bakso dan sosis.docx

33
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang sesuai untuk dimakan dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dikenal sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi namun mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu usaha pengolahan penanganan merupakan cara untuk mengurangi kerusakan daging pasca panen sekaligus memperoleh nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Pengolahan daging seperti halnya pengolahan bahan lainnya bertujuan untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki sifat organoleptik, menambah variasi bentuk hasil olahan daging, memungkinkan tersedianya produk daging setiap saat serta menghemat waktu dan energi untuk persiapan daging sebelum dimakan. Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat berdampak pula pada produk-produk daging. Berbagai jenis olahan daging telah banyak beredar dalam masyarakat seperti bakso, sosis, daging asap dan lain-lain. Variasi yang terus

Transcript of bakso dan sosis.docx

Page 1: bakso dan sosis.docx

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang sesuai untuk dimakan dan

tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dikenal sebagai bahan

pangan yang bernilai gizi tinggi namun mempunyai

sifat mudah rusak. Oleh karena itu usaha pengolahan penanganan merupakan cara untuk

mengurangi kerusakan daging pasca panen sekaligus memperoleh nilai tambah dari produk yang

dihasilkan. Pengolahan daging seperti halnya pengolahan bahan lainnya bertujuan untuk

memperpanjang umur simpan, memperbaiki sifat organoleptik, menambah variasi bentuk hasil

olahan daging, memungkinkan tersedianya produk daging setiap saat serta menghemat waktu

dan energi untuk persiapan daging sebelum dimakan.

Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat berdampak

pula pada produk-produk daging. Berbagai jenis olahan daging telah banyak beredar dalam

masyarakat seperti bakso, sosis, daging asap dan lain-lain. Variasi yang terus berkembang

mendorong adanya pembuatan alat-alat untuk mendukung proses produksi.

Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu

dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam

air panas jika ingin dikonsumsi, sedangkan sosis yang umum adalah produk daging giling yang

dimasukan kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik (bulat

panjang) dengan berbagai ukuran. Hal inilah yang melatarbelakangi dllakukannya praktikum

Pembuatan Bakso dan Sosis.

Tujuan dan Kegunaan

Page 2: bakso dan sosis.docx

Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mempraktekkan metode pengolahan dan

pengawetan hasil ternak dengan pembuatan bakso dan sosis serta untuk mengetahui uji kualitas

produk dari pengolahan hasil ternak tersebut dengan menggunakan jenis tepung yang berbeda.

Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat mempraktekkan metode

pengolahan dan pengawetan hasil ternak dengan pembuatan bakso dan sosis serta dapat

mengetahui uji kualitas produk dari pengolahan hasil ternak tersebut dengan menggunakan jenis

tepung yang berbeda.

Page 3: bakso dan sosis.docx

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Tinjauan Umum Daging

Daging adalah daging hewan yang digunakan sebagai makanan. Daging didefinisikan

sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut

yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang

memakannya. Otot merupakan komponen utama penyusun daging, otot hewan berubah menjadi

daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang

mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot

menjadi daging dan juga kualitas daging yang dihasilkan. Daging yang banyak dikonsumsi di

Indonesia adalah daging sapi, daging domba muda, dewasa atau tua, sedang daging unggas yang

paling banyak dikonsumsi adalah daging ayam (Soeparno, 2005) dalam (Anonim, 2010).

Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah

dan lemak. Jumlah jaringan ikat berbeda diantara otot, jaringan ikat berhubungan dengan

kealotan daging. Otot skeletal merupakan sumber utama jaringan otot daging. Otot skeletal

mengandung sekitar 75 % air dengan kisaran 68-80%, protein sekitar 19%, substansi-substansi

non protein yang larut 3.5 % serta lemak sekitar 2.5 % (Anonim, 2010).

Tabel 5. Komposisi Kimiawi Daging Sapi.

Page 4: bakso dan sosis.docx

Komposisi Kimiawi KandunganAir (%) 60 Protein (%) 17.5 Lemak (%) 22 Ca (mg/100 gram) 11 P (mg/100 gram) 17.1 Fe (mg/100 gram) 2.8 Vitamin A (SI) 30.0 Vitamin B (mg/g) 0.08

Sumber : Muctadi (2007) dalam Anonim (2010).

