Batuan Sedimen Non Klastik
-
Upload
muhammad-rizki-ananda -
Category
Documents
-
view
577 -
download
3
Transcript of Batuan Sedimen Non Klastik
Beberapa Contoh Batuan Sedimen Non Klastik
1. Batu Rijang ( Chert )
adalah batuan sedimen silikaan berbutir halus yang terbentuk secara Biokima. Batuan
keras, kompak yang terbentuk oleh kristal kuarsa berukuran lanau (mikrokuarsa) dan
kalsedon, sebuah bentuk silika yang terbuat dari serat memancar dengan panjang beberapa
puluh hingga ratusan mikrometer. Lapisan rijang terbentuk sebagai sedimen primer atau oleh
proses diagenesis.
Di atas lantai laut dan danau, kerangka silikaan dari organisme mikroskopik
terakumulasi membentuk ooze silikaan. Organisme ini adalah diatom, terdapat di danau dan
mungkin juga terakumulasi dalam kondisi laut, meskipun radiolaria lebih umum sebagai
komponen utama ooze silikaan di laut. Radiolaria adalah zooplankton (hewan mikroskopik
dengan gaya hidup planktonik) dan diatom adalah fitoplankton (tanaman mengambang bebas
dan alga).
Jika terkonsolidasi, ooze ini akan membentuk lapisan rijang. Silika opalin diatom dan
radiolaria adalah metastabil dan terekristalisasi membentuk silika kalsedon atau mikrokuarsa.
Rijang yang terbentuk dari ooze sering berlapis tipis dengan lapisan yang disebabkan oleh
variasi jumlah material berukuran lempung yang ada. Rijang ini sangat umum dalam
lingkungan laut dalam.
Beberapa rijang adalah hasil diagenesis, terbentuk oleh penggantian mineral lain oleh
air kaya silika yang mengalir melalui batuan. Umumnya mengganti batugamping (contoh
sebagai batuapi / flint dalam kapur) dan terkadang terjadi dalam batulumpur. Rijang ini dalam
bentuk nodul-nodul atau lapisan irreguler dan dari sini dengan mudah dapat dibedakan dari
rijang primer. Jasper adalah rijang dengan pewarnaan merah yang kuat karena adanya
hematit.
Radiolaria merupakan salah satu jenis rhizopoda yang hidup dilaut dan memilki
cangkang yang keras yang mengandung bahan silicon dan kalsium karbonat. Radiolaria
hidup bergerombol secara melayang, saat organisme ini terbawa menuju laut dalam dan
kemudian mati, maka cangkang-cangkang organisme ini akan diendapkan perlahan didasar
laut dalam yang kemudian mengalami akumulasi yang masih saling lepas. Kemudian
akumulasi dari cangkang-cangkang tersebut membentuk sebuah batuan yang kompak yaitu
batuan sedimen non klastik yang bernama batu Rijang. Dilihat dari kandungannya, batu rijang
terbentuk sebagai hasil perubahan kimiawi pada pembentukan batuan endapan terkompresi,
pada proses diagenesis. Pada intinya Rijang merupakan batuan yang pada umumnya
terbentuk oleh endapan sisa organisme yang mengandung sililka seperti radiolaria. Endapan
tersebut dihasilkan dari hasil pemadatan dan rekristalisasi dari lumpur silika organik yang
terakumulasi pada dasar lautan yang dalam. Pembentukan rijang di laut dalam sangat
berpengaruh dengan habitat radiolaria yang hidup pada lautan, karena pada umumnya
radiolaria merupakan organisme yang hidup berkoloni di laut dalam sehingga ketikamati
radiolaria ini akan terakumulasi dan sisacangkang yang lepas akan terendap kemudian
terpadatkan dan mengalami rekristralisasi dari lumpur silika organik yang terakumulasi pada
dasar laut dalam yang kemudian membentuk batuan sedimen non klastik yang bernama
rijang.
