Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

13
BAHAYA STYROFOAM TERHADAP KESEHATAN dan LINGKUNGAN MAKALAH diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Toksikologi oleh : Ervi Afifah 1006470 PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013

description

describe about the harmfulness of Styrofoam to heath and environment

Transcript of Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

Page 1: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

BAHAYA STYROFOAM TERHADAP KESEHATAN dan LINGKUNGAN

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Toksikologi

oleh :

Ervi Afifah

1006470

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

Page 2: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

A. Pendahuluan

Styrofoam merupakan salah satu pilihan yang paling popular untuk

digunakan sebagai pengemas barang-barang yang rentan rusak maupun makanan

sekalipun. Styrofoam memiliki keunggulan yaitu praktis dan tahan lama. Hal inilah

yang menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi para penjual maupun konsumen

makanan untuk menggunakannya. Sampai saat ini belum banyak yang sadar bahaya

dibalik penggunaan kemasan styrofoam.

Styrofoam sebagai kemasan makanan, sebaiknya penggunaannya bukan

sekedar sebagai bungkus tetapi perlu diperhatikan keamanannya, karena fungsi dari

kemasan makanan yaitu untuk kesehatan, pengawetan dan kemudahan. Menurut

beberapa penelitian telah diketahui bahwa styrofoam berbahaya bagi kesehatan.

Menurut Mulyanto (2013), bahaya styrofoam berasal dari butiran-butiran styrene,

yang diproses dengan menggunakan benzana. Benzana inilah yang termasuk zat

yang dapat menimbulkan banyak penyakit (Mulyanto, 2013).

Selain itu, Styrofoam juga terbukti tidak ramah lingkungan, karena tidak

dapat diuraikan sama sekali. Bahkan pada proses produksinya sendiri menghasilkan

limbah yang tidak sedikit sehingga dikategorikan sebagai penghasil limbah

berbahaya ke-5 terbesar di dunia oleh EPA (Enviromental Protection Agency).

Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh Styrofoam ini terhadap kesehatan dan

lingkungan, maka perlu dicari solusi agar penggunaannya dapat diminimalisir atau

dihentikan sama sekali.

B. Styrofoam

Styrofoam umumnya memiliki warna putih dan terlihat bersih. Bentuknya

juga simpel dan ringan. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styrene ini menjadi

pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap

mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu

mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang.

Page 3: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

Bahan dasar styrofoam adalah polisterin, suatu jenis plastik yang sangat

ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya

tersebut, polisterin dicampur dengan seng dan senyawa butadien. Hal ini

menyebabkan polisterin kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih

susu. Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zat plasticizer seperti dioktil

ptalat (DOP), butil hidroksi toluena (BHT) atau butyl stearat. Plastik busa yang

mudah terurai menjadi struktur sel kecil merupakan hasil proses peniupan dengan

menggunakan gas klorofluorokarbon (CFC). Hasilnya adalah bentuk seperti yang

sering dipergunakan saat ini (Sulchan, 2007).

C. Penggunaan Styrofoam

Pengunaan styrofoam salah satunya adalah sebagai kemasan atau wadah

makanan karena bahan ini memiliki beberapa kelebihan. Bahan tersebut mampu

mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang, mampu

mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan

kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, serta ringan.

Di Indonesia, penggunaan styrofoam sebagai wadah makanan makin

menjamur karena barang ini sangat mudah ditemukan dimana-mana, mulai dari

Gambar 1. Styreofoam sebagai

kemasan makanan

Sumber: alvinbro.blogspot.com

Page 4: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

restoran siap saji sampai ke tukang-tukang makanan di pinggir jalan untuk

menggunakan bahan ini sebagai pembungkus makanan mereka (Mulyatno, 2013).

Selain digunakan sebagai pembungkus makanan, penggunaannya digunakan

untuk bahan pelindung dan penahan getaran barang yang rentan rusak seperti

elektronik atau barang pecah belah lainnya.

D. Bahaya Penggunaan Styrofoam Terhadap Kesehatan

Styrofoam adalah jenis bahan kimia organik yang tidak bisa terurai oleh

alam. Styrofoam terdiri dari butiran-butiran styrene yang diproses dengan

mengunakan benzena. Sedangkan benzena adalah termasuk zat yang bisa

menimbulkan banyak penyakit. Benzena ini menimbulkan masalah pada kelenjar

tyroid, menganggu sistem syaraf sehingga menyebabkan kelelahan, mempercepat

denyut jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetar, dan menjadi mudah gelisah

(Anjarimawati, 2010).

Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001

mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam keamanan Pangan Kemasan

Styrofoam sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endokrin disrupter

(EDC) suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem

endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam

makanan. Hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan sejak tahun 1930-an,

diketahui bahwa stiren, bahan dasar styrofoam, bersifat mutagenik (mampu

mengubah gen) dan potensial karsinogen. Semakin lama waktu pengemasan dengan

Styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula migrasi atau perpindahan

bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke dalam makanan atau minuman. Apalagi

bila makanan atau minuman tersebut banyak mengandung lemak atau minyak.

Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak (Sulchan, 2007).

Hasil survei di AS pada tahun 1986 menunjukkan bahwa 100% jaringan

lemak orang Amerika mengandung styrene yang berasal dari styrofoam. Penelitian

dua tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene sudah mencapai ambang batas

Page 5: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf. Faktor yang mempengaruhi

perpindahan zat kimia pada Styrofoam ke dalam makanan, antara lain:

1. Suhu yang tinggi

Semakin panas suatu makanan, semakin cepat pula migrasi bahan kimia

styrofoam ke dalam makanan.

2. Kadar lemak tinggi

Bahan kimia yang terkandung dalam styrofoam akan berpindah ke makanan

dengan lebih cepat jika kadar lemak (fat) dalam suatu makanan atau

minuman makin tinggi.

3. Kadar alkohol dan asam yang tinggi

Bahan alkohol dan asam mempercepat laju perpindahan.

4. Lama kontak

Semakin lama makanan disimpan dalam wadah Styrofoam semakin besar

kemungkinan jumlah zat kimia yangbermigrasi ke dalam makanan.

Sifatnya akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya.

Sementara itu CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoam merupakan gas

yang tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya gas ini

baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas ini akan melayang di udara mencapai

lapisan ozon di atmosfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan

pelindung bumi. Apabila lapisan ozon terkikis akan timbul efek rumah kaca. Bila

suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi yang

bisa menimbulkan kanker (Sulchan, 2007).

Menurut Sulchan (2007) terdapat beberapa monomer yang dicurigai

berbahaya adalah vynil khlorida, akri lonitril, meta crylonitril venylidine chloride

serta shyrene. Bahan-bahan ini memiliki monomer-monomer yang cukup beracun

dan diduga keras sebagai senyawa karsinogen. Kedua monomer tersebut dapat

bereaksi dengan komponen-komponen DNA seperti vynl khlorida dengan guanine

dan sitosin, sedangkan akrilonisil (vynil cyanida) dengan adenine monomer vinile

khlorida mengalami metabolisme dalam tubuh melalui pembentukan hasil antara

Page 6: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

senyawa epoksi cloreshyan oksida. Senyawa epoksida ini sangat reaktif dan bersifat

karsinogenik.

Selain itu, pada senyawa pembuat Styrofoam terdapat butil hidroksi toluene

(BHT) atau n-butyl stearat. Kandungan zat ini menurut penelitian kimia LIPI dapat

memicu timbulnya kanker dan penurunan daya pikir anak. Masalah kesehatan yang

dapat muncul setelah terpapar jangka panjang yaitu menyebabkan gangguan pada

sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala, letih, depresi, disfungsi

sistem syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi dan kecepatan visiomotor, fungsi

intelektual), hilang pendengaran, dan neurofati periperal.

E. Bahaya Styrofoam terhadap Lingkungan

Selain berefek negatif bagi kesehatan, styrofoam juga tak ramah lingkungan.

Karena tidak bisa diuraikan oleh alam, styrofoam akan menumpuk begitu saja dan

mencemari lingkungan. Styrofoam yang terbawa ke laut, akan dapat merusak

ekosistem dan biota laut. Beberapa perusahaan memang mendaur ulang styrofoam.

Namun sebenarnya, yang dilakukan hanya menghancurkan styrofoam lama,

membentuknya menjadi styrofoam baru dan menggunakannya kembali menjadi

wadah makanan dan minuman.

Data EPA (Enviromental Protection Agency) di tahun 1986 menyebutkan,

limbah berbahaya yang dihasilkan dari proses pembuatan styrofoam sangat banyak.

Hal itu menyebabkan EPA mengategorikan proses pembuatan styrofoam sebagai

penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia. Selain itu, proses pembuatan

styrofoam menimbulkan bau yang tak sedap yang mengganggu pernapasan dan

melepaskan 57 zat berbahaya ke udara (Mulyatno, 2013).

Setelah digunakan untuk waktu yang sangat singkat (hanya untuk menaruh

membungkus makanan untuk sementara waktu atau melapisi barang elektronik

sampai barang itu dibeli) styrofoam yang sudah diproduksi dalam jumlah banyak itu

dibiarkan menumpuk dan mencemari lingkungan dan merusak keseimbangan

kehidupan biota laut.