Menurut Natasasmita (1987) Anonim (2010), daging sapi berwarna cerah dan merah

ceri atau merah muda kecoklatan pada karkas sapi muda. Perubahan warna terjadi karena

terjadinya perubahan status ion besi dalam pigmen daging (myoglobin). Jika terjadi oksidasi

maka ion ferro akan berubah menjadi ion ferri dan warna daging akan menjadi coklat karena

terbentuk metmyoglobin. Dalam keadaan oksigen berlebih (daging dibiarkan terbuka), maka

terjadi oksigenasi dan warna daging menjadi merah cerah karena terbentuk oksimyoglobin.

Myoglobin yang memberikan warna merah pada daging. Warna normal daging segar dengan

adanya oksigen adalah merah terang, karena oksimioglobin mendominasi permukaan daging.

Pigmen yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi

dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada

daging disebabkan oleh adanya ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul

mioglobin.

Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam

amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin.

Daging sapi mengandung asam aminomleusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging

babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang

dipanaskan pada suhu 700C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan

Page 5: bakso dan sosis.docx

pemanasan pada suhu 1600C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%, pengasapan dan

penggaraman sedikit mengurangi kadar asam amino (Anonim, 2010).

B.  Tinjauan Umum Bakso

Bakso merupakan salah satu produk olahan daging. Pengolahan daging menjadi bakso

bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan

nilai ekonomis. Subbab ini menyajikan tentang pengertian bakso, komponen penyusun bakso,

dan cara pembuatan bakso.

Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan sangat populer di kalangan

masyarakat. Menurut Standar Nasional Indonesia (1995) dalam Astiti (2008), bakso daging

adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging

ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan

bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh

kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta

perbandingannya di dalam adonan (Astiti, 2008).

 Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat bakso, maka

dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan bakso sapi. Penggolongan bakso

sapi menjadi tiga kelompok masing-masing bakso daging, bakso urat, bakso aci. Penggolongan

itu dilakukan atas perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang

digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging dengan

jumlah yang lebih besar dibandingkan tepung pati yang digunakan. Bakso aci dibuat dengan

menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah daging yang digunakan.

Page 6: bakso dan sosis.docx

Bakso urat dengan menggunakan daging dalam jumlah lebih besar dibandingkan jumlah pati,

dan daging yang digunakan adalah daging yang banyak mengandung jaringan ikat (Astiti, 2008).

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah mempengaruhi

mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang baik dan bermutu tinggi.

Sebaikknya dipilih jenis daging yang masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak lemak

sehingga rendemennya tinggi. Selain itu, cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi

mutu bakso yang dihasilkan, misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang

dihasilkan kotor atau agak abu-abu (Astiti, 2008).

Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan

tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caraya gampang saja,

adonan diambil dengan sendo makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola

bakso. Bagi orang yang telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil

segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu

jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Astiti, 2008).

Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso yaitu dengan menilai mutu sensoris

atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris ini dapat diperkuat dengan pengujian

fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga

khusus. Paling tidak ada lima parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna,

bau, rasa, dan tekstur (Astiti, 2008).

Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi Bakso dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Kal 207,00

Protein g 18,80

Page 7: bakso dan sosis.docx

Lemak g 14,00

Kalsium mg 11,00

Fosfor mg 170,00

Besi mg 2,80

Vitamin A SI 30,00

Vitamin B1 mg 0,08

Air g 66,00

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI (1979).

C.  Tinjauan Umum Sosis

Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian

dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus

hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak. Menurut Kramlich (1971) dalam

Fiqhi (2009), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui,

umumnya dibentuk menjadi bentuk yang simetris (Fiqhi, 2009).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus

mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika

standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein.

Hanya saja, karena kadar lemak dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak

dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah masalah obesitas dan penyakit-penyakit

yang mengikutinya, dikemudian hari. Jika anak anda suka makan sosis, sebaiknya anda memilih

produk sosis dengan kandungan lemak yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 10%) (Farhan,

2012).

Page 8: bakso dan sosis.docx

Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau

senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang

berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat

terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut

bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel

yang terdispersi (Fiqhi, 2009).

Emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi yang terdiri dari partikel-

partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu.

Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak

dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar

partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu

molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan

pengemulsi (Fiqhi, 2009).

Klasifikasi sosis terdiri atas sebagai berikut (Nursiam, 2010) :

1.    Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang tidak dimasak, tidak dikuring,

umumnya daging babi segar dan terkadang daging sapi. Sosis jenis ini harus disimpan pada

refrigator dan dimasak dahulu sebelum dihidangkan.

