sebagai per-hiasan, sedangkan batu hias untuk dekorasi atau penambah keindahan.
Penamaan jenis batumulia asalnya beraneka ragam, mulai dari nama mineral/batuan,
nama ilmiah, nama perdagangan, sampai kepada nama tertentu yang biasanya muncul
atas dasar pertimbangan warna, tekstur atau motif (pattem), kadang tergan-tung selera
Satu-satunya instansi pemerintah yang khusus menangani pencarian batumulia adalah
Seksi Batumulia pada Direktorat Sumberdaya Mineral, Sedangkan pemanfaatan dan
pengolahan dalam membentuk model dan bentuk terdapat di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung, Departemen Energi dan
Sumberdaya Mineral, yang baru didirikan pada 1986.
Sejarah Batumulia
Di Indonesia, jenis batumulia yang telah lebih dahulu dikenal yaitu intan yang
sudah ditambang/digali oleh rakyat sejak abad VI pada masa Peme-rintah Hindia Belanda
melalui usaha penggalian di Kalimantan Selatan se-bagai usaha sampingan; sedangkan
industri pengrajin batumulia yang berada di daerah Sukabumi, Jawa Barat telah
beroperasi sejak 1930.
Kemajuan industri pengolahan batu-mulia mengalami peningkatan cukup pesat,
ditandai dengan tumbuhnya pengrajin di berbagai daerah terutama di daerah yang
berdekatan dengan lokasi sebaran batumulia, yang per-kembangannya dimulai sejak awal
tahun 1980-an. Dengan munculnya beberapa pengrajin batumulia yang mulai nampak
seperti di daerah Sukabumi (Jawa Barat), Lampung, Jambi, Pacitan (Jawa Timur), dan
Martapura (Kalimantan Selatan).
Atas prakarsa Dep. Perindustrian dan Perdagangan, dewasa ini daerah-daerah
tersebut menjadi sentra industri yang terdapat hampir di seluruh propinsi di Indonesia.
Untuk dapat memberikan informasi yang lebih jelas dengan berbagai aspek tentang
perbatumuliaan, maka pada tahun 1980 dibentuk organisasi Masyarakat Batu-mulia
Indonesia (MBI) yang berpusat di Bandung, Jawa Barat yang memelopori terbentuknya
cabang-cabang di setiap propinsi di Indonesia.
Mula jadi
Terjadinya batumulia tidak jauh ber-beda dengan pembentukan batuan atau mineral
secara umum. Pembentukan batumulia dapat terjadi melalui diferensiasi magma, meta-
morfosis dan sedimentasi.
a. Diferensiasi Magma
Proses ini disebut juga sebagai proses pembentukan batuan beku, yaitu mengalirnya
cairan magma ke permukaan bumi akibat terjadinya gerakan di bawah permukaan bumi
yang menyebabkan timbulnya retakan yang kemudian diisi oleh cairan magma dan
membentuk jenis batuan atau mineral termasuk batumulia. Perbedaan temperatur dan
kontak dengan batuan sekelilingnya disertai dengan pembekuan dalam fase yang berbeda
akan mempengaruhi pembentukan jenis batuan dan mineral.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa proses diferensiasi magma membentuk
batumulia dapat dikategorikan sebagai berikut :
batumulia bersuhu tinggi seperti intan, safir, rubi, peridotit, garnet, zirkon dan lain-
lain;
batumulia pegmatis seperti zamrud, beril, krisoberil, safir, rubi, spinel, topas,
turmalin, zirkon dan lain-lain;
batumulia pneumatis seperti turmalin, topas, felspar dan lain-lain;
batumulia bersuhu rendah seperti kalsedon, agat, jasper, opal dan lain-lain.
a. Metamorfosis
Batumulia yang terjadi karena proses metamorfosis diakibatkan oleh peng-aruh
suhu dan tekanan yang ditimbul--kan oleh pembebanan sehingga mengubah batuan/
mineral tersebut menjadi mineral dan batuan baru.
