Bahasa Indonesia Baku

232
BAB I KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA Standar Kompetensi: Memahami Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesian Kompetensi dasar : a. Memahami hakikat kedudukan Bahasa Indonesia b. Memahami fungsi Bahasa Indonesia Indikator: 1, Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional 2. Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa negara 3. Menjelaskan bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggan ansional 4. Memahami bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional 5. Menjelaskan bahwa bahasa Indonesia sebagai pemersatu berbagai suku bangsa di Indonesia 6.Memahami bahasa Indonesia sebagai alat penghubung antar daerah dan budaya Tujuan 1. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan benar 1

Transcript of Bahasa Indonesia Baku

Page 1: Bahasa Indonesia Baku

BAB I

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Standar Kompetensi: Memahami Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesian

Kompetensi dasar : a. Memahami hakikat kedudukan Bahasa Indonesia b. Memahami fungsi Bahasa Indonesia

Indikator: 1, Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional2. Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa negara3. Menjelaskan bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggan

ansional 4. Memahami bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional 5. Menjelaskan bahwa bahasa Indonesia sebagai pemersatu

berbagai suku bangsa di Indonesia6.Memahami bahasa Indonesia sebagai alat penghubung antar

daerah dan budaya

Tujuan1. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat memahami bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional dengan benar2. Melalui diskusi, mahasiswa dapat memahami fungsi bahasa

Indonesia sebagai bahasa negara dengan tepat3. Setelah mendengarkanpenjelasan pengajar, mahasiswa dapat

bahwa bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional4. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan bahwa bahasa

Indonesia sebagai lambang identitas nasional dengan tepat5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan

bahasa Indonesia sebagai pemersatu berbagai suku bangsa di Indonesia.

1

Page 2: Bahasa Indonesia Baku

6. Setelah diskusi dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami bahasa Indonesia sebagai alat penghubung antar daerah dan budaya dengan benar.,

1.1 Kedudukan Bahasa IndonesiaBahasa adalah alat komuniksi yang memungkinkan terjadinya

komunikasi dua arah. Di Indonesia banyak bahasa, yang kemudian dikenal sebagai bahasa daerah seperti bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa bali, bahasa Sunda, Bahasa Bugis dan sebagainya. Bahasa-bahasa itu merupakan alat komunikasi etnis. Bahasa Jawa merupakan alat komunikasi etnis Jawa, bahasa Madura merupakan alat komunikasi etnis Madura, bahasa Sunda merupakan alat komunikasi etnis Sunda, demikian juga bahasa-bahasa daerah yang lain. Nama bahasa itu diambil dari nama etnis pemakainya. Namun dekian sampai pertengahan tahun 1928 tidak pernah dikenal dan muncul istilah “bahasa Indonesia”.

Istilah bahasa Indonesia itu sendiri baru muncul menjelang lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Pada tanggal 28 Oktober 1928 berbagai organisasi pemuda berikrar bahwa “Kami poetera dan poeteri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean bahasa Indonesia” . Sejak itu bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu mulai dikenal dan berkembang dengan pesta. Hal itu dapat ditandai dengan perkembangan sastra Indonesia. Sebelum tahun 1928 pengarang sastra Indonesia terbatas orang-orang yang berasal dari Sumatra, seperti Marah Rusli, AbdulMuis, Muhammad Yamin, Rostam Effendi, Merari Siregar dan lain-lain. Bagi pengarang-pengarang itu bahasa Melayu adalah bahasa Ibu. Sedang bagi orang di luar Sumatra (Melayu), bahasa Melayu mrupakan bahasa asing. Pengaruh Sumpah Pemuda terhadap perkembangan bahasa Indonesia dapat ditandai dengan munculnya pengarang-pengarang dari luar Sumatra pasca Sumpah Pemuda, seperti kehadiran I Gusti Nyoman Panji Tisna, Y.E. Tatengkeng dan pengarang lainnya.

2

Page 3: Bahasa Indonesia Baku

Kedudukan bahasa Indonesia dengan jelas dinyatakan dalam UUD ’45 Bab XV Pasal 36 yang menyatakan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”. Dalam kondisi masyarakat yang multi etnis, dan multi bahasa etnis, memang diperlukan bahasa yang dapat menjadi alat komunikasi dan mempersatukan multi etnis itu. Dalam hal ini sesuai dengan Bab XV pasal 36 bahasa Indonesia media komunikasi dan pemersatu antar etnis tersebut. Ketiadaan bahasa yang dapat menjadi media komunikasi antar etnis di suau negara dapat menimbulkan kestabilan negara itu sendiri. Menurut Samsuri (1985:27-28) banyak negara yang telah merdeka secara polisitik bertahun-tahun, tetapi masih belum dapat mengatasi ahasa nasionalnya. Di Philipina, meskipun secara resmi telah dinyatakan ahwa ahasa tagalog sebagai bahasa nasional,banyak orang yang memakai bahasa Inggrsis sebagai bahasa resmi. Di Malaysia meskipun sejak tahun 1967 telah dinyatakana bahasa melayu seagai bahasa resmi, justru ahasa Inggris yang mendapat tempat lebih baik. Di Kenya, masyarakat tidak mau membaca literatur yang ditulis bukan bahasa dialeknya.

Istilah ”bahasa Indonesia” itu sendiri sebenarnya belum lama muncul di Indonessia, bahkan di dunia. Dibanding dengan bahasa lain seperti bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Sansekerta. Keberadaan bahasa Indonesia baru muncul sekitartahun 1928, saat dikumandangkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda Tahun 1928 yang berisi pengakuan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional kita, merupakan langkah pertama yang menentukan di dalam garis kebijaksanan mengenai bahasa nasional kita. Demikian juga Undang-Undang Dasar1945, Bab XV, Pasal 36 yang menyatakan bahwa ”Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia”, memberikan dasar yang kuat bagi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa penghubung pada tingkat nasional, dan bahasa resmi kenegaraan (Halim, 1984:15-16). Bahasa Indonesia mempunyai peran yang sangat penting di dalam negara Kesatuan Republik Indonesia, karena bahasa Indonesia telah mempersatukan bangsa di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Pada kenyataannya. Bahasa Indonesia

3

Page 4: Bahasa Indonesia Baku

dipakai di seluruh Indonesia, di daerah-yang berbeda-beda latar belakang kebahasaan, keudayaan dan kesukuannya, dan di dalam lapisan masyarakat yang berbeda-beda pula latar belakang pendidikan serta kepentingannya (Halim, 1979:39). Sesuai dengan isi Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, dan kenyataan yang ada, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan ahasa negara. Sesuai dengan Bab XV Pasal 36 UUD ’45 yang menyatakan bahwa “bahasa negara adalah bahasa Indonesia”, dengan sendirinya bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia memerlukan bahasa nasional sebagai alat komunikasi antar etnis, dan perlu bahasa untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari.yaitu bahasa negara.

1.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa NasionalSesuai dengan isi Sumpah Pemuda 28 Oktiober 1928 dan UUD

1945 Bab XV Pasal 36, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang social budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsan Indonesia, dan (4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.

Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan kebangsaan hendaknya disadari oleh setiap bangsa Indonesia. Tidak setiap bangsa mempunyai bahasa yang dapat mempersatukan penduduknya. Philipina misalnya, meskipun secara resmi bahasa Tagalog dinyatakan sebagai bahasa nasional, dalam praktiknya masyarakatnya justru memakai bahasa asing, bahasa Inggris untuk berkomunikasi dalam tingkat nasional. Bahasa Indonesia menjadi kebanggaan bangsa karena bahasa Indonesia merupakan produk budaya bangsa.

Bahasa Indonesia sabagai lambang identitas nasional hendaknya disadari oleh bangsa Indonesia. Setiap bangsa memerlukan

4

Page 5: Bahasa Indonesia Baku

identitas diri yang bernilai positif. Identitas yang positif akan menimbulkan citra positif pula di mata dunia. Sebaliknya, identitas negatif meinmbulkan citra yang negatif pula. Identitas negara penjajah bagi beberapa negara Barat menimbulkan kesan yang negatif. Bahasa Indonesia sebagai identitas nasional bagi bangsa Indonesia menimbulkan citra positif bagi bangsa Indonesia. Dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional, bangsa Indonesia dapat dikenal oleh bangsa asing salah satunya dari identitas bahasa yang dipakai.

Bahasa Indonesia sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia. Indonesia adalah negara yang luas dengan penduduknya yang multi suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai bahasa dan budaya yang berbeda dengan suku bangsa yang lain. Dari segi ragam budaya, hal itu merupakan suatu keunggulan tersendiri. Tetapi dengan bahasa yang berbeda-beda dapat menimbulkan masalah dalam berkomunikasi, karena antar suku bangsa tidak saling memahami bahasa suku bangsa yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu bahasa yang dapat menyatukan seluruh suka bangsa di Indonesia ini. Bahasa yang dapat menyatukan suku bangsa di Indonesia adalah bahasa Indonesia. Hal itu berarti bahwa bahasa daerah tidak diperlukan lagi. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya suku bangsa harus tetap dipertahankan.

Bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan antar budaya dan antar daerah mempunyai peranan penting. Latar belakang sosial budaya dan latar belakang kebahasaan nyang berbeda-beda itu tidak pula menghambat adanya perhubungan antar daerah dan antar budaya (Halim, 1979:51). Berkat adanya bahasa nasional, kesalahpahaman akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu terjadi.

Secara umum, fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Namun secara politis bahasa mempunyai kedudukan

5

Page 6: Bahasa Indonesia Baku

yang vital dalam suatu negara, karena bahasa itu mempunyai beberapa fungsi di samping fungsi komunikasi. Bahasa Indonesia seagai bahasa nasional mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:

(1) Sebagai lambang kebanggaan nasional(2) Sebagai lambang identitas nasional(3) Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai

suku bangsa dengan latar belakang sosial, budaya, dan bahasa ke dalam kesatuan bangsa Indonesia

(4) Alat penghubung antar daerah dan antar budaya

1.2.1 Bahasa Indonesia Sebagai Lambang Kebanggaan NasionalApabila kita bandingkan dengan kondisi beberapa negara

seperti Malaysia, Philipina, India, Kenya kita pantas berbangga mempunyai bahasa nasional bahasa Indonesia. Akibat banyaknya bahasa daerah di Indonesia, sering kita tinggal di tempat yang hanya dipisahkan selat atau gunung, bahasanya sudah berbeda dan saling tidak mengerti bahasa yang dipakai kedua daerah yang dibatasi oleh gunung atau selat itu. Jawa dan Madura serta Jawa an bali hanya dibatasi oleh selat, namun masing-masing memiliki ahasa yang berbeda. Jawa dan Sunda merpakan daerah yang hampir tanpa pembatas laut atau gunung, namun memiliki bahasa yang bereda pula.

Sudah sepantasnyalah kita bangga dengan bahasa Indonesia. Beberapa negara besar di dunia ini, meskipun negara adikuasa, ada yang tidak mempunyai bahasa sendiri. Amerka dan Australia yang mendiami dua benau besar itu hingga sekarang masih memakai bahasa Inggris. Di masyarakat dunia tidak dikenal bahasa Amerika atau bahasa Australia.

1.2.2 Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas NasionalBangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai identitas

yang kuat. Identitas itu dapat berupa bahasa, teknologi, agama, ataupun budaya yang lain. Bangsa yang besar dapat ditandai pula dengan pengaruh bahasanya yang besar terhadap bangsa lain. Bahasa

6

Page 7: Bahasa Indonesia Baku

Inggris, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jerman, merupakan identitas bagi masing-masing bangsa pemilik bahasa itu. Mereka semua dadalah bangsa yang besar yang bahasanya banyak dipelajari oleh bangsa lain.

Dengan semakin berkembangnya bahasa Indonesia akan memperkuat identitas nasional. Oleh karena itu apabila bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional, harus disertai upaya untuk pengembangan bahasa Indonesia bagi semua warga negara Indonesia.

1.2.3 Bahasa Indonesia Sebagai Alat Penyatuan BangsaIndonesia termasuk negara yang unik, terdiri atas ribuan pulau

besar dan kecil, bermacam etnis, dan agama, dan bahasa. Keberadaan selat, laut, dan gunung-gunung mengisolasi daerah-daerah tertentu, sehingga memungkinkan daerah itu mengalami perkembangan tersendiri, yang terpisah dengan daerah luar. Demikian pula perkembangan bahasa yang mereka miliki. Dengan bahasa yang berbeda-beda bangsa ini akan sulit bersatu, karena untuk bersatu memerlukan kesamaan paham. Kesamaan paham itu akan dapat tercapai apabila ada satu bahasa yang dapat mewakili bahasa-bahasa daerah itu. Hadirnya beragai macam bahasa yang dimiliki masing-masing etnis memerlukan satu bahasa yang dapat menjembatani komunikasi antar etnis itu. Dalam hal ini bahasa Indonesia-lah yang mampu menjembatani dan mewakili keberadaan berbgai macam bahasa daerah di Indonesia.

Tidak dapat dipungkiri masih banyak masyarakat, terutama masyarakat pedalaman yang buta bahasa Indonesia. Namun harus diakui bahwa dewasa ini bahasa Indonesia berkembang dengan pesat, bahkan ada gejala yang tidak diinginkan, yaitu menggeser kedudukan bahasa daerah. Idealnya, bahasa daerah dan bahasa Indonesia berkembang bersama berdampingan menjalankan fungsinya masing-masing. Namun dominasi bahasa Indonesia terhadap bahasa daerah sulit dihindari. Dengan semakin majunya dunia pendidikan, Iptek, dan media massa maka masyarakat pedalaman akan semakin memahami

7

Page 8: Bahasa Indonesia Baku

bahasa Indonesia, karena hal itu akan merupakan kebutuhan. Bahasa Indonesia akan menjadi penyatu berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial, budaya, agama, dan bahasa daerah yang berbeda.

1.2.4 Bahasa Indonesia Menjadi Alat Penghubung antar Daerah dan antar Budaya

Fungsi bahasa Indonesia sebagai penyatu berbagai suku bangsa dengan sendirinya bahasa Indonesia menjadi alat pnghubung antar daerah dan antar budaya. Bab XV pasal 36 UUD ’45 menjadi dasar hukum fungsi bahasa Indonesia. Negara Indonesia wilayahnya yang terpisah-pisah oleh laut. Hal itu menjadikan hambatan untuk bernteraksi. Akibatnya tiap-tiap daerah mengembangkan kebudayaannya sendiri (termasuk bahasa) sesuai dengan geografis daerah mereka. Oleh karena itu Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya. Dengan keragaman budaya dan daerah-daerah yang terpisah oleh laut, diperlukan alat penghubung antar daerah dan antar budaya. Bahasa Indonesia-lah satu-satunya bahasa di Indonesia yang dapat menjadi alat penghubung antar daerah dan antar budaya itu. 1.3 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Di dalam kedudukannya seebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan illmu pengetahuan serta teknologi modern.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan menjadi bahasa yang dipakai dalam situasi resmi kenegaraan baik bahasa lisan maupuin bahasa tulis. Dalam kegiatan yang bersifat kenegaraan seperti dalam pidato, upacara, surat-menyurat dan dokumen negara memakai bahasa Indonesia. Halim (1979:53) menyatakan bahwa untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan sebaik-baiknya, pemakaian bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan

8

Page 9: Bahasa Indonesia Baku

administrasi pemerintahan perlu senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukandi dalam pengembangan ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan pangkat baik sipil maupun militer, dam pemberian tugas-tugas khusus baik di dalam maupun di luar negeri.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan telah diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan seluruh wilayah Indonesia. Di daewra-daerah yang penguasaan bahasa daerah dominan, sampai tahun ketiga pada pendidikan dasar diperkenankan memakai bahasa daerah. Pada usia sampai tahun ketiga pendidikan dasar, anak-anak di daerah, terutama daerah pedalaman, kebanyakan anak hanya menguasai bahasa ibu.

Bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, mengingat bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan bahasa yangberagam pula. Negara Indonesia memerlukan bahasa yang dapat menjembatani berbagai suku bangsa di Indonesia. Peran itu dapat dilakukan oleh bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia sebagai alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi Modern. Bahasa Indonesia bahasa resmi dalam dunia pendidikan. Dengan demikian bahasa Indonesia mampu berperan sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesiasebagai bahasa yang mampu berperan sebagai bahasailmu pengetahuan dengan sendirinya juga mampu dipakai sebagai alat pengembangan kebudayaan. Dengan demikian bangsa Indonesia tidak sepenuhnya terganrtung pada bahasa asing untuk mengembangkan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesia telah mampu berperansebagai bahasa ilmu pengetaguan, terbukti banyak buku ilmu pengetahuan yang telah diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia. Karya ilmiah anak bangsa sebagai karya akhir

9

Page 10: Bahasa Indonesia Baku

di perguruan tinggi seperti skripsi, tesis, disertasi, dapat diwadahi dalam bahasa Indonesia.

Perlatihan:1. Berdasarkan Sumpah Pemuda 1928 dan UUD 1945, bahasa

Indonesia berkedudukan penting, yakni sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebutkan dan jelaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara!

2. Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional. Buatlah kelompok yang terdiri atas empat orang! Diskusikan mengapa bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional!

3. Bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai lambang identitas nasional. Apakah yang dimaksud dengan bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional? Jelaskan! Anda dapat mendiskusikan dengan kelompok Anda!

4. Jelaskan pula yang dimaksud bahas Indonesia sebagai alat penyatuan bangsa dan sebagai alat penghubung antar daerah dan antar budaya!

10

Page 11: Bahasa Indonesia Baku

BAB IIEJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN

Standar Kompetensi: Memahami Ejaan dan Unsur Serapan dalam Bahasa Indonesia

Kompetensi dasar : a. Memahami pemenggalan kata dalam bahasa Indonesia

b. Menerapkan EYD dalam bahasa tulis sehari-hari c. Menguasai penulisn unsur serapan

dalam bahasa Indonesia

Indikator: 1, Memahami kaidah pemenggalan kata dalam bahasa Indonesia2. Menguasai penulisan huruf kapital dalam bahasa Indonesia.3. Memahami penulisan huruf miring dan penulisan kata gabung

dalam bahasa Indonesia. 4. Menerapkan penulisan partikel dan akronim dalam bahasa

Indonesia. 5. Menguasai penulisan lambang bilangan dan tanda baca dalam

bahasa Indonesia.6.Memahami penulisan unsur serpan dalam bahasa Indonesia.

Tujuan1. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat memahami kaidah

pemenggalan bahasa Indonesia dengan benar2. Melalui diskusi, mahasiswa dapat memahami penulisan huruf

kapital bahasa Indonesia dengan tepat3. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan penulisan huruf

miring dan penulisan kata gabung dalam bahasa Indonesia dengan tepat

11

Page 12: Bahasa Indonesia Baku

4. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan penulisan partikel dan akronim dalam bahasa Indonesia dengan tepat.

5. Setelah diskusi dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami lambang bilangan dalam bahasa Indonesia dengan benar.

6. Melalui diskusi, nahasiswa mampu menerapkan penulisan unsur serapan dengan benar.

2.1 Dasar Pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Bahasa yang baik, adalah bahasa yang mempunyai huruf. Suatu bahasa paling tepat ditulis dengan huruf yang dimilikinya. Apabila suatu bahasa ditulis dengan huruf yang ukan huruf miliknya, maka akan timbul masalah. Bahasa Arab hanya tepat ditulis dengan huruf Arab. Bahasa Jawa hanya tepat ditulis dengan huruf Jawa. Bahasa Cina hanya tepat ditulis dengan huruf Cina. Adanya perbedaan karakter suatu bahasa dengan huruf bahasa yang lain dapat menimbulkan masalah penulisan.

Berbeda dengan bahasa Jawa, bahasa Indonesia termasuk bahasa yang tidak mempunyai huruf. Ejaan bahasa Indonesia bukan ejaan yang khusus diciptakan untuk bahasa Indonesia. Ejaan (huruf) dalam bahasa Indonesia ejaan yang dipakai oleh banyak bahasa asing yang lain seperti bahasa Inggris, Perancis, Rusia dan lain-lain. . Ejaan itu memakai sistem ejaan fonemik. Artinya setiap bunyi bahasa (fonem) dalam bahasa Indonesia dilambangkan dalam satu huruf. Namun ternyata tidak semua fonem dalam bahasa Indonesia tertampung dalam huruf latin. Ada beberapa bunyi yang tidak dapat diwakili oleh satu huruf. Akibatnya ada beberapa bunyi konsonan yang sebenarnya terdiri atas satu huruf terpaksa ditulis dalam dua huruf. Bunyi konsonan itu seperti berikut ini.

12

Page 13: Bahasa Indonesia Baku

Konsonan dua huruf Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

Kh Khayal Akhlak Tarikh

Ng Ngarai Bunga BarangNy Nyiru Banyak -Sy Syair Isyarat Arasy

Pemerintah telah menyusun Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987, tanggal 9 Septemer 1987, dicermatkan pada Rapat Kerja Ke-30 Panitia Kerja Sama Kebahasaan di Tugu, tanggal 19-20 Desember 1990 dan diterima pada sidang ke-30 Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia di Bandar Seri Begawan , tangga 4-6 Maret 1991.

2.1.1 Pemenggalan KataPemenggalan kata dimaksudkan untuk memenggal atau

memotong kata apabila kita tidak cukup menuliskan dalam satu larik. Pemenggalan kata berkaitan dengan penulisan, bukan pengucapan (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999: 1179). Pemenggalan kata tidak sama dengan penyukuan kata. Prinsip yang dipergunakan dalam pemenggalan kata adalah prinsip gramatikal dan prinsip ortografis. Pedoman Pemengalan Kata telah disahkan dalam Rapat Kerja Panitia Kerja Sama Kebahasaan di Tugu, Tanggal 16–20 Desember 1991 dan Sidang ke-30 Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia di Bandar Seri Begawan, tanggal 4-6 Maret 1991.

