BatuMulia

13
Batu Mulia PENDAHULUAN Batumulia adalah semua jenis mineral dan batuan yang mempunyai sifat fisik dan kimia serta karakteristik tertentu seperti motif dan warna. Batu mulia umumnya digunakan untuk perhiasan dan bahan dekorasi. Istilah atau penamaan batumulia lebih banyak didasarkan pada kelangkaan keter-dapatannya. Asal mula batumulia dikenal dengan nama tradisional yaitu “batu akik” atau “batu aji”. Dalam dunia perdagangan istilah batumulia sudah mulai dipakai di masyarakat, baik untuk perhiasan atau dekorasi. Secara umum, batumulia digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu batu permata (precious stones), batu setengah/semi permata (semi-precious stones), dan batu hias (ornamental stones). Batu permata dan batu setengah permata umumnya digunakan sebagai per-hiasan, sedangkan batu hias untuk dekorasi atau penambah keindahan. Penamaan jenis batumulia asalnya beraneka ragam, mulai dari nama mineral/batuan, nama ilmiah, nama perdagangan, sampai kepada nama tertentu yang biasanya muncul atas dasar pertimbangan warna, tekstur atau motif (pattem), kadang tergan-tung selera Satu-satunya instansi pemerintah yang khusus menangani pencarian batumulia adalah Seksi Batumulia pada Direktorat Sumberdaya Mineral, Sedangkan pemanfaatan dan pengolahan dalam membentuk model dan bentuk terdapat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, yang baru didirikan pada 1986. Sejarah Batumulia Di Indonesia, jenis batumulia yang telah lebih dahulu dikenal yaitu intan yang sudah ditambang/digali oleh rakyat sejak abad VI pada masa Peme-rintah Hindia Belanda melalui usaha penggalian di Kalimantan Selatan se-bagai usaha sampingan; sedangkan industri pengrajin batumulia yang berada di daerah Sukabumi, Jawa Barat telah beroperasi sejak 1930.

description

g

Transcript of BatuMulia

Batu Mulia

PENDAHULUAN

Batumulia adalah semua jenis mineral dan batuan yang mempunyai sifat fisik dan

kimia serta karakteristik tertentu seperti motif dan warna. Batu mulia umumnya

digunakan untuk perhiasan dan bahan dekorasi. Istilah atau penamaan batumulia lebih

banyak didasarkan pada kelangkaan keter-dapatannya. Asal mula batumulia dikenal

dengan nama tradisional yaitu “batu akik” atau “batu aji”. Dalam dunia perdagangan

istilah batumulia sudah mulai dipakai di masyarakat, baik untuk perhiasan atau dekorasi.

Secara umum, batumulia digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu batu permata

(precious stones), batu setengah/semi permata (semi-precious stones), dan batu hias

(ornamental stones). Batu permata dan batu setengah permata umumnya digunakan

sebagai per-hiasan, sedangkan batu hias untuk dekorasi atau penambah keindahan.

Penamaan jenis batumulia asalnya beraneka ragam, mulai dari nama mineral/batuan,

nama ilmiah, nama perdagangan, sampai kepada nama tertentu yang biasanya muncul

atas dasar pertimbangan warna, tekstur atau motif (pattem), kadang tergan-tung selera

Satu-satunya instansi pemerintah yang khusus menangani pencarian batumulia adalah

Seksi Batumulia pada Direktorat Sumberdaya Mineral, Sedangkan pemanfaatan dan

pengolahan dalam membentuk model dan bentuk terdapat di Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung, Departemen Energi dan

Sumberdaya Mineral, yang baru didirikan pada 1986.

Sejarah Batumulia

Di Indonesia, jenis batumulia yang telah lebih dahulu dikenal yaitu intan yang

sudah ditambang/digali oleh rakyat sejak abad VI pada masa Peme-rintah Hindia Belanda

melalui usaha penggalian di Kalimantan Selatan se-bagai usaha sampingan; sedangkan

industri pengrajin batumulia yang berada di daerah Sukabumi, Jawa Barat telah

beroperasi sejak 1930.

Kemajuan industri pengolahan batu-mulia mengalami peningkatan cukup pesat,

ditandai dengan tumbuhnya pengrajin di berbagai daerah terutama di daerah yang

berdekatan dengan lokasi sebaran batumulia, yang per-kembangannya dimulai sejak awal

tahun 1980-an. Dengan munculnya beberapa pengrajin batumulia yang mulai nampak

seperti di daerah Sukabumi (Jawa Barat), Lampung, Jambi, Pacitan (Jawa Timur), dan

Martapura (Kalimantan Selatan).

