Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

7
Misa Latin Tradisional BANGKITNYA KEMBALI MISA TRIDENTINA !! Sejak berakhirnya Konsili Vatikan II tahun 1969, Paus Paulus VI yang merupakan salah satu dari empat Paus (Patriakh) yang memimpin Konsili Vatikan II mempromulgasikan Misa Novus Ordo (Forma Ordinary Mass- forma misa yang umum dipakai saat ini-) sebagai format misa untuk “menggantikan” Forma Misa Latin Tradisional (Forma Extraordinary Mass) yang sudah dipromulgasikan sejak dari Konsili Trente tahun 1545-1563 , sehingga Misa Latin Tradisional ini sering disebut juga sebagai Misa Trindentina, mengadopsi dari Konsili Trente. Berikut beberapa sebutan untuk Misa Forma Extrordinary yaitu Traditional Latin Mass, Clasical Rite, Usus Antiquor, The Mass of the Ages, The Latin Mass dan Trindentine Mass. Misa Tridentina (Tridentine Mass) adalah tata cara perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja Roma sebelum Konsili Vatikan II. Liturgi Misa Tridentina sendiri telah masuk dalam edisi 1570- 1962 didalam Roman Missal, berdasarkan Bulla Quo Primus oleh Paus Pius V. Meski dipromulgasikan dari tahun 1545, Misa Trindentina tidaklah memasukkan praktek baru yang berbeda dengan tradisi penyembahan yang telah berlangsung secara organik di Roma dan Negara-negara Eropa sejak tahun 300-an. Dikutip dari blog Katolisitas-Indonesia, secara umum terdapat dua perbedaan secara ordinary (bagian yang tidak berubah) dan proper (bagian yang berubah) antara Misa Tridentina dan Novus Ordo. Pertama, secara ordinari dapat dilihat dengan jelas bahwa Misa Tridentina begitu banyak memohon doa dari para Malaikat dan orang kudus (seperti yang tercantum dalam doa tobat „versi Tridentina‟) dan banyak pula mengisi hampir dari struktur Perayaan Ekaristi dengan doa-doa yang diambil dari kitab Mazmur (seperti doa dikaki Altar) dan dinyatakan begitu ekspresif oleh pelayan Liturgi. Sedangkan dalam Misa Novus Ordo, Perayaan Ekaristi begitu terfokus kepada Allah Trinitas dan amat sedikit menyebut nama Maria, para Malaikat dan orang kudus meskipun tidak seluruhnya dan terkesan bahwa Novus Ordo lebih sederhana daripada

description

Tridentine

Transcript of Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

Page 1: Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

Misa Latin Tradisional

BANGKITNYA KEMBALI MISA TRIDENTINA !!

Sejak berakhirnya Konsili Vatikan II tahun 1969, Paus Paulus VI yang

merupakan salah satu dari empat Paus (Patriakh) yang memimpin Konsili Vatikan II

mempromulgasikan Misa Novus Ordo (Forma Ordinary Mass- forma misa yang umum

dipakai saat ini-) sebagai format misa untuk “menggantikan” Forma Misa Latin

Tradisional (Forma Extraordinary Mass) yang sudah dipromulgasikan sejak dari Konsili

Trente tahun 1545-1563 , sehingga Misa Latin Tradisional ini sering disebut juga

sebagai Misa Trindentina, mengadopsi dari Konsili Trente. Berikut beberapa sebutan

untuk Misa Forma Extrordinary yaitu Traditional Latin Mass, Clasical Rite, Usus

Antiquor, The Mass of the Ages, The Latin Mass dan Trindentine Mass. Misa Tridentina

(Tridentine Mass) adalah tata cara perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja Roma

sebelum Konsili Vatikan II. Liturgi Misa Tridentina sendiri telah masuk dalam edisi 1570-

1962 didalam Roman Missal, berdasarkan Bulla Quo Primus oleh Paus Pius V. Meski

dipromulgasikan dari tahun 1545, Misa Trindentina tidaklah memasukkan praktek baru

yang berbeda dengan tradisi penyembahan yang telah berlangsung secara organik di

Roma dan Negara-negara Eropa sejak tahun 300-an.