Ada tiga jenis proses metamorfosis bergantung pada keadaan yang mendominasinya yaitu
:
Metamorfosa kontak atau termal yang dominan dipengaruhi oleh faktor suhu.
Perubahan berlangsung jika panas yang ditimbulkan melalui kontak dengan batuan
yang ada seperti batuan sedimen jenis batu gamping (murni) yang paling reaktif
terhadap perubahan temperatur dan akan berubah menjadi marmer. Batuan sedimen
jenis batupasir kuarsa yang mengalami proses metamorfosis kontak akan
menimbulkan rekristalisasi butiran, sehingga terbentuk kuarsit. Batuan yang
mengandung lempung dan serpihan akan menjadi hornfels yang menghadirkan Al-
silikat.
Metamorfosis dislokasi terjadi pada temperatur rendah, serta pengaruh proses
tektonik yang biasanya terdapat di sepanjang bidang patahan dan tempat-tempat
lemah lainnya di dalam kerak bumi. Beberapa jenis batuan hasil metamorfosis
diskolasi antara lain genes, sekis dan serpih. Batuan beku yang mengalami proses
metamorfosis dislokasi akan menghasilkan serpentinit dan amfibol.
Metasomatisma merupakan me-tamorfosis yang disebabkan oleh adanya pengaruh
kimia dari batuan lain di sekitarnya. Proses metasomatisma ini mempengaruhi hampir
seluruh permukaan dalam skala kecil maupun besar. Secara keseluruhan komposisi
batuan dapat berubah dan kadang-kadang terjadi penggantian sempurna terhadap satu
mineral saja tanpa kehilangan tekstur asal.
b. Sedimentasi
Batuan beku dan metamorf yang muncul di permukaan bumi akan mengalami
pelapukan akibat pengaruh air, udara dan organisme. Hancuran batuan dan lapukannya
kemudian diangkut oleh air atau media lain (es, angin, pengaruh gravitasi) melalui
sungai yang bermuara di laut, sehingga membentuk endapan danau dan endapan laut
yang dikenal dengan proses sedimentasi.
Selama proses transportasi, bahan batuan mengalami gesekan terus menerus hingga
permukaannya menjadi lebih halus dan mempengaruhi bentuk serta ukuran butiran.
Batuan yang lebih keras lebih sedikit mengalami gesekan dibandingkan dengan batuan
yang lunak. Semakin jauh transportasi batuan dari tempat asalnya, semakin beragam
bentuk yang dapat terjadi seperti menyudut, menyudut tanggung sampai membulat
kemudian terjadilah peng-endapan atau sedimentasi yang me-rupakan endapan sekunder
dan disebut batuan sedimen. Beberapa jenis batu-mulia yang terbentuk dengan proses
sedimentasi ini ialah intan, safir, rubi, korundum dan beberapa jenis ametis.
Mineralogi
Sifat fisik dan kimia berbagai jenis batumulia di Indonesia ( batu permata, batu
semi permata, dan batu hias) dapat dilihat pada Tabel 1- 3.
Batumulia jenis batu permata umumnya merupakan monomineral sedangkan jenis
batu hias dan batu hias alami kebanyakan terdiri atas berbagai jenis batuan yang
mempunyai kandungan beberapa jenis mineral termasuk di dalamnya jenis batu permata
dan batu semi permata. Memasukkan jenis mineral ke dalam kelompok batumulia
sebagai jenis batu permata dilihat dari pemanfaatan dan keindahannya sebagai mineral
perhiasan, di samping karakteristik lainnya yaitu sifat kimia-fisika, warna, dan motifnya.
Sebagai contoh adalah mineral intan yang dikenal sebagai batu intan atau batu
permata, mempunyai tipe kelas tinggi yaitu bentuk ukuran besar, tidak mengandung
mineral lain sebagai pengotor, tingkat kecerahan tinggi, dan berwarna cemerlang.
