Batuan Sedimen Non Klastik

8
Beberapa Contoh Batuan Sedimen Non Klastik 1. Batu Rijang ( Chert ) adalah batuan sedimen silikaan berbutir halus yang terbentuk secara Biokima. Batuan keras, kompak yang terbentuk oleh kristal kuarsa berukuran lanau (mikrokuarsa) dan kalsedon, sebuah bentuk silika yang terbuat dari serat memancar dengan panjang beberapa puluh hingga ratusan mikrometer. Lapisan rijang terbentuk sebagai sedimen primer atau oleh proses diagenesis. Di atas lantai laut dan danau, kerangka silikaan dari organisme mikroskopik terakumulasi membentuk ooze silikaan. Organisme ini adalah diatom, terdapat di danau dan mungkin juga terakumulasi dalam kondisi laut, meskipun radiolaria lebih umum sebagai komponen utama ooze silikaan di laut. Radiolaria adalah zooplankton (hewan mikroskopik dengan gaya hidup planktonik) dan diatom adalah fitoplankton (tanaman mengambang bebas dan alga). Jika terkonsolidasi, ooze ini akan membentuk lapisan rijang. Silika opalin diatom dan radiolaria adalah metastabil dan terekristalisasi membentuk silika kalsedon atau mikrokuarsa. Rijang yang terbentuk dari ooze sering berlapis tipis dengan lapisan yang disebabkan oleh variasi jumlah material berukuran lempung yang ada. Rijang ini sangat umum dalam lingkungan laut dalam. Beberapa rijang adalah hasil diagenesis, terbentuk oleh penggantian mineral lain oleh air kaya silika yang mengalir melalui batuan. Umumnya mengganti batugamping (contoh sebagai batuapi / flint dalam kapur) dan terkadang terjadi dalam batulumpur. Rijang ini dalam bentuk nodul-nodul atau lapisan irreguler dan dari sini dengan mudah dapat dibedakan dari rijang primer. Jasper adalah rijang dengan pewarnaan merah yang kuat karena adanya hematit. Radiolaria merupakan salah satu jenis rhizopoda yang hidup dilaut dan memilki cangkang yang keras yang mengandung bahan silicon dan kalsium karbonat. Radiolaria hidup bergerombol secara melayang, saat organisme ini terbawa menuju laut dalam dan kemudian mati, maka cangkang-cangkang organisme ini akan diendapkan perlahan didasar laut dalam yang kemudian mengalami akumulasi yang masih saling lepas. Kemudian akumulasi dari cangkang-cangkang tersebut membentuk sebuah batuan yang kompak yaitu batuan sedimen non klastik yang bernama batu Rijang. Dilihat dari kandungannya, batu rijang terbentuk sebagai hasil perubahan kimiawi pada pembentukan batuan endapan terkompresi, pada proses diagenesis. Pada intinya Rijang merupakan batuan yang pada umumnya terbentuk oleh endapan sisa organisme yang mengandung sililka seperti radiolaria. Endapan tersebut dihasilkan dari hasil pemadatan dan rekristalisasi dari lumpur silika organik yang

Transcript of Batuan Sedimen Non Klastik

Page 1: Batuan Sedimen Non Klastik

Beberapa Contoh Batuan Sedimen Non Klastik

1. Batu Rijang ( Chert )

adalah batuan sedimen silikaan berbutir halus yang terbentuk secara Biokima. Batuan

keras, kompak yang terbentuk oleh kristal kuarsa berukuran lanau (mikrokuarsa) dan

kalsedon, sebuah bentuk silika yang terbuat dari serat memancar dengan panjang beberapa

puluh hingga ratusan mikrometer. Lapisan rijang terbentuk sebagai sedimen primer atau oleh

proses diagenesis.