Page 7: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

Styrofoam berpengaruh terhadap global warming karena senyawa Cloro

Fluoro Carbon (CFC) sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoam merupakan

gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas

ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas CFC digunakan sebagai gas

pengembang karena tidak bereaksi, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berbahaya.

Gas ini akan melayang di udara mencapai lapisan ozon diatmosfer dan akan terjadi

reaksi serta akan menjebol lapisan pelindung bumi serta menimbulkan efek rumah

kaca.

CFC adalah salah satu Gas Rumah Kaca, yang bila berada diatmosfer

menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi. Peningkatan kadar gas

rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan

terjadinya pemanasan global. Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap

terjadinya efek rumah kaca bergantung pada besarnya kadar gas rumah kaca di

atmosfer, waktu tinggal di atmosfer dan kemampuan penyerapan energi. Makin

panjang waktu tinggal gas di atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap

kenaikan suhu. Kemampuan gas-gas rumah kaca dalam penyerapan panas (sinar

inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di atmosfer dikenal sebagai GWP,

Greenhouse Warming Potential. GWP adalah suatu nilai relative dimana karbon

dioksida diberi nilai 1 sebagai standar (Fadli, 2012).

Zat-zat chlorofluorocarbon, mempunyai nilai GWP lebih tinggi dari 10.000.

Itu berarti bahwa satu molekul zat chlorofluorocarbon mempunyai efek rumah kaca

lebih tinggi dari 10.000 molekul karbon dioksida. Dengan kata lain, makin tinggi

nilai GWP suatu zat tertentu, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan

suhu. Kalau tidak ada lapisan ozon, radiasi cahaya ultraviolet mencapai permukaan

bumi dan menyebabkan kematianorganisme, tumbuhan menjadi kerdil, ganggang di

lautan mati,terjadi mutasi genetic, menyebabkan kanker kulit atau kankerretina mata.

Menurut pengamatan melalui pesawat luar angkasa,lubang ozon di atas Kutub

Selatan semakin lebar. Saat ini, lubangozon sudah meluas sampai tiga kali benua

Eropa. Jika lubangozon melebar, sinar ultraviolet yang memasuki bumi

semakintinggi intensitasnya. Ekosistem laut dan pertanian terganggu dan insiden

Page 8: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

penyakit kanker kulit meningkat. Karena itu penggunaan gas CFC harus dibatasi atau

bahkan dihentikan (Fadli, 2012).

F. Solusi bagi Penggunaan Styrofoam

Seperti yang telah diuraikan di atas, styrofoam ini berdampak buruk terhadap

kesehatan dan lingkungan, maka perlu dicari solusi agar penggunaannya dapat

diminimalisir atau dihentikan sama sekali.

Beberapa tahun lalu, penyedia makanan siap saji dari Amerika

mengumumkan akan mengganti wadah styrofoam dengan kertas. Para ahli

lingkungan menyebutkan keputusan itu sebagai ”kemenangan lingkungan” karena

styrofoam sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Keputusan ini menyusul

hal serupa oleh perusahaan-perusahaan makanan siap saji lainnya. (Mulyatno, 2013)

Beberapa cara yang telah diusahakan untuk mengurangi dampak buruk dari

Styrofoam antara lain:

1. Fokus Pengemas baru yang ramah lingkungan

Dengan semakin jelasnya dampak buruk yangditimbulkan styrofoam. maka

pencarian alternatif bahan pengemas lain harus menjadi fokus penelitian yang

baru.

2. Menghentikan penggunaan Styrofoam

Upaya ini telah dilakukan oleh beberapa industri makanan seperti

McDonald’s pada tahun 1987 yang menyatakan diri berhenti menggunakan

wadah makanan yang terbuat dari Styrofoam. Salah satu divisi di McSonald’s

yaitu The Environmental Defense Waste Reduction Task Force Enforced

McDonald juga sedang berusaha mengganti kemasan makanan dengan kemasan

yang dapat di daur ulang seperti yang berasal kentang, limestone, 100% serat

daur ulang, biodegradable polymer, dan coating lilin plus air.

Page 9: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

3. Menciptakan Kemasan Plastic Biodegradable

Riset ini dikembangkan oleh Leonardus Adi Wijaya, Glenn Chandra dan

Marcel P. Segara dan meraih juara pertama Research in Science and Technology

Creativity (Ristec) 2008 yang diadakan di Universitas Diponegoro (Pahri, 2012).

