batubara

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Metanol Dalam proses pengawetan mayat, orang Mesir kuno menggunakan berbagai macam campuran, termasuk di dalamnya metanol, yang mereka peroleh dari pirolisis kayu. Metanol murni, pertama kali berhasil diisolasi tahun 1661 oleh Robert Boyle, yang menamakannya spirit of box, karena ia menghasilkannya melalui distilasi kotak kayu. Nama itu kemudian lebih dikenal sebagai pyroxylic spirit (spiritus). Pada tahun 1834, ahli kimia Perancis Jean-Baptiste Dumas dan Eugene Peligot menentukan komposisi kimianya. Mereka juga memperkenalkan nama methylene untuk kimia organik, yang diambil dari bahasa Yunani methy = "anggur") + hwl_ = kayu (bagian dari pohon). Kata itu semula dimaksudkan untuk menyatakan "alkohol dari (bahan) kayu". Kata metil pada tahun 1840 diambil dari methylene, dan kemudian digunakan untuk mendeskripsikan "metil alkohol". Nama ini kemudian disingkat menjadi "metanol" tahun 1892 oleh International Conference on Chemical Nomenclature. Suffiks [-yl] (indonesia {il}) yang digunakan dalam kimia organik untuk membentuk nama radikal-radikal, diambil dari kata methyl. Pada tahun 1923, ahli kimia Jerman, Matthias Pier, yang bekerja untuk BASF mengembangkan cara mengubah gas sintesis (syngas / campuran dari karbon dioksida and hidrogen) menjadi metanol. Proses ini menggunakan katalis zinc chromate (seng kromat). Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat perhatian ketika krisis minyak bumi terjadi di tahun 1970-an karena ia mudah tersedia dan murah. Masalah timbul pada pengembangan awalnya untuk campuran metanol-bensin. Untuk menghasilkan harga yang lebih murah, beberapa produsen cenderung mencampur metanol lebih banyak. Produsen lainnya menggunakan teknik pencampuran dan penanganan yang tidak tepat. Akibatnya, hal ini menurunkan mutu bahan bakar yang dihasilkan. Akan tetapi, metanol masih menarik untuk Universitas Sumatera Utara

Transcript of batubara

Page 1: batubara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Metanol

Dalam proses pengawetan mayat, orang Mesir kuno menggunakan

berbagai macam campuran, termasuk di dalamnya metanol, yang mereka peroleh

dari pirolisis kayu. Metanol murni, pertama kali berhasil diisolasi tahun 1661 oleh

Robert Boyle, yang menamakannya spirit of box, karena ia menghasilkannya

melalui distilasi kotak kayu. Nama itu kemudian lebih dikenal sebagai pyroxylic

spirit (spiritus). Pada tahun 1834, ahli kimia Perancis Jean-Baptiste Dumas dan

Eugene Peligot menentukan komposisi kimianya. Mereka juga memperkenalkan

nama methylene untuk kimia organik, yang diambil dari bahasa Yunani methy =

"anggur") + hwl_ = kayu (bagian dari pohon). Kata itu semula dimaksudkan untuk

menyatakan "alkohol dari (bahan) kayu".

Kata metil pada tahun 1840 diambil dari methylene, dan kemudian

digunakan untuk mendeskripsikan "metil alkohol". Nama ini kemudian disingkat

menjadi "metanol" tahun 1892 oleh International Conference on Chemical

Nomenclature. Suffiks [-yl] (indonesia {il}) yang digunakan dalam kimia organik

untuk membentuk nama radikal-radikal, diambil dari kata methyl.

Pada tahun 1923, ahli kimia Jerman, Matthias Pier, yang bekerja untuk

BASF mengembangkan cara mengubah gas sintesis (syngas / campuran dari

karbon dioksida and hidrogen) menjadi metanol. Proses ini menggunakan katalis

zinc chromate (seng kromat).

Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat perhatian ketika

krisis minyak bumi terjadi di tahun 1970-an karena ia mudah tersedia dan murah.

Masalah timbul pada pengembangan awalnya untuk campuran metanol-bensin.