Jika mineral intan atau jenis batu permata lainnya berukuran halus dan terdapat
dalam bongkah batuan sehingga tidak dapat diambil untuk dimanfaatkan sebagai bahan
yang monomineral, maka tingkat peng-golongannya dimasukkan ke dalam jenis batu hias
atau batu hias alami, baik melalui proses pengolahan atau tidak melalui proses
pengolahan apabila dilihat unsur seninya indah. Untuk menentukan klasifikasi atau
tingkatan batumulia dan proses pengembangan pengolahan serta pemanfaatannya, perlu
dilakukan analisis laboratorium yang mencakup sifat kimia dan fisikanya.
Semakin tinggi tingkat kekerasannya akan semakin mahal nilai dan harganya,
sedangkan kandungan komposisi unsur dan rumusan kimia diperlukan sebagai catatan
tambahan secara keilmuan saja. Semakin tinggi nilai atau harga batumulia, akan semakin
selektif alat yang digunakan dan semakin tinggi kehati-hatian dalam pembuatan bentuk
dan penerapan disainnya.
Analisis batumulia di antaranya meliputi sifat optik, kekerasan, warna, komposisi
kimia, berat jenis, dan jenis asosiasi mineral lain sebagai pengotor. Pada umumnya
dilakukan dengan analisis mikroskopis, sedangkan untuk analisis berat jenis dilakukan
dengan mencelupkan batumulia ke dalam larutan dengan berat jenis tertentu,
mengambang atau tenggelam. Untuk mengetahui kekerasan batumulia dilakukan dengan
membandingkannya terhadap mineral yang mempunyai kekerasan tertentu atau dengan
meng-gunakan alat microhardness tester. Cara terakhir ini jarang dilakukan karena akan
menggores batumulia terutama batu permata.
Potensi dan Cadangan
Ditinjau dari segi asal terjadinya, Indonesia memiliki potensi sebaran batumulia
yang sangat beragam dan cukup besar, walaupun belum sampai kepada penentuan
kualitas dan kuantitasnya. Di Pulau Sumatera, batumulia banyak dijumpai di sepanjang
Pegunungan Bukit Barisan. Di Pulau Jawa terdapat di sepanjang jalur bagian selatan dan
beberapa daerah di bagian tengah dan utara. Wilayah Sulawesi bagian barat, tengah dan
tenggara, Kepulauan Maluku mulai Pulau Morotai, Ambon dan pulau-pulau kecil lainnya
serta Nusa Tenggara dimulai dari Pulau Sumbawa sampai Timor diperkirakan juga
mengandung sumberdaya batu-mulia.
Pulau Kalimantan yang merupakan daratan stabil, memungkinkan pem-bentukan
batu mulia yang lebih baik dan dalam jumlah cukup besar, terutama Kalimantan Timur
dan Kalimantan Selatan. Demikian pula dengan Pulau Irian Jaya yang memiliki sebaran
batumulia terutama di daerah utara, tengah sampai selatan serta jalur Tembagapura yang
diperkirakan mengandung batumulia cukup potensial.
Berdasarkan hasil survai geologi, hampir seluruh propinsi di Indonesia mempunyai
endapan batumulia walaupun belum terungkap secara rinci. Dari data yang dihasilkan,
baru 15 propinsi yang potensi batumulianya sangat besar. Sebagian lagi berupa endapan
batumulia yang belum dimanfaatkan untuk diolah ataupun diusahakan oleh penduduk
atau pengrajin setempat. Sebagai gambaran, berbagai jenis batumulia Indonesia yang
sudah diidentifikasikan keberadaannya baik kualitas maupun kuantitasnya dapat dilihat
pada Tabel 4.
PERTAMBANGAN
Penambangan
Kegiatan penambangan berbagai jenis batumulia hanya dilakukan oleh rakyat
setempat secara tradisional, kecil-kecilan, sederhana dan kadang-kadang bersifat usaha
sampingan/sambilan. Hampir atau bahkan tidak ada sama sekali kegiatan penambangan
batumulia berskala besar, menggunakan peralatan mekanis, dan ditekuni sebagai usaha
tetap.