Atas prakarsa Dep. Perindustrian dan Perdagangan, dewasa ini daerah-daerah

tersebut menjadi sentra industri yang terdapat hampir di seluruh propinsi di Indonesia.

Untuk dapat memberikan informasi yang lebih jelas dengan berbagai aspek tentang

perbatumuliaan, maka pada tahun 1980 dibentuk organisasi Masyarakat Batu-mulia

Indonesia (MBI) yang berpusat di Bandung, Jawa Barat yang memelopori terbentuknya

cabang-cabang di setiap propinsi di Indonesia.

Mula jadi

Terjadinya batumulia tidak jauh ber-beda dengan pembentukan batuan atau mineral

secara umum. Pembentukan batumulia dapat terjadi melalui diferensiasi magma, meta-

morfosis dan sedimentasi.

a. Diferensiasi Magma

Proses ini disebut juga sebagai proses pembentukan batuan beku, yaitu mengalirnya

cairan magma ke permukaan bumi akibat terjadinya gerakan di bawah permukaan bumi

yang menyebabkan timbulnya retakan yang kemudian diisi oleh cairan magma dan

membentuk jenis batuan atau mineral termasuk batumulia. Perbedaan temperatur dan

kontak dengan batuan sekelilingnya disertai dengan pembekuan dalam fase yang berbeda

akan mempengaruhi pembentukan jenis batuan dan mineral.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa proses diferensiasi magma membentuk

batumulia dapat dikategorikan sebagai berikut :

batumulia bersuhu tinggi seperti intan, safir, rubi, peridotit, garnet, zirkon dan lain-

lain;

batumulia pegmatis seperti zamrud, beril, krisoberil, safir, rubi, spinel, topas,

turmalin, zirkon dan lain-lain;

batumulia pneumatis seperti turmalin, topas, felspar dan lain-lain;

batumulia bersuhu rendah seperti kalsedon, agat, jasper, opal dan lain-lain.

a. Metamorfosis

Batumulia yang terjadi karena proses metamorfosis diakibatkan oleh peng-aruh

suhu dan tekanan yang ditimbul--kan oleh pembebanan sehingga mengubah batuan/

mineral tersebut menjadi mineral dan batuan baru.

Ada tiga jenis proses metamorfosis bergantung pada keadaan yang mendominasinya yaitu

:

Metamorfosa kontak atau termal yang dominan dipengaruhi oleh faktor suhu.

Perubahan berlangsung jika panas yang ditimbulkan melalui kontak dengan batuan

yang ada seperti batuan sedimen jenis batu gamping (murni) yang paling reaktif

terhadap perubahan temperatur dan akan berubah menjadi marmer. Batuan sedimen

jenis batupasir kuarsa yang mengalami proses metamorfosis kontak akan

menimbulkan rekristalisasi butiran, sehingga terbentuk kuarsit. Batuan yang

mengandung lempung dan serpihan akan menjadi hornfels yang menghadirkan Al-

silikat.

Metamorfosis dislokasi terjadi pada temperatur rendah, serta pengaruh proses

tektonik yang biasanya terdapat di sepanjang bidang patahan dan tempat-tempat

lemah lainnya di dalam kerak bumi. Beberapa jenis batuan hasil metamorfosis

diskolasi antara lain genes, sekis dan serpih. Batuan beku yang mengalami proses

metamorfosis dislokasi akan menghasilkan serpentinit dan amfibol.

Metasomatisma merupakan me-tamorfosis yang disebabkan oleh adanya pengaruh

kimia dari batuan lain di sekitarnya. Proses metasomatisma ini mempengaruhi hampir

seluruh permukaan dalam skala kecil maupun besar. Secara keseluruhan komposisi

batuan dapat berubah dan kadang-kadang terjadi penggantian sempurna terhadap satu

mineral saja tanpa kehilangan tekstur asal.

b. Sedimentasi

Batuan beku dan metamorf yang muncul di permukaan bumi akan mengalami

pelapukan akibat pengaruh air, udara dan organisme. Hancuran batuan dan lapukannya

kemudian diangkut oleh air atau media lain (es, angin, pengaruh gravitasi) melalui

sungai yang bermuara di laut, sehingga membentuk endapan danau dan endapan laut

yang dikenal dengan proses sedimentasi.