Gambar 1 : Batu Rijang
2. Batubara
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik,
terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa
tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air,
biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari
sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga
bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya
kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa
tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang
biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan
terakumulasi pada dasar lautan yang dalam. Pembentukan rijang di laut dalam sangat
berpengaruh dengan habitat radiolaria yang hidup pada lautan, karena pada umumnya
radiolaria merupakan organisme yang hidup berkoloni di laut dalam sehingga ketikamati
radiolaria ini akan terakumulasi dan sisacangkang yang lepas akan terendap kemudian
terpadatkan dan mengalami rekristralisasi dari lumpur silika organik yang terakumulasi pada
dasar laut dalam yang kemudian membentuk batuan sedimen non klastik yang bernama
rijang.
Gambar 1 : Batu Rijang
2. Batubara
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik,
terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa
tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air,
biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari
sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga
bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya
kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa
tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang
biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan
terakumulasi pada dasar lautan yang dalam. Pembentukan rijang di laut dalam sangat
berpengaruh dengan habitat radiolaria yang hidup pada lautan, karena pada umumnya
radiolaria merupakan organisme yang hidup berkoloni di laut dalam sehingga ketikamati
radiolaria ini akan terakumulasi dan sisacangkang yang lepas akan terendap kemudian
terpadatkan dan mengalami rekristralisasi dari lumpur silika organik yang terakumulasi pada
dasar laut dalam yang kemudian membentuk batuan sedimen non klastik yang bernama
rijang.
Gambar 1 : Batu Rijang
2. Batubara
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik,
terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa
tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air,
biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari
sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga
bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya
kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa
tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang
biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan
batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat
analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin
berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu
batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu
yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal
ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan
tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat
dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari
pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat
batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit.
Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang
berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada
keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi
pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang
mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan
air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat
penting.
Penyusun Batubara
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya
cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya
dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll.
Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan
penyusunnya.
Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah
susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari
lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang
terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada
rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin
merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga saat ini, sangat sedikit
bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang
menyusun batubara.
Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima
sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara
gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya
mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang
umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak
mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk
protein.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir
sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah
rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya
muncul sebagai steroid, lilin.
Proses Pembentukan Batubara
Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material
tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian
kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga,
dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.
Pembentukan Lapisan Source
Teori Rawa Peat (Gambut) – Autocthon
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa-
sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang
sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup, yang
kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya peat
yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari
teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan
banyaknya kandungan mineral dalam batubara.
Teori Transportasi – Allotocton
Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari
degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat,
melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan
aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi
proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses.
Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang
normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara
akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini
adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi,
yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka
berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi
temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan
temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi
karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi
secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
Gambar 2 : Batubara
3. Batu Dolomit
Batuan dolomite pertama kali di deskripsikan oleh mineralogist Francis bernama
Deodat de Dolomieu pada tahun 1791 dari tempat terdapatnya di daerah Southern Alps.
Batuan ini diberi nama Dolomit oleh de Saussure, dan sekarang pegunungan tersebut disebut
dolomit. Pada saat Dolomieu menginformasikan bahwasannya batuan dolomite adalah seperti
batu gamping, tetapi mempunyai sifat yang tidak sama dengan batu gamping, pada saat
diteteskan larutan asam batuan dolomite tidak membuih. Mineral yang tidak beraksi tersebut
dinamakan dolomite. Kadang-kadang dolomite juga disebut dolostone. Dolomit sangat
penting artinya di dalam dunia perminyakan disebabkan pembentukannya terjadi di bawah
tanah melalui proses alterasi dari kalsit yang ada di batu gamping. Perubahan kimiawi ini
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses.
Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang
normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara
akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini
adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi,
yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka
berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi
temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan
temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi
karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi
secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
Gambar 2 : Batubara
3. Batu Dolomit
Batuan dolomite pertama kali di deskripsikan oleh mineralogist Francis bernama
Deodat de Dolomieu pada tahun 1791 dari tempat terdapatnya di daerah Southern Alps.