13

Page 14: Bahasa Indonesia Baku

Pemenggalan kata dibedakan antara pemenggalan kata dasar, kata jadian, dan kata gabung. Kesalahan yang sering dilakukan oleh pemakai bahasa Indonesia tulis karena mereka menyamakan pemenggalan kata dasar, kata jadian, dan kata gabung. Keslahan itu juga disebabkan mereka tidak tahu bahwa kata yang dipenggal adalah kata dasar atau kata gabung.

2.1.1.1 Pemenggalan Kata DasarPemenggalan kata dasar harus dilihat pola kata dasar itu.

Di dalam bahasa Indonesia ada kata dasar yang di tengahnya terdapat satu vokal yang diapit konsonan, dan ada pula kata dasar yang di tengah kata terdapat dua vokal yang diapit oleh konsonan. Apabila di tengah kata ada satu vokal yang diapit konsonan, pemenggalan dilakukan sebelum konsonan yang mengapit pertama. Apabila di tengah kata ada dua vokal yang diapit konsonan, pemenggalan dilakukan di antara kedua vokal. Perhatikan contoh berikut ini!

Se.pak (vokal a diapit oleh konsonan p dan k)KV.KVKBu.at (vokal u dan a diapit oleh konsonan b dan t)

Di dalam bahasa Idonesia, baik bahasa Indonesia asli maupun unsur serapan yang di tengah kata ada dua konsonan atau lebih yang diapit oleh vokal, pemenggalan kata dasar selalu dilakukan di antara konsonan pertama dan kedua. Di dalam bahasa Indonesia terdapat 1, 2, 3, dan 4 konsonan yang diapit oleh vokal. Bentuk pemenggalan itu seperti berikut ini.

Pemenggalan Kata DasarSatu konsonan

diapit vokalDua konsonan diapit vokal

Tiga konsonan diapit vokal

Empat konsonan

diapit vokalbu.ku lan.car kom.plek ek.strakla.ri ob.ral as.tral in.struk.si

14

Page 15: Bahasa Indonesia Baku

ti.ba put.ra ban.drek tran.skrip

2.1.1..2 Pemenggalan Kata JadianPemenggalan kata jadian berbeda dengan kata dasar.

Pemenggalan kata jadian dibedakan antara pemenggalan kata berimbuhan dan pemenggalan bentuk gabungan.

2.1.1.2.1 Pemenggalan kata berimbuhanDi dalam pemenggalan kata berimbuhan awalan dan

akhiran diperlakukan segai satuan terpisah. Untuk memenggal kata berimbuhan harus diketahui dahulu bentuk dasarnya, karena pola yang sama dalam sebuah kata jadian mungkin mempunyai bentuk dasar dengan pola yang berbeda. Hal itu tampak dalam contoh berikut ini.

Kata Jadian Bentuk Dasar Pemenggalanmengajarkanmengirimkan

Ajarkirim

meng-a-jar-kanme-ngi-rim-kan

2.1.1.2.2 Pemenggalan Bentuk GabunganPemenggalan bentuk gabungan dipenggal lebih dahulu atas

satuan-satuannya, kemudian alternatif pemenggalan pada satuan-satuan itu. Di dalam penulisan, pemenggalan dilakukan dapat didasarkan pada tempat yang tersedian pada bagian larik akhir.

Bentuk Gabungan Satuan-Satuannya Pemenggalanekstrakurikulerbagaimanabioskop

ekstra-kurikulerbagai-manabio-skop

eks.tra-ku.ri.ku.lerba.gai-ma.nabi-o-skop

15

Page 16: Bahasa Indonesia Baku

2.1.1.2.3 Pemenggalan bentuk trans an eksBentuk pemenggalan yang sering membingungkan pemakai

bahasa Indonesia adalah pemenggalan kata-kata bentuk trans dan eks. Kedua bentuk itu ada yang diperlakukan sebagai bentuk dasar dan ada yang diperlakukan sebagai bentuk kata gabung. Jika trans diikuti dengan bentuk terikat (diperlakukan sebagai bentuk dasar), pemenggalan dilakukan dengan mengikuti pola kata dasar. Jika trans diikuti bentuk bebas (diperlakukan sebagai kata gabung) pemenggalan dilakukan dengan memisahkan trans sebagai bentuk utuh. Berbeda dengan pemenggalan bentuk eks, bentuk trans sulit dibedakan antara trans yang diikuti bentuk terikat dengan trans yang diikuti bentuk bebas. Berikut ini contoh pemenggalan bentuk trans yang diikuti bentuk terikatdan trans yang diikuti bentuk bebas,

Trans diikuti bentuk terikat

Trans diikuti bentuk bebas

tran-sfertran-skriptran-sla-sitran-si-si

Trans-ak-sitrans-mig-ra-si

trans-fu-sitrans-por

Untuk mengetahui trans diikuti bentuk terikat ata bebas, memang tidak mudah. Untuk itu sebaiknya jika akan memenggal bentuk trans, perlu diperhatikan bentuk penggalannya, dapat berdiri sendiri ataukah tidak. Apabila dapat berdiri sendiri dapat diidentifikasi bahwa bentuk trans itu diikuti bentuk bebas. Sebagai contoh kata transmigrasi dapat dipisah antara trans dan migrasi.Migrasi ternyata dapat beriri sendiri, misalnya dalam kalimat “Banyak petani yang tidak mempunyai lahan trensmigrasi ke luar Jawa”.

Pemenggalan bentuk eks tidak begitu rumit. Bentuk eks dapat disejajarkan dengan bentik in atau im. Apabila unsur ek

16

Page 17: Bahasa Indonesia Baku

dapat disejajarkan dengan bentuk in atau im, pemenggalan dilakukan antara eks dan unsur berikutnya. Berikut ini contoh pemenggalan bentuk eks.

ek tidak mempunyai bentuk sepadan in atau im

Ek mempunyai bentuk sepadan in atau im

ek.spresek.strakek.strem

ek.spe.ri.men

eks.tern/in.terneks.tra/in.tra

eks.pre.sif/im.pre-.sifeks.trin.sik/in.trin.sik

2.1.1.2.4 Pemenggalan Unsur Serapan Asing Berakhir –ismePemenggalan unsur serapan asing berakhir -isme dapat

dibedakan antara isme yang didahului oleh huruf vokal dan -isme yang didahului huruf konsonan. Pemenggalan unsur serapan asing yang berakhir –isme yang didahului huruf vokal, dilakukan setelah huruf vokal. Pemenggalan unsur serapan asing yang berakhir -isme dan didahului huruf konsonan dilakukan sebelum huruf konsonan itu, seperti contoh berikut ini.

-isme didahului oleh vocal -isme didahului oleh konsonanUnsur serapan Pemenggalan Unsur

SerapanPemenggalan

Hinduismeheroismeegoisme

Hin.du.is.mehe.ro.is.mee.go.is.me

Patriotismeanimismejurnalisme

pat.ri.o.tis.mea.ni.mis.mejur.na.lis.me

2.1.2 Pemakaian Huruf KapitalAda beberapa jenis kesalahan yang sering dijumpai dalam

pemakaian huruf kapital. Kesalahan itu pada (1) penulisan huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang; (2) Penulisan huruf pertama unsur jabatan dan

17

Page 18: Bahasa Indonesia Baku

pangkat; (3) Penulisan huruf pertama nama geografi; (4) Penulisan huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,serta dokumen resmi; (5) Penulisan kata penunjuk hubungan kekerabatan; (6) Huruf pertama kata ganti Anda; dan (7) Penulian akronim.

Di dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dinyatakan bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Hal itu berarti tidak berlaku bagi penulisan gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Berikut ini contoh penulisan gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan.Contoh:

Setahun yang lalu Mahaputra Yamin mendapat gelar kehormatan mahaputra.Setelah Sultan Hamengkubuwono IX wafat, kedudukan sultan digantikan sultan yang baruSeorang haji seperti Haji Tabrani yang suka beramal itu perlu diteladani.Penulisan huruf pertama unsur jabatan dan pangkat perlu

mendapat perhatian. Penulisan huruf pertama unsur jabatan dan pangkat ditulis huruf kapital bila diikuti ama orang.Contoh:

Baru satu bulan Gubernur Soekarwo dilantik menjadi gubernur.Di Indonesia, pangkat jendral yang pertama kali disandang oleh Jendral Sudirman.

Penulisan huruf pertama nama geografi, penulisan huruf

pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,serta dokumen resmi, penulisan kata penunjuk hubungan kekerabatan, huruf pertama kata ganti Anda, dan penulian akronim perlu mendapat perhatian. Banyak kesalahan yang dijumpai pada penulisan unsur-unsur

18

Page 19: Bahasa Indonesia Baku

itu.Berikut ini contoh penulisan yang benar dan contoh penulisan yang salah.

Salah BenarIa menyeberangi selat MaduraIa menyeberangi SelatUndang-undang Dasar ‘45 Silakan bapak dan ibu duduk! Siapakah nama anda?Ia seorang taruna AKABRI

Ia menyeberangi Selat MaduraIamenyeberangi selatUndang-Undang Dasar ‘45Silakan Bapak dan Ibu duduk!Siapakah nama Anda?Ia seorang taruna Akabri.

2.1.3 Penulisan Kata Penulisan kata dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan sudah diatur demikian rupa, namun masih sering dijumpai beberapa kesalahan yang dilakukan oleh pemakai bahasa Indonesia. Penulisan kata dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dibedakan antara penulisan kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, gabungan kata, kata ganti -ku, -kau, -mu, dan –nya. Penulisan kata si dan sang, partikel. Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Jika bentuk dasar berupa gabungankata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan danakhiran sekaligus, unsur gabungankata itu ditulis serangkai.Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai sebagai kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.

Aturan selanjutnya ialah bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang

19

Page 20: Bahasa Indonesia Baku

mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.

Berikut ini bentuk yang sering ditulis secara salah..

Bentuk Kata Salah BenarKata turunan antar kota

ekstra kurikulerTuhan Maha Kuasa.Tuhan Mahaesa

AntarkotaekstrakurikulerTuhan MahakuasaTuhan Maha Esa

Gabungan kata

Dutabesar Duta besar

Kata ganti Jangan kau ambil milikku.

Jangan kauambil milikku.

Kata depan Baik disana maupun disini sama sajaKemana ia pergi?

Baik di sana maupun di sini sama saja.Ke mana ia pergi

Partikel pun Apapun yang terjadi, biar pun berbahaya, kendatipun dilarang, ia tetap melakukan.

Apa pun yang terjadi, biarpun berbahaya, kendatipun dilarang, ia tetap melakukan.

Partikel per Satu persatu karyawan itu menghadap pimpinan.Kuliah per31 Agustus 2009.Beasiswa dierikan perbulan.

Satu per satu karyawan itu menghadap pimpinan.Kuliah per 31 Agustus 2009.Beasiswa diberikan per bulan.

2.1.4 Penulisan AngkaAngka dipakai untuk menyatakan lambang ilangan atau

nomor. Ada dua macam angka yang dipakai dalam bahasa Indonesia, yaitu angka Arab dan angka Romawi. Pemakaian angka

20

Page 21: Bahasa Indonesia Baku

Romawi tidak seproduktif pemakaian angka Arab. Pemakaian angka Romawi didasarkan pada huruf, dan hanya lazim digunakan untuk penomoran halaman depan buku, dan untuk bilangan tingkat.

Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, XBerikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

penulisan lambang bilangan.

Jenis lambang bilangan

Salah Benar

Nilai Uang Rp 1.000.000,00 Rp1.000.000,00Satuan waktu Pukul 18. 30:15 Pukul 18.30.15Bilangan tingkat Anak ke 5

Anak ke-VAnak ke-5Anak V

Lambang bilangan yang dapat dinyataan dengan sau atau dua kata

Jumlah siswa 110 orang.

Jumlah siswa lima puluh laki-laki, dan enam puluh perempuan.

Jumlah siswa seratus sepuluh orang.Jumlah siswa 50 laki-laki, dan 60 perempuan.

Pada awal kalimat 10 0rang mahasiswa berprestasi mendapat penghargaan.Dua puluh lima mahasiswa berprestasi mendapat penghargaan.

Sepuluh orang mahasiswa berprestasi mendapat penghargan.Mahasiswa berprestasi yang mendapat penghargaan 25 orang.

2.1.5 Tanda BacaTanda baca harus dipakai secara cermat.Ketidak cermatan

pemakaian tanda aca dapat mengubah makna. Hal itu dapat kita

21

Page 22: Bahasa Indonesia Baku

lihat pada penulisan nama Sunarno S.H. dan Sunarno, S.H. Penulisan yang pertama tidak memakai tanda baca koma, sedang peulisan yang kedua memakai tanda baca koma. Panda penulisan yang pertama singkatan S.H. berarti singkatan nama orang, sedang S.H. yang kedua berarti singkatan dari Sarjana Hukum.Tanda koma pada penulisan itu membedakan antara singkatan nama orang dan gelar akademik. Bentuk kesalahan pada pemakaian tanda baca yang seringdijumpai seperti berikut ini.

Tanda baca

Salah Benar

Tanda titik (.)

Ikhtisar atau daftar1.1.1.2.Nama orangSB YudoyonoGelarSH (Sarjana Hukum)a/n (atas nama)an. (atas namad/a

1.11.2

S.B. Yudoyono

S.H.a.n. (atas nama)

d.a.Tanda koma

Gelar akademikPrasetyo Utomo M.Pd. Prasetyo Utomo, M.Pd.

Tanda seru Pergilah ! Pergilah!

2.2 Pembentukan istilahYang dimaksud dengan istilah ialah kata atau gabungan

kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan atau siat yang khas dalam bidang tertentu. Istilah dapat dibedakan antara istilah khusus dan istilah umum. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa istilah khusus ialah istilah yang pemakaiannya dan/atau maknanya terbatas pada suatu bidang tertentu, sedangkan istilah umum adalah istilah yang menjadi unsur bahasa yang digunakan secara umum.

22

Page 23: Bahasa Indonesia Baku

Misalnya:Istilah Khusus Istilah Umum vonis ekstraprasmanan globaldebet agenda

Ada beberapa sumber yang dapat dijadikan istilah dalam bahasa Indonesia, yaitu kosakata bahasa Indonesia, kosa kata bahasa serumpun, dan kosa kata bahasa asing. Syarat kata Indonesia yang dapat dijadikan istilah ialah kata umum baik yang lazim maupun yang tidak lazim, yang memenuhi salah satu syarat yang telah ditentukan. Syarat-syarat itu ialah: (a) Kata yang dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang dimaksudkan; (b) Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang berujukan sama seperti gulma dan tumbuhan penggangggu. (c) Kata yang tidak bernilai rasa (berkonotasi) buruk dan sedap didengar, seperti tuna rungu jika dibandingkan dengan tuli.

Istilah dapat dibentuk dari kosakata bahasa serumpun. Kosakata bahasa serumpun dijadikan sumber istilah apabila di dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat mengungangkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang dimaksudkan. Bahasa serumpun yang dijadikan sumber istilah baik yang lazim maupun yang tidak lazim.Misalnya:

gambut (Banjar) peat (Inggris) nyeri (Sunda) pain (Inggris)

Bahasa asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia apabila tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa

serumpun. Pembentukan istilah baru itu dengan jalan menerjemahkan, menyerap, dan menyerap sekaligus menerjemahkan istilah asing. Menerjemahkan:

23

Page 24: Bahasa Indonesia Baku

Samenwerking - kerjasamaPenyerapan:

Energy - energi

Penyerapan dan penerjemahan sekaligusSubdevision - subbagian

Tidak semua istilah asing yang dijadikanistilah baru dalam bahasa Indonesia dengan jalan diterjemahkan, diserap, dan diserap sekaligus diterjemahkan. Istilah asing yang ejaannya betahan dalam banak bahasa juga dipakai dalamahasa Indonesia dengan syarat diberi garis bawah arau dicetak miring. Misalnya kata allegro moderato yang berarti kecepatan sedang (dalam musik)

PerlatihanI. Penggallah kata-kata berikut ini sesuai dengan ketentuan

Pedoman Pemenggalan Kata!1. eksperimen 6. fotografi 11. ekspansi

16. halalbihalal2. eksponen 7. putra 12. pulau

17. infrastruktur3. eksklusif 8. bioskop 13. survei

18. patriotisme4. atmosfer 9. transplantasi 14. aerobik

19. ekstrem5. transmigrasi 10. transaksi 15. audiovisual

20. transliterasi

II. Penulisan akronim ada yang ditulis dengan huruf besar semua, huruf pertama saja yang ditulis dengan huruf besar, dan ada yang ditulis dengan huruf kecil semua?. Bagaimanakah aturan penulisan akronim tersebut? Jelaskan!

24

Page 25: Bahasa Indonesia Baku

III.Tulis kembali kalimat-kalimat berikut ini dengan ejaan yang benar.!

a. Ia membaca buku yang bejudul Pengaruh Bulan Romadhon Terhadap Perekonomian Rakyat dari hari ke hari.

b. Masihkah anda mempunyai Bapak dan Ibu?c. Sejak dilantik menjadi Presiden, Presiden Megawati

tinggal diistana.d. Jangan kau perhatikan kejadian ditempat itu.e. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan 2 km permenitf. Nama ilmiah buah manggis ialah Caicinia

mangortama.g. Bambang Prakosa S.T. (sarjana teknik) ditempat itu

digaji 2 juta rupiah perbulan.h. Tuhan Maha Esa, Maha Kasih, dan Maha

Mengetahui.i. Tepat pukul 12:30.10 W.I.B. acara itu dibuka.j. Dua puluh lima mahasiswa mengadakan bakti sosial ke

daerah terpencil.

IV.Istilah-istilah asing tidak dapat begitu saja masuk ke dalam istilah bahasa Indonesia. Bagaimanakah prosedur pemasukan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia? Jelaskan!

25

Page 26: Bahasa Indonesia Baku

BAB IIIBAHASA BAKU BAHASA INDONESIA

Standar Kompetensi: Memahami Kaidah Bahasa Baku Bahasa Indonesia

Kompetensi dasar : a. Memahami ciri-ciri gramatikal kalimat baku Bahasa Indonesia

b. Memahami sebab-sebab ketidak bakuan bahasa Indonesia

Indikator: 1, Memahami pengertian bahasa Indonesia baku2. Mengidentifikasi ciri-ciri kalimat baku bahasa Indonesia3. Menjelaskan kontaminasi dalam bahasa Indonesia4. Memahami interferensi yang terjadi dalam bahasa Indonesia 5. Memahami lafal yang benar dalam bahasa Indonesia baku.

Tujuan1. Melalui ceramah dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami

pengertian bahasa Indonesia baku. 2. Melalui membaca intensif, mahasiswa dapat mengidentifikasi

ciri-ciri kalimat baku bahasa Indonesia. 3. Melalui diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan peristiwa

kontaminasi dalam bahasa Indonesia. 4. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami

interferensi dalam bahasa Indonesia dengan enar. 5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami lafal

yang benar dalam bahasa Indonesia baku.

26

Page 27: Bahasa Indonesia Baku

3.1 PendahuluanBahasa Indonesia baku berbeda dengan bahasa Indonesia tak

baku. Menurut Susilo (1990:1) bahasa Indonesia baku sama dengan bahasa Indonesia resmi. Bahasa Indonesia baku mempunyai beberapa keunggulan. Salah satu keunggulan bahasa Indonesia baku ialah seragam untuk seluruh Indonesia. Dengan demikian bahasa Indonesia tak baku tidak seragam untuk seluruh bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tak baku sama dengan bahasa Indonesia tak resmi. Bahasa Indonesia tak resmi sama dengan bahasa Indonesia ragam dialek.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Indonesia mempunyai kedudukan yang paling tinggi di antara bahasa-bahasa yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dipakai oleh hampir seluruh bangsa Indonesia mendominasi pemakaian bahasa-bahasa di Indonesia. Bahasa-bahasa di Indonesia dapat dibedakan antara bahasa Indonesia dan bahasa “yang bukan bahasa Indonesia”. Bahasa selain bahasa Indonesia jumlahnya banyak sekali di Indonesia. Bahasa-bahasa ini disebut bahasa daerah, dan dipakai oleh etnis-etnis sesuai dengan nama bahasa itu. Misalnya bahasa Jawa dipakai oleh sebagian besar etnis Jawa, bahasa Sunda dipakai oleh sebagian besar etnis Sunda, bahasa Bugis dipakai oleh mayoritas etnis Bugis. Pemakaian ini tidak berarti bahwa bahasa daerah hanya dipakai sebagai alat komunikasi etnis dari bahasa itu, tetapi biasanya juga dipakai etnis lain yang bersosialisasi dengan etnis pemakai bahasa itu. Misalnya bahasa Jawa di Pulau Jawa juga dipakai sebagai alat komunikasi oleh etnis di luar Jawa yang telah lama tinggal di Pulau Jawa.