Kemasan ini dapat terurai dengan sendirinya menjadi karbondioksida dan

air bila dikubur dalam tanah. Teknologi terbaru ini, kini bisa diujicobakan di

Indonesia menggunakan bahan baku local yaitu limbah kulit udang dan

singkong. Kedua bahan tersebut dipilih lantaran jumlahnya yang sangat banyak

tersedia di negeri ini.

Indonesia dikenal luas sebagai salah satu Negara pengekspor udang

mentah kupas. Sekitar 12 ribu ton kulit udang kering dihasilkan oleh Indonesia

per tahunnya sebagai hasil sampingan ekspor udang mentah kupas. Sedangkan

singkong sendiri merupakan tanaman yang sudah merakyat. Saat ini Indoensia

meproduksi kurang lebih 19 juta ton singkong setiap tahungga.

Proses pembuatan plastic ini tidaklah sulit. Pembuatan khitosan,

dilakukan dengan mengolah limbah kulit udang, dijemur hingga kering.

Sedangkan untuk pembuata PLA digunakan bahan baku singkong. PLA (Poly

Lactic Acid) adalah senyawa yang saat ini sedang dikembangkan sebagai

alternatif kemasan plastik konvensional atau sebagai kemasan biodegradable.

Bahan baku PLA bersumber dari bahan yang dapat diperbaharui serta memiliki

kandungan pati yang tinggi. Selain singkong, juga dapat digunakan bahan

lainnya seperti jagung, kentang dan umbi-umbian lain. PLA dapat dicetak dalam

bentukseperti tas belanja, gelas, sendok, mangkuk dll. Keuntungan dari

penggunaan PLA dibandingkan kemasan plastik lainnya yaitu sifat

biodegradablenya yang dapat terurai di alam, maksimal satu setengah bulan.

Coba bandingkan dengan Styrofoam yang tidak dapat diuraikan sama sekali.

Sifatnya yang transparan dan kaku menyerupai plastic pada umumnya

merupakan nilai tambah tersendiri. Namun, kemasan dari PLA dan khitosan ini

juga memiliki beberapa kelemahan dan keunggulan masing-masing. Oleh karena

Page 10: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

itu, penggabungan antara khitosan dan PLA diharapkan dapat saling melengkapi.

Menghasilkan kemasan yang dapat terurai dengan sifat menyerupai plastic.

Proses penggabungannya pun cukup mudah. Mencampurkan larutan PLA dalan

khitosan secara perlahan agar tercampur merata. Kemasan yang dihasilkan akan

memiliki penampilan transparan dan warna kekuningan. Setelah terbentuk,

kemasan ini dapat digunakan sebagai bahan pembungkus sayuran, kemasan

sekunder pembungkus biskuit maupun roti. Masih perlu banyak penelitian lebih

lanjut dalam pengambangan kemasan ramah lingkungan. Terutama, masalah

optimalisasi dalam pembuatan PLA, termasuk ketertarikan pihak industri.

4. Memanfaatkan Limbah Styrofoam sebagai Bahan Bangunan

Dengan menganut prinsip 3R yaitu Reduce, Reuse danRecycle, limbah

syrofoam dapat digunakan untukmenghasil benda lain (Recycle), contohnya

membuatbatako dari limbah sytofoam. Upaya memanfaatkan limbahini

dilakukan oleh Surani, pria yang tinggal di Tipar, Cakung, Jakarta Timur dengan

niat sederhana, menghindaribuangan sampah dan polusi pembakaran styrofoam.

Cara membuat sederhana yaitu Styrofoam digiling seperti jagung. Kemudian,

dicampur pasir dan ditambah semen,lalu dicetak. Komposisi yang tepat itu 50%

styrofoam, 40% pasir, dan 10% semen. Jadi, penggunaan styrofoam

dapatmenghemat pasir dan semen. Dan hasilnya tidak mengecewakan, rumah

yang dibangun dengan menggunakan batako berbahan dasar limbah syrofoam

terbukti kokoh dan sifat syrofoam yang menolak air membuat tanah tidak lembab

(Kartika. 2009 dalam Pahri, 2012).

5. Upaya mendegradasi styrofoam

Beberapa upaya telah ditemukan untuk menguraikan Styrofoam, antara lain :

a. Memanfaatkan Kulit Buah Jeruk untuk Mendissolve Styrofoam

Metode ini diupayakan oleh Vici Riyani and Adrienne Trinovia

Sulistyo siswa SMA Santa Ursula. Dengan mengolah kulit jeruk yang

mengandung d-limonene, mereka ubah dalam bentuk polymer flocculant

Page 11: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

yang diigunakan untuk menguraikan styrofoam menjadi air. Yang pasti

mereka yakin cara ini tetaplah ramah lingkungan.