Batuan ini diberi nama Dolomit oleh de Saussure, dan sekarang pegunungan tersebut disebut
dolomit. Pada saat Dolomieu menginformasikan bahwasannya batuan dolomite adalah seperti
batu gamping, tetapi mempunyai sifat yang tidak sama dengan batu gamping, pada saat
diteteskan larutan asam batuan dolomite tidak membuih. Mineral yang tidak beraksi tersebut
dinamakan dolomite. Kadang-kadang dolomite juga disebut dolostone. Dolomit sangat
penting artinya di dalam dunia perminyakan disebabkan pembentukannya terjadi di bawah
tanah melalui proses alterasi dari kalsit yang ada di batu gamping. Perubahan kimiawi ini
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses.
Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang
normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara
akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini
adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi,
yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka
berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi
temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan
temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi
karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi
secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
Gambar 2 : Batubara
3. Batu Dolomit
Batuan dolomite pertama kali di deskripsikan oleh mineralogist Francis bernama
Deodat de Dolomieu pada tahun 1791 dari tempat terdapatnya di daerah Southern Alps.
Batuan ini diberi nama Dolomit oleh de Saussure, dan sekarang pegunungan tersebut disebut
dolomit. Pada saat Dolomieu menginformasikan bahwasannya batuan dolomite adalah seperti
batu gamping, tetapi mempunyai sifat yang tidak sama dengan batu gamping, pada saat
diteteskan larutan asam batuan dolomite tidak membuih. Mineral yang tidak beraksi tersebut
dinamakan dolomite. Kadang-kadang dolomite juga disebut dolostone. Dolomit sangat
penting artinya di dalam dunia perminyakan disebabkan pembentukannya terjadi di bawah
tanah melalui proses alterasi dari kalsit yang ada di batu gamping. Perubahan kimiawi ini
ditandai dengan pengurangan volume dan terjadinya proses rekristalisasi yang keduanya
menghasilkan ruangan terbuka atau porositas di dalam perlapisan batuan. Porositas
menciptakan jalan bagi minyak bumi untuk mengalir dan menjadi tempat bagi reservoir
minyak bumi. Secara alamiah proses alterasi dari limestone dinamakan dolomitisasi dan
proses kebalikan dari alterasi tersebut dinamakan dedolomitisasi. Keduanya merupakan
masalah besar di dalam sedimentari geologi
Karakteristik Fisik Dolomite:
Berwarna sering merah muda atau kemerah merahan dan dapat tidak berwarna, putih,
kuning, beruban/kelabu atau bahkan warna coklat atau hitam ketika besi hadir di kristal.
Berkilap seperti mutiara ke seperti kaca ke tumpul..
Sifat terhadap cahaya adalah transparan ke tembus cahaya..
Sistem hablur adalah trigonal; menghalangi 3 Crystal Habits meliputi rhombohedral
pelana yang shaped yang kembar belah ketupat dan yang sederhana beberapa dengan
wajah yang sedikit dibengkokkan, juga seperti prisma/aneka warna, raksasa (masive),
berisi butir kecil dan batu karang yang membentuk. Tidak pernah yang ditemukan di
scalenohedrons.
Perpecahan sempurna di tiga arah yang membentuk rombohedron.
Belahan conchoidal.
Kekerasannya adalah 3.5-4 Specific Gravity adalah 2.86 ( rata-rata)
Warna lapisan putih..
Karakteristik yang lain: Tidak sama dengan kalsit, berbuih dengan lemah dengan cuka y
ang hangat atau ketika lebih dulu bertepung/berbubuk dengan HCl yang dingin.
Mineral yang dihubungkan: meliputi kalsit, mineral bijih sulfida, fluorit [CaF], barit,
kwarsa dan adakalanya dengan emas.
