BAKSO DAN SOSSIS kk.docx
-
Upload
rahmatyurdi -
Category
Documents
-
view
85 -
download
0
Transcript of BAKSO DAN SOSSIS kk.docx
BAKSO DAN SOSSISStandard
SHARE THIS: FACEBOOK TWITTER GOOGLE+ STUMBLE DIGG
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditi peternakan yang utama di samping telur dan susu adalah daging.
Daging juga merupakan produk yang sangat penting dan digemari oleh masyarakat umum.
Namun sama seperti produk-produk peternakan yang lainnya, daging juga mudah rusak dan tidak
tahan lama bila tidak diawetkan, baikdengan bahan pengawet maupun dengan perlakuan-
perlakuan tertentu.
Bahan pangan yang berasal dari dagingsangat disukai oleh masyarakat umum.Selain
karena rasanya yang nikmat, daging disukai juga karena kandungan nilai gizinya.Nilai nutrisi
daging yang tinggi disebabkankarena daging mengandung asam-asam amino yang lengkap dan
seimbang. Namun demikian kandungan nilai gizi daging dari setiap jenis ternak relatif
berbeda,setiap 100 gr daging dapat memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa sekitar 10 persen
kalori, 50 persen protein dan 35 persen zat besi (Fe) setiap harinya.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan daging,
seperti pengolahan dan pengawetan daging. Hal ini bertujuan selain untuk memperpanjang masa
simpan, juga untuk meningkatkan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen, serta dapat
mempertahankan nilai gizinya. Beberapa bentuk hasil pengolahan daging diantaranya ialah sosis,
kornet, dendeng, pindang, abon, bakso, nuget dll, sedangkan beberapa cara pengawetan yang
sering dilakukan ialah dengan cara pembekuan, pelayuan, pengeringan, pengasinan, pengasapan
dan pengalengan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukan praktikum ini.
Tujuan dan Kegunaan
- Sosis
Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan sosis adalah untuk melakukan proses
pembuatan sosis, mengenalkan produk olahan dari proses emulsifikasi, melakukan uji daya
penerimaan hasil, melakukan pengoperasian alat stuffer dan membandingkan karakteristik
produk dengan penambahan minyak nabati.
Kegunaan dilakukannya praktikum pembuatan sosis adalah kita dapat mengetahui cara/
teknik pembuatan sosis yang benar.
- Bakso
Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan bakso adalah untuk membuat bakso dengan
cara yang benar dan higienis, mengetahui komposisi bahan tambahan yang digunakan tanpa
menyebabkan efek samping terhadap konsumen, dan membandingkan karakteristik fisik bakso
dengan tambahan kanji yang berbeda.
Kegunaan dilakukannya praktikum pembuatan bakso adalah kita dapat mengetahui
teknik atau cara pembuatan bakso yang benar.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Daging
Daging adalah otot hewan yang tersusun dari serat-serat yang sangat kecil, masing-
masing berupa sel memanjang yang disatukan oleh jaringan ikat, membentuk berkas ikatan yang
pada kebanyakan daging jelas kelihatan lemak pembuluh darah dan urat syaraf. Bila potongan
daging diamati secara teliti maka tampak dengan jelas bahwa daging terdiri atas tenunan yang
terdiri atas air, protein, tenunan lemak dan potongan tulang.
Daging merupakan hasil pemotongan ternak yang telah melalui proses rigormortis, dalam
proses rigormortis tersebut otot akan mengalami kehilangan glikogen dan mengakibatkan otot
menjadi kaku, setelah itu enzim-enzim proteolitik pada daging akan bekerja dalam memperbaiki
keempukan.
Dagingmempunyai struktur daging yang terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat,
pembuluh darah dan jaringan syaraf. Menurut SNI 01-3947-1995 Urat daging melekat pada
kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi /kerbau
yang sehat waktu dipotong. Jenis mutu dibedakan menjadi segar, dingin dan beku, syarat muut,
pengambilan contoh dan pengemasan (Bobi. 2011).
Menurut Lukman (2008) SNI 01-3947-1995 penggolongan daging sapi/kerbau menurut
kelasnya adalah yaitu golongan (kelas) I, meliputi daging bagian has dalam (fillet), tanjung
(rump), has luar (sirloin), lemusir (cube roll), kelapa (inside), penutup (top side), pendasar +
gandik (silver side). Golongan (kelas) II, meliputi daging bagian paha depan, sengkel (shank),
daging paha depan (chuck), daging iga (rib meat), daging punuk (Blade). Golongan (kelas) III,
meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan II, yaitu samcan (flank), sandung
lamur (brisket ).
Daging adalah kumpulan sejumlah otot yang berasal dari ternak yang sudah disembelih
dan otot tersebut sudah mengalami perubahan biokimia dan biofisik sehingga otot yang semasa
hidup ternak merupakan energi mekanis berubah menjadi energi kimiawi yang dikenal sebagai
daging (pangan hewani).
Kata otot dapat dipergunakan pada masa hidup ternak dan setelah mati tetapi kata daging
selayaknya secara akademik dipergunakan setelah ternak mati dan otot telah berubah menjadi
daging. Terjadi proses konversi dari otot menjadi daging sehingga sesaat setelah ternak
disembelih seharusnya kata otot sebagai penyusun tubuh ternak masih digunakan sampai otot
telah berubah menjadi daging ditandai dengan timbulnya kekakuan (kejang mayat) dan
berangsur-angsur mengalami pengempukan pasacakekakuan tersebut.
Otot semasa hidup ternak dikenal sebagai alat pergerakan tubuh ditandai dengan
kemampuan berkontraksi dan berelaksasi, sehingga disebut sebagai energi mekanis dan karena
tersusun dari unsur kimia maka disebut pula sebagai energi kimiawi. Setelah ternak disembelih
dan tidak ada lagi oksigen dan otot tidak lagi berkontraksi maka otot dapat disebut sebagai energi
kimiawi (pangan hewani)
Perubahan biokimia yang terjadi diawali dengan proses glikolisis yakni perombakan
glikogen menjadi asam laktat dan dilanjutkan dengan proses maturasi (aging) ditandai dengan
pengempukan pada otot sebagai akibat kerja enzim pencerna protein. Proses glikolisis
pascamerta ternak disebut pula sebagai rigor mortis atau rigor (kekakuan) pascamerta.
Perubahan biofisik yang terjadi pada otot pascamerta adalah kehilangan ekstensibilitas
otot pada saat terjadi kekakuan dan pengempukan yang terjadi pascakekakuan (Bobi, 2011).
a. Mekanisme Penyediaan Daging
Berdasarkan atas sumbernya maka dapat dibedakan daging warna merah (red meat) yang
berasal dari ternak besar (sapi, kerbau) atau ternak kecil (kambing, domba) dan daging putih
yang lebih sering disebut sebagai poultry meat (ayam, itik dan unggas lainnya). Pemberian nama
sebagai daging merah atau daging putih (poultry meat) berdasarkan atas ratio antara serat merah
dengan serat putih yang menyusun otot tersebut.; otot yang mengandung lebih banyak serat
merah akan disebut sebagai daging merah.
Dalam penyediaan daging, dari sumbernya, bagi kebutuhan konsumen dikenal melalui
tiga fase perubahan /transformasi pada (Gambar 1)(Anonim, 2009) :
1. Transformasi pertama meliputi proses perubahan ternak hidup menjadi karkas dan bagian bukan
karkas (by product atau offal).