Bahasa Indonesia mempunyai posisi yang paling tinggi di antara bahasa-bahasa lain di Indonesia, karena kedudukan bahasa Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Dasar ’45. Di dalam UUD ’45 bab XV Pasal 36 dinyatakan bahwa Bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Kedudukan bahasa daerah tidak diatur secara eksplisit di dalam UUD ’45. Bahasa daerah hanya diatur dalam Penjelasan Tentang Undang-Undang dasar Negara Indonesia. Di

27

Page 28: Bahasa Indonesia Baku

dalam penjelasan tentang Bab XV Pasal 36 UUD ’45 dinyatakan “Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura dsb.) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia”.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dipakai oleh mayoritas bangsa Indonesia terdiri atas beberapa dialek, seperti bahasa Indonesia dialek Betawi, bahasa Indonesia di alek Medan, bahasa Indonesia dialek Ambon dan sebagainya. Gatot Susilo membedakan antara bahasa Indonesia resmi dan bahasa Indonesia tak resmi. Menurut Gatot Susilo (1990:1) bahasa Indonesia baku bertolak dari bahasa Indonesia resmi. Bahasa Indonesia resmi adalah bahasa Indonesia yang dipakai dalam situasi resmi.

Pemakaian bahasa Indonesia dapat dibedakan antra bahasa resmi dan bahasa tidak resmi. Bahasa Indonesia resmi dipakai dalam situasi resmi seperti di dalam upacara-upacara, rapat, dalam lembaga pensdidikan dan lain-lain. Bahasa Indonesia tak resmi dipakai dalam situasi non-formal, atau situasi tak resmi. Di dalam situasi tak resmi masyarakat sering memakai bahasa Indonesia dialek. Pemakaian dialek ini cenderung dipengaruhi oleh geografis etnis masyarakat pemakainya. Masyarakat Betawi cenderung memakai bahasa Indonesia dialek Betawi. Masyarakat Batak cenderung memakai bahasa Indonesia dialek Batak, dan masyarakat Minangkabau cenderung memakai bahasa Indonesia dialek Minangkabau. Moeliono (1988: 3) menyatakan bahwa dialek atau logat dikenal sebagai ragam daerah. Pernyataan Moeliono ini menyiratkan bahwa pengertian dialek cenderung pada pemakaian ragam bahasa pada tempat tertentu.

Dialek berasal dari bahasa Yunani, dialektos. Menurut Meilet dalam Ayatrohaedi (1979:2) xiri utama dialek ialah adanye perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Harimurti Kridalaksana memberikan batasan dialek sebagai berikut.

28

Page 29: Bahasa Indonesia Baku

Variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai; variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan di tempat tertentu (=dialek regional), atau oleh golongan tertentu dari suatu kelompok bahasawan (=dialek sosial); atau oleh kelompok bahasawan yang hidup dalam waktu tertentu (dialek temporal)” (Kridalaksana, 1982:34).

Selanjutnya Kridalaksana membagi dialek menjadi empat macam (1982:34), yaitu dialek regional, dialek sosial, dialek temporal, dan dialek tinggi. Dialek regional adalah dialek yang dipakai oleh masyarakat dalam suatu tempat tertentu, seperti dialek Betawi. Dialek sosial adalah suatu dialek dalam kelompok sosial tertentu. Dialek temporal adalah dialek yang dipakai dalam waktu tertentu, seperti bahasa Jawa kuno. Dialek tinggi adalah variasi suatu bahasa yang dianggap sebagai standar, dan merupakan dialek yang dianggap lebih tinggi dari dialek-dialek lain.

Robins (1992: 60) memberi batasan tentang dialek, yaitu kesamaan jenis abstraksi seperti bahasa. Tetapi cakupan dialek lebih sedikit penutur, dan lebih mendekati bahasa sebenarnya yang digunakan oleh penuturnya. Jadi dialek merupakan bagian dari suatu bahasa yang luas, dengan ciri-ciri tertentu sesuai dengan ciri yang disepakati oleh kelompok regional, sosial, dan temporal. Bahasa Indonesia dialek Betawi adalah bahasa yang terdapat dalam wilayah Betawi, yang secara arbriter kekhasannya disepakati oleh masyarakat Betawi. Demikian juga bahasa Jawa kuna adalah bahasa Jawa yang secara temporal pemakaiannya disepakati oleh masyarakat Jawa pada saat tertentu, yaitu pada zaman Majapahit.

3.2 Bahasa BakuDi samping dialek dikenal pula bahasa baku. Bahasa baku

merupakan bahasa yang dianggap mempunyai tempat lebih tinggi daripada dialek. Di dalam bahasa Indonesia sering terdengar imbauan agar memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia

29

Page 30: Bahasa Indonesia Baku

yang berada di luar dialek regional, maupun sosial, bahasa Indonesia yang baik dan benar mencakup daerah yang sangat luas pemakaiannya, yang dapat menembus daerah dialek regional maupun wilayah dialek sosial. Bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa Indonesia yang standar.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai banyak bahasa memang memerlukan bahasa persatuan. Di samping bahasa Indonesia, di Indonesia terdapat banyak bahasa daerah. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis biasanya tidak saling memahami bahasa daerah yang satu dengan bahasa daerah yang lain, kecuali bagi yang sudah lama berinteraksi dengan bahasa daerah tertentu. Di samping bahasa daerah, masih terdapat banyak dialek di dalam bahasa Indonesia. Pemakaian berbagai macam dialek dalam perundang-undangan dan surat menyurat resmi akan dapat menimbulkan kesalahpahaman, karena ada kemungkinan suatu dialek tertentu tidak dipahami oleh pemakai dialek yang lain. Oleh karena itu penting mempunyai bahasa persatuan dalam masyarakat bahasa yang mempunyai banyak bahasa seperti di Indonesia.

Pengertian bahasa baku menurut Kridalaksana mengacu pada bahasa standar. Selanjutnya Kridalaksana memberi batasan bahasa standar (standard language ) sebagai berikut.: 1. ragam bahasa atau dialek yang diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat resmi, berbicara di depan umum, dsb.; 2. Bahasa persatuan dalam masyarakat bahasa yang mempunyai banyak bahasa (Kridalaksana, 1982: 21).

Sesuai dengan pendapat Kridalaksana, sebenarnya bahasa baku juga merupakan dialek. Bahasa baku merupakan dialek yang mempunyai posisi lebih penting daripada dialek-dialek yang lain, karena diterima untuk dipakai dalam situasi resmi. Di samping itu bahasa baku dipakai juga dalam perundang-undangan, surat-menyurat resmi, dan berbicara di depan umum. Dialek yang lain (di luar bahasa baku) kedudukannya tidak seperti dalam bahasa baku,

30

Page 31: Bahasa Indonesia Baku

karena tidak dapat dipakai dalam situasi resmi, perundang-undangan, surat-menyurat resmi dan berbicara di depan umum. Pernyataan Kridalaksana tentang bahasa baku tersebut sesuai dengan pendapat Robins.

Menurut Robins (1992: 67) yang dimaksud dengan bahasa baku ialah “sebuah dialek atau suatu kelompok dialek yang banyak persamaannya, yang mempunyai martabat tinggi sebagai bahasa orang terpelajar di ibu kota atau sebagai suatu kelompok masyarakat terhormat.

Bahasa Indonesia yang mempunyai berbagai macam dialek memerlukan sebuah dialek yang diakui oleh semua penutur berbagai macam dialek tersebut. Dialek ini yang disepakati sebagai alat komunikasi antar penutur berbagai macam dialek tersebut. Bahasa baku dipakai sebagai alat komunikasi lintas dialek, karena dialek yang khas dari suatu daerah sering tidak dimengerti oleh penutur dialek lain.

Robin mengatakan untuk mewakili bahasa baku menurut tradisi dan kebiasaan diambil dari bahasa kalangan terpelajar di ibu kota sebuah negara (1992: 60). Bahasa kaum terpelajar memungkinkan untuk diambil menjadi bahasa baku, karena kalangan terpelajar tersebar di seluruh wilayah negara. Bahasa kalangan terpelajar memungkinkan untuk menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu antara ragam dialek yang satu dengan dialek yang lain kadang-kadang mempunyai arti yang bertolak belakang. Kata sing bahasa Jawa standar mempunyai arti yang bertolak belakang dengan sing bahasa Jawa dialek Banyuwangi. Sing dalam bahasa Jawa standar berarti “yang”, sedang sing dalam bahasa Jawa dialek Banyuwangi berarti “tidak”. Kalimat Aku sing nulis dalam bahasa Jawa standar berarti ‘Saya yang menulis’ tetapi di dalam bahasa Jawa dialek Using berarti ‘Saya tidak menulis’. Oleh karena itu bahasa baku sebagai bahasa standar sangat diperlukan.

31

Page 32: Bahasa Indonesia Baku

Kelompok-kelompok masyarakat tertentu, waktu, dan geografi memang cenderung menimbulkan terbentuknya dialek suatu bahasa. Oleh karena itu perlu adanya suatu dialek yang diakui oleh semua kelompok masyarakat. Dialek inilah yang disebut bahasa baku. Bahasa baku menurut Moeliono (1988: 14) mempunyai empat fungsi, yaitu: fungsi pemersatu, fungsi pemberi khasan, fungsi pembawa kewibawaan, dan fungsi sebagai kerangka acuan.

Bahasa baku diharapkan dapat mempersatukan masyarakat yang terdiri dari berbagaimacam etnis dan bahasa ataupun masyarakat-masyarakat yang memakai berbagai macam dialek. Di negara-negara tertentu bahasa sering menimbulkan masalah yang dapat mengganggu stabilitas politik maupun keamanan suatu negara. Di Philipina, pemakaian bahasa Tagalok sebagai bahasa nasional ternyata menimbulkan kecemburuan bagi masyarakat di luar suku Tagalok (Samsuri, 1985: 27). Di Philipina bahasa Tagalok justru tidak mempersatukan berbagai macam suku dengan berbagai macam bahasa. Hal ini berbeda dengan di Indonesia. Bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia, diakui oleh semua etnis di Indonesia untuk diangkat sebagai bahasa resmi, bahasa yang menjadi alat komunikasi berbagai macam etnis. Oleh karena itu bahasa Indonesia dapat berperan sebagai pemersatu.

Bahasa baku berfungsi pemberi khasan, berarti bahwa bahasa baku sebagai suatu dialek yang diakui oleh pemakai berbagai macam dialek mempunyai ciri khas tersendiri dibanding dialek-dialek yang lain. Kekhasan bahasa baku ini dapat diterima oleh pemakai dialek di luar bahasa baku. Bahasa baku berfungsi pembawa kewibawaan, karena adanya suatu dialek yang diakui oleh seluruh masyarakat di suatu negara dapat menimbulkan kewibawan di hadapan negara lain. Bahasa Indonesia baku berbeda dengan bahasa melayu Sdingapura maupun bahasa Melayu malaysia. Bahasa Indonesia baku khas bahasa Indonesia yang dipakai oleh masyarakat terpelajar di Indonesia. Bahasa baku menjadi kerangka acuan, karena bahasa baku mempunyai kaidah

32

Page 33: Bahasa Indonesia Baku

dan gramatika yang jelas. Bahasa baku adalah bahasa yang standar, bahasa yang menjadi pedoman.

3.3 Bahasa Indonesia BakuTelah dikemukakan oleh Robins (1992: 67) bahwa bahasa

baku adalah sebuah dialek orang-orang terpelajar di ibukota yang banyak persamaannya sebagai bahasa kelompok masyarakat terhormat. Bertitik tolak dari pendapat Robins dapat dikemukakan bahwa bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia ragam dialek yang mempunyai martabat tinggi, yang menjadi bahasa orang terpelajar sebagai bahasa kelompok masyarakat terhormat di Indonesia .

Gatot susilo (1990: 1) memberi batasan bahasa Indonesia baku seperti berikut: “Bahasa Indonesia baku ialah bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa Indonesia yang serius, bahasa Indonesia yang tertib, bahasa Indonesia yang sangkil, bahasa Indonesia yang resmi, bahasa Indonesia yang menjadi ukuran (patokan)”.

Bahasa Indonesia baku tidak hanya baik, tetapi harus benar, bahasa yang baik seperti bahasa yang dipakai dalam karya sastra belum tentu benar. Bahasa Indonesia baku merupakan perpaduan antara bahasa yang baik dan benar. Pengertian benar dalam bahasa Indonesia baku terutama harus memenuhi kaidah gramatika dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia yang tertib harus taat asas, harus konsisten. Bahasa Indonesia yang tidak tertib merupakan hasil pelanggaran dari pemakai bahasa. Unsur interferensi merupakan contoh ketidaktertiban dalam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang dipakai penyiar siaran lagu-lagu dalam siaran radio swasta seperti “Terima kasih atas atensinya” merupakan contoh ketidaktertiban bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Indonesia sudah ada kata ‘perhatian’, oleh karena itu tidak perlu memakai kata ‘atensi’.

Bahasa Indonesia yang sangkil adalah bahasa Indonesia yang tepat guna. Setiap unsur yang ada di dalam bahasa itu harus

33

Page 34: Bahasa Indonesia Baku

mempunyai fungsi, sesuai dengan fungsi yang dikehendaki oleh penutur. Pemakaian unsur-unsur yang tidak tepat di dalam suatu kalimat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Unsur-unsur itu dapat berupa gramatika, pemakaian kosa kata, dan pemakaian ejaan di dalam bahasa tulis, serta ketepatan lafal di dalam bahasa lisan.

Bahasa Indonesia resmi adalah bahasa Indonesia yang dipakai dalam situasi resmi. Yang dimaksud situasi resmi menurut Susilo (1990: 1) bahwa bahasa itu mempunyai taraf reasional, mempunyai sifat kenegaraan, menyangkut kepentingan bangsa (masyarakat, umum), serius, dipenuhi gagasan (ide, pikiran). Dengan syarat-syarat yang dikemukakan oleh Gatot Susilo di atas, bahasa Indonesia resmi memungkinkan untuk dapat dipakai oleh seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai macam etnis dan bahasa daerah. Dalam situasi tidak resmi, bahasa daerah ataupun ragam dialek di luar ragam dialek baku dapat dipakai oleh masyarakat Indonesia. Pemakaian bahasa daerah atau ragam dialek non-baku tersebut justru akan lebih menimbulkan situasi akrab dan kekeluargaan, karena ragam dialek non-baku dan bahasa daerah mengandung unsur-unsur budaya setempat, dan tidak terkesan formal. Di dalam bahasa Jawa misalnya, pemakaian bahasa Jawa di dalam situasi tidak resmi mengandung unsur budaya unggah-ungguh masyarakat Jawa, karena bahasa Jawa ragam ngoko, krama, dan krama inggil tidak dapat diterapkan pada semua orang.

Bahasa Indonesia mempunyai berbagai macam ragam dialek. Adanya berbagai ragam dialek di dalam bahasa Indonesia, perlu adanya satu dialek yang dapat dijadikan patokan bagi dialek-dialek yang lain. Sebagai bahasa orang terpelajar, bahasa Indonesia baku memungkinkan untuk dijadikan patokan (ukuran) bagi dialek-dialek yang ada di dalam bahasa Indonsia.

3.4 Ciri-Ciri kalimat baku Bahasa IndonesiaKalimat menurut Alwi dkk.. (2000: 311) “bagian terkecil

ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan”. Susilo (1990: 2) mengemukakan lima ciri

34

Page 35: Bahasa Indonesia Baku

kalimat bahasa Indonesia. Kelima ciri tersebut ialah: bermakna, bersistem urutan frase, dapat berdiri sendiri dalam hubungannya dengan kalimat yang lain, berjeda, dan berakhir dengan berhentinya intonasi (berintonasi selesai). Kelima ciri tersebut adalah ciri umum sebuah kalimat. Kalimat yang memenuhi kelima ciri tersebut merupakan kalimat bahasa Indonesia, namun belum menjamin bahwa kalimat itu kalimat baku. Sebagai contoh kalimat “Di tempat itu dijadikan pertemuan bagi pihak yang bertikai di Poso.” Kalimat ini bukan kalimat baku meskipun memenuhi kelima ciri kalimat di atas. Unsur subyek tidak tampak dalam kalimat itu.

Ciri-ciri kalimat baku menurut Susilo (1990: 4) yaitu: gramatikal, masuk akal, bebas dari unsur yang mubazir, bebas dari kontaminasi, bebas dari interferensi, sesuai dengan ejaan yang berlaku, dan sesuai dengan lafal bahasa Indonesia.

3.4.1 Ciri GramatikalKalimat baku harus gramatikal, yaitu kalimat baku harus

memenuhi kaidah yang ada. Kalimat baku bahasa Indonesia harus memenuhi kaidah yang berlaku di dalam bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah tersebut menurut Susilo (1990: 4) harus memenuhi tata kalimat (sintaksis), tata frase (frasiologi), tata morfem (morfologi, dan tata fonem (fonemik, fonologi).

Kalimat bahasa Indonesia secara gramatika paling tidak harus terdiri atas subjek dan predikat. Kedua unsur tersebut harus dipenuhi. Sebuah kalimat mungkin tanpa objek atau keterangan, tetapi unsur subjek dan predikat tidak dapat ditinggalkan. Unsur subjek dan predikat merupakan dua unsur yang mempunyai sifat saling ketergantungan. Unsur subjek tidak akan bermakna tanpa predikat, demikian juga unsur predikat. Kalimat George W. Bush kehilangan akal untuk menemukan keberadaan Usamah terdiri atas unsur subjek George Bush, unsur predikat kehilangan akal, dan unsur keterangan untuk menemukan keberadaan Usamah. Apabila unsur keterangan dalam kalimat tersebut dihilangkan, kalimat

35

Page 36: Bahasa Indonesia Baku

tersebut masih berterima. Namun apabila salah satu unsur subjek atau predikat dihilangkan, akan kehilangan makna.

Moeliono (1988: 260) menyatakan bahwa kalimat tunggal yang terdiri atas dua konstituen, dilihat dari aspek sintaktisnya selalu berupa subjek dan predikat. Kalimat Di tempat itu sering dilanda banjir secara gramatika tidaklah baku. Unsur subjek dalam kalimat tersebut tidak jelas. Kalimat itu terdiri atas dua konstituen, yaitu di tempat itu dan sering dilanda banjir. Konstituen-konstituen itu masing-masing di tempat itu menduduki jabatan keterangan , sering dilanda predikat, dan banjir sebagai objek. Unsur predikat dan objek merupakan satu frasa, karena kedua unsur itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Kalimat Di tempat itu sering dilanda banjir bukanlah kalimat baku, karena unsur subjeknya tidak ada. Pemakaian kata depan yang tidak terkontrol sering mengaburkan fungsi jabatan frase dalam suatu kalimat. Pemakaian kata depan “di” pada kalimat itu justru mengaburkan fungsi subjek. Karena subyek diawali dengan kata depan “di”, maka fungsi subyek pada kalimat tersebut berubah menjadi keterangan tempat.

Di dalam sebuah kalimat, unsur subjek dan predikat bersifat tunggal. Unsur keterangan di dalam sebuah kalimat dapat terdiri atas dua atau lebih, tetapi unsur subjek dan predikat harus tunggal. Menurut Susilo (1990: 5) kalimat yang mempunyai subyek ganda menjadikan suatu kalimat menjadi tidak baku.

Kalimat Tanah ini akan dibangun kampus Unesa secara gramatika tidak dapat dikatakan baku. Unsur subjek dalam kalimat tersebut tidak jelas, karena kalimat itu dapat di ubah susunannya menjadi Kampus Unesa akan dibangun tempat ini. Apabila ada pertanyaan “Apa yang akan dibangun?” Jawabannya dapat tempat ini atau kampus unesa. Dengan demikian kalimat tersebut memiliki subjek ganda. Timbulnya subjek ganda pada kalimat ini akibat ketidakcermatan pemakaian kata depan. Apabila frase tempat ini diawali dengan kata depan di, frase di tempat ini akan berfungsi sebagai keterangan tempat. Oleh karena itu kalimat itu akan

36

Page 37: Bahasa Indonesia Baku

menjadi baku jika menjadi Kampus Unesa akan dibangun di tempat ini.

Ciri gramatikal kalimat bahasa Indonesia baku yang lain subjek tidak diawali kata depan (Susilo, 1990: 6). Pemakaian kata depan yang mengawali subjek justru akan mengubah fungsi subjek itu sendiri. Kalimat Dalam rapat itu membicarakan kenaikan SPP merupakan kalimat bahasa Indonesia yang tidak baku. Unsur subyek tidak jelas dalam kalimat itu. Frase membicarakan memenuhi ciri sebagai predikat, tetapi frase Dalam rapat itu tidak dapat dikatakan sebagai subjek. Dalam rapat itu lebih tepat berfungsi sebagai keterangan. Pemakaian kata depan dalam justru mengaburkan fungsi subjek. Kalimat itu menjadi baku apabila dihilangkan kata dalam. Rapat itu membicarakan kenaikan SPP. Unsur subjek diduduki oleh frase Rapat itu.

Di dalam sebuah kalimat unsur subjek dan predikat bersifat tunggal. Subjek atau predikat yang ganda membuat sebuah kalimat tidak baku. Menurut Moeliono (1988: 260-261) subjek mudah dikenali karena tidak mengkin berupa kata ganti tanya. Kalimat Siapa pulang? Bukanlah kalimat baku. Kata pulang tidak dapat menduduki fungsi subjek. Demikian juga siapa sebagai kata ganti tanya tidak mungkin menduduki jabatan subjek. Kalimat Siapa pulang? Merupakan kalimat yang berpredikat ganda. Untuk menjadikan kalimat itu baku, maka salah satu predikat harus dikembalikan fungsinya sebagai subjek. Kalimat itu menjadi baku apabila menjadi Siapa yang pulang?. Kalimat ini dapat diubah susunannya menjadi Yang pulang siapa? Frase yang pulang sebagai subjek, dan siapa sebagai predikat.