Untuk menghasilkan harga yang lebih murah, beberapa produsen cenderung

mencampur metanol lebih banyak. Produsen lainnya menggunakan teknik

pencampuran dan penanganan yang tidak tepat. Akibatnya, hal ini menurunkan

mutu bahan bakar yang dihasilkan. Akan tetapi, metanol masih menarik untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 2: batubara

digunakan sebagai bahan bakar bersih. Mobil-mobil dengan bahan bakar fleksibel

yang dikeluarkan oleh General Motors, Ford dan Chrysler dapat beroperasi

dengan setiap kombinasi etanol, metanol dan bensin. (Sheldiez, 2007)

2.2 Gambaran Metanol

Senyawa alkohol yang paling sederhana dan umum digunakan adalah

metanol. Metanol yang juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau

spiritus, adalah senyawa kimia yang dapat disusun dari tiga unsur kimia yaitu

unsur oksigen, karbon, dan hidrogen dengan rumus kimia CH3OH. Metanol

diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses

tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari,

uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari

menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan

membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:

2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O

Pada keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap,

tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih

ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut,

bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.

Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus

berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera

akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering

digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan

industri; Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang

dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras

(minuman beralkohol).

Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu

merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan

melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam

tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida. Kemudian, gas

hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: batubara

katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik

dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.

Saat ini, gas sintesis umumnya dihasilkan dari metana yang merupakan

komponen dari gas alam. Terdapat tiga proses yang dipraktekkan secara

komersial, yaitu: (Sheldiez, 2007)

1. Pada tekanan sedang 1 hingga 2 MPa (10-20 atm) dan temperatur tinggi

(sekitar 850 °C), metana bereaksi dengan uap air (steam) dengan katalis

nikel untuk menghasilkan gas sintesis menurut reaksi kimia berikut:

CH4 + H2O → CO + 3 H2

Reaksi ini, umumnya dinamakan steam-methane reforming atau SMR,

merupakan reaksi endotermik dan limitasi perpindahan panasnya menjadi

batasan dari ukuran reaktor katalitik yang digunakan.

2. Metana juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul oksigen

untuk menghasilkan gas sintesis melalui reaksi kimia berikut:

2 CH4 + O4 → 2 CO2 + 4 H2

reaksi ini adalah eksotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan

secara in-situ untuk menggerakkan reaksi steam-methane reforming.

3. Ketika dua proses tersebut dikombinasikan, proses ini disebut sebagai

autothermal reforming. Rasio CO and H2 dapat diatur dengan

menggunakan reaksi perpindahan air-gas (the water-gas shift reaction):

CO + H2O → CO2 + H2,

untuk menghasilkan stoikiometri yang sesuai dalam sintesis metanol.

Karbon monoksida dan hidrogen kemudian bereaksi dengan katalis kedua

untuk menghasilkan metanol. Saat ini, katalis yang umum digunakan

adalah campuran tembaga, seng oksida, dan alumina, yang pertama kali

digunakan oleh ICI di tahun 1966. Pada 5-10 MPa (50-100 atm) dan

temperatur 250 °C, ia dapat mengkatalisis produksi metanol dari karbon

monoksida dan hidrogen dengan selektifitas yang tinggi:

Universitas Sumatera Utara

Page 4: batubara

CO + 2 H2 → CH3OH

Sangat perlu diperhatikan bahwa setiap produksi gas sintesis dari metana

menghasilkan 3 mol hidrogen untuk setiap mol karbon monoksida, sedangkan

sintesis metanol hanya memerlukan 2 mol hidrogen untuk setiap mol karbon

monoksida. Salah satu cara mengatasi kelebihan hidrogen ini adalah dengan

menginjeksikan karbon dioksida ke dalam reaktor sintesis metanol, dimana ia

akan bereaksi membentuk metanol sesuai dengan reaksi kimia berikut:

CO2 + 3 H2 → CH3OH + H2O

Walaupun gas alam merupakan bahan yang paling ekonomis dan umum

digunakan untuk menghasilkan metanol, bahan baku lain juga dapat digunakan.

Ketika tidak terdapat gas alam, produk petroleum ringan juga dapat digunakan. Di

Afrika Selatan, sebuah perusahaan (Sasol) menghasilkan metanol dengan

menggunakan gas sintesis dari batu bara.

