Batu Saluran Kemih Edit

download Batu Saluran Kemih Edit

of 29

Transcript of Batu Saluran Kemih Edit

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna ( PDPI, 2006 ) Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka). ( PDPI, 2006 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI SALURAN KEMIH A.1. Anatomi Sistem kemih terdiri dari organ pembentuk air kemih dan strukturstruktur yang menyalurkan air kemih dari ginjal ke seluruh tubuh. Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Setiap ginjal dialiri darah oleh arteri renalis dan vena renalis. Ginjal mengolah plasma yang mengalir ke dalamnya untuk menghasilkan air kemih, menahan bahan-bahan tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke dalam air kemih. Setelah terbentuk air kemih akan mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral, pelvis ginjal yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal. Dari pelvis ginjal, air kemih kemudian disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter yang menyalurkan air kemih dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih. ( Lauralee, 2001 ) Kandung kemih adalah sebuah kantong rongga yang dapat

direnggangkan dan volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraktil otot polos di dindingnya dan menyimpan air kemih secara temporer. Secara berkala, air kemih dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui saluran uretra. Uretra pada wanita berbentuk lurus dan pendek. Uretra pria jauh lebih panjang dan melengkung dari kandung kemih ke luar tubuh, melewati kelanjar prostat dan penis. ( Lauralee, 2001 )

A. 2. Fisiologi Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF (cairan ekstraseluler) dalam batas batas normal. Komposisi dan cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan sekresi tubulus. Ginjal mengekskresikan bahan bahan kimia asing tertentu (misalnya obat obatan), hormone dan metabolit lain, tetapi fungsi yang paling utama adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF dalam batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan zat terlarut, kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Pembentukan renin dan eritropoetin serta metabolism vitamin D merupakan fungsi non-ekskretor yang penting. Ginjal juga berperan penting dalam degradasi insulin dan pembentukan sekelompok senyawa yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar 20% insulin yang dibentuk oleh pancreas didegradasi oleh sel sel tubulus ginjal. Akibatnya penderita diabetes yang menderita payah ginjal membutuhkan insulin yang jumlahnya lebih sedikit. Prostaglandin merupakan hormone asam lemak tidak jenuh yang terdapat banya dalam jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGI dan PGE2 yang merupakan vasodilator potensial. Prostaglandin mungkin berperan penting pada pengaturan aliran darah ginjal, pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+. Kekurangan prostaglandin mungkin juga turut dalam beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti bukti yang ada sekarang ini masih kurang memadai. ( Price & Wilson, 2002 )

B. BATU SALURAN KEMIH Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).

Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada: 1. Ginjal (Nefrolithiasis) 2. Ureter (Ureterolithiasis) 3. Vesica urinaria (Vesicolithiasis) 4. Uretra (Urethrolithiasis). ( Hassan, Rusepno, 2005 )

C. 2. a. Etiologi Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan- keadaan lain yang masih belum terungkap ( idiopatik ) (Purnomo & Basuki, 2009). a. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urine lebih besar dari 250300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain : i. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi kalsium melalui usus. ii. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan

kemampuan reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal. iii. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada

hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid. b. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus passca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi instan, minuman soft drink, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam. c. Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urine melebihi 850 mg/24 jam.

d. Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga menghalangi kalsium berikatan dengan oksalat atau fosfat.

Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazid dalam waktu lama. e. Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai inhibitor timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga mencegah ikatan kalsium oksalat.

B.2.b. Faktor Risiko Faktor intrinsik 1. Herediter (keturunan) Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk jenis batu umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik dan eksposur lingkungan yang sama (misalnya, diet). Meskipun beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan dengan bentuk yang jarang dari nefrolisiasis, (misalnya, cystinuria), informasi masih terbatas pada gen yang berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari penyakit batu. (Pearle, S, Margaret, 2009) 2. Umur Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria, insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun. Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an pada usia 50, sisa yang relatif konstan selama beberapa dekade berikutnya. (Purnomo & Basuki, 2009)

3. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. (Purnomo & Basuki, 2009) . Faktor Ekstrinsik 1. Geografi Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. Diet Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. 5. Pekerjaan Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang aktifitas atau sedentary life.

