BALANCED SCORECARD ERM Enterprise Risk Management

37
BALANCED SCORECARD – dari Performance Measurement hingga Strategy-focused Organization By auditorinternal – 19/01/2010Posted in: Artikel Dibaca 13,367 kali Oleh: Setyo Wibowo, CIA, CISA The Balanced Scorecard (BSC) telah mengubah kinerja banyak perusahaan di seluruh penjuru dunia. Sejak 1992, sistem manajemen kinerja ini telah membantu banyak manajemen puncak menentukan tujuan dan strategi perusahaan dan menerjemahkannya secara konkret ke dalam suatu set cara pengukuran. Apa yang telah membuatnya begitu sukses adalah bahwa BSC mampu menerjemahkan strategi ke dalam sebuah proses yang bukan hanya menjadi milik manajemen puncak, namun juga setiap individu pada setiap level di dalam perusahaan. Setiap pegawai megetahui bukan hanya “apa” yang harus dilakukannya, namun juga “mengapa” dia melakukan itu. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa BSC tidak melulu memandang strategi dalam kaitan aspek finansial semata, namun juga aspek tiga “tambahan” lain yaitu: 1) hubungan dengan pelanggan, 2) proses internal, serta 3) pembelajaran dan pertumbuhan. Banyak pihak percaya, bahwa ketiga aspek tambahan tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru. Namun sebagai sebuah kerangka pemikiran, dunia harus mengakui bahwa Robert S. Kaplan, seorang profesor akunting pada Harvard Business Shool, beserta David P. Norton, seorang konsultan teknologi informasi, yang telah berjasa merumuskan konsep pemikiran tersebut sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin menerapkan sistem ini secara sistematis. Konsep itu sendiri merupakan pemikiran yang tidak statis dan tidak pula bersifat sekali-jadi. Sejak pertama kali muncul dalam

Transcript of BALANCED SCORECARD ERM Enterprise Risk Management

BALANCED SCORECARD dari Performance Measurement hingga Strategy-focused OrganizationBy auditorinternal 19/01/2010Posted in: ArtikelDibaca 13,367 kali Oleh: Setyo Wibowo, CIA, CISAThe Balanced Scorecard (BSC) telah mengubah kinerja banyak perusahaan di seluruh penjuru dunia. Sejak 1992, sistem manajemen kinerja ini telah membantu banyak manajemen puncak menentukan tujuan dan strategi perusahaan dan menerjemahkannya secara konkret ke dalam suatu set cara pengukuran. Apa yang telah membuatnya begitu sukses adalah bahwa BSC mampu menerjemahkan strategi ke dalam sebuah proses yang bukan hanya menjadi milik manajemen puncak, namun juga setiap individu pada setiap level di dalam perusahaan. Setiap pegawai megetahui bukan hanya apa yang harus dilakukannya, namun juga mengapa dia melakukan itu. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa BSC tidak melulu memandang strategi dalam kaitan aspek finansial semata, namun juga aspek tiga tambahan lain yaitu: 1) hubungan dengan pelanggan, 2) proses internal, serta 3) pembelajaran dan pertumbuhan.Banyak pihak percaya, bahwa ketiga aspek tambahan tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru. Namun sebagai sebuah kerangka pemikiran, dunia harus mengakui bahwa Robert S. Kaplan, seorang profesor akunting pada Harvard Business Shool, beserta David P. Norton, seorang konsultan teknologi informasi, yang telah berjasa merumuskan konsep pemikiran tersebut sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin menerapkan sistem ini secara sistematis.Konsep itu sendiri merupakan pemikiran yang tidak statis dan tidak pula bersifat sekali-jadi. Sejak pertama kali muncul dalam artikel di Harvard Business Review pada edisi Januari-Februari 1992, Kaplan dan Norton secara evolutif berdasarkan bukti-butkri empirik dari pengalaman-pengalaman perusahaan-perusahaan yang disurvey dalam penerapan konsep ini, telah memoles dan mempertajam konsep ini dari tahun ke tahun hingga yang mutakhir konsep ini semakin lengkap dengan konsepStrategy-focused Organisation (SFO). Tulisan ini berusaha memotret dan mengintegrasikan evolusi pemikiran Kaplan dan Norton tersebut dari sumbernya yang asli, yaitu artikel-artikel dan buku-buku yang ditulis oleh mereka berdua terkait dengan BSC.KONSEP BSCBSC sebagai Sistem Pengukuran yang Mengarahkan KinerjaKaplan dan Norton (1992) mengatakan kepada para eksekutif senior: What you measure is what you get. Secara singkat ungkapan tersebut ingin mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja betul-betul akan mempengaruhi kinerja dan perilaku individu-individu di dalam perusahaan. Masalahnya, perspektif apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja? Ketika awal era industrialisasi, secara tradisional orang merasa cukup dengan ukuran-ukuran akuntansi keuangan seperti return on investment (ROI) atau earnings per share (EPS). Namun pengukuran perspektif keuangan saja ternyata tidak memuaskan. Orang juga mulai memerlukan informasi yang berkaitan dengan kinerja operasional. Bahkan ada sebagian orang yang mengatakan Lupakan saja pengukuran perspektif keuangan. Fokuskan upaya pada perbaikan operasional seperti siklus waktu dan tingkat kerusakan produk. Pada akhirnya ini akan berdampak juga pada perspektif finansial.Jelas bahwa pengukuran tunggal tidak lagi mencukupi. Ibarat seorang sopir yang tengah mengendarai mobil, tidak cukup dengan dashboard yang hanya menunjukkan pengukuran bahan bakar. Dia juga memerlukan petunjuk pengukuran kecepatan, temperatur mesin, putaran mesin, dan sebagainya. Inilah yang kemudian melatarbelakangi Kaplan dan Norton merumuskan konsep pengukuran kinerja yang dinamakan The Balanced Scorecard (BSC). Keseimbangan (balanced) di sini menunjuk pada adanya kesetimbangan pada perspektif-perspektif yang akan diukur, yaitu antara perspektif keuangan dan perspektif nonkeuangan sebagai berikut:1. Perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimana customer memandang perusahaan.2. Perspektif internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa perusahaan memiliki keahlian.3. Perspektif inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah perusahaan mampu berkelanjutan dan menciptakan value.4. Perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana perusahaan memandang pemegang saham.Kaplan dan Norton menggambarkan keseimbangan hubungan-hubungan perspektif pengukuran-pengukuran tersebut sebagai berikut:

Selanjutnya Kaplan dan Norton memberikan contoh tujuan-tujuan dan pengukuran kinerjanya untuk keempat perspektif tersebut pada sebuah perusahaan manufaktur sebagai berikut:

Terlihat dalam contoh tersebut, bagaimana pengukuran secara spesifik dihubungkan pada tujuan-tujuan perusahaan. Pada umumnya misi perusahaan berbicara secara umum mengenai pelanggan. Namun dengan BSC, tujuan dan pengukurannya dibuat dengan lebih rinci dengan memperhitungkan ekspekstasi pelanggan terkait dengan waktu, kualitas, kinerja produk, dan biaya. Demikian pula dengan proses internal, secara rinci memusatkan pada kompetensi inti, proses, keputusan, serta tindakan-tindakan yang berpengaruh pada kepuasan pelanggan. Sedangkan inovasi dan pembelajaran menunjukkan keberhasilan masa depan. Perspektif ini mengukur perbaikan terus-menerus terhadap produk dan proses yang sedang berjalan yang memunculkan produk-produk baru serta meningkatkan kemampuan perusahaan.Dengan kombinasi berbagai perspektif tersebut, menjadikan pengukuran kinerja bukan lagi semata domain dari direktur keuangan atau controller, namun juga orang-orang di lini bisnis yang mengetahui secara persis operasional yang berlangsung dalam perusahaan. Juga, pengukuran bukan lagi bersifat satu arah dan bertujuan sebagai pengendalian, namun bersifat multi arah dimana setiap bagian dan individu dalam perusahaan mengetahui visi perusahaan dan tujuan pada setiap level serta menetapkan sistem yang membantunya mengukur kinerja yang harus dilakukan dalam mencapai visi dan tujuan tersebut. Inilah mengapa BSC menjadi sistem pengukuran yang mendorong kinerja.BSC sebagai Sistem Manajemen StrategikPenerapan BSC dari tahun ke tahun mengalami pengayaan manajerial. Banyak perusahaan yang menerapkan konsep ini mendapatkan manfaat bahwa adanya gap antara strategi jangka panjang dengan tindakan jangka pendek yang selama ini ada dapat diatasi dengan BSC. Selama ini sebagian besar sistem pengendalian manajemen didasarkan pada pengukruan dan target finansial, yang jarang sekali terkait dengan jangka panjang. Sementara, menurut Kaplan dan Norton (1996a), BSC membantu manajemen melakukan empat proses manajemen baru yang menghubungkan antara startegi jangka panjang dengan tindakan jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah sebagai berikut:

Proses pertama menerjemahkan visi membantu para manajer membangun suatu konsensus di sekitar strategi dan visi organisasi. Meskipun maksud para manajemen puncak itu baik, namun banyak pernyataan visi seperti menjadi terbaik di kelasnya, menjadi penyalur nomor satu, atau suatu organisasi yang diberdayakan tidak dengan mudah dapat diterjemahkan dengan terminologi operasional yang oleh karenanya juga tidak mudah dilaksanakan oleh individu di dalam perusahaan. Dengan BSC, visi dan strategi diterjemahkan dengan suatu set tujuan dan pengukuran yang integratif, disetujui oleh para eksekutif senior dan menggambarkan arah jangka panjang menuju sukses.Proses yang kedua- berkomunikasi dan menghubungkan- membantu para manajer mengomunikasikan strategi mereka ke seluruh organisasi dan menghubungkannya ke sasaran hasil individu dan per departemen. BSC memberikan cara bagi para manajer untuk memastikan bahwa semua tingkatan di dalam organisasi memahami strategi jangka panjang dan bahwa sasaran individu serta departemen tidak lari dari strategi tersebut.Proses yang yang ketiga perencanaan bisnis- memungkinkan perusahaan untuk mengintegrasikan bisnis mereka dengan rencana keuangan. Hampir semua organisasi menerapkan berbagai program perubahan, bersama para ahli, guru, dan konsultan masing-masing, bersaing untuk mendapatkan perhatian, energi, dan sumber daya dari eksekutif senior. Para manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan prakarsa yang berbeda itu untuk mencapai tujuan strategik mereka. Situasi seperti ini akan mengantarkan perusahaan pada kekecewaan atas hasil program-program tersebut. Dengan BSC, para manajer dapat melihat program mana yang dapat menjadi prioritas sumber daya, yaitu hanya program yang mengarah pada tujuan strategik perusahaan.Proses yang keempat umpan balik dan pembelajaran- memberi perusahaan kapasitas untuk apa yang disebut dengan pembelajaran strategik. Secara tradisional, umpan balik yang ada dan proses review memusatkan pada apakah perusahaan, departemen, atau individu karyawannya sudah memenuhi target atu tujuan finansialnya. Namun dengan BSC, suatu perusahaan dapat memonitor akibat jangka pendek dari ketiga perspektif lainnya -pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan- dan mengevaluasi strategi dipandang dari sudut kinerja terakhir. BSC dengan demikian dapat memungkinkan perusahaan memodifikasi strateginya secara real time.BSC Menerjemahkan Visi dan Strategi Menjadi AksiDi atas telah disebutkan adanya gap antara pernyataan visi dan misi dengan kebutuhan aktual setiap individu di dalam perusahaan untuk bertindak sesuai dengan visi dan misi tersebut. Boleh jadi seluruh manajemen dan karyawan perusahaan menyepakati salah satu pernyataan misi bahwa perusahaan memberikan layanan yang prima kepada pelanggan yang setia. Namun bukan tidak mungkin, dalam operasional sehari-hari terjadi perbedaan persepsi antara individu yang satu dengan yang lain ketika harus menerjemahkan layanan yang prima. Atau bisa jadi, akan terjadi perbedaan image antara individu satu dengan yang lain mengenai pelanggan yang setia. Artinya, pada umumnya pernyataan visi dan misi/strategi terlalu umum sehingga tidak memungkinkan setiap individu di dalam perusahaan untuk bertindak secara terukur dan standar.Dengan BSC, manajemen senior di dalam perusahaan akan memiliki konsensus yang sama dalam penerjemahan visi dan strategi perusahaan serta setiap individu memahami ukuran-ukuran tindakan apa yang sesuai dengan visi dan strategi tersebut. Kaplan dan Norton (1996a) menggambarkan penerjemahan visi dan strategi tersebut dalam gambar berikut. Dalam gambar tersebut terlihat bagaimana visi dan strategi akan diterjemahkan dalam keempat perspektif, masing-masing dalam bentuk tujuan, ukuran, target, dan inistiatif untuk level perusahaan.

