Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

18
BAPAK BANGSA: “MANUSIA HIDUP UNTUK MENGHIDUPKAN MANUSIA” Oleh: Agust Ronggur 10111391 | 3KA42 Sistem Informasi Ilmu Komputer & Teknologi Informasi UNIVERSITAS GUNADARMA 2013

description

Riwayat hidup Sam Ratulangi dan sudut pandang saya terhadap kondisi bangsa masa kini dibandingkan dari hasil perjuangan beliau.

Transcript of Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Page 1: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

BAPAK BANGSA:

“MANUSIA HIDUP UNTUK

MENGHIDUPKAN MANUSIA”

Oleh:

Agust Ronggur

10111391 | 3KA42

Sistem Informasi

Ilmu Komputer & Teknologi Informasi

UNIVERSITAS GUNADARMA

2013

Page 2: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

BAPAK BANGSA:

“MANUSIA HIDUP UNTUK

MENGHIDUPKAN MANUSIA”

Oleh:

Agust Ronggur

10111391 | 3KA42

Sistem Informasi

Ilmu Komputer & Teknologi Informasi

UNIVERSITAS GUNADARMA

2013

Page 3: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

A. RIWAYAT HIDUP DR. SAM RATULANGI

1. Perjalanan Pendidikan

Kalimat 'Su Tou Timou Tumou Tou' bahasa Minahasa yang bermakna

'Manusia hidup untuk menghidupkan manusia'. Kalimat tersebut sering

disampaikan oleh Dr Gerungan Saul Samuel Jacob Ratu Langie atau dikenal

sebagai Dr Sam Ratulangi. Berdasar arti kata perkatanya, 'Tou' memiliki arti

manusia, lalu 'Timou' artinya hidup dan 'Tumou' bermakna sebagai upaya untuk

mengembangkan, merawat dan mengajar. Ungkapan yang mempunyai makna

filosofi tinggi dipopulerkan oleh guru, pendiri bangsa serta pahlawan nasional Dr

Sam Ratulangi.

Gerungan Saul Samuel Jacob (GSSJ) Ratulangi, lahir di Tondano,

Sulawesi Utara pada tanggal 5 November 1890. Namanya gabungan antara nama

kakek pihak ayah (Saul Ratulangi) dan kakek dari pihak ibu (Jacob Gerungan).

Ayahnya, Jozias Ratulangi adalah guru Hoofden School. Dalam masyarakat,

sekolah setingkat SMP itu sering disebut "Sekolah Raja". Sekolah bagi para orang

kaya dan bangsawan.

Page 4: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Para murid di sekolah itu, selain harus tinggal di asrama, juga diberi

fasilitas penunjang lainnya seperti uang buku, uang saku, pakaian dan lain

sebagainya. Mereka juga diharuskan berpakaian rapi, baju dan celana putih,

sepatu, memakai peci atau destar lengkap dengan selempangnya. Agar keberadaan

mereka tampak berbeda dengan anak-anak lainnya, mereka harus selalu menjaga

penampilan di tempat-tempat umum. Semua peraturan tersebut harus ditaati oleh

semua murid.

Setelah tamat sekolah di Hoofden School, ia melanjutkan belajar di

Indische Artsenschool (Sekolah Dokter Hindia) di Jakarta meninggalkan kampong

halamannya. Namun, saat tiba di Jakarta, ia membatalkan tekad untuk masuk ke

sekolah dokter dan berbelok tekad untuk belajar di Koningin Wilhelmina School

(Sekolah Tehnik) pada tahun 1904.

Empat tahun kemudian ia pun berhasil menamatkan pendidikannya dengan

nilai gemilang. Latar belakang pendidikan itu membuka kesempatan baginya

untuk bekerja sebagai ahli tehnik mesin di daerah Priangan Selatan. Apalagi pada

saat itu tengah dilakukan pembangunan kereta api di daerah Bandung, Maos

sampai Cilacap.

Ratulangi bahagia dan menikmati pekerjaannya. Namun lama-kelamaan,

lantaran ia berasal dari pribumi, ia mendapatkan perlakukan tidak adil.

Diskriminasi yang didapatnya adalah bekerja lebih berat dengan gaji kecil

dibandingkan dengan keturuan Belanda. Ratulangi bertekad meneruskan

pendidikannya lebih tinggi lagi untuk dapat menghapus diskriminasi yang ada.

Ia pun meneruskan sekolahnya di Lager Onderwijs (LO) dan Middlebare

Acte. Ijazah guru ilmu pasti untuk Sekolah Menengah di negeri Belanda pun

berhasil diraihnya pada tahun 1915. Ia sebenarnya berhasrat untuk kuliah di

Jurusan Ilmu Pasti pada Vrije Universiteit Amsterdam, namun hasrat itu terpaksa

gagal karena ia tak memiliki ijazah HBS (Hogere Burger School) atau AMS

(Algemene Middlebare School) setingkat SMA.

Page 5: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Dengan nasihat dari Mr. Abendanon, ia pun meneruskan studinya di

Universitas Zurich. Pada tahun 1919, setelah empat tahun bekerja keras, Ratulangi

berhasil menyandang gelar Doktor Ilmu Pasti dan Ilmu Alam di Swiss, ia

sekaligus menjadi doktor ilmu pasti pertama Indonesia.

2. Memulai Karir Organisasi dan Guru

Meski jauh dari Tanah Airnya, ia aktif terlibat dalam organisasi. Misalnya

saat berada di Belanda, ia diangkat menjadi ketua Indische Vereniging yang

merupakan organisasi pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda yang kemudian

berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia.

Jabatan ketua kembali dipercayakan kepadanya ketika ia berada di Swiss,

kali ini organisasi yang dipimpinnya adalah Association d'Etudiant Asiatiques

(Organisasi Pelajar-Pelajar Indonesia). Perkenalannya dengan Jawaharlal Nehru

(kelak menjadi perdana Menteri India) dan Tojo (kelak perdana Menteri Jepang

pada masa perang dunia II) juga diawali dari keikutsertaanya dalam organisasi

tersebut.

Tahun 1919, Ratulangi kembali ke tanah air dari perantauannya di Eropa,

ia mengajar di Prinses Juliana School (setingkat STM) dan AMS (setingkat SMA)

di Yogyakarta. Pada waktu itu sebagian besar muridnya merupakan orang Belanda.

Seorang wartawan Javabode bernama Zentgraaf sangat memusuhi Ratulangi

karena dianggap tidak pantas mengajar. Namun, kecaman yang didapatkannya

semakin mengobarkan semangat nasionalismenya. Ia pun sampai pada kesimpulan

bahwa dunia pendidikan kurang dapat menyalurkan cita-citanya.

Page 6: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

3. Karir Politik, Sosial / Ekonomi

Tiga tahun kemudian ia memutuskan untuk pindah ke Bandung bersama

seorang rekannya, Tumbelaka. Di kota itu mereka mendirikan Maskapai Asuransi

Indonesia. Dari tahun 1922 hingga 1924, Ratulangi memimpin dan

mengendalikan maskapai itu. Ketika Soekarno, seorang pelajar HBS dari

Surabaya sedang berjalan-jalan di kota Bandung, ia melihat papan nama

bertuliskan Algemene Levensverzekering Maatschappij Indonesia, di jalan Braga.

Peristiwa itu mengawali perjumpaannya dengan Bung Karno yang

menganggapnya sebagai guru dalam lapangan politik.

Dari tahun 1924 sampai 1927 ia menjadi Sekretaris Dewan Minahasa di

Manado. Jabatan itu dipergunakannya untuk melakukan usaha yang bermanfaat

bagi rakyat, seperti pembukaan daerah baru untuk pertanian, mendirikan yayasan

dana belajar, dan lain-lain. Perjuangannya pun tak sia-sia, pemerintah Belanda

menghapuskan kerja paksa di Minahasa.

Pada tahun 1927 Ratulangi diangkat menjadi anggota Volksraad. Ia

mengajukan tuntutan supaya Pemerintah Belanda menghapuskan segala

perbedaan dalam bidang politik, ekonomi, dan pendidikan antara orang-orang

Belanda dan penduduk Indonesia. Ratulangi dengan penuh keberanian mengecam

kebijakan pemerintah kolonial yang diskriminatif sehingga ia sering dituduh

sebagai Radicalist dan Extremist.

Suatu kali, kekeliruan terjadi dalam reis declaratie (biaya perjalanan dan

pengangkutan barang) yang tidak sesuai dengan biaya yang sebenarnya. Karena

kekeliruan itu, ia harus menjalani hukuman empat tahun di penjara Sukamiskin

Bandung dan dipecat dari keanggotaannya di Dewan Rakyat selama tiga tahun.

Masih di tahun yang sama, pada tanggal 16 Agustus 1927 bersama dr.

Tumbelaka, Ratulangi mendirikan Partai Persatuan Minahasa. Partai yang

awalnya merupakan partai lokal yang berjuang untuk kepentingan daerah itu

kemudian berkembang menjadikan Indonesia merdeka sebagai tujuannya. Partai

Page 7: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

berhaluan koperasi ini bersedia bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda

dengan mempertimbangkan alasan-alasan praktis.

Di tengah kesibukannya berpolitik, ia masih sempat mendirikan

Vereniging Indonesische Academici (Persatuan Kaum Sarjana Indonesia).

Kegiatannya yang lain adalah menerbitkan majalah mingguan 'Peninjauan'

bersama dr. Amir. Keluasan wawasannya dibuktikan dalam buku karangannya

yang berjudul Indonesia in de Pacifik-Kernproblemen van den Aziatischen

(Indonesia di Pasifik - Analisa Masalah-masalah Pokok Asia Pasifik).

Ratulangi waktu itu sudah melihat kemungkinan pecahnya perang di Asia.

Ia pun dihadapkan pada pilihan untuk bekerjasama dengan Jepang atau tidak,

ketika Jenderal Hideki Tojo memintanya untuk mengerahkan tenaga rakyat

Indonesia membantu pemerintah Jepang. Dwitunggal, Soekarno dan Hatta pun

ditunjuk Ratulangi sebagai orang yang tepat untuk itu.

Dari tahun 1938 sampai 1942 ia menjadi redaksi majalah politik mingguan

Nationale Commentaren. Dalam majalah itu pula ia menyampaikan pendapatnya,

bahwa sebagai pemimpin pergerakan Ratulangi menyadari berbagai perbedaan

dan pertentangan di antara tokoh pergerakan. Untuk itu, ia mengingatkan kepada

semua pemimpin gerakan nasional bahwa "mereka belum sampai kepada tujuan

dan bahwa pasti mereka akan mencapai tujuan itu".

Ratulangi kembali ke panggung politik ketika sidang Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) digelar pada tanggal 18 Agustus 1945. Sidang itu

bertujuan untuk mengesahkan rencana Undang-undang Dasar yang telah dibuat

pada bulan Juli 1945. Setelah terbentuknya negara RI, jabatan gubernur Sulawesi

diembannya dengan kedudukan di Makassar. Pada saat tentara sekutu akan

menyerahkan Sulawesi kepada Belanda, Ratulangi menentangnya. Petisi kepada

PBB pun diajukannya agar Sulawesi tidak dipisahkan dari RI.

Sejumlah bentrokan terjadi dalam upaya melawan Belanda. Di Sulawesi

Utara terjadi bentrokan yang dikenal dengan "Peristiwa Merah Putih di Manado".

Hal serupa juga terjadi di Sulawesi Selatan, perlawanan yang dilakukan oleh para

Page 8: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

pemuda pejuang antara lain dipimpin Robert Wolter Monginsidi. Pada 5 April

1946 Ratulangi ditangkap beserta beberapa orang stafnya oleh tentara Belanda.

Tujuannya untuk menghentikan perlawanan rakyat. Selama tiga bulan lamanya ia

dipenjarakan di Makassar kemudian dibuang di Serui, Irian Jaya. Ia baru

dibebaskan setelah tercapai persetujuan Renvile pada bulan Januari 1948, setelah

menjalani masa pembuangan, ia kembali ke Jawa.

Ratulangi menentang keras kebijakan Belanda yang ingin memisahkan

Indonesia bagian Timur dari RI. Bersama Mr. I Gusti Ketut Puja, Ir. Pangeran

Muhammad Noor, Dr. T.S.T. Diapari, W.S.T. Pondang, Sukardjo Wirjopranoto,

Ratulangi mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan nama "Manifes

Ratulangi" yang isinya menyerukan kepada pemimpin-pemimpin daerah di

Indonesia bagian timur untuk menentang semua usaha yang bertujuan

memisahkan Indonesia bagian timur dari Republik Indonesia. Pernyataan tersebut

disiarkan di RRI Yogyakarta pada tanggal 10 November 1948.

4. Akhir Hayat

Ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua, Ratulangi

kembali ditangkap di Yogyakarta tahun 1948. Tanggal 12 Januari 1949 ia

dipindahkan oleh Pemerintah Belanda ke Jakarta untuk menunggu

pengasingannya ke Bangka untuk bergabung kembali dengan rombongan Presiden

Soekarno dipengasingan. Akan tetapi karena gangguan kesehatan ia tetap

diizinkan dulu menunggu di ibukota. Oleh karena Dr. Sam Ratu Langie mendapat

serangan jantung, keberangkatan ke Bangka ditangguhkan.Saat menjalani masa

tahanan dan di tengah perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan

kemerdekaan, pada tanggal 30 Januari 1949 Ratulangi meninggal dunia karena

sakit jantung tersebut, di Jakarta pada umur 58 tahun.

Page 9: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

B. SUDUT PANDANG

1. Ringkasan

DR. Sam Ratulangi adalah salah satu tokoh pahlawan bangsa yang

membentuk dan mendeklarasikan nama Indonesia sebagai nama Negara merdeka

yang akhirnya diakui oleh dunia internasional.

Filsafat beliau yang terkenal, 'Su Tou Timou Tumou Tou', didasari rasa

kemanusiaan dan rasa kebangsaannya yang tinggi. Filsafat yang bermakna agar

semua manusia dapat saling membantu, merawat, mendidik & menjaga manusia

lain tanpa ada kesenjangan sosial. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya

membantu yang miskin. Dan sebaliknya. Disamping hubungan spiritual manusia

dengan Tuhan, manusia juga harus menjaga hubungan yang baik kepada sesame

manusia.

Filsafat yang beliau ucapkan tidak hanya sebatas ucapan, tapi juga beliau

terapkan sedari kecil. Beliau sosok yang bersahaja. Meski lahir dan tumbuh di

keluarga kaya, bersekolah di sekolah kalangan para bangsawan, itu tak

membuatnya menutup mata atas kenyataan yang ada di masa itu, yaitu

diskriminasi tingkat sosial.

Ketidakadilan terhadap kaum pribumi miskin, dan kesejahteraan bagi para

kaum bangsawan dan colonial. Beliau bertekad dan berjuang untuk menghapus

semua itu. Berjuang sebagai salah satu pejuang untuk kemerdekaan Indonesia dan

beliau berjuang untuk kemerdekaan manusia itu sendiri. Karna beliau berfikir,

perlakuan secara manusiawilah yang pantas dilakukan untuk sesame manusia

tanpa melihat latar belakang, asal usul atau tingkat kedudukan sosial.

Buah dari kerja keras pendidikannya tidak ia nikmati sendiri. Apa yang ia

dapat dari pendidikannya sampai berhasil menjadi Doktor, itu yang coba ia

bagikan kepada masyarakat Indonesia di masa itu. Haus pendidikan yang ia

rasakan, merasa harus ditularkan kepada masyarakat, untuk mendapat kemajuan

dan lepas dari keterbelakangan hingga mampu berjuang melawan tirani

Page 10: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

penjajahan di masa itu yang dilakukan colonial membuat bangsa ini tetap

terbelakang untuk dapat mereka keruk keuntungannya.

Ratulangi begitu vocal untuk memajukan system otonomi daerah bukan

sentralisasi agar setiap daerah mampu mengembangkan potensinya sendiri demi

kemajuan daerahnya sendiri. Tidak hanya memberikan keuntungan daerah kepada

pemerintah pusat yang belum tentu jelas arahnya, dan belum tentu akan diberikan

kembali untuk pembangunan masing-masing daerah.

Meski akhirnya beliau tidak total menekuni bidang pendidikannya sebagai

guru, namun beliau tetap berjuang untuk memajukan pendidikan. Persamaan hak

untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi setiap warga Negara. Dan berpindah

ke bidang sosial / ekonomi dan politik, bukan tujuan untuk meninggalkan cita-cita

pendidikan yang dia kobarkan sebelumnya. Beliau tetap berkecimpung secara

tidak langsung, selain itu, beliau telah memajukan mutu pendidikan di Sulawesi

yang saat itu justru menjadi lebih baik dari pendidikan di tanah Jawa.

Saat beliau memilih untuk terjun ke dunia politik secara lebih serius, karna

beliau melihat sudah seharusnya Negara Indonesia merdeka dan lepas dari

penjajahan. Beliau merasa proklamasi kemerdekaan harus segera berkumandang.

Untuk itu beliau sebagai salah satu tokoh kemerdekaan begitu gencar berpolitik

melawan colonial Belanda.

Termasuk menjadi orang terdepan yang mengirimkan petisi kepada PBB

untuk menolak pemisahan daerah timur Indonesia dari Negara Indonesia. Beliau

mengobarkan semangat bagi para pemimpin daerah untuk menolak segala upaya

pemisahan daerah Indonesia Timur.

Perjuangannya tidak sia-sia, selain itu terjadi masa yang telah beliau lihat

sebelumnya. Pemindahan kekuasaan jajahan dari Belanda ke Jepang. Dan

terpojoknya posisi Jepang oleh Amerika Serikat. Beliau telah memperkirakan hal

tersebut sebelumnya. Ya.. karna beliau seorang futurology multidimensional. Dr.

Sam Ratulangi terbiasa berpikir dan berargumentasi menggunakan nalar „deduksi‟

dan „induksi‟ berkat latar belakang ilmu pendidikan yang ia jalani. Kemampuan

Page 11: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

itu ia manfaatkan dalam bidang politik dan bahkan membuatnya sebagai ahli

politik yang mampu melihat jauh ke depan.

Dr. Sam Ratulangi adalah tokoh politik yang menjadi panutan bagi

presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Soekarno sangat mengagumi

dan menghormati Ratulangi. Hingga kemerdekaan dapat diraih, Soekarno tidak

berpikir panjang lagi untuk menunjuk Ratulangi menjadi gubernur Sulawesi Utara.

Beliau tokoh besar yang pernah dimiliki bangsa ini. Kuat secara mental dan

karakter dari berbagai sisi. Tidak salah lagi jika presiden pertama, Soekarno,

meresmikan patung Dr. Sam Ratulangi pada tahun 1960 di acara penutupan

Musyawarah Pemuda Kawanua, sebagai tanda penghormatan bangsa Indonesia

atas jasa-jasanya. Dan sepantasnya memang Dr. Sam Ratulangi sebagai “Bapak

Bangsa” Negara Indonesia.

Patung simbolis Dr. Sam Ratulangi. Namanya juga diabadikan sebagai nama bandar

udara di Manado yaitu Bandara Sam Ratulangi dan Universitas Negeri di Sulawesi

Utara yaitu Universitas Sam Ratulangi.

Page 12: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Ir. Soekarno dan Dr. Sam Ratulangi

2. Kesimpulan Penulis

Dari riwayat sosok Dr. Sam Ratulangi pada zaman penjajahan sampai era

awal kemerdekaan. Sangat berbanding terbalik dengan apa yang ada sekarang.

Cita-cita luhurnya mungkin hanya hidup bersama dengan nafasnya. Dan ketika itu

berakhir, tak ada lagi yang dapat meneruskan cita-cita beliau. Memajukan

kesejahteraan bangsa dari segi politik, hankam, pendidikan, kesehatan, sosial /

ekonomi, agrarian dll.

Kita dapat melihat bagaimana bobroknya politik Negara ini sekarang.

Kontaminasi korupsi yang merajalela di kalangan elit politik, benar-benar telah

merusak jati diri bangsa Indonesia yang telah terbentuk sejak lama dan tentu saja

merugikan banyak masyarakat miskin yang sekiranya ada hak kehidupan sejahtera

mereka yang dirampas oleh para koruptor.

Saling serang para pejabat untuk mendapatkan posisi aman dalam

pemerintahan. Pencitraan untuk menarik simpatik. Bahkan sampai pembiaran atas

diganggunya kedaulatan Negara dari penyadapan yang dilakukan oleh Australia

Page 13: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

dan Amerka Serikat. Pemerintah tidak berdaya untuk melawan itu. Sungguh

sangat jauh berbeda dengan kegigihan Dr. Sam Ratulangi yang berjuang di garis

terdepan demi kedaulatan utuh Negara Indonesia.

Dari segi pendidikan sekarang. Tidak banyak perbedaan yang lebih baik

dari pendidikan pada zaman penjajahan. Ketidakmerataan hak masyarakat untuk

mendapatkan pendidikan dan pengkotakan bagi kaum murid kapitalisme dengan

kaum-kaum minoritas. Lihat bagaimana sekarang begitu banyak lahirnya sekolah

dengan predikat “internasional school” atau “world class” bagaikan bumi dan

langit jika kita menengok ke sekolah di pedalaman. Bukan hanya predikat, baik

kualitas, fasilitas dan kelayakan tak dapat dikatakan manusiawi bagi sekolah-

sekolah di pedalaman.

Jalanan untuk akses ke sekolah pun sulit termasuk angkutan umum.

Gedung sekolah banyak yang rusak, berpotensi besar untuk roboh dan bahkan

memang ada yang sudah roboh. Fasilitas buku pendidikan kurikulum nasional

yang tidak sampai ke mereka murid-murid di pedalaman. Bagaimana dengan

tenaga pengajar? Bahkan mereka masih guru honorer yang dibayar alakadarnya,

guru menetap mungkin enggan untuk mengajar disana.

Siswi SMU mendayung perahu bersama adik-adik kelasnya.

Page 14: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Kondisi belajar yang jauh dari kata, layak.

Inikah sekolah di sebuah Negara “merdeka”?

Bahkan ini lebih mengerikan dari zaman penjajahan.

Page 15: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Pemerintahan harus melihat semua kenyataan lingkungan pendidikan yang

ada sekarang ini. Bukan hanya melihat yang ada di dekat mata mereka dan belum

tentu dipedulikan. Anggaran pendidikan secara nasional dan merata harus

diutamakan dan itu adalah harga mati yang harus di pegang pemerintah.

Pendidikan sejak dini bagi anak-anak harus dirasakan dan dapat dijalani

oleh semua lapisan masyarakat. Fasilitas, transportasi sampai kualitas dan

pengupahan tenaga pengajar harus di standarisasi kembali untuk lebih manusiawi

bagi daerah-daerah tertinggal di pedalaman.

Bukan hanya melakukan pencitraan diri di luar negeri mengumpulkan gelar

dan penghargaan pribadi sebanyak-banyaknya, melakukan perjalanan keluar

negeri dengan anggaran yang besar justru dipakai untuk kesenangan pribadi

semata. Pikirkan bagaimana besarnya anggaran tersebut diperuntukan bagi sarana

pendidikan di daerah pedalaman dan masyarakat bawah.

Negara takkan mampu berkembang menjadi lebih baik jika untuk

pendidikan saja, pemerintah masih berfikir dua kali atau menutup mata untuk

mengambil peranan memajukan pendidikan secara merata. Pendidikan harus

dimulai sejak dini untuk semua masyarakat. Diterima dan dapat dijalankan sejak

anak-anak. Karena anak-anak bangsa inilah yang nantinya akan meneruskan

perjalanan bangsa ini.

Pembangunan daerah yang tidak merata, daerah-daerah terpencil masing-

masing provinsi bahkan semakin terjerat meski sekarang memang otonomi daerah

sudah diterapkan. Tapi ternyata system sejati dari otonomi daerah seperti yang di

definisikan oleh Dr. Sam Ratulangi, tidak berjalan sebagaimana mestinya di masa

sekarang.

Otonomi daerah yang beliau cita-citakan yaitu pembangunan secara

bottom-up. Pembangunan dari lapisan bawah ke atas. Bukan yang terjadi sekarang

yaitu top down, dari lapisan atas menuju ke bawah. Ironisnya, APBN

pembangunan yang disumbang daerah untuk pusat, tidak kembali lagi ke daerah.

Mengalir dari atas tapi tidak sampai di lapisan bawah. Otonomi daerah top down

ini yang telah merugikan Negara secara materil dan imateril. Peluang korupsi

semakin besar. Bahkan nyata terlihat.

Page 16: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Pemikiran Dr. Sam Ratulangi perlu dibentuk kembali demi kesejahteraan

rakyat untuk segala sisi. Sayangnya pada masa sekarang, tidak ada lagi tokoh

politik yang memiliki rasa kemanusiaan, berbangsa dengan komitmen

kesejateraan negeri, mementingkan kepentingan Negara di atas kepentingan

pribadi. Mereka yang melenggang, duduk manis dan bahkan tertidur di gedung

dewan mungkin tidak pernah terlintas sedikitpun bagaimana perjuangan pahlawan

bangsa ini.

Segi sosial / ekonomi pun tak mengalami perbaikan. Masih tingginya

tingkat kemiskinan, gizi buruk dan pengangguran semakin memperburuk bangsa

ini. Tidak cakapnya pemerintah memegang kendali pemerintahan meski memang

tidak bisa hanya pemerintah yang berperan dan perlu peran masyarakat, tapi tetap

saja pemerintah tidak dapat merangkul masyarakat untuk bekerja sama

membangung negeri. Sedangkan pemerintah, pajabat sampai aktivis partai politik

hanya mementingkan diri sendiri dan golongan. Pidato presiden dalam hal apapun

seolah terasa angina yang menguap. Hanya ucapan tanpa ada tindakan dan

memang tidak pernah dilakukan.

Kecerobohan pemerintah demi mendapatkan simpatik dan pencitraan dari

Negara asing, membuat bangsa ini semakin menjadi Negara importir. Hal apa saja

diimport dari luar negeri. Bahkan dari segi pertanian, yang dulu Indonesia terkenal

sebagai Negara agraris, pupuknya saja import luar negeri. Jangan berharap banyak

untuk mendapatkan beras local bermutu. Negara ini yang dulu terkenal sebagai

lumbung padi Asia, bahkan mengimport beras dari Thailand. Atau bahkan untuk

sekedar kacang kedelai, bahan pokok tempe tahu, itupun import.

Usaha local tidak didukung oleh pemerintah, sebagian besar gulung tikar,

pengangguran bertambah. Bahkan mereka semakin terdesak oleh pengusaha asing

yang memiliki modal kuat dan didukung oleh pemerintah itu sendiri. Banyak yang

telah meninggalkan pekerjaan mereka di bidang agraria, karna melihat mereka tak

mungkin lagi hidup didalamnya dengan keadaan usaha yang tak lagi mendukung.

Page 17: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Semakin besar import, Negara ini tidak dapat lagi berdiri di kaki sendiri.

Semua bergantung dengan nasib luar negeri. Apapun yang terjadi di luar negeri,

itu akan mengimbas pada negeri ini. Dan sangat disayangkan, Negara yang sudah

terlalu bergantung pada import, masih harus dicemari oleh koruptor-koruptor yang

bermain dibelakangnya. Ekonomi negeri ini akan semakin anjlok, melihat kurs

dollar semakin mahal, tingkat sosial akan semakin terpuruk hingga benarlah akan

terjadi “yang kuat yang bertahan”.

Kesehatan pun tak jauh berbeda. Lagi dan lagi tingkat sosial menjadi

acuan seseorang warga Negara mendapatkan hak kesehatanya. Mutu pelayanan

kesahatan yang semakin menurun. Pajak alat kedokteran semakin tinggi,

sementara subsidi untuk kesehatan bagi setiap warga Negara miskin begitu kecil,

Negara berhutang banyak untuk banyak Rumah Sakit. Secara tak langsung justru

membuat Rumah Sakit pun melakukan tindakan ceroboh.

Di beberapa kasus, mereka yang miskin tidak ditangani kesehatannya

lantaran biaya yang kurang dan tidak ada sama sekali. Rumah Sakit seperti hanya

memberikan layanan bagi mereka yang membayar, hal itu terjadi lantaran Rumah

Sakit pun merugi dari dirugikan oleh pemerintah. Dalam hal ini Rumah Sakit

menjadi kambing hitam, masyarakat miskin sebagai korban dan pemerintah yang

jelas-jelas menjadi dalang justru hanya menonton pertunjukan pertaruhan

kesehatan bahkan nyawa manusia ini.

Gizi buruk bayi, balita dan anak kecil dari mereka yang miskin, mereka tak

punya banyak uang untuk memberikan makanan dan asupan yang sehat bagi anak

mereka. Semakin terlantar ditambah potensi terkena wabah penyakit menjadi

tinggi karna metabolisme menurun akibat gizi buruk si anak.

Sulitkah membuka anggaran Negara khusus untuk subsidi ekstra bagi

kesehatan bayi, balita dan anak-anak negeri ini? Saya rasa dengan melimpahnya

jumlah hasil korupsi para pejabat negeri ini sudah cukup dianggarkan bagi biaya

kesehatan anak-anak selama bertahun-tahun. Saya tidak akan menampilkan

gambaran untuk bagian gizi buruk ini, karna tidak sampai hati untuk melihatnya.

Page 18: Bapak Bangsa: "Manusia Hidup untuk Menghidupi Manusia"

Dan banyak hal lain yang tidak menunjukan adanya perubahan untuk

pemerataan kesejahteraan bangsa ini. Seperti tekad Dr. Sam Ratulangi yang

tersirat dalam pidatonya di `All Idie Congress` yang termashyur itu, “Ons hart trek

tons naar da top van de Kalabat, maar onze voeten brengen ons tot Airmadidi”

yang artinya “Cita-citaku setinggi gunung Kalabat, tapi saying kakiku hanya

sanggup di kaki Airmadidi”. Ucapan sang Bapak Bangsa ini jelas memiliki arti

untuk mengobarkan semangat juang bagi pemuda dan pemudi bangsa meneruskan

cita-cita beliau untuk menguasai Asia-Pasifik.

Kita sebagai anak bangsa di era kemerdekaan, tidak perlu lagi mengangkat

senjata. Cukup menjadi peserta didik yang gigih, haus pendidikan, memiliki rasa

berbangsa yang tinggi dan rasa kemanusiaan yang tinggi dan kelak berguna bagi

negeri dan kemudian kita yang mengambil alih kemudi pemerintahan dan

membawa mereka yang tidak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan agar

dapat bersekolah, dengan menempatkan mereka di prioritas terdepan

dibandingkan kepentingan politik semata.

Membawa mereka yang lemah dan sakit. Merawat mereka yang masih

terjebak di garis kemiskinan. Mengembalikan peranan anak negeri untuk menjadi

raja di negeri sendiri, bukan lagi hanya pesuruh dari mereka kaum kapitalisme.

Tingkatkan rasa nasionalisme, dekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk

menjauhkan diri dari godaan materil berbuat curang yang akan melukai bangsa ini.

Hingga akhirnya bangsa ini kembali ke jalur sejati yang diperjuangkan

para pahlawan sejak dulu, sebagai bangsa besar, bermartabat, Bhinneka Tunggal

Ika dan bangsa yang beragama. Dan kelak kita sebagai anak bangsa dapat

berbicara dengan lantang pada Bapak Bangsa dan jutaan pahlawan bangsa yang

telah gugur demi masa yang kita nikmati sekarang ini, bahwa kita bisa

meneruskan perjuangan mereka sampai anak cucu kita kelak.

Amien.