2. Transformasi kedua, merupakan proses pemotongan (cutting) bagian-bagian karkas menjadi
whole dan retail karkas untuk mendapatkan daging dan bagian-bagian lainnya seperti lemak,
tulang, aponevrose dan lain-lain.
3. Transformasi ketiga, merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari bahan baku daging yang
diperoleh pada transformasi kedua menjadi suatu produk akhir berupa daging olahan dalam
berbagai macam ragam.
Pemotongan merupakan suatu tahap yang penting dalam penyediaan daging
tersebut.Berdasarkan atas lokasi produsen dan konsumen dalam penyediaan daging, dapat
dibedakan atas sirkuit hidup dan sirkuit mati.Pada sirkuit hidup (sering juga disebut sirkuit rural
atau sirkuit kota-kota besar), ternak diangkut dan dipotong untuk digunakan didaerah
konsumen.Sedang pada sirkuit mati, ternak dipotong didaerah produsen kemudian karkas dan
atau dagingnya diangkut menuju kedaerah konsumen.
Gambar 1. Mekanisme Penyediaan DagingSumber : Anonim, 2009
b. Klasifikasi Daging
Daging konsumsi yang dijual di pasar tradisional maupun di swalayan dapat
dikatagorikan dalam dua kelompok.Kelompok pertama, daging dari ternak besar seperti sapi,
kerbau, dan kambing.Sedangkan kelompok kedua, daging dari ternak kecil yaitu dari jenis
unggas, ayam, itik, entog, dan lain-lain.
Daging berkualitas baik ditentukan oleh faktor perlakuan sebelum dan sesudah
penyembelihan.Beberapa faktor sebelum penyembelihan yang mempengaruhi kualitas daging
adalah tipe ternak, jenis kelamin, serta umur, dan pakan.Sedangkan beberapa faktor setelah
penyembelihan adalah metode pemasakan, pH daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk, hormon, marbling, metode penyimpanan, macam otot daging dan lokasi pada suatu
otot daging.
Daging memiliki cita rasa yang enak di lidah pengkonsumsinya.Hal ini
dikarenakan adanya marbling dalam daging tersebut.Marbling menjadikan daging
terasa empuk atau terasa "maknyos" dalam bahasa popular sekarang, karena
berperan sebagai bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga
berpengaruh terhadap sari minyak dan aroma keempukan daging tersebut.
Untuk memilih daging yang baik perlu diperhatikan hal-hal berikut: warna, keempukan
dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau atau rasa, jus daging, marbling, susut masak, retensi
cairan, dan pH daging. Sedangkan untuk mengukur mutunya, daging dapat diketahui dari
keempukannya yang dapat dibuktikan dengan sifatnya yang mudah dikunyah.
Supaya kualitas daging tetap terjaga daging disimpan pada suhu rendah yaitu di bawah 2
derajat celcius. Disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan
daging cepat rusak. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme yang terjadi pada saat
sebelum penyembelihan, penyembelihan, dan perlakuan yang diberikan kepada ternak setelah
pemotongan.Sifat fisikokimia (aktivitas air, pH, zat gizi) daging mudah meningkatkan
pertumbuhan mikroblia pembusuk tersebut (Yudi, 2009).
c. Daging dan Keamanannya
Secara pengertian daging merupakan semua jaringan hewan dan produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.Dibedakan berdasarkan warnanya daging yang dijumpai
di pasaran digolongkan atas daging merah dan daging putih.Contoh daging putih adalah daging
ayam, kelinci.Sedangkan daging merah adalah daging sapi, domba, kambing.
Daging putih mempunyai kadar protein lebih tinggi dibanding daging merah. Namun,
daging merah memiliki kadar lemak jenuh dan kolesterol yang lebih tinggi dibanding daging
putih. Untuk dapat mengetahui kondisi fisik daging yang baik dan sehat, khususnya daging ayam
dan sapi, dua jenis daging yang paling banyak dikonsumsi orang Indonesia.
Masyarakat dapat melihat ciri-ciri daging yang baik dan sehat tersebut seperti berikut ini
mengenal Ciri-ciri Daging Sapi yang Asli, Daging Sapi Gelonggong, dan Daging
Celeng.Bagaimana kita bisa memilih daging sapi yang asli dan masih segar? Kita harus
mengenal ciri-ciri dari daging sapi asli, daging sapi gelonggong, dan daging celeng.
Daging sapi yang asli dan segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dagingnya berwarna merah terang dan lemaknya berwarna kekuningan.
2. Tekstur dagingnya kenyal.
3. Biasanya, daging sapi asli dijual dengan cara digantung.
Ciri-ciri daging sapi gelonggong sebagai berikut:
1. Dagingnya berwarna pucat.
2. Teksturnya lembek dan cepat busuk.
3. Kadar airnya sangat banyak. Jika dagingnya ditekan akan mengeluarkan air.
4. Biasanya dijual dengan cara digeletakkan di atas meja (tidak digantung).
5. Jika direbus, daging sapi gelonggong akan menyusut lebih banyak daripada daging sapi asli.
Ciri-ciri daging celeng sebagai berikut:
1. Dagingnya berwarna lebih pucat.
2. Tekstur seratnya lebih halus.
3. Lemaknya lebih tebal.
4. Dagingnya lebih banyak mengandung air daripada daging sapi.
5. Aroma daging celeng lebih amis daripada aroma daging sapi.
6. Harganya lebih murah.
Ciri-ciri daging sapi yang baik adalah berwarna merah terang atau cerah, mengkilap,
tidak pucat, dan tidak kotor.Secara fisik daging elastis, sedikit kaku, dan tidak lembek.Jika
dipegang masih terasa basah dan tidaklengket di tangan. Dari segi aroma daging sapi sangat
khas(gurih).Konsumen harus teliti ketika membeli daging sapi karena saat ini disinyalir terdapat
daging sapi segar yang dicampur dengan daging celeng (babi), serta dengan daging sapi yang
kondisinya sudah busuk, diperjualbelikan di beberapa pasar tradisional dan pasar swalayan.
Untuk itu ketika bertransaksi pastikan membeli daging yang digantung dan perhatikan tampilan
fisiknya apa sesuai tidak dengan ciri-ciri daging baik.
Pengetahuan ciri-ciri daging yang baik dan sehat ini perlu diketahui oleh masyarakat agar
tidak tertipu oleh ulah oknum penjual daging sehingga harapan untuk mendapatkan daging yang
enak, baik, sehat dan menyehatkan, dapat tercapai sebagaimana mestinya (Anonim, 2012).
2. Tinjauan Umum Sosis
Sosis daging dihasilkan dari daging yang digiling dan dicampur dengan bahan tambahan
pangan lain kemudian dimasukkan ke dalam casing sosis. Sosis dibagi menjadi dua kelompok
yaitu sosis mentah dan sosis matang. Sosis mentah terdiri dari sosis segar (uncooked fresh
sausage) dan sosis asap mentah (uncooked smoked sausage). Sosis matang terdiri dari sosis
masak, semi-dry sausage dan dry sausage.
Uncooked fresh sausage adalah sosis yang masih mentah/segar, belum dilakukan curing atau
diasap, yang harus dimasak sebelum dikonsumsi.Contohnya fresh Bockwurst, Bratwurst, fresh
pork sausage, Italian-style fresh pork sausage, Salsicca, Weisswurst, fresh Thuringer.Uncooked
smoked sausage adalah sosis yang telah mengalami curing atau pengasapan, yang harus dimasak
sebelum dikonsumsi. Contohnya country style smoked porks sausage, Linguica, Mettwurst,
Polish sausage.(Yudi, 2009).