Selanjutnya, tujuan, ukuran, target, dan inisitiatif pada level perusahaan tersebut akan diturunkan lagi ke level departemen dan personal, dengan contoh sebagai berikut:

Personal scorecard ini menjadi alat bagi perusahaan dalam mengkomunikasikan tujuannya kepada individu atau tim yang melakukan pekerjaan di lapangan.BSC sebagai Alat Memetakan StrategiPada uraian di atas telah dijelaskan bagaimana BSC menerjemahkan dan membuat keterhubungan antara visi dan strategi perusahaan pada level yang paling atas hingga level individu dalam bentuk tujuan-tujuan, ukuran-ukuran, target, dan inisiatif. Sampai pada titik ini, strategi belum dieksekusi. Ibarat satu kompi pasukan yang siap bertempur maka setiap individu dalam pasukan, dari komandan hingga anggota, telah menyepakati dan memahami strategi apa yang digunakan dalam peperangan.Namun untuk mengeksekusi strategi, akan lebih baik lagi apabila strategi dimaksud dapat divisualisasi dalam bentuk peta strategi. Sama halnya dengan yang dihadapi pasukan tersebut, perusahaan juga memerlukan peta strategi untuk menunjukkan pola hubungan sebab akibat di antara aspek-aspek dalam BSC secara visual. Kaplan dan Norton (2000) menunjukkan contoh bagaimana perusahaan dapat memetakan strategi sebagai berikut:

Peta stratetgi di atas menunjukkan bagaimana perusahaan akan mengkonversi aset-aset yang dimilikinya ke outcome yang diharapkan. Pada gambar tampak bagaimana pegawai memerlukan pengetahuan, ketrampilan, dan sistem (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) untuk membuat inovasi dan membangun strategi yang efisien (perspektif proses internal) sehingga mereka dapat memberikan nilai lebih kepada pasar (perspektif pelanggan), yang pada akhirnya akan meningkatkan return dan nilai pemegang saham (perspektif keuangan).BSC sebagai Alat Penghubung Aset Tak Berwujud dengan Nilai Pemegang SahamPeta strategi yang dibahas di atas bukan hanya menunjukkan pola hubungan sebab akibat antarperspektif, namun lebih jauh lagi dapat menunjukkan hubungan antara aset tak berwujud (intangible asset) dengan penciptaan nilai pemegang saham. Kaplan dan Norton (2004) menunjukkan keterhubungan tersebut dalam peta strategi berikut:

Sebagaimana terlihat pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran pada peta strategi di atas, Kaplan dan Norton mengidentifikasi tiga aset tak berwujud utama suatu perusahaan yaitu: 1) Human Capital, 2) Information Capital, dan 3) Organization Capital. Ketiga aset ini tidak ternilai dengan sistem akuntansi yang tradisional. Padahal sudah tentu ketiga aset inilah justru yang secara kompetitif bisa menjadi keunggulan karena sifatnya yang sulit untuk diimitasi. Ketiga aset tak beruwujud ini harus terintegrasi dengan proses internal dan perlu dinilai seberapa kuat kapabilitasnya dalam menciptakan nilai pelanggan yang pada akhirnya menciptakan nilai pemegang saham.MEMBANGUN BSCMenghubungkan pengukuran dengan strategi merupakan inti dari keberhasilan proses pengembangan scorecard. Untuk itu menurut Kaplan dan Norton (1993) terdapat tiga pertanyaan kunci, yaitu:1. Bila perusahaan berhasil mencapai visi dan strateginya, maka bagaimana perusahaan bisa terlihat berbeda: di mata pemegang saham dan pelanggan? dalam kaitan dengan proses internal? dalam kaitan dengan kemapuan perusahaan untuk menciptakan inovasi dan bertumbuh?2. Apa faktor sukses kritikal (critical success factors) untuk setiap perspektif dari keempat perspektif tersebut?3. Apa pengukuran kunci yang akan memberitahu perusahaan bahwa dia telah mencapai faktor sukses tersebut sesuai dengan yang direncanakan?Setiap organisasi bersifat unik sehingga cukup sulit untuk menyamaratakan tahap-tahap pengembangan BSC antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Namun Kaplan dan Norton (1993) memberikan gambaran umum mengenai bagaimana projek pengembangan BSC dapat dilakukan, sebagai berikut:1. PersiapanOrganisasi harus mendefinisikan terlebih dahulu unit bisnis di mana suatu scorecard level atas akan diterapkan. Unit bisnis ini secara umum ditandai dengan adanya pelanggan, saluran distribusi, fasilitas produksi, dan pelaporan keuangan tersendiri.2. Interview: Putaran yang pertamaMasing-masing manajer senior di bisnis unit -biasanya antara 6 sampai 12 eksekutif- menerima materi yang berkaitan dengan penyusunan BSC seperti dokumen internal yang menguraikan visi perusahaan, misi, dan strategi. Facilitator BSC (baik konsultan dari luar maupun dari dalam perusahaan yang mengorganisir projek) melakukan wawancara sekitar 90 menit terhadap masing-masing eksekutif senior untuk memperoleh masukan dari mereka mengenai tujuan strategis perusahaan dan atas proposal pengukuran BSC yang masih tentatif. Facilitator boleh juga mewawancarai beberapa pemegang saham untuk mendapatkan pemahaman mengenai harapan mereka terhadap kinerja keuangan perusahaan. Demikian juga terhadap beberapa pelanggan dan pemasok utama perusahaan.3. Workshop Eksekutif: Putaran PertamaSekelompok manajemen puncak tersebut dibawa bersama-sama dengan facilitator untuk mengikuti proses pengembangan scorecard dengan mengacu pada diagram berikut ini:

Selama workshop, kelompok tersebut dapat berdebat mengenai statemen strategi dan misi yang diusulkan hingga dapat dicapai sebuah konsensus. Kelompok kemudian berpindah dari misi dan statemen strategi untuk kemudian menjawab 3 pertanyaan kunci di atas. Dokumentasi wawancara dengan pemegang saham, pelanggan, dan pemasok dapat disampaikan kepada kelompok tersebut untuk memberikan gambaran bagaimana ekspektasi para stakeholder. Setelah mendefinisikan faktor sukses kunci tersebut, kelompok kemudian merumuskan suatu BSC pendahuluan yang telah mengandung pengukuran untuk tujuan-tujuan strategis tersebut. Seringkali, kelompok mengusulkan jauh lebih banyak dari empat atau lima ukuran untuk masing-masing perspektif. Pada tahap ini, tidak perlu membatasi aneka pilihan tersebut, walaupun bisa saja kelompok langsung memutuskan ukuran-ukuran yang dipandang memilik prioritas rendah.4. Interviews: Putaran KeduaFacilitator meninjau ulang, memperkuat, dan mendokumentasikan keluaran dari workshop eksekutif di atas dan mewawancarai masing-masing eksekutif senior tentang BSC pendahuluan tersebut. Facilitator juga meminta pendapat tentang isu-isu yang mungkin muncul bila BSC jadi diterapkan.5. Workshop Eksekutif: Putaran KeduaWorkshop putaran kedua ini tidak hanya melibatkan manajemen senior, namun juga manajemen tingkat menengah. Kembali lagi mereka berdebat mengenai visi dan strategi perusahaan, serta BSC pendahuluan yang telah dihasilkan dari tahap sebelumnya. Selanjutnya, para peserta bekerja di dalam kelompok, memberikan komentar dan merencanakan implementasinya. Pada akhir acara, peserta diminta untuk merumuskan sasaran untuk masing-masing dari ukuran yang diusulkan, termasuk tingkat keberhasilan yang ditargetkan demi peningkatan kinerja perusahaan.6. Workshop Eksekutif: Putaran KetigaKelompok eksekutif senior bertemu kembali untuk mencapai sustu konsensus final mengenai vision, tujuan, dan pengukuran yang dikembangkan dalam dua kali workshop sebelumnya; untuk kemudian menetapkan taget untuk masing-masing ukuran; dan untuk mengidentifikasi program tindakan persiapan untuk mencapai target. Kelompok harus sepakat mengenai program implementasi yang akan dijalankan, termasuk mengomunikasikan scorecard ke karyawan, mengintegrasikan scorecard ke dalam filosofi manajemen, dan mengembangkan sistem informasi untuk mendukung scorecard tersebut.7. ImplementasiSuatu kelompok baru dibentuk untuk menyusun rencana implementasi scorecard, termasuk menghubungkan tiap ukuran dengan database dan sistem informasi, mengomunikasikan scorecard ke seluruh organisasi, dan mendorong dan memfasilitasi pengembangan pengukuran hingga ke level unit kerja yang lebih rendah.8. Review berkalaSetiap triwulan, kuartal, atau setiap bulan, laporan dari BSC disampaikan baik kepada manajemen puncak mapun ke unit-unit kerja untuk direview, didiskusikan dan ditindaklanjuti. Pengukuran-pengukuran BSC direview kembali setiap tahun sebagai bagian dari perencanaan strategik, penentuan sasaran, dan alokasi sumber daya.KELEBIHAN BSCYang menjadikan BSC memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional adalah karena dia memiliki karakteristik sebagai berikut:1. BSC merupakan suatu turunan dari strategi dan misi perusahaan secara top-down. Sebaliknya, ukuran kebanyakan perusahaan adalah secara bottom-up: yaitu diperoleh dari aktivitas di bawah datau bersifat ad-hoc, sehingga seringkali tidak relevan dengan strategi secara keseluruhan.2. BSC bersifat memandang ke depan (forward looking). Hal tersebut memperhitungkan keberhasilan bukan hanya saat ini namun juga bagaimana perkiraannya di masa depan. Ini berbeda dengan pengukuran kinerja keuangan tradisional yang hanya menunjukkan kinerja periode yang telah lewat.3. BSC mengintegrasikan pengukuran internal dan eksternal. BSC tidak hanya mengukur net operating income, misalnya (eksternal) namun juga mengukur mengenai produk baru (internal). Ini membantu para manajer melihat di mana mereka telah melakukan trade-off di antara aspek pengukuran kinerja di masa lalu, dan membantu mereka memastikan bahwa keberhasilan masa mendatang untuk satu aspek bukan dengan merugikan aspek lainnya.4. BSC membantu perusahaan lebih fokus karena membuat para manajer mencapai kesepakatan hanya pada aspek pengukuran yang benar-benar kritikal terhadap trategi perusahaan.5. BSC memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.6. BSC memiliki perspektif yang koheren, dimana perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.7. BSC memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinanif we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it.YANG PERLU DIPERHATIKANApa yang telah diuraikan di atas adalah sejauh bagaimana perusahaan menetapkan visi dan strategi serta penerjemahannya hingga ke level yang paling bawah di organisasi. Sebagaimana dikritisi oleh para pengamat, di antaranya Kirby dan Schmiesing (2003) dan diakui oleh Kaplan dan Norton dalam websitenya (www.bscol.com) , hal tersebut di atas adalah sebuah langkah membuat strategi menjadi lebih berkualitas. Masalahnya tidak cukup strategi hanya berkualitas, apabila strategi tersebut tidak atau gagal dilaksanakan. Jadi lebih penting lagi adalah langkah lain yaitu mengeksekusi strategi.Sebagaimana presentasi dalam websitenya), Norton memberikan lima prinsip yang mentransformasi BSC dari sebuah alat untuk pengukuran kinerja menjadi alat untuk menjadikan organisasi fokus pada strategi (Strategy-focused organization). Kelima prinsip tersebut digambarkan oleh Norton sebagai berikut:

1. Terjemahkan (translate) strategi menjadi istilah operasional, sehingga bisa dipahami oleh setiap individu di dalam perusahaan2. Hubungkan (align) setiap bagian organisasi yang berbeda-beda dengan strategi3. Motivasi (motivate) setiap individu di dalam organisasi dengan membuat strategi urusan setiap orang4. Adaptasi (adapt) dan pembelajaran dengan membuat strategi sebagai sebuah proses yang berkelanjutan5. Mobilisasikan (mobilize) perubahan melalui kepemimpinan yang kuatDAFTAR PUSTAKAKaplan, Robert S. and David P. Norton.The Balanced Scorecard Measures that Drive Performance. Harvard Business Review. 1992Kaplan, Robert S. and David P. Norton.PuttingtheBalancedScorecardtoWork. Harvard Business Review. January-February. 1993Kaplan, Robert S. and David P. Norton.UsingtheBalancedScorecardasaStrategicManagementSystem. Harvard Business Review. 1996Kaplan, Robert S. and David P. Norton.Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Terjemahan Bahasa Indonesia. Penerbit Erlangga. 1996Kaplan, Robert S. and David P. Norton.HavingTroublewithYourStrategy?ThenMapIt. Harvard Business Review. January-February. 2000Kaplan, Robert S. and David P. Norton.MeasuringtheStrategicReadinessofIntangibleAssets. Harvard Business Review. 2004Kirby, J. Philip and Sumner J. Schmiesing.Balanced Scorecard as Strategic Navigational Charts. Organization Thoughtware Internastional. 2003Websitewww.qpr.comWebsitewww.bscol.com