2.    Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai karakteristik sama dengan sosis segar,

namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor dan warna yang

berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.

3.    Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih macam-macam daging skeltal

atau daging unggas. Bahan-bahan penyusunnya dari by product atau variety meats. Sosis ini

Page 9: bakso dan sosis.docx

biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang baik. Frankfurters, Bologna dan liver sausage

merupakan contoh sosis ini.

4.    Sosis kering dan semikering, merupakan sosis yang diproduksi melalui proses fermentasi dengan

persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis. Perhatian penuh sangat dibutuhkan pada setiap

tahap proses pembuataannya, dan harus dilakukan selama beberapa bulan di bawah kondisi suhu

dan kelembabab yang terkontrol.

5.    Daging spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang biasanya dimasak atau

cendrung dibakat daripada diasap.

D.  Tinjauan Umum Tepung Tapioka dan Tepung Kedelai

1.    Tepung Tapioka

Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu, yang merupakan granula dari

karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa manis, dan tidak berbau. Tepung tapioka

diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima) yang umumnya terdiri dari

tahap pengupasan, pencucian, pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan,

dan penggilingan (Anonim,  2008).

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain

sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang,

Page 10: bakso dan sosis.docx

dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi

kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Anonim,  2008).

Tabel 7. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Air rram 11,30

Pati gram 88,01

Lemak Gram 0,10

Abu gram 0,09

Sumber: Brautlecht, (1953) dalam Anonim (2008).

Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang peranan

penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana campuran granula pati dan air bila

dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang telah berubah menjadi gel bersifat irreversible,

dimana molekul-molekul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya

semakin meningkat (Anonim, 2008).

Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya

masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar

masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus

merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi. Kualitas tapioka

sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (Anonim, 2008) :

      Warna Tepung, tepung tapioka yang baik berwarna putih.

      Kandungan Air, tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah.

      Banyaknya serat dan kotoran, usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus

yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya

masih banyak.

Page 11: bakso dan sosis.docx

      Tingkat kekentalan, usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari penggunaan air

yang berlebih dalam proses produksi.

Tepung Tapioka berfungsi senagai bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau

menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah

berat produk, dan dapat menekan biaya produksi. Tepung tersebut mengandung karbohidrat

86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%. Kandungan pati yang tinggi

pada tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak.

Pati dalam air panas dapat membentuk gel yang kental. Pati terdiri atas dua fraksi yang tidak

dapat dipisahkan, yaitu fraksi terlarut (amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin). Amilosa

bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga mudah membentuk gel. Proporsi kandungan

amilosa dan amilopektin dalam pati menentukan sifat produk olahan; makin sedikit kandungan

amilosa, makin lekat produk olahannya. Interaksi antara myofibril dan gelatinisasi pati dimana

molekul pati akan memenuhi ruang pada matrix myofibril. Hal ini akan memberikan struktur

yang kaku dan meningkatkan gelatinisasi myofibril (Yulianti, 1999; Hidayati, 2002). Selain itu

juga diasumsikan bahwa gelatinisasi pati dapat menggantikan hilangnya elastisitas otot karena

degradasi  protein ketika proses rigor mortis (Sughy, 2012).

2.    Tepung Kedelai

Kedelai (Glycine max L.) merupakan sumber protein yang paling baik

serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kandungan protein

berkisar 30-40%, karbohidrat 34,8%, lemak 18,1% dan masih mengandung zat gizi yang lain

sehingga mempunyai potensi yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,

khususnya kebutuhan protein. Selain dari kandungan gizi yang tinggi, kedelai merupakan sumber

Page 12: bakso dan sosis.docx

isoflavon. Isoflavon merupakan salah satu senyawa fitoestrogen, yaitu senyawa nabati yang

memiliki efek serupa dengan estrogen. Fitoestrogen dapat mengurangi gejala menopause,

memperbaiki lipid atau lemak dalam plasma, menghambat perkembangan arteriosklerosis, serta

menghambat pertumbuhan sel-sel tumor atau kanker pada payudara dan endometrium. Isoflavon

terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Penyebaran tanaman kedelai ke

Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur)

dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Waqid, 2011).