2.3 Gasifikasi Batu Bara

Gasifikasi adalah proses yang dilakukan pada suhu dan tekanan yang

tinggi untuk menghasilkan campuran gas (gas sintetis) dengan mereaksikan steam,

oksigen, dan material yang mengandung karbon. Produk terdiri dari karbon

monoksida, karbon dioksida, hidrogen, metana, dan gas-gas lain, dalam

perbandingan yang tergantung pada reaktan tertentu dan kondisi operasi

(temperatur dan tekanan) yang dilakukan dalam reaktor, dan tahap perlakuan yang

dilalui gas-gas tersebut untuk selanjutnya meninggalkan gasifier. Bahan-bahan

kimia yang sama dapat juga digunakan dalam gasifikasi kokas (batu bara) yang

diturunkan dari petroleum dan sumber yang lain. Reaksi batu bara dan arang batu

bara dengan udara atau oksigen untuk menghasilkan panas dan karbon dioksida

dapat disebut sebagai gasifikasi, tapi lebih cocok dikatakan sebagai proses

pembakaran. Tujuan dasar dari beberapa konversi adalah produksi gas alam

sintesis sebagai bagian bahan bakar gas dan gas-gas sintesis untuk produksi

bahan-bahan kimia dan plastik.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: batubara

Panas

Hampir dalam semua proses, flow diagram proses secara umum adalah

sama. Batu bara disiapkan melalui penghancuran dan pengeringan, pra perlakuan

jika diperlukan untuk mencegah pembentukan caking, dan kemudian digasifikasi

dengan uap air dari udara atau oksigen dan steam. Gas yang dihasilkan

didinginkan dan dibersihkan dari debu-debu arang, hidrogen sulfida, dan CO2

sebelum memasuki tahapan proses yang dikehendaki untuk mencocokkan

komposisinya untuk penggunaan akhir yang dikehendaki.

Dasar reaksi kimia secara umum untuk seluruh gasifikasi batu bara adalah

batu bara dan arang batu bara (1-3) dan reaksi gas (4-5):

Batu bara gas (CO, CO2, H2, CH4) + char ..... (1)

C (arang) + H2O CO + H2 (endotermis) ..... (2)

2C (arang) + 3/2 O2 CO2 + CO (eksotermis) ..... (3)

CO + H2O H2 + CO2 (sedikit eksotermis) ..... (4)

CO + 3H2 CH4 + H2O (eksotermis) …..(5)

Gasifikasi batubara pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan

menjadi gas yang lebih mudah terbakar dengan klasifikasi berdasarkan nilai panas

(heating value) yaitu low-btu (180-350 Btu/scf), medium-btu (250-500 Btu/scf),

high-btu (950-1000 Btu/scf). Perubahan batubara menjadi gas yang mudah

terbakar terjadi melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi. Tahap

awal setelah batubara mendapat perlakuan awal (ukuran butir diperkecil hingga

ukuran butir tertentu), sebagai feed stock, mengalami pemanasan sampai

temperatur reaksi dan mengalami pirolisa atau pembaraan.

Pembakaran yang terjadi disini adalah pembakaran tidak sempurna

(partial combustion) dengan rasio batubara lebih besar dari stoikiometri reaksi

atau oksigen dibuat tidak mampu mengkonversi seluruh karbon menjadi

karbondioksida. Dalam reaktor gasifikasi, produk gasifikasi yaitu CO dan H2,

bercampur dengan produk pirolisa. Distribusi berat dan komposisi berat gas yang

terjadi dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain temperatur, kecepatan

pemanasan, tekanan, residence time, dan jenis umpan batubara.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: batubara

Panas gasifikasi cenderung diklasifikasikan berdasarkan nilai panas, tetapi

dapat pula digolongkan berdasarkan atas transportasi dan kondisi sistem reaksi

dalam reaktor yaitu, fixed bed, fluidized bed dan entrained bed.

a. Fixed Bed

Pada proses gasifikasi cara ini, gravitasi menguasai sistem partikel-

partikelnya tidak dapat bergerak dan membentuk suatu tumpukan atau solid bed.

Penghembusan gas pereaksi uap dan O2 dari bawah berlawanan dengan arah

suplai partikel batubara ukuran 3-30 mm dengan residence time 1-5 jam. Gas yang

dihasilkan dari proses ini dialirkan dari atas sementara abu yang dihasilkan di

keluarkan dari bagian bawah.