B. 2. c. Patogenesis Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih, tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah : a. Teori Nukleasi Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh

(supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih. b. Teori Matriks Matriks organik terdiri atas serum/ protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu. c. Penghambatan kristalisasi Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain : i. ii. iii. iv. Glikosaminoglikan (GAG) Protein Tamm Horsfall (THP) / uromukoid Nefrokalsin Osteopostin.

B. 3. Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) (15%), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%). ( Schwartz, 2000) 1. Batu Kalsium Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang berikatan dengan oksalat maupun fosfat.

Gambar 1. Gambaran bentuk batu kalsium oksalat

Tabel 1. Jumlah dan jenis BSK yang ditemukan

2. Batu Struvit (Gambar 2) Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperi pada reaksi : Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat untuk membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). CO(NH2)2 + H2O 2NH3 + CO2

Gambar 2. Gambaran bentuk batu struvit

3. Batu asam urat (Gambar 3) Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75 80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.

Gambar 3. Gambaran bentuk batu asam urat Penyakit ini banyak diderita oleh pasien dengan penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone, thiazide, dan

salisilat. Obesitas, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mendapatkan penyakit ini. Asam urat relatif tidak larut dalam urine, sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah : 1. urine yang terlalu asam (pH urine < 6), 2. volume urine yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi, 3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi. Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali keluar spontan. Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga harus dibedakan dengan bekuan darah. 4. Batu jenis lain Batu sistin (Gambar 4), batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase.

Gambar 4. Gambaran bentuk bati sistin

B. 4 . Manifestasi Klinis Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau

sering kencing. Batu yang ukurannya kecil ( 7.5 : lithiasis karena infeksi pH < 5.5 : lithiasis karena asam urat 5. iv Pencitraan Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat. Pemeriksaan rutin meliputi foto polos perut (KUB) dengan pemeriksaan ultrasonografi atau intravenous pyelography (IVP) atau spiral CT. Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut : a. Dengan alergi kontras media b. Dengan level kreatinin serum > 200mol/L (>2mg/dl) c. Dalam pengobatan metformin d. Dengan myelomatosis

Gambar 5. Temuan radiologis nefrolithiasis

Gambar 6 Temuan radiologis ureterolithiasis Temuan gambaran : 1. Batu radioopak : kalsium oksalat, kalsium fosfat, 2. Semiopak : magnesium ammonium phosphate (struvit), cystine. 3. Batu radiolucent : asam urat, xanthine, triamterene 4. IVP : batu radiolucen, kelainan anatomi

5. v. Diagnosa Banding a. Pielonefritis akut, b. Tumor ginjal, ureter dan vesika urinaria, c. Tuberkulosis ginjal, d. Nekrosis piala ginjal, e. Kolesistitis akut, dan f. Appendisitis akut. ( Hassan, Rusepno, 2005 )

5. vi.. Komplikasi Hidronefrosis, pielonefrosis, uremia dan gagal ginjal ( Hassan, Rusepno, 2005)

C. LETAK BATU SALURAN KEMIH C.1. Batu Ginjal (NEFROLITHIASIS) Batu terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa, sehingga disebut batu

staghorn (Gambar 9). Kelainan dan obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik)

mempermudah timbulnya batu saluran kemih.

Gambar 7. Batu ginjal

D. 1. i. Gejala klinis Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada : posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Batu di dalam ginjal atau saluran kemih yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan dapat keluar sendiri bersama air seni. Tetapi batu yang lebih besar dapat menimbulkan hambatan atau bahkan sumbatan aliran air seni. Jika hal ini terjadi maka akan timbul berbagai macam gejala, yang antara lain : a. Rasa nyeri yang berat dan tiba-tiba di daerah pinggang yang menjalar sampai pangkal paha. Rasa nyeri tidak berkurang walaupun penderita mencoba posisiposisi tertentu, misalnya berbaring, membungkuk, dll. Penderita biasanya harus menggeliat menahan sakit. Bahkan karena rasa sakit yang amat sangat, seringkali penderita basah kuyup oleh keringat.

b. Biasanya ada keluhan mual dan muntah. c. Walaupun tidak selalu, kadang kala dijumpai darah pada air seni. Hal ini terjadi karena batu mengiritasi saluran kemih sehingga menimbulkan luka. d. Perasaan terbakar di saluran kemih saat kencing. e. Rasa sangat ingin kecing. f. Demam.