Tambang opal (kalimaya) di daerah Kabupaten Lebak, Jawa Barat mungkin dapat
mendekati gambaran teknik penambangan yang baik, tetapi karena dikelola oleh rakyat
kecil, masih tetap memerlukan pembinaan dalam masalah lingkungan dan keselamatan
kerja. Dengan menggunakan sistem tambang dalam (underground mining), para
penambang opal masuk ke tambang melalui sumuran tegak (vertical shaff) yang
berukuran 2x2m2.
Kedalaman maksimum sumuran adalah 35 m. Jenjang (bench) kecil dibuat pada
kedalaman tertentu (biasanya disesuai-kan dengan panjang tangga yang terbuat dari
bambu).
Untuk mengangkut batuan, digunakan seperangkat alat timba (kerekan, timba, tali
karet) serta fondasi untuk menempatkan alat timba tersebut. Sementara untuk keperluan
penambangan digunakan peralatan tradisional, seperti cangkul, linggis, pengki, golok
atau pisau dan lampu petromak (sebagai alat penerangan di dalam sumur).
Jika sumuran mengandung air, maka disediakan pompa air yang berkekuatan cukup
besar. Omset penjualan opal ini, baik dalam bentuk mentah maupun setengah jadi
(digosok agak kasar) dapat mencapai jutaan rupiah per hari. Sebagai contoh, opal sebesar
ibu jari ditawarkan dengan harga berkisar antara Rp 200.000,- - Rp 300.000,-.
Kini pencarian batumulia sudah merambah ke daerah yang lebih luas lagi, tidak
saja di areal pesawahan atau kebun, tetapi juga dengan menelusuri sungai-sungai dan
perbukitan. Faktor permintaan yang semakin meningkat dan diikuti oleh harga yang terus
membaik, tampaknya mendorong antusiasme masyarakat untuk mencari batumulia.
Namun mengingat penyebaran batu-mulia tidak pernah merata (berbentuk lensa-
lensa yang tidak beraturan), maka sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan batumulia
secara kon-tinyu atau dalam jumlah besar.
Pengolahan
Dari hasil penggalian yang dilakukan tanpa metoda yang jelas, batumulia mentah
kemudian dijual kepada peng-rajin, baik secara langsung maupun melalui perantara
(pengumpul) Kadang-kadang ada juga perantara yang berperan sebagai pengrajin. Tidak
ada patokan harga dalam transaksi jual-beli, terlebih-lebih jika batumulia yang dijual
berbentuk profil batuan yang dianggap unik. Beberapa produk hasil industri pengolahan
batumulia, antara lain mata cincin, giwang, liontin, gelang, profil hewan atau tumbuh-
tumbuhan, fea set, asbak, vas bunga, plakat dan batu alami.
Secara umum, kehidupan industri pengolahan batumulia atau peng-rajin batumulia
lebih baik dibanding-kan dengan kehidupan para penggali.
Bagan Alir
Dengan nilai tambah yang kadang-kadang mencapai 5 - 6 kali lipat dari harga
batumulia mentah, maka pengrajin batumulia dapat menikmati keuntungan yang cukup
besar. Sebagai contoh, para pengrajin oniks di Kabupaten Tulung Agung membeli bahan
baku senilai lebih dari Rp 150 juta/tahun. Hasil penjualan oniks yang telah diolah
mencapai di atas Rp 1 milyar/tahun, dengan demikian nilai tambah yang diperoleh sekitar
Rp 850 juta/tahun (Dinas Perindustrian Tingkat II Tulung Agung, 1994).
Animo masyarakat luas yang cukup tinggi dalam penggunaan batumulia
menyebabkan pertumbuhan industri pengolahan batumulia (pengrajin batu-mulia) terus
meningkat dari tahun ke tahun. Peranan Dinas Perindustrian Tingkat II cukup menonjol
dalam segi bimbingan dan pembinaan sehingga data para perajin pun tercatat rapi.