Pada gasifikasi dengan menggunakan proses Fixed Bed terdapat empat

zona reaksi, yaitu: (Naskahta, 2005)

1. Zona Devolatisasi

Pada zona ini terjadi penguapan air dan zat-zat volatil yang terkandung

dalam batubara

2. Zona Gasifikasi

Pada zona ini steam yang dialirkan dan CO2 yang terbentuk dari

pembakaran sempurna, bereaksi dengan batubara pada suhu tinggi dan

membentuk gas sintesis yang terdiri dari CO2, H2, dan N2.

3. Zona Pembakaran

Pada zona ini O2 yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara

membentuk CO2 dan H2O yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi.

4. Zona Abu

Zona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik hasil

reaksi pembakaran maupun hasil gasifikasi.

b. Fluidized Bed

Pada proses gasifikasi ini, kehilangan tekanan (pressure loss) sedemikian

besar sehingga daya dorong di bagian bawah bed membuat kesetimbangan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: batubara

gaya gravitasi sehingga batubara yang diinjeksikan dari atas dalam bentuk serbuk

berukuran antara 0,1-5 mm berada dalam keadaan melayang dan juga berakibat

permukaan reaksi menjadi lebih luas sehingga reaksi lebih cepat dengan residence

time 15-50 detik. Pada reaktor fluidized bed O2 dan steam alirkan melalui bagian

bawah, sedangkan gas yang dihasilkan di alirkan ke bagian bawah reaktor dan abu

dialirkan ke samping bagian bawah reaktor.

c. Entrainned Bed

Pada proses ini, steam dan O2 bercampur dengan kecepatan sedemikian

tinggi sehingga membuat partikel-partikel solid batubara terbawa oleh gas

(transport pneumatic) yang masuk dari bagian atas. Dalam hal ini diperkenalkan

istilah partikel cloud (bukan dinamakan bed lagi). Untuk partikel batubara disebut

dengan powder coal dengan ukuran partikel lebih kecil dari 0,5 mm dengan

residence time antara 1-5 detik. Pada reaktor ini, gas yang dihasilkan dialirkan ke

samping bagian bawah reaktor sedangkan abu dikeluarkan dari bagian dasar

reaktor.

Tabel 1 Perbandingan jenis-jenis gasifier (A.G.A.Z, Habib, 2008)

Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed Ukuran umpan < 51 mm < 6 mm < 0.15 mm Toleransi kehalusan partikel Terbatas Baik Sangat baik

Toleransi kekasaran partikel Sangat baik Baik Buruk

Toleransi jenis umpan

Batubara kualitas rendah

Batubara kualitas rendah dan biomassa

Segala jenis batubara, tetapi tidak cocok untuk biomassa

Kebutuhan oksidan Rendah Menengah Tinggi Kebutuhan kukus Tinggi Menengah Rendah Temperatur reaksi 1090 °C 800 - 1000 °C > 1990 °C Temperatur gas keluaran 450 - 600 °C 800 - 1000 °C > 1260 °C

Produksi abu Kering Kering Terak Efisiensi gas dingin 80% 89.2% 80% Kapasitas penggunaan Kecil Menengah Besar

Permasalahan Produksi tar Konversi karbon Pendinginan gas produk

Universitas Sumatera Utara

Page 8: batubara

2.4 Batubara

Batubara merupakan nama umum yang digunakan untuk mengekspresikan

mineral hitam yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan pada masa lampau, bersifat

padat, berwarna gelap dan dapat dibakar. Batubara sebagian besar mengandung

karbon dan sejumlah kecil hidrogen, nitrogen, oksigen, dan sulfur. (Brady, George

S.,dkk, ).

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode

Pembentukan Karbon atau Batu Bara) yang dikenal sebagai zaman batubara

pertama. Zaman batubara pertama ini berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta

tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan

tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’.

(http://www.worldcoal.org). Sifat umum batubara adalah mudah terbakar, apabila

batubara tersebut mudah terbakar dan menghasilkan kalori tinggi, disebut

batubara, tetapi apabila batubara tersebut tidak mudah terbakar dan mengasilkan

kalori rendah disebut sebagai batubara muda.

Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar pembangkit energi.