Gambar 8. Batu staghorn

C. I.ii. Pencegahan a. Minum banyak air (8-10 gelas sehari), dengan demikian urin menjadi lebih encer sehingga mengurangi kemungkinan zat-zat pembentuk batu untuk saling menyatu. Dengan minum banyak, air seni biasanya berwarna bening, tidak kuning lagi. b. Minum air putih ketika bangun tidur di subuh hari. Hal ini akan segera merangsang kita untuk berkemih, sehingga air seni yang telah mengendap semalamam tergantikan dengan yang baru. c. Jangan menahan kencing; kencing yang tertahan dapat

menyebabkan urin menjadi lebih pekat, atau infeksi saluran kemih. Urin yang pekat dan infeksi saluran kemih merupakan faktor pendukung terbentuknya batu. d. Pola makan seimbang, berolahraga, dan menjaga berat badan tetap ideal.

C.1.iii Penatalaksanaan a. Medikamentosa Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluaR spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. 1. untuk batu kalsium : a. diuretikatiazid b. diet rendah kalsium c. diet rendah purin d. diet rendah oksalat e. diet rendah lemak dan kolestiramin 2. untuk batu infeksi : antibiotika 3. untuk batu urat : a. urin alkali (Na bikarbonat, b. alopurinol, diamok c. diet rendah purin. b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi) Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Indikasi ESWL : a. Batu saluran kemih dengan diameter 5-30 mm b. Fungsi ginjal masih baik c. Batu terletak di ginjal dan ureter Kontraindikasi : a. Pasien dengan hipertensi yang tidak dikontrol b. Pasien dengan gangguan pembekuan darah c. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat

d. Wanita hamil dan anak-anak.

Keuntungan ESWL : a. Dapat menghindari operasi terbuka, b. Lebih aman, c. Lebih akurat dan efektif, dan d. Biaya lebih murah, terutama untuk prosedur ESWL yang sederhana sehingga tidak memerlukan perlakuan berkali-kali.

Treatment ESWL, pasien dibaringkan di atas tempat tidur khusus dimana generator shock wave telah terpasang di bagian bawahnya. Sebelum proses penembakan dimulai, dilakukan pendeteksian lokasi batu ginjal menggunakan imaging probe (dengan ultrasound atau fluoroscopy), agar shock wave yang ditembakan tepat mengenai sasaran. Pada lithotripter keluaran terbaru, umumnya telah dipasang anti-miss-shot device yang memonitor lokasi batu ginjal secara kontinyu dan tepat waktu, sehingga alat ini memiliki tingkat keakurasian tembakan sangat tinggi dan pada saat bersamaan dapat meminimalkan terjadinya luka pada ginjal akibat salah tembak. Dalam terapi ini, ribuan gelombang kejut ditembakkan ke arah batu ginjal sampai hancur dengan ukuran serpihannya cukup kecil sehingga dapat dikeluarkan secara alamiah dengan urinasi. (Gambar 9)

Gambar 9. Ilustrasi ESWL. A) sebelum penembakan; B) gelombang kejut yang difokuskan pada ginjal; C) tembakan dihentikan hingga serpihan batu cukup kecil untuk dibuang secara natural bersama urine.

c. Endourologi PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu. Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun system pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau ureterorenoskopi ini. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang Dormia.

d. Bedah Laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

Gambar 10.. Bedah terbuka. A. Nefrolitotomi; B. Pielolitotomi; C. Ureterolitotomi

e. . Bedah terbuka Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di saluran ginjal Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter. Vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria Uretrolitotomi : mengambil batu di uretra.

C. 2. Batu Ureter (Ureterolithiasis) Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli. Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batu asam urat, batu struvit dan batu sistin. Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter antara lain letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi, infeksi, gangguan fungsi ginjal) dan komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan yang kita putuskan. Misalnya cukup di lakukan observasi, menunggu batu keluar spontan, atau melakukan intervensi aktif. Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil untuk bisa keluar spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan alternatif terapi yang akan kita pilih. Komposisi batu menentukan pilihan terapi karena batu dengan komposisi tertentu mempunyai derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah. Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi pertimbangan dalam penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak saja mengenai waktu kapan kita melakukan tindakan aktif, tapi juga menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan kita lakukan.

