Balantidium Coli Pada Babi

9

Click here to load reader

description

Balantidiosis merupakan salah satu zoonosis yang disebabkan oleh protozoa. Protozoa yang berperan dalam kejadian balantidiosis adalah Balantidium coli, yang dapat ditemukan pada lumen sekum dan kolon.

Transcript of Balantidium Coli Pada Babi

Page 1: Balantidium Coli Pada Babi

Balantidium coli pada Babi

Anggota Kelompok:

1. Intan Anindita Suseno (B04120114) ........................

2. Kodrat Zulfikar B (B04120121) ........................

3. Siti Khunaefah (B04120123) ........................

4. Kanti Rahmi Fauziyah (B04120125) ........................

PARASITOLOGI VETERINER: HELMINTOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

Page 2: Balantidium Coli Pada Babi

Pendahuluan

Latar Belakang

Zoonosis merupakan penyakit atau infeksi yang dapat ditransmisikan secara alami

dari hewan vertebrata ke manusia [WHO 2015]. Dalam kurun waku dua puluh tahun, sekitar

75% penyakit infeksius yang baru muncul (emerging infectious disease) pada manusia

merupakan zoonosis, terutama bersumber dari satwa liar. Dewasa ini, lalu lintas dan

perhubungan manusia yang tidak terbatas dan berubahnya pola konsumsi serta gaya hidup

masyarakat dunia ikut memengaruhi peningkatan kejadian emerging disease.

Kemunculan zoonosis disebabkan oleh peran agen penyakit. Agen dapat

menginfeksi inang apabila didukung dengan determinan yang cocok. Infeksi agen terhadap

inang bersifat spesifik. Agen-agen yang dapat menyebabkan terjadinya zoonosis antara lain

virus, bakteri, cendawan, ricketsia, prion, helminth, dan protozoa.

Balantidiosis merupakan salah satu zoonosis yang disebabkan oleh protozoa.

Protozoa yang berperan dalam kejadian balantidiosis adalah Balantidium coli, yang dapat

ditemukan pada lumen sekum dan kolon. Kejadian balantidiosis sedikit pada manusia,

hanya menginfeksi 1% dari populasi masyarakat dunia. Babi merupakan reservoir utama

dari parasit ini. Infeksi pada manusia terjadi di daerah-daerah di mana babi banyak

berinteraksi dengan manusia. Menurut Young (1950), kejadian balantidiosis pada babi

mencapai 63-91% dari populasi babi di seluruh dunia.

Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui struktur Balantidium

coli secara khusus, infeksi dan patogenesis Balantidium coli pada babi dan manusia, serta

cara pengendalian yang dapat diterapkan untuk menanggulangi kejadian balantidiosis.

Page 3: Balantidium Coli Pada Babi

Tinjauan Pustaka

Balantidium coli adalah protozoa terbesar dan bersilia yang menginfeksi manusia. Dua

stadium dari parasite ini dapat dilihat yaitu ; trofozoit yang berukuran 40-70 μm, tertutupi

oleh silia, berisi mikronukleus dan makronukleus; dan kista biasanya berukuran 50-55 μm.

Kistanya berukuran lebih kecil dan dapat terlihat dalam temperature ruang selama kurang

lebih 2 minggu, sedangkan trofozoit hanya dapat ditemukan dalam feses yang segar. Parasit

ini memilki inang yaitu babi, anjing (jarang), manusia, dan monyet (spesies bermacam-

macam. Setelah inokulasi, trofozoit menembus melewati sel epitel dan membelah di lapisan

mukosa dan submukosa, tidak selalu menyebabkan nekrosa atau ulcer (Fery et al 2004).

Balantidium coli secara garis besar epidemik pada populasi babi di dunia. Yang

dewasa bertempat tinggal di usus dan sekum. Kista dikeluarkan dalam feses dan

menginfeksi inang yang lain melalui pencernaan secara tidak sengaja. Parasit ini normalnya

memakan material-material feses, fragmen sel dan tepung granul. Silianya dapat

menginvasi lapisan mukosa dan submukosa dalam usus dan menghasilkan ulcer yang

parah. Balantidium coli dapat menginfeksi kolon yang dicirikan dengan diare atau disentri,

diikuti oleh kolik perut, tenesmus, pusing, muntah darah (Nolan 2004).