Menurut Cook (1971) dan Elson (1969) (dalam Tarigan, 1993: 8) kalimat adalah satuan bahasa yang secara relaif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola akhir dan yang terdiri dari klausa. Pendapat Cook dan Elson ini mengandung tiga syarat untuk sebuah kalimat. Pertama sebuah kalimat harus dapat berdiri sendiri. Karena kalimat harus dapat berdiri sendiri, kalimat itu harus bermakna tanpa dihubungkan dengan kalimat yang lain. Sebagai contoh dua

37

Page 38: Bahasa Indonesia Baku

kalimat berikut ini. Pencuri itu tewas dibakar massa. Sehingga identitasnya sulit dikenali. Kalimat pertama dapat kita pahami maknanya meskipun tanpa kehadiran kalimat kedua. Tetapi kalimat kedua Sehingga identitasnya sulit dikenali tidak dapat kita pahami secara sempurna makna kalimat tersebut, tanpa kehadiran kalimat pertama. Kalimat kedua bukanlah kalimat baku karena tidak dapat berdiri sendiri . Di samping itu kalimat kedua juga bukan klausa, karena klausa paling tidak harus terdiri atas subjek dan predikat.

Ciri kalimat baku bahasa Indonesia yang lain adalah ciri permutasi. Menurut Susilo (1990: 8) kalimat baku tidak mengalami kejanggalan setelah mengalami perpindahan letak frase (permutasi). Kalimat bahasa Indonesia terdiri atas urutan frase, bukan urutan kata. Frase-frase di dalam sebuah kalimat dapat kita ubah susunannya tanpa terjadi perubahan makna, dan mengalami kejanggalan. Apabila sebuah kalimat mengalami kejanggalan setelah mengalami perubahan letak frase menunjukkan bahwa kalimat tersebut bukan kalimat baku. Sebagai contoh kalimat, Tempat ini akan dibangun kampus Unesa bila dipermutasikan sebagai berikut.Permutasi kalimat tidak baku:

Tempat ini akan dibangun kampus Unesa.Tempat ini kampus Unesa akan dibangun.Akan dibangun kampus Unesa tempat ini.Akan dibangun tempat ini kampus Unesa.Kampus Unesa tempat ini akan dibangun.Kampus Unesa akan dibangun tempat ini.

Kejanggalan kalimat-kalimat hasil permutasi di atas akan semakin jelas jika dibandingkan dengan hasil permutasi kalimat yang baku berikut ini.Permutasi kalimat baku:

Di tempat ini akan dibangun kampus Unesa.Di tempat ini kampus Unesa akan dibangun.Akan dibangun kampus Unesa di tempat ini.

38

Page 39: Bahasa Indonesia Baku

Akan dibangun di tempat ini kampus Unesa.Di tempat ini akan dibangun kampus Unesa.Di tempat ini kampus Unesa akan dibangun.

Kalimat baku bahasa Indonesia dapat ditandai dari ciri-ciri sintaksisnya. Menurut Sumowijoto (1980b: 12) ciri-ciri sintaksis kalimat baku bahasa Indonesia dapat ditandai dari ciri inversi, ciri fungsi, dan ciri rekonstruksi (permutasi). Ciri inversi adalah perubahan pola subjek-predikat menjadi predikat-subjek. Ciri fungsi merupakan peran tiap-tiap kata dalam suatu kalimat. Apabila sebuah kata dapat dihilangkan tanpa mengubah makna suatu kalimat, merupakan indikasi bahwa suatu kata tidak memunyai fungsi. Ciri rekonstruksi (permutasi) adalah ketidakjanggalan suatu kalimat bila dipermutasikan atas frase-frasenya.

Hubungan predikat verbal transitif dengan objek penderita dalam kalimat baku perlu mendapatkan perhatian. Predikat verbal transitif mempunyai hubungan yang erat dengan objek. Kalimat baku menurut Susilo (1990: 8) hubungan predikat transitif dengan obyek penderita tidak boleh “terganggu” oleh kata depan.Antara predikat verbal transitif dengan objek merupakan satu kesatuan yang membentuk frasa. Oleh karena itu antara predikat verbal transitif dengan objek penderita tidak dapat disisipi oleh kata depan. Penyisipan kata depan akan mengacaukan fungsi objek. Kalimat Narkoba membahayakan bagi masyarakat berpredikat verbal transirif. Karena berpredikat vercal transirif, kalimat tersebut perlu dilengkapi dengan objek. Yang menjadi pertanyaan yang manakah objek dalam kalimat tersebut? Hubungan antara predikat dan objek sangat erat, tidak bisa dipisahkan. Kalau frasa bagi masyarakat dianggap sebagai objek, hal itu tidak mungkin, karena frase itu dapat dipisahkan dengan predikat. Apabila dipermutasikan menjadi Bagi masyarakat Narkoba membahayakan. Dari kemampuan unrtuk permutasi tersebut frase bagi masyarakat lebih tepat menduduki fungsi sebagai keterangan. Namun karena kalimat tersebut kalimat verbal transirif, objek mutlak diperlukan.

39

Page 40: Bahasa Indonesia Baku

Ketidakbakuan kalimat Narkoba membahayakan bagi masyarakat sebenarnya terletak pada kesalahan menempatkan kata depan antara predikat verbal transitif dengan objek pebnderita. Apa bila kata depan “bagi” dihilangkan, kalimat ini menjadi baku.

Pemakaian bentuk pasif aspek, agens, dan verba perlu mendapat perhatian dalam kalimat. Aspek merupakan kategori gramatikal verba yang menunjukkan lama dan jenis perbuatan seperti (Kridalaksana, 1982: 16). Agens adalah pelaku, nomina yang menampilkan perbuatan atau memulai suatu kejadian. Pemakaian bentuk pasif “aspek + agens + verba” harus dipakai secara taat asas (Susilo, 1990: 9).

Hubungan antara “aspek, agens, dan verba” bentuk pasif di dalam bahasa Indonesia bersifat baku. Urutan antara aspek, agens, dan verba tidak dapat diubah-ubah. Perubahan urutan aspek, agens, dan verba apabila diubah menimbulkan kalimat yang tidak baku. Kalimat Masalah itu kami sudah laporkan kepada pimpinan merupakan contoh pemakaian bentuk pasif “aspek+agens+verba” yang tidak konsisten, karena susunannya diubah menjadi “agens+aspek+verba”. Untuk menjadikannya kalimat baku susunannya harus dikembalikan menjadi “aspek+agens+verba”, sehingga menjadi Masalah itu sudah kami laporkan kepada pimpinan.

Ketidakbakuan kalimat bahasa Indonesia juga dapat diakibatkan oleh pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Kata dirubah dan merubah merupakan contoh pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Kata rubah di dalam bahasa Indonesia berarti anjing yang bermoncong panjang. Bentuk kata dirubah dan merubah merupakan bentuk kata kerja. Kata dirubah dan merubah merupakan merupakan bentuk yang tidak baku. Seharusnya kata itu diubah” dan “mengubah” karena berasal dari kata dasar “ubah”.

Pemakaian morfem yang tidak tepat akan tampak lebih jelas apabila berada dalam konteks kalimat. Penutup surat Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih menampakkan gejala pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Morfem –nya pada kata

40

Page 41: Bahasa Indonesia Baku

perhatiannya bermakna sebagai kata ganti orang ketiga. Padahal di dalam surat kita berkomunikasi dengan orang kedua. Seharusnya ucapan terima kasih tersebut ditujukan kepada orang kedua sebagai orang yang dituju dalam kalimat tersebut.

Ketidak bakuan dalam pemakaian awalan me- seperti terjadi pada pemakaian bentuk kait-mengkait, mengetrapkan, menyintai, menyontoh, menyubit (Badudu, 1981: 53-54). Konsonan “k” di dalam bahasa Indonesia apabila didahului awaalan me- maka konsonan ‘k” akan luluh, kemudian muncul bentuk “meng-“. Jadi bentuk yang benar adalah kait-mengait, bukan kait-mengkait. Kata mengetrapkan sebenarnya berasal dari kata terap. Kata itu apabila mendapat imbuhan me-kan, seharusnya menjadi menerapkan, bukan mengetrapkan. Kata menyintai, menyontoh, menyubit berasal dari kata dasar cinta, contoh, dan cubit. Konsonan “c” jika didahului awalan me-, bentuk me- akan berubah menjadi men- sedang “c” tidak luluh. Oleh karena itu bentuk yang benar adalam mencintai, mencontoh, dan mencubit.

3.4.2 Kata-Kata Mubazir dalam Bahasa IndoneasiaPemakaian kata-kata di dalam sebuah kalimat harus

diperhitungkan fungsinya. Apabila ada unsur kata yang tidak berfungsi di dalam sebuah kalimat, akan menimbulkan kalimat yang tidak baku. Kata-kata mubazir tersebut dapat ditandai, apabila unsur kalimat tersebut dihilangkan, tidak akan mengubah makna kalimat. Menurut Susilo (1990: 10) kata-kata mubazir ialah kata-kata yang tidak berarti dan berfungsi. Karena kata-kata mubazir tidak berfungsi dan berarti, maka kata-kata itu tidak diperlukan.

Unsur mubazir dalam sebuah kalimat dapat disebabkan oleh pengaruh bahasa asing. Misalnya kata adalah dalam kalimat Gadis itu adalah mahasiswa Unesa. Kata adalah merupakan pengaruh to be (is) dalam bahasa Inggris. The girl is Unesa student. Kata kopula is dalam bahasa Inggris merupakan sendi kalimat, dan tidak boleh ditinggalkan (Badudu, 1980: 132). Struktur bahasa Indonesia berbeda dengan struktur bahasa Ingris. Pemakaian kata adalah

41

Page 42: Bahasa Indonesia Baku

dalam konteks kalimat Gadis itu adalah mahasiswa Unesa tidak diperlukan dalam bahasa Indonesia.

Pemakaian dua kata yang bermakna sama dalam sebuah kalimat merupakan unsur yang mubazir, seperti pemakaian kata demi untuk, agar supaya, amat sangat, mulai dari, sejak dari. Seharusnya cukup salah satu saja yang dipakai, demi atau untuk, agar atau supaya, amat atau sangat, mulai atau dari, sejak atau dari. Tidak perlu kedua-duanya dipakai.

3.4.3 KontaminasiKontaminasi berarti rancu atau kacau. Kontaminasi di dalam

bahasa Indonesia berarti kerancuan akibat munculnya dua bentuk yang sama, yang kemudian dicampur adukkan. Karena kontaminasi merupakan kerancuan, maka kontaminasi kalimat merupakan unsur yang tidak baku. Gatot Susilo menyatakan kontaminasi perancuan dua makna, dua unsur, atau dua struktur (1990: 10). Karena kontaminasi merupakan perancuan dua makna, dua unsur, atau dua struktur, biasanya dapat dikembalikan pada bentuk asalnya.

Perancuan di dalam bahasa Indonesia oleh Badudu (1980: 16) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: kontaminasi bentuk kata, kontaminasi bentuk frasa, dan kontaminasi bentuk kalimat. Kontaminasi bentuk kata merupakan perancuan yang diakibatkan oleh pembentukan kata-kata baru. Pembentukan kata-kata baru itu didasarkan pada bentuk kata yang sudah ada, paling tidak berasal dari dua bentuk yang dipadukan menjadi satu. Kata dipelajarkan merupakan unsur kontaminasi yang berasal dari dua bentuk, yaitu dipelajari dan diajarkan. Penggabungan dua kata ini menimbulkan bentuk kontaminasi dipelajarkan. Bentuk mengenyampingkan juga merupakan bentukan yang rancu. Kata ini berasal dari kata dasar samping kemudian diikuti kata depan ke, menjadi ke samping. Kata ke samping ini kemudian mendapat imbuhan me-kan, menjadi mengesampingkan. Namun di samping itu juga ada bentuk samping yang mendapat imbuhan me-kan, menjadi menyampingkan. Antara

42

Page 43: Bahasa Indonesia Baku

mengesampingkan dan menyampingkan kemudian dirancukan menjadi mengenyampingkan.

Kalimat bahasa Indonesia terdiri atas frasa-frasa. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif (Kridalaksana, 1982: 46). Kalimat Berulang kali ia telah dinasihati terdiri atas tiga frasa, yaitu berulang kali, ia dan telah dinasihati. Bentuk frasa berulang kali menurut Badudu (1980: 23) merupakan bentuk frasa yang rancu. Berulang kali berasal dari kata berulang-ulang dan berkali-kali. Kedua frasa itu kemudian dirancukan menjadi berulang kali.

Kontaminasi kalimat tampak dalam kalimat Mahasiswa dilarang tidak boleh memalsu tanda tanga daftar hadir. Apabila dikemukakan pertanyaan terhadap kalimat tersebut apa yang dilarang? Jawabnya adalah Tidak boleh memalsu tanda tangan daftar hadir (tidak memalsu tanda tangan daftar hadir). Makna kalimat ini justru bertolak belakang dengan maksud sebenarnya. Tidak boleh memalsu tanda tangan daftar hadir (tidak memalsu tanda tangan daftar hadir) justru dilarang. Berarti boleh, atau harus. Kerancuan kalimat tersebut dapat dikembalikan pada bentuk aslinay sebagai berikut.

-Mahasiswa dilarang memalsu tanda tangan dsftsr hadir.-Mahasiswa tidak boleh memalsu tanda tangan daftar hadir.

3.4.4 Interferensi

43

Page 44: Bahasa Indonesia Baku

Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mendapat banyak masukan dari unsur-unsur bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Unsur bahasa daerah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia seperti masuknya kosa kata bahasa daerah seperti mantan, nyeri, gambut, timbel dan sebagainya. Kosa kata bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia dari berbagai macam bahasa. Kosa kata yang berasal dari bahasa Belanda seperti kata lapor, polisi, kantor. Kosa kata dari bahasa inggris seperti pada kata ekonomi, biografi, remidi dan sebagainya. Kosa kata dari bahasa Arab seperti pada kata pasal, wakaf, wajib, wahyu dan sebagainya. Kosa kata dari bahasa Portugis seperti pada kata nona, permen, jendela dan sebagainya.

Masuknya unsur bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dapat menguntungkan dan merugikan bahasa Indonesia. Menurut gatot Susilo (1990: 11) unsur yang memperkaya bahasa Indonesia dapat diterima sebagai unsur serapan. Sedangkan unsur yang memiskinkan ditolak karena merugikan bahasa Indonesia.

Interferensi bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia diseababkan penguasaan bahasa daerah dan bahasa asing masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Penguasaan beberapa bahasa akan saling mempengaruhi. Interferensi tidak hanya terjadi di dalam bahasa Indonesia saja. Bahasa daerah pun sering mendapat interferensi dari bahasa Indonesia dan bahasa asing.

Pada uraian tentang kata mubazir di atas telah disebutkan bahwa pemakaian kata adalah yang tidak berfungsi dalam suatu kalimat merupakan pengaruh dari to be dalam bahasa Inggris, yaitu is. Dipandang dari sudut pengaruh dari bahasa Inggris pemakaian adalah merupakan interferensi dari bahasa asing, yaitu bahasa Inggris.

44

Page 45: Bahasa Indonesia Baku

Interferensi dari bahasa daerah seperti tampak pada kata sekolahan dalam konteks kalimat Saya akan berangkat ke sekolahan. Kata sekolahan interferensi dari bahasa Jawa. Di dalam bahasa Jawa kalimat itu seharusnya berbunyi Saya akan berangkat ke sekolah. Interferensi dari bahasa Jawa yang lain seperti pemakaian kata latihan pada konteks kalimat Anak-anak sedang latihan drama. Di dalam bahasa Indonesia akhiran –an berfungsi untuk membentuk kata benda, sedangkan kata latihan berfungsi sebagai kata kerja.

3.4.5 Lafal Bahasa Indonesia BakuPemakaian lafal sebagai ujaran dalam bahasa Indonesia

masih sering dipakai secara tidak konsisten oleh masyarakat. Indonesia mempunyai bahasa daerah yang ratusan

jumlahnya. Di samping itu bahasa Indonesia mempunyai berbagai macam ragam dialek. Pengaruh bahasa daerah dan dialek dalam lafal bahasa Indonesia baku sangat besar. Lafal bahasa Indonesia baku menurut Badudu (1980: 115) lafal yang tidak memperdengarkan “warna” bahasa daerah, dialek, dan warna lafal bahasa asing.

Ketidakbakuan dalam bidang lafal bahasa Indonesia akibat pengaruh bahasa daerah seperti lafal t yang dilafalkan oleh penutur bahasa bali. Lafal t pada kata kota bagi etnis Bali akan diucapkan seperti th bahasa Jawa pada bunyi bathi (untung). Ketidakbakuan dalam bidang lafal sering kita jumpai akibat pengaruh bahasa daerah.

Ketidakbakuan akibat pengaruh bahasa asing dalam bidang lafal seperti pada pelafalan kata pasca. Kata pasca pada suku kata ca seharusnya dilafalkan ca seperti pada kata beca. Namun sering dilafalkan dengan ka seperti pada kata suka. Kata pasca berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti sesudah. Kata pasca sering dikacaukan dengan kata paskah, yaitu peringatan wafat dan kebangkitan Isa Almasih. Ketidak bakuan lafal akibat pengaruh bahasa asing yang lain seperti pelafalan kata unit seperti pada kata

45

Page 46: Bahasa Indonesia Baku

Koperasi Unit Desa. Seharusnya kata itu kita lafalkan apa adanya seperti yang tertulis, tetapi sering orang melafalkan dengan yunit, seperti lafal aslinya dalam bahasa Inggris. Karena kata unit sudah menjadi unsur serapan, seharusnya diperlakukan seperti pelafalan dalam bahasa Indonesia.

3.5 RangkumanBahasa baku adalah bahasa standar, yaitu suatu dialek

bahasa orang terpelajar, dan dipakai dalam situasi resmi. Bahasa baku mempunyai kedudukan yang lebih penting daripada dialek yang lain. Bahasa baku berfungsi sebagai pemersatu, pemberi khasan, pembawa kewibawaan, dan sebagai kerangka acuan.

Bahasa Indonesia baku merupakan bahasa Indonesia ragam dialek yang mempunyai martabat tinggi, menjadi bahasa orang terpelajar sebagai bahasa kelompok masyarakat terhormat di Indonesia. Bahasa Indonesia baku juga bahasa yang baik dan benar, serius, tertib, sangkil. Bahasa ini dipakai dalam situasi resmi, dan menjadi patokan bagi bahasa Indonesia ragam dialek yang lain.

Bahasa Indonesia baku sebagai bahasa Indonesia yang menjadi patokan bagi berbagai macam dialek mempunyai beberapa ciri. Ciri-ciri bahasa Indonesia baku ialah gramatikal, tidak terdapat kata-kata mubazir, tidak mengandung kontaminasi, dan tidak ada interferensi dari bahasa daerah maupun bahasa asing.

Kalimat baku bahasa Indonesia harus gramatikal. Kalimat baku harus memenuhi kaidah yang ada. Kaidah-kaidah itu ialah tata kalimat, tata frase, tata morfem, dan tata fonem. Di dalam tata kalimat, unsur subyek dan predikat bersifat tunggal.Kalimat yang mempunyai subjek atau predikat ganda bukanlah kalimat baku.

Pemakaian kata depan yang mengawali subjek membuat kalimat menjadi tidak baku, karena kata depan itu dapat mengubah fungsi subjek menjadi keterangan. Kalimat baku juga tidak mengalami kejanggalan apabila mengalami perubahan letak frase. Ciri gramatikal yang lain hubungan predikat verbal transitif dengan objek penderita tidak boleh disisipi kata depan. Penyisipan kata

46

Page 47: Bahasa Indonesia Baku

depan akan mengacaukan fungsi objek untuik predikat verbal transitif.

Pemakaian bentuk pasif aspek+agens+verba yang taat asas juga menunjukkan ciri kalimat baku. Urutan anatara aspek+agens+verba bentuk pasif dalam bahasa Indonesia tidak dapat diubah-ubah. Perubahan urutan antara aspek, agens, dan verba menjadikan kalimat tidak baku.

Ketidakbakuan juga dapat disebabkan oleh pemakaian morfem terikat yang tidak tepat. Pemakaian kata ganti orang ketiga –nya dalam penutup surat merupakan contoh pemakaian morfem yang tidak tepat. Penutup surat ditujukan kepada orang kedua, bukan kepada orang ketiga. Oleh karena itu tidak baku bila menutup dengan kalimat Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Jika sebuah kalimat ada unsur yang dihilangkan tidak mengubah makna dan fungsi masing-masing frasa, kalimat itu tidak baku karena ada unsur yang mubazir. Kata-kata mubazir ialah kata-kata yang tidak berarti dan tidak berfungsi di dalam sebuah kalimat. Pemakaian kata mubazir dalam sebuah kalimat dapat diakibatkan oleh pengaruh bahasa asing seperti is di dalam bahasa Inggris.

Kontaminasi adalah kerancuan akibat perpaduan dua bentuk, dua struktur yang bermakna sama. Kontaminasi di dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi tiga macam: kontaminasi bentuk kata, kontaminasi bentuk frasa, dan kontaminasi bentuk kalimat. Akibat adanya kontaminasi kalimat, dapat membuat makna kalimat menjadi bertolak belakang dengan makna yang dimaksudkan oleh penulis atau pembicara.

Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mendapat banyak masukan dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Masuknya unsur bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan bahasa Indonesia. Unsur yang memperkaya bahasa Indonesia dapat diterima sebagai unsur serapan, sedang unsur yang memiskinkan harus ditolak karena merugikan perkembangan bahasa Indonesia.

47

Page 48: Bahasa Indonesia Baku

Unsur bahasa daerah dan bahasa asing yang merugikan dan memiskinkan bahasa Indonesia membuat kalimat tidak baku.

Perlatihan1. Bahasa Indonesia baku harus obyektif, ringkas, dan padat.