C. 2.i. Gejala 1) Nyeri mendadak di perut kanan dan kiri tergantung letak batu. Nyeri dapat bersifat kolik hebat sehingga penderita berteriak atau berguling. Kadang-kadang nyeri perut terus-menerus karena peregangan kapsul ginjal. Biasanya nyeri dimulai di daerah pinggang kemudian menjalar ke arah testis, disertai mual dan muntah, berkeringat dingin, pucat dan dapat terjdai renjatan. 2) Hematuria 3) Nyeri ketok costovertebral. ( Hassan, Rusepno, 2005 )

C. 2.ii .Pedoman Pilihan Terapi Pedoman pilihan terapi ini dibagi dalam beberapa kategori. Pencantuman angka berdasarkan konsensus yang dicapau oleh tim penyusun guidelines ini dan diformulasikan dalam berbagai tingkatan sesuai urutan rekomendasi. Berikut ini untuk tiga pedoman pertama digunakan pada batu ureter proksimal dan distal, sedang pedoman selanjutnya dibedakan antara batu ureter proksimal dan distal : a. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan kecil keluar spontan : Batu ureter yang kemungkinan kecil bisa keluar spontan harus diberitahu kepada pasiennya tentang perlunya tindakan aktif dengan berbagai modalitas terapi yang sesuai, termasuk juga keuntungan dan risiko dari masing-masing modalitas terapi. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan besar keluar spontan : b. Batu ureter yang baru terdiagnosis dan kemungkinan besar keluar spontan, yang keluhan/gejalanya dapat diatasi, direkomendasikan untuk dilakukan terapi konservatif dengan observasi secara periodik sebagai penanganan awal.

c. Penanganan batu ureter dengan SWL. Stenting rutin untuk meningkatkan efisiensi pemecahan tidak direkomendasi sebagai bagian dari SWL. Untuk batu < 1 cm di ureter proksimal Pilihan terapi : SWL URS + litotripsi Ureterolitotomi

Untuk batu > 1 cm di ureter proksimal Pilihan terapi : Ureterolitotomi SWL, PNL dan URS + litotripsi

Untuk batu < 1 cm di ureter distal Pilihan terapi : SWL atau URS + litotripsi Ureterolitotomi

Untuk batu > 1 cm di ureter distal Pilihan terapi : URS + litotripsi Ureterolitotomi SWL

C. 3. Batu Kandung Kemih (VESIKOLITHIASIS) Batu vesika urinaria adalah suatu keadaan ditemukannya batu di dalam vesika urinaria. Pada anak 75% ditemukan di bawah usia 12 tahun dan 57% pada usia 1 6 tahun. ( Hassan, Rusepno, 2005 )

Gambar 12. Gambaran bentuk batu vesika urinaria

Beberapa faktor resiko terjadinya batu kandung kemih : 1) obstruksi infravesika, 2) neurogenic bladder, 3) infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria), 4) adanya benda asing, 5) divertikel kandung kemih. Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi

dikarenakan adanya beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemic yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik. Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari : batu infeksi (struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Batu kandung kemih sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala obstruktif dan iritatif saat berkemih. Tidak jarang penderita datang dengan keluhan disuria, nyeri suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba.

C.3.i. Etiologi Berasal dari batu ginjal atau ureter yang turun, akibat statis pada striktur uretra, kontraksi leher buli-buli, sistokel, buli-neurogenik dan divertikel, infeksi traktus urinarius, hiperparatiroid atau adenoma

paratiroid, diet yang banyak mengandung kalsium dan oksalat. ( Hassan, Rusepno, 2005 )

C.3.ii. Gejala 1) Rasa nyeri waktu miksi (disuria, stranguria), dirasakan refered pain pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. 2) Hematuria diserta urine yang keruh 3) Pancaran urine tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada perubahan posisi 4) Polakisuria (sering miksi) 5) Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis, menariknarik penis, miksi mengedan sering diikuti defekasi atau prolapsus ani. (Purnomo & Basuki, 2009)

C.3.iii. Penatalaksanaan Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani kasus batu kandung kemih. Diantaranya :

vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi dengan berbagai sumber energi (elektrohidrolik, gelombang suara, laser, pneumatik), vesikolitotomi perkutan, vesikolitotomi terbuka dan ESWL. Vesikolitolapaksi Merupakan salah satu jenis tindakan yang telah lama

dipergunakan dalam menangani kasus batu kandung kemih selain operasi terbuka. Kontraindikasi : 1. kapasitas kandung kemih yang kecil,

2. batu multiple, 3. batu ukuran lebih dari 20 mm, 4. batu keras, 5. batu kandung kemih pada anak dan 6. akses uretra yang tidak memungkinkan.

