Balon Intraaorta untuk Pasien Infark Miokard dengan Syok ... Terkini-Balon Intraaorta... · dengan...

2
518 BERITA TERKINI CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 hipotesis bahwa IABP dibandingkan dengan terapi terbaik yang tersedia, menurunkan tingkat kematian pasien infark miokard akut dengan komplikasi syok kardiogenik yang telah direncanakan revaskularisasi dini. Pasien yang disertakan di penelitian ini adalah mereka yang mengalami infark miokard akut (dengan atau tanpa elevasi segmen ST) dengan komplikasi syok kardiogenik dan telah direncanakan untuk revaskularisasi dini (dengan PCI atau CABG). Pasien dianggap mengalami syok kardiogenik jika tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg selama lebih dari 30 menit atau memerlukan infus katekolamin untuk menjaga tekanan sistolik di atas 90 mmHg, mempunyai tanda klinis bendungan paru, dan perfusi organ akhir yang terganggu. Diagnosis perfusi organ akhir yang terganggu harus memenuhi paling sedikit satu dari tanda berikut: perubahan status mental, dingin, kulit dan ekstremitas lembab, oliguria dengan keluaran urin kurang dari 30 ml per jam, atau kadar laktat serum lebih tinggi dari 2,0 mmol per liter. Pasien tidak memenuhi syarat penelitian ini bila mereka telah diresusitasi lebih dari 30 menit, tidak memiliki aksi jantung intrinsik, dalam keadaan koma dengan dilatasi pupil menetap yang tidak diinduksi obat, memiliki penyebab mekanik syok kardiogenik (seperti defek septal ventrikuler atau ruptur otot papiler), onset syok lebih dari 12 jam sebelum skrining, embolisme paru masif, penyakit arteri perifer berat yang menghalangi penyisipan IABP, regurgitasi aorta lebih dari grade II (pada skala I sampai IV, grade lebih tinggi menandakan regurgitasi lebih berat), umur lebih dari 90 tahun, dalam keadaan syok sebagai hasil kondisi di luar infark miokard akut, mempunyai penyakit penyerta berat dengan harapan hidup kurang dari 6 bulan. Seluruh pasien atau wakil yang sah secara hukum mengisi informed consent. Pasien yang memenuhi syarat diacak dengan perbandingan 1:1, antara pasien yang menjalani IABP atau tanpa IABP (kelompok kontrol). Pengacakan dilakukan secara terpusat dengan program berbasis internet. Balon Intraaorta untuk Pasien Infark Miokard dengan Syok Kardiogenik T ingkat kematian pada pasien-pasien dengan syok kardiogenik sebagai komplikasi infark miokard akut cukup tinggi bahkan setelah dilakukan revaskularisasi dini dengan percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass grafting (CABG). Intraaortic balloon counterpulsation adalah bentuk bantuan hemodinamik yang paling sering diberikan pada pasien infark miokard akut dengan komplikasi syok kardiogenik. Berdasarkan panduan Eropa dan Amerika Serikat, penggunaan balon intraaorta pada terapi syok kardiogenik diklasifikasikan kelas IB dan IC. Namun, bukti ilmiahnya hanya diambil dari rekam medis dan masih kurang percobaan acak yang mendukung. Metaanalisis yang dimasukkan hanya penelitian kohort yang menyatakan bahwa penggunaan pompa balon intraaorta dihubungkan dengan penurunan sebesar 11% risiko kematian. Pada penelitian penggunaan pompa balon intraaorta pada syok kardiogenik (IABP- SHOCK) yang melibatkan hanya 45 pasien, tidak ada perbedaan signifikan dalam hal keparahan penyakit (skor APACHE II) antara pasien yang diberi IABP dengan kelompok kontrol yang menerima pelayanan standar, meskipun kadar BNP serial menurun secara signifikan pada kelompok IABP. Bukti yang tidak meyakinkan tersebut mungkin menjadi penjelasan mengapa penggunaan IABP hanya 25-40% pasien syok kardiogenik, tidak sesuai dengan yang direkomendasikan. Percobaan IABP-SHOCK II merupakan peneliti- an multisenter dan acak, dibuat untuk menguji

Transcript of Balon Intraaorta untuk Pasien Infark Miokard dengan Syok ... Terkini-Balon Intraaorta... · dengan...

