BALADA INATEWS DAN KEBENCANAAN INDONESIAbig.go.id/assets/download/2019/ewarta/ewarta-edisi4.pdf ·...
Transcript of BALADA INATEWS DAN KEBENCANAAN INDONESIAbig.go.id/assets/download/2019/ewarta/ewarta-edisi4.pdf ·...
Terbit Dua Mingguan
Edisi 4 : 12 Feb – 25 Feb 2019Media Informasi Badan Informasi Geospasial
BALADA INATEWS DAN
KEBENCANAAN INDONESIA
Kirimkan tulisanmu ke email :[email protected]
Muat tulisanmu di
Ikan Kembung Lebih kaya Gizi
Eat Better, Feel Better, Live Better
Dari Redaksi
saat ini dapat diunduhmelalui www.big.go.idInspirasi bisa datang dari mana saja,
termasuk dari bencana.
Puisi, lagu, dan film bertemakan
bencana alam tercipta setelah kengerian
serta duka lara akibat bencana. Tidak
hanya itu, bencana yang seolah
datang bertubi-tubi pada Bumi Pertiwi
menumbuhkan sikap empati, mawas
diri, dan kepedulian terhadap sesama.
Potensi bencana yang begitu besar pun
menuntut semua kalangan di negeri
ini berfikir keras untuk mengantisipasi
dampak bencana di kemudian hari.
Masyarakat harus tanggap menghadapi
bencana yang bisa terjadi kapan saja.
Bentuk ketanggapan yang dapat
dilakukan adalah dengan menguasai
informasi peringatan dini bencana.
Pascatsunami Aceh pada 2004,
pemerintah mulai membangun
Indonesia Tsunami Early Warning
System (InaTEWS). Peringatan dini ini
merupakan serangkaian sistem untuk
memberitahu kemungkinan adanya
tsunami. Kepanikan berlebih yang
dapat menghambat langkah evakuasi
dapat diminimalkan dengan hadirnya
informasi ini. Sehingga, jumlah korban
dan kerugian akibat bencana dapat
berkurang.
Terlepas dari wilayah geografis
Indonesia yang memang berpotensi
sering mengalami bencana alam, kami
ingin berbagi pesan pada edisi #4 ini
bahwa `kita selalu bisa mengambil
pelajaran dari bencana alam.***
2 e-warta GEOSPASIAL
DownloadGRATISPeta Dasar
tersedia di tanahair.indonesia.go.id
- seluruh wilayah indonesia Format digital (SHP)
- 4.821 NLP format jpg/pdf
Tim Redaksi e-Warta Geospasial
Pengarah : Muhtadi Ganda Sutrisna
Penanggung Jawab : Wiwin Ambarwulan
Redaktur : Sri Lestari Munajati
Editor : Dian Ardiansyah, Kesturi Haryunani
Juru Desain : Yochi Citra, Nuruli Khotimah
Juru Foto : Achmad Faisal, Agung T Mandira
Sekretariat : Luciana Retno Prastiwi
Pembuat Artikel & Distribusi : Hero Hombas,
Maya Scoryna, Suranto, Tommy Nautico,
Maryanto, Yudi Irwanto, Adhy Rahadhyan,
Imam Prayogo, Luthfia Nuraini, Eva Nanda, Arik
Sukaryanti, Iman Apriana
Sekretariat e-Warta Geospasial :
Bidang Promosi dan Kerja Sama
Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama
Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong
Jawa Barat 16911
Email : [email protected]
Cover e-Warta : Stasiun Pasut Pelabuhan Pantoloan, Palu, Sulawesi Tengah
Balada InaTEWS dan Kebencanaan Indonesia
Laporan Utama
“Sekitar 90 persen gempa di dunia terjadi di sepanjang daerah
Cincin Api Pasifik. Selain itu, 80 persen gempa
besar di dunia juga terjadi di sini.”
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia, terdiri dari 16.056 pulau yang
membentang dari Sabang samapi Merauke.
Terletak di daerah Cincin Api Pasifik (Circum Pasific
Belt), membuat Indonesia memiliki alam yang
subur.
Namun, di balik itu semua, Indonesia memiliki
kondisi geografis, biologis, hidrografis, dan
demografis yang memungkinkan terjadinya
bencana, baik yang disebabkan factor alam
maupun nonalam. Tsunami, gempa, banjir, tanah
longsor, dan letusan gunung api sudah menjadi
bagian sehari-hari kehidupan masyarakat
Indonesia.
Cincin Api Pasifik adalah daerah yang memiliki
banyak sesar atau zona rekahan, memanjang
sekitar 40 ribu kilometer mulai dari Chile, Jepang,
dan berhenti di Asia Tenggara. Sekitar 90 persen
gempa di dunia terjadi di sepanjang daerah Cincin
Api Pasifik. Selain itu, 80 persen gempa besar di
dunia juga terjadi di sini.