Gambar 3. Batu Dolomit
ditandai dengan pengurangan volume dan terjadinya proses rekristalisasi yang keduanya
menghasilkan ruangan terbuka atau porositas di dalam perlapisan batuan. Porositas
menciptakan jalan bagi minyak bumi untuk mengalir dan menjadi tempat bagi reservoir
minyak bumi. Secara alamiah proses alterasi dari limestone dinamakan dolomitisasi dan
proses kebalikan dari alterasi tersebut dinamakan dedolomitisasi. Keduanya merupakan
masalah besar di dalam sedimentari geologi
Karakteristik Fisik Dolomite:
Berwarna sering merah muda atau kemerah merahan dan dapat tidak berwarna, putih,
kuning, beruban/kelabu atau bahkan warna coklat atau hitam ketika besi hadir di kristal.
Berkilap seperti mutiara ke seperti kaca ke tumpul..
Sifat terhadap cahaya adalah transparan ke tembus cahaya..
Sistem hablur adalah trigonal; menghalangi 3 Crystal Habits meliputi rhombohedral
pelana yang shaped yang kembar belah ketupat dan yang sederhana beberapa dengan
wajah yang sedikit dibengkokkan, juga seperti prisma/aneka warna, raksasa (masive),
berisi butir kecil dan batu karang yang membentuk. Tidak pernah yang ditemukan di
scalenohedrons.
Perpecahan sempurna di tiga arah yang membentuk rombohedron.
Belahan conchoidal.
Kekerasannya adalah 3.5-4 Specific Gravity adalah 2.86 ( rata-rata)
Warna lapisan putih..
Karakteristik yang lain: Tidak sama dengan kalsit, berbuih dengan lemah dengan cuka y
ang hangat atau ketika lebih dulu bertepung/berbubuk dengan HCl yang dingin.
Mineral yang dihubungkan: meliputi kalsit, mineral bijih sulfida, fluorit [CaF], barit,
kwarsa dan adakalanya dengan emas.
Gambar 3. Batu Dolomit
ditandai dengan pengurangan volume dan terjadinya proses rekristalisasi yang keduanya
menghasilkan ruangan terbuka atau porositas di dalam perlapisan batuan. Porositas
menciptakan jalan bagi minyak bumi untuk mengalir dan menjadi tempat bagi reservoir
minyak bumi. Secara alamiah proses alterasi dari limestone dinamakan dolomitisasi dan
proses kebalikan dari alterasi tersebut dinamakan dedolomitisasi. Keduanya merupakan
masalah besar di dalam sedimentari geologi
Karakteristik Fisik Dolomite:
Berwarna sering merah muda atau kemerah merahan dan dapat tidak berwarna, putih,
kuning, beruban/kelabu atau bahkan warna coklat atau hitam ketika besi hadir di kristal.
Berkilap seperti mutiara ke seperti kaca ke tumpul..
Sifat terhadap cahaya adalah transparan ke tembus cahaya..
Sistem hablur adalah trigonal; menghalangi 3 Crystal Habits meliputi rhombohedral
pelana yang shaped yang kembar belah ketupat dan yang sederhana beberapa dengan
wajah yang sedikit dibengkokkan, juga seperti prisma/aneka warna, raksasa (masive),
berisi butir kecil dan batu karang yang membentuk. Tidak pernah yang ditemukan di
scalenohedrons.
Perpecahan sempurna di tiga arah yang membentuk rombohedron.
Belahan conchoidal.
Kekerasannya adalah 3.5-4 Specific Gravity adalah 2.86 ( rata-rata)
Warna lapisan putih..
Karakteristik yang lain: Tidak sama dengan kalsit, berbuih dengan lemah dengan cuka y
ang hangat atau ketika lebih dulu bertepung/berbubuk dengan HCl yang dingin.
Mineral yang dihubungkan: meliputi kalsit, mineral bijih sulfida, fluorit [CaF], barit,
kwarsa dan adakalanya dengan emas.