Sosis Daging adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Sosis Daging mengandung energi sebesar 452 kilo kalori, protein 14,5 gram, karbohidrat 2,3
gram, lemak 42,3 gram, kalsium 28 miligram, fosfor 61 miligram, dan zat besi 1 miligram.
Selain itu di dalam Sosis Daging juga terkandung vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C. Hasil
tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Sosis Daging, dengan jumlah yang
dapat dimakan sebanyak 100 % (Anonim, 1970).
Sosis berasal dari bahasa latin yaitu “salsus” yang berarti digarami atau daging yang
disiapkan melalui penggaraman. Sosis yang umum adalah produk daging giling yang dimasukan
kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik (bulat panjang) dengan
berbagai ukuran. Sejarah perkembangan sosis berjalan lambat, dimulai dengan proses
penggaraman yang sederhana dan pengeringan daging. Hal ini dilakukan untuk mengawetkan
daging segar yang tidak dikonsumsi dengan segera.
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudia
dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan kedalam pembungkus buatan, dengan atau
tidak dimasak, dengan atau tanpa diasap.Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk
makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari
75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan
tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan
sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis merupakan topping populer untuk pizza. Sosis terdiri dari
bermacam - macam tipe, ada sosis mentah dan juga sosis matang.Di Indonesia terdapat berpuluh - puluh merk
sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa, tergantung jenis sosisnya dan secara umum dapat
dilihat dari harganya.
a. Emulsi Sosis
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau
senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang
berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat
terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut
bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel
yang terdispersi (Soeparno,1994).
Emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian.Satu , fase terdispersi yang terdiri dari partikel-
partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak
selalu.Fase kedua adalah fase kontinu.Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak
dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar
partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu
molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas.Zat ini dinamakan
pengemulsi.
Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Kapasitas
emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya kandungan lean.Garam
mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi.
Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit
sehingga meningkatkan efisiensi.Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah
dibandingkan dengan kapasitas emulsi protein larut dalam garam.
b. Air
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam
daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari
minyak) daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan
protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk
melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga
temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994).
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging
yang digunakan.
Pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-
30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan tetap rendah selama
penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat terjaga.
c. Garam
Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa dan sebagai pengawet.Penggunaan garam
bervariasi, umumnya 2-2.5 % karena adanya hubungan dengan penyakit darah tinggi,
penggunaan garam semakin dikurangi. Pada konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya
kasar nampaknya kurang asin bila dibandingkan dengan sosis yang halus teksturnya.
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi
sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik
medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981)
menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya
mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
d. Sodium Trifosfat (STPP)
Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata 0.3
%.Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama
pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah
untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan
menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan
produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 %.
Fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu
mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi
tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan
memperlambat oksidasi.(Suwka, 2012).
e. Lemak
Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis.Kadar lemak berpengaruh pada
keempukan da jus daging.Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih stabil karena lemak sapi
mengandung lebih banyak asam lemak jenuh.Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih
dari 30 %.
f. Bahan pengikat
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi,
meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi pengerutan selama
pemasakan serta mengurangi biaya formulasi.Bahan pengikat adalah material bukan daging yang
dapat meningkatkan daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak.Bahan pengikat
mempunyai protein yang tinggi.Contoh dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein
kedelai serta skim bubuk. (Soeparno,1994).
g. Penyedap dan bumbu
Penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada
pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut.Garam dan merica
merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis (Soeparno, 1994).Bumbu adalah suatu
substansi tumbuhan aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk
bubuk.Penambahn bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk
menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor, dalam beberapa hal
bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan.
h. Selongsong sosis
Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis. Selongsong sosis
dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus selama penanganan dan
pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus
memiliki sifat kuat dan elastic, ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam
pembuatan sosis, yaitu:
1. Selongsong yang terbuat dari usus hewan
2. Selongsong yang terbuat dari kolagen
3. Selongsong yang terbuat dari selulosa
4. Selongsong yang terbuat dari plastik
5. Selongsong yang terbuat dari logam.
Sosis memang jenis makanan yang lezat dan mudah diolah dengan berbagai resep
sosis.Aneka ragam variasi sosis dengan mudah dapat diperoleh baik di pasar modern maupun
pasar tradisional. Perbedaan jenis sosis terletak pada warna, bentuk, ukuran, cita rasa, bahkan
bahan dasar dan proses pembuatannya. Berdasarkan metode cara membuat Sosis, secara umum
dibagi menjadi 5, yaitu :
1. Fresh Sausage, yaitu sosis yang dibuat dari daging segar yang belum mengalami pelayuan dan
tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan
beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta
bumbu-bumbu. Proses pembuatan Sosis segar tidak menggunakan proses pemasakan ataupun
diasapi. Sosis jenis ini harus didinginkan dan dimasak sebelum dimakan.Contohnya Fresh Beef
sausage.
2. Fresh Smoke Sausage, yaitu Fresh Sausage yang diasap. Sosis ini juga harus didinginkan dan
dimasak sebelum dimakan.Contohnya adalah Mettwurst.
3. Dry sausage, adalah Fresh sausage yang dikeringkan.Sosis jenis ini biasanya dimakan dalam
kondisi dingin dan didiamkan dalam jangka waktu lama.
4. Cooked Sausage, dibuat dari daging segar yang kemudian dimasak / direbus. Sosis jenis ini
biasanya dimakan segera setelah dimasak atau apabila disimpan maka harus dipanaskan terlebih
dahulu sebelum dimakan. Contoh sosis jenis ini adalah sosis Veal,Braunschweiger.
5. Cooked Smoked Sausages, sosis jenis ini hampir sama dengan Cooked Sausage, tetapi setelah
direbus maka sosis diasap atau diasap dahulu baru kemudian direbus. Sosis jenis ini dapat
dimakan panas atau dingin, tetapi harus disimpan dilemari pendingin,
Contohnya Wiener, Kielbasa atau Bologna.
Sosis dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Sosis mentah (rohwurst), dibuat dari daging sapi mentah yang digiling (tanpa proses
pemasakan), kemudian ditambahkan kultur bakteri lactobacillus sehingga terjadi proses
fermentasi.
2. Sosis matang (brunchwurst), dibuat dari daging mentah digiling, diolah, lalu dimasak. Sosis
jenis Brunchwurst merupakan jenis sosis yang paling banyak beredar di Indonesia.
3. Sosis masak (kochwurst), biasanya dibuat dari daging tetelan atau hati yang direbus, diolah, dan
dimasak lagi.
Tiap jenis sosis memiliki varian yang begitu beragam. Di Jerman, tercatat lebih dari 1500
jenis sosis dengan penamaan yang berbeda-beda, sesuai dengan bahan yang digunakan, jumlah
komposisi daging, serta selera. Hal ini berbeda dengan di Indonesia, yang belum memiliki
standarisasi. Walaupun berkiblat ke Jerman, resep sosis di Indonesia berbeda resep aslinya yang
hampir 100% menggunakan campuran daging atau lemak babi.
Dilihat dari jenis dagingnya, sosis digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu sosis sapi,
sosis ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan sebagai bahan
baku pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan menggunakan casing usus
babi, yang dinamakan “urutan”.
Berdasarkan daerah pengembangannya, dikenal berbagai nama dagang (merek) sosis,
contohnya :
1. Salami Sausage, yang berasal dari daerah Salami. Sosis jenis ini dibuat dari daging giling yang
kadang-kadang dibiarkan tidak halus, sehingga bagian-bagian dagingnya masih terlihat.