Akhir 2004, terjadi gempa besar di Aceh hingga
menimbulkan tsunami. Gelombang setinggi 30
meter menggulung permukiman warga dan
menghancurkan apa saja yang dilewati. Lebih
dari 240 ribu jiwa tewas akibat bencana ini. Tidak
adanya peringatan dan rendahnya kesiapsiagaan
masyarakat saat itu menjadi salah satu pemicu
jatuhnya banyak korban jiwa.
Bencana di Aceh menyadarkan banyak pihak
untuk lebih waspada, karena ia bisa muncul
kapan pun dan di mana pun. Indonesia kemudian
membangun sistem peringatan dini tsunami
atau Indonesia Tsunami Early Warning System
(InaTEWS).DR. Antonius Bambang Wijanarto
Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika
e-warta GEOSPASIAL 3
Laporan Utama
Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi Geodinamika
(PJKGG) Badan Informasi Geospasial (BIG)
Antonius Bambang Wijanarto berbagi sedikit
kisah mengenai latar belakang serta suka duka
pengelolaan InaTEWS yang diselenggarakan BIG.
“Apa yang melatar-belakangi adanya
InaTEWS?”?
Letak Indonesia yang berada di zona patahan
deduksi patahan dan pertemuan lempeng membuat
Indonesia rentan bencana. Selain itu, banyak
gempa berpusat di laut yang memicu terjadinya
tsunami. Beberapa kementerian/lembaga (K/L),
seperti BIG, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), hingga Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek dikti)
menganggap perlu adanya sistem peringatan dini
tsunami di Indonesia.
“Bagaimana proses kerja dari InaTEWS
itu sendiri”?
BIG sebenarnya tidak berhubungan langsung
dengan InaTEWS, karena kompentensi utamanya
berada di BMKG dan BNPB. Namun, BIG membantu
menyediakan sensor-sensor aktif, seperti sensor
pasang surut (pasut) yang bisa memvalidasi adanya
potensi tsunami atau tidak. Data dari stasiun pasut
kemudian dikirimkan ke K/L terkait.
“Apa tantangan pengelolaannya”?
Saat ini, tuntutan kita adalah harus terus online
selama 24 jam. Namun, stasiun pasut sekarang
baru mampu merekam data setiap menit yang
dikirim ke server setiap lima menit. Sekarang kita
sedang berusaha menigkatkan agar bisa lebih
cepat dari itu.
“Bencana memang tidak bisa diprediksi, namun apabila ada
mitigasi bencana yang baik risiko bencana akan berkurang, salah satunya dengan INATews
ini” tegas Anton.
Pemasangan Stasiun Pasang SurutPulau Sebesi, Selat Sunda (2019)
e-warta GEOSPASIAL4
Laporan Utama
“Rencana dan harapan ke depan
terhadap InaTEWS”?
Berkaca dari tahun lalu, seperti adanya bencana
di Palu dan Selat Sunda. Kita (BIG) saat ini diminta
memasang 100 stasiun pasut baru serta 120 stasiun
CORS. Ini harus selesai dilakukan dalam waktu
tiga tahun ke depan. Kami berharap sumber daya
manusia (SDM) di BIG dapat lebih profesional
dalam menjalankan tugasnya.
Tercatat 20 stasiun pasut baru akan dipasang
pertengahan 2019. Wilayah yang dipasang, antara
lain Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Bengkulu, Sulawesi Barat, dan Maluku. Koordinasi
antarK/L telah dilakukan untuk menentukan titik-
titik strategis pemasangan alat tersebut.
Meskipun tak ada yang dapat menjawab dengan
pasti berapa kebutuhan ideal dari stasiun pasut
dan CORS di Indonesia, karena wilayah yang sangat
luas, berbagai upaya terus dilakukan khususnya
oleh pemerintah untuk membuat sistem mitigasi
bencana yang lebih efektif dan efisien. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi dampak dari bencana
yang setiap waktu bisa menghampiri kita semua.***Proses Pemasangan Stasiun Pasang SurutPulau Sebesi, Selat Sunda (2019)
e-warta GEOSPASIAL 5
Laporan Utama
Dyah Apriana WCPNS BIG
Setelah tsunami menghantam Aceh
pada 2004, pemerintah Indonesia
mulai membangun sistem peringatan
dini tsunami. Indonesia Tsunami Early Warning
System (InaTEWS) dibangun di bawah koordinasi
Kementerian Riset dan Teknologi.
InaTEWS dibangun dalam konsorsium yang terdiri
dari kementerian dan lembaga berdasarkan Surat
Keputusan Menko Kesra Nomor 21/KEP/MENKO/
KESRA/IX/2006 tentang Penunjukan Lembaga
Pemerintah sebagai Focal Point dan Pembentukan
Tim Pengembangan Sistem Peringatan Dini
Tsunami di Indonesia. Sesuai mandat tersebut,
Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) masuk dalam komponen operasional
InaTEWS. Tugasnya adalah sebagai penyedia
data dan informasi gempa serta peringatan dini
tsunami di Indonesia.