Selama proses transportasi, bahan batuan mengalami gesekan terus menerus hingga

permukaannya menjadi lebih halus dan mempengaruhi bentuk serta ukuran butiran.

Batuan yang lebih keras lebih sedikit mengalami gesekan dibandingkan dengan batuan

yang lunak. Semakin jauh transportasi batuan dari tempat asalnya, semakin beragam

bentuk yang dapat terjadi seperti menyudut, menyudut tanggung sampai membulat

kemudian terjadilah peng-endapan atau sedimentasi yang me-rupakan endapan sekunder

dan disebut batuan sedimen. Beberapa jenis batu-mulia yang terbentuk dengan proses

sedimentasi ini ialah intan, safir, rubi, korundum dan beberapa jenis ametis.

Mineralogi

Sifat fisik dan kimia berbagai jenis batumulia di Indonesia ( batu permata, batu

semi permata, dan batu hias) dapat dilihat pada Tabel 1- 3.

Batumulia jenis batu permata umumnya merupakan monomineral sedangkan jenis

batu hias dan batu hias alami kebanyakan terdiri atas berbagai jenis batuan yang

mempunyai kandungan beberapa jenis mineral termasuk di dalamnya jenis batu permata

dan batu semi permata. Memasukkan jenis mineral ke dalam kelompok batumulia

sebagai jenis batu permata dilihat dari pemanfaatan dan keindahannya sebagai mineral

perhiasan, di samping karakteristik lainnya yaitu sifat kimia-fisika, warna, dan motifnya.

Sebagai contoh adalah mineral intan yang dikenal sebagai batu intan atau batu

permata, mempunyai tipe kelas tinggi yaitu bentuk ukuran besar, tidak mengandung

mineral lain sebagai pengotor, tingkat kecerahan tinggi, dan berwarna cemerlang.

Jika mineral intan atau jenis batu permata lainnya berukuran halus dan terdapat

dalam bongkah batuan sehingga tidak dapat diambil untuk dimanfaatkan sebagai bahan

yang monomineral, maka tingkat peng-golongannya dimasukkan ke dalam jenis batu hias

atau batu hias alami, baik melalui proses pengolahan atau tidak melalui proses

pengolahan apabila dilihat unsur seninya indah. Untuk menentukan klasifikasi atau

tingkatan batumulia dan proses pengembangan pengolahan serta pemanfaatannya, perlu

dilakukan analisis laboratorium yang mencakup sifat kimia dan fisikanya.

Semakin tinggi tingkat kekerasannya akan semakin mahal nilai dan harganya,

sedangkan kandungan komposisi unsur dan rumusan kimia diperlukan sebagai catatan

tambahan secara keilmuan saja. Semakin tinggi nilai atau harga batumulia, akan semakin

selektif alat yang digunakan dan semakin tinggi kehati-hatian dalam pembuatan bentuk

dan penerapan disainnya.

Analisis batumulia di antaranya meliputi sifat optik, kekerasan, warna, komposisi

kimia, berat jenis, dan jenis asosiasi mineral lain sebagai pengotor. Pada umumnya

dilakukan dengan analisis mikroskopis, sedangkan untuk analisis berat jenis dilakukan

dengan mencelupkan batumulia ke dalam larutan dengan berat jenis tertentu,

mengambang atau tenggelam. Untuk mengetahui kekerasan batumulia dilakukan dengan

membandingkannya terhadap mineral yang mempunyai kekerasan tertentu atau dengan

meng-gunakan alat microhardness tester. Cara terakhir ini jarang dilakukan karena akan

menggores batumulia terutama batu permata.

Potensi dan Cadangan

Ditinjau dari segi asal terjadinya, Indonesia memiliki potensi sebaran batumulia

yang sangat beragam dan cukup besar, walaupun belum sampai kepada penentuan

kualitas dan kuantitasnya. Di Pulau Sumatera, batumulia banyak dijumpai di sepanjang

Pegunungan Bukit Barisan. Di Pulau Jawa terdapat di sepanjang jalur bagian selatan dan

beberapa daerah di bagian tengah dan utara. Wilayah Sulawesi bagian barat, tengah dan

tenggara, Kepulauan Maluku mulai Pulau Morotai, Ambon dan pulau-pulau kecil lainnya

serta Nusa Tenggara dimulai dari Pulau Sumbawa sampai Timor diperkirakan juga

mengandung sumberdaya batu-mulia.