Vesikolitotripsi

1. Elektrohidrolik (EHL) Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan batu kandung kemih. Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan waktu yang lebih lama dan fragmentasinya inkomplit. EHL tidak dianjurkan pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 63-92%. Penyulit : sekitar 8%, kasus ruptur kandung kemih 1,8%. Waktu yang dibutuhkan : 26 menit. 2. Ultrasound Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih dapat digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan dan biaya tidak tinggi. Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm). Penyulit: minimal (2 kasus di konversi). Waktu yang dibutuhkan : 56 menit. 3. Laser Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu besar, tidak tergantung jenis batu. Kelebihan yang lain adalah masa rawat singkat dan tidak ada penyulit. Angka bebas batu : 100%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 57 menit. 4. Pneumatik Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu kandung kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi

ultrasound dan EHL pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 85%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 57 menit. Vesikolitotomi perkutan Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu mltipel. Tindakan ini indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi daerah pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen. Angka bebas batu : 85-100%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit. . Vesikolitotomi terbuka Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan akses melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi. Angka bebas batu : 100%. ESWL o Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan untuk o operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan. o Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi akan menurunkan o angka keberhasilan dan membutuhkan tindakan tambahan per endoskopi sekitar 10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu. o Dari kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari satu kali o untuk terapi batu kandung kemih. o Angka bebas batu : elektromagnetik; 66% pada kasus dengan obstruksi dan 96% pada kasus non obstruksi. Bila menggunakan piezoelektrik didapatkan hanya 50% yang berhasil.

C. 3. iv. Pedoman pilihan terapi Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan oleh para ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bias dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia. Penggunaan istilah standar, rekomendasi dan opsional digunakan berdasarkan fleksibilitas yang akan digunakan sebagai kebijakan dalam penanganan penderita. Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm. 1. Litotripsi endoskopik 2. Operasi terbuka Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm. 1. Operasi terbuka 2. Litotripsi endoskopik Pedoman untuk batu buli-buli pada anak. 1. Operasi terbuka 2. Litotripsi endoskopik

C. 4. BATU URETRA Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih yang turun ke uretra. Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada keadaan stasis urin yang kronis dan infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra. Insidensi terjadinya batu uretra hanya 1% dari keseluruhan kasus batu saluran kemih. Komposisi batu uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua pertiga batu uretra terletak di uretra posterior dan sisanya di uretra anterior. Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran mengecil atau retensi urin. Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Nyeri dirasakan pada glands penis atau pada tempat batu

berada. Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau rektum. C. 4. i. Penatalaksanaan Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran, dan bentuk batu. Seringkali batu yang ukurannya tidak terlalu besar dapat keluar spontan asalkan tidak ada kelainan atau penyempitan pada uretra. Batu pada meatus uretra externus atau fossa navicularis dapat diambil dengan forsep setelah terlebih dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra (meatotomi). Sedangkan batu kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluarkan dengan melakukan lubrikasi terlebih dahulu dengan memasukkan jelly dan lidokain 2% intrauretra dengan harapan batu dapat keluar spontan. Batu yang masih berukuran cukup besar dan berada di uretra posterior didorong terlebih dahulu ke buli-buli kemudian dilakukan litotripsi. Untuk batu yang yang besar dan menempel di uretra sehingga berpindah tempat meskipun telah dilubrikasi, mungkin perlu dilakukan uretrolitotomi atau dihancurkan dengan pemecah batu transuretra. (Purnomo & Basuki, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, B, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Ed-2. Jakarta : CV.Sagung Seto, 2009. 57-68 Hassan, Rusepno. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta : Penerbit UI, 1985. 840-843. Shires, Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed-6. Jakarta : EGC, 2000. 588-589. Pearle, S, Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA : Informa healthcare, 2009. 1-6. Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology:From Cells to System. Penerbit buku Kedokteran EGC. Cetakan I. Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

REFERAT

BATU SALURAN KEMIHDiajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Umum Stase Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh: Avysia T Marga W, S.Ked J500050052

Pembimbing: dr. Hariyono, Sp.B

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012