Dikutip dari blog Katolisitas-Indonesia, secara umum terdapat dua perbedaan

secara ordinary (bagian yang tidak berubah) dan proper (bagian yang berubah) antara

Misa Tridentina dan Novus Ordo. Pertama, secara ordinari dapat dilihat dengan jelas

bahwa Misa Tridentina begitu banyak memohon doa dari para Malaikat dan orang

kudus (seperti yang tercantum dalam doa tobat „versi Tridentina‟) dan banyak pula

mengisi hampir dari struktur Perayaan Ekaristi dengan doa-doa yang diambil dari kitab

Mazmur (seperti doa dikaki Altar) dan dinyatakan begitu ekspresif oleh pelayan Liturgi.

Sedangkan dalam Misa Novus Ordo, Perayaan Ekaristi begitu terfokus kepada Allah

Trinitas dan amat sedikit menyebut nama Maria, para Malaikat dan orang kudus

meskipun tidak seluruhnya dan terkesan bahwa Novus Ordo lebih sederhana daripada

Page 2: Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

dari Misa Tridentina. Sedangkan secara proper, pada Misa Tridentina hanya terdapat

dua bacaan, satu dari surat- surat para Rasul di Perjanjian Baru (contoh Kisah Para

Rasul, Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Tesalonika) dan satu lagi yang diambil

dari ke 4 kisah Injil. Misa Tridentina pun hanya menggunakan satu siklus bacaan

setahun. Sedangkan pada Novus Ordo, dalam Perayaan Ekaristi mingguan terdapat 3

bacaan, satu dari Perjanjian Lama, kedua dari surat-surat para Rasul dalam Perjanjian

Baru dan ketiga diambil dari ke 4 Kisah Injil dan didalam Misa Novus Ordo terdapat tiga

jenis siklus bacaan (Tahun A,B,C) yang digilir dalam selang 3 tahun. Hal ini untuk

mendukung penyesuaian kalender liturgis agar sesuai dengan masa/ perayaan yang

sedang diperingati secara keseluruhan. Mengenai tata cara hadap-imam dalam

Perayaan Ekaristi yang dalam Forma Tridentina, imam menghadap ke

Timur/Tabernakel/Ad Orientem sedangkan dalam Novus Ordo, imam menghadap ke

arah umat beriman.

Paus Emeritus Benediktus XVI melalui Summorum Pontificum tahun 2007 juga

memberikan kemungkinan kepada perayaan misa dengan cara Misa Tridentine

(menurut Paus Pius V, 1570). Seperti yang ditegaskannya “Karena itu, adalah diijinkan

untuk merayakan Kurban Misa mengikuti edisi tipikal dari Misa Roma, yang

dipromulgasikan oleh Beato Yohanes XXIII pada 1962 dan tidak pernah

dibatalkan (abrogated), sebagai suatu bentuk luarbiasa dari Liturgi

Gereja.”Yang artinya adalah, Misa Tridentina dan Novus Ordo merupakan kekayaan

luar biasa Liturgi Gereja dalam Ritus Romawi, walaupun dirayakan dengan ekspresi

yang berbeda, namun keduanya berasal dari ritus Romawi yang sama. Karena kedua

perayaan Ekaristi yang berasal dari zaman Kristus dan para Rasul. Namun enam

tahun sejak Paus Emeritus Benediktus XVI mengeluarkan Motu Proprio Summorum

Pontificum dan masih sangat banyak keuskupan, terutama di Indonesia, masih belum

mendorong umat untuk mengenal Misa Tridentin, masih belum mempromosikan Misa

Tridentin lebih luas lagi, masih belum mengajarkan para seminaris dan imam untuk

merayakan Misa Tridentin.

Meski belum banyak dipromosikan secara luas, palaksanaan Misa Tridentina

ternyata sudah berjalan cukup rutin di Keusukupan Agung Bandung. Dimulai sejak

Page 3: Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

tahun 2010 ternyata antusiasme umat Katolik cukup baik dari setiap kali diadakan misa.

Tidak hanya berasal dari kota Bandung dan sekitarnya umat yang hadir namun dari

beberapa kota di pulau Jawa hingga luar Jawa pun menyempatkan untuk hadir dalam

perayaan Misa Tridentina. Kemegahan dan kekidmatan dari Misa Trindetina ternyata

cukup menarik bagi sejumlah umat Katolik terutama kaum muda. Pengalaman inderawi

yang kaya saat menghadiri Misa dan perbendaharaan music sakral Gregorian Chant

(Kidung Gregorian) yang bernilai seni tinggi tampaknya mengingatkan semua bahwa

liturgi suci ini menjadi pendahulu dari Liturgi Surgawi kita yang akan dirayakan di

Yerusalem Baru di akhir jaman.