Page 1: Balon Intraaorta untuk Pasien Infark Miokard dengan Syok ... Terkini-Balon Intraaorta... · dengan syok kardiogenik komplikasi dari infark miokard akut, yang telah direncanakan revaskularisasi

518

BERITA TERKINI

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013

hipotesis bahwa IABP dibandingkan dengan terapi terbaik yang tersedia, menurunkan tingkat kematian pasien infark miokard akut dengan komplikasi syok kardiogenik yang telah direncanakan revaskularisasi dini.

Pasien yang disertakan di penelitian ini adalah mereka yang mengalami infark miokard akut (dengan atau tanpa elevasi segmen ST) dengan komplikasi syok kardiogenik dan telah direncanakan untuk revaskularisasi dini (dengan PCI atau CABG). Pasien dianggap mengalami syok kardiogenik jika tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg selama lebih dari 30 menit atau memerlukan infus katekolamin untuk menjaga tekanan sistolik di atas 90 mmHg, mempunyai tanda klinis bendungan paru, dan perfusi organ akhir yang terganggu. Diagnosis perfusi organ akhir yang terganggu harus memenuhi paling sedikit satu dari tanda berikut: perubahan status mental, dingin, kulit dan ekstremitas lembab, oliguria dengan keluaran urin kurang dari 30 ml per jam, atau kadar laktat serum lebih tinggi dari 2,0 mmol per liter.

Pasien tidak memenuhi syarat penelitian ini bila mereka telah diresusitasi lebih dari 30 menit, tidak memiliki aksi jantung intrinsik, dalam keadaan koma dengan dilatasi pupil menetap yang tidak diinduksi obat, memiliki penyebab mekanik syok kardiogenik (seperti defek septal ventrikuler atau ruptur otot papiler), onset syok lebih dari 12 jam sebelum skrining, embolisme paru masif, penyakit arteri perifer berat yang menghalangi penyisipan IABP, regurgitasi aorta lebih dari grade II (pada skala I sampai IV, grade lebih tinggi menandakan regurgitasi lebih berat), umur lebih dari 90 tahun, dalam keadaan syok sebagai hasil kondisi di luar infark miokard akut, mempunyai penyakit penyerta berat dengan harapan hidup kurang dari 6 bulan. Seluruh pasien atau wakil yang sah secara hukum mengisi informed consent.

Pasien yang memenuhi syarat diacak dengan perbandingan 1:1, antara pasien yang menjalani IABP atau tanpa IABP (kelompok kontrol). Pengacakan dilakukan secara terpusat dengan program berbasis internet.

Balon Intraaorta untuk Pasien Infark Miokard dengan Syok Kardiogenik

Tingkat kematian pada pasien-pasien dengan syok kardiogenik sebagai komplikasi infark miokard akut

cukup tinggi bahkan setelah dilakukan revaskularisasi dini dengan percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass grafting (CABG).

Intraaortic balloon counterpulsation adalah bentuk bantuan hemodinamik yang paling sering diberikan pada pasien infark miokard akut dengan komplikasi syok kardiogenik. Berdasarkan panduan Eropa dan Amerika Serikat, penggunaan balon intraaorta pada terapi syok kardiogenik diklasifi kasikan kelas IB dan IC. Namun, bukti ilmiahnya hanya diambil dari rekam medis dan masih kurang percobaan acak yang mendukung. Metaanalisis yang dimasukkan hanya penelitian kohort yang

menyatakan bahwa penggunaan pompa balon intraaorta dihubungkan dengan penurunan sebesar 11% risiko kematian. Pada penelitian penggunaan pompa balon intraaorta pada syok kardiogenik (IABP-SHOCK) yang melibatkan hanya 45 pasien, tidak ada perbedaan signifi kan dalam hal keparahan penyakit (skor APACHE II) antara pasien yang diberi IABP dengan kelompok kontrol yang menerima pelayanan standar, meskipun kadar BNP serial menurun secara signifi kan pada kelompok IABP. Bukti yang tidak meyakinkan tersebut mungkin menjadi penjelasan mengapa penggunaan IABP hanya 25-40% pasien syok kardiogenik, tidak sesuai dengan yang direkomendasikan.