Pulau Kalimantan yang merupakan daratan stabil, memungkinkan pem-bentukan

batu mulia yang lebih baik dan dalam jumlah cukup besar, terutama Kalimantan Timur

dan Kalimantan Selatan. Demikian pula dengan Pulau Irian Jaya yang memiliki sebaran

batumulia terutama di daerah utara, tengah sampai selatan serta jalur Tembagapura yang

diperkirakan mengandung batumulia cukup potensial.

Berdasarkan hasil survai geologi, hampir seluruh propinsi di Indonesia mempunyai

endapan batumulia walaupun belum terungkap secara rinci. Dari data yang dihasilkan,

baru 15 propinsi yang potensi batumulianya sangat besar. Sebagian lagi berupa endapan

batumulia yang belum dimanfaatkan untuk diolah ataupun diusahakan oleh penduduk

atau pengrajin setempat. Sebagai gambaran, berbagai jenis batumulia Indonesia yang

sudah diidentifikasikan keberadaannya baik kualitas maupun kuantitasnya dapat dilihat

pada Tabel 4.

PERTAMBANGAN

Penambangan

Kegiatan penambangan berbagai jenis batumulia hanya dilakukan oleh rakyat

setempat secara tradisional, kecil-kecilan, sederhana dan kadang-kadang bersifat usaha

sampingan/sambilan. Hampir atau bahkan tidak ada sama sekali kegiatan penambangan

batumulia berskala besar, menggunakan peralatan mekanis, dan ditekuni sebagai usaha

tetap.

Tambang opal (kalimaya) di daerah Kabupaten Lebak, Jawa Barat mungkin dapat

mendekati gambaran teknik penambangan yang baik, tetapi karena dikelola oleh rakyat

kecil, masih tetap memerlukan pembinaan dalam masalah lingkungan dan keselamatan

kerja. Dengan menggunakan sistem tambang dalam (underground mining), para

penambang opal masuk ke tambang melalui sumuran tegak (vertical shaff) yang

berukuran 2x2m2.

Kedalaman maksimum sumuran adalah 35 m. Jenjang (bench) kecil dibuat pada

kedalaman tertentu (biasanya disesuai-kan dengan panjang tangga yang terbuat dari

bambu).

Untuk mengangkut batuan, digunakan seperangkat alat timba (kerekan, timba, tali

karet) serta fondasi untuk menempatkan alat timba tersebut. Sementara untuk keperluan

penambangan digunakan peralatan tradisional, seperti cangkul, linggis, pengki, golok

atau pisau dan lampu petromak (sebagai alat penerangan di dalam sumur).

Jika sumuran mengandung air, maka disediakan pompa air yang berkekuatan cukup

besar. Omset penjualan opal ini, baik dalam bentuk mentah maupun setengah jadi

(digosok agak kasar) dapat mencapai jutaan rupiah per hari. Sebagai contoh, opal sebesar

ibu jari ditawarkan dengan harga berkisar antara Rp 200.000,- - Rp 300.000,-.

Kini pencarian batumulia sudah merambah ke daerah yang lebih luas lagi, tidak

saja di areal pesawahan atau kebun, tetapi juga dengan menelusuri sungai-sungai dan

perbukitan. Faktor permintaan yang semakin meningkat dan diikuti oleh harga yang terus

membaik, tampaknya mendorong antusiasme masyarakat untuk mencari batumulia.

Namun mengingat penyebaran batu-mulia tidak pernah merata (berbentuk lensa-

lensa yang tidak beraturan), maka sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan batumulia

secara kon-tinyu atau dalam jumlah besar.

Pengolahan

Dari hasil penggalian yang dilakukan tanpa metoda yang jelas, batumulia mentah

kemudian dijual kepada peng-rajin, baik secara langsung maupun melalui perantara

(pengumpul) Kadang-kadang ada juga perantara yang berperan sebagai pengrajin. Tidak

ada patokan harga dalam transaksi jual-beli, terlebih-lebih jika batumulia yang dijual

berbentuk profil batuan yang dianggap unik. Beberapa produk hasil industri pengolahan

batumulia, antara lain mata cincin, giwang, liontin, gelang, profil hewan atau tumbuh-

tumbuhan, fea set, asbak, vas bunga, plakat dan batu alami.