Angka infeksi ke manusia masih rendah, tetapi bersifat zoonosis. Balantidium coli tidak

menyebar lewat vector. Parasit ini dapat menyebar lewat air umumnya di daerah dengan

sanitasi yang rendah dan lingkungan yang terkontaminasi dengan feses babi. Transmisiya

melalui fecal-oral rute. Transmisi utamanya adalah feses mengontaminasi air kemudian air

masuk ke dalam tubuh inangnya secara tidak sadar. Masa inkubasinya biasanya 4-5 hari

(MSDSonline 2014).

Giarratana et al (2012) mengatakan bahwa babi, yang mana infeksinya sering bersifat

asymptomatis, merupakan hewan reservoir paling penting untuk infeksi ke manusia. Tetapi

Balantidiosis sering terjadi pada komunitas babi yang hidup berdekatan, daripada kepada

manusia yang kasusnya masih tidak umum. Di Papua New Guinea, contohnya, dimana babi

adalah hewan domestic yang paling sering terkena, angka infeksi diantara petani babi dan

petugas rumah potong setinggi 28%. Di Negara-negara Eropa, dilaporkan kasus yang tinggi

sebanyak 86% babi dari Iceland, sama seperti dari Denmark. Sedangkan, secara

mikroskopik feses babi dari Sardinia (Italia) menunjukkan kejadian yang rendah sekitar

15.5% Balantidium coli. Di China, angka infeksi menunjukkan 47.2% dalam peternakan babi

intensif di Provinsi Guangdong, dan yang terbaru adalah sedikitnya B. coli ditemukan

(22.12%) di Chongqing.

Giarratana et al (2012) juga mengatakan bahwa angka infeksi yang relatif tinggi

ditemukan dalam keturunan komersial yang mempunyai management peternakan yang tidak

bagus dimana hewan tersebut dibesarkan. Kontaminasi dari feses ditemukan tinggi di

Page 4: Balantidium Coli Pada Babi

lingkungan peternakan. Penelitian pada babi yang dibesarkan secara tradisional (sistem

indoor dan outdoor) di China dilaporkan memiliki angka infeksi B.coli sebanyak 90%, tetapi

untuk babi yang dipelihara dengan sistem modern, peternakan intensif, serta managemen

dan perawatan standar ditemukan sangat sedikit B.coli (2.1%). Jadi, managemen

kebersihan yang benar, berlandaskan pada pengetahuan kondisi epidemiologi dari infeksi

parasit yang tepat, sangat dibutuhkan untuk menghilangkan munculnya infeksi dari

Balantidium.

Faktor utama penyebaran infeksi pada manusia adalah melalui kontak langsung

dengan feses babi, sehingga petani, pekerja rumah potong hewan, dokter hewan, dan

mahasiswa kedokteran hewan beresiko terkena Balantidiosis. Kebersihan diri dan

pengetahuan yang baik mengenai protozoa ini dapat membantu mengurangi

penyebarannya (Giarratana et al 2012).

Page 5: Balantidium Coli Pada Babi

Pembahasan

Balantidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Balantidium coli.

Balantidium coli merupakan suatu protozoa yang masuk dalam filum Sarcomastigophora,

kelas Kinetofragminophorea, ordo Trichostomatida, serta famili Balantidiae. Memiliki dua

stadium, yaitu trofozoit dan kista. Merupakan protozoa besar, habitatnya pada usus besar

dan yang biasa menjadi hospes adalah babi dan manusia. Parasit ini dapat ditemukan pada

lumen sekum, kolon babi, manusia, dan primata sebagai organisme komensal namun dapat

menjadi patogen kalau didahului oleh adanya kerusakan pada jaringan akibat

mikroorganisme lain (Jubb et al. 1997).

Siklus hidup yaitu pada stadium kista dan trofozoit dapat berlangsung dalam satu

inang, seperti pada babi. Trofozoit mempunyai cilia yang berguna untuk bergerak dalam

mukosa dan submukosa usus besar yaitu pada bagian sekum. Tetapi trofozoit tidak dapat

bertahan hidup di luar tubuh inang, sedangkan kista dapat bertahan hidup di luar tubuh

inang selama beberapa minggu yang berbentuk infektif. Kista yang dapat bertahan hidup di

luar tubuh dapat mencemari air dan bahan makanan. Bila kista tersebut tertelan maka

bentukan motil mulai memakan nutrisi yang terdapat di dalam sel, bahan karbohidrat, dan

bahan organik lainnya (Kennedy 2006). Kemudian dinding kista akan hancur dan berubah

menjadi trofozoit. Trofozoit akan masuk ke dalam dinding usus dan setelah berada di dalam

caecum akan memperbanyak diri (Royas 1971). Dengan adanya aliran isi usus maka

trofozoit akan terbawa sampai ke kolon. Pada kolon keadaan untuk bertahan hidup tidak

menguntungkan dan mulai berubah menjadi kista yang akan keluar bersama dengan tinja.