Batubara dapat pula dipergunakan tidak sebagai bahan bakar, tetapi dipergunakan

sebagai reduktor pada proses peleburan timah, industri ferro-nikel, industri besi

dan baja, sebagai bahan pemurnian pada industri kimia (dalam bentuk karbon

aktif), sebagai bahan pembuatan kalsium karbida (dalam bentuk kokas atau semi

kokas). Pemanfaatan batubara dalam industri semen, batubara yang dibakar akan

menyisakan abu. Abu batubara tersebut akan bercampur dengan klinker dan akan

berpengaruh pada kualitas semen. Pada proses pembakaran bata, kandungan abu

batubara yang terlalu banyak akan menyumbat celah-celah susunan antar bata,

berakibat akan menggangu penyebaran panas sebagai hasil pembakaran.

Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia

(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan

(peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi

tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang

buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan

yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: batubara

NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah

menjadi gambut.

Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,

kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang

menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari

gambut. Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase

hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara

dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub

bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

Berikut adalah beberapa penggolongan batubara secara umum dan

berdasarkan nilai kalor batubara.

1. Klasifikasi secara Umum

Secara umum batubara digolongkan menjadi 3 tingkatan yaitu, anthracite,

bituminous coal dan sub bituminous coal, lignite dan peat (gambut).

a. Anthracite

Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat tinggi,

kandungan sulfur sangat sedikit. Kandungan air sangat sedikit dan kandungan

abu sangat sedikit.

b. Bituminous/sub bituminous coal

Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi,

nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit dan

kandungan sulfur sedikit.

c. Lignite/peat (brown coal)

Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah,

kandungan air tinggi, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur banyak.

2. Klasifikasi berdasarkan atas nilai kalor

a. Batubara tingkat tinggi (high rank) meliputi meta anthracite, anthracite, dan

semi anthracite.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: batubara

b. Batubara tingkat menengah (moderate rank) meliputi low volatile bituminous

coal, high volatile coal.

c. Batubara tingkat rendah (low rank) meliputi sub bituminous coal dan lignit.

2.5 Sifat – sifat Bahan Baku dan Produk

2.5.1 Bahan Baku

A. Batubara ( Subbituminous)

1) Mengandung :

- C (Carbon) : 76,24%

- H (Hidrogen) : 4,85%

- N (Nitrogen) : 1,34%

- S (Sulfur) : 1,38%

- O (Oxigen) : 4,84%

- Ash (Abu) : 8,02%

- Air : 2,82%

2) Ukuran butiran :

- kurang dari 2,38 mm : 19,84%

- 2,38 – 32 mm : 75,49%

- 32 – 50 mm : 4,53%

- lebih dari 50 mm : 0,14%

2.5.2 Produk

A. Hidrogen (H2)

1) Sifat Fisika:

1. Wujud : Gas

2. Densitas : 0,08988 g/L (0oC, 101, 325 kPa)

3. Titik Leleh : 14,01 K

4. Titik Didih : 20,28 K

5. Titik Kritis : 13, 8033 K, 7, 042 kPa

(http://www.wikipedia.com, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: batubara

2) Sifat Kimia:

1. Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada

konsentrasi serendah 4% H2 di udara bebas. Hidrogen terbakar menurut

persamaan kimia:

2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol)

2. H2 bereaksi secara langsung dengan unsur-unsur oksidator. Ia bereaksi

dengan spontan dan hebat pada suhu kamar dengan klorin dan fluorin,

menghasilkan hidrogen halida berupa hidrogen klorida. Reaksi:

H2(g) + Cl2(s) → 2 HCl(g)

(http://www.wikipedia.com, 2008)

B. Karbonmonoksida (CO)

1) Sifat Fisika :

1. Wujud : Gas

2. Densitas : 1, 250 g/L (0oC, 101, 325 kPa)

3. Titik Leleh : 68 K

4. Titik Didih : 81 K

5. Momen Dipol : 0,112 D (3,74×10−31 C·m)

(http://www.wikipedia.com, 2008)

2) Sifat Kimia :

1. CO adalah anhidrida dari asam format. Oleh karena itu, adalah praktis

untuk menghasilkan CO dari dehidrasi asam format.