Secara umum, kehidupan industri pengolahan batumulia atau peng-rajin batumulia

lebih baik dibanding-kan dengan kehidupan para penggali.

Bagan Alir

Dengan nilai tambah yang kadang-kadang mencapai 5 - 6 kali lipat dari harga

batumulia mentah, maka pengrajin batumulia dapat menikmati keuntungan yang cukup

besar. Sebagai contoh, para pengrajin oniks di Kabupaten Tulung Agung membeli bahan

baku senilai lebih dari Rp 150 juta/tahun. Hasil penjualan oniks yang telah diolah

mencapai di atas Rp 1 milyar/tahun, dengan demikian nilai tambah yang diperoleh sekitar

Rp 850 juta/tahun (Dinas Perindustrian Tingkat II Tulung Agung, 1994).

Animo masyarakat luas yang cukup tinggi dalam penggunaan batumulia

menyebabkan pertumbuhan industri pengolahan batumulia (pengrajin batu-mulia) terus

meningkat dari tahun ke tahun. Peranan Dinas Perindustrian Tingkat II cukup menonjol

dalam segi bimbingan dan pembinaan sehingga data para perajin pun tercatat rapi.

KEGUNAAN DAN SPESIFIKASI

Batumulia telah lama diperda-gangkan secara luas di seluruh dunia. Berdasarkan

data 1987 - 1991, Thailand merupakan negara yang memiliki pasar batumulia terbesar di

dunia dengan arah kecenderungan (trend) peningkatan mencapai 87,7%. Sementara itu,

jika dibandingkan dengan perdagangan perhiasan, perdagangan batumulia dunia berada

jauh di atasnya.

Data 1991 yang diperoleh dari Badan Pengembangan Ekspor Nasional,

menunjukkan perban-dingan rata-rata antara perdagangan batumulia dengan perdagangan

perhiasan angka 17,968 : 5,630 (dalam jutaan $ AS) atau 73,8 : 26,2 (dalam persentase).

Dengan trend peningkatan per-dagangan batumulia selama periode 1987 -1991

mencapai 10,1%, maka diperkirakan prospek pemasaran batu-mulia cukup cerah, karena

peluang pasar semakin bertambah setiap tahunnya.

Bagi Indonesia yang dikenal memiliki sumberdaya berbagai jenis batumulia dalam

jumlah besar, data tersebut paling tidak memberikan peluang usaha baru bagi

peningkatan devisa negara. Ekspor yang selama ini telah berjalan dan berhasil menjadi 10

besar penghasil devisa non-migas, mungkin dapat ditingkatkan lagi di masa mendatang.

Sumberdaya Manusia

Perkembangan industri perajin batu-mulia baru mengarah kepada peningkatan

jumlah (kuantitas) perajin dan produk, belum menyentuh aspek kualitas perajin dan

produk serta diversifikasi produk. Selama bertahun-tahun, jenis produksi yang dihasilkan

hampir-hampir berjalan monoton dan kurang berkualitas ditinjau dari segi seni (art).

Akibatnya konsumen mersa kekurangan produk-produk baru yang menarik.

Kondisi yang mengarah kepada stagnasi kreativitas ini perlu segara diatasi dengan

peningkatan sumber-daya manusia para perajin. Bukan persoalan yang mudah untuk

mengatasinya sebab di Indonesia belum tersedia lembaga pendidikan resmi yang dapat

menghasilkan sumber-daya manusia berkualitas di bidang perbatumuliaan. Perusahaan

besar mungkin telah melakukan upaya peningkatan sumberdaya manusia ini, tetapi jelas

terbatas untuk kepentingan perusahaannya. Keterlibatan beberapa BUMN untuk

membantu memecahkan permasalahan secara menyeluruh.

Oleh karena itu, sebagaimana yang telah dilakukan Thailand, sudah saatnya

Indonesia mendirikan semacam lembaga pendidikan perbatumuliaan di beberapa kota

yang potensial memiliki sumberdaya batumulia. Sentra-sentra industri yang tersebar di

berbagai wilayah tanah air, dapat dijadikan lokasi keberadaan lembaga ini.

Teknologi

Walaupun unsur seni sering menonjol dalam menentukan nilai sebuah batumulia,

unsur teknologi juga memegang peranan yang sangat penting. Sebagai barang perhiasan

dan seni, batumulia tetap harus disentuh oleh teknologi canggih, terutama untuk

keperluan pemotongan, peng-asahan, pemolesan dan penyelesaian akhir (finishing).