Setelah hampir 10 tahun dan menghabiskan dana
lebih dari 7 juta Euro, InaTEWS dinyatakan selesai
pada Maret 2014. Namun, InaTEWS baru resmi
diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada 11 November 2008.
InaTEWS dan SejarahnyaSesuai grand design, InaTEWS adalah sistem
peringatan dini tsunami end to end atau dari hulu
(upstream) ke hilir (downstream). Sistem InaTEWS
menggabungkan antara data seismik, GPS, buoy,
dan data tide gauge.
Ada sekitar 300 sensor tektonik dipasang di
sepanjang pantai di seluruh Indonesia. Seluruh
sistem yang saling terhubung ini mampu
mendeteksi gempa di dasar laut dan memberi
peringatan tsunami dalam waktu lima menit.
Sejak diresmikan pada 2008, InaTEWS telah
memberikan 23 kali peringatan dini tsunami. Dari
jumlah tersebut, 15 peringatan benar-benar diikuti
terjadinya tsunami.
Tidak semua peringatan akhirnya benar-benar
diikuti kejadian tsunami, karena saat terjadi gempa
seluruh sensor pada InaTEWS mencocokkan
dengan 18 ribu skenario pemodelan tsunami.
Seluruh proses tersebut dilakukan dalam hitungan
detik. Dari ribuan skenario tersebut, masih banyak
kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Terlepas dari hal tersebut, InaTEWS terbukti
berhasil menyelamatkan sejumlah masyarakat
yang tinggal di sepanjang pantai. Peringatan dini
yang dikeluarkan BMKG mampu memberikan
waktu kepada masyarakat untuk menyelamatkan
diri sebelum tsunami datang. ***
Tide Gauge alat memantau dan mengukur pasang surut air laut untuk
referensi vertikal kegiatan pemetaan
Bayu Triyogo Widyantoro (PJKGGmengecek alat Tide Gauge
e-warta GEOSPASIAL6
Pengetahuan
Ikan Kembung vs SalmonMengapa justru ikan salmon yang lebih banyak dikenal dan disukai
Ketika tersaji menu ikan kembung bumbu kuning dan sushi salmon, sebagian
besar orang mungkin memilih sushi salmon. Namun, tahukah Anda jika gizi
ikan kembung lebih tinggi dibanding salmon?
Ahli gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Diah
M. Utari menjelaskan, kandungan protein, omega-3, vitamin B12, vitamin D, fosfor,
vitamin B2 (Riboflavin), vitamin B6, iodine, selenium ikan kembung lebih tinggi
dibandingkan salmon. Ikan kembung juga sumber gizi yang sangat baik. Vitamin
D yang terkandung membantu penyerapan kalsium yang dibutuhkan
untuk kesehatan tulang dan gigi yang sehat.***
e-warta GEOSPASIAL 7
Kali ini, Rubrik Kuliner e-Warta Geospasial
membahas tempat makan yang dijamin
membuat pecinta makanan merasa eat
better, feel better, live better. Apalagi kalau bukan
di Shabu Hachi!
Restoran all you can eat
shabu-shabu dan yakiniku
grill ini menyajikan beragam
menu daging, ayam, hingga
seafood. Ada 50 jenis bahan
mentah yang siap dimasak
dan tujuh pilihan sup lho.
Kalian tidak perlu ragu. Shabu
Hachi adalah restoran dengan sistem shabu-
shabu and yakiniku restaurant with All You Can Eat
(AYCE) yang mendapat sertifikat halal pertama
dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Oia, di sini setiap orang akan mendapatkan
peralatan makan lengkap dengan panggangan
yakiniku dan rebusan shabu-shabu. Awas
kekenyangan yaa..!
Untuk mengambil menu all you can eat, disediakan
piring lebar, mangkuk, serta tempat sambal.
Eat Better, Feel Better, Live Better
Kuliner
S e m u a n y a
tersedia dalam
porsi besar. Tenang,
ada petugas yang selalu siap
mengisi ulang bila habis. Jadi,
jangan takut kehabisan.
Menu lainnya yang tersedia, yaitu
chicken/beef teriyaki, ketan hitam, kacang
hijau, kobucha, salad, kimchee, chicken
pok-pok, beef karage, french fries, rujak
buah, es krim, pudding, sop buah, potongan
buah segar, dan berbagai jenis minuman.
Bagi yang bawa anak, di tengah restoran terdapat
air mancur yang bisa dijadikan sebagai tempat
bermain ataupun sekadar foto-foto. Ada pula
musala yang bersih bagi para pengunjung yang
ingin beribadah.
Jadi, tunggu apalagi? Kamu-kamu yang ingin
makan kenyang sambil bersantai bersama
keluarga atau teman, bisa mengunjungi Shabu
Hachi di Jalan Raya Pajajaran Nomor 75,
Baranangsiang, Bogor Timur. ***
e-warta GEOSPASIAL8