Gambar 3. Batu Dolomit
4. Batugamping Terumbu
Proses pembentukan batuan gamping terumbu berasal dari pengumpulan plankton,
moluska, algae yang kemudian membentuk terumbu. Jadi gamping terumbu berasal dari
organisme. Batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral utama dari kalsit (CaCO3)
terbentuk karena aktivitas dari coral atau terumbu pada perairan yang hangat dan dangkal dan
terbentuk sebagai hasil sedimentasi organic. Tipe batuan ini paling banyak didapatkan dalam
batuan karbonat Tersier di Indonesia. Tipe ini sering membentuk tebing terjal pada singkapan,
masif tak berlapis atau perlapisan buruk yang hanya kelihatan dari jauh. Tipe gamping
terumbu ini sering disebut “Boundstone” oleh Dunham, sedangkan berdasarkan terdapatnya
lumpur karbonat diantara kerangka atau pecahan-pecahan kerangka Embrie dan Klovan
membuat klasifikasi : Framestone, Bindstone, Bafflestone, Rudstone dan Floatstone.
Terdapat beberapa klasifikasi batugamping yang dapat digunakan, tetapi dalam
industri minyak, klasifikasi Dunham (1962) yang dimodifikasi oleh Embry dan Klovan
merupakan klasifikasi yang biasa digunakan. Klasifikasi Dunham didasarkan pada tekstur
pengendapan awal.
Faktor utama dalam dalam klasifikasi ini yang perlu diamati adalah :
a. Jika tekstur pengendapannya tidak dapat dikenali, maka klasifikasi Dunham tidak
dapat digunakan, batuan harus dideskripsi berdasarkan ciri fisik atau diagenesis
b. Jika tekstur pengendapannya dapat dikenali, maka klasifikasi Dunham dapat
digunakan dengan pembagian sebagai berikut :
butiran kurang dari 10% dari seluruh batuan maka disebut mudstone. Mudstone
terdapat dalam lingkungan carbonate platform dan cekungan. Calcareous
mudstone berasal dari hancurnya calcareous alga hijau, pemisahan partikel-
partikel skelatal besar, dan kemungkinan penyerapan inorganik dari air laut.
Mudstone pada lingkungan cekungan dan slope berasal dari winnowed platform
muds (periplatform ooze) atau berasal dari cangkang-cangkang nannoplankton
coccoliths (nannofosil ooze). Mudstone berakumulasi pada lingkungan energi
rendah.
butiran lebih dari 10% dengan tetap didominasi oleh lumpur disebut wackestone,
sedangkan bila butiran tidak didukung lumpur tetapi dengan matriks disebut
packstone. Wackestone dan packstone diendapkan pada lingkungan energi transisi
dimana arus tidak dapat memindahkan seluruh lumpur dari area tersebut dan tidak
dapat memisahkannya dari butiran pasir. Area tersebut juga merupakan
lingkungan energi rendah seperti pada mudstone hanya saja lebih dekat pada
tempat dimana butiran-butiran pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran
pasir lebih tinggi diproduksi pada tempat pengendapan tersebut.
Batuan seluruhnya berupa butiran disebut grainstone. Grainstone terbentuk dari
butiran skeletal dan non skeletal; bioclast, ooids dan peloids. Umumnya terbentuk
pada lingkungan energi tinggi seperti beaches, shoals atau nearby reefs.
Jika butiran diikat pada waktu pengendapan oleh binding, baffling dan aktivitas
framebuilding pada terumbu-pembangunan organisme disebut boundstone.
Floatstone dan rudstone, ditambahkan pada klasifikasi Dunham untuk
menggambarkan terumbu yang kasar-diperoleh dari endapan skeletal. Muddy
floatstone adalah butiran skeletal dalam matriks lumpur; sandy floatstone
mengandung matriks calcareous sand. Rudstone mungkin bersih, tanpa matriks,
atau dengan pasir atau matrik lumpur antara tekstur yang didukung butiran.
Framestone dan bafflestone terbentuk oleh pembangun terumbu skleletal robulus,
seperti corals, stone red algae, bryozoa. Bindstone biasa sebagai komponen pada
reef flat. Stromatolite alga merupakan bentuk tipe dari tekstur bindstone.