Caranya dengan memasukan kulit jeruk bersamaan dengan

styrofoam ke dalam blender dan melalui proses distilisasi dan kemudian

diaduk sampai dengan semuanya bercampur dengan baik. Dengan begitu

campuran ini dapat diuraikan oleh mikroorganisme.

Cara lain yang mereka temukan dengan menggunakan kulit buah

jeruk juga. Mereka melakukannya dengan tekhnik sulfonasi. Yaitu

dengan memotong styrofoam hingga kecil-kecil dan campurkan dengan

chloroform dan asam sulfat dengan suhu 450

C selama 2 jam. Hasil dari

campuran tersebut adalah sodium polystyrene sulfonate (PSSNa). Setelah

melalui proses pemisahan dan netralisasi, cairan tersebut akan berubah

menjadi bubuk polimer. Bubuk polimer ini kemudian bisa digunakan

sebagai pemurni air dan sangat berguna dalam industri semen (Zamroni,

2002).

b. Mengembangkan bakteri Pseudomonas putida

Para ahli biologi di University of College Dublin,

Irlandia,menemukan turunan bakteri Pseudomonas putida, yang biasa

ditemukan di dalam tanah, memakan minyak styrene murni dan

mengubahnya menjadi plastik yang ramahlingkungan. Minyak yang

merupakan hasil pemanasan styrofoam pada suhu tinggi itu mencemari

tanah karenasulit terdegradasi di alam.

Kevin O’Connor dan koleganya mengubah polystyrene menjadi

minyak melalui pyrolysis, yaitu memanaskan plastik turunan minyak

bumi dengan suhu 520 derajat Celcius tanpa melibatkan oksigen.

Pemanasan tersebut menghasilkan cairan yang terdiri atas minyak styrene

sebesar lebih dari 80 persen dan sisanya berupa cairanracun lainnya.

Page 12: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

Para peneliti kemudian memberikan cairan ini kepadasalah satu

turunan bakteri, Pseudomonas putida CA-3.Pada awalnya, mereka

berharap bakteri akan memurnikanstyrene dari larutan. Namun, bakteri

justru sangat menikmati menu makanbarunya ini dan mengubah 64 gram

styrene campuranuntuk menghasilkan sekitar 3 gram bakteri baru. Dalam

proses ini, bakteri menyimpan 1,6 gram energiminyak styrene dalam

bentuk plastik biodegradable (dapatterurai di alam) yang disebutpolyhydr

oxyalkanoate atau PHA. Selain musnah jika dibakar, plastik jensi ini

jugamudah terurai di alam (Pahri, 2012).

Namun, proses biologi yang dilakukan bakteri menghasilkan

produk sampingan yang masih beracun, yaitu toluene. Meskipun

demikain, temuan ini membawa harapan baru karena menunjukkan

bahwa styrofoam dan molekul polystyrene yang menyusunnya dapat

diubahmenjadi ramah lingkungan

G. Kesimpulan

Penggunaan Styrofoam berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan.

Senyawa benzena yang terdapat dalam styrofoam termasuk zat yang dapat

menimbulkan banyak penyakit dan bersifat karsinogenik. Selain menimbulkan

penyakit, pembuatan Styrofoam menyebabkan masalah yang besar bagi

lingkungan karena senyawa CFC menjadi salah satu penyebab terjadinya efek

rumah kaca. Oleh karena itu, perlu adanya solusi bagi masalah ini, salah satunya

adalah dengan pendaurulangan dan pendegradasian Styrofoam.

Page 13: Bahaya styrofoam terhadap kesehatan dan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Anjarimawati., dkk. (2010), Uji Kualitas Pemanfaatan Styrofoam sebagai Bahan

Pembuatan Pot Bunga. PKM. [Online}. Tersedia:

kemahasiswaan.um.ac.id/ (18 Oktober 2013)

Fadli, F. (2012). Gambaran Perilaku Mahasiswa dalam Menggunakan Plastik dan

Styrofoam sebagai Kemasan Makanan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara. Skripsi USU Medan: Tidak dipublikasi.

Mulyanto, 2013. Bahaya Styrofoam Bagi Kesehatan. [Online]. Tersedia:

http://www.itd.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article.

Pahri. (2012). Penggunaan Styrofoam. [Online]. Tersedia:

pajrimandalabloger.blogspot.com. (18 Oktober 2013)

Sulchan, dkk. (2007). Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam. Maj

Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Zamroni, A. (2002). Studi Pengaruh Radiasi Sinar Matahri terhadap Plastik

Polisterina. [Online]. Tersedia: library.um.ac.id/free-contents/ (18 Oktober

2013)