Selama ini hampir seluruh pengrajin menggunakan teknologi yang konvensional

walaupun dalam kesederhanaan itu terkadang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi.

Pembuatan mata cincin yang mem-perlihatkan bentuk dan motif macam-macam di dalam

cincin tersebut, membuktikan ada perajin yang memiliki kreativitas.

Kemampuan untuk membuat mesin dalam menunjang kebutuhan pengolahan

batumulia telah dapat dibuat di dalam negeri seperti mesin gergaji pemotong berukuran

kecil sampai besar, modifikasi mesin poles, mesin pengasah, mesin pembuatan faset telah

dilakukan di Indonesia, terutama di Jabar, Jateng dan Jatim. Ketidakmampuan pengrajin

atau industri kecil batumulia dalam melengkapi kebutuhan peralatan dikarenakan susah

mendapatkan pinjaman modal dan juga mendapat kesulitan memasarkan produk

batumulia, sehingga akan mempengaruhi kelancaran pengembalian pinjaman modal.

Peningkatan Nilai Tambah Batumulia

Batumulia mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang keunikannya dapat diolah dan

dimanfaatkan menjadi barang yang indah dan menarik.

Secara umum, batumulia dapat di-golongkan ke dalam jenis batumulia yang berharga

tinggi dan rendah; Yang pertama mempunyai nilai harga tinggi terdiri atas jenis batumulia

yang mengacu kepada batu permata, sedangkan yang kedua umumnya untuk bahan batu

hias atau bahan dekoratif.

Usaha untuk meningkatkan nilai tambah batumulia diutamakan untuk jenis batumulia

yang mempunyai nilai rendah yaitu dengan membuat kreasi baru melalui pengolahan

khususnya dalam desain, bentuk dan modelnya. Pengolahan batumulia dari bahan mentah

menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dikerjakan melalui penerapan kreasi seni

yang indah sehingga dapat meningkatkan harganya beberapa kali lipat dibandingkan

dengan harga bahan mentahnya.

Penggunaan kemasan batumulia yang tepat dan menarik akan memberikan nilai tambah

bagi suatu produk batumulia. Selain dapat mempermudah dalam penanganan produk

misalnya pengangkutan dan pengiriman, penggunaan kemasan batumulia juga

dimaksudkan agar penampilan batumulia lebih menarik sehingga akan meningkatkan

harga jual. Kemasan batumulia dapat dibuat misalnya dari akar, potongan kaca, atau resin

atau bahan lainnya. Pengaturan warna, bentuk atau model, serta kreativitas dalam

pembuatan kemasan batumulia akan menambah nilai seni dari suatu produk batumulia.

Bentuk kemasan batumulia antara lain batang cincin, jepitan dasi atau ikat pinggang.

Kemasan untuk jenis batumulia alam ukuran besar/kecil biasanya berupa dudukan atau

alas batuan tersebut yang umumnya terbuat dari kayu, resin, atau kaca dengan berbagai

bentuk/model yang disesuaikan dengan bentuk batumulia tersebut.

Perbandingan harga jual produk batu-mulia yang memakai kemasan dan yang tidak

memakai kemasan dapat dilihat pada Tabel 5.

Batu hias alami merupakan jenis yang tidak bisa dibuat perhiasan, akan tetapi harganya

bisa jauh lebih mahal dibanding dengan sebutir batu cincin perhiasan. Pengembangan

kreativitas/ aktifitas para disainer dan seniman dalam pengolahan batu hias untuk

penggunaan sebagai dekorasi baik untuk lukisan, dinding, lantai ataupun untuk mebel,

akan memberikan peluang dalam meningkatkan nilai tambahnya.

Prospek Pemasaran

Pusat pasar batumulia di Indonesia masih terbatas dan hanya terdapat di beberapa tempat

saja terutama di kota-kota besar atau daerah yang mempunyai potensi batumulia.

Penjualan batumulia ke pasaran umumnya bergantung pada jenis model dan bentuk

batumulianya. Faktor lainnya adalah harga yang terjangkau oleh masyarakat, baik untuk

konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Hingga saat ini, pusat pasar besar batumulia

baru terdapat di empat propinsi yaitu DKI-Jakarta, Surabaya (Jawa Timur), Banjarmasin

(Kalimantan Selatan) dan Balikpapan (Kalimantan Timur) sedangkan di propinsi lainnya

belum ada meskipun potensi batumulianya cukup besar (Gambar 3).