Batugamping terumbu adalah jenis sedimen biologi, yang merupakan suatu susunan dari
rangka-rangka organisma yang terdiri atas Algae, Koral, Moluska dan Foraminifera. Ditinjau
dari segi ekologinya, organisma pembentuk terumbu dapat berkembang dengan baik dan
mempunyai penyebaran pada daerah neritik yang dangkal dengan kedalaman maksimum 60m.
Gambar 4 : Batugamping Terumbu
tempat dimana butiran-butiran pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran
pasir lebih tinggi diproduksi pada tempat pengendapan tersebut.
Batuan seluruhnya berupa butiran disebut grainstone. Grainstone terbentuk dari
butiran skeletal dan non skeletal; bioclast, ooids dan peloids. Umumnya terbentuk
pada lingkungan energi tinggi seperti beaches, shoals atau nearby reefs.
Jika butiran diikat pada waktu pengendapan oleh binding, baffling dan aktivitas
framebuilding pada terumbu-pembangunan organisme disebut boundstone.
Floatstone dan rudstone, ditambahkan pada klasifikasi Dunham untuk
menggambarkan terumbu yang kasar-diperoleh dari endapan skeletal. Muddy
floatstone adalah butiran skeletal dalam matriks lumpur; sandy floatstone
mengandung matriks calcareous sand. Rudstone mungkin bersih, tanpa matriks,
atau dengan pasir atau matrik lumpur antara tekstur yang didukung butiran.
Framestone dan bafflestone terbentuk oleh pembangun terumbu skleletal robulus,
seperti corals, stone red algae, bryozoa. Bindstone biasa sebagai komponen pada
reef flat. Stromatolite alga merupakan bentuk tipe dari tekstur bindstone.
Batugamping terumbu adalah jenis sedimen biologi, yang merupakan suatu susunan dari
rangka-rangka organisma yang terdiri atas Algae, Koral, Moluska dan Foraminifera. Ditinjau
dari segi ekologinya, organisma pembentuk terumbu dapat berkembang dengan baik dan
mempunyai penyebaran pada daerah neritik yang dangkal dengan kedalaman maksimum 60m.
Gambar 4 : Batugamping Terumbu
tempat dimana butiran-butiran pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran
pasir lebih tinggi diproduksi pada tempat pengendapan tersebut.
Batuan seluruhnya berupa butiran disebut grainstone. Grainstone terbentuk dari
butiran skeletal dan non skeletal; bioclast, ooids dan peloids. Umumnya terbentuk
pada lingkungan energi tinggi seperti beaches, shoals atau nearby reefs.
Jika butiran diikat pada waktu pengendapan oleh binding, baffling dan aktivitas
framebuilding pada terumbu-pembangunan organisme disebut boundstone.
Floatstone dan rudstone, ditambahkan pada klasifikasi Dunham untuk
menggambarkan terumbu yang kasar-diperoleh dari endapan skeletal. Muddy
floatstone adalah butiran skeletal dalam matriks lumpur; sandy floatstone
mengandung matriks calcareous sand. Rudstone mungkin bersih, tanpa matriks,
atau dengan pasir atau matrik lumpur antara tekstur yang didukung butiran.
Framestone dan bafflestone terbentuk oleh pembangun terumbu skleletal robulus,
seperti corals, stone red algae, bryozoa. Bindstone biasa sebagai komponen pada
reef flat. Stromatolite alga merupakan bentuk tipe dari tekstur bindstone.
Batugamping terumbu adalah jenis sedimen biologi, yang merupakan suatu susunan dari
rangka-rangka organisma yang terdiri atas Algae, Koral, Moluska dan Foraminifera. Ditinjau
dari segi ekologinya, organisma pembentuk terumbu dapat berkembang dengan baik dan
mempunyai penyebaran pada daerah neritik yang dangkal dengan kedalaman maksimum 60m.
Gambar 4 : Batugamping Terumbu