Ubahlah kalimat-kalimat berikut ini menjadi kalimat baku! a. Banyaknya jumlah sampah yang menyumbat gorong-

gorong itu saya kira merupakan bukti rendahnya kesadaran masyarakat untuk menanggulangi bahaya banjir.

b. Berlarut-larutnya penanganan lumpur Lapindo kiranya merupakan bukti betapa sulitnya mengatasi musibah itu.

c. Pendidikan agama di sekolah dasar tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan dari orang tua dalam keluarga.

d. Nilai etis tersebut di atas menjadi pedoman dan dasar pegangan hidup bagi setiap warga negara Indonesia.

e. Banjir yang melanda kota itu membuktikan alangkah sulitnya mengatasi banjir di perkotaan.

2. Kata-kata berikut ini merupakan kata-kata berciri baku dan kata-kata tidakbaku. Carilah sepuluh kata berciri baku dari kata-kata berikut ini!

Jadwal nasihat jadual atmosfir nasehat kwalitas

varietas analisis apotek definisi kwitansi karir

aktivitas aktifitas kuitansi karier konkrit atlit

konkret membikin lantaran ketimbang kondite varitas

3. Pilih sepuluh bentukan kata berciri baku dari bentukan kata berikut ini!

48

Page 49: Bahasa Indonesia Baku

Berkuliah mengkikis mengikis mentaati menyubit melola menerjemahkan kekecilan terlalu kecil menerapkan menterapkan menaati ketabrak tertabrak memperlebar mencubit memperlebarkan. mengelola

4. Kalimat berikut ini berciri tidak bakul, karena ketidakjelasan fungsi subyek atau predikat.Jadikanlah kalimat yang berciri baku!a. Kegagalan panen itu karena kemarau terlalu panjang.b. Di tempat itu sering dilanda banjir pada waktu musim

penghujan.c. Untuk mencapai prestasi, memerlukan kerja keras.d. Kepada para undangan diharap hadir tepat waktu.e. Kesulitan itu karena tingkah lakunya sendiri.

***

49

Page 50: Bahasa Indonesia Baku

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2000. Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kamus Besar ahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Halim, Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1984. Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

Sumowijoyo, Gatot Susilo. 1990. “Kalimat Baku Bahasa Indonesia” Makalah Penataran Bahasa Indonesia untuk karyawan PMDU Jawa Timur. Surabaya: IKIP Surabaya..

Sumowijoyo, Gatot Susilo.2000. Pos Jaga Bahasa Indonesia. Surabaya: Unipress Universitas Negeri Surabaya.

Yonohudiyono, E. Dan Jack Parmin (Penyunting). 2007. Bahasa Indonesia Keilmuan: Mata Kuliah Pengemangan Kepribadian. Surabaya: Unesa University Press.

Yulianto, Bambang. 2007. Mengembangkan Menulis Teknis. Surabya. Unesa University Press.

50

Page 51: Bahasa Indonesia Baku

BAB IV

PENULISAN KARYA ILMIAH

Standar Kompetensi: Memahami sistematika penulisankarya ilmiah

Kompetensi dasar : a. Memahami ciri-ciri karya ilmiah b. Memahami sistematika karya ilmiah

Indikator: 1, Memahami pengertian karya ilmiah2. Mengidentifikasi jenis karya ilmiah3. Memahami cara pembatasan topik dengan diagram pohon

dandiagram jam4. Memahami tatacara pengutipan dalamkarya ilmiah 5. Memahami tatacara penulisan daftar rujukan dalam karya ilmiah.

51

Page 52: Bahasa Indonesia Baku

Tujuan1. Melalui ceramah dan tanya jawab, mahasiswa dapat memahami

pengertian karya ilmiah denghan benar 2. Melalui membaca intensif, mahasiswa mengidentifikasi jenis

karya ilmiah dengan tepat3. Melalui diskusi, mahasiswa melakukan pembatasan topik dengan

diagram pohon dengan tepat4. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami

tatacara pengutipan dengan benar 5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami

penulisan daftar rujukan dengan benar

4.1 PendahuluanDalam kegiatan sehari-hari, manusia selalu dihadapkan

pada empat keterampilan berbahasa: menyimak, wicara, membaca dan menulis. Empat keterampilan berbahasa itu mempunyai kuantitas yang bereda-beda. Kegiatan menyimak mempunyai kuantitas yang paling tinggi, disusul wicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa itu dapat dibedakan menjadi keterampilan reseptif, yaitu menyimak dan membaca, dan keterampilan produktif, yaitu wicara dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa itu daqpat menunjukkan tahapan tingkat intelektualitas seseorang. Manusia sejak lahir, bahkan nada yang berpendapat sejak di dalam kandungan telah melakukan kegiatan menyimak, kegiatan yang paling dasar. Seseorang dapat duduk berjam-jam untuk mendengarkan sesuatu. Sejak nenek moyang kita dulu, telah mempunyai tradisi menyimak. Orang dapat melihat pagelaran wayang kulit semalam suntuk, namun tidak akan tahan

52

Page 53: Bahasa Indonesia Baku

duduk membaca dalam waktu satu jam saja. Tingkat beriktunya adalah wicara. Keterampilan berbicara erada satu tingkat di atas menyimak. Kemampuan berbicara dulu dimiliki oleh para filsof. Mereka berorasi di pasar-pasar dan di tempat keramaian. Dengan berpidato mereka dapat menyebarkan ajaran filsafatnya.

Kegiatan membaca dan menulis mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dengan membaca ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diserap.Untuk menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi orang perlu membaca. Ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan dapat membuat manusia sejahtera. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi harus diamalkan. Untuk itu ilmu pengetahuan dan teknologi harus ditulis agar dibaca orang. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan punah jika tidak ditulis. Nenek moyang kita mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bidang kontruksi, hal itu dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Borobudur, Candi Prambanan, perahu phinisi, dan lain sebagainya. Namun kemampuan itu tidak didokumentasi dalam bentuk tulis, sehingga menjadi punah. Itulah pentingnya karya tulis agi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu tradisi penulisan, khususnya penulisan karya ilmiah perlu dimiliki oleh orang-orang terpelajar.

4.2 Karya IlmiahKarya ilmiah adalah suatu karya yang memuat dan

mengkaji suatu masalah tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah keilmuan (Prayitno dkk., 14-15). Sesuai dengan definisi itu, esensi dari karya ilmiah adalah mengkaji suatu masalah. Selajutnya dalam mengkaji masalah itu menggunakan kaidah-kaidah pengetahuan. Brotowijoyo (1985:8-9) menyatakan bahwa karya ilmiah adalah karya berdasarkan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.

Menilik isi yang terkandung di dalamnya, karya ilmiah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu karya ilmiah subresmi

53

Page 54: Bahasa Indonesia Baku

dan karya ilmiah (Yonohudiyono dan Suyono, 2001:31). Karya ilmiah subresmi ialah karya ilmiah yang model penulisannya tidak ditentukan secara lengkap, misalnya cukup judul, pendahuluan, isi, penutup, dan bahan pustaka. Yang termasuk ke dalam karya ilmiah subresmi adalah makalah, artikel, jurnal dan sebagainya. Karya Ilmiah resmi ialah karya ilmiah yang model penulisan dan urut-urutannya sudah ditentukan secara lengkap. Dalam karya ilmiah ini mempunyai sistematika yang baku, seperti : Judul, kata pengantar, daftar isi, pendahuluan, latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, metodologi penelitian, analisis, daftar pustaka, dan lampiran.

4.2.1 Karya Ilmiah SubresmiMakalah adalah tulisan ilmiah yang membahas pokok

masalah tertentu. Tanjung dan Ardial (2007:7) menyatakan bahwa makalah adalah karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau topik tertentu yang ditulis secara sistematis dan runtut dengan disertai analisis yang logis dan obyektif. Makalah sebagai tulisan ilmiah, penulisannya mengikuti langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah itu ialah menentukan topik, masalah, dan tujuan. Topik berbeda dengan tema. Tema adalah pikiran atau gagasan sentral yang mendasari sebuah karya ilmiah, sedangkan topik adalah hal pokok ang diungkapkan atau dituliskan dalam karangan. Tema merupakan gagasan dasar yang mendasari sebuah karya ilmiah (Suparno dan Yunus, 2007:3.3). Tema merupakan gagasan yang memayungi topik. Di dalam karya ilmiah, tema tentang “Korupsi di Indonesia” dapat diwujudkan dalam topik karangan ilmiah “Upaya pencegahan korupsi sejak dini”.

Sumber topik dapat digali dari berbagai sumber, baik sumber tertulis maupun sumber tidak tertulis. Sumber tertulis dapat dari buku, surat kabar, jurnal. Sumber tidak tertulis dapat berasal dari radio, televisi, hasil diskusi dengan teman, dan kejadian-

54

Page 55: Bahasa Indonesia Baku

kejadian yang ada di masyarakat. Topik juga dapat berasal dari permintaan perorangan, instansi, atau lembaga tertentu apabila makalah itu memenuhi permintaan seminar.

Yonohudyono dan Parmin (2007:28) mengemukakan tiga alternatif untuk menemukan topik. Ketiga alternatif itu ialah brainstorming, perenungan, formula jurnalistik, pertanyaan klasik. Brainstorming adalah proses berfikir untuk mengungkapkan semua ide yang terlintas di dalam benak penulis. Perenungan merupakan upaya untuk berfikir analisis-logis dengan berkonsentrasi pada masalah tertentu. Formula jurnalistik tentu sudah tidak asing bagi para siswa SMA, yaitu formula 5 W dan 1 H (who, what, when, where, why, dan how). Pertanyaan klasik dapat dipakai untuk menemukan topik yang baru. Pertanyaan klasik itu: Apakah topik ini menghasilkan seperangkat definisi? Apa perbedaan dan persamaan topik ini dengan topik yang lain? Apa yang dikatakan orang tentang topik ini?

Topik yang terlalu luas akan membuat tulisan menjadi dangkal, di samping dapat merembet ke mana-mana. Untuk itu topik harus dibatasi. Untuk membatasi topik dapat dilakukan dengan diagram pohon seperti berikut ini.

Korupsi

diberantas dicegah dihentikan

sejak dini sejak awal sejak munculnya gejala korupsi

pembelajaran budi pekerti Pembelajaran anti korupsi kantin kejujuran

55

Page 56: Bahasa Indonesia Baku

di pasar di sekolah di supermaket

Dari diagram pohon di atas dapat ditentukan topik makalah, yaitu “Korupsi dapat dicegah sejak dini melalui Kantin Kejujuran di sekolah-sekolah”.

Judul makalah hendaknya dapat mencerminkan dengan tepat masalah yang dibahas. Judul hendaknya sesuai dengan topik, singkat, bentuk frasa dan lugas. Judul hendaknya dapat memiliki daya tarik bagi pembaca. Misalnya “Kantin Kejujuran Upaya Mencegah Korupsi Sejak Dini”.

Langkah selanjutnya adalah menyusun kerangka karangan. Makalah yang tidak terlalu panjang, bisa jadi tidak perlu disusun krangka karangan. Sistematika makalah terdiri atas pendahuluan termasuk permasalahan, pembahasan, dan penutup. Namun apabila penulis merasa perlu, ada baiknya menyusun kerangka karangan. Bentuk kerangka karangan itu seperti berikut:

Topik : Korupsi dapat dicegah sejak dini melalui kantin kejujuran di sekolah-sekolah

Judul : Kantin Kejujuran Upaya Mencegah Korupsi Sejak Dini

A. PendahuluanB. Pembahasan

1. Akibat Korupsi Bagi Negara dan Bangsa2. Kantin Kejujuran Upaya untuk Mencegah Korupsi

a. Pengelolaan Kantin Kejujuranb. Kelebihan Kantin Kejujuranc. Kelemahan Kantin Kejujuran

3. Upaya Untuk Mengatasi Ketidakjujurana. Penyadaran oleh teman dekatb. Penyadaran Melalui Guru Agamac. Melalui Slogan-Slogan/Imbauan yang Dipasang di Dinding kantin C. Simpulan

56

Page 57: Bahasa Indonesia Baku

(1) Bagian PendahuluanBagian Pendahuluan berisi latar belakang pemilihan topik,

masalah, dan tujuan. Bagian pendahuluan adalah bagian yang paling awal dicermati oleh pemaca. Oleh karena itu dalam bagian awal harus diupayakan dapat menarik minat pembaca. Dalam latar belakang hendaknya dijelaskan mengapa penulis memilih topik itu. Penulis menunjukkan penti gnya topik itu diangkat menjadi makalah. Masalah apa yang timbul dalam topik itu, dan apa tujuan penulisan itu.

(2) Bagian PembahasanBagian pembahasan merupakan bagian utama, atau bagian isi.

Bagian ini memuat uraian-uraian pokok masalah yang telah disebutkan pada pendahuluan. Pada bagian ini. Dalam pembahasan penulis dapat memakai teknik deduktif atau induktif. Dalam makalah deduktif pembahasan dimulai dengan penyajian teori yang relevan, kemudian dilanjutkan dengan penyajian fakta yang mendukung teori (E. Yonohudyono dan Jack Parmin, 2007: 45). Dalam makalah deduktif teori digunakan langsung pada bagian pembahasan terpadu dengan interpretasi dan relevansi teori. Dalam makalah induktif, jawaban pemecahan masalah berdasarkan pengamatan empiris. Analisis dimulai dari penyajian fakta,data, diikuti dengan penarikan simpulan.

(3) Bagian PenutupBagian penutup berisi simpulan dan saran. Penyimpulan

berisi hasil pembahasan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penulisan makalah pada bagian pendahuluan. Dengan demikian simpulan merupakan jawaban dari permasalahan. Simpulan juga harus sesuai dengan tujuan penulisan.Hubungan antara masalah, tujuan, dan simpulan harus sinkron. Saran disampaikan oleh penulis berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam makalah. Apabila topik makalah berkenaan dengan “Kantin Kejujuran”, aran

57

Page 58: Bahasa Indonesia Baku

dapat berisi: “Kantin Kejujuran efektif untuk melatih dan membentuk siswa berlaku jujur, tidak melakukan korupsi dalam skala kecil meskipun tidak diawasi. Oleh karena itu Kantin Kejujuran perlu diselenggarakan di sekolah-sekolah sebagai upaya penanggulangan korupsi bagi generasi muda sebagai calon penerus bangsa.”

(4). KutipanApabila kita perhatikan makalah ini, penulis

mengemukakan pendapat orang lain yang berasal dari buku yang ditulis. Pendapat orang lain itu ditandai dengan adanya keterangan dalam tanda kurung, seperti (Yonohudyono dan Jack Parmin, 2007:45), (Suparno dan Yunus, 2007:3.3). Pendapat orang lain itu memperkuat pendapat yang dikemukakan oleh penulis. Pendapat itu dapat diambil dari buku, majalah, atau dari hasil wawancara. Pendapat yang dikutip itu biasa disebut kutipan. Prabawa (2000:185) menyatakan bahwa kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat seorang pengarang, atau ucapan orang terkenal yang terdapat dalam buku, majalah, jurnal, surat kabar, antologi, hasilpenelitian, dan penerbitan-penerbitan lain. Praawa (2000) menyatakan bahwa tujuan membuat kutipan: (a) Sebagai barang buktgi untuk menunjang pendapat penulis; (b) Sebagai bahan bukti untuk membedakan dengan endapat penulis; (c) sebagai bahan bukti untuk perbandingan dengan pendapat penulis; dan (d) sebagai bahan bukti yang disanggah penulis.

Kutipan dibedakan antara kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung adalah kutipan yang langsung mengambil dari sumber asli, tanpa mengubah bahasanya. Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang hanya mengambil inti sarinya saja, sedang bahasa yang dituangkan dalam kutipan memakai bahasanya penulis sendiri.

(a) Kutipan Langsung

58

Page 59: Bahasa Indonesia Baku

Contoh kutipan langsung: Ratih Sang (El-Shirazy, 2008) dalam cover belakang novel

Ayat-Ayat Cinta (2008) menyatakan “ Membaca Ayat-Ayat Cinta ini membuat angan-angan kita melayang-layang ke negeri seribu menara dan merasakan ‘pelangi’ akhlak yang menghiasi pesona-pesonanya”.

Kurtipan di atas langsung mengutip pendapat Ratih Sang sesuai dengan kalimat yang tertulis dalam teks, tanpa mengubah kalimatnya. Apabila kutipan di atas dijadikan kutipan tak langsung seperti berikut ini. Ratih Sang (El-Shirazy, 2008) menyatakan bahwa angan-angannya dibawa melayang-layang ke negeri seribu menara dan merasakan gambaran berbagai akhlak dengan pesona-pesonanya setelah membaca Ayat-Ayat Cinta.

Kutipan langsung yang lebih empat puluh kata ditulis tanpa tanda kutip dan terpisah dari kata yang mendahului. Penulisan berjarak satu spasi, dan jarak dari margin kiri dan margin kanan tujuh ketukan. Kutipan langsung itu seperti berikut ini.\El –Shirazy (2008:378) menggambarkan ketegasan Aisha agar suaminya menikahi Maria seperti berikut ini. “Ini jadikan mahar untuk Maria. Waktunya sangat

mendesak. Sebelum Maghrib kau harus sampai di penjara. Jadi kau harus segera menikah dan melakukan petunjuk dokter untuk menyadarkan Maria”. Kata-kata Aisha begitu tegas tanpa ada keraguan, setegas perempuan-perempuan Palestina ketika menyuruh suaminya berangkat ke medan jihad.

(b) Kutipan Tidak LangsungKutipan tidak langsung, apabila keterangan kutipan

mendahului teks, nama pengarang ditempatkan di luar tanda kurung, tetapi apabila keterangan kutipan diletakkan sesudah teks, nama pengarang diletakkan dalam tanda kurung. Berikut ini contoh kedua kutipan itu.

59

Page 60: Bahasa Indonesia Baku

Keterangan kutipan mendahului teks.Menurut Sugito (2009, 225) apabila Ujian Nasional

dihapuskan, sulit mengukur mutu standar pendidikan nasional.

Keterangan kutipan diletakkan sesudah teksApabila ujian nasional dihapuskan, sulit mengukur mutu

standar pendidikan nasional (Sugito, 2009:225).

Kutipan Tidak Langsung Ditulis Dua OrangKutipan langsung yang ditulis oleh dua orang penulisan

sumber kutipan sebagai berikut.Nasution dan Tarigan (2008: 120) menyatakan ..................

Atau.........................................(Nasution dan Tarigan, 2008: 120)

Kutipan Tidak Langsung Ditulis Tiga Orang atau LebihKutipan tidak langsung yang ditulis oleh tiga orang atau

lebih cukup ditulis nama akhir pengarang pertama dengan diikuti kata “dan kawan-kawan” dengan disingkat dkk. Misalnya apabila penulis mengutip sebuah buku yang ditulis oleh tiga orang yang bernama Bambang Suseno, Cahya Sudarta, dan Mulyadi Idris, penulisannnya sebagai berikut.

Suseno dkk. (2001: 25) berpendapat bahwa .........................Atau

...........................................................(Suseno dkk., 2001:25)

Kutipan Tidak Langsung Bila Kutipan Bersumber dari Kutipan Lain

Kutipan tidak langsung bila kutipan bersumber dari kutipan lain ditulis sebagai berikut.

Mawardi (dalam Sutrisno, 2009:260) menyatakan bahwa ..........Atau

60

Page 61: Bahasa Indonesia Baku

.............................................(Mawardi dalam Sutrino, 2009: 260).Tanda di atas berarti pengutip mengutip pendapat Mawardi

yang sumbernya berasal dari buku Sutrisno yang mengutip pendapat Mawardi.

(5) Daftar Rujukan (Daftar Pustaka)Daftar Rujukan atau Daftar Pustaka adalah daftar yang

berisi identits buku-buku, artikel-artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai relevansi dengan tulisan yang sedang dikerjakan (Prayitno dkk., 2000:196). Daftar Pustaka merpakan kelengkapan dari kutipan. Di bagian kutipan, pembaca hanya dapat melihat sumber kutipan berupa pengarang, tahun terbit, dan halaman buku yang dikutip. Judul buku, penerbit, dan kota terbit tidak disebutkan dalam kutipan. Hal itu dapat dimaklumi, karena kalau ditulis sumbernya secara lengkap akan memakan tempat, dan kemungkinan sebuah rujukan akan ditulis berulang-ulang. Oleh karena itu dalam kutipan cukup ditulis nama pengarang, tahun terbit, dan halaman. Data lain dapat dilihat pada Daftar Pustaka, atau Daftar Rujukan. Daftar Pustaka berisi data seperti berikut.

Nama pengarang, dengan nama akhir diletakkan di bagian depan, dipisahkan tanda koma. Gelar akademik tidak ditulis.

Tahun terbit Judul Tempat terbit Nama penerbit

Contoh: Lindsay, David. 1986. Penuntun Penulisan Ilmiah: A Guide To

Scientific Writing. Penerjemah Suminar Setiati Achnadi. Jakarta: Universitas Indonesia.

61

Page 62: Bahasa Indonesia Baku

Prinsip-Prinsip Penyusunan Daftar Pustaka Urutan Daftar Pustaka disusun secara alfabet sesuai huruf

awal nama pengarang Jarak antar baris dalam satu rujukan adalah satu spasi. Jarak antar rujukan dengan rujukan lain dua spasi Baris pertama setiap rujukan dimulai dari margin kiri, baris

kedua dan seterusnya dimasukkan ke dalam 3 – 7 ketukan.