KEGUNAAN DAN SPESIFIKASI
Batumulia telah lama diperda-gangkan secara luas di seluruh dunia. Berdasarkan
data 1987 - 1991, Thailand merupakan negara yang memiliki pasar batumulia terbesar di
dunia dengan arah kecenderungan (trend) peningkatan mencapai 87,7%. Sementara itu,
jika dibandingkan dengan perdagangan perhiasan, perdagangan batumulia dunia berada
jauh di atasnya.
Data 1991 yang diperoleh dari Badan Pengembangan Ekspor Nasional,
menunjukkan perban-dingan rata-rata antara perdagangan batumulia dengan perdagangan
perhiasan angka 17,968 : 5,630 (dalam jutaan $ AS) atau 73,8 : 26,2 (dalam persentase).
Dengan trend peningkatan per-dagangan batumulia selama periode 1987 -1991
mencapai 10,1%, maka diperkirakan prospek pemasaran batu-mulia cukup cerah, karena
peluang pasar semakin bertambah setiap tahunnya.
Bagi Indonesia yang dikenal memiliki sumberdaya berbagai jenis batumulia dalam
jumlah besar, data tersebut paling tidak memberikan peluang usaha baru bagi
peningkatan devisa negara. Ekspor yang selama ini telah berjalan dan berhasil menjadi 10
besar penghasil devisa non-migas, mungkin dapat ditingkatkan lagi di masa mendatang.
Sumberdaya Manusia
Perkembangan industri perajin batu-mulia baru mengarah kepada peningkatan
jumlah (kuantitas) perajin dan produk, belum menyentuh aspek kualitas perajin dan
produk serta diversifikasi produk. Selama bertahun-tahun, jenis produksi yang dihasilkan
hampir-hampir berjalan monoton dan kurang berkualitas ditinjau dari segi seni (art).
Akibatnya konsumen mersa kekurangan produk-produk baru yang menarik.
Kondisi yang mengarah kepada stagnasi kreativitas ini perlu segara diatasi dengan
peningkatan sumber-daya manusia para perajin. Bukan persoalan yang mudah untuk
mengatasinya sebab di Indonesia belum tersedia lembaga pendidikan resmi yang dapat
menghasilkan sumber-daya manusia berkualitas di bidang perbatumuliaan. Perusahaan
besar mungkin telah melakukan upaya peningkatan sumberdaya manusia ini, tetapi jelas
terbatas untuk kepentingan perusahaannya. Keterlibatan beberapa BUMN untuk
membantu memecahkan permasalahan secara menyeluruh.
Oleh karena itu, sebagaimana yang telah dilakukan Thailand, sudah saatnya
Indonesia mendirikan semacam lembaga pendidikan perbatumuliaan di beberapa kota
yang potensial memiliki sumberdaya batumulia. Sentra-sentra industri yang tersebar di
berbagai wilayah tanah air, dapat dijadikan lokasi keberadaan lembaga ini.
Teknologi
Walaupun unsur seni sering menonjol dalam menentukan nilai sebuah batumulia,
unsur teknologi juga memegang peranan yang sangat penting. Sebagai barang perhiasan
dan seni, batumulia tetap harus disentuh oleh teknologi canggih, terutama untuk
keperluan pemotongan, peng-asahan, pemolesan dan penyelesaian akhir (finishing).
Selama ini hampir seluruh pengrajin menggunakan teknologi yang konvensional
walaupun dalam kesederhanaan itu terkadang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi.
Pembuatan mata cincin yang mem-perlihatkan bentuk dan motif macam-macam di dalam
cincin tersebut, membuktikan ada perajin yang memiliki kreativitas.
Kemampuan untuk membuat mesin dalam menunjang kebutuhan pengolahan
batumulia telah dapat dibuat di dalam negeri seperti mesin gergaji pemotong berukuran
kecil sampai besar, modifikasi mesin poles, mesin pengasah, mesin pembuatan faset telah
dilakukan di Indonesia, terutama di Jabar, Jateng dan Jatim. Ketidakmampuan pengrajin
atau industri kecil batumulia dalam melengkapi kebutuhan peralatan dikarenakan susah
mendapatkan pinjaman modal dan juga mendapat kesulitan memasarkan produk
batumulia, sehingga akan mempengaruhi kelancaran pengembalian pinjaman modal.