Pada bulan Januari 2015 lalu, tepatnya tanggal 25 yang bertepatan dengan Misa

Hari Minggu Ketiga Setelah Epifani (Dominica Tertia Post Epiphania) diadakan Misa

Forma Ekstraordinaria atau Misa Tridentina di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus

Ganjuran, meski sebenarnya bukan merupakan kali pertama diadakan di Yogyakarta,

karena pada tahun 2011 bulan Februari pernah dilakukan Misa Tridentina di Kapel RS

Panti Rapih, misa Latin Tradisional (sebutan lain untuk Misa Tridentina.ed) yang

dipimpin oleh Romo Matheus Yosep Riawinarto dapat berjalan dengan baik. Dibalik

kesibukan beliau sebagai pengajar di Seminari Menengah Metoyudan dan imam

diosesan Paroki Albertus Magnus Jetis Yogyakarta ternyata masih dapat

menyempatkan untuk menyelenggarakan Kurban Kudus yang begitu kaya akan tradisi

agung Gereja. Dibantu oleh berbagai pihak, mulai dari kelompok paduan suara

KOMPAG (Komunitas Pandemen Gregorian) Yogyakarta yang berkolaborasi dengan

SCGB (Schola Cantorum Gregorianum Bandungensis) dari Keuskupan Bandung serta

rekan-rekan muda Katolik dari berbagai Paroki di Solo, Semarang, dan Paroki

Keuskupan Purwokerto bahkan dari Pontianak semakin menjadikan penyelenggaraan

Misa Tridetina di Gereja Ganjuran semakin meriah. Alasan dipilih Gereja Ganjuran

karena setelah dilakukan pemugaran bangunan lama, ternyata masih menyisakan

kondisi altar lama yang memang pada masa lalu digunakan untuk mempersembahkan

Misa Tridentina sehingga tidak terlalu banyak merubah kondisi altar ketika hendak

dipakaikembali untuk MisaNovus Ordo.

Page 4: Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

Bukan hal yang mudah memang ketika hendak memulai mengadakan Misa

Forma Ekstraordinaria dalam situasi umat yang sudah hampir asing mendengarnya.

Apalagi didalam mencari imam selebran yang juga tidak mudah dikarenakan kesibukan

dan pengalaman yang kurang tentang misa tersebut dari bebrapa imam Katolik.

Beberapa perlengkapan misa seperti Vesmen (jubah Imam), buku panduan Misa dan

umat yang berbahasa Latin (wajib) sempat menjadi kendala. Namun hal tersebut pada

akhirnya dapat teratasi. Berkat bantuan dari rekan-rekan di Jakarta, buku panduan yang

berbahasa Latin dan Mantila (kerudung untuk umat wanita) dapat dipenuhi. Tidak

disangka ternyata umat yang hadir melebihi ekspetasi. Diperkirakan hampir 1000 umat

yang hadir dan tentu saja menjadikan rekan-rekan penyelenggara semakin yakin bahwa

Misa Tridentina yang meski sudah lama “terbengkalai” pada dasarnya masih memiliki

daya pikat yang cukup tinggi diantara umat beriman. Kesakralan dan kekhusukan yang

muncul dari misa forma “jadul” ini tentu menjadi angin sejuk dalam diri umat yang

semakin hari disuguhkan praktik-praktik abuse atau pelanggaran Liturgi (seperti di

Ekaristi Kaum Muda, Misa Komunitas Karismatik) dan inkulturasi kebablasan yang tidak

sesuai amanat Konsili Vatikan II diberikan kepada umat dalam setiap Perayaan Liturgi.