Penulisan Nama Nama pengarang bila lebih satu kata, bagian akhir diletakkan

di depan, dipisahkan tanda koma. Nama Tionghoa tidak dibalik, karena unsur pertama nama

tionghoa berupa nama keluarga. Jika pengarang dua orang, keduanya ditulis dihubungkan kata

dana. Purwo, Bambang Kaswanti dan Rahayu, Endang Sulistyo. Jika pengarang tiga orang atau lebih cukup nama pengarang

pertama saja yang ditulis, diikuti kata dan kawan-kawan yang disingkat (dkk.) Jika sebuah buku ditulis oleh tiga orang: Cahyo Kumolo, Sucipto, dan Gunawan, dalam penulisan daftar rujukan cukup ditulis Kumolo, Cahyo dkk.

Tahun TerbitJika beberapa rujukan berasal dari buu yang erbeda, ditulis

oleh pengarang yang sama dan tahun terbit yang sama, urutannya didasarkan pada abjad huruf pertama judul buku, dengan ciri pembeda huruf sesuai abjad.Contoh:Arifin, Zainal. 1990a. Pedoman urat-Menyurat Indonesia. Jakarta: Penyear Ilmu.Arifin, Zainal. 1990b. Surat-Menyurat Resmi. Jakarta: Dinamika Swadaya.

Judul

62

Page 63: Bahasa Indonesia Baku

Judul buku dicetak miring, ditulis setelah tahun terbit, dan diakhiri tanda titik. Apabila ditulis tangan atau diketik dengan mesin ketik manual, judul buku diberi garis bawah, sebagai ganti cetak miring, seperti pada contoh di atas. Judul artikel atau makalah ditulis di antara tanda petik.Contoh penulisan judul artikel:Utomo, Andi. 18 Januari 2009. “Pandemi Virus Flu Burung H5N1”. Surya, hal. 4.

Rujukan dari InternetDalam rujukan dari internet berupa karya individual nama

penulis ditulis seperti rujukan bahan cetak. Setelah penuliwan judul, rujukan diberi keterangan (online), diakhiri dengan alamat sumber rujukan disertai keterangan waktu diakses di antara tanda kurung.Contoh: Hithcock, S. Carr, L. & Hall, W. 2008. A. Survey of STM Onlines

Journals, 1990-1995. The Calm before the Storm. (Online), (http:/journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey html, diakses 27 November 2009).Dalam penulisan rujukan dari internet berupa artikel dari

jurnal, nama penulis ditulis seperti rujukan bahan cetak (buku), diikuti tahun, judul artikel, nama journal dicetak miring, dengan diberi keterangan (online) dalam tanda kurung, diikuti volume dan nomor, diakhiri dengan alamat sumber rujukan, dan diberi keterangan waktu pengaksesan di dalam tanda kurung.Contoh:Basuki, Sulistyo. 2008. “Dampak Penghapusan Ujian Nasional Terhadap Mutu Pendidikan di Indonesia”. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), Vol. 3 No. 4 (http//www.malang.ac.id, diakses 28 November 2009)

b. Artikel Ilmiah

63

Page 64: Bahasa Indonesia Baku

Penulisan artikel ilmiah pada prinsipnya sama dengan penulisan makalah. Artikel ilmiah biasanya dimuat dalam majalah ilmiah atau jurnal. Ada lima langkah dalam menulis artikel ilmiah. Kelima langkah itu ialah: (1) Pengembangan gagasan; (2) Perencanaan naskah; (3) Pengembangan paragraf; (4) penulisan draf; (5) Finalisasi

Pengembangan gagasan dalam penulisan artikel ilmiah adalah pengembangan gagasan dalam berpikir ilmiah. Gagasan dalam berpikir ilmiah dapat berupa hasil berpikir konseptual, misalnya “Pembelajaran Anti Korupsi Melalui Kantin Kejujuran”, atau hasil penelitian seperti “Pengaruh Situasi Keluarga Terhadap Prestasi Siswa”. Bagian-bagian sistematika artikel ilmiah seperti berikut.

JudulNama PenulisAbstrakKata kunciPendahuluanIsiPenutupDaftar Pustaka

judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, isi, penutup, dan daftar rujukan.

JudulJudul artikel harus diusahakan menarik pembaca,

informatif, Judul hendaknya memberi gambaran yang jelan tentang materi dan ruang lingkup masalah yangakan dibahas. Judul jangan terlalu panjang. Judul dan anak judul (kalau ada) ditu;is pada baris paling atas, dengan jarak dari atas kurang lebih 3 cm.Judul dan anak judul ditulis dengan huruf kapital semua. Judul dengan anak judul (kalau ada) dipisahkan dengan tanda titik dua.

64

Page 65: Bahasa Indonesia Baku

Nama PenulisNama penulis ditulis di bawah judul, dengan tanpa

mencantumkan gelar akademik. Nama lembaga dapat ditulis di bawah nama penulis, atau ditempatkan di bagian bawah sebagai catatan kaki. Apabila artikel ilmiah ditulis dua orang, nama penulis ditulis sejajar, di bawah judul.

Abstrak Abstrak adalah seperangkat pernyataan yang ditulis secara

ringkas dan padat bagian-bagian penting dari artikel yang ditulis. Abstrak hendaknya ditulis dalam 50 sampai 200 kata, berisi tentang topik, masalah, tujuan, dan hasil penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf, apabila artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, abstrak sebaiknya ditulis dalam bahasa Inggris, dan apabila artikel ditulis dalam bahasa Inggris, abstrak sebaiknya ditulis dalam bahasa Indonesia.

Kata KunciKata kunci ialah kata pokok yang menggambarkan wilayah

yang diteliti, menggambarkan ranah wilayah yang dibahas. Jumlah kata kunci antara 3 sampai lima kata. Kata kunci tidak harus diambil dari kata-kata yang tercantum dalam judul karya ilmiah.

PendahuluanPendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, dan

tujuan. Apabila dalam karya ilmiah resmi rumusan masalah dan tujuan menjadi subbab tersendiri, dalam artikel ilmiah latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan diintergrasikan menjadi satu. Dalam bagian ini juga berisi kajian teori, yang dalam karya ilmiah resmi menjadi bab tersendiri.

Isi

65

Page 66: Bahasa Indonesia Baku

Isi merupakan bagian inti dari penulisan artikel ilmiah. Bagian ini merupakan bagian yang terpenting bagi artikel ilmiah konseptual maupun artikel ilmiah penelitian. Isi berisi kupasan, analisis, argumentasi, keputusan, dan pendirian atau sikap penulis mengenai masalah yang dibicarakan. Yang perlu ditampilkan dalamm penelitian ini ialah kupasan argumentatik, analitik, dan kritis dengan sistematika yang runtut dan logis.

PenutupPenutup berisi simpulan dan saran. Simpulan berarti hasil

dari pembahasan. Bagian ini menyampaikan ringkasan hasil penelitian atau pemikiran. Simpulan harus sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan. Simpulan dalam sistematika penulisan artikel ilmiah dikemukakan dalam rangka membulatkan argumen, hasil analisis, sintesis, dan interpretasi atas hasil suatu penelitian. Impulan pada dasarnya mencerminkan butir-butir penting dari penelitian yang dilakukan dan dikembangkan pada pembahasan.

4.2.2. Karya Ilmiah ResmiKarya ilmiah resmi mempunyai sistematika yang lebih

rinci dibandingkan karya ilmiah subresmi. Yang termasuk karya ilmiah resmi ialah laporan penelitian termasuk skripsi, tesis, disertasi, buku teks. Karya ilmiah resmi secara umum mempunyai sistematika seperti karya ilmiah subresmi, yaitu Pembuka, Isi, dan Penutup. Namun tiap-tiap bagian itu dirinci lagi lebih detil. Sistematika karya ilmiah resmi sebagai berikut.PENDAHULUAN

1. Halaman judul2. Halaman pengesahan3. Halaman persembahan dan moto4. Kata Pengantar5. Daftar Isi

66

Page 67: Bahasa Indonesia Baku

6. Daftar Tabel/Bagan/Gambar7. Daftar Singkatan8. Abstrak

BAGIAN ISI1. Bab Pendahuluan

a. Latar Belakangb. Rumusan masalahc. Tujuan Penelitiand. Manfaat Penelitian

2. Landasan Teori3. Metode Penelitian

a. Pendekatan Penelitianb. Sumber data dan Data Penelitianc. Teknik Pengumpulan Datad. Teknik Analisis Data

4. Hasil dan Pembahasan5. Simpulan

BAGIAN PENUTUP1. Daftar Pustaka2. Lampiran

Halaman JudulHalaman judul adalah halaman setelah cover laporan

penelitian. Halaman itu memuat judul, ditulis dibagian atas dengan huruf kapital yang relatif besar. Di bawahnya ditulis penyataan keperluan, misalnya: “Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Sastra Inggris”. Di bawah pernyataan itu tempat logo instansi yang menaunginya. Nama penulis ditulis di bawah logo. Bagian lembaga penyelenggara. Paling bawah tahun penyusunan.

Halaman Persetujuan

67

Page 68: Bahasa Indonesia Baku

Halaman persetujuan berisi persetujuan dari pembimbing bahwa karya ilmiah itu telah sampai pada suatu tahap tertentu. Kalau karya ilmiah itu berupa skripsi, tesis, atau disertasi pembimbing telah menyetujui bahwa penulis karya ilmiah itu dapat maju ujian untuk mempertanggungjawabkan karya ilmiahnya. Halaman persetujuan itu terdiri atas: nama penulis, judul tulisan, tanggal persetujuan, dan tanda tangan pembimbing.

Halaman PengesahanHalaman pengesahan biasa terdapat pada karya ilmiah

resmi yang dihasilkan oleh mahasiswa , yang karya ilmiah itu harus dipertanggungjawabkan isinya di depan penguji. Halaman pengesahan itu berisi pernyataan bahwa penguji mengesahkan karya ilmiah itu telah memenuhi persyaratan, penulisnya mencapai gelar akademik tertentu. Karya ilmiah itu ditandatangani penguji dan diketahui pimpinan jurusan dan pimpinan fakultas.

Motto/PersembahanHalaman motto/Persembahan biasanya berisi motto atau

persembahan. Halaman motto biasanya berisa kata-kata mutiara yang dapat menjadi sikap hidup atau sumber semangat bagi penulis. Motto dapat diambil dari berbagai sumber seperti kitab suci, pendapat para filsuf, kata-kata mutiara, atau berasal dari penulis sendiri. Persembahan diberikan penulis kepada seseorang yang sangat berarti di dalam hidup penulis. Sosok yang dapat persembahan bisa orang tua, nenek, kakak, adik, pacar, suami, isteri, anak, bahkan bisa kepada Tuhan.

Kata Pengantar

Kata Pengantar dimaksudkan sebagai pengantar pada karya ilmiah yang telah ditulis oleh penulis. Yonohudyono dan Suhartono

68

Page 69: Bahasa Indonesia Baku

(2005:58) berpendapat bahwa hal-hal yang perlu diungkapkan pada Kata Pengantar adalah:

(1) puji syukur kepada Tuhan(2) judul(3) garis besar isi(4) hambatan dalam proses penyusunan(5) ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

memantu(6) saran dan kritik(7) harapan(8) penyebutan tempat, tanggal, bulan, dan tahun

AbstrakAbstrak sudah dibicarakan pada bagian penulisan karya

ilmiah subresmi. Namun ada perbedaan sedikit antara penulisan abstrak karya ilmiah subresmi dan karya ilmiah resmi. Dalam karya ilmiah subresmi abstrak cukup satu paragraf, dalam jarak satu spasi. Dalam karya ilmiah resmi karena lebih luas dibanding karya ilmiah subresmi, abstrak paling banyak satu halaman kertas A4.

Bagian Isi dan seterusnya akan dipelajari lebih lanjut di tingkat perguruan tinggi . Untuk tahap pertama yang perlu dipelajari, adalah penulisam makalah dan penulisan artikel. Da baiknya di sekolah-sekolah menerbitkan majalah yang menyediakan ruangan untuk penulisan karya ilmiah, sabagai bahan latihan para siswa.

C. Penutup Agar terampil menulis karya ilmiah, seseorang harus

menguasai beberapa hal. Pertama, ia harus banyak membaca, terutama bacaan karya ilmiah. Kedua, Harus menguasai teori menulis karya ilmiah. Ketiga, , ia harus banyak berlatih menulis karya ilmiah. Hanya dengan banyak berlatih seorang penulis akan mencapai sukses.

69

Page 70: Bahasa Indonesia Baku

Karya ilmiah dibedakan antara karya ilmiah subresmi dan karya ilmiah rsmi. Yang termasuk karya ilmiah subresmi yaitu makalah dan artikel jurnal. Sistematika karya ilmiah subresmi lebih sederhana dibanding dengan karya ilmiah resmi. Untuk menulis karya ilmiah subresmi penulis harus menguasai sistematika penulisan karya ilmiah itu, termasuk penguasaan menyusun abstrak kata kunci, kutipan dan daftar pustaka. Karya ilmiah resmi sistematikanya lebih rumit daripada karya ilmiah subresmi.

Karya Ilmiah berbeda dengan karya kreatif. Penulisan karya ilmiah mempunyai sistematika yang harus ditaati oleh penulis. Kreatifitas penulisan tidak diperlukan dalam penulisan karya ilmiah. Oleh karena itu sistematika, teknik pengutipan, teknik penulisan daftar pustaka harus dikuasai oleh penulis.

\DAFTAR PUSTAKA

Lindsay, David. 1986. Penuntun Penulisan Ilmiah: A Guide To Scientific Writing. Penerjemah Suminar Setiati Achnadi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Prayitno, Harun Joko dkk. (Ed). 2000. Pembudayaan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Suparno. 2000. Langkah-Langkah Penulisan Ilmiah: Dalam Menulis Artikel Ilmiah untuk Jurnal. Malang: Universitas Negeri Malang.

Suparno dan Mohamad Yunus. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.

70

Page 71: Bahasa Indonesia Baku

Tanjung, H. Bahdin Nur dan H. Ardial. 2.007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, dan Tesis): Dan Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta: Kencana.

Yonohudyono dan Suhartono. 2005. Bahasa Indonesia Keilmuan: Mata Kuliah Pengembang Kepribadian. Surabaya: Unesa University Press.

Yonohudiyono, E dan Jack Parmin. 2007. Bahasa Indonesia Kilmuan. Surabaya: Unesa University Press.

BAB VPENELITIAN TINDAKAN KELAS

Standar Kompetensi : Memahami Penelitian Tindakan KelasKompetensi dasar : Memahami hakikat Penelitian Tindakan Kelas

Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas untuk perbaikan pembelajaran

Indikator: 1, Menjelaskan konsep penelitian tindakan kelas2. Tujuan penelitian tindakan kelas3. Manfaat penelitian tindakan kelas4. Mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas 5. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas

Tujuan 1. Setelah mempelajari materi dalam buku pelatihan, peserta dapat

menjelaskan konsep penelitian tindakan kelas dengan tepat.2. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta

dapat memahami tujuan penelitian tindakan kelas dengan benar.

71

Page 72: Bahasa Indonesia Baku

3. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta dapat mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas dengan tepat.

4. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta dapat memahami manfaat penelitian tindakan kelas dengan tepat.

5. Setelah mempelajari materi dalam modul pelatihan, peserta dapat memahami prosedur penelitian tindakan kelas

5.1. Pendahuluan Bagi seorang guru untuk dapat mengajar secara profesional

tidak cukup hanya dibekali oleh penguasaan materi saja. Guru dalam proses belajar-mengajar menghadapi murid dalam satu kelas yang mempunyai eragam karakteristik. Padahal dalam prktik seorang guru dalam satu hari dapat menghadapi beberapa kelas murid. Seorang prajurit yang baik, dalam berperang harus menguasai medan perang. Demikian pula guru, seorang guru harus memahami berbagai macam karakter murid, karena keberhasilan proses belajar-mengajar tidak ditentukan oleh penguasaan materi saja.

Dalam proses belajar mengajar, guru yang baik adalah guru yang kreatif dan inovatif. Segala potensi yang ada hendaknya dimanfaatkan untuk menunjang keberhasilan proses belajar-mengajar. Guru yang baik harus mencoba dan mencoba mengembangkan potensi yang dimiliki demi keberhasilan proses belajar mengajar. Seiring dengan kemajuan teknologi, model pembelajaran dan media pembelajaran pun sudah berkembang dengan pesat. Guru yang kreatif dan inovatif jika ditunjang dengan media dan model pembelajaran yang sesuai akan mendorong murid khususnya dan sekolah pada umumnya memperoleh prestasi yang maksimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru yang kreatif dan inovatif dalam mencapai proses belajar-mengajar dengan hasil yang maksimal adalah melakukan eksperimen.

72

Page 73: Bahasa Indonesia Baku

Eksperimen itu dapat dilakukan dengan penelitian tindakan kelas (PTK).

5.1.1 Pengertian PTKUpaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia

sudah lama dilakukan. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan itu ialah adanya perubahan kurikulum pendidikan dari waktu-ke waktu. Namun harus disadari pula bahwa kurikulum bukannya satu-satunya penunjang mutu pendidikan. Banyak faktor yang dapat menunjang keberhasilan mutu pendidikan seperti sarana dan prasarana, adanya guru yang berkualitas, dan kesiapan mental murid dalam belajar. PTK merupakan salah satu upaya untuk menuju peningkatan mutu pendidikan.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sudah berkembang sejak Perang Dunia II (Ardiana dan Kisyani, 2004:6). Namun di Indonesia baru akhir-akhir ini saja mendapat perhatian yang serius. Namun bukan berarti sebelumnya tidak pernah diadakan Penelitian Tindakan Kelas. PTK merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu action research yang dilakukan di kelas. Penelitian Tindakan Kelas di Indonesia sebenarnya sudah lama dilakukan. Skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan, atau mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan dulu banyak yang mengangkat penelitian tindakan kelas. Hanya bentuk penelitian pada masa itu belum mendapatkan bentuk yang baku, dan belum mendapakan perhatian seperti sekarang.

Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional (Suyanto dalam Ardiana dan Kisyani Laksono, 2004:6). Sesuai dengan pendapat Suyanto tersebut, ciri penelitian tindakan kelas adalah bersifat reflektif. Artinya tahap refleksi merupakan dasar untuk menentukan langkah-langkah penelitian tindakan kelas.

73

Page 74: Bahasa Indonesia Baku

Proyek PGSM (1999) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsentrasi penelitian tindakan kelas adalah pada praktik pembelajaran. Dalam hal ini pelaku pembelajarann (guru) harus aktif meefleksi diri tentang kekurangan dalam proses belajar-mengajar, yang menyebabkan kurang berhasilnya hasil belajar itu sendiri. Ketidak berhasilan proses belajar-mengajar dapat berasal dari berbagai pihak, daeri guru, dari murid, dari lingkungan sekolah, dari masyarakat sekitar, atau disebabkan oleh orang tua murid itu sendiri. Dalam penelitian tindakan kelas refleksi yang dilakukan oleh guru akan menemukan masalah itu. Tindakan selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan prestasi murid dengan adanya kendala yang ditemukan dalam refleksi.

Wardani (2008: 1.4) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Pernyataan Wardani itu menyiratkan bahwa penelitian tindakan kelas dilakkan oleh guru di dalam kelasnya sendiri. Jadi tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Penelitian itu berkaitan dengan kinerja guru yang bersangkutan. Di samping itu penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelas, bukan di luar kelas.

Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian kelas. Penelitian tindakan kelas dilakukan oleh guru kelas tersebut, sedang penelitian kelas dilakukan oleh orang luar. Berarti semua orang dapat melakukan penelitian kelas, sedang penelitian tindakan kelas hanya dilakkan oleh guru kelas tersebut. Dalam penelitian

74

Page 75: Bahasa Indonesia Baku

tindakan kelas bisa saja orang luar berperan sbagai peneliti, tetapi perannya hanyalah sebatas membantu penelitian guru kelas.

Di dalam penelitian tindakan kelas terutama dirasakan oleh guru yang bersangkutan. Permasalahan itu biasanya timbul akibat kegiatan refleksi yang dilakukan oleh guru tersebut. Hal itu berbeda dengan penelitian kelas non PTK. Di dalam penelitian kelas non PTK masalah justru dirasakan oleh orang luar, bukan guru yang bersangkutan.

Di dalam penelitian tindakan kelas hasil penelitian dijadikan dasar untuk tindakan perbaikan oleh guru. Hal itu memang merupakan tujuan utama bagi guru yang melakukan penelitian tindakan kelas. Di dalam penelitian kelas non-PTK hasil penelitian belum tentu ditindaklanjuti. Hal itu bergantung pada kebutuhan dan tujuan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Di dalam penelitian kelas non-PTK cakupannya pun sangat luas, tidak hanya masalah proses belajar-mengajar saja.

Proses pengumpulan data di dalam penelitian tindakan kelas dilakukan sendiri oleh guru sebagai peneliti, bisa dengan bantuan orang lain, sedang pengumpulan data penelitian kelas non-PTK dilakukan oleh peneliti. Di dalam penelitian tindakan kelas guru di samping peneliti juga bertindak sebagai pengajar. Dalam hal ini guru mempunyai dua peran. Oleh karena itu ketika sedang melakukan proses belajar-mengajaru guru mungkin tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai peneliti. Dalam kondisi seperti itu bantuan orang lain sangat diperlukan. Bantuan itu dapat diperoleh guru dari teman sejawat.

Kelebihan PTK dibanding penelitian non-PTK yaitu dalam penelitian non-PTK hasil penelitian menjadi milik peneliti, belum tentu dimanfaatkan oleh guru. Dalam penelitian PTK hasil penelitian langsung dimanfaatkan oleh guru untuk meningkat hasil pembelajaran. Hal itu merupakan tujuan akhir PTK, Di alam penelitian PTK harus selalu diusahakan untuk menemukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas hasil belajar.

