Bata Ringan

8
BATA RINGAN A. DEFINISI BATA RINGAN 1. Bata berpori adalah bata yang memiliki berat jenis ( density ) lebih ringan dari pada bata pada umumnya. ( Ngabdurrochman,2009 ). 2. Bata berpori disebut juga sebagai bata ringan atau beton ringan alternatif bata. Hal ini bertujuan memudahkan pengertian dan sudah akrab bagi pemakai bahan bangunan dinding. ( http://properti.mediatata.com/2010/01/beton- ringan-alternatif-pengganti-bata.html ) 3. Bata berpori dapat dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan menggunakan agregat ringan ( fly ash, batu apung, expanded polystyrene/EPS dan lain – lain ), campuran antara semen, silika, pozzolan dan lain – lain yang dikenal dengan nama aerated concrete atau semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara ( dikenal dengan nama foamed concrete atau cellular concrete ). 4. Tidak seperti bata biasa, berat bata ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada umumnya berat bata ringan berkisar antara 600-1600 kg/m3. Karena itu keunggulan bata ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan pada proyek bangunan tinggi ( high rise building ) akan dapat secara signifikan mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi. B. SEJARAH BATA RINGAN Bata berpori (ringan) atau beton ringan AAC ( Autoclaved Aerated Concrete ) ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Bata ringan AAC ini kemudian

Transcript of Bata Ringan

Page 1: Bata Ringan

BATA RINGAN

A. DEFINISI BATA RINGAN

1. Bata berpori adalah bata yang memiliki berat jenis ( density ) lebih ringan dari pada bata

pada umumnya. ( Ngabdurrochman,2009 ).

2. Bata berpori disebut juga sebagai bata ringan atau beton ringan alternatif bata. Hal ini

bertujuan memudahkan pengertian dan sudah akrab bagi pemakai bahan bangunan

dinding. ( http://properti.mediatata.com/2010/01/beton-ringan-alternatif-pengganti-

bata.html )

3. Bata berpori dapat dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan menggunakan

agregat ringan ( fly ash, batu apung, expanded polystyrene/EPS dan lain – lain ),

campuran antara semen, silika, pozzolan dan lain – lain yang dikenal dengan nama

aerated concrete atau semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara ( dikenal

dengan nama foamed concrete atau cellular concrete ).

4. Tidak seperti bata biasa, berat bata ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada

umumnya berat bata ringan berkisar antara 600-1600 kg/m3. Karena itu keunggulan

bata ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan pada proyek

bangunan tinggi ( high rise building ) akan dapat secara signifikan mengurangi berat

sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi.

B. SEJARAH BATA RINGAN

Bata berpori (ringan) atau beton ringan AAC ( Autoclaved Aerated Concrete ) ini pertama

kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan

untuk mengurangi penggundulan hutan. Bata ringan AAC ini kemudian dikembangkan

lagi oleh Joseph Hebel di Jerman pada tahun 1943. Hasilnya bata berpori (ringan) atau

beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah

lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan

lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Di Indonesia sendiri bata

berpori ( beton ringan ) mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel

Indonesia di Kerawang Timur, Jawa Barat. ( Ngabdurrochman, 2009 ).

C. JENIS-JENIS BATA RINGAN

Page 2: Bata Ringan

Bata ringan atau beton ringan memiliki densitas < 1,8 gr/cm3, begitu juga dengan

kekuatannya sangat bervariasi dan sesuai dengan penggunaan dan pencampuran bahan

bakunya.

Jenis dari bata ringan (beton ringan) ada dua, yaitu

1. Bata ringan berpori ( aerated concrete )

Bata ringan berpori (beton ringan berpori) adalah bata yang dibuat agar strukturnya

terdapat banyak pori. Bata semacam ini diproduksi dengan menggunakan agregat

ringan, misalnya : batu apung (pumice), diatomite, scoria, volcanic cinders dan dicampur

dengan bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO3 dan katalis aluminium.

Dengan adanya katalis Al selama terjadi reaksi hidrasi semen akan menimbulkan panas

sehingga timbul gelembung-gelembung gas H2O, CO2 dari reaksi tersebut. Akhirnya

gelembung tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam bata yang sudah mengeras.

Semakin banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori yang terbentuk dan bata

akan semakin ringan. Berbeda dengan bata non aerated, pada bata ini ditambahkan

agregat ringan dalam pembuatannya seperti, serat sintesis dan alami, slag baja, perlite,

dan lain-lain. Pembuatan bata ringan berpori jauh lebih mahal karena menggunakan

bahan-bahan kimia tambahan dan mekanisme pengontrolan yang cukup sulit. ( Zulfikar

Syaram, 2010 ).

2. Bata ringan tidak berpori ( non aerated )

D. MATERIAL BATA RINGAN

1. Semen

Semen adalah hasil industri dari paduan bahan baku yaitu kapur/gamping sebagai bahan

utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa

padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang

mengeras atau membatu pada percampuran dengan air.

2. Pasir

Batu pasir (Bahasa Inggris : Sandstone) adalah batuan endapan yang terutama terdiri

dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu pasir terbentuk

oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat di

kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memilki berbagai jenis warna, dengan

warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu dan putih. Karena

lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis tinggi lainnya,

warna tertentu batu pasir dapat diidentikan dengan daerah tertentu.

Page 3: Bata Ringan

3. Agregat batu apung

Batu apung mempunyai sifat vesikular yang tinggi , mengandung jumlah sel yang banyak

(berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan

pada umumnya Batu apung ( pumice ) adalah jenis batuan yang berwarna terang,

mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut

juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat.

Batu apung banyak digunakan untuk membuat beton ringan dalam hal ini adalah bata

ringan dan berpori, karena kepadatannya rendah dan insulatif. Juga digunakan sebagai

bahan penggosok, seperti pelitur, penghapus pensil, pengelupas kosmetik, dan lain-lain.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_apung).

4. Air

Air diperlukan pada pembuatan bata berpori untuk memicu proses kimia semen,

membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan bata. Air yang dapat

diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran bata. Air yang mengandung

senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia

lainnya, bila dipakai dalam campuran bata akan menurunkan kualitas bata, bahkan

dapat mengubah sifat-sifat bata yang dihasilkan.

Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai bahan

untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Oleh karena itu, air

sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Tanpa air, konstruksi bahan

tidak akan terlaksana dengan baik dan sempurna.

E. CARA PEMBUATAN BATA

BATA RINGAN BERPORI (BATA AERASI)

Pembuatan bata ringan berpori (bata aerasi) ini pada prinsipnya membuat rongga udara

didalam bata. Ada tiga macam cara membuat bata aerasi, yaitu :

1. Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat/campuran isian bata

ringan. Agregat itu bisa berupa batu apung (pumice), stereofoam, batu alwa atau

abu terbang yang dijadikan batu.

2. Menghilangkan agregat halus (agregat halusnya disaring, contohnya debu/ abu

terbangnya dibersihkan)

3. Meniupkan atau mengisi gelembung udara di dalam bata. Dengan tidak memakai

pasir agar bata banyak mengandung rongga sehingga bobotnya rendah/ringan.

( Kardiyono Tjokrodimuljo, 2003 ).