Mengutip dari Indonesianpapist.com tentang perlunya mempopulerkan kembali

Misa Tridentina, Uskup Agung Alexander Sample dari Keuskupan Agung Portland

dalam Sacra Liturgia 2013 memberikan pemaparan bahwa Summorum Pontificum yang

dikeluarkan oleh Paus Benediktus XVI untuk mendorong perayaan Misa Tridentina lebih

umum dan luas adalah “salah satu hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh Gereja

dalam mendukung pembaharuan liturgi.” Beliau melanjutkan bahwa “Misa Tridentina

adalah batu loncatan untuk bergerak maju dengan pembaharuan terhadap

pembaharuan Liturgi. Mengizinkan penggunaan bentuk Tridentina lebih luas tidak

hanya untuk mendamaikan individu-individu dan kelompok-kelompok yang tidak puas

dengan pembaharuan Liturgi sekarang ini, tetapi juga mendamaikan seluruh Gereja

dengan masa lalu Gereja. Saya hendak mendesak para uskup untuk membiasakan diri

mereka sendiri dengan Misa Tridentin sebagai sarana untuk mendapatkan formasi

liturgis mereka yang lebih dalam dan sebagai poin referensi yang dapat diandalkan

untuk mewujudkan pembaharuan Liturgi di dalam Gereja lokal (keuskupan). Uskup juga

seharusnya mendorong para seminarisnya untuk membiasakan diri mereka dengan

Page 5: Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

Misa Tridentina.” Para uskup di Indonesia perlu melihat kepada Misa Tridentin sebagai

batu loncatan, salah satu kunci penting, dalam melaksanakan pembaharuan Liturgi

yang otentik seturut amanat Konsili Vatikan II. Para imam pun hendaknya turut

berperan melalui inisiatifnya sendiri untuk mengetahui, mengenal, mempelajari dan

membiasakan dirinya sendiri dengan Misa Tridentina sehingga pada waktunya di mana

mereka siap, mereka dapat mempersembahkan Misa Tridentina. Para uskup dan imam

juga umat dipanggil untuk mencintai Misa Tridentin, harta kekayaan Gereja yang sangat

besar.

Mengutip kembali dari Indonesianpapist.com bahwa Misa Tridentina bukan

sekadar nostalgia masa lalu bagi orang-orang tua yang pernah merasakannya. Tidak

sedikit orang muda Katolik ingin dapat merasakan dan ditarik lebih dalam kepada Misa

Tridentin ini. Dan bagi Kardinal Ratzinger (Paus Emeritus Benediktus XVI), kehadiran

Misa Tridentin merupakan benteng penghalang terhadap pelanggaran-pelanggaran

Liturgi pada Misa Novus Ordo yang diakibatkan oleh kreativitas liar para uskup, imam

dan umat. Mengapa? Karena dalam Perayaan Misa Tridentina ini, para tertahbis dan

umat itulah yang harus menyesuaikan dirinya, mengarahkan hati dan kehendak

bebasnya, menyangkal selera pribadinya di hadapan Allah. Hal yang berbeda dengan

kebanyakan Misa Novus Ordo yang berisi pelanggaran Liturgi di mana justru Misa

Kudus yang disesuaikan dengan selera, keinginan, perasaan, dan ego para tertahbis

dan umat.

Akhir kata, Semoga minat umat dan kaum tertahbis akan Misa Tridentina di

Indonesia, khususnya di Yogyakarta semakin besar. Sehingga perayaan misa ini bisa

secara rutin terselenggara di tiap Paroki yang ada di Keuskupan Agung Semarang dan

Misa Tridentina di Ganjuran awal tahun 2015 menjadi awal yang baik untuk tahun-tahun

kedepan untuk memulai kembali “nguri-uri kabudayan“ luhur Gereja Katolik. Sehingga

kekayaan Gereja baik Novus Ordo maupun Tridentine Mass dapat bersama

berkembang dan berjalan sesuai tujuan utama yaitu sebagai rangkaian penghormatan

dan penyembahan akan Kurban Suci Tuhan kita Yesus Kristus sebagai sang

penebusan dosa. Salam Extra Ecclesiam Nulla Salus!!!

Page 6: Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

Diolah dari berbagai sumber: http://www.indonesianpapist.com, http://katolisitas-indonesia.blogspot.com,

https://luxveritatis7.wordpress.com, http://www.missalatina.org

( Umat mulai berdatangan ntuk mengahadiri Misa Tridentina gajuran . Foto : Yohanes Dwi )

Page 7: Bangkitnya Misa Tridentina Di Yogja

( Umat menerima Komuni Mulut dalam Misa Tridentina Ganjuran . Foto : Yohanes Dwi I)

( Imam Selebran sedang mempersembahkan Kuraban Ekaristi dalam Misa Tridentina Ganjuran . Foto : Yohanes

Dwi I)