75

Page 76: Bahasa Indonesia Baku

Tabel berikut ini merupakan gambaran perbandingan antara PTK dan penelitian non-PTK.

TabelPerbandingan PTK dan Penenelitian Kelas Non-PTK

No Aspek Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Kelas Non-PTK

1.

2.

3.

4.

5.

6,

7.

8.

Peneliti

Rencana penelitian

Munculnya masalah

Ciri utama

Peran guru

Tempat penelitian

Proses Pengumpulan data

Hasil penelitian

Guru

Oleh guru, bisa dibantu teman sejawatDirasakan oleh guru

Ada tindakan untuk peraikan yang berulang

Sebagai guru dan peneliti

Kelas

Oleh guru dapat dibantu orang lain

Dimanfaatkan oleh guru dalam proses belajar-mengajar

Orang luar

Oleh peneliti

Dirasakan oleh orang luar

Belum tentu ada

Guru sebagai objek penelitian

Kelas

Oleh peneliti

Menjadi pemilik peneliti, belum tentu dimanfaatkan oleh guru

76

Page 77: Bahasa Indonesia Baku

5.1.2 Tujuan PTKPenelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan

oleh guru berkaitan dengan proses elajar mengajar yang dijalaninya dan dilakukan di dalam kelas. Secara praktis penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki proses belajar-mengajar. Hasil penelitian itu kemudian dimanfaatkan oleh guru dalam memperbaiki proses belajar-mengajar agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan sempurna.

Dasar utama dilaksanakannya penelitian tindakan kelas menurut Ardiana dan Kisyani-Laksono (2004:130) adalah untuk tujuan perbaikan praktis pembelajaran, khususnya dan perbaikan program sekolah pada umumnya. PTK juga merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan keterampilan untuk menanggulangi berbagai masalah yang muncul di kelas atau di sekolah dengan atau tanpa masukan khusus berupa berbagai program pelatihan yang eksplisit.

5.1.3 Manfaat PTKPTK adalah penelitian dengan objek siswa di kelas dan

guru sebagai pengajar. Peneliti dalam kegiatan itu adalah guru itu sendiri. Dengan demikian dapat dipahami apabila PTK adalah penelitian dengan objek murid dan guru, agar bermanfaat bagi murid dan guru itu sendiri dalam pembelajaran yang akan datang. Apabila pewnelitian itu bermanfaat bagi murid dan guru, secara tidak langsung juga bermanfaat bagi sekolah. Wardani (2008) menyatakan manfaat penelitian tindakan kelas dapat dipilah menjadi tiga, yaitu manfaat bagi guru,manfaat bagi murid, dan manfaat bagi sekolah. Ketiga manfaat itu seperti berikut ini.

5.1.3.1 Bagi Guru(a) Untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelola

Munculnya penelitian tindakan kelas disebabkan oleh adanya permasalahan dalam proses belajar-mengajar yang dirasakan oleh guru. Untuk mendapatkan pemecahan masalah yang dihadapi, guru perlu meneliti permasalahan itu. Aabila guru dalam penelitiannya

77

Page 78: Bahasa Indonesia Baku

dapat menemukan pemecahan masalah, tentu saja hasil penelitiannya akan bermanfaat memperbaiki pembelajaran yang dikelola. Namun perlu diingat,hasil penelitian itu hanya tepat diterapkan pada siswa-siswa atau kelas yang diteliti. Meskipun mempunyai permasalahan yang sama dalam kelas yang berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda pula, sehingga hasil penelitian tindakan kelas di suatu ke las tertentu belum tentu dapat diterapkan untuk memperbaiki kelas lain.

(b) Guru dapat berkembang secara profesional karena mampu memperbaiki dan menilai pembelajaran yang dikelolanya.

Guru yang baik adalah guru yang kreatif dan inovatif. Guru yang kreatif dan inovatif adalah guru yang selalu berusaha memperbaiki diri dalam proses belajar-mengajar. Salah satu upaya untuk memperbaiki proses belajar-mengajar adalah melakukan penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian itu menjadi dasar dalam kegiatan proses belajar-mengajar selanjutnya. Dengan demikian guru akan dapat berkembang secara profesional, karena mampu memperbaiki dan menilai pembelajaran yang dikelolanya.

(c) Membuat guru lebih percaya diriPenelitian tindakan keras dapat membuat guru lebih percaya

diri. Rasa percaya diri itu disebabkan guru telah menguasai permasalahan dan tindakan pemecahan masalah itu dengan tepat. Guru yang sedang menghadapi murid dapat diibaratkan dengan seorang dokter yang sedang menghadapi pasien yang sedang sakit. Seorang dokter jika sudah menemukan jenis penyakit pasien, dan obat penangkal yang mujarab, dokter akan lebih percaya diri. Guru pun bila telah menemukan masalah dalam proses belajar-mengajar, dan telah menemukan pemecahan masalah itu, guru akan lebih percaya diri.

(d) Guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya sendiri.

78

Page 79: Bahasa Indonesia Baku

Mengajar adalah suatu profesi. Pekerjaan mengajar dilakukan oleh guru dengan materi yang itu-itu saja. Perubahan materi pembelajaran baru terjadi apabila terjadi perubahan kurikulum. Dengan demikian, guru bisa terjebak pada rutinitas. Pola pembelajaran dan materi pembelajaran hanya itu-itu saja. Guru dapat terjebak pada rutinitas yang monoton.

Apabila guru mendapat kesempatan mengadakan penelitian tindakan kelas, guru akan menjadi lebih kreatif. Guru mendapat kesmpatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya sendiri. Guru dapat merefleksi, mengoreksi, dan mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan. Kesempatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan itu akan berdampak luas terhadap dunia pendidikan, terutama pada siswa yang terlibat dalam proses belajar-mengajar yang dasuhnya. Keberhasilan siswa dalam belajar berarti memberikan masa depan yang baik bagi siswa.

5.1.3.2 Bagi siswaObjek penelitian tindakan kelas adalah perbaikan proses

belajar-mengajar, sebagai tindak lanjut hasil refleksi. Hasil penelitian tindakan kelas harus menemukan pemecahan masalah berkaitan dengan kekurangberhasilannya dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa adalah dapat meningkatnya hasil belajar siswa.

Manfaat lain dari penelitian tindakan kelas adalah siswa menemukan model pengajar yang baik dalam proses belajar-mengajar. Model ini sangat diperlukan oleh siswa, karena model guru yang baik adalah guru yang kreatif dan inovatif, yang dapat menjadi motivator dan fasilitator.

5.1.4 Karakteristik PTKPenelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari

bahasa Inggris Classroom Action Reseaerch. Penelitian ini

79

Page 80: Bahasa Indonesia Baku

merupakan penelitian bentuk inkuiri yang dilakukan melalui refleksi diri. Refleksi diri merupakan titik pangkal dalam penelitian ini. Penelitian tindakan kelas atau Classromm Action Research berbeda dengan Action Resarch (Penelitian Tindakan). Di dalam Penelitian Tindakan Kelas harus melibatkan peserta yang terlibat dalam situasi yang diteliti, sedang dalam penelitian tindakan tidak harus melibatkan peserta yang terlibat dalam situasi. Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dalam situasi sosial, dengan tujuan untuk memperbaiki.

Wardani (2008:1.5) menyatakan karakteristik Penelitian Tindakan Kelas sebagai berikut>

(1) Adanya masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktik yang dilakukannya selama ini di kelas mempunyai maslah yang perlu diselesaikan.

(2) Penelitian melalui refleksi diri merupakan ciri PTK yang paling esensial.

(3) Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dalam kelas.(4) Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk memperbaiki

pembelajaran. Suyanto (dalam Ardiana dan Kisyani-Laksono, 2004:9)

menyebutkan bahwa karakteristik PTK sebagai berikut. Pertama, permaslahana diangkat dari dalam kelas tempat guru mengajar yang benar-benar dihayati oleh guru sebagai masalah yang harus dihayati. Masalah itu timbul justru dari dalam guru itu sendiri, sebagai hasil refleksi. Kedua, PTK penelitian yang bersifat kolaboratif. Dalam meneliti guru tidak harus melakukannya sendiri, melainkan dapat bekerja sama dengan dosen LPTK, kepala sekolah, atau teman sejawat. Ketiga, PTK adalah jenis penelitian yang memunculkan adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas.

Hopkins (1992) menyatakan bahwa PTK mempunyai karakteristik sebagai berikut. (1) Perbaikan praktis pembelajaran dari dalam. (2) Usaha kolaboratif antara guru dan dosen. (3)

80

Page 81: Bahasa Indonesia Baku

Bersifat reflektif. Perlu ditekankan, bahwa PTK tidak boleh mengganggu kegiatan guru mengajar di kelas.Pengumpulan data yang digunakan tidak menuntuk waktu yang berlebihan, sehingga mengganggu proses pembelajaran.

5.2 Pelaksanaan Penelitian Tindakan KelasPenelitian Tindakan Kelas penelitian yang diawali dengan

refleksi diri. Dalam hal ini permasalahan muncul dari dalam diri guru (peneliti) yang didasari adanya kekurangberhasilan proses belajar-mengajar yang dirasakan oleh guru. Dalam hal ini guru harus berusaha menemukan pemecahan masalah guna perbaikan proses belajar-mengajar. Pemecahan masalah itu apat dilakukan dengan refleksi diri. Guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada dirinya sendiri.

(1) Apa yang sedang terjadi di kelas tempat saya mengajar?(2) Masalah apa yang ditimbulkan dalam kejadian itu?(3) Apa pengaruh masalah itu bagi kelas tempat saya

mengajar?(4) Apa yang terjadi jika masalah tersebut saya biarkan?(5) Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah itu? Pertanyaan-pertanyaan itu perlu direnungkan oleh guru. Guru

harus jujur dan objektif dalam melakukan refleksi. Guru merasakan adanya masalah, dan tidak puas terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu dapat dipakai dasar dalam merumuskan masalah.

5.2.1 Rumusan MasalahHopkins (dalam Ardiana dan Kisyani-Laksono, 2004: 21)

untuk menentukan fokus penelitian, dapat bertolak dari gagasan-gagasan umum mengenai keadaan yang perlu diperbaiki. Untuk mengembangkan fokus PTK, dapat bertanya pada diri sendiri: Apa yang terjadi sekarang? Apakah yang terjadi itu mengandung permasalahan? Apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya? (Hopkins, dalam Ardiana dan Kisyani-Laksono, 2004: 21).

81

Page 82: Bahasa Indonesia Baku

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, dapat dilakukan dengan mendiskusikan dengan sesama guru, dengan dosen, atau dengan mengkaji sumber pustaka. Setelah melakukan identifikasi maslah, harus ditentukan permasalahan yang sangat mendesak untuk diatasi. Untuk menentukan permasalahan itu Abimanyu (1995) menyatakan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

(1) Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri dan muridnya, atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh sekolah.

(2) Jangan memilih masalah yang di luar kemampuan dan/aau kekuasaan guru untuk mengatasinya.

(3) Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil dan terbatas.

(4) Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam pengembangan fokus penelitian.

(5) Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolahUntuk mendapat kan rumusan masalah yang baik, guru

perlu menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran sehari-hari: daftar hadir siswa, daftar nilai siswa, tugas-tugas yang diberikan kepada siswa, feedback yang diberikan guru terhadap pekerjaan siswa. Dari analisis ini guru dapat menemukan fokos PTK. Misalnya fokus penelitian sebagai berikut:

Apakah model pembelajaran STAD dapat meningkatkan pemahaman unsur intrinsik cerita pendek?

Agar rencana perbaikan menjadi terarah, permasalahan di atas dapat dijabarkan. Rumusan masalah dalam PTK dapat dinyatakan dengan kalimat tanya atau kalimat deklaratif . Contoh penjabaran rumusan masalah di atas seperti beriktu ini.

82

Page 83: Bahasa Indonesia Baku

Rumusan masalah1) Bagaimanakah proses model pembelajaran

STAD dalam pembelajaran unsur intrinsik cerpen di kelas 2 B SMP Taruna Bakti?

2) Apakah model pembelajaran STAD dapat meningkatkan pemahaman unsur intrinsik cerita pendek Siswa kelas 2 B SMP Taruna Bakti?

Atau1) Proses model pembelajaran STAD dalam

pembelajaran unsur intrinsik cerpen di kelas 2 B SMP Taruna Bakti.

2) Model pembelajaran STAD dapat meningkatkan pemahaman unsur intrinsik cerita pendek siwa SMP Taruna Bakti.

5.2.2 Tjuan PenelitianTujuan penelitian hendaknya ditulis dengan singkat dan

jelas dengan berlandaskan pada permasalahan dan cara pemecahan masalah yang dikemukakan. Contoh tujuan penelitian seperti berikut ini,Meneraapkan pemebelajaran model STAD untuk meningkatkan pemahaman unsur instrinsik cerita pendek siswa klas 2 b SMP Taruna Bakti.

5.2.3 Hipotesis TindakanHipotesis tindakan adalah dugaan guru tentang cara terbaik

untuk mengatasi masalah. Hipotesis tindakan dalam PTK berbeda dengan hipotesis dalam penelitian formal. Hipotesis dalam penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau adanya perbedaan dua kelompok atau lebih. Hipotesis tindakan menyatakan bahwa tindakan itu akan

83

Page 84: Bahasa Indonesia Baku

merupakan sollusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti.

Hipotesis masih perlu dikaji kelayakannya berkaitan dengan kemunkinan pelaksanaannya. Sudarsono (1997) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelaikan hipotesis tindakan.

(1) Implementasi PTK akan berhasil apabila didukung oleh kemampuan dan komitmen guru.

(2) Kemampuan siswa perlu diperhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan sosial budaya maupun etik.

(3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau di sekolah juga perlu diperhitungkan.

(4) Keberhasilan PTK sangat bergantung pada iklim belajar di kelas atau di sekolah.

(5) Iklim kerja di sekolah juga ikut menentukan keberhasilan PTK.

Contoh Hipotesis Tindakan

Dengan menggunakan model pembelajaran Student Teams-Achievement Division kemampuan siswa dalam berpidato akan berkembang dengan baik

5.2.4 Pelaksanaan TindakanSebelum melaksanakan PTK, guru hendaknya

mempersiapkan rencana pelaksanaan. Pelaksanaan dilakukan setelah persiapan dirasakan mantap. Adapun langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pelaksanaan adalah sebagai berikut ini. (a) Membuat rencana pembelajaran beserta skenario. (b). Menyiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan. Hopkin (1993) mengemukakan beberapa kriteria PTK yang perlu dilakukan oleh guru. Kriteria itu sebagai berikut.

(1) Pekerjaan guru adalah mengajar. Oleh karena itu metodologi penelitian yang dilaksanakannya tidak boleh menggangggu komitmen guru dalam mengajar. Guru

84

Page 85: Bahasa Indonesia Baku

tidak boleh mengorbankan siswa untuk penelitian yang sedang dilaksanakannya.

(2) Dalam mengumpulkan data atau perekaman data jangan sampai menyita waktu.

(3) Metodologi yang diterapkan hendaknya handal, sehingga guru memungkinkan pengembangan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kmondisi kelas.

(4) Masalah yang ditangani guru hendaknya sesuai dengan kemampuan dan komitmen guru.

(5) Guru harus memperhatikan etika dan aturan yang terkait dengan tugas-tugasnya.

(6) PTK harus mendapat dukungan dari masyarakat sekolah.

5.2.5 Observasi dan Interpretasi Kegiatan pelaksanaan perbaikan merupakan tindakan pokok

dalam siklus PTK. Pada saat kegiatan pelaksanaan, juga diikuti oleh kegiatan observasi dan interpretasi serta diikuti dengan kegiatan refleksi. Penggabungan pelaksanaan tindakan dengan kegiatan observasi-interpretasi perlu dicermati, karena hal itu merupakan ciri khas PTK. Observadi dibedakan antara observasi yang berinferensi rendah yaitu observasi yang tidak perlu disertai interpretasi. Ada pula observasi yang justu perlu delakukan secara bersamaan dengan interpretasi, yaitu obseryasi yang berinferensi tingggi. Perlu dirancang mekanisme perekaman hasil observasi yang tidak mencampuradukkan fakta dengan interpretasi. Ada lima prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yaitu: (1) Perencanaan bersana; (2) Fokus; (3) Membangun kriteria; (4) Keterampilan observasi; (5) Balikan.

Dilihat dari cara melakukannya, observasi dapat dibedakan menjadi (1) Observasi terbuka, yaitu pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk merekam pelajaran yang diamati. (2) Observasi terfokus, secara khusus ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. (3) Observasi terstruktur,

85

Page 86: Bahasa Indonesia Baku

yaitu observasi yang menggunakan instrumen observasi yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (V) pada tempat yang disediakan. (Observasi sistematik, observasi yang lebih rinci dari obseravasi terstruktur dalam kategori data yang diamati.

5.2.6 Diskusi BalikanDiskusi balikan dilakukan setelah pertemuan berakhir.

Diskusi balikan sebaiknya diselenggarakan sesegera mungkin, lebih cepat lebih baik, tidak lewat 24 jam. Kegiatan yang dilakukan dalam diskusi balikan adalah guru dan pengamat berbagi segala informasi yang dapat dikumpulkan pada saat melakukan pengamatan. Bahkan jika dipandang perlu peneliti dapat mengambil tindakan lebih lanjut. Dalam diskusi balikan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Dilakukan sebelum 24 jam setelah observasi.2) Digelar dalam suasana yang saling membantu dan tidak

menimbulkan ancaman.3) Bertolak dari rekaman data yang diuat oleh pengamat.4) Diinterpretasikan bersama-sama oleh aktor tindakan

perbaikan dan pengamat dengan kerangka pikir tindakan perbaikan yang tengah digelar.

5) Pembahasan mengacu pada penetapan sasaran dan penegmbangan strategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya. Hopkins (1993) menyatakan bahwa dalam diskusi balikan

perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut. Pertama, hubungan antar guru dengan pengamat harus didasari rasa saling percaya. Kedua, fokus kegiatan pengamatan harus sesuai dengan tujuan perbaikan an mendorong strategi yang diterapkan, bukan pada kritik pada perilaku guru yang dianggap tidak sesuai. Ketiga, proses didasarkan pada pengumpulan dan pemanfaatan data observasi, bukan pada kegagalan atau kritik terhadap perilaku guru yang dianggap tidak sesuai. Keempat, guru hendaknya

86

Page 87: Bahasa Indonesia Baku

didorong untuk menarik kesimpulan tentang pembelajaran yang dikelolanya dari data yang dikumpulkan. Kelima, Setiap tahap opservasi merupakan proses yang berlanjut, yang satu selalu bertumpu pada yang lain. Keenam, guru dan pengamat bersama-sama terlibat dalam proses pertumuhan profesional yang saling menguntungkan.

5.2.7 Analisis Data dan Refleksi Analisis data hendaknya dilakukan secara bertahap, Tahap-

tahap analisis data itu ialah pertama menyeleksi dan mengelompokkan, kedua dengan memaparkan atau mendeskripsikan data, dan terakhir menyimpulkan atau memberi makna. Dalam menyeleksi atau mengelompokkan data sering juga diseut dengan reduksi data. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna. Paparan atau deskripsi data adalah bentuk paparan naratif, representasi tabuler termasuk dalam format matriks, representasi grafis, tabel dan sebagainya. Penyimpulan adalah proses pengambilan intisari dan sajian data dalam bentuk pernyataan kalimat atau formula yang singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian luas.

Refleksi dalam penlitian tindakan kelas adalah upaya untuk mengkaji aapa yang telah terjadi, atau apa yang tidak terjadi dalam proses pembelajaran yang telah dituntaskan atau yang belum dituntaskan oleh tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hsil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah lebih lanjut dalam penelitian tindakan kelas unuk mencapai tujuan PTK. Refleksi merupakan pengkajian atau kegagalan dalam mencapai tujuan sementara dan untuk menentukan tindak lanjut dalam rangka mencapai tujuan akhir yang mungkin ditetapkan dalam pencapaian tujuan sementara lainnya.

Proses refleksi melalui analisis dan sintesis, serta induksi dan deduksi. Analisis dilakukan dengan cara merenungkan

87

Page 88: Bahasa Indonesia Baku

kembali kejadian-kejadian atau peristiwa yang menyebabkan sesuatu yang diharapkan atau idak diharapkan oleh peneliti. PTK yang dilakukan secara kolaboratif dalam refleksi hendaknya dilakukan secara kolaboratif pula. Kerja sama yang baik dengan sejawat dalam PTK sangat diperlukan, karena dengan adanya kerja sama akan saling mengisi, saling belajar untuk kemajuan pembelajaran.

5.2.8 Perencanaan Tindak LanjutTujuan PTK adalah untuk melakukan perbaikan dalam

pembelajaran. Melalui analisis dan refleksi dapat ditentukan proses belajar-mengajar itu telah berhasil atau belum. Hasil analisis data dan refleksi menentukan tindak lanjut dalam PTK. Jika hasil PTK belum memberikan perbaikan, maka PTK harus dilanjutkan pada siklus berikutnya. Jumlah siklus dalam PTK tidak dapat ditentukan sebelumnya, karena dalam tujuannya mengadakan perbaikan. Perbaikan tidak dapat diprediksi sebelumnya, dapat tercapai pada siklus berapa.