Kedelai merupakan sumber protein nabati yang efisien, dalam arti bahwa untuk

memperoleh jumlah protein yang cukup diperlukan kedelai dalam jumlah 20 yang kecil. Selain

mengandung protein, kedelai juga mengandung zat besi, kalsium, vitamin A dan vitamin B1.

Protein kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino

esensial. Asam amino tersebut tidak dapat disintesis oleh tubuh, jadi harus dikonsumsi dari luar.

Meskipun kadar minyaknya sekitar 18%, tetapi ternyata kadar lemak jenuhnya rendah dan bebas

terhadap kolesterol serta rendah nilai kalorinya. Kedelai banyak dikonsumsi oleh manusia

sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan protein hewani yang relatif lebih mahal (Waqid,

2011).

Page 13: bakso dan sosis.docx

METODOLOGI PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Pembuatan Bakso dan Sosis dilaksanakan pada hari senin, tanggal 1 April

2013 pukul 14.00 sampai dengan 17.00 WITA bertermpat di Laboratorium Teknologi Hasil

Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum Bakso + Tepung Kedelai adalah panci, saringan,

blender, pisau, mangkok, wadah, timbangan, sendok makan, saringan, dan kompor.

Bahan yang digunakan pada praktikum Bakso + Tepung Kedelai adalah daging segar

250 gram, tepung kedelai 30 gram, es secukupnya, garam secukupnya, Sodium tripolyposphat 2

gr, merica halus 3 gram, bawang putih 5 siung dan air secukupnya.

Prosedur Kerja

Page 14: bakso dan sosis.docx

Adapun prosedur kerja dari praktikum Bakso + Tepung Kedelai yang telah dilakukan

adalah pertama-tama menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian daging di

potong dadu. Setelah itu, menimbang semua bahan sesuai dengan jumlah berat yang akan

digunakan. Kemudian memasukkan daging segar, es, garam, STTP dan sedikit air ke dalam

blender dan digiling selama 2 menit. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan ditambahkan

tepung kedelai, bawang putih dan merica lalu kembali digiling hingga adonan legit. Selanjutnya,

adonan didiamkan 10 menit sambil memasak air hingga mendidih. Setelah air mendidih, adonan

dibuat bulat – bulat lalu dimasak pada air mendidih hingga bakso siap untuk disajikan.

Page 15: bakso dan sosis.docx

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Bakso

Berdasarkan hasil uji organoleptik pada pembuatan bakso + tepung tapioka

dan bakso + tepung kedelai diperoleh data berikut.

Tabel 8. Hasil Uji Organoleptik Pada Bakso.

Jenis

BaksoWarna Tekstur Aroma Cita Rasa Keempukan Kekenyalan

Bakso +

Tepung

Tapioka

4 4 4 5 4 4

Bakso +

Tepung

Kedelai

3 5 2 3 3 4

Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2013

Berdasarkan data pada tabel 8, diketahui bahwa indikator warna pada bakso

+ tepung tapioka bernilai 4 yang artinya berwarna cokelat sedangkan pada bakso +

tepung kedelai bernilai 3 yang artinya putih. Hal ini terjadi perbedaan dapat

dikarenakan adanya perbedaan pada jenis daging dan jenis tepung yang digunakan,

sesuai pendapat Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kecerahan wana

pada daging, ditentukan oleh bagian jenis daging dan tebal-tipisnya

lapisan oksimioglobin pada permukaan daging.

Dari indikator tekstur, diketahui bahwa tekstur pada bakso + tepung tapioka

bernilai 4 yang artinya halus dan tekstur pada bakso + tepung kedelai bernilai 5 yang

Page 16: bakso dan sosis.docx

artinya juga halus. Tekstur halus yang ada pada bakso tersebut dipengaruhi karena

penambahan air dan es yang sesuai takaran. Hal ini sesuai pendapat Farhan (2008)

yang menyatakan bahwa tekstur dan keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh

kandungan airnya. Penambahan air pada adonan bakso diberikan dalam bentuk es

batu atau air es supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah.

Indikator aroma pada bakso + tepung tapioka bernilai 4 yang artinya sangat

berbau daging sedangkan aroma pada bakso + tepung kedelai bernilai 2 yang artinya

tidak berbau daging. Aroma bau daging yang ada pada bakso dipengaruhi oleh

banyak tidaknya tepung dan bumbu yang digunakan pada adonan. Hal ini sesuai

pendapat Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa adonan pada bakso sangat

mempengaruhi hasil setelah perebusan, Semakin banyak bumbu dan tepung yang

diberikan pada adonan, maka bau daging akan berkurang setelah bakso direbus

karena tertutupi oleh tebalnya padatan tepung dan bau bumbu yang menyengat.