Di atas lantai laut dan danau, kerangka silikaan dari organisme mikroskopik

terakumulasi membentuk ooze silikaan. Organisme ini adalah diatom, terdapat di danau dan

mungkin juga terakumulasi dalam kondisi laut, meskipun radiolaria lebih umum sebagai

komponen utama ooze silikaan di laut. Radiolaria adalah zooplankton (hewan mikroskopik

dengan gaya hidup planktonik) dan diatom adalah fitoplankton (tanaman mengambang bebas

dan alga).

Jika terkonsolidasi, ooze ini akan membentuk lapisan rijang. Silika opalin diatom dan

radiolaria adalah metastabil dan terekristalisasi membentuk silika kalsedon atau mikrokuarsa.

Rijang yang terbentuk dari ooze sering berlapis tipis dengan lapisan yang disebabkan oleh

variasi jumlah material berukuran lempung yang ada. Rijang ini sangat umum dalam

lingkungan laut dalam.

Beberapa rijang adalah hasil diagenesis, terbentuk oleh penggantian mineral lain oleh

air kaya silika yang mengalir melalui batuan. Umumnya mengganti batugamping (contoh

sebagai batuapi / flint dalam kapur) dan terkadang terjadi dalam batulumpur. Rijang ini dalam

bentuk nodul-nodul atau lapisan irreguler dan dari sini dengan mudah dapat dibedakan dari

rijang primer. Jasper adalah rijang dengan pewarnaan merah yang kuat karena adanya

hematit.

Radiolaria merupakan salah satu jenis rhizopoda yang hidup dilaut dan memilki

cangkang yang keras yang mengandung bahan silicon dan kalsium karbonat. Radiolaria

hidup bergerombol secara melayang, saat organisme ini terbawa menuju laut dalam dan

kemudian mati, maka cangkang-cangkang organisme ini akan diendapkan perlahan didasar

laut dalam yang kemudian mengalami akumulasi yang masih saling lepas. Kemudian

akumulasi dari cangkang-cangkang tersebut membentuk sebuah batuan yang kompak yaitu

batuan sedimen non klastik yang bernama batu Rijang. Dilihat dari kandungannya, batu rijang

terbentuk sebagai hasil perubahan kimiawi pada pembentukan batuan endapan terkompresi,

pada proses diagenesis. Pada intinya Rijang merupakan batuan yang pada umumnya

terbentuk oleh endapan sisa organisme yang mengandung sililka seperti radiolaria. Endapan

tersebut dihasilkan dari hasil pemadatan dan rekristalisasi dari lumpur silika organik yang

Page 2: Batuan Sedimen Non Klastik

terakumulasi pada dasar lautan yang dalam. Pembentukan rijang di laut dalam sangat

berpengaruh dengan habitat radiolaria yang hidup pada lautan, karena pada umumnya

radiolaria merupakan organisme yang hidup berkoloni di laut dalam sehingga ketikamati

radiolaria ini akan terakumulasi dan sisacangkang yang lepas akan terendap kemudian

terpadatkan dan mengalami rekristralisasi dari lumpur silika organik yang terakumulasi pada

dasar laut dalam yang kemudian membentuk batuan sedimen non klastik yang bernama

rijang.

Gambar 1 : Batu Rijang

2. Batubara

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik,

terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa

tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air,

biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari

sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.

Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga

bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya

kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa

tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang

biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan

terakumulasi pada dasar lautan yang dalam. Pembentukan rijang di laut dalam sangat

berpengaruh dengan habitat radiolaria yang hidup pada lautan, karena pada umumnya

radiolaria merupakan organisme yang hidup berkoloni di laut dalam sehingga ketikamati

radiolaria ini akan terakumulasi dan sisacangkang yang lepas akan terendap kemudian

terpadatkan dan mengalami rekristralisasi dari lumpur silika organik yang terakumulasi pada

dasar laut dalam yang kemudian membentuk batuan sedimen non klastik yang bernama

rijang.

Gambar 1 : Batu Rijang

2. Batubara

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik,

terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa

tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air,

biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari

sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.

Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga

bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya

kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa

tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang

biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan

terakumulasi pada dasar lautan yang dalam. Pembentukan rijang di laut dalam sangat

berpengaruh dengan habitat radiolaria yang hidup pada lautan, karena pada umumnya

radiolaria merupakan organisme yang hidup berkoloni di laut dalam sehingga ketikamati

radiolaria ini akan terakumulasi dan sisacangkang yang lepas akan terendap kemudian

terpadatkan dan mengalami rekristralisasi dari lumpur silika organik yang terakumulasi pada

dasar laut dalam yang kemudian membentuk batuan sedimen non klastik yang bernama

rijang.

Gambar 1 : Batu Rijang

2. Batubara

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik,

terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa

tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air,

biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari

sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.

Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga

bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya

kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa

tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang

biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan

Page 3: Batuan Sedimen Non Klastik

batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat

analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin

berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu

batubara.

Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu

yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal

ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan

tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat

dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari

pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat

batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit.

Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang

berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada

keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi

pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang

mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan

air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat

penting.

Penyusun Batubara

Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya

cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya

dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll.

Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan

penyusunnya.

Lignin

Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah

susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari

lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang

terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada

rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin

merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga saat ini, sangat sedikit

bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang

menyusun batubara.

Page 4: Batuan Sedimen Non Klastik

Karbohidrat

Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima

sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara

gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya

mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang

umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak

mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk

protein.

Protein

Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir

sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah

rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya

muncul sebagai steroid, lilin.

Proses Pembentukan Batubara

Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material

tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian

kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga,

dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.

Pembentukan Lapisan Source

Teori Rawa Peat (Gambut) – Autocthon

Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa-

sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang

sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup, yang

kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya peat

yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari

teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan

banyaknya kandungan mineral dalam batubara.

Teori Transportasi – Allotocton

Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari

degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat,

melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan

aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi

proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.

Page 5: Batuan Sedimen Non Klastik

Proses Geokimia dan Metamorfosis

Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses.

Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang

normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara

akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini

adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi,

yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka

berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi

temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan

temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan

menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi

karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi

secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.

Gambar 2 : Batubara

3. Batu Dolomit

Batuan dolomite pertama kali di deskripsikan oleh mineralogist Francis bernama

Deodat de Dolomieu pada tahun 1791 dari tempat terdapatnya di daerah Southern Alps.

Batuan ini diberi nama Dolomit oleh de Saussure, dan sekarang pegunungan tersebut disebut

dolomit. Pada saat Dolomieu menginformasikan bahwasannya batuan dolomite adalah seperti

batu gamping, tetapi mempunyai sifat yang tidak sama dengan batu gamping, pada saat

diteteskan larutan asam batuan dolomite tidak membuih. Mineral yang tidak beraksi tersebut

dinamakan dolomite. Kadang-kadang dolomite juga disebut dolostone. Dolomit sangat

penting artinya di dalam dunia perminyakan disebabkan pembentukannya terjadi di bawah

tanah melalui proses alterasi dari kalsit yang ada di batu gamping. Perubahan kimiawi ini

Proses Geokimia dan Metamorfosis

Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses.

Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang

normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara

akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini

adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi,

yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka

berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi

temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan

temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan

menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi

karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi

secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.

Gambar 2 : Batubara

3. Batu Dolomit

Batuan dolomite pertama kali di deskripsikan oleh mineralogist Francis bernama

Deodat de Dolomieu pada tahun 1791 dari tempat terdapatnya di daerah Southern Alps.