2. Bologna Sausage dari Bologna, merupakan sosis dengan tekstur yang lembut.
3. Frankfurter Sausage dari Frankfurt, dengan tekstur yang juga lembut. Sosis jenis ini nantinya
lebih populer dengan nama Wiener Sausage.Sedangkan di Amerika Serikat orang mengenalnya
dengan istilah Hot Dog.
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dibedakan atas sosis daging
giling dan sosis emulsi.Dalam sosis daging giling, daging tidak dihaluskan. Sehingga masih
terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur yang khas.Sedangkan
dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emulsi dengan lemak yang
ditambahkan.
i. Mikroba Yang Di Jumpai Dalam Fermentasi Sosis
Mikroba yang di jumpai Dalam fermentasi Sosis yaitu (Suwka, 2012) :
1. Pediococcus cerevisiae dan Lactobacillus plan tarum sebagai bakteri homo fermentatif sehingga
tidak terbentuk gas di dalam sosis dan di jumpai lebih banyak pada permulaan fermentasi karena
suhu yang agak panas di dalam sosis.
2. Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus brevis bersifat heterofermentatif, menghasilkan
gas CO2 sehinggs pertumbuhan perlu dihambat. Kalau tidak, maka gas yang dihasilkannya dapat
menyebabkan sosis mengembung dan pecah.
3. Micrococcus sp, yang di duga mengurangi kadar nitrik dan nitrat yang
ditambahkan.
Klasifikasi Sosis Yaitu Terdiri Atas:
1. Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang tidak dimasak, tidak dikuring,
umumnya daging babi segar dan terkadang daging sapi. Sosis jenis ini harus disimpan pada
lemari pendingin dan dimasak dahulu sebelum dihidangkan.
2. Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai karakteristik sama dengan sosis segar,
namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor dan warna yang
berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.
3. Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih macam-macam daging unggas.
Sosis ini biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang baik.
4. Sosis kering dan semi kering, merupakan sosis yang diproduksi melalui proses fermentasi
dengan persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis. Perhatian penuh sangat dibutuhkan
pada setiap tahap proses pembuataannya, dan harus dilakukan selama beberapa bulan di bawah
kondisi suhu dan kelembabab yang terkontrol.
5. Sosis daging spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang biasanya dimasak
atau cendrung dibakar daripada diasap.
Sosis sapi banyak digemari masyarakat karena selain rasanya enak, bergizi dan memiliki
bentuk yang menarik.Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang
kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa
usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak.
C. Tinjauan Umum Bakso
Bakso merupakan produk olahan daging atau ikan yang sudah sangat populer dan tidak
asing lagi bagi masyarakat.Hampir semua orang dari berbagai kelompok umur mulai dari anak-
anak, remaja, orang dewasa sampai manula menyukai bakso, karena rasanya yang gurih, lezat,
dan kenyal serta bergizi tinggi. Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku
untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan dan bakso sapi
(Wibowo, 2006).
Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan
bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau
berbentuk bulat, padat, kenyal, dan berisi. Biasanya bakso diproduksi oleh pedagang langsung
dalam jumlah yang banyak, akan tetapi dalampenjualan tersebut belum tentu habis
dibelikonsumen. Oleh sebab itu untuk menghindari kerugian dengan penambahan pengawet
kedalam bakso. Salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen untuk menghindari kerugian
akibat kerusakan tekstur bakso antara lainberjamur, berlendir, sehingga menimbulkan bentuk,
warna, rasa dan bau berubah. Oleh sebab itu penambahan pengawet dilakukan untuk
mendapatkan masa simpan bakso menjadi lebih panjang dan tidak menutup kemungkinan
menambahkan zat kimia boraks sebagai pengawet, karena boraks harganya murah dan boraks
berfungsi sebagai pengenyal (Winarno.F.G,1984).
a. Komposisi Bakso
Dalam pembuatan bakso disamping daging diperlukan bahan-bahan yang lain seperti:
a. Daging, daging dicuci bersih kemudiandigiling sebagai campuran pada saatpengulenan dengan
tepung terigu.
b .Tepung, yang digunakan umumnya tepung tapioka, gandum, atau tepung aren, dapat digunakan
secara sendiri-sendiri maupun campuran, dalam jumlah 10-100% atau lebih dari berat daging.
c. Pati, semakin tinggi kandungan patinya semakin rendah mutu serta murah harganya.Pada
umumnya bakso yang bermutu kadar patinya rendah, sekitar 15%.
d.Garam dapur dan bumbu (bawang, seledri,serta MSG), digunakan sebagai adonan penyedap untuk
mendapatkan rasa yang enak.
e. Es, digunakan untuk mempertahankan suhu rendah untuk menghasilkan emulsi yang baik.
b. Beberapa Macam Zat Kimia Yang Ditambahkan Pada Bakso
Pada pembuatan bakso zat kimia yang ditambahkan seperti :
a. Benzoat, diperbolehkan dan aman dikonsumsi asalkan tidak melebihi kadar yang ditentukan.
b. Boraks, biasanya boraks dengan dosis 0,1-0,5% (dari berat adonan) dicampur kedalam adonan,
untuk mendapatkan produk bakso yang kering, keset atau kenyal teksturnya.
c. Tawas (Al2(SO4)3), digunakan untuk mengeringkan sekaligus mengeraskan permukaan.
d. TiO2(Titanium dioksida ), penambahan TiO2dalam adonan bakso umumnya sekitar 0,5-1,0% dari
berat adonan, digunakan sebagai bahan pemutih untuk menghindarkan terjadinya bakso
berwarna gelap.
e. STTP (Sodium Tripoly Phosphat ), STTP secara umum diijinkan dan telah banyak digunakan
dalam makanan untuk keperluan perbaikan tekstur dan meningkatkan daya cengkram air
(Winarno,F.G,1984).
c. Pembuatan bakso
Bakso dapat dihasilkan dengan baik tanpa menggunakan boraks asal menggunakan air es
yang bersih, biasanya cukup menggunakan STTP 0,25% dan dengan bahan pengawet kalium
karbonat, natrium karbonat atau kalsium propionate sebagai pengganti.Dari survey, diketahui
bahwa secara umum pembuatan bakso melalui 5 tahap yaitu :
a. Pencucian
Daging yang telah ditimbang dicuci bersih, kemudian dimasukkan dalam wadah .
b. Pengilingan
Daging yang mentah dicuci bersih, kemudiandimasukkan ke dalam mesin giling.Pada waktu
penggilingan ditaburi tepung terigu supaya daging tidak lengket.
c. Pengulenan
Setelah daging digiling berbentuk gumpalan daging kemudian diuleni ditambahkan
dengan bumbu-bumbu dan ditambah dengan bleng yang diduga mengandung boraks yang
berfungsi sebagai pengental, pengawet dan pengenyal kemudian diuleni sampai homogen biar
kempal dan mudah dicetak.
d. Pencetakan bakso
Biasanya bakso dicetak menggunakan tangan, dibentuk bulat-bulat dengan ukuran sedang
dan ada pula yang dicetak dengan ukuran besar.
e. Perebusan
Sebelum penyajian dalam bentuk bakso kuah, bakso tersebut direbus lagi kurang lebih 5
menit untuk melunakkan dan mengenyalkan bakso agar enak bila dimakan dalam penyajian
biasanya ditambah dengan mie, bumbu-
bumbu dan kuah.
d. Bahan Tambahan Pangan
1. Definisi Bahan Tambahan Pangan
Di dalamPeraturan Menteri Kesehatan RINo.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskanbahwa
BTP adalah bahan yang biasanyatidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas makanan,mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalammakanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan,penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,penyimpanan atau pengangkutan
makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
a. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah
terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
b. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih renyah pada saat dikonsumsi.
c. Memberikan warna dan aroma yang menarik sehingga menambah selera.
d. Meningkatkan kualitas pangan.
e. Menghemat biaya.
e. Pengawet
1. Definisi Pengawet
Pengawet adalah bahan kimia yang berfungsi membantu mempertahankan bahan
makanan dari serangan mikroba pembusuk baik bakteri maupun khamir (ragi) dengan cara
menghambat, mencegah, memberhentikan proses pembusukan, fermentasi, pengasaman, atau
kerusakan komponen lain dari bahan pangan.