Peningkatan Nilai Tambah Batumulia
Batumulia mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang keunikannya dapat diolah dan
dimanfaatkan menjadi barang yang indah dan menarik.
Secara umum, batumulia dapat di-golongkan ke dalam jenis batumulia yang berharga
tinggi dan rendah; Yang pertama mempunyai nilai harga tinggi terdiri atas jenis batumulia
yang mengacu kepada batu permata, sedangkan yang kedua umumnya untuk bahan batu
hias atau bahan dekoratif.
Usaha untuk meningkatkan nilai tambah batumulia diutamakan untuk jenis batumulia
yang mempunyai nilai rendah yaitu dengan membuat kreasi baru melalui pengolahan
khususnya dalam desain, bentuk dan modelnya. Pengolahan batumulia dari bahan mentah
menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dikerjakan melalui penerapan kreasi seni
yang indah sehingga dapat meningkatkan harganya beberapa kali lipat dibandingkan
dengan harga bahan mentahnya.
Penggunaan kemasan batumulia yang tepat dan menarik akan memberikan nilai tambah
bagi suatu produk batumulia. Selain dapat mempermudah dalam penanganan produk
misalnya pengangkutan dan pengiriman, penggunaan kemasan batumulia juga
dimaksudkan agar penampilan batumulia lebih menarik sehingga akan meningkatkan
harga jual. Kemasan batumulia dapat dibuat misalnya dari akar, potongan kaca, atau resin
atau bahan lainnya. Pengaturan warna, bentuk atau model, serta kreativitas dalam
pembuatan kemasan batumulia akan menambah nilai seni dari suatu produk batumulia.
Bentuk kemasan batumulia antara lain batang cincin, jepitan dasi atau ikat pinggang.
Kemasan untuk jenis batumulia alam ukuran besar/kecil biasanya berupa dudukan atau
alas batuan tersebut yang umumnya terbuat dari kayu, resin, atau kaca dengan berbagai
bentuk/model yang disesuaikan dengan bentuk batumulia tersebut.
Perbandingan harga jual produk batu-mulia yang memakai kemasan dan yang tidak
memakai kemasan dapat dilihat pada Tabel 5.
Batu hias alami merupakan jenis yang tidak bisa dibuat perhiasan, akan tetapi harganya
bisa jauh lebih mahal dibanding dengan sebutir batu cincin perhiasan. Pengembangan
kreativitas/ aktifitas para disainer dan seniman dalam pengolahan batu hias untuk
penggunaan sebagai dekorasi baik untuk lukisan, dinding, lantai ataupun untuk mebel,
akan memberikan peluang dalam meningkatkan nilai tambahnya.
Prospek Pemasaran
Pusat pasar batumulia di Indonesia masih terbatas dan hanya terdapat di beberapa tempat
saja terutama di kota-kota besar atau daerah yang mempunyai potensi batumulia.
Penjualan batumulia ke pasaran umumnya bergantung pada jenis model dan bentuk
batumulianya. Faktor lainnya adalah harga yang terjangkau oleh masyarakat, baik untuk
konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Hingga saat ini, pusat pasar besar batumulia
baru terdapat di empat propinsi yaitu DKI-Jakarta, Surabaya (Jawa Timur), Banjarmasin
(Kalimantan Selatan) dan Balikpapan (Kalimantan Timur) sedangkan di propinsi lainnya
belum ada meskipun potensi batumulianya cukup besar (Gambar 3).
Pusat pasar batumulia yang sudah ada hanya terletak di beberapa kota propinsi yang
sudah ramai dengan perdagangan batumulia, misalnya Jakarta, sebagai pusat pasar
batumulia yang paling lengkap untuk jenis batumulia indonesia dan luar negeri. Surabaya
sebagai pasar batumulia jenis tertentu yang belum tersentuh oleh batumulia jenis alami,
begitu pula Banjarmasin dan Martapura merupakan pasar batumulia jenis tertentu untuk
daerah Kalimantan (ametis, intan).