Batuan ini diberi nama Dolomit oleh de Saussure, dan sekarang pegunungan tersebut disebut

dolomit. Pada saat Dolomieu menginformasikan bahwasannya batuan dolomite adalah seperti

batu gamping, tetapi mempunyai sifat yang tidak sama dengan batu gamping, pada saat

diteteskan larutan asam batuan dolomite tidak membuih. Mineral yang tidak beraksi tersebut

dinamakan dolomite. Kadang-kadang dolomite juga disebut dolostone. Dolomit sangat

penting artinya di dalam dunia perminyakan disebabkan pembentukannya terjadi di bawah

tanah melalui proses alterasi dari kalsit yang ada di batu gamping. Perubahan kimiawi ini

Proses Geokimia dan Metamorfosis

Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses.

Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang

normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara

akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini

adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi,

yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka

berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi

temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan

temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan

menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi

karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi

secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.

Gambar 2 : Batubara

3. Batu Dolomit

Batuan dolomite pertama kali di deskripsikan oleh mineralogist Francis bernama

Deodat de Dolomieu pada tahun 1791 dari tempat terdapatnya di daerah Southern Alps.

Batuan ini diberi nama Dolomit oleh de Saussure, dan sekarang pegunungan tersebut disebut

dolomit. Pada saat Dolomieu menginformasikan bahwasannya batuan dolomite adalah seperti

batu gamping, tetapi mempunyai sifat yang tidak sama dengan batu gamping, pada saat

diteteskan larutan asam batuan dolomite tidak membuih. Mineral yang tidak beraksi tersebut

dinamakan dolomite. Kadang-kadang dolomite juga disebut dolostone. Dolomit sangat

penting artinya di dalam dunia perminyakan disebabkan pembentukannya terjadi di bawah

tanah melalui proses alterasi dari kalsit yang ada di batu gamping. Perubahan kimiawi ini

Page 6: Batuan Sedimen Non Klastik

ditandai dengan pengurangan volume dan terjadinya proses rekristalisasi yang keduanya

menghasilkan ruangan terbuka atau porositas di dalam perlapisan batuan. Porositas

menciptakan jalan bagi minyak bumi untuk mengalir dan menjadi tempat bagi reservoir

minyak bumi. Secara alamiah proses alterasi dari limestone dinamakan dolomitisasi dan

proses kebalikan dari alterasi tersebut dinamakan dedolomitisasi. Keduanya merupakan

masalah besar di dalam sedimentari geologi

Karakteristik Fisik Dolomite:

Berwarna sering merah muda atau kemerah merahan dan dapat tidak berwarna, putih,

kuning, beruban/kelabu atau bahkan warna coklat atau hitam ketika besi hadir di kristal.

Berkilap seperti mutiara ke seperti kaca ke tumpul..

Sifat terhadap cahaya adalah transparan ke tembus cahaya..

Sistem hablur adalah trigonal; menghalangi 3 Crystal Habits meliputi rhombohedral

pelana yang shaped yang kembar belah ketupat dan yang sederhana beberapa dengan

wajah yang sedikit dibengkokkan, juga seperti prisma/aneka warna, raksasa (masive),

berisi butir kecil dan batu karang yang membentuk. Tidak pernah yang ditemukan di

scalenohedrons.

Perpecahan sempurna di tiga arah yang membentuk rombohedron.

Belahan conchoidal.

Kekerasannya adalah 3.5-4 Specific Gravity adalah 2.86 ( rata-rata)

Warna lapisan putih..

Karakteristik yang lain: Tidak sama dengan kalsit, berbuih dengan lemah dengan cuka y

ang hangat atau ketika lebih dulu bertepung/berbubuk dengan HCl yang dingin.

Mineral yang dihubungkan: meliputi kalsit, mineral bijih sulfida, fluorit [CaF], barit,

kwarsa dan adakalanya dengan emas.