2. CO juga merupakan hasil sampingan dari reduksi bijih logam oksida

dengan karbon:

MO + C → M + CO ΔH = 131 kJ/mol

(http://www.wikipedia.com, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: batubara

C. Karbondioksida (CO2)

1) Sifat Fisika:

1. Wujud : Gas

2. Densitas : 1, 98 g/L (0oC, 101, 325 kPa)

3. Titik Leleh : 216 K

4. Titik Didih : 195 K

5. Momen Dipol : Nol

6. Viskositas : 0, 07 cP pada -78oC

(http://www.wikipedia.com, 2008)

2) Sifat Kimia:

1. CO2 dapat dihasilkan melalui pembakaran dari semua bahan bakar yang

mengandung karbon, seperti metana (gas alam), destilat minyak bumi

(bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu. Sebagai

contohnya reaksi antara metana dan oksigen:

CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O

2. Khamir mencerna gula dan menghasilkan karbon dioksida beserta

etanol pada proses pembuatan anggur, bir, dan spiritus lainnya:

C6H12O6 → 2 CO2 + 2 C2H5OH

(http://www.wikipedia.com, 2008)

D. Metana (CH4)

1) Sifat Fisika:

1. Berat Molekul : 16,04 gr/gmol

2. Nilai Bakar : 995 Btu/ft3 (pada 600F, 30in Hg)

3. Titik Didih : -161,40C

4. Titik Lebur : -182,60C

(http://www.wikipedia.com, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 13: batubara

2) Sifat Kimia:

1. Dapat bereaksi dengan golongan halogen. Reaksi:

CH4 + X2 CH3X + HX ; X = F, Cl, Br, I

2. Radical Exchanges Reaction

CH4 + Cl- CH- + HCl + 14 KJ

3. Radical Extermination Reaction

2 Cl- Cl2 + 239 KJ

CH- + Cl- CH3Cl + 339 KJ

2 CH3- CH3CH3 + 347 KJ

(http://www.wikipedia.com, 2008)

E. Nitrogen (N2)

1) Sifat Fisika:

1. Fase : Gas

2. Berat Molekul : 28 gr/gmol

3. Densitas : 1, 251 g/L (0oC, 101, 325 kPa)

4. Titik Didih : 77, 36 K

5. Titik Lebur : 63, 15 K

6. Titik Kritis : 126, 21 K, 3, 39 MPa

7. Struktur Kristal : Heksagonal

(http://www.wikipedia.com, 2008)

2) Sifat Kimia:

1. Nitrogen bereaksi dengan elemen litium pada keadaan STP

menghasilkan litium nitrit. Reaksi:

6 Li + N2 2 Li3N

2. Nitrogen bereaksi dengan magnesium menghasilkan magnesium nitrit.

Reaksi:

3 Mg + N2 Mg3N2

Universitas Sumatera Utara

Page 14: batubara

3. Jika nitrogen bereaksi spontan dengan regensia, bentuk tranformasinya

disebut dengan fiksasi nitrogen.

(http://www.wikipedia.com, 2008)

F. Hidrogen Sulfida (H2S)

1) Sifat Fisika:

1. Berat molekul : 34,076 gr/gmol

2. Densitas : 0,79 gr/l (600F, 14,7 psia)

3. Titik didih : -60,280C

4. Titik Beku : -85,50C

5. Tekanan kritis : 1,304 psia

(http://www.wikipedia.com, 2008)

2) Sifat Kimia:

1. Hidrogen sulfida merupakan asam lemah yang terpisah dalam larutan

aqueous (mengandung air) menjadi kation hidrogen H+ dan anion

hidrosulfid HS−:

H2S → HS− + H+

Ka = 1.3×10−7 mol/L

pKa = 6.89.

2. Hidrogen sulfida merupakan hidrida kovalen yang secara kimiawi

terkait dengan air (H2O) karena oksigen dan sulfur berada dalam

golongan yang sama di tabel periodik.