2. Tujuan Pemberian pengawet
Tujuan pemberian pengawet ialah (Anonim, 2012) :
a. Untuk menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan bahan makanan. Berbagai bahan
makanan, cepat atau lambat akhirnya akan mengalami kerusakan, tetapi resiko yang terjadi
kerusakan pada bahan yang diawetkan dapat diperkecil, sehingga bahan-bahan yang diawetkan
mempunyai nilai yang tinggi, harga yang relatif mahal dan daya guna yang lebih banyak.
b. Untuk mempertahankan mutu (kualitas). Bahan-bahan yang diawetkan tetap akan mengalami
perubahan warna atau rasa selama penyimpanan (sebelum dipergunakan), tetapikerusakan ini
akan berjalan lambat sehingga seolah-olah tidak mengalami perubahan, maka bahan-bahan
makanan yang mula-mula bermutu baik akan tetap baik selama jangka waktu tertentu.
c. Untuk menghindarkan terjadinya keracunan. Ada beberapa jenis mikroorganisme yang dapat
menghasilkan racun (toxin). Bahan makanan tersebut bila dimakan, akan menyebabkan
keracunan pada manusia. Dengan proses pengawetan, maka resiko terjadinya kerusakan oleh
mikroorganisme dapat dihindari atau dapat dikurangi.
d. Untuk mempermudah penanganan, penyimpanan dan pengangkutan Cara penanganan lanjutan dari
bahan makanan yang belum mengalami proses pengawetan karena pemilihan dan pembersihan
dari bahan yang sudah mengalami proses pengawetan tidak perlu dilakukan lagi dan
kemungkinan tercemarnya bahan makanan oleh mikroorganisme dapat diperkecil. Bahan–bahan
makanan yang sudah mengalami proses pengawetan akan tahan terhadapkondisi-kondisi yang
dapat merusak sehingga dalam penyimpanan dan pengangkutannya menjadi mudah karena
mempunyai bentuk yang ringkas dan praktis.
f. Jenis-jenis Pengawet
Bahan pengawet yang ditambahkan dengan sengaja kedalam bahan makanan dengan
maksud untuk menghambat atau mematikan jasad renik, dapat digolongkan berdasarkan
komposisi kimianya, maka bahan pengawet dibagi atas :
a. Pengawet organik
Senyawa yang termasuk pengawet organik antara lain Asam benzoat, Asam formiat dan
lain-lain.
b. Pengawet Anorganik
Senyawa yang termasuk anorganik antara lain senyawa nitrit, nitrat, su
lfite, khlor bebas, peroksida dan boraks (Anonim, 2012).
g. Pengawet boraks
Sifat fisik : Boraks berbentuk kristal putih transparan, tidak berbau, rasa asin, Sifat
kimia : Boraks larut dalam air, tidaklarut dalam alkohol, dan mempunyai pH: 9,5, Berat
Molekul(BM) : 381,37, Rumus Molekul: Na2B4O7.10 H2O (Anonima, 2011).
D. Tinjauan Umum Tepung Tapioka
Tepung tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalammemperoleh pati
dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usiaatau kematangan dari tanaman
singkong. Usia optimum yang telah ditemukandari hasil percobaan terhadap salah satu varietas
singkong yang berasal darijawa yaitu San Pedro Preto adalah sekitar 18-20 bulan. Ketikaumbi
singkong dibiarkan di tanah, jumlah pati akan meningkat sampai padatitik tertentu, lalu umbi
akan mejadi keras dan menyerupai kayu, sehinggaumbi akan sulit untuk ditangani ataupun
diolah. Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada :
Tabel 1.Komposisi kimia tepung tapioka
Komposisi Jumlah
Serat (%) 0.5
Air (%) 15
Protein (%) 0.5-0.7
Lemak (%) 0.2
Energi (kalori/100 gram) 307
Sumber : Anonimb, 2011
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai pH tepung tapioka tidakdipersyaratkan.
Namun demikian, beberapa institusi mensyaratkan nilai pHuntuk mengetahui mutu tepung
tapioka berkaitan dengan proses pengolahan.Salah satu proses pengolahan tepung tapioka yang
berkaitan dengan pHadalah pada proses pembentukan pasta,pembentukan gel optimum terjadi
pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi,pembentukan pasta makin cepat tercapai tetapi cepat turun
lagi. Sebaliknya,bila pH terlalu rendah, pembentukan pasta menjadi lambat dan
viskositasnyaakan turun bila proses pemanasan dilanjutkan.The Tapioca Institute
ofAmerica(TIA) menetapkan standar pH tepung tapioka sekitar 4.5-6.5..
Kehalusan tepung juga penting untuk menentukan mutu tepung tapioka. Tepung tapioka
yang baik adalah tepung yang tidak menggumpal dan memiliki kehalusan yang baik. Dalam SNI
tidak dipersyaratkan mengenai kehalusan tepung tapioka. Salah satu institusi yang mensyaratkan
kehalusan sebagai syarat mutu tepung tapioka adalah The Tapioca Institute of America (TIA),
yang membagi tepung tapioka menjadi tiga kelas (grade) berdasarkan kehalusannya (Anonimb,
2011).
Penambahan tepung tapioka pada pembuatan bakso berfungsi untuk menambah volume
(substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air dan memperkecil penyusutan.
Terjadinya pembengkakan pada pembuatan bakso disebabkan oleh proses gelatinisasi dari
tepung tapioka yang mempunyai sifat mudah menyerap air dan air diserap pada saat temperatur
meningkat. Jika pati dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai
menggelembung saat temperatur meningkat dari 60° C sampai 85° C (Enny Karti B, 2012).
E. Tinjauan Umum Tepung Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat. Susunan asam
amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang. Kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan
dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Komoditas ini mengandung protein tinggi dan mengandung
sedikit lemak. Protein kedelai juga dibuktikan paling baik dibandingkan jenis kacang-kacangan
lain. Kandungan proteinnya setara dengan protein hewani dari daging, susu, dan telur. Terlebih
lagi, 25% kandungan lemak dalam kedelai terdiri dari asam lemak tak jenuh yang bebas
kolesterol.Asam lemak tak jenuh ini dapat mencegah timbulnya pengerasan pembuluh-pembuluh
nadi (arterio sclerosis). Kedelai juga dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL)
dan dapat mengurangi risiko penyakit jantung, seperti yang telah dibuktikan melalui berbagai
penelitian (Anonimc. 2011).
Dalam kacang kedelai terdapat senyawa kimia yang dinamakan lesitin. Lesitin adalah
campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang meliputi fosfatidil kolin, fosfatidil
etanolamin, fosfatidil inositol. Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun
tanaman.Komponen ini paling banyak diperoleh dari kedelai. Penggunaan lesitin adalah sebagai
pengemulsi, dengan demikian SPI (soy protein isolate) yang digunakan dalam industri pangan
berfungsi juga untuk gizi, sensori, emulsifikasi, penyerapan air dan perekat lemak.