Risiko tidak boleh dihindari tetapi harus dikelola agar kesempatan yang tidak terlihat dapat dimanfaatkanAsesmen Manajemen Risiko berbasis ISO 31000:2009Posted on October 23, 2012 Take calculated risks. That is quite different from being rash.General George PattonBahasan saya kali ini, merujuk pada asesmen manajemen risiko berbasis ISO 31000:2009 yang agaknya menjadi trending topic di beberapa perusahaan saat ini dan ISO 31000 dianggap bisa mewakili standar manajemen risiko pada beberapa perusahaan di Indonesia.Pertama, harus dipahami terlebih dahulu mengenai definisi risiko dan manajemen risiko menurut ISO 31000:2009. Definisi risiko adalah dampak dari ketidakpastian terhadap pencapaian obyektif. Dampak menurut ISO 31000 adalah deviasi dari apa yang diharapkan, bisa bersifat positif dan/atau negatif. Definisi manajemen risiko adalah aktivitas yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan sebuah organisasi dalam menangani risiko.Definisi memberikan kita pemahaman awal bagaimana ISO 31000 memberikan arti mengenai keluasan dan kedalaman sebuah risiko yang menjadi obyek sebuah asesmen.

risk management based on ISO 31000Kedua, pemahaman mengenai pendekatan yang disajikan dalam ISO 31000 terhadap pengelolaan risiko di dalam sebuah organisasi melalui gambaran relasi antara prinsip, kerangka kerja, dan proses pengelolaan risiko.Prinsip pengelolaan risikoISO 31000:2009 mensyaratkan bahwa penerapan manajemen risiko yang efektif harus patuh pada 11 prinsip.1. Pengelolaan risiko menciptakan dan melindungi nilai yang dinyatakan dalam obyektif organisasi2. Pengelolaan risiko merupakan bagian yang terintegrasi dengan keseluruhan proses dalam organisasi dan menjadi bagian dari tanggung jawab manajemen3. Pengelolaan risiko merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan melalui peranannya dalam memberikan opsi kepada pengambil keputusan4. Pengelolaan risiko secara eksplisit seharusnya memperhitungkan ketidakpastian dan secara sadar harus berusaha mengurangi ketidakpastian dalam setiap aktivitasnya dalam memastikan pencapaian obyektif organisasi5. Pengelolaan risiko seharusnya dibangun melalui pendekatan yang sistematis, terstruktur, dan tepat waktu agar dapat berkontribusi secara efisien dan secara konsisten menghasilkan keluaran yang dapat diperbandingkan dan diandalkan6. Pengelolaan risiko membutuhkan ketersediaan informasi yang memadai seperti data historis, pengalaman perusahaan, umpan balik dari pemangku kepentingan, observasi, dan penilaian ahli sehingga para pengambil keputusan dapat meyakini bahwa keputusannya telah memperhitungan semua informasi yang tersedia pada waktu keputusan tersebut dibuat7. Pengelolaan risiko membutuhkan kustomisasi sesuai dengan konteks -baik internal maupun eksternal- dan profil risiko inheren organisasi tersebut8. Pengelolaan risiko seharusnya memperhitungkan faktor manusia dan budaya yang merupakan bentuk kapabilitas dari suatu organisasi dalam mencapai obyektifnya9. Pengelolaan risiko seharusnya transparan dan inklusif melibatkan semua pemangku kepentingan dalam menentukan kriteria risiko10. Pengelolaan risiko seharusnya dinamis, berulang, dan respons terhadap perubahan kejadian baik internal maupun eksternal11. Pengelolaan risiko seharusnya dapat memfasilitasi pengembangan berkelanjutan dari sebuah organisasi diukur dari tingkat maturitasnya.

risk management framework based on ISO 31000Kerangka kerja implementasi pengelolaan risikoISO 31000 menyediakan kerangka kerja sebagai pedoman dalam implementasi manajemen risiko yang efektif. Tujuan dari kerangka kerja implementasi pengelolaan risiko antara lain: Pemastian bahwa informasi mengenai pengelolaan risiko yang dihasilkan dari proses pengelolaan risiko telah cukup dilaporkan dan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan Pemenuhan akuntabilitas pada setiap tingkatan organisasi yang relevan