(http://www.wikipedia.com, 2008)

G. Metanol (CH3OH)

1) Sifat Fisika:

1. Fase : Cairan jernih pada suhu kamar

2. Berat Molekul : 32 gr/gmol

3. Titik didih : 65 oC

4. Titik lebur : -97 oC

5. Viskositas : 0,5945 cp

Universitas Sumatera Utara

Page 15: batubara

6. Densitas pada : 0,796 gr/ml (0oC, 101, 325 kPa)

7. Tekanan kritis : 78,5 atm

8. Temperatur kritis : 240 oC

(Perry, 1997; Othmer, 1981)

2) Sifat Kimia:

1. Tidak memiliki sifat adisi yang kuat

2. Klor dan brom dapat mensubstitusi atom H dari metanol

3. Sulfonasi dengan asam sulfat berasap membentuk metanol sulfonat

4. Bereaksi dengan Na membentuk gas H2 dan garam Na metanolat

5. Termasuk golongan senyawa kimia beracun

6. Oksidasi dengan oksiditor kuat (KMnO4 dalam asam) menghasilkan

asam formiat dan dapat teroksidasi lebih lanjut membentuk CO2 dan

H2O

7. Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik

(Othmer, 1981)

H. Air (H2O)

1) Sifat Fisika:

1. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarna

2. Berbentuk heksagonal dalam keadaan padat

3. Berat molekul : 18 gr/gmol

4. Titik beku : 0 oC ( pada 1 atm)

5. Densitas : 995,68 kg/m3

6. Viskositas : 8,949 mP (pada kondisi standar, 1 atm)

7. Koefisien difusi : 2,57 x 10-5 cm2/dt

8. Konstanta disosiasi : 10-4

9. Panas ionisasi, : 55,71 Kj/mol

(Parker, 1982; Othmer, 1981 )

Universitas Sumatera Utara

Page 16: batubara

2) Sifat Kimia:

1. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon

dioksida, monoksida membentuk gas sintetis (dalam proses gasifikasi

batubara)

2. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam-logam reaktif

lain membebaskan H2

3. Air bersifat amfoter

4. Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur oksida membentuk basa kalium

dan asam sulfat.

5. Dengan anhidrid asam karboksilat membentuk asam karboksilat.

(Othmer, 1981 )

I. Udara (O2)

1) Sifat Fisika:

1. Fase : Gas

2. Berat Molekul : 32 gr/gmol

3. Titik didih : 90,20 K

4. Titik lebur : 54,36 K

5. Kalor Peleburan : 0,444 Kj/mol

6. Kalor Penguapan : 6,82 Kj/mol

7. Kapasitas Kalor : 29,378 J/mol.K

8. Densitas : 1,429 gr/L (0oC, 101, 325 kPa)

(http://www.wikipedia.com, 2008)

2) Sifat Kimia :

1. Dapat bereaksi dengan metana menghasilkan karbondioksida dan air.

Reaksi:

CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O

2. Dapat membakar gas hidrogen berkonsentrasi 4% di udara bebas.

Reaksi:

2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol)

(http://www.wikipedia.com, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: batubara

J. Monoetanolamine (MEA)

1) Sifat Fisika:

1. Fase : Cairan tidak berwarna

2. Berat Molekul : 61,06 gr/mol

3. Titik Beku : 10,5 0C

4. Spesifik Gravity : 1,017

5. Titik Didih : 170 0C

6. Densitas : 2,1 g/liter ( pada 00C, 1 atm)

7. pH : 12

(http://www.kemi.com, 2008)

2) Sifat Kimia:

1. Bereaksi dengan selulosa nitrat menghasilkan api dan beresiko timbul

ledakan

2. Terurai jika dipanaskan dan menghasilkan racun serta gas pengkorosi

termasuk N2O

3. Sangat reaktif terhadap asam kuat dan oksidator kuat

(http://www.wikipedia.com, 2008)

2.6 Deskripsi Proses

Proses produksi metanol adalah salah satu proses petrokimia yang paling

sederhana dengan fasilitas produksi yang aman dan terpercaya dalam

pengoperasiannya. Secara umum, pembuatan metanol untuk tujuan komersial

meliputi 3 tahapan utama, yaitu persiapan gas umpan dengan proses gasifikasi

batu bara, sintesis metanol (proses utama) dan penanganan produk akhir

(Schmidt, 2005);

1. Persiapan gas umpan dengan proses gasifikasi batu bara.

Tahap ini meliputi produksi gas hidrogen melalui proses gasifikasi batu

bara dengan steam dan oksigen dari unit pemisah udara (air separation unit),

berupa membran yang menggunakan solid electrodialisis sebagai media difusi

oksigen, dengan kemurnian yang sangat tinggi mencapai 95 %.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: batubara

Pada proses gasifikasi besarnya perbandingan O2 terhadap batubara

(kg/kg) adalah sebesar 0,23 dan batubara terhadap steam (kg/kg) sebesar 1,175.