Gambar 3. Batu Dolomit

ditandai dengan pengurangan volume dan terjadinya proses rekristalisasi yang keduanya

menghasilkan ruangan terbuka atau porositas di dalam perlapisan batuan. Porositas

menciptakan jalan bagi minyak bumi untuk mengalir dan menjadi tempat bagi reservoir

minyak bumi. Secara alamiah proses alterasi dari limestone dinamakan dolomitisasi dan

proses kebalikan dari alterasi tersebut dinamakan dedolomitisasi. Keduanya merupakan

masalah besar di dalam sedimentari geologi

Karakteristik Fisik Dolomite:

Berwarna sering merah muda atau kemerah merahan dan dapat tidak berwarna, putih,

kuning, beruban/kelabu atau bahkan warna coklat atau hitam ketika besi hadir di kristal.

Berkilap seperti mutiara ke seperti kaca ke tumpul..

Sifat terhadap cahaya adalah transparan ke tembus cahaya..

Sistem hablur adalah trigonal; menghalangi 3 Crystal Habits meliputi rhombohedral

pelana yang shaped yang kembar belah ketupat dan yang sederhana beberapa dengan

wajah yang sedikit dibengkokkan, juga seperti prisma/aneka warna, raksasa (masive),

berisi butir kecil dan batu karang yang membentuk. Tidak pernah yang ditemukan di

scalenohedrons.

Perpecahan sempurna di tiga arah yang membentuk rombohedron.

Belahan conchoidal.

Kekerasannya adalah 3.5-4 Specific Gravity adalah 2.86 ( rata-rata)

Warna lapisan putih..

Karakteristik yang lain: Tidak sama dengan kalsit, berbuih dengan lemah dengan cuka y

ang hangat atau ketika lebih dulu bertepung/berbubuk dengan HCl yang dingin.

Mineral yang dihubungkan: meliputi kalsit, mineral bijih sulfida, fluorit [CaF], barit,

kwarsa dan adakalanya dengan emas.

Gambar 3. Batu Dolomit

ditandai dengan pengurangan volume dan terjadinya proses rekristalisasi yang keduanya

menghasilkan ruangan terbuka atau porositas di dalam perlapisan batuan. Porositas

menciptakan jalan bagi minyak bumi untuk mengalir dan menjadi tempat bagi reservoir

minyak bumi. Secara alamiah proses alterasi dari limestone dinamakan dolomitisasi dan

proses kebalikan dari alterasi tersebut dinamakan dedolomitisasi. Keduanya merupakan

masalah besar di dalam sedimentari geologi

Karakteristik Fisik Dolomite:

Berwarna sering merah muda atau kemerah merahan dan dapat tidak berwarna, putih,

kuning, beruban/kelabu atau bahkan warna coklat atau hitam ketika besi hadir di kristal.

Berkilap seperti mutiara ke seperti kaca ke tumpul..

Sifat terhadap cahaya adalah transparan ke tembus cahaya..

Sistem hablur adalah trigonal; menghalangi 3 Crystal Habits meliputi rhombohedral

pelana yang shaped yang kembar belah ketupat dan yang sederhana beberapa dengan

wajah yang sedikit dibengkokkan, juga seperti prisma/aneka warna, raksasa (masive),

berisi butir kecil dan batu karang yang membentuk. Tidak pernah yang ditemukan di

scalenohedrons.

Perpecahan sempurna di tiga arah yang membentuk rombohedron.

Belahan conchoidal.

Kekerasannya adalah 3.5-4 Specific Gravity adalah 2.86 ( rata-rata)

Warna lapisan putih..

Karakteristik yang lain: Tidak sama dengan kalsit, berbuih dengan lemah dengan cuka y

ang hangat atau ketika lebih dulu bertepung/berbubuk dengan HCl yang dingin.

Mineral yang dihubungkan: meliputi kalsit, mineral bijih sulfida, fluorit [CaF], barit,

kwarsa dan adakalanya dengan emas.