Pusat pasar batumulia yang sudah ada hanya terletak di beberapa kota propinsi yang

sudah ramai dengan perdagangan batumulia, misalnya Jakarta, sebagai pusat pasar

batumulia yang paling lengkap untuk jenis batumulia indonesia dan luar negeri. Surabaya

sebagai pasar batumulia jenis tertentu yang belum tersentuh oleh batumulia jenis alami,

begitu pula Banjarmasin dan Martapura merupakan pasar batumulia jenis tertentu untuk

daerah Kalimantan (ametis, intan).

Pusat pemasaran produk batumulia dirasakan masih kurang seperti di daerah Sumatera

yang mempunyai potensi batumulia cukup besar belum memiliki tempat khusus untuk

penjualan produknya. Demikian pula di daerah Pulau Jawa seperti Yogyakarta dan Solo

serta di luar Pulau Jawa seperti Denpasar dan Mataram yang memiliki potensi batumulia,

pusat pemasaran produk batumulia hanya dilakukan di hotel-hotel besar, walaupun

daerah-daerah tersebut merupakan daerah kunjungan wisata yang cukup potensial

Masih banyak daerah-daerah yang memiliki potensi sebaran batumulia yang termasuk ke

dalam daerah paket kunjungan wisatawan mancanegara

yang belum memiliki pusat pasar batumulia seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Untuk

itu diharapkan Pemerintah Daerah setempat dapat memberikan peluang untuk pengadaan

pusat pemasaran tersebut sehingga akan mendorong para pengrajin batumulia setempat

dalam memperkaya kreasi seni. Diharapkan dengan terbentuknya pusat pasar,

pemanfaatan batumulia untuk produksi bahan jadi dapat ditingkatkan.

Usaha untuk memperbanyak pusat-pusat pasar batumulia di Indonesia akan dapat

menambah semaraknya bursa batumulia dalam negeri yang diharapkan dapat

memberikan peluang untuk pemasaran keluar negeri.

Industri batumulia dengan pengolahan terpadu yang menghasilkan produk unggulan perlu

memanfaatkan pusat-pusat pasar dalam negeri yang sekaligus dapat dimanfaatkan oleh

pasar yang ada dalam ikut serta memasarkan hasil produknya. Sebagai bahan

perbandingan, nilai ekspor batu permata/batumulia indonesia pada tahun 1995-1997

dapat dilihat pada Tabel 6.

PENUTUP

Secara geologi, Indonesia diperkirakan mengandung berbagai jenis batu-mulia, mulai

dari ujung utara Sumatera sampai bagian paling timur Irian Jaya. Namun masih perlu

penyelidikan lebih lanjut agar sumberdaya yang ada tidak sebatas berfungsi sebagai

kekuatan ekonomi yang potensial, tetapi mampu menjadi kekuatan ekonomi yang riil.

Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan batumulia, sudah sepantasnya

membuat semua pihak pemerintah dan swasta secara bersama-sama dan bahu-membahu

mengatasi kendala tersebut. Sebab, walaupun menjadi salah satu andalan ekspor non-

migas, dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, Indonesia

masih ketinggalan dalam pengembangan batumulia.

Meskipun disadari bahwa sektor pertambangan dan industri masih memerlukan banyak

pembenahan, pelaksanaan eksplorasi terhadap sumberdaya batumulia sebagai tindak

lanjut dari penyelidikan pendahuluan merupakan faktor kunci yang akan memberi

peluang bagi peningkatan kegiatan keduanya (penambangan dan industri).

Pembangunan industri batumulia Indonesia dimaksudkan untuk lebih mengaktifkan

kegiatan pengolahan dan pemanfaatan jenis-jenis batumulia di berbagai daerah penghasil

batumulia secara terpadu, sehingga dapat menghasilkan produk unggulan untuk

kebutuhan konsumsi dalam negeri ataupun luar negeri.

Keterlibatan pengrajin di daerah sebagai unsur penunjang termasuk keter-sediaan bahan

baku merupakan mitra kerja sub industri yang dapat dikem-bangkan yang disesuaikan

untuk menunjang keberadaan industri batumulia. Kondisi ini dapat menciptakan

persaingan yang positif di kalangan industri kecil dan pengrajin di daerah untuk

memanfaatkan keberadaan jenis batumulia setempat.

***