Reaktor yang digunakan adalah jenis fixed bed dengan proses lurgi untuk

menghasilkan H2 dalam jumlah yang paling besar. Ukuran partikel batubara

adalah 3- 30 mm dengan subbituminous coal sebagai bahan baku pada temperatur

gasifikasi 8000C dan tekanan 13 atm (Swargina, 2006). Besarnya waktu tinggal

dalam reaktor gasifikasi adalah 1 jam (Sukandarrumidi, 2006).

Tahapan selanjutnya adalah pemisahan zat-zat pengotor dan racun katalis

dari aliran gas hidrogen. Zat racun katalis berupa karbon monoksida, karbon

dioksida, dan hidrogen sulfida (H2S). Tahapan purifikasi zat racun katalis tersebut

diawali dengan konversi metana oleh steam menjadi karbon monoksida dan

hidrogen yang berlangsung dalam steam methane reformer (SMR). Karbon

monoksida hasil gasifikasi dan konversi metana dalam aliran gas kemudian

diubah menjadi hidrogen dan karbon dioksida dengan menggunakan yang

melibatkan steam dan katalis Cu-Zn. Karbon dioksida dan H2S dalam aliran gas

kemudian diumpankan dalam absorber dengan monoetanolamine 20% sebagai

absorben, dimana seluruh hidrogen sulfida (H2S) dalam aliran gas terserap.

2. Proses utama

Gas sintesis yang di hasilkan dari gasifier memiliki kondisi yaitu tekanan

13 atm dan temperatur 8000C (1073 K). Reaksi berlangsung cepat dengan waktu

tinggal 10 detik dan konversi 99% (Indala,2001). Jenis reaktor yang digunakan

adalah jenis fixed bed dengan katalis multikomponen. (Walas, 1988).

3. Penanganan Produk akhir

Gas metanol bersama dengan hidrogen dan nitrogen yang tidak terkonversi

dan gas inert didinginkan sehingga terjadi kondensasi gas metanol menjadi cairan

metanol sementara gas yang tidak terkonversi dan inert masih berada dalam fase

gas. Proses ini berlangsung pada temperatur 250C.

Metanol cair yang dihasilkan disimpan dalam tangki penyimpanan

sebelum didistibusikan atau digunakan untuk proses selanjutnya. Gas sisa dari

reaksi yang sebagian besar merupakan hidrogen dan nitrogen disimpan dalam

tangki penyimpanan dan bisa digunakan sebagai bahan bakar (Walas, 1988).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: batubara

Metanol cair yang dihasilkan disimpan dalam tangki penyimpanan

sebelum didistibusikan atau digunakan untuk proses selanjutnya. Gas sisa dari

reaksi yang sebagian besar merupakan hidrogen dan nitrogen dialirkan ke IGCC

digunakan sebagai turbin gas (Gary, 2006).

4. Unit Pengolahan Limbah

Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan

atau atmosfer, karena limbah tersebut mengandung bermacam-macam zat yang

dapat membahayakan alam sekitar maupun manusia itu sendiri. Demi kelestarian

lingkungan hidup, maka setiap pabrik harus mempunyai unit pengolahan limbah.

Dalam pra rancangan pabrik pembuatan metanol dari batu bara dengan

proses gasifikasi ini tidak menghasilkan limbah cair melainkan limbah padat.

Adapun sumber limbah padat pabrik pembuatan metanol ini meliputi fly ash.

Fly ash yang dihasilkan dari pembuatan metanol ini apabila dibuang

langsung ke lingkungan lambat laun akan membentuk gas metana yang dapat

menyebabkan ledakan, oleh karena itu diperlukan penanganan terhadap limbah

Fly ash. Fly ash dapat dimanfaatkan menjadi campuran beton, campuran aspal,

dan batako (www.menlh.go.id. , 2006).

Dalam pra rancangan pabrik pembuatan metanol dari batu bara dengan

proses gasifikasi ini, limbah padat yang dihasilkan direncanakan akan dijual ke

perusahaan lain agar dapat diolah dan dimanfaatkan lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara