BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

19
Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten 124 BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA KORUPSI Zaenudin Prodi Administrasi Negara, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten Corresponden Author Email: [email protected] ABSTRAK Provinsi Banten memiliki keunikan dalam batas-batas wilayahnya, keunikan ini dapat dianalisa dengan posisi strategis banten yang memiliki batas laut yang dekat dengan perdagangan internasional di Asia yakni Singapura, Malaysia, Cina dan India dan wilayah daratannya yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Letak Banten yang strategis ini akan menambah daya tarik di dunia internasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah Banten yang notabene adalah daerah yang sangat religi (patuh dan taat pada hukum Allah dan para leluhur) tetapi menjadi daerah yang sangat rawan korupsi, Banten belum menjadi daerah yang maju dan rakyatnya belum sejahtera. Tujuan penelitian ini yaitu untuk memberikan gambaran dan masukan kepada rakyat Banten secara umum dan wabil khusus untuk para pemimpin daerah di Banten agar bekerja dengan baik untuk selalu mensejahterakan rakyatnya. Penelitian ini termasuk penelitian normatif dan empirik, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan perundang-undangan dan konseptual serta Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Maraknya politik dinasti di Banten menunjukan bahwa korupsi di Banten masih sangat tinggi. Oleh karena itu usaha pemberantasan korupsi memerlukan komitmen yang kuat, ikhlas dan tulus dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh masyarakat dan yang terpenting adalah contoh dan teladan dari seluruh pemimpin K/L/I dan juga elemen masyarakat. Kata kunci: Banten Surganya Para Kiai, Politik Dinasti, Mafia Korupsi.

Transcript of BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Page 1: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

124

BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA KORUPSI

Zaenudin

Prodi Administrasi Negara, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

Corresponden Author Email: [email protected]

ABSTRAK Provinsi Banten memiliki keunikan dalam batas-batas wilayahnya, keunikan ini dapat dianalisa dengan posisi strategis banten yang memiliki batas laut yang dekat dengan perdagangan internasional di Asia yakni Singapura, Malaysia, Cina dan India dan wilayah daratannya yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Letak Banten yang strategis ini akan menambah daya tarik di dunia internasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah Banten yang notabene adalah daerah yang sangat religi (patuh dan taat pada hukum Allah dan para leluhur) tetapi menjadi daerah yang sangat rawan korupsi, Banten belum menjadi daerah yang maju dan rakyatnya belum sejahtera. Tujuan penelitian ini yaitu untuk memberikan gambaran dan masukan kepada rakyat Banten secara umum dan wabil khusus untuk para pemimpin daerah di Banten agar bekerja dengan baik untuk selalu mensejahterakan rakyatnya. Penelitian ini termasuk penelitian normatif dan empirik, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan perundang-undangan dan konseptual serta Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Maraknya politik dinasti di Banten menunjukan bahwa korupsi di Banten masih sangat tinggi. Oleh karena itu usaha pemberantasan korupsi memerlukan komitmen yang kuat, ikhlas dan tulus dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh masyarakat dan yang terpenting adalah contoh dan teladan dari seluruh pemimpin K/L/I dan juga elemen masyarakat. Kata kunci: Banten Surganya Para Kiai, Politik Dinasti, Mafia Korupsi.

Page 2: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

125

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Provinsi Banten secara geografis memiliki keunikan dalam batas-batas wilayahnya, keunikan ini dapat dianalisa dengan posisi strategis banten yang memiliki batas laut yang dekat dengan perdagangan internasional di Asia yakni Singapura, Malaysia, Cina dan India dan wilayah daratannya yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Letak Banten yang strategis ini akan menambah daya tarik di dunia internasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada sebelah utara wilayah Banten ini memiliki batas wilayah dengan Laut Jawa yang sangat penting dalam perdagangan nasional dan internasional. Sedangkan disebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia yang merupakan pusat perdagangan internasional di Asia. Di sebelah timur berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan merupakan pintu gerbang sebelah Barat Jawa lintas Sumatera merupakan posisi strategis yang dapat memberikan implikasi positif terutama dilihat dari aspek perkembangan ekonomi, aspek industri dan penyerapan tenaga kerja (Martin, 2004).

Anggaran Pendapatan dan Pembangunan Daerah (APBD) Provinsi Banten relatif sangat besar, bila dibandingkan dengan Provinsi-Provinsi baru lainnya. Untuk tahun anggaran 2019 saja, misalnya, APBD Banten sekitar 12 triliunan lebih. Jika ditambah atau digabung dengan APBD Kabupaten/Kota se Banten maka dananya bisa mencapai sekitar 16 triliun lebih. Dengan jumlah dana sebesar itu, harusnya Pemda Provinsi Banten sangat

leluasa dalam melaksanakan akselerasi program pembangunan sehingga menjadi daerah yang maju bahkan lebih maju dari daerah lainnya. Dengan catatan anggaran tersebut tidak “bocor” (dikorupsi) dan program pembangunannya tepat sasaran.

Tujuan dibentuknya provinsi Banten oleh para founding father adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Banten menjadi lebih sejahtera, baik secara ekonomi, sosial maupun secara budaya. Namun, perjalanan hamper 21 tahun Banten berdiri, cita-cita perjuangan para pendiri masih sangat jauh dari harapan. Cita-cita mulia untuk meningkatkan harkat martabat masyarakat Banten seperti menjauh dari apa yang diharapkan. Banten terlalu banyak masalah akut yang sampai hari ini belum bisa dituntaskan oleh para pemimpinnya yang silih berganti menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten. Menjauhnya harapan tersebut, seakan-akan memang dibiarkan tanpa ada upaya serius untuk membenahi atau memutus mata rantai masalah-masalah akut yang ada. Banten masih terjebak dengan carut marutnya masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Politik Dinasti, masalah pendidikan yang jelek, kemiskinan, pengangguran, kesehatan masyarakat yang selalu memburuk. Korupsi dan Dinasti bukan hanya pada level Provinsi, namun terjadi juga pada tingkat Kota dan Kabupaten. Banyak media-media memberitakan tentang Banten, bukan karena kehebatannya atau kemajuannya tetapi karena KKNnya. Terasa aneh memang, sebab Banten memiliki banyak keunggulan kewilayahan dibanding dengan wilayah lain, terutama tumbuh suburnya para

Page 3: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

126

Kiai sepuh maupun muda yang sangat disegani oleh seluruh masyarakat, bahkan seluruh wilayah Banten dijuluki kota seribu Kiai sejuta santri. Hampir semua kampung atau desa yang ada di Banten selalu ada sekolah agama dan Pondok Pesantrennya, kecuali di daerah suku Baduy. Tetapi orang Baduy sangat jujur, taat dan patuh kepada pimpinannya (Puunnya) dan juga para leluhurnya.

Disamping keunggulan para Kiai dan Santri, Banten juga memiliki potensi perekonomian yang sangat baik dengan memiliki terminal Pelabuhan Merak dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Setidaknya hubungan lokal, nasional dan internasional dalam segala aspek, bertumpu pada pelabuhan dan bandara yang berada di Provinsi Banten. Tetapi faktanya sarana yang dimiliki oleh Banten hanya sekedar julukan dan akses saja yang belum bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Pemda Provinsi Banten. Begitu juga dengan aspek perekonomian yang lainnya dimana Banten memiliki kawasan industri kimia, mineral, sandang, otomotif, perdagangan, kuliner dan jasa yang tumbuh dan berkembang sangat pesat bahkan potensi ekonomi lainnya seperti pada aspek wisata alam, wisata pantai dan wisata religi yang bertaraf lokal maupun nasional yang selalu dikunjungi oleh turis lokal, nasional bahkan turis internasional. Potensi perekonomian yang dimiliki oleh Banten ini sangat luar biasa jika dikelola dengan baik dan benar yang tujuan akhirnya adalah untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

Menurut data BPS tahun 2017, jumlah industri di Banten sebanyak sekitar 3.862 perusahaan. Namun

demikian apakah keberadaan aneka industri hanya mensejahterakan penanam modal saja dan menempatkan masyarakat lokal sebagai buruh tanpa ada proses transfer knowledge, sehingga dampak pembangunan baru pada pertumbuhan belum pada peningkatan kesejahteraan. Yang aneh lagi adalah tingkat pengangguran di Banten yang berada pada urutan nomor wahid. Data BPS pada Februari 2020, tingkat pengangguran terbuka di Banten sebanyak 8,01%. Jumlah yang sangat fantastis. Dalam aspek pariwisata, Banten seharusnya paling mampu menyaingi Bali, dimana wilayahnya dikelilingi pantai mulai dari utara hingga selatan, dari Anyer hingga Sawarna. Bahkan Banten menjadi objek pembangunan kawasan pariwisata internasional melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung.

Segala potensi yang ada merupakan berkah tersendiri bagi Provinsi Banten dan masih banyak lagi potensi-potensi lain yang dimiliki oleh Provinsi Banten. Namun karena Sejak terbentuk menjadi provinsi yang mandiri, kehidupan politik di Banten ditandai oleh menguatnya gejala dinasti politik, baik pada tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pada tingkat Provinsi, dominasi the local strongmen, Tb. Chasan Sochib sangat menonjol dan berhasil menempatkan anaknya, Ratu Atut Chosiyah pada jabatan Gubernur selama hampir dua periode (2006-2011 dan 2011-2014). Pasca keberhasilannya menduduki jabatan Gubernur, secara hipotetik Ratu Atut berhasil membangun dan mengembangkan dinasti politiknya ke berbagai arena kehidupan masyarakat. Sehingga berhasil menempatkan adik, anak dan

Page 4: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

127

menantunya sebagai Kepala Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten (Andika Wagub, Tatu Bupati Serang, Airin Walikota Tangsel dan Tanto menjadi Wakil Bupati Kab, Pandeglang dll ). Disamping dinasti Tb Chasan Sohib muncul pula dinasti lainnya di Kabupaten Kota di Banten seperti dinasti Jayabaya dari Kabupaten Lebak, dinasti Aat Syafaat (Almarhum) dari Kota Cilegon, dinasti Dimyati Natakusumah dari Kabupaten Pandeglang dan dinast Ismet Iskandar dari Kabupaten Tangerang. Dengan adanya politik dinasti ini, muncul pula mafia-mafia disemua sektor, sehingga peluang untuk mendapatkan pemimpin yang terbaik, yang amanah untuk mensejahterkan rakyat di Banten menjadi tertutup bahkan sangat tertutup.

Munculnya beberapa dinasti di Provinsi dan di Kabupatan Kota ini membuat Banten menjadi sarangnya korupsi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak sangat prihatin dimana Banten termasuk ke dalam daerah rawan korupsi. Selain itu, Banten juga masuk wilayah pencucian uang berdasarkan hasil pemetaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Semestinya, Provinsi Banten yang sangat religius terhadap ajaran Islam, bahkan memiliki logo iman dan taqwa, namun masuk daerah rawan korupsi," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Lebak KH Baijuri. Menurut dia, maraknya perbuatan korupsi di Banten akibat pemahaman agamanya sangat rendah dengan tidak mengamalkan nilai-nilai esensi ajaran dalam kehidupan sehari-hari. Pada prinsipnya semua ajaran agama mengharamkan perlakuan tindakan

korupsi karena merugikan orang banyak, (Rabu, Antara, 22/6/2020).

Banyaknya kasus-kasus korupsi yang merugikan keuangan Negara/daerah di Banten yang diselesaikan melalui proses pidana dan pelakunya adalah Kepala Daerah tingkat Provinsi mapun tingkat Kabupaten/Kota, dan juga para Kepala Dinas, hal ini menunjukkan bahwa tata kelola pemerintahan dan keuangan daerah Banten masih belum berjalan dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Dari uraian diatas menjadi menarik untuk melakukan penelitian mengenai upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah khususnya Pemda Provinsi Banten guna menanggulangi permasalahan tersebut diatas agar masyarakat hidup sejahtera, adil dan makmur sesuai dengan tujuan dan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

B. Rumusan Masalah

Fokus masalah pada penelitian ini adalah, pertama, Mengapa Banten yang notabene adalah daerah yang sangat religi (patuh dan taat pada hukum Allah dan para leluhur) tetapi menjadi daerah yang sangat rawan korupsi? Kedua, mengapa Banten belum menjadi daerah yang maju dan rakyatnya belum sejahtera?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk memberikan gambaran dan masukan kepada rakyat Banten secara umum dan wabil khusus untuk para pemimpin

Page 5: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

128

daerah di Banten agar bekerja dengan baik untuk selalu mensejahterakan rakyatnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena teori merupakan rangkaian penjelasan yang menggambarkan suatu fenomena atau realitis yang dirangkum menjadi suatu konsep gagasan, pandangan atau cara-cara untuk menguraikan tujuan. Kerangka konsepsional (conceptual framework) atau kerangka teoritis (teoritical framework) adalah kerangka berfikir yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang diteliti (Adi,2010). A. Teori Negara Hukum

Konsep Negara hukum berakar dari paham kedaulatan hukum yang pada hakikatnya berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu Negara adalah berdasarkan atas hukum. Negara hukum merupakan substansi dasar dari kontrak sosial setiap Negara hukum. Dalam kontrak tersebut tercantum kewajiban-kewajiban terhadap hukum (Negara) untuk memelihara, mematuhi dan mengembangkannya dalam konteks pembangunan hukum (Hamidi, 2009).

B. Teori Kepemimpinan

Sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi telah muncul bersama-sama dengan berbagai peradaban manusia. Kerjasama tersebut muncul pada tata kehidupan sosial masyarakat atau kelompok-kelompok manusia dalam rangka untuk mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang dan menghadapi alam

sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama tersebut, terjadi kerjasama antar manusia dan mulai unsur-unsur kepemimpinan. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang paling kuat dan pemberani, yang dapat melindungi kelompoknya dari serangan musuh, yang dapat melindungi dan mengayomi kelompoknya serta tegas dalam menetapkan hukum sebagai aturannya.

Menurut Buchari, Rasulullah SAW dalam memimpin memiliki beberapa karakter utama yang bisa dijadikan tauladan untuk kepemimpinan saat ini. Yaitu ; 1. Siddiq

Seorang pemimpin yang selalu menyatakan kebenaran, jujur, atau memiliki integritas pribadi yang tinggi.

2. Amanah Seorang pemimpin harus dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan selalu dapat menyelesaikan tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya secara memuaskan, bahkan melebihi panggilan tugas yang yang diberikan tanpa memikirkan imbalan.

3. Fathanah Seorang pemimpin yang profesional serta mengutamkan keahlian, kecerdasan, kebijaksanaan, kompetensi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

4. Tabligh Seorang pemimpin yang memiliki kemampuan untuk dapat menyampaikan, berkomunikasi secara benar, menyampaikan kebenaran, serta mampu mendidik

Page 6: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

129

dan mengarahkan orang mematuhi peraturan (Baidan, 2014).

C. Teori Keadilan

Konsep keadilan ini tidak saja menjadi dasar hukum dari kehidupan bangsa, tetapi sekaligus menjadi pedoman pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai dengan hukum. Keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk mencapai Indonesia yang adil dan makmur.

METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian normatif dan empirik yang mengkaji tentang kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dan hubungannya dengan masalah dinasti. Dua pendekatan digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. PEMBAHASAN

Setelah Banten menjadi Provinsi yang mandiri, bukannya tampil menjadi daerah yang hebat dan maju, malah kaum elitnya sibuk dengan rebutan kekuasaan dengan membentuk dinasti dengan melibatkan para kyai dan tokoh lainnya sebagai pendukungnya. Nampaknya napsu dan keserakahan untuk berkuasa secara turun temurun tidak dapat dibendung lagi dan inilah yang menyebabkan Banten menjadi banyak masalah dan meyebabkan rakyatnya belum sejahtera . masalah yang pokok adalah banyaknya masalah korupsi dan banyaknya kelompok mafia yang merajalela di semua lini kehidupan baik di Provinsi maupun di Kabupaten Kota di seluruh Banten. Semua pos-pos kunci pemerintahan dikuasai anak, menantu, kemenakan, maupun kerabat lainnya,

sehingga kekuasaan tersebut menjadi langgeng selamanya. Fenomena dinasti politik yang hadir di Banten, harusnya bisa dihindari. Mengingat banyak dampak negatif daripada positifnya. Praktek monopoli, penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan begitu merajalela. Penjarahan terhadap keuangan Negara begitu leluasa dilakukan, hal itu karena mereka memiliki akses terhadap sumber-sumber keuangan Negara yang rawan untuk dikorupsi. Modus utama dan berulang adalah markup dari pengadaan barang dan jasa, pengeluaran fiktif dan proyek-proyek untuk keuntungan diri sendiri. Sebetulnya praktek korupsi dapat ditekan dengan melibatkan seluas mungkin partisipasi masyarakat dengan adanya gerakan anti-korupsi yang menjelma menjadi gerakan sosial dan serentak di seluruh wilayah Banten dan tentu dinasti politik harus segera diakhiri. Sebab jika korupsi bisa diberantas sampai ke akarnya rakyat akan menjadi makmur dan sejahtera. Korupsi merupakan kejahatan yang sangat luar biasa dan fenomenal. Oleh karena itu, untuk menghilangkan korupsi itu perlu langkah serius. Pemberantasan korupsi membutuhkan komitmen kuat semua pihak, baik pemerintah, penegak hukum, para kyai, para pelajar/santri /mahasiswa, tokoh masyarakat/agama dan masyarakat sipil. Tanpa itu, upaya pemberantasan korupsi akan berjalan di tempat. Karena korupsi telah menjadi endemi yang berakar pada budaya Indonesia apalagi jika pemimpinnya adalah kelompok politik dinasti. Oleh karena itu, harus ada upaya serius dari semua pihak agar korupsi bisa dikurangi secara bertahap dan pada akhirnya diberantas tuntas. Pertama peran pemerintah: hendaknya pemerintah dapat menutup peluang terjadinya korupsi, meningkatkan gaji PNS, mereformasi hukum dan meningkatkan fungsi kontrol, serta memimpin gerakan

Page 7: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

130

anti-korupsi. Kedua peran penegakan hukum, meliputi komitmen yang kuat untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu, menolak dan menuntut kasus-kasus korupsi secara jujur. Ketiga peran masyarakat sipil menghidupkan fungsi kontrol publik, kebebasan pers dan pendidikan antikorupsi di masyarakat, harus menjunjung tinggi etika dan moral antikorupsi.

Menurut George Junus Aditjondro (2006:401-402), korupsi dapat dibedakan menjadi tiga lapis, yaitu : 1. Korupsi lapis pertama, yang meliputi

bidang sentuh langsung antara warga dengan birokrasi atau aparatur Negara, yang dapat dibedakan antara suap (Inggris, bribery; Arab, riswah), di mana prakarsa untuk mengeluarkan dana, jasa, atau benda datang dari warga, dan pemerasan (extortion), di mana prakarsa untuk mendapatkan dana, jasa, atau benda tertentu datang dari aparatur Negara.

2. Korupsi lapis kedua, yang meliputi “lingkaran dalam pusat pemerintahan, dapat dibedakan antara lain: a. Nepotisme, di mana ada hubungan

darah antara mereka yang menjadi pelayan publik dengan mereka yang menerima berbagai kemudahan dalam bidang usaha mereka.

b. Kronisme, di mana tidak ada hubungan darah antara pelayan publik dengan orang-orang yang menerima berbagai kemudahan dalam bidang usaha mereka.

c. Kelas baru, di mana mereka yang mengambil kebijakan dengan mereka yang menerima kemudahan khusus untuk usaha mereka, sudah menjadi satu kesatuan yang organik, satu stratum (lapis) warga Negara dan warga masyarakat yang bersama-sama memerintah satu Negara.

3. Korupsi lapis ketiga, adalah jaringan korupsi (corruption network) yang sudah terbentuk yang meliputi birokrat, politisi, aparat penegak hukum, aparat keamanan Negara, perusahaan-perusahaan Negara dan swasta tertentu, serta lembaga-lembaga hukum, pendidikan dan penelitian yang memberikan kesan “obyektif” dan “ilmiah” terhadap apa yang merupakan kebijakan jaringan itu. Katakanlah semacam “legitimator”. Jaringan itu bisa berlingkup regional, nasional dan internasional. Tipologi korupsi berlapis tiga ini jauh lebih kompleks.

Fenomena lain yang bisa dipandang

sebagai korupsi adalah pengangkatan sanak saudara, teman-teman atau rekan-rekan po-litik pada jabatan publik tanpa memandang jasa mereka maupun konsekuensinya pada kesejahteraan rakyat. Ada tiga tipe fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi yaitu penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Antara penyuapan, pemerasan dan nepotisme tidak sama sekali sama. Pada pokoknya, ada suatu benang merah yang menghubungkan tiga tipe fenomena yaitu penempatan kepentingan-kepentingan rakyat di bawah tujuan-tujuan privat dengan pelanggaran norma-norma tugas dan kesejahteraan, yang dibarengi dengan ke-serbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan pengabaian yang kejam atas setiap konsekuensi yang diderita oleh rakyat. Menurut Mubyarto yang menyoroti korupsi atau penyuapan dari segi politik dan ekonomi semata yaitu : “On the whole corruption in Indonesia apipears to present more of a recurring political problem than an economic one. It underminus the legitimacy of the government in the eyes of the young,

Page 8: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

131

educated elite and most civil servants . Corruption reduces support for the govern-ment among elites at the province and regency level.” (Secara keseluruhan korupsi di Indonesia muncul lebih sering sebagai masalah politik daripada ekonomi. Ia menyentuh keabsahan (legitimasi) pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan pegawai pada umumnya. Korupsi mengurangi dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di tingkat propinsi dan kabupaten)(Mubyarto,1980).

Syed Hussein Alatas, seorang sosiolog terkemuka Malaysia, mengidentifikasikan berbagai macam bentuk korupsi yaitu : a. Transactive corruption adalah bentuk

korupsi yang dilakukan secara aktif oleh dua pihak dalam bentuk suap dimana yang memberi dan yang menerima saling bekerja sama untuk memperoleh keuntungan bersama. Ini adalah jenis korupsi yang paling umum dilakukan.

b. Extortive corruption adalah pungutan paksa penjabat sebagai pembayaran jasa yang diberikan kepada pihak luar. Pihak luar terpaksa memenuhi karena tak ada alternatif lain dan kalau tidak memenuhi dia akan rugi sendiri.

c. Investive corruption adalah pemberian yang diberikan pihak luar kepada penjabat, bukan untuk mendapat balas jasa sekarang, tapi untuk memperoleh kemudahan fasilitas dan keuntungan dimasa mendatang.

d. Nepotistic corruption adalah jenis ini berhubungan dengan pemberian rantai ekonomi atau pengangkatan jabatan publik kepada famili atau teman.

e. Autogenic coruption adalah ini terjadi bila seorang penjabat memberi informasi dari dalam kepada pihak luar dengan imbalan suap. Informasi tentang proyek-proyek

yang ditenderkan, tentang harga yang ditawarkan pesaing, merupakan informasi yang di "jual" oleh penjabat ke para peserta tender. Di satu Negara yang menggunakan sistim kurs tetap, penjabat yang mengetahui informasi kapan akan dilakukan devaluasi dapat mengambil keuntungan besar.

f. Supportive corruption adalah korupsi yang dilakukan secara berkelompok dalam satu bagian atau divisi dengan tujuan untuk melindungi dan mempertahankan praktek korupsi yang mereka lakukan secara kolektip (Suyatno,2005).

Disamping definisi diatas, ada juga penggolongan korupsi yang didasarkan pada bentuk implementasinya yang mempunyai dampak langsung bagi perekonomian satu Negara yaitu : a. Pencurian aset Negara (pillaging of state

assets) adalah bentuk korupsi yang paling banyak dan paling mudah dilakukan. Aset Negara banyak yang hilang, tidak bisa dilacak dimana keberadaannya, sistim administrasi yang lemah, tak adanya kontrol atau pengawasan yang memadai menyebabkan keberadaan aset tidak terkontrol. Hal Ini memudahkan para penjabat untuk mencuri aset-aset Negara. Bentuk aset yang dicuri jenisnya sangat luas, dari peralatan kantor, mesin-mesin, sampai pada BUMN, seperti yang terjadi di Eropa Timur pada tahun 1990-an ketika pemerintahan komunis kolaps akibat pecahnya Negara Uni Soviet.

b. Distorsi anggaran belanja pemerintah yaitu pengeluaran APBN untuk sesuatu proyek mengalami distorsi karena adanya mark-up yang dilakukan para pejabat yang berwenang untuk sesuatu proyek, akibatnya biaya proyek lebih tinggi dari yang sebenarnya, dengan kelebihan biaya

Page 9: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

132

masuk ke kantong pribadi pejabat. Distorsi juga. terjadi melalui rekayasa proyek yang diada-adakan. Ini dilakukan biasanya untuk menghindari hangusnya anggaran pada akhir tahun fiskal. Distorsi juga terjadi pada sisi penerimaan, ketika para pejabat pajak melakukan kolusi dengan wajib pajak, sehingga penerimaan Negara berkurang dari yang semestinya.

c. Patronisme (Clientalism) yaitu korupsi jenis ini terjadi bila seorang pejabat memperoleh jabatan politik dengan memberi imbalan materi kepada para pendukungnya. Ini adalah money politics seperti yang dipahami secara luas oleh publik selama ini.

d. Kronisme adalah bentuk korupsi yang terjadi dimana pengangkatan jabatan publik dan pemberian hak-hak ekonomi didasarkan atas hubungan famili dan hubungan perkoncoan.

Dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 31

Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : Setiap orang ; melawan hukum; memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Unsur setiap orang sebagai pelaku tindak pidana korupsi memberi makna bahwa pelaku tidak harus berstatus sebagai pegawai negeri belaka. Setiap orang berarti siapa saja, mulai dari pegawai negeri hingga mahasiswa atau mungkin juga seorang Kepala Desa atau suatu Korporasi, baik dalam bentuk badan hukum maupun

perkumpulan biasa. Frasa secara melawan hukum sebagai salah satu unsur tindak pidana seperti tercantum di dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi memberi makna bertanda karena dipengaruhi masa dan dari sudut mana kita memandang. Penjelasan atas Undang-undang No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, menerangkan bahwa yang dimaksud dengan istilah tersebut tidak hanya mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil, tetapi juga dalam arti materiil. Dengan demikian walaupun suatu perbuatan tidak diatur di dalam suatu peraturan perundang-undangan, tetapi manakala perbuatan tadi dianggap tercela karma tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat maka perbuatan itu dapat saja dipidana. Sementara itu, kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan dan perekonomian Negara di dalam rumusan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana penjara dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Artinya adalah adanya tindak pidana

formil cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat perbuatan,

Page 10: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

133

seperti dikehendaki oleh Pasal 1 butir 22 UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara yang menuntut adanya kerugian Negara yang benar-benar nyata. Sebaliknya, menurut UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, menjelaskan bahwa kerugian Negara langsung maupun tidak langsung dianggap merugikan keuangan Negara apabila tuduhan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian Negara. Diakuinya sifat perbuatan melawan hukum materiel oleh peradilan kita ditegaskan oleh Mahkamah Agung antara lain dalam keputusan No. 275K/Pid/1982 pada tanggal 15 Desember 1983 yang kemudian lebih dikenal sebagai perkara Natalegawa, sebagai terdakwa dalam perkara korupsi di Bank Bumi Daya, di dalam putusan tersebut Mahkamah Agung menegaskan bahwa sifat melawan hukum materiil (dalam fungsi positif) terpenuhi manakala menurut kepatutan dalam masyarakat, khususnya dalam perkara--perkara tindak pidana korupsi, apabila seorang pegawai negeri menerima fasilitas yang berlebihan serta keuntungan lainnya dari seorang lain dengan maksud agar pegawai negeri itu menggunakan kekuasaannya atau wewenangnya yang melekat pada jabatannya secara menyimpang (Wijayanto,2009).

Menurut Mahkamah Agung, perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tercela atau perbuatan yang menusuk perasaan hati masyarakat banyak. Sebaliknya, berdasarkan fungsi negatif kendatipun suatu perbuatan merupakan kejahatan yakni memenuhi unsur-unsur formal, tertuduh tidak dapat dipidana karena memenuhi rasa keadilan masyarakat. Pengertian ini dipertegas oleh Mahkamah Agung dalam Putusan No. 81K/Kr/1973 tanggal 16 Desember 1976 dalam perkara reboisasi hutan di Kabupaten Garut. Unsur

tindak pidana lainnya adalah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Pasal 20 Ayat (1) UU No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan tegas menetapkan bahwa selain manusia, korporasi juga dianggap sebagai subyek hukum. Disebutkan bahwa dalam tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya(Adji,2006).

Selanjutnya Ayat (2) pasal ini menyebutkan, tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. Ayat (3) menegaskan bahwa dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurusnya.

Di dalam perkara-perkara korupsi,

sering dipermasalahkan siapa sebenarnya yang dimaksud dengan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Pasal 1 Ayat (2) UU No. 31 / 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menjelaskan sebagai berikut : a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang tentang kepegawaian;

b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);

c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah;

d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah; atau

Page 11: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

134

e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.

Sedangkan yang dimaksud dengan Penyelenggara Negara diatur di dalam Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Mereka itu adalah : a. pejabat Negara pada lembaga tertinggi

Negara; b. pejabat Negara pada lembaga tinggi

Negara; c. menteri; d. gubernur; e. hakim; f. pejabat Negara yang lain sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

g. pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Darmawan,2002).

Strategi Pemberantasan Korupsi

Menurut pendapat Penulis strategi pemberantasan korupsi adalah telebih dahulu mengupayakan pencegahan tindak pidana korupsi di Banten dengan cara sebagai berikut : 1. Para kepala Daerah, kepala lembaga,

kepala institusi dan kepala SKPD mampu memberikan contoh dan ketauladanan yang baik tentang sikap dan prilaku yang anti korupsi dengan mentaati semua peraturan yang ada, melaksanakan Instruksi Presiden dan Peraturan Presiden, melaksanakan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 tahun

2014 tentang pedoman pembangunan Zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani di lingkungan instansi pemerintah yang menyebutkan bahwa, Zona Integritas merupakan predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik, serta reformasi birokrasi di lingkungan kerja yang menjadi tanggung jawabnya, yang diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh pegawainya. Untuk membangun dan mengimplementasikan program reformasi birokrasi secara baik pada tingkat unit kerja di lingkungan instansi pemerintah (K/L/Pemda), sehingga mampu menumbuh kembangkan budaya kerja birokrasi yang anti korupsi dan budaya birokrasi yang melayani publik secara baik, serta mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap birokrasi di lingkungan instansi pemerintah. Kegiatan ini bukan hanya sekedar setingan saja, bukan hanya sekedar membuat baner-baner saja, bukan hanya sekedar slogan-slogan saja, bukan hanya sekedar membuat laporan-laporan saja, padahal faktanya seluruh kepala daerah, seluruh pemimpin K/L/I malah lebih gila lagi dalam melakukan aksi tindak pidana korupsi. Para kepala dinas lebih hebat dan canggih lagi bagaimana mereka melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan barang dan jasa. Semua sudah tahu masalah itu. Sebab

Page 12: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

135

tidak ada satupun proyek pengadaan barang dan jasa yang tidak dikorupsi oleh kepala dinasnya. Cuma caranya saja yang berbeda-beda. Proses pengadaan barang dan jasa itu sepertinya saja transparan, di lelang, terbuka untuk umum. Faktanya semua sudah dikondisikan dengan baik dan dengan komitmen. Sungguh sangat lucu, mereka mendapatkan gaji dan tunjangan daerah yang sangat besar, diatas rata-rata sekitar (Rp. 50.000.000,-) atau lebih, belum gaji belum tunjangan lainnya, tetapi jika mindset mereka tetap korup ya tetap saja hasilnya korup.

2. Mengoptimalkan peranan para kiai, para tokoh, para guru dan civitas akademik. Provinsi Banten yang memiliki jumlah Ponpes yang legal dan tercatat di Kanwil Kemenag Provinsi Banten sebanyak 5.418 Ponpes yang tersebar di Kab. Pandeglang 1. 279, Kab. Lebak 2.045, Kab. Tangerang 673, Kota Tangerang 128, Kota Cilegon 48, Kota Serang 138 dan Kota Tangsel 80 Ponpes. Jika para kiai, para tokoh, para guru dan civitas akademik ini mampu berbuat dan memberikan keteladanan serta mampu mencetak para siswanya untuk selalu berbuat jujur dan berakhlakul karimah, maka akan lahirlah generasi muda yang jujur dan berintegritas serta selalu taat kepada perintah Allah dan RasulNya. Kemudian jika para tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat bisa memberikan keteladanan dan mau berbuat jujur serta berani memberantas korupsi, maka korupsi di Banten akan hilang. Masyarakat Banten akan hidup bahagia dan sejahtera sesuai dengan tujuan dan cita-cita Pancasila dan UUD 45. Kan aneh, jika sekolah banyak, pondok

pesantren banyak (ada disemua pelosok Banten), perguruan tinggi banyak, tetapi korupsi dan dinasti selalu tumbuh bersemi.

3. Menerapkan peraturan dan atau adat istiadat tentang korupsi dengan mencontoh sikap dan prilaku suku Baduy terutama Baduy Dalam. Dimana orang Baduy Dalam selalu menerapkan kejujuran dan tidak boleh berbohong kepada sesamanya terutama kepada pimpinannya atau puunnya, dan jika orang Baduy dalam berbohong (tidak jujur atau tidak melaksanakan aturannya), maka sanksinya adalah mereka harus dikeluarkan bersama keluarganya dari Baduy Dalam dan tidak akan pernah lagi bisa bersama.

4. Penegakan hukum yang mengedepankan keadilan, kepastian hukum dan bermanfaat serta memberikan sanksi hukum yang berat, baik sanksi sosial maupun yang lainnya.

5. Aparat penegak hukum jangan sekali-kali malah melakukan tindakan korupsi pada saat melakukan proses penegakan hukum terhadap pelaku koruptor (Penyidik Polri/Jaksa, Penuntut Umum dan juga Hakim), jual beli pasal pada penyidik, jual beli dakwaan pada Penuntut Umum dan jual beli putusan pada hakim, sebab jika hal ini terjadi sama saja seperti penghianatan yang sangat luar biasa kepada bangsa dan Negara. Para Penyidik, Jaksa, JPU dan Hakim harus betul-betul memiliki integritas yang sangat tinggi untuk melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi, sebagaimana sumpah dan janjinya, sebagaimana fakta integritas yang ditandatanganinya dan sebagaimana komitmennya. Jangan lagi ada sumpah dan fakta integritas itu hanya sekedar seremonial saja. Kalau

Page 13: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

136

kita lihat fakta yang sebenarnya, kan aneh, masa aparat penegak hukum tindak pidana korupsi begitu banyak yaitu ada Polri, Jaksa, KPK, Timtas Tipikor, Tim Saber Pungli, Tim Zona Integritas, Tim APIP dll, tetapi korupsi dan dinasti merajalela. Disamping itu peraturan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi begitu banyak dari zaman orla sampai dengan saat ini, tapi sungguh sangat aneh korupsi bukan tambah turun tetapi tambah lebih masif.

6. Rutan yang menjadi tempat tahanan para Koruptor tidak ada lagi bisa disogok atau disuap sehingga selalu memberikan fasilitas khusus kepada para tahanan koruptor dan atau tahanan lainnya, bahkan para tahanan koruptor hanya sekali-kali saja ada di ruang tahanan, itupun terjadi jika ada inspeksi (beberapa kali disiarkan oleh stasiun TV). Ini sangat melukai hati rakyat.

7. Semua lapisan masyarakat harus memiliki jiwa dan semangat yang sama untuk memberantas korupsi, sebab korupsi sangat berbahaya terhadap masyarakat maupun individu : a. Bahaya Korupsi terhadap

Masyarakat dan Individu Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan selfishness. Tidak akan ada kerja sama dan persaudaraan yang tulus. Fakta

empirik dari hasil penelitian di banyak Negara dan dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain.8 Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau kemuliaan dalam masyarakat. Theobald menyatakan bahwa korupsi menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism. Chandra Muzaffar menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berpikir tentang dirinya sendiri semata-mata. Jika suasana iklim masyarakat telah tercipta demikian itu, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.

b. Bahaya Korupsi terhadap Generasi Muda. Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-hari, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa

Page 14: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

137

(atau bahkan budaya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Jika generasi muda suatu bangsa keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan bangsa tersebut.

c. Bahaya Korupsi terhadap Politik.

Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut, akibatnya mereka tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka. Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain- lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter)13 atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat. Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia.

b. Bahaya Korupsi Bagi Ekonomi Bangsa.

Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu proyek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan proyek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelapan dalam pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.17 Penelitian empirik oleh Transparency International menunjukkan bahwa korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri, karena para investor akan berpikir dua kali untuk membayar biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya keamanan kepada pihak keamanan agar investasinya aman dan lain-lain biaya yang tidak perlu). Sejak tahun 1997, investor dari Negara-Negera maju (Amerika, Inggris dan lain-lain) cenderung lebih suka menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) kepada Negara yang tingkat korupsinya kecil.

c. Bahaya Korupsi Bagi Birokrasi

Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan berkualitas akan tidak

Page 15: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

138

pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat (Chapra,1995).

Sedangkan menurut Andi Hamzah (2005:249), strategi pemberantasan korupsi bisa disusun dalam tiga tindakan terprogram, yaitu Prevention, Public Education dan Punishment. Prevention ialah pencerahan untuk pencegahan; Publik Education, yaitu pendidikan masyarakat untuk menjauhi korupsi dan Punishment, adalah pemidanaan atas pelanggaran tindak pidana korupsi (Hamzah,1991). 1. Strategi Preventif

Strategi Preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Konvensi PBB Anti Korupsi, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), menyepakati langkah-langkah untuk mencegah terjadinya korupsi. Masing- masing Negara setuju untuk: “...mengembangkan dan menjalankan kebijaksanaan anti- korupsi terkoordinasi dengan mempromosikan partisipasi masyarakat dan menunjukkan prinsip-prinsip supremasi hukum, manajemen urusan publik dan properti publik dengan baik, integritas, transparan, dan akuntabel, ... saling bekerjasama untuk mengembangkan langkah-langkah yang efektif untuk pemberantasan korupsi”. Sebagai upaya pencegahan korupsi,

Konvensi menegaskan tujuannya yaitu, (a) mempromosikan dan memperkuat langkah-langkah guna mencegah dan memerangi korupsi secara lebih efisien dan efektif; (b) untuk mempromosikan bantuan dan dukungan kerjasama internasional dan bantuan teknis dalam pencegahan dan perang melawan korupsi termasuk dalam pemulihan aset; (c) Untuk mempromosikan integritas, akuntabilitas dan manajemen urusan publik dan properti publik dengan baik (Poerwadarminta, 1982).

Dalam konteks Indonesia, langkah-langkah preventif terhadap korupsi dapat dilakukan dengan cara: (a) Penguatan fungsi dan peran lembaga legislatif; (b) Penguatan peran dan fungsi lembaga peradilan; (c) Membangun Kode Etik di sektor publik; sektor Parpol, Organisasi Politik, dan Asosiasi Bisnis; (d) Mengkaji sebab-sebab terjadinya korupsi secara berkelanjutan; (e) Penyempurnaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri; (f) Pengharusan pembuatan perencanaan strategis dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah; (g) Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen; (h) Penyempurnaan manajamen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN); (i) Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat; (j) Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional (Muzaffar,1998).

2. Public Education

Public education atau pendidikan anti korupsi untuk rakyat perlu digalakkan untuk membangun mental anti-korupsi. Pendidikan anti-korupsi ini bisa dilakukan melalui berbagai pendekatan, seperti pendekatan agama, budaya, sosioal, ekonomi, etika, dsb.

Page 16: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

139

Adapun sasaran pendidikan anti-korupsi secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi dua: (a) Pendidikan anti korupsi bagi aparatur

pemerintah dan calon aparatur pemerintah.

(b) Public education anti korupsi bagi masyarakat luas melalui lembaga-lembaga keagamaan, dan tokoh-tokoh masyarakat. Semua itu dilakukan untuk meningkatkan moral anti korupsi. Publik perlu mendapat sosialisasi konsep-konsep seperti kantor publik dan pelayanan publik berikut dengan konsekuensi-konsekuensi tentang biaya-biaya sosial, ekonomi, politik, moral, dan agama yang diakibatkan korupsi (Mohamad, 1986).

3. Strategi Punishment: Strategi punishment adalah tindakan

memberi hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dibandingkan Negara-Negara lain, Indonesia memiliki dasar hukum pemberantasan korupsi paling banyak, mulai dari peraturan perundang-undangan yang lahir sebelum era eformasi sampai dengan produk hukum era reformasi; tetapi pelaksanaannya kurang konsisten sehingga korupsi tetap subur di negeri ini.

SIMPULAN 1. Kesimpulan

Banten yang memiliki keunggulan sumber daya manusia yang luar biasa yaitu tumbuh suburnya para Kiai, Santri, dan juga lainnya serta memiliki potensi perekonomian yang sangat baik dan letaknya yang sangat strategis, harusnya Banten menjelma menjadi Provinsi yang mandiri, maju, hebat dan rakyatnya makmur/sejahtera. Namun kenyataannya, karena adanya politik dinasty dan tumbuhnya para mafia, sehingga Banten menjadi provinsi

yang lamban maju dan bahkan menjadi sarangnya korupsi. Oleh karena itu usaha pemberantasan korupsi memerlukan komitmen yang kuat, ikhlas dan tulus dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh lapisan masyarakat dan yang terpenting lagi adalah adanya contoh dan keteladanan dari seluruh pemimpin K/L/I dan juga para tokoh masyarakat. Tanpa komitmen dan keteladanan itu, usaha pemberantasan korupsi akan ” SIA-SIA”.

2. Rekomendasi

Sekurang-kurangnya, terdapat lima macam kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah, penegak hukum dan masyarakat untuk memberantas korupsi secara efektif: a. Mengubah kebijakan publik atau

kebijakan administratif penyelenggaraan negara yang mendorong orang untuk berbuat korup. Seperti dengan menyederhanakan prosedur administrasi pelayanan publik; memotong rantai pungli; menata kembali sistem administrasi akuntabilitas keuangan yang selama ini hanya dilihat dari adanya “hitam di atas putih”. Padahal yang ada “hitam di atas putih”-nya belum tentu semua benar. Menekankan akan pentingnya memiliki integritas yang baik. Krisis integritas berakar dari kemiskinan makna hidup, krisis percaya diri, kelemahan iman, krisis tujuan hidup, baik dalam konteks pribadi, keluarga atau masyarakat. Sebaliknya sikap orang berintegritas berdasarkan pada keyakinan atas nilai-nilai kebenaran yang hakiki, bukan pada pembenaran ambisi.

b. Menata kembali struktur penggajian

Page 17: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

140

dan insentif yang berlaku pada lembaga- lembaga pemerintah dengan menaikkan gaji pegawai dan meminimalisir ruang bagi pegawai untuk melakukan perbuatan korupsi.

c. Mereformasi lembaga-lembaga hukum untuk menciptakan penegakan hukum (law enforcement) dan memperkuat rule of law. Harus ada kerjasama yang sinergis antara lembaga penegak hukum, seperti Polri, Kejaksaan, Lembaga Peradilan, Rutan dan seluruh K/L/I dan KPK. Jangan sampe terjadi penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan lembaga/institusinya.

d. Meminimalisir terjadinya politik dinasty dan memberdayakan fungsi kontrol/pengawasan yang ketat, dengan cara: pertama, memperkuat kelembagaan dan mekanisme kontrol resmi untuk memonitor para pegawai, pejabat dan politisi. Kedua, meningkatkan tekanan publik agar lembaga dan mekanisme kontrol bisa berfungsi baik. Ini memerlukan reformasi struktur politik kenegaraan dan partai politik serta lingkungan sosial yang memungkinkan publik untuk dapat melakukan kontrol. Fungsi ini dapat dijalankan melalui kebebasan pers dan transparansi pemerintah dan birokrasi dalam proses pengambilan keputusan.

e. Meningkatkan moralitas antikorupsi melalui public education baik secara formal melalui diklat-diklat antikorupsi kepada aparaur pemerintah, maupun secara non- formal kepada tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat serta melalui

publikasi dan promosi antikorupsi. DAFTAR PUSTAKA Aditjondro, George Junus, Korupsi

kepresidenan; Reproduksi oligarki berkaki tiga,istana, tangsi, dan partai penguasa. Yogyakarta: Elkis, 2006.

Alatas, S.H., Korupsi: sifat, sebab dan fungsi;

Penerjemah, Nirwono, Jakarta: LP3ES, 1987.

Bayley, David H., “Akibat-akibat korupsi pada

bangsa-bangsa sedang berkembang”, dalam Bunga rampai korupsi; Penyunting, Muchtar Lubis dan James C. Scott., Jakarta: LP3ES, 1995.

Baderani, H., Percepatan pemberantasan

korupsi: Bahan ajar diklat Prajabatan Golongan III Ex. Honorer. Banjarbaru: Badan Pendidikan dan pelatihan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, 2007.

Fahman, Mundzar, Kiai dan korupsi: Adil

rakyat, Kiai dan Pejabat dalam korupsi.

Surabaya: Jawa Pos Press, 2004. Gunawan,

Ilham., Postur korupsi di Indonesia: Tinjauan yuridis, sosiologis, budaya dan politis. Bandung: Angkasa, 1993.

Hamzah, Jur. Andi., Pemberantasan korupsi

melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Page 18: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

141

Hehaahua, Abdullah., “Pemberantasan Korupsi Harus Simultan”, “Kata Pengentar”, dalam Rafi, Abu Fida’ Abdur., Terapi penyakit korupsi dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Jakarta: Republika, 2004.

Indonesia. Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

-------, Undang-Undang RI Nomor 201

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

-------, Undang-Undang RI Nomor 30 tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Johnston, Michael., “Konsekuensi politik dari

korupsi: suatu penilaian kembali”, dalam Korupsi politik; Penyunting, Mochtar Lubis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993.

Klitgaard, Robert., Membasmi korupsi;

Penerjemah, Hermoyo. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.

Lembaga Administrasi Negara, Percepatan

pemberantasan korupsi: Modul diklat Prajabatan Gol. III Eks Honorer. Jakarta: LAN, 2007.

Maheka, Arya. Mengenali dan memberantas

korupsi. Jakarta: KPK, (t.t.).

McWalters, SC. Memerangi korupsi: sebuah peta jalan unutk Indonesia; Penerjemah, Joko Pitono, Nurul Retno Hapsari, Yenny Arghanty. Surabaya: JPBooks, 2006.

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial

dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2010), hlm.29.

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2009,

Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Malang, Alumni, hal. 9

Nasharuddin Baidan& Erwati Aziz, Etika

islam dalam Berbisnis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014, h. 126

Sudarto, Pemberantasan Korupsi, sinar

grafika hal. 129 Mubyarto, Tahun 1980, Hal 60. Suyatno,

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme , Pustaka Harapan, 2005. Hal 12

Ridwan Zachrie Wijayanto, Korupsi

Mengorupsi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009

Indriyanto Seno Adji, Korupsi Dan

Pembalikan Beban Pembuktian , Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum “Prof Oemar Seno Adji, SH & Rekan, Jakarta, 2006.

Prinst, Darwan. Ibid, 2002 hlm 13 M. Umer

Chapra, Islam and Economic Challenge, USA: IIIT dan The Islamic Foundation, (1995), hlm. 220.

Andi Hamzah, 1991, Korupsi di Indonesia dan

Pemecahannya, PT. Gramedia Pustaka UTama, Jakarta, hlm. 7.

Page 19: BANTEN SURGANYA PARA KIAI, POLITIK DINASTI DAN MAFIA …

Jurnal Ilmiah Niagara, Volume 13 Nomor 1 Juni 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

142

WJS Poerwadarminta, 1982, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 524.

Fethi Ben Jomaa dari Chandra Muzaffar,

1998, New Straits Time, 23 Mei 1998, hlm. 8.

Mahathir Mohamad, 1986, The Challenge,

Kuala Lumpur: Pelanduk Publication Sdn. Bhd., hlm. 143; Syed Hussein Alatas, 1999, op.cit., hlm. 62-65