1. Jenis-jenis turunan protein kedelai
Pengolahan kedelai dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan menghasilkan
produk-produk yang umum dijumpai di pasaran seperti tepung kedelai, susu kedelai, tahu, tempe,
bungkil kedelai, minyak kedelai, dan protein nabati bertekstur.
Terdapat beberapa kelompok protein kedelai yaitu konsentrat protein kedelai (soy protein
concentrate/ SPC), isolat protein kedelai (soy protein isolate/ SPI), dan protein kedelai bertekstur
(textured soy protein/TSP).Konsentrat protein kedelai (SCP) pada dasarnya adalah kedelai yang
telah mengalami proses penghilangan karbohidrat larut air. SCP mengandung protein yang
tinggi, yaitu sekitar 70%. Protein kedelai bertekstur atau TSP dibuat dari SCP dengan tambahan
proses teksturisasi sehingga berbentuk dry flakes atau chunks (lembaran-lembaran kering atau
kotak). Strukturnya akan tetap ketika dibasahi dan menyerupai daging sapi giling. TSP chunks
ini dapat digunakan sebagai meat replacement (pengganti daging). TSP mengandung sekitar 70%
protein.
Di antara ketiga turunan protein kedelai tersebut yang paling banyak digunakan dalam
proses pengolahan daging adalah isolat protein kedelai (SPI).SPI utamanya digunakan dalam
produk daging untuk memperbaiki tekstur dan kualitas serta palatabilitas (eating quality) produk
olahannya. Kandungan protein SPI ini sangat tinggi yaitu sekitar 90% CP (crude protein),
sehingga dia memang sangat baik untuk meningkatkan nilai gizi produk daging olahan. SPI
mensuplai protein kualitas tinggi yang mengandung semua asam amino yang diperlukan untuk
pertumbuhan. SPI ini sepadan dalam kualitas dengan protein dari produk-produk ternak dan
hampir tak mengandung lemak, SPI tidak mengandung kolesterol dan lemak jenuhnya sedikit
atau hampir tidak ada.
SPI berfungsi sebagai bahan pengikat (binder) bukan bahan pengisi (filler).Bahan pengisi
dan bahan pengikat adalah bahan-bahan bukan daging yang ditambahkan dalam produk dengan
tujuan untuk meningkatkan stabilitas, menurunkan penyusutan sewaktu pemasakan,
memperbaiki sifat irisan, mengikat air, membentuk tekstur, dan memberikan warna yang
khas.Perbedaan bahan pengikat dan bahan pengisi adalah berdasarkan kandungan protein dan
karbohidrat. Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan mampu
memperbaiki sifat emulsi, sedangkan bahan pengisi memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi
serta pengaruhnya kecil terhadap sifat emulsi. Bahan pengikat dapat berupa bahan nabati
maupun hewani.
Terdapat dua macam SPI yang digunakan dalam industri daging olahan yaitu SPI yang
berbentuk tepung dan SPI yang berbentuk granular atau butiran. Penggunaan SPI yang berbentuk
tepung biasanya langsung dicampurkan dengan bahan emulsi yang lain, sedangkan SPI yang
berbentuk granular direndam dalam air terlebih dahulu kemudian baru dicampurkan ke dalam
bahan emulsi. Perendaman ini bertujuan untuk menghilangkan bau langu dari kedelai dan dapat
diulang sesuai keperluan sehingga bau langu hilang.
SPI juga digunakan untuk membuat corned chicken. SPI yang ditambahkan dalam proses
pembuatan corned chicken berupa campuran adonan air, tepung SPI dan tepung sagu. Campuran
adonan ini dikenal dengan istilah sapromix.Terdapat juga produk turunan daging ayam yang
menggunakan SPI yaitu chicken nugget. SPI yang ditambahkan menurut produsen chicken
nugget tersebut, selain mempunyai fungsi-fungsi yang telah disebutkan, juga dapat mengurangi
biaya produksi. Harga SPI lebih rendah dibandingkan dengan harga daging, sehingga
keuntungan perusahaan pun semakin meningkat.
Dalam pembentukan emulsi, produk turunan daging lain yang menggunakan SPI sebagai
bahan pengikat adalah beef burger. Bahan tambahan tersebut berfungsi untuk meningkatkan
stabilitas emulsi beef burger, memperbaiki sifat irisan dan struktur produk beef burger (Anonimc.
2011).
2. Inovasi terbaru
Dunia industri daging terus berkembang dan berkreasi dengan melakukan inovasi-
inovasi serta memunculkan produk-produk baru turunan daging.Produk-produk turunan daging
tersebut menggunakan protein kedelai untuk mendapatkan produk yang semakin baik dan
memenuhi standar mutu. Terdapat 3 ketegori produk daging yang diproduksi oleh banyak dunia
industri yang beredar di pasaran yaitu raw meat (daging mentah), low value added meat (daging
bernilai tambah rendah) dan high value added meat (daging bernilai tambah tinggi).
Produk turunan daging yang tergolong high value added meat antara lain adalah sosis,
bakso, burger patties, cooked burger, kebab, pepperoni, smoked beef, beef bacon, beef pastrami,
ground corned, dan meat loaf, sedangkan daging yang tergolong mempunyai nilai tambah sedikit
adalah daging giling (minced beef), daging potongan (beef cube), chicken portion, chicken
boneless dan minced chicken. Bahan utama untuk produk-produk turunan daging bernilai tambah
tinggi tersebut dapat berasal dari sapi (beef), ayam (chicken) ataupun domba/kambing.
Sosis merupakan salah satu produk turunan daging yang mempunyai nilai tambah tinggi
dan banyak perusahaan memproduksi sosis.Bahkan terdapat produk sosis yang tidak perlu
penyimpanan dingin, tetapi cukup diletakkan di dalam toples atau di ruang terbuka, tinggal buka
kemasan dan langsung dapat disantap. Bahan baku yang terutama dalam pembuatan sosis sapi
adalah daging sapi bagian forequarter (potongan bagian ¼ depan dari karkas sapi) tanpa tulang.
Dalam istilah industri bagian tersebut disebut beef forequarter 85 chemical lean atau dikodifikasi
sebagai Beef FQ 85 CL. Sosis juga dapat diproduksi dengan bahan baku daging ayam tanpa
tulang (chicken boneless).
Untuk membuat sosis diperlukan banyak bahan pembantu selain bahan utama daging.
Terdapat banyak bahan pembantu yang digunakan untuk pembuatan sosis. Bahan-bahan tersebut
antara lain garam, bumbu-bumbu, tepung, dan bahan pewarna atau perasa (coloring and
flavoring agent. Garam yang umum digunakan dalam pembuatan sosis yaitu garam (NaCl),
garam nitrit (NaNO2), garam fosfat (sodium tripoliphosphat/STPP), monosodium glutamate (Na-
Glutamate/MSG), sodium erythorbate (Na-erythorbat). Bumbu-bumbu atau rempah-rempah yang
umumnya dipakai dalam formulasi sosis adalah bawang putih (garlic powder), pala, beef flavor
atau chicken flavor, dan smoked flavor. Tepung yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah
tepung pati dan SPI.