risk management process based on ISO 31000Proses pengelolaan risikoProses pengelolaan risiko menurut ISO 31000 seharusnya merupakan bagian yang terintegrasi, melekat dalam budaya dan praktik manajemen, dan terkustomisasi menurut proses bisnis organisasi. Menurut ISO 31000, asesmen risiko merupakan bagian yang paling penting dan fundamental dalam proses pengelolaan risiko. Oleh karena itu, organisasi perlu melakukan asesmen risiko yang benar agar memperoleh laporan profil risiko yang tepat sehingga organisasi dapat secara cermat mengelola risikonya.Setelah kita membedah ISO 31000, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana metodologi asesmen manajemen risiko berbasis ISO 31000:2009. Sebagai seorang asesor independen atas sistem manajemen korporat, jawaban sederhana yang bisa saya bagi adalah asesor akan melakukan penilaian terhadap kerangka kerja implementasi pengelolaan risiko seperti yang telah dibedah di atas dengan unsur-unsur penilaian antara lain tanggung jawab, akuntabilitas, strategi, dan praktik manajemen risiko. Sistem manajemen risiko yang baik seharusnya dapat memberikan keyakinan bahwa dengan penerapan manajemen risiko, organisasi dapat mengurangi ketidakpastian yang membayangi dalam setiap pengambilan keputusan namun tetap dapat berinovasi sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki.DC|2012Pengelolaan Risiko: 3 Kategori Risiko (1)Posted on July 3, 2012 Smart companies match their approachto the nature of the threats they faceby Robert S. Kaplan and Anette Mikes.Diadopsi dari Harvard Business Review, June 2012Kaplan dan Mikes, membagi risiko dan pengelolaan risiko menjadi 3 kategori berdasarkan perilaku organisasi dalam melakukan identifikasi dan mengelola risiko, yaitu:1. Risiko internal2. Risiko strategis3. Risiko eksternalRisiko internal merupakan risiko yangdari dalam internal organisasi dan tidak mempunyai nilai tambah pada pencapaian tujuan organisasi. Risiko ini dapat dikelola melalui penegakan aturan, nilai, dan standar kepatuhan. Sedangkan risiko strategis dan eksternal merupakan risiko yang mempunyai dampak pada pencapaian tujuan organisasi sehingga pengelolaan atas kedua risiko ini memerlukan proses yang lebih spesifik dan mendorong manajemen di organisasi untuk lebih terbuka berdiskusi dalam mengelola risiko dengan tetap memerhatikan segi biaya-manfaat pada saat akan menurunkan tingkat kemungkinan atau memitigasi dampak risikonya.Bagaimana model pengendalian/kontrol, peranan fungsi manajemen risiko, dan hubungan keterkaitan fungsi manajemen risiko dengan unit bisnis lain bagi setiap kategori akan dibahas pada penulisan berikutnya.DCPosted in Manajemen Risiko | Tagged bsc, ERM, kaplan, Manajemen Risiko, Praktik Manajemen Risiko | Leave a reply How do you define risk in simple word?Posted on March 19, 2012 Life without risk is like life without love..Sometimes it makes us happy but at the same time it could make your life miserable.Lalu mengapa orang harus peduli dengan risiko?Hmm.. Risiko membuat hidup kita mempunyai makna berwarna-warni. Bila kita mengelola risiko dengan baik, maka kemenangan menjadi milik kita. Namun sayangnya, kita hidup di dunia yang penuh ketidakpastian. Dalam ketidakpastian itu, penerapan manajemen risiko menjadi sesuatu yang bisa membantu pada setiap keputusan yang kita ambil yaitu dalam penyediaan informasi pendukung yang memadai dan penyediaan indikator yang cukup akurat agar kita bisa bersiap dalam setiap kemungkinan baik yang terburuk maupun yang terbaik.Walaupun hidup ini penuh dengan ketidakpastian tetapi kita tidak harus selalu menjadi penjudi untuk keberhasilan yang hendak dicapai.DC | 2012Posted in Manajemen Risiko | Tagged Manajemen Risiko, Risiko | Leave a reply Hubungan Keterkaitan antara ERM (Enterprise Risk Management), BSC (Balance Scorecard), dan KPI (Key Performance Indicator)Posted on June 17, 2011 Penerapan ERM harus dimulaidengan pemahaman hubungan keterkaitan antara risiko dengan tujuan yang hendak dicapai. Penyusunan tujuan organisasi bisa menggunakan berbagai pendekatan dan salah satu pendekatan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah pendekatan kartu skor berimbang (Balance Scorecard-BSC). ERM berkontribusi terhadap setiap target yang ditetapkan berdasarkan 4 perspektif BSC (pelanggan,proses internal, inovasidan pembelajaran, serta keuangan) yang dituangkan lebih lanjut dalam bentuk KPI. Proses identifikasi dan analisis risiko dilakukan terhadap setiap KPI berdasarkan 4 perspektif BSC. Efektivitas rencana mitigasi digunakan manajemen untuk memantau tercapainya KPI.dc|2011Posted in Manajemen Risiko | Tagged bsc, ERM, KPI | Leave a reply Indikator Risiko Kunci (KRI) vs Indikator Kinerja Kunci (KPI)Posted on June 15, 2011 KRI memberikan nlai estimasi mengenai tingkat keterpaparan risiko dan berfungsi sebagai sinyal peringatan dini bagi setiap kemungkinan perubahan yang terjadi dalam profil risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian KPI perusahaan.

Hubungan Keterkaitan KPI dengan KRIPosted in Manajemen Risiko | Tagged indikator risiko kunci, key performance indicator, key risk indicator, KPI, KRI | Leave a reply Prepare a Simple and Communicative Risk Profile (Part2)Posted on June 14, 2011 the secret lies in keeping risk profile simple and easy to communicateThis second part will describe how to prepare a risk profile based on The Top 10 Risk Profile. In the preparation, consolidation, and documentation the top 10 risk profile there are 8 steps need to be taken in sequential order illustrated below.

the approach in preparing top 10 risk profile"Rahasia terletak dalam menjaga profil risiko sesederhana mungkin dan mudah untuk dikomunikasikan" Bagian kedua ini akan menjelaskan bagaimana mempersiapkan profil risiko berdasarkan The Top 10 Profil Risiko. Dalam persiapan, konsolidasi, dan dokumentasi profil risiko atas 10 ada 8 langkah perlu diambil secara berurutan digambarkan di bawah ini.PREPARATION PHASEIts critical to develop a plan of action before getting on the actual interviews in terms of duration, resource requirement, and detail level of information want to be achieved. Several questions could be taken as references as follows: How often should a Top 10 Risk Profile be prepared? Who should be interviewed? How should interviews be scheduled? What to consider when interviewing the CEO? What background information needs to be gathered?In preparing the interview tools, therere several things needs to be considered: Obtaining identified clearly articulated documented corporate business objectives Having an environmental scan by compiling papers, report, or articles depicting events that have happened and could impact the organization or its stakeholders Providing a prior list of past and potential risks for interviewees.Fase PERSIAPANSangatlah penting untuk mengembangkan sebuah rencana tindakan sebelum di wawancara yang sebenarnya dalam hal durasi, kebutuhan sumber daya, dan tingkat detail informasi ingin dicapai. Beberapa pertanyaan yang bisa diambil sebagai referensi sebagai berikut: Seberapa sering harus Top 10 Profil Risiko disiapkan? Siapa yang harus diwawancarai? Bagaimana seharusnya wawancara dijadwalkan? Apa yang harus dipertimbangkan ketika mewawancarai CEO? Apa latar belakang informasi perlu dikumpulkan? Dalam mempersiapkan alat wawancara, sudah ada beberapa hal perlu dipertimbangkan: Mendapatkan diidentifikasi secara jelas diartikulasikan didokumentasikan tujuan bisnis perusahaan Memiliki scan lingkungan dengan menyusun makalah, laporan, atau artikel yang menggambarkan peristiwa yang telah terjadi dan dapat mempengaruhi organisasi atau stakeholder Memberikan daftar sebelum risiko masa lalu dan potensi untuk diwawancarai.