Indikator cita rasa pada bakso + tepung tapioka adalah 5 yang artinya sangat

asin, sedangkan pada bakso + tepung kedelai adalah 3 yang artinya kurang asin.

Tingkat keasinan pada bakso dipengaruhi oleh banyaknya garam yang diberikan pada

adonan. Hal ini sesuai pendapat Rohman (2010) yang menyatakan bahwa garam

berfungsi sebagai pemberi cita rasa, sebagai pengawet dan memberikan kesan kenyal

dalam pengolahan daging bakso.

Indikator keempukan pada bakso + tepung tapioka bernilai 4 yang artinya

empuk dan 3 pada bakso + tepung kedelai yang juga berarti empuk. Tingakat

keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh waktu pemasakan, hal ini sesuai

pendapat Syamsir (2011) yang menyatkan bahwa pemasakan dapat meningkatkan

Page 17: bakso dan sosis.docx

atau menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan.

Suhu pemasakan akan mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama

waktu pemasakan akan mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam

jaringan ikat).

Indikator kekenyalan pada bakso + tepung tapioka bernilai 4 yang artinya

kenyal dan pada bakso + tepung kedelai bernilai 4 yang artinya juga kenyal. Tingkat

kekenyalan bakso dipengaruhi oleh lama pemasakan dan kadar STTP (Sodium

Tripolyposphat) dalam adonan. Hal ini didukung oleh pendapat Rais (2011) yang

menyatakan bahwa Selain faktor pemasakan yang mempengaruhi tingkat kekenyalan

ini adalah STPP.

B.  Sosis

Berdasarkan hasil uji organoleptik pada pembuatan sosis + tepung tapioka

dan sosis + tepung kedelai diperoleh data berikut.

Tabel 9. Hasil Uji Organoleptik Pada Sosis.

Jenis

BaksoWarna Tekstur Aroma Cita Rasa Keempukan Kekenyalan

Sosis +

Tepung

Tapioka

4 4 4 4 4 4

Sosis +

Tepung

Kedelai

3 3 4 2 4 4

Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2013

Page 18: bakso dan sosis.docx

Berdasarkan data pada tabel 9, diketahui bahwa indikator warna pada sosis +

tepung tapioka bernilai 4 yang artinya berwarna cokelat cerah dan pada sosis +

tepung kedelai bernilai 3 yang artinya agak cokelat. Tingkat warna kecerahan pada

sosis dipengaruhi oleh faktor temperatur dan lama pemasakan, pemasakan yang

berlebihan dapat menyebabkan warna daging menjadi cokelat, dan warna sosis juga

dipengaruhi oleh penambahan nitrat dan nitrit. Hal ini didukung pendapat Fiqhi

(2009) yang menyatakan bahwa warna sosis dipengaruhi oleh bahan pewarna nitrit

ataupun nitrat, perubahan warna menjadi coklat terjadi karena adanya denaturasi

protein saat pemanasan dan juga dapat dipengaruhi oleh temperatur.

Dari indikator tekstur, diketahui bahwa tekstur pada sosis + tepung tapioka

bernilai 4 yang artinya halus dan tekstur pada sosis + tepung kedelai bernilai 3 yang

artinya juga halus. Tekstur halus yang ada pada sosis tersebut dipengaruhi adanya

tambahan tepung tapioka maupun tepung kedelai yang mengandung karbohidrat dan

protein. Hal ini sesuai pendapat Fiqhi (2009) yang menyatakan bahwa tekstur suatu

makanan dapat dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah

karbohidrat serta protein.

Indikator aroma pada sosis + tepung tapioka  dan sosis + tepung kedelai

bernilai 4 yang artinya sangat berbau daging. Aroma bau daging yang ada pada sosis

tidak dipengaruhi oleh ada atau tidaknya tepung yang ditambahakan pada adonan,

tapi dipengaruhi oleh penambahan bumbu. Hal ini sesuai pendapat Fiqhi (2009) yang

menyatakan bahwa adonan pada sosis yang ditambahakan tepung ataupun tanpa

tepung tidak mempengaruhi aroma yang akan dihasilkan. Semakin banyak bumbu

yang diberikan pada adonan, maka bau daging akan berkurang setelah sosis direbus

Page 19: bakso dan sosis.docx

karena tertutupi oleh tebalnya padatan bumbu yang menyengat. Jadi penambahan

bumbu yang sedikit akan menyebabkan aroma daging sangat terasa dibandingkan

dengan penambahan hanya sedikit bumbu.