3. Pemilihan protein kedelai
Protein kedelai yang terdapat di pasaran bervariasi, dalam mutu, kandungan gizi, proses
preparasi dan penggunaannya. Pemilihan jenis protein kedelai yang digunakan untuk pembuatan
produk daging olahan menjadi bagian yang tidak boleh ditinggalkan, karena akan mempengaruhi
produk yang dihasilkan.Terdapat tiga jenis tepung kedelai yang beredar di pasaran. Ketiganya
mempunyai kandungan protein yang tinggi yaitu SPI, SPC dan soy flour.
Tepung kedelai (soy flour) dibuat dengan cara penggilingan biji kedelai menjadi tepung
yang halus. Terdapat 3 bentuk tepung kedelai yaitu yang natural atau full-fat (masih
mengandung minyak); yang defatted (minyak dihilangkan) dan yang lecithinated (lecithin
ditambahkan). Kandungan protein tepung kedelai ini berkisar 50% (40-60%).
Penggunaan protein kedelai dalam industri daging olahan harus mempertimbangkan juga
peraturan atau regulasi yang telah ditetapkan. Bakso misalnya, mengandung daging tidak kurang
dari 50% (SNI 01-3818-1995), sedangkan sosis minimal mengandung daging 75% (SNI 01-
3820-1995), sehingga pemilihan protein kedelai tentu saja harus menyesuaikan dengan peraturan
yang berlaku. Suatu industri daging olahan menetapkan bahwa pemakaian SPI pada proses
pembuatan burger dibatasi maksimal 30% dari seluruh adonan.(Anonimc. 2011).
METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Yaitu pada
pukul 14.00 WITA - selesai hari Selasa tanggal 2 April 2013, di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang di gunakan dalam praktikum teknologi pengolahan hasil ternak mengenai
pembuatan sosis yaitu, mixer, stuffer, food cutter, waskom kecil, sendok, panci, termometer, dan
kompor.
Bahan yang di gunakan dalam praktikum pengolahan hasil ternak mengenai pembuatan
sosis yaitu daging segar, tepung kanji/tapioka, tepung kedelai, es, garam, obat bakso/STTP,
merica, bawang putih, dan selongsong.
Prosedur Kerja
Menyiapkan bahan dan peralatan dalam keadaan bersih, lalu daging dipotong-potong
dadu dan dicuci kemudian menggiling selama 1-2 menit bersama-sama garam, dan ½ bagian es,
lalu menambahkan tepung tapioka, tepung kedelai dan bumbu serta menggiling kembali selama
1 menit hingga adonan menjadi legit, adonan didiamkan selama 10 menit, kemudian
memasukkan ke dalam selongsong yang berupa plastik selanjutnya memasak air sampai
mendidih baru memasukkan sosis ke dalam panci yang telah di masak air mendidih selama 45
mnit lalu tiriskan dan dikonsumsi.
PEMBAHASAN
A. Sosis
Dari hasil pembuatan sosis dibedakan menjadi 2 yaitu pembuatan sosis dengan
menggunakan tepung tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan sosis dengan menggunakan
tepung tapioka saja dengan diketahui bahwa panelis terdiri dari 5 orang dan panelis pembuatan
sosis dengan menggunakan tepung tapioka saja terdiri dari 10 orang dengan uji organoleptik
terbagi menjadi 7 kategori yaitu kategori memiliki warna, cita rasa, ada aroma, tekstur,
kebasahan, keempukan, dan kekenyalan. Adapun hasil perbandingan praktikum pembuatan
sosisdengan menggunakan tepung tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan sosis dengan
menggunakan tepung tapioka saja dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 1. Hasil Perbandingan Praktikum Pembuatan SosisDengan Menggunakan Tepung Tapioka Dan Tepung
Kedelai Serta Pembuatan Sosis Dengan Menggunakan Tepung Tapioka.
Uji Organoleptik
Nilai Rata-Rata PanelisSosis + Tepung Tapioka +
Tepung Kedelai Sosis + Tepung Tapioka
Warna 1 2
Tekstur 5 4
Aroma 4 4
Cita rasa 5 6
Kebasahan 1 4
Keempukan 1 4
Kekenyalan 1 5
Sumber : Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2013.
Keterangan
Warna Cita rasa Tekstur
1 = putih pucat 1= tidak asin 1 = halus
2 = agak pucat 2 = kurang asin 2 = kurang halus
3 = pucat 3 = asin 3 = kasar
4 = cukup pucat 4 = cukup asin 4 = cukup kasar
5 = pucat sekali 5 = asin sekali 5 = kasar sekali
6 = sangat pucat 6 = sangat asin 6 = sangat kasar
Aroma Kebasahan Keempukan
1 = tidak beraroma 1 = tidak basah 1 = tidak empuk
2 = kurang aroma daging 2 = agak basah 2 = agak empuk
3 = aroma daging 3 = basah 3 = empuk
4 = cukup aroma daging 4 = cukup basah 4 = cukup empuk
5 = beraroma sekali 5 = basah sekali 5 = empuk sekali
6 = sangat beraroma 6 = sangat basah 6 = sangat empuk
Kekenyalan
1 = tidak kenyal
2 = agak kenyal
3 = kenyal
4 = cukup kenyal
5 = kenyal sekali
6 = sangat kenyal
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan sosis dengan perbandingan antara pembuatan
sosis dengan ditambahkan tepung tapioka dan tepung kedelai dan pembuatan sosis dengan
ditambahkan tepung tapioka diperoleh bahwa pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung
tapioka dan tepung kedelai memiliki warna putih pucat, bertekstur kasar, cukup beraroma
daging, menghasilkan rasa sangat asin, tidak basah, tidak empuk dan tidak kenyal sedangkan
pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka memiliki warna agak pucat, bertekstur
agak kasar, cukup beraroma daging, rasa asin sekali, cukup basah, cukup empuk, dan kenyal
sekali. Jadi, pembuatan sosis yang lebih baik pada praktikum adalah sosis dengan menggunakan
tepung tapioka dan tepung kedelai namun karena adanya kesalahan teknis pengikatan tali pada
selongsong yang tidak erat sehingga masih terdapat uap udara sehingga sosis kurang padat dan
karena tepung tapioka mempunyai sifat mudah menyerap airdan air diserap pada saat temperatur
meningkat. Jika pati yang terkandung didalam tepung tapioka di panaskan akan mudah
tercampur dengan daging yang dapat meningkatkan kekenyalan sosis sedangkan penambahan
tepung tapioka dan tepung kedelai kualitas dari sosis semakin bagus karena tepung kedelai
mengandung zat gizi seperti protein hal ini sesuai dengan pendapat Enny (2012) yang
menyatakan bahwa Penambahan tepung tapioka pada pembuatan sosis berfungsi untuk
menambah volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air dan memperkecil
penyusutan. Terjadinya pembengkakan pada pembuatan sosis disebabkan oleh proses gelatinisasi
dari tepung tapioka yang mempunyai sifat mudah menyerap air dan air diserap pada saat
temperatur meningkat. Jika pati dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula
ini mulai menggelembung saat temperatur meningkat dari 60° C sampai 85° C.
B. Bakso
Dari hasil pembuatan bakso dibedakan menjadi 2 yaitu pembuatan bakso dengan
menggunakan tepung tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan bakso dengan menggunakan
tepung tapioka dengan diketahui bahwa panelis terdiri dari 5 orang dan panelis pembuatan bakso
dengan menggunakan tepung tapioka terdiri dari 7 orang dengan uji organoleptik terbagi menjadi
7 kategori yaitu kategori memiliki warna, cita rasa, ada aroma, tekstur, kebasahan, keempukan,
dan kekenyalan. Adapun hasil perbandingan praktikum pembuatan bakso dengan menggunakan
tepung tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan bakso dengan menggunakan tepung tapioka
saja dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 1. Hasil Perbandingan Praktikum Pembuatan Bakso Dengan Menggunakan Tepung Tapioka Dan
Tepung Kedelai Serta Pembuatan Bakso Dengan Menggunakan Tepung Tapioka.