Gambar 3. Batu Dolomit

Page 7: Batuan Sedimen Non Klastik

4. Batugamping Terumbu

Proses pembentukan batuan gamping terumbu berasal dari pengumpulan plankton,

moluska, algae yang kemudian membentuk terumbu. Jadi gamping terumbu berasal dari

organisme. Batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral utama dari kalsit (CaCO3)

terbentuk karena aktivitas dari coral atau terumbu pada perairan yang hangat dan dangkal dan

terbentuk sebagai hasil sedimentasi organic. Tipe batuan ini paling banyak didapatkan dalam

batuan karbonat Tersier di Indonesia. Tipe ini sering membentuk tebing terjal pada singkapan,

masif tak berlapis atau perlapisan buruk yang hanya kelihatan dari jauh. Tipe gamping

terumbu ini sering disebut “Boundstone” oleh Dunham, sedangkan berdasarkan terdapatnya

lumpur karbonat diantara kerangka atau pecahan-pecahan kerangka Embrie dan Klovan

membuat klasifikasi : Framestone, Bindstone, Bafflestone, Rudstone dan Floatstone.

Terdapat beberapa klasifikasi batugamping yang dapat digunakan, tetapi dalam

industri minyak, klasifikasi Dunham (1962) yang dimodifikasi oleh Embry dan Klovan

merupakan klasifikasi yang biasa digunakan. Klasifikasi Dunham didasarkan pada tekstur

pengendapan awal.

Faktor utama dalam dalam klasifikasi ini yang perlu diamati adalah :

a. Jika tekstur pengendapannya tidak dapat dikenali, maka klasifikasi Dunham tidak

dapat digunakan, batuan harus dideskripsi berdasarkan ciri fisik atau diagenesis

b. Jika tekstur pengendapannya dapat dikenali, maka klasifikasi Dunham dapat

digunakan dengan pembagian sebagai berikut :

butiran kurang dari 10% dari seluruh batuan maka disebut mudstone. Mudstone

terdapat dalam lingkungan carbonate platform dan cekungan. Calcareous

mudstone berasal dari hancurnya calcareous alga hijau, pemisahan partikel-

partikel skelatal besar, dan kemungkinan penyerapan inorganik dari air laut.

Mudstone pada lingkungan cekungan dan slope berasal dari winnowed platform

muds (periplatform ooze) atau berasal dari cangkang-cangkang nannoplankton

coccoliths (nannofosil ooze). Mudstone berakumulasi pada lingkungan energi

rendah.

butiran lebih dari 10% dengan tetap didominasi oleh lumpur disebut wackestone,

sedangkan bila butiran tidak didukung lumpur tetapi dengan matriks disebut

packstone. Wackestone dan packstone diendapkan pada lingkungan energi transisi

dimana arus tidak dapat memindahkan seluruh lumpur dari area tersebut dan tidak

dapat memisahkannya dari butiran pasir. Area tersebut juga merupakan

lingkungan energi rendah seperti pada mudstone hanya saja lebih dekat pada

Page 8: Batuan Sedimen Non Klastik

tempat dimana butiran-butiran pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran

pasir lebih tinggi diproduksi pada tempat pengendapan tersebut.

Batuan seluruhnya berupa butiran disebut grainstone. Grainstone terbentuk dari

butiran skeletal dan non skeletal; bioclast, ooids dan peloids. Umumnya terbentuk

pada lingkungan energi tinggi seperti beaches, shoals atau nearby reefs.

Jika butiran diikat pada waktu pengendapan oleh binding, baffling dan aktivitas

framebuilding pada terumbu-pembangunan organisme disebut boundstone.

Floatstone dan rudstone, ditambahkan pada klasifikasi Dunham untuk

menggambarkan terumbu yang kasar-diperoleh dari endapan skeletal. Muddy

floatstone adalah butiran skeletal dalam matriks lumpur; sandy floatstone

mengandung matriks calcareous sand. Rudstone mungkin bersih, tanpa matriks,

atau dengan pasir atau matrik lumpur antara tekstur yang didukung butiran.

Framestone dan bafflestone terbentuk oleh pembangun terumbu skleletal robulus,

seperti corals, stone red algae, bryozoa. Bindstone biasa sebagai komponen pada

reef flat. Stromatolite alga merupakan bentuk tipe dari tekstur bindstone.