Pusat pemasaran produk batumulia dirasakan masih kurang seperti di daerah Sumatera
yang mempunyai potensi batumulia cukup besar belum memiliki tempat khusus untuk
penjualan produknya. Demikian pula di daerah Pulau Jawa seperti Yogyakarta dan Solo
serta di luar Pulau Jawa seperti Denpasar dan Mataram yang memiliki potensi batumulia,
pusat pemasaran produk batumulia hanya dilakukan di hotel-hotel besar, walaupun
daerah-daerah tersebut merupakan daerah kunjungan wisata yang cukup potensial
Masih banyak daerah-daerah yang memiliki potensi sebaran batumulia yang termasuk ke
dalam daerah paket kunjungan wisatawan mancanegara
yang belum memiliki pusat pasar batumulia seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Untuk
itu diharapkan Pemerintah Daerah setempat dapat memberikan peluang untuk pengadaan
pusat pemasaran tersebut sehingga akan mendorong para pengrajin batumulia setempat
dalam memperkaya kreasi seni. Diharapkan dengan terbentuknya pusat pasar,
pemanfaatan batumulia untuk produksi bahan jadi dapat ditingkatkan.
Usaha untuk memperbanyak pusat-pusat pasar batumulia di Indonesia akan dapat
menambah semaraknya bursa batumulia dalam negeri yang diharapkan dapat
memberikan peluang untuk pemasaran keluar negeri.
Industri batumulia dengan pengolahan terpadu yang menghasilkan produk unggulan perlu
memanfaatkan pusat-pusat pasar dalam negeri yang sekaligus dapat dimanfaatkan oleh
pasar yang ada dalam ikut serta memasarkan hasil produknya. Sebagai bahan
perbandingan, nilai ekspor batu permata/batumulia indonesia pada tahun 1995-1997
dapat dilihat pada Tabel 6.
PENUTUP
Secara geologi, Indonesia diperkirakan mengandung berbagai jenis batu-mulia, mulai
dari ujung utara Sumatera sampai bagian paling timur Irian Jaya. Namun masih perlu
penyelidikan lebih lanjut agar sumberdaya yang ada tidak sebatas berfungsi sebagai
kekuatan ekonomi yang potensial, tetapi mampu menjadi kekuatan ekonomi yang riil.
Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan batumulia, sudah sepantasnya
membuat semua pihak pemerintah dan swasta secara bersama-sama dan bahu-membahu
mengatasi kendala tersebut. Sebab, walaupun menjadi salah satu andalan ekspor non-
migas, dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, Indonesia
masih ketinggalan dalam pengembangan batumulia.
Meskipun disadari bahwa sektor pertambangan dan industri masih memerlukan banyak
pembenahan, pelaksanaan eksplorasi terhadap sumberdaya batumulia sebagai tindak
lanjut dari penyelidikan pendahuluan merupakan faktor kunci yang akan memberi
peluang bagi peningkatan kegiatan keduanya (penambangan dan industri).
Pembangunan industri batumulia Indonesia dimaksudkan untuk lebih mengaktifkan
kegiatan pengolahan dan pemanfaatan jenis-jenis batumulia di berbagai daerah penghasil
batumulia secara terpadu, sehingga dapat menghasilkan produk unggulan untuk
kebutuhan konsumsi dalam negeri ataupun luar negeri.
Keterlibatan pengrajin di daerah sebagai unsur penunjang termasuk keter-sediaan bahan
baku merupakan mitra kerja sub industri yang dapat dikem-bangkan yang disesuaikan
untuk menunjang keberadaan industri batumulia. Kondisi ini dapat menciptakan
persaingan yang positif di kalangan industri kecil dan pengrajin di daerah untuk
memanfaatkan keberadaan jenis batumulia setempat.
***