Page 4: Bata Ringan

Pembuatan Bata Berpori

Proses pembuatan bata berpori dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

a. Pembuatan campuran

Agregat batu apung dibebaskan dari kotoran serat benda-benda organik lainnya,

kemudian dilanjutkan dengan pencampuran semen, pasir dan batu apung sesuai

dengan komposisi yang telah ditetapkan, dan kemudian ditambahkan air sampai

tercapai campuran setengah basah (lengas) yang merata.

b. Pencetakan

Pencetakan bata berpori dilakukan dengan menggunakan alat cetak manual. Alat

cetak diolesi dengan minyak pelumas secukupnya, kemudian campuran dimasukkan

ke dalam cetakan sedikit demi sedikit sambil dipadatkan dengan penumbukan

( sampai dicapai kepadatan optimum )

c. Pemeliharaan awal

Pembukaan cetakan dilakukan dengan hati-hati dan perlahan-lahan untuk

menghindari kerusakan-kerusakan dan ketidaksempurnaan hasil seperti retak –

retak, bentuk maupun sudut-sudutnya. Bata berpori yang sudah dilepaskan dari

cetakannya dibiarkan selama 24 jam.

d. Pemeliharaan akhir

Pengeringan dilakukan selama 3 – 4 minggu dalam keadaan tersusun. Dan juga

pengeringan dilakukan dengan angin karena pengeringan di bawah sinar matahari

akan menyebabkan retak – retak, yang dapat mengurangi kekuatan bata. ( Rusli,

Iwan Suprijanto, I B Gd Putra Budiana, 2009 )

F. KARAKTERISTIK BAHAN

1. Densitas

Densitas pada material didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan

volume (v). Setiap zat memiliki densitas yang berbeda. Dan satu zat yang sama

berapapun massanya dan volumenya, akan memiliki densitas yang sama pula. Oleh

sebab itu, dikatakan bahwa massa jenis atau densitas merupakan ciri khas suatu zat.

Densitas dinyatakan dalam gr/cm3 dan dilambangkan dengan ρ (rho).

2. Serapan Air

Pada saat terbentuknya agregat kemungkinan ada terjadinya udara yang terjebak dalam

lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral pembentuk akibat perubahan

cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat (pori). Pori

Page 5: Bata Ringan

dalam agregat mempunyai variasi yang cukup besar dan menyebar di seluruh tubuh

butiran. Pori-pori mungkin menjadi reservoir air bebas di dalam agregat. Persentase

berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut serapan air.

3. Kekerasan

Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada

permukaannya. Cara pengukuran kekerasan dapat ditetapkan dengan deformasi yang

berbeda-beda, yaitu kekerasan Brinnel, Rochwell, Vickers, yaitu yang disebut Static

Hardness Tests.

Dynamic Hardness Tests contohnya Shore Scleroscope, Pendulum Hardness, Cloudburst

Test, Equotip Hardness. Alat uji kekerasan yang sering digunakan adalah Brinnel

Hardness, Rockwell dan Vickers. Ketiga alat uji ini menggunakan indentor yang

bentuknya berupa bola kecil, piramid, atau tirus. Identor berfungsi sebagai pembuat

jejak pada logam (sampel) dengan pembebanan tertentu, nilai kekerasan diperoleh

setelah diameter jejak diukur.

Pada penelitian ini digunakan alat uji kekerasan Equotip Hardness, alat uji ini

diperkenalkan pada tahun 1977, dengan satuan pengukurannya disebut Leeb Value

sesuai dengan nama penemunya Dietmar Leeb, menggunakan baterai dalam

mengoperasikan dan bekerja secara otomatis (digital), penggunaanya sangat praktis

sesuai dengan bentuknya yang kecil dan sederhana dan dapat dibawa kemanapun.

4. Kuat Tekan

Nilai kuat tekan sampel didapat melalui tata cara pengujian secara manual dengan

memberikan beban tekan bertingkat dengan peningkatan beban tertentu atas benda uji.

5. Kuat impak

Kuat Impak didefenisikan suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan suatu

bahan. Kuat Impak juga merupakan nilai impak (pukul) suatau bahan yang dalam

keadaan biasa bersifat liat, namun berubah menjadi getas akibat pembebanan tiba-tiba

pada suatu kondisi tertentu dengan satuan Newton meter.

6. Gas analizer

Banyaknya presentase gas buang dari kendaraan bermotor.

.

.