Uji Organoleptik
Nilai Rata-Rata Panelis
Bakso + Tepung Tapioka + Tepung Kedelai Bakso + Tepung Tapioka
Warna 3 2
Tekstur 5 4
Aroma 3 4
Cita rasa 4 6
Kebasahan 4 4
Keempukan 3 4
Kekenyalan 3 4
Sumber : Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2013
Keterangan
Warna Cita rasa Tekstur
1 = putih pucat 1= tidak asin 1 = halus
2 = agak pucat 2 = kurang asin 2 = kurang halus
3 = pucat 3 = asin 3 = kasar
4 = cukup pucat 4 = cukup asin 4 = cukup kasar
5 = pucat sekali 5 = asin sekali 5 = kasar sekali
6 = sangat pucat 6 = sangat asin 6 = sangat kasar
Aroma Kebasahan Keempukan
1 = tidak beraroma 1 = tidak basah 1 = tidak empuk
2 = kurang aroma daging 2 = agak basah 2 = agak empuk
3 = aroma daging 3 = basah 3 = empuk
4 = cukup aroma daging 4 = cukup basah 4 = cukup empuk
5 = beraroma sekali 5 = basah sekali 5 = empuk sekali
6 = sangat beraroma 6 = sangat basah 6 = sangat empuk
Kekenyalan
1 = tidak kenyal
2 = agak kenyal
3 = kenyal
4 = cukup kenyal
5 = kenyal sekali
6 = sangat kenyal
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan bakso dengan perbandingan antara pembuatan
bakso dengan ditambahkan tepung tapioka dan tepung kedelai dan pembuatan bakso dengan
ditambahkan tepung tapioka diperoleh bahwa pembuatan dengan ditambahkan tepung tapioka
dan tepung kedelai memiliki warna pucat, tekstur kasar sekali, cukup beraroma daging,
menghasilkan rasa cukup asin, basah, empuk dan kenyal sedangkan pembuatan bakso dengan
ditambahkan tepung tapioka memiliki memiliki warna agak pucat, tekstur cukup kasar, cukup
beraroma daging, menghasilkan rasa sangat asin, cukup basah, empuk dan cukup kenyal. Jadi,
pembuatan bakso yang lebih baik pada praktikum adalah bakso dengan menggunakan tepung
tapioka dan tepung kedelai karena menggunakan banyak bumbu seperti tepung tapioka dan
tepung kedelai sehingga mampu membentuk tekstur yang baik.Hal ini sesuai dengan pendapat
Winarno.F.G (1984).bakso adalah jenis makanan yang dib1uat dari bahan pokok daging dengan
penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya
kompak atau berbentuk bulat, padat, kenyal, dan berisi.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari praktikum pembuatan sosis dan bakso, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
Sosis di lakukan pengamatan dengan dua perlakuan yaitu pembuatan sosis ditambah tepung
tapioka dan tepung kedelai dengan pembuatan sosis ditambah tepung tapioka, hasil yang
memiliki kualitas yang lebih baik menurut penilaian panelis yaitu pembuatan sosis ditambah
tepung tapioka dan tepung kedelai.
Bakso di lakukan pengamatan dengan dua perlakuan yaitu pembuatan Bakso ditambah tepung
tapioka dan tepung kedelai dengan pembuatan sosis ditambah tepung tapioka, hasil yang
memiliki kualitas yang lebih baik menurut penilaian panelis yaitu pembuatan bakso ditambah
tepung tapioka.
Saran
Saran saya untuk Laboratorium, Teknologi Hasil Ternak yaitu sebaiknya memperluas
ruangan laboratorium, menambah peralatan laboratorium (timbangan) dan tetap
mempertahankan kebersihannya.
DAFTAR PUSTAKAAnonim, 1970.Isi Kandungan Gizi Sosis Daging Komposisi Nutrisi Bahan
Makananhttp://keju.blogspot.com.Diaksestanggal 3 April 2013.Anonim, 2009.Pengertian dan Mekanisme Penyediaan Daging. http://kostumblog.blogspot.com.Diakses
tanggal 3 April 2013.Anonima,2011. Pengawet Boraks. http://digilib.unimus.ac.id.Diakses tanggal 3 April 2013.Anonimb,2011. Komposisi Kimia Tepung Tapioka. http://repository.ipb.ac.id.Diakses tanggal 3 April 2013.Anonim c, 2011. Tepung Kedelai.http://www.foodreview.biz/preview.Diakses tanggal 3 April 2013.
Anonima, 2012.Pengertian Daging Menurut Beberapa Ahli. http://info-peternakan.blogspot.com.Diakses tanggal 3 April 2013.
Anonimb, 2012 Tujuan Pemberian Bahan Pengawet. http://repository.ipb.ac.id.Diakses tanggal 3 April 2013.
Bobi, 2011.Daging-Meat.http://boby32.blogspot.com.Diakses tanggal 3 April 2013.Enny Karti B, .dkk,Tepung Tapioka. ejournal.upnjatim.ac.id. Diakses tanggal 3 April 2013.Kramlich, R. V. 1971. Sausage product.Dalam: J. F. Prince dan B.S. Schweigert (Editor). The Science of
Meat and Meat Product. W.H. Freeman and Company, San Fransisco,
SNI 01-3818-1995. http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=56553#.UVz5zjevxi8. Diakses pada tanggal 6 maret 2013.
SNI 01-3820-1995. http://www.foodreviewbiz/preview.php?view2& id=5655 3#.UVz5zjevxi8. Diakses pada tanggal 6 maret 2013.
SNI 01-3947-1995.http://www.scribd.com/doc/56935548/Porto-Folio-Teknologi-Daging. Diakses pada tanggal 6 maret 2013.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Suwka, 2012. Makalah Sosis Terbaru.http://d-suwka.blogspot.com. Diakses tanggal 3 April 2013.Wibowo,2006.Http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52303/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf?sequence=4. Diakses pada tanggal 6 maret 2013.
Wilson et al., 1981).http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-ardiancahy-5301-2-bab2.pdf . Diakses pada tanggal 6 maret 2013.
Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan. PT Gramedia, Jakarta.Yudi, 2009. Daging dan Produk-produk Olahannya. http://drhyudi.blogspot.com.Diakses tanggal 3 April
2013.
LAMPIRAN
Perhitungan Sosis Dengan Menggunakan Tepung Tapioka Dan Tepung Kedelai
Warna = 1 (5) / 5 = 5 / 5 = 1
Tekstur = (3 (5) + 2 (1)) / 5 = 15 + 2 / 5 = 17 / 5 = 3,4
Cita rasa = (2 (5) + 1 (2) + 1 (4)) / 5 = 10 + 2 + 4 / 5 = 16 / 5 = 4,4
Aroma = (3 (4) + 2 (2)) / 5 = 12 + 4 / 5 = 16 / 5 = 3,2
Kebasahan = (4 (1) + 1 (2)) / 5 = 4 + 2 / 5 = 6 / 5 = 1,2
Keempukan = (3 (1) + 1 (2) + 1 (6)) / 5 = 3 + 2 + 6 / 5 = 11 / 5 = 2,2
Kekenyalan = 1 (5) / 5 = 5 / 5 = 1