Babi yang menderita balantidiosis menunjukkan gejala klinis yaitu kaheksia, distensi

pada abdomen, diare sedang sampai berat pada ileum sampai rektum dan disertai dengan

adanya kerusakan ringan pada mukosa usus besar (Yang et al. 1995). Infeksi yang

disebabkan oleh Balantidium coli dapat menimbulkan adanya lesi berupa erosi, perdarahan,

dan peradangan dengan sel radang limfosit dan polimorfonuklear (Winaya et al. 2011). Hal

ini dapat terjadi karena parasit tersebut menembus lapisan epitel dan akan tinggal pada

bagian dasar kelenjar epitel, membran basal, dan kerusakan bisa sampai membran propria.

Keadaan ini yang dapat menyebabkan infiltrasi sel-sel limfosit, sel-sel plasma dan eosinofil.

Dengan terserangnya pembuluh darah dan pembuluh limfe maka dapat terjadi nekrosa dan

terkelupasnya mukosa (Suwardi 1983).

Pencegahan dan pengendalian balantidiosis dapat dilakukan dengan cara

management kandang babi yang baik, terutama pada pemantauan pengurusan kotoran babi

dan cara pembuangannya. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan yang baik maupun

kesehatan perorangan yang selalu kontak langsung dengan babi.

Page 6: Balantidium Coli Pada Babi

Kesimpulan

Balantidium coli memiliki dua stadium yaitu trofozoit dan kista. Trofozoit mempunyai

cilia yang berguna untuk bergerak dalam mukosa dan submukosa usus besar yaitu pada

bagian sekum. Berubah menjadi kista jika keadaan tidak menguntungkan atau untuk

bertahan hidup di luar tubuh inang. Babi yang menderita balantidiosis umumnya

menunjukkan gejala klinis berupa kaheksia dan diare sedang sampai berat. Infeksi yang

disebabkan oleh Balantidium coli dapat menimbulkan adanya lesi berupa erosi, perdarahan,

dan peradangan dengan sel radang limfosit dan polimorfonuklear. Terdapat beberapa

pengendalian untuk menanggulangi balantidiosis yaitu dengan management kandang yang

baik terutama dalam menjaga kebersihan lingkungan kandang dan pengawasan terhadap

pembuangan feses babi.

Daftar pustaka

Fery T et al. 2004. Severe Peritonitis due to Balantidium coli Acquired in France. Jurnal Eur

J Clin Microbiol Infect Dis 23 :393-395.

Giarratana F et al. 2012. Balantidium coli in Pigs Regularly Slaughtered at Abattoirs of the

Province of Messia : Hygienic Observation. Open Journal of Veterinary Medicine 2 :

77-80.

Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer N. 1997. Pathology of Domestic Animals. 6th ed. Academic

Press. PP: 317 – 318

Kennedy MJ. 2006. Balantidium in Swine. Agriculture, Food and Rural Deveolpment. AGRI-

FACTS.

MSDSonline (2014). Balantidium coli. http://msdsonline.com [15 Februari 2015].

Nolan (2004). Balantidium coli Homepage. http://cal.vet.upenn.edu [15 Februari 2015].

Royas M. 1971. Balantidiasis. Pathology of Protozoal and Helminthic Disease. The Williams

and Wilkins Company, Baltimore.

Suwardi Helmi. 1983. Balantidiosis Disentri dalam Zoonosis [skripsi]. Bogor: IPB.

[WHO]. 2015. Zoonoses and the human-animal-ecosystems interface. [terhubung berkala].

http://who.int/zoonoses/en/ [17 Februari 2015].

Winaya Ida BO, I Ketut Berata, Ida Ayu. 2011. Kejadian Balantidiosis pada Babi Landrace.

Jurnal Veteriner Vol. 12 No. 1: 65-68.

Page 7: Balantidium Coli Pada Babi

Yang Y, Zeng L, Li M, Zhou J. 1995. Diarhoea in Piglet and Monkeys Experimentally

Infected with Balantidium coli Isolates from Human Feces. J TropMed Hyg 98 (1) : 69

– 72.

Young M. 1950. Attempts to transmit human Balantidium coli. Am. J. Trop. Med. Hyg. 30:71-

72