Percobaan IABP-SHOCK II merupakan peneliti-an multisenter dan acak, dibuat untuk menguji

Page 2: Balon Intraaorta untuk Pasien Infark Miokard dengan Syok ... Terkini-Balon Intraaorta... · dengan syok kardiogenik komplikasi dari infark miokard akut, yang telah direncanakan revaskularisasi

519

BERITA TERKINI

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013

REFERENSI:

Thiele, H, Zeymer, U, et al. Intraaortic balloon support for myocardial infarction with cardiogenic shock [citated October, 10 2012]. N Engl J Med 2012; 367:1287-1296. Available from: www.

nejm.org

TerapiPompa balon intraorta dimasukkan baik sebelum PCI atau segera setelah PCI, saat penyisipan bergantung pada penyidik. Bantuan dimulai dengan penggunaan 1:1 pemicu EKG (seperti infl asi dan defl asi balon dipicu oleh gelombang R) dan dijaga sampai tercapai stabilisasi hemodinamik, yang didefi nisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 90 mmHg selama lebih dari 30 menit tanpa katekolamin. Pencabutan pompa dilakukan bila didapatkan penurunan trigger ratio. Pertukaran pasien antara kelompok kontrol dengan kelompok IABP diperbolehkan jika hanya ada komplikasi mekanik (defek septum ventrikel atau ruptur otot papiler) yang terjadi setelah pengacakan.

Seluruh pasien menjalani revaskularisasi dini dan menerima terapi pengobatan terbaik yang tersedia berdasarkan panduan. Jenis revaskularisasi (PCI primer dengan terapi pada lesi target saja, PCI lesi target plus tambahan segera atau PCI lesi nontarget atau CABG) bergantung operator. Terapi pelayanan intensif telah distandarisasi berdasarkan German-Austrian S3 Guideline.

Prosedur yang paling sering digunakan untuk revaskularisasi dini adalah PCI primer (95,8% pasien). Hanya pada 3,5% pasien dilakukan

CABG atau PCI dengan CABG. Revaskularisasi tidak dilakukan pada 3,2% pasien. Durasi median IABP adalah 3 hari (jangkauan interkuartil, 2,0 sampai 4,0; jangkauan 1 sampai 16).

HasilDi antara 277 pasien kelompok IABP dan telah direvaskularisasi, tidak didapatkan perbedaan signifi kan tingkat kematian antara 37 pasien (13,4%) yang disisipkan IABP sebelum revaskularisasi dan 240 pasien (86,6%) yang disisipkan IABP setelah revaskularisasi (kematian, 36,4% dan 36,8%, secara berurutan; P=0,96). Dalam hal keamanan, tidak ada perbedaan signifi kan antara kelompok IABP dengan kelompok kontrol dalam kejadian stroke, perdarahan, sepsis, komplikasi iskemik perifer yang membutuhkan intervensi di rumah sakit, tingkat reinfark, dan trombosis stent.

Kematian pasien syok kardiogenik disebabkan satu atau lebih faktor berikut: penurunan hemodinamik, disfungsi multiorgan, dan terjadinya systemic infl ammatory response syndrome (SIRS). Percobaan ini memberikan informasi mengenai efek IABP pada faktor-faktor tersebut. Tidak ada peningkatan segera pada tekanan darah maupun denyut jantung pada pasien-pasien yang disisipi IABP dibandingkan dengan mereka yang tidak

disisipi IABP. Meskipun didapatkan efek positif IABP pada disfungsi multiorgan pada hari ke-2 dan ke-3, dinilai dengan SAPS II, efek ini tidak terbukti pada hari ke-4. Selain itu, tidak ada efek signifi kan pada kadar protein C-reaktif atai kadar laktat serum, yang dikenal sebagai ukuran tingkat peradangan dan oksigenasi jaringan.

Penelitian klinis dan eksperimental mengindikasikan bahwa IABP memiliki manfaat hemodinamik sebagai hasil penurunan afterload dan augmentasi diastolik dengan peningkatan perfusi koroner. Namun, efek pada keluaran jantung kecil dan tidak cukup untuk menurunkan tingkat kematian. Pada penelitian terbaru, kecil, dan acak, tidak ada perbedaan signifi kan antara pasien IABP dengan kelompok kontrol dalam hal cardiac output, indeks kerja ventrikel kiri, atau tahanan vaskuler sistemik. Secara umum, percobaan acak pada pasien dengan syok kardiogenik komplikasi dari infark miokard akut, yang telah direncanakan revaskularisasi dini, IABP tidak menurunkan tingkat kematian 30 hari. � (Prima Almazini)