risk profile interview sheetCONSOLIDATION PHASEOnce all the interviews have been completed it is time to summarize the findings and become a summary of the key facts and description, thus providing the basis for compiling or updating the risk profile. When summarizing for each major risk, we need to prepare individual sheets with 2 columns: 1) risk sources and cause for any increase in identified risk; 2} mitigation efforts and cause for any decreases in risks.In the process, interviewees sometimes give new ratings and/or trends for a risk and the ERM group should explore and validate all findings from the interviews and other evidence before make a decision whether the overall ratings or trends should indeed be changed.DOCUMENTATION PHASESubsequent phase after the result summarized, the risk manager is challenged on how to create a communicative document and any related presentations. Some helpful principles are given as follows: Keep it simple, written in plain language, combine descriptions, and easy to understand chart The draft consist of 3 key fundamental elements: 1) basic information such as the process followed, the number of interviews completed, the time frame for the assessment (e.g., three years forward), and the risks that have been removed from or added to the profile since the previous one; 2) top risks matrix show the current ratings, trends, and previous rating for comparison, references the risk descriptions on subsequent pages; 3) half-page narrative for each 10 risks describes the sources of the risk, the business objectives impacted, and the mitigations in place or planned.Once the draft risk profile has been updated by the ERM group, then it is presented to a management committee lead by the CEO, takes as the ownership of risk profile by accepting or approving it.COMMUNICATION PHASEThe primary purpose of the corporate risk profile is to share the risks facing the organization with the board and provide an important base for strategic planning how the existing risks might then be affected by new strategic directions.As part of good corporate governance, the board should insist on viewing updated profiles on a periodic basis or requesting interim updates during a crisis.In assuring the accuracy and usefulness of the corporate risk profile, the board also need to monitor how money and resources are allocate relative to the top 10 risk identified.

CONCLUSION The corporate risk profile plays a vital role in overall ERM process. Having a simple and communicative risk profile is essential for ERM as a practical management and governance tool that : Helps to align the understanding of business objectives and related risks between the board, senior management, and line management Helps to ensure significant risks are understood in a structured and consistent framework Plays an integral part in strategic planning and resource allocation Assists in marketing the value of ERM by demonstrating how the process works and how it adds value.Fase KONSOLIDASISetelah semua wawancara telah selesai sekarang saatnya untuk merangkum temuan dan menjadi ringkasan dari fakta-fakta kunci dan deskripsi , sehingga memberikan dasar untuk menyusun atau memperbarui profil risiko . Ketika meringkas untuk setiap risiko utama , kita perlu mempersiapkan individu lembar dengan 2 kolom : 1 ) sumber risiko dan alasan untuk setiap peningkatan risiko yang diidentifikasi ; } 2 upaya mitigasi dan penyebab untuk setiap penurunan risiko .Dalam proses ini , kadang-kadang diwawancarai memberikan peringkat baru dan / atau kecenderungan untuk risiko dan kelompok ERM harus mengeksplorasi dan memvalidasi semua temuan dari wawancara dan bukti-bukti lain sebelum membuat keputusan apakah peringkat keseluruhan atau tren memang harus diubah .FASE DOKUMENTASI Fase berikutnya setelah hasil diringkas , manajer risiko ditantang tentang cara membuat dokumen komunikatif dan setiap presentasi terkait . Beberapa prinsip membantu diberikan sebagai berikut : Keep it simple , yang ditulis dalam bahasa yang sederhana , menggabungkan deskripsi, dan mudah untuk memahami grafik Rancangan ini terdiri dari 3 elemen dasar utama : 1 ) informasi dasar seperti proses yang diikuti , jumlah wawancara selesai, kerangka waktu untuk penilaian ( misalnya , tiga tahun ke depan ) , dan risiko yang telah dihapus dari atau ditambahkan ke profil sejak sebelumnya satu ; 2 ) atas risiko matriks menunjukkan peringkat saat ini , tren, dan penilaian sebelumnya untuk perbandingan , referensi deskripsi risiko pada halaman berikutnya ; 3 ) setengah halaman narasi untuk setiap 10 risiko menggambarkan sumber risiko , tujuan bisnis yang terkena dampak , dan mitigasi di tempat atau direncanakan .Setelah profil risiko rancangan telah diperbarui oleh kelompok ERM , maka itu disajikan untuk memimpin komite manajemen dengan CEO , mengambil kepemilikan profil risiko dengan menerima atau menyetujui itu .FASE KOMUNIKASI Tujuan utama dari profil risiko perusahaan adalah untuk berbagi risiko yang dihadapi organisasi dengan dewan dan memberikan dasar penting untuk perencanaan strategis " bagaimana resiko yang ada mungkin kemudian akan terpengaruh oleh arah strategis baru " .Sebagai bagian dari tata kelola perusahaan yang baik , dewan harus bersikeras melihat profil diperbarui secara berkala atau meminta update interim selama krisis .Dalam menjamin keakuratan dan kegunaan dari profil risiko perusahaan , dewan juga perlu memantau bagaimana uang dan sumber daya yang mengalokasikan relatif terhadap 10 risiko yang diidentifikasi .