Batugamping terumbu adalah jenis sedimen biologi, yang merupakan suatu susunan dari

rangka-rangka organisma yang terdiri atas Algae, Koral, Moluska dan Foraminifera. Ditinjau

dari segi ekologinya, organisma pembentuk terumbu dapat berkembang dengan baik dan

mempunyai penyebaran pada daerah neritik yang dangkal dengan kedalaman maksimum 60m.

Gambar 4 : Batugamping Terumbu

tempat dimana butiran-butiran pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran

pasir lebih tinggi diproduksi pada tempat pengendapan tersebut.

Batuan seluruhnya berupa butiran disebut grainstone. Grainstone terbentuk dari

butiran skeletal dan non skeletal; bioclast, ooids dan peloids. Umumnya terbentuk

pada lingkungan energi tinggi seperti beaches, shoals atau nearby reefs.

Jika butiran diikat pada waktu pengendapan oleh binding, baffling dan aktivitas

framebuilding pada terumbu-pembangunan organisme disebut boundstone.

Floatstone dan rudstone, ditambahkan pada klasifikasi Dunham untuk

menggambarkan terumbu yang kasar-diperoleh dari endapan skeletal. Muddy

floatstone adalah butiran skeletal dalam matriks lumpur; sandy floatstone

mengandung matriks calcareous sand. Rudstone mungkin bersih, tanpa matriks,

atau dengan pasir atau matrik lumpur antara tekstur yang didukung butiran.

Framestone dan bafflestone terbentuk oleh pembangun terumbu skleletal robulus,

seperti corals, stone red algae, bryozoa. Bindstone biasa sebagai komponen pada

reef flat. Stromatolite alga merupakan bentuk tipe dari tekstur bindstone.

Batugamping terumbu adalah jenis sedimen biologi, yang merupakan suatu susunan dari

rangka-rangka organisma yang terdiri atas Algae, Koral, Moluska dan Foraminifera. Ditinjau

dari segi ekologinya, organisma pembentuk terumbu dapat berkembang dengan baik dan

mempunyai penyebaran pada daerah neritik yang dangkal dengan kedalaman maksimum 60m.

Gambar 4 : Batugamping Terumbu

tempat dimana butiran-butiran pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran

pasir lebih tinggi diproduksi pada tempat pengendapan tersebut.

Batuan seluruhnya berupa butiran disebut grainstone. Grainstone terbentuk dari

butiran skeletal dan non skeletal; bioclast, ooids dan peloids. Umumnya terbentuk

pada lingkungan energi tinggi seperti beaches, shoals atau nearby reefs.

Jika butiran diikat pada waktu pengendapan oleh binding, baffling dan aktivitas

framebuilding pada terumbu-pembangunan organisme disebut boundstone.

Floatstone dan rudstone, ditambahkan pada klasifikasi Dunham untuk

menggambarkan terumbu yang kasar-diperoleh dari endapan skeletal. Muddy

floatstone adalah butiran skeletal dalam matriks lumpur; sandy floatstone

mengandung matriks calcareous sand. Rudstone mungkin bersih, tanpa matriks,

atau dengan pasir atau matrik lumpur antara tekstur yang didukung butiran.

Framestone dan bafflestone terbentuk oleh pembangun terumbu skleletal robulus,

seperti corals, stone red algae, bryozoa. Bindstone biasa sebagai komponen pada

reef flat. Stromatolite alga merupakan bentuk tipe dari tekstur bindstone.

Batugamping terumbu adalah jenis sedimen biologi, yang merupakan suatu susunan dari

rangka-rangka organisma yang terdiri atas Algae, Koral, Moluska dan Foraminifera. Ditinjau

dari segi ekologinya, organisma pembentuk terumbu dapat berkembang dengan baik dan

mempunyai penyebaran pada daerah neritik yang dangkal dengan kedalaman maksimum 60m.

Gambar 4 : Batugamping Terumbu