Indikator cita rasa pada sosis + tepung tapioka adalah 4 yang artinya asin,

sedangkan pada sosis + tepung kedelai adalah 2 yang artinya kurang asin. Tingkat

keasinan pada sosis dipengaruhi oleh banyaknya garam yang diberikan pada adonan.

Hal ini sesuai pendapat Rohman (2010) yang menyatakan bahwa garam berfungsi

sebagai pemberi cita rasa, sebagai pengawet dan memberikan kesan kenyal dalam

pengolahan daging sosis.

Indikator keempukan pada sosis + tepung tapioka dan pada sosis + tepung

kedelai adalah bernilai 4 yang berarti empuk. Tingkat keempukan pada daging sosis

dipengaruhi oleh waktu pemasakan, hal ini sesuai pendapat Syamsir (2011) yang

menyatkan bahwa pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan

daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Suhu pemasakan akan

mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama waktu pemasakan akan

mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat).

Indikator kekenyalan pada sosis + tepung tapioka dan pada sosis + tepung

kedelai bernilai 4 yang artinya kenyal. Tingkat kekenyalan sosis dipengaruhi oleh

lama pemasakan dan kadar STTP (Sodium Tripolyposphat) dalam adonan. Hal ini

didukung oleh pendapat Rais (2011) yang menyatakan bahwa kemampuan mengikat 

pada tepung yang baik akan menghasikan kekenyalan pada adonan setelah

pemasakan.

Page 20: bakso dan sosis.docx

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum Pembuatan Bakso dan

Sosis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1.    Tingkat kecerahan wana pada daging bakso dan sosis ditentukan oleh bagian jenis

daging, penambahan nitrit ataupun nitrat, pemasakan dan temperatur.

2.    Tekstur pada daging bakso dan sosis dipengaruhi oleh kandungan kadar air,

kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta protein.

3.    Aroma daging bakso dan sosis dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya bumbu yang

diberikan.

4.    Tingkat rasa pada bakso dan sosis dipengaruhi oleh banyaknya garam yang diberikan

pada adonan.

5.    Tingkat keempukan daging bakso dan sosis dipengaruhi oleh wak tu dan suhu

pemasakan.

Page 21: bakso dan sosis.docx

6.    Tingkat kekenyalan sosis dan bakso dipengaruhi oleh lama pemasakan dan kadar

STTP (Sodium Tripolyposphat) dalam adonan.

Saran

Sebaiknya laboratorium diperluas sehingga proses praktikum dapat

berlangsung dengan tertib.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Pembuatan Bakso. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Anonim. 2010. Konsumsi Daging Masyarakat. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.

Astiti. 2008. Pembuatan Daging Bakso. http:// Fatimah_Astiti.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Farhan. 2008. Bakso Daging. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.

                                            

Farhan. 2012. Makalah Sosis Terbaru. http://d-suwka.blogspot.com/2012/11 /makalah-sosis-terbaru.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Fiqhi, F. 2009. Sosis. http://fastasqi.wordpress.com/sosis/. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Page 22: bakso dan sosis.docx

Nursiam, I. 2010. Sosis. http://intannursiam.wordpress.com/2010/10/13/sosis/. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Rahmat. 2011. Daging Segar. http://pengolahanpangan. blogspot.com/2011/07 /mengetahui- kualitas-daging-segar-dari. html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Rais, H. 2011. Makanan Olahan Daging. http:// harfinad24090112. wordpress.com/. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Rohman, M. 2010. Bakso. http://seputarpanganindustri. blogspot.com/ 2010/05/ bakso-oleh-muhammad- rohman-sekitar.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Sughy. 2012. Laporan Pembuatan Tepung Dari Singkong. http://sughy03.blogspot.com/2012/01/ laporan-pembuatan-tepung-dari-singkong.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Syamsir, E. 2011. Mutu Daging. http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/karakteristik-mutu-daging/. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Waqid, M. 2011. Makalah Bahan Kuliah. http://mohwaqid.blogspot.com /2011/10/makalah-bahan-kuliah.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.