KESIMPULANProfil risiko perusahaan memainkan peran penting dalam proses ERM secara keseluruhan . Memiliki profil risiko sederhana dan komunikatif sangat penting untuk ERM sebagai manajemen dan tata kelola alat praktis yang : Membantu untuk menyelaraskan pemahaman tujuan bisnis dan risiko terkait antara dewan , manajemen senior , dan manajemen lini Membantu untuk memastikan risiko yang signifikan dipahami dalam kerangka terstruktur dan konsisten Memainkan bagian integral dalam perencanaan dan alokasi sumber daya strategis Membantu dalam pemasaran nilai ERM dengan menunjukkan bagaimana proses bekerja dan bagaimana hal itu menambah nilai .DC/2011Posted in Manajemen Risiko | Tagged ERM, Manajemen Risiko, Praktik Manajemen Risiko, Risk, Risk Management, risk profile | Leave a reply Prepare a Simple and Communicative Risk Profile (Part1)Posted on June 10, 2011 A right ERM risk profile should be holistic and reflect all risks to the organizations business objectivesPreparing and sharing corporate risk profile as one of the key building block of ERM process should be regarded as a helping tool in communicating with the board. How a profile is prepared, how frequently it is prepared, and with whom it is shared are all subject to different treatments in each organization. A corporate risk profile should be prepared for use by the management of an organization as part of the ERM process.There are 3 different types of commonly used corporate risk profile: the top 10 list, the risk map, and the heat map. The Top 10 List.This type is the simplest method of identifying, ranking, and sharing top risks in organization due to its simplicity, familiarity, easily understood, and denotes a short yet important list of risks. The Risk Map.This type is one of the most widely described ways to present the largest risks facing an organization. It consists of two axis: the vertical axis showing the potential impact of the risk and the horizontal axis showing the estimated likelihood of the risk occurring. Risk map are ideally best prepared during risk workshop using voting technology. The Heat Map.This type can list the organizational entities such as departments, locations, or product lines in the first column while, next to each entities are color-coded squares identifying the level of each risk. A heat map is usually color-coded to show the levels and risks and mitigations in a matrix format. dc | 2011Menyiapkan dan berbagi profil risiko perusahaan sebagai salah satu blok bangunan kunci dari proses ERM harus dianggap sebagai alat bantu dalam berkomunikasi dengan papan . Bagaimana profil disiapkan , seberapa sering itu disiapkan , dan dengan siapa ia bersama semua tunduk pada perlakuan yang berbeda di setiap organisasi . Sebuah profil risiko perusahaan harus siap untuk digunakan oleh manajemen suatu organisasi sebagai bagian dari proses ERM .Ada 3 jenis umum digunakan profil risiko perusahaan : top 10 list, peta risiko , dan peta panas . The " Top 10 " daftar . Tipe ini adalah metode paling sederhana untuk mengidentifikasi , peringkat, dan berbagi risiko atas dalam organisasi karena kesederhanaan , keakraban , mudah dipahami , dan menunjukkan daftar singkat namun penting dari risiko . Risiko Map. Jenis ini adalah salah satu cara yang paling banyak dijelaskan untuk menyajikan risiko terbesar yang dihadapi organisasi . Ini terdiri dari dua sumbu : sumbu vertikal menunjukkan potensi dampak risiko dan sumbu horizontal menunjukkan kemungkinan perkiraan risiko terjadi . Peta risiko idealnya paling siap selama lokakarya risiko menggunakan teknologi voting . The Heat Map . Jenis ini bisa daftar entitas organisasi seperti departemen , lokasi , atau lini produk di kolom sementara pertama , di samping masing-masing entitas tersebut adalah kotak - kode warna mengidentifikasi tingkat risiko masing-masing . Sebuah peta panas biasanya warna - kode untuk menunjukkan tingkat dan risiko dan mitigasi dalam format matriks . dc | 2011Posted in Manajemen Risiko | Tagged Enterprise Risk Management, ERM, Risiko, Risk, risk profile | Leave a reply GETTING OUR RISK MANAGEMENT RIGHT ON TRACKPosted on February 14, 2011 1 One of the biggest mistakes of failure in implementing risk management is taking the risk management framework as it is without considering the organization culture

Risk Management is implemented to pursue opportunities and effectively exploit the limited internal capability instead only managing the adverse affects due to uncertainties. It is important to identify up-front the organization expectation when implementing risk management such as improved decision making process in setting corporate strategy, reduced risk exposure in key areas, improve compliance, enhance efficiency on operations and profitability, etc.Organization that is struggling to effectively implement risk management or have not implemented a formal, proactive, structured risk management framework could use ISO 31000 as a useful guidance. ISO 31000 acknowledge the importance of continually enhance the risk management framework using 5 attributes as follows: Continual Improvement Full Accountability for Risks Application of Risk Management in all Decision Making Processes Continual Communications Full Integration in the Organizations Governance StructureOne of the biggest mistakes of failure in implementing risk management is taking the risk management framework as it is without considering the organization culture. In order to enhance or get the risk management right on track using ISO 31000, here is the suggested to do list for smooth transition.Manajemen Risiko diimplementasikan untuk mengejar peluang dan efektif memanfaatkan kemampuan internal yang terbatas bukan hanya mengelola merugikan mempengaruhi karena ketidakpastian . Hal ini penting untuk mengidentifikasi di muka harapan organisasi ketika menerapkan manajemen risiko seperti peningkatan proses pengambilan keputusan dalam menetapkan strategi perusahaan , mengurangi eksposur risiko di bidang utama , meningkatkan kepatuhan , meningkatkan efisiensi operasional dan profitabilitas , dll Organisasi yang berjuang untuk efektif menerapkan manajemen risiko atau belum menerapkan , proaktif , kerangka kerja manajemen risiko yang terstruktur secara formal bisa menggunakan ISO 31000 sebagai pedoman yang bermanfaat . ISO 31000 mengakui pentingnya terus meningkatkan kerangka kerja manajemen risiko dengan menggunakan 5 atribut sebagai berikut : Perbaikan secara terus menerus Akuntabilitas penuh untuk Risiko Penerapan Manajemen Risiko dalam semua Proses Pengambilan Keputusan terus menerus Komunikasi Integrasi penuh dalam Struktur Tata Kelola OrganisasiSalah satu kesalahan terbesar dari kegagalan dalam menerapkan manajemen risiko adalah mengambil kerangka kerja manajemen risiko seperti itu tanpa mempertimbangkan budaya organisasi . Dalam rangka untuk meningkatkan atau mendapatkan manajemen risiko yang tepat di jalur menggunakan ISO 31000 , di sini adalah " to do list " yang diusulkan untuk kelancaran transisi .

the example of transition process on ISO31000 Refine the Benefits/Impact of implementing ERM throughout the organization lead by the Boards and ERM Unit/Project Team and create a measurement process to determine to what extent these objectives will be achieved Review and Update the existing risk management framework and amend the documentation to align with prerequisite elements in ISO 31000.Keep a record of enhancement as evidence of continual improvement. Communicate the key changes to all organization personnel and notify them that the organization now follows an international risk management standard Appoint the key risk owner for risk management refresher training in order to encourage the risk owners to undertake a review of their risks and update their risk registercontoh proses transisi pada ISO31000 Perjelas Manfaat / Dampak penerapan ERM di seluruh memimpin organisasi oleh Dewan dan Tim ERM Unit / Proyek dan menciptakan proses pengukuran untuk menentukan sampai sejauh mana tujuan tersebut akan dicapai Ulasan dan Update kerangka kerja manajemen risiko yang ada dan mengubah dokumentasi untuk menyelaraskan dengan unsur-unsur prasyarat dalam ISO 31000. Mencatat peningkatan sebagai bukti perbaikan terus-menerus. Berkomunikasi perubahan kunci untuk semua personil organisasi dan memberitahu mereka bahwa organisasi sekarang mengikuti standar manajemen risiko internasional Menunjuk pemilik risiko kunci untuk manajemen risiko 'penyegaran' pelatihan dalam rangka mendorong pemilik risiko untuk melakukan kajian risiko mereka dan memperbarui daftar risiko mereka