Dalam suatu PTK mungkin dalam satu siklus sudah dapat menemukan tindakan perbaikan.Aapabila terjadi seperti itu penelitian dapat dilakukan dalam satu siklus. Namun apabila masalah dalam PTK belum ditemukan, harus dilanjutkan pada siklus-siklus berikutnya, dengan langkah-langkah yang sama, yaitu perumusan masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan interpretasi, serta analisis data dan refleksi. Siklus PTK berakhir jika tindakan perbaikan telah dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiana, Leo Idra dan Kisyani-Laksono. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

88

Page 89: Bahasa Indonesia Baku

Direktorat Ketenagaan. 2006. Pedoman Penyusunan Usulan dan Laporan Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Pembelajaran dei LPTK (PPKP) untuk Tahun Anggaran 2007. Jakarta: Depdiknas.

Hopkins, David. 1993. A Teachers’s Guide to Classroom Research. Buckingham: Open University.

Joni,T. Raka. (ed). 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Nagian Kedua: Prosedur Pelaksanaan. Jakarta: Proyek Pengemabangan Guru Sekolah Menengah, Dirjen Dikti.

Nur, Muhammad. (2001). “Penelitian Tindakan Kelas”. Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA. Surabaya: PSMS Universitas Negeri Surabaya.

Nur, Muhammad. (2001). “Penelitian Tindakan Kelas (Konsep Dasar dan Langkah-Langkah PTK)”. Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA. Surabaya: PSMS Universitas Negeri Surabaya.

Wardani, I.G.A.K. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

89

Page 90: Bahasa Indonesia Baku

Contoh Karya Ilmiah

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIASISWA TUNARUNGU (SLB-B)

A. PendahuluanManusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri.

Manusia hidup berkelompok, dan saling berinteraksi di antara anggota kelompok, dengan kelompok lain. Untuk berinteraksi manusia memerlukan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi unsur pancaindera mempunyai peranan yang penting, terutama penglihatan dan pendengar. Unsur di luar pancaindera yang juga memegang peran penting adalah alat ucap manusia. Dalam bahasa lisan ketiga unsure itu tidak dapat ditinggalkan.

90

Page 91: Bahasa Indonesia Baku

Hambatan penguasaan unsur bahasa akan mengganggu proses berinteraksi. Hambatan dalam bahasa tulis adalah buta huruf, dan buta dalam hal penglihatan. Untuk kedua hambatan itu harus dapat diatasi oleh manusia, agar dapat berinteraksi secara baik.. Masalah buta huruf dapat diatasi dengan mendirikan kursus-kursus membaca, dan dapat pula melalui lembaga pendidikan.Untuk mengatasi buta dalam hal penglihatan, telah diciptakan huruf braille. Namun untuk mengatasi hambatan dalam hal alat ucap (tuna wicara) dan pendengaran (tuna rungu) lebih rumit dibanding dengan hambatan dalam penglihatan. Oleh karena itu di lembaga pendidikan umum, khususnya perguruan tinggi, dapat dijumpai mahasiswa tuna netra, tetapi tidak pernah dijumpai mahasiswa tuna rungu dan wicara. Berkomunikasi dengan tuna rungu dan tuna wicara lebih sulit dibanding berkomunikasi dengan tuna netra.

Pada umumnya, penderita tuna rungu (termasuk tuna wicara) mengalami keterlambatan penanganan, terutama oleh orang tua. Kebanyakan orang tua, tidak siap menghadapi kenyataan ketika anak mereka mengalami cacat dalam pendengaran, atau mengalami kelainan alat ucap. Di samping itu, lembaga pendidikan yang menangani penderita tunarungu dan bentuk tuna yang lain jumlahnya sangat sedikit. Tidak di setiap daerah ada. Bagi masyarakat yang kurang mampu, memasukkan penderita ke SLB yang tempatnya cukup jauh merupakan beban yang cukup berat. Akibatnya anak mereka tidak tertangani secara wajar. Mereka berkomunikasi dengan simbol-simbol yang diciptakan oleh orang tua itu sendiri. Akibat lebih lanjut, penderita tuna rungu miskin kosa kata, dan miskin imajinasi. Padahal apabila sejak dini mereka ditangani, mereka dapat hidup mandiri seperti manusia normal.

Menurut Deadon (dalam Bintoro, 200:26) ada dua situasi yang dialami tuli prabahasa semasa kecilnya. Pertama, terhalangnya komuniksi dua arah antara anak dan orang tua. Kedua, reaksi orang tua setelah mendapat kepastian bahwa anak

91

Page 92: Bahasa Indonesia Baku

kandungnya menderita tuna rungu. Kebanyakan orang tua akan menunjukkan reaksi sedih, kaget, marah, malu, dan bersalah. Situasi seperti itu akan mengganggu perkembangan jiwa, dan perkembangan kepribadian anak. Tunarungu menyebabkan keterasingan, distansi dan berkurangnya kontak dengan keadaan sekeliling. A. Van Uden (dalam Bintoro, 200:27) menyatakan bahwa karena dunia penghayatannya yang lebih sempit, anak tunarungu lebih terarah pada dirinya sendiri. Mereka sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain, dan kurang peduli terhadap efek perilakunya terhadap orang lain. Anak tunarungu dalam tindakannya dikuasai perasaan dan pikirannya secara berlebihan. Mereka juga sukar menyesuaikan diri.

Bahasa yang dimiliki anak berawal dari dirinya sendiri, berkisar pada akunya sendiri (Uden, dalam Bintoro, 200:27). Akibat dari cacat pendengarannya, perkembangan bahasa anak tuna rungu sangat lamban, bahasa yang dikuasai lebih lama berkisar pada dirinya sendiri. Plato menyatakan bahwa segala yang ada di dunia ini merupakan kenyataan tertinggi yang ada di dunia gagasan. Untuk memahami sesuatu, seseorang harus punya konsep di dunia gagasannya. Konsep yang dimiliki oleh seseorang berkaitan dengan penguasaan kosa kata, karena pada hakikatnya berpikir pun memakai bahasa. Akibat kemisikinannya pada kosa kata, anak-anak tuna rungu menjadi miskin konsep, fantasi, dan imajinasi. Oleh karena itu pemahaman dunia sekitar pun menjadi terbatas.

Tujuan pengajaran wicara bagi anak tunarungu adalah membina anak didik agar memiliki kemampuan atau keterampilan menerima, mengolah, menyimpan, dan mengekspresikan bahasa dalam bentuk wicara sehingga mereka dapat mencapai taraf hidup yang lebih tinggi, dapat berdialog dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat, dan dengan masalah yang dihadapinya (Depdikbud, 2000:37). Untuk berdialog dengan masyarakat, penderita tunarungu tidak dapat memanfaatkan SIBI (Sistem Isyarat bahasa Indonesia) yang banyak dikuasai oleh tunarungu yang mengenyam

92

Page 93: Bahasa Indonesia Baku

pendidiakn formal, karena hanya orang-orang tertentu saja yang memahami SIBI. Satu-satunya cara untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat, penderita tunarungu menggunakan sistem komunikasi yang dipakai oleh masyarakat itu sendiri.

Agar penderita tunarungu dapat berperan aktif di tengah masyarakat, penguasaan bahasa perlu mendapat prioritas utama. Sesuai dengan keterbatasan yang dimiliki, penguasaan bahasa lisan tidak dapat diharapkan sepenuhnya pada penderita tunarungu. Oleh karena itu harus ditunjang dengan penguasaan lain yang mendukung penguasaan bahasa. Kekurangmampuan dalam bahasa lisan dapat diimbangi dengan kelebihan dalam bahasa tulis. Oleh karena itu penguasaan kosa kata dan bahasa tulis bagi anak tunarungu perlu mendapat perhatian. Yang menjadi masalah bagaimanakah cara meningkatkan kemampuan berbahasa bagi penderita tunarungu? Peningkatan kemampuan berbahasa inilah yang menjadi fokus dalam pembahasan ini.

B. Kondisi Anak TunarunguTunarungu adalah istilah yang menggambarkan keadaan

kemampuan dengar yang kurang atau tidak berfungsi secara normal, sehingga tidak mungkin lagi diandalkan untuk belajar bahasa dan wicara tanpa dibantu dengan metode dan peralatan khusus (Depdikbud, 2000: 3). Akibatnya tunarungu akan mengalami kemiskinan bahasa, terutama tunarungu prabahasa..

Kemiskinan yang dialami anak tunarungu di bidang bahasa, di samping kemiskinan kosakata juga kemiskinan gramatika. Pola S + P dalam kalimat bahasa Indonesia dalam praktiknya jarang ditaati oleh mereka. Bentuk sapaan ”Bapak Shoim!” atau ”Ibu Darni!”, dalam praktik penderita tunarungu dapat berubah menjadi ”Shoim Bapak!” dan ”Darni Ibu!”. Kalimat ”Kucing makan tikus.” dapat berubah ”Tikus makan kucing.”. Bagi penderita tunarungu, unsur S+P dalam kalimat bahasa Indonesia itu tidak begitu dipahami. Bagi mereka yang mendapat porioritas

93

Page 94: Bahasa Indonesia Baku

utama dalam menyusun kalimat adalah bagian yang berkaitan langsung dengan pokok pembicaraan. Kebanyakan mereka menganggap kalimat berupa urutan kata-kata, bukan urutan frasa, sehingga mereka sering mengabaikan kaidah gramatika.. Jika mereka lapar dan ingin makan, yang berkaitan langsung dengan dirinya adalah lapar, maka dia akan mengucapkan ”Lapar saya.”, bukan ”saya lapar.”.

Apabila diperhatikan, penderita tunarungu mempunyai beberapa tingkatan. Boothroyd (1982 membedakan tunarungu menjadi Kehilangan Pendengaran dan Gangguan Proses Pendengaran seperti bagan 1 berikut:

BAGAN KETUNARUNGUAN (Hearing Impairment)

KEHILANGAN PENDENGARAAN GANGGUAN PROSES PENDENGARAN

Hearing Lost Auditory Process Disorder (Gangguan mendeteksi bunyi) (Gangguan menafsirkan pola-pola bunyi)

Total Nyata/Sangat berat Berat*) Sedang Ringan Total Profound Severe Moderate Mild

94

Page 95: Bahasa Indonesia Baku

Tuli kurang dengar

Pembagian Total, Nyata, Berat, Sedang, Ringan berdasarkan pengukuran ambang pendengaran deciBell*) Tingkat kehilangan Berat bisa digolongkan tuli dan kurang dengar tergantung pemakaiamABM (alat bantu mendengar)**) Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di lampiran 1

Sesuai dengan bagan di atas, tunarungu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Kehilangan Daya Dengar dan kelompok Gangguan Proses Pendengaran. Kelompok kehilangan daya dengar mengacu pada gangguan dalam deteksi bunyi. Gangguan itu dinyatakan dalam deciBell. Kelompok Gangguan Proses Pendengaran adalah mereka yang mengalami gangguan dalam menafsirkan bunyi.

Boothroyd (dalam Bintoro dan santosa, 2000:5) membagi tunarungu menjadi dua kelompok: Kehilangan daya dengar (hearing loss) dan kelompok Gangguan Proses Pendengaran (Auditory Processing Disorder). Berdasarkan sejauh orang dapat memanfaatkan (sisa) pendengarannya dengan/tanpa bantuan amplikasi oleh ABM dapat dibedakan menjadi: Kurang Dengar (Hard of Hearing), Tuli (Deaf), tuli total (totally Deaf). Kurang dengar (Hard of Hearing) adalah mereka yangmengalami gangguan dengar, namun masih dapat menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicaranya. Tuli (deaf) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih

95

Page 96: Bahasa Indonesia Baku

dapat difungsikan sebagai suplemen (bantuan) pada penglihatan dan perabaan. Tuli total (Totally Deaf) adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak dan mengembangkan bicara.

Berdasar tingkat kehilangan kemampuan dasar, tunarungu dapat dibagi atas tuli dan kurang dengar atau pekak. Tuli adalah mereka yang kehilangan kemampuan dengar 90 dB atau lebih. Kurang dengar atau pekak adalah mereka yang kehilangan kemampuan dengar kurang daro 90 dB. Golongan kurang dengar dibedakan: (a) kurang dengar ringan, yaitu mereka yang kehilangan kemampuan dengar antara 30-50 dB; (b) kurang dengar sedang bagi mereka yang kehilangan kemampuan dengar 50 – 70 dB; dan kurangdengar berat bagi mereka yang kehilangan kemampuan dengar 70 – 90 Db (Depdikbud, 2000:4). Pembagian itu merupakan pembagian secara Global. Pembagian A. van Uden lebih rinci dibanding pembagian Depdikbud. Menurut van Uden (dalam Bintoro, 2000: 8) kurang dengar ringan mereka yang kehilangan 15 – 30 dB, kurang dengar sedang kehilangan 31 – 60 dB, kurang dengar berat kehilangan kemampuan dengar 61 – 90 dB, kurang dengar berat kehilangan 91 – 120dB, total kehilangan 121 atau lebih. Pembagian tunarungu menurut van Uden yang lebih rinci dapat dilihat pada bagan 2

Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, A. van Uden membagi menjadi Tuli Pra-Bahasa (Prelingually Deaf) dan Tuli Purna-Bahasa (Postlingually Deaf). Tuli Pra-bahasa yaitu penderita tuli yang menderita tuli sebelum menguasai bahasa (usia di bawah 1, 6 tahun). Tuli Purna Bahasa yaitu penderita tuli setelah menguasai suatu bahasa, telah menerapkan dan memahami sistem lambang di lingkungannya.

1. Proses Bicara BalitaBalita untuk dapat berbicara melalui beberapa tahap. Berry

dan Eisenson (dalam Depdikbud, 2000: 26-27) menyatakan bahwa ada beberapa tahap perkembangan wicara bayi. Pada saat bayi

96

Page 97: Bahasa Indonesia Baku

baru lahir, semua aktivitasnya termasuk menangis, menggerakkan kaki dan tangan tanpa disadari oleh bayi itu sendiri. Tahap ini disebut tahap refeleksi vokalisasi. Gerakan dan aktivitas yang dilakukannya berdasarkan naluri dan refleksi. Ia tidak menyadari bahwa ia punya tangan dan kaki. Ia juga tidak menyadari gerakannya itu untuk apa. Perkembangan berikutnya tampak pada akhir minggu ketiga. Pada saat ini tangisan bayi sudah dapat dibedakan, antara tangisan lapar, ngompol, atau kesakitan. Ibu bayi biasanya mengenali lebih dulubentuk tangisan itu. Namun bentuk tangisan itu masih bersifat releks.

Pada umur dua bulan bayi sudah mulai meraban. Ia membuat berbagai bunyi. Ia bermain-main dengan bunyi yang dibuatnya sendiri. Bunyi-bunyi yang dibuat lebih dulu adalah bunyi vokal. Bunyi vokal lebih mudah dibuat, karena posisi vokal tidak begitu sulit dalam menempatkan posisi alat ucap. Tahap ini disebut tahap Babbling. Tahapini Pada tahap lalling, yaitu bayi sudah berumur sekitar tujuh bulan, ia sudah menyadari suara-suara yang dibuat. Pendengaran bayi pun sudah mulai berperan. Fungsi sensoris dalam hal ini pendengaran, dan fungsi motoris (mengeluarkan suara) mulai berkembang secara terpadu. Bunyi-bunyi yang dibuat didengarnya kembali. Ia merasakan kepuasan. Oleh karena itu ia mengulanginya kembali dan menirukan suaranya sendiri. Setelah memiliki kemampuan menirukan suaranya sendiri, bayi mulai mempersiapkan diri menirukan suara yang didengar dari lingkungannya. Untuk bayi tuna rungu hal itu tidak dapat terjadi. Fungsi sensorisnya tidak berfungsi. Fungsi motorisnya pun menjadi timpang. Ia tidak mendapatkan kepuasan karena tidak mendengar suaranya sendiri. Oleh karena itu fungsi motorisnya menjadi pasif.

Perkembangan bayi normal berikutnya adalah mempersiapkan diri menirukan suara yang didengarnya dari lingkungan. Akibat sensorisnya yang tidak berfungsi, bayi tunarungu tidak mendapatkan rangsangan suara dari lingkungannya. Hal itu membuat bayi yang biasanya peka terhadap suara itu tidak pernah dapat bereaksi dengan lingkungan.

97

Page 98: Bahasa Indonesia Baku

Ia tidak dapat merasakan nyamannya suara lembut dan merdu dari ibu yang meninabobokannya, dalam hal ini bayi akan mengalami dua kerugian. Pertama, iaakan mengalami ”kemiskinan” kosakata. Kedua perasaan bayi tidak pernah diasah oleh kata-kata lembut, mesra, dan rasa sayang. Hal itu akan berpengaruh ketika bayi menjadi dewasa.Bayi mulai meniru suara yang didengarnya dari lingkungan ketika menginjak umur sembilan atau sepuluh bulan, dan mulai bicara pada usia antara 12 sampai 18 bulan. Namun hal itu tentu tidak akan terjadi pada anak tunarungu

2. Perkembangan Kejiwaan Anak TunarunguKemiskinan bahasa berpengaruh terhadap perkembangan

kejiwaan anak tunarungu. Bagi anak yang mempunyai pendengaran normal, dapat merasakan kasih sayang ibu melalui kontak visual, taktil, dan pendengaran. Menurut Marschark (dalam Bintoro, 1993) kontak bayi melalaui pendengaran terhadap ibunya sudah dimulai sejak bayi dalam kandungan. Sejak dalam kandungan, bayi yang berpendengaran normal mampu mendengar suara ibu, dan terjadi relasi antara ibu dan anak. Ketika bayi lahir, suara ibu telah dikenal dan dapat menenteramkan dan menyejukkan hatinya. Hal ini tidak terjadi pada bayi tunarungu. Seharusnya, kalau orang tua tahu bayinya tunarungu sejak bayi, dapat diimbangi dengan bentuk kasih sayang yang lain, seperti perabaan dan pandangan mata.

A.van Uden (dalam Bintoro, 2000:27) menyatakan bahwa anak tunarungu mempunyai sifat ego-sentris yang lebih besar daripada anak mendengar. Hal itu disebabkan dunia penghayatan mereka lebih sempit, penghayatan lebih terarah pada dirinya sendiri. Mereka sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain, kurang menyadari efek perilakunya terhadap orang lain. Tindakannya dikuasai perasaannya dan pikirannya secara berlebihan. Mereka juga sukar menyesuaikan diri. Kemampuan bahasa yang terbatas membatasi kemampuan mereka

98

Page 99: Bahasa Indonesia Baku

dalam mengintegrasikan pengalaman, dan makin memperkuat sifat egosentris mereka.

Penderita tunarungu juga memiliki sifat impulsif. Tindakannya tidak didasarkan pada perencanaan yang hati-hati dan jelas. Mereka tidak mengantisipasi akibat yang dapat ditimbulkan oleh tindakannya. Apa yang diinginkan, segera harus dipenuhi. Mereka sulit menunda pemuasan untuk jangka panjang. Menurut van Uden (2000) hal itu disebabkan oleh kemampuan bahasa mereka yang terbatas. Mereka kurang mempunyai konsep tentang relasi (hubungan). Segala sesuatu yang mengandung pengertian relasi seperti hubungan waktu dan keluarga kurang dimengerti oleh mereka. Kemiskinan bahasa yang menyebabkan mereka kurang mengerti tentang relasi. Bunyi (bahasa) yang menghubungkan antara benda dan manusia tidak mereka miliki.

Akibat lain dari kemiskinan anak tunarungu mereka bersifat kaku, kurang luwes. Di samping itu juga lekas marah dan mudah tersinggung akibat kurang dapat memahami perkataan orang lain. Mereka juga memiliki sifat ragu-ragu dan khawatir, sikap ketergantungan, polos, dan mengalami perkembangan fantasi yang lamban.

C. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Anak TunarunguStrategi adalah metode spesifik dari pendekatan masalah

atau tugas mode operasi untuk meraih fakta-fakta, merancang disain untuk mengontrol dan memanipulasi informasi tertentu (Brown,2000:111). Strategi berbeda denagn gaya. Gaya mengarah pada konsisten dan kecenderungan yang berlangsung terus, atau pilihan dalam individu. Gaya adalah karakteristik umum dari fungsi intelektual sebagai individu, yang membedakan dengan orang lain.

Apabila dibanding dengan nanak-anak normal, rata-rata kemampuan intelektual anak tunarungu berada di nawah anak-anak normal. Beberapa guru di SLB-B Karya Mulia dan SLB-B Diknas menyatakan bahwa secara teori, kemampuan anak-anak tunarungu

99

Page 100: Bahasa Indonesia Baku

berada dua tahun di bawah anak normal. Anak-anak kelas 3 SMALB-B, setingkat dengan anak-anak kelas 1 di sekolah umum (normal). Namun dalam kenyataannya kemampuan anak kelas 3 SMA menurut mereka sejajar dengan anak kelas 2 sekolah umum (normal).

Untuk belajar bahasa yang baik, kebanyakan anak tunarungu baru bisa mendapatkannya di sekolah. Hal itu berbeda dengan anak normal yang telah belajar berkomunikasi dengan ibunya sejak dalam kandungan. Kondisi semacam itu membuat anak tunarungu kehilangan banyak kesempatan dalam membangun kosakata, imajinasi, dan adaptasi dengan lingkungan. Di rumah, orang tua yang tidak paham dan tidak siap menangani penderita tunarungu mendidik penderita dengan kemampuannya yang terbatas. Tidak mustahil mereka menciptakan sistem isyarat sendiri yang tidak sesuai dengan Sistem Isyarat bahasa Indonesia (SIBI)

Berbeda dengan anak-anak normal pembelajaran wicara anak rungu diawali dengan cara menciptakan suara. Munculnya suara disebabkan oleh adanya getaran udara. Agar anak tunarungu sadar bahwa ada suara yang diakibatkan oleh getaran udara, mereka dilatih pernapasan. Di samping itu ada pula latihan membantu kesadaran letak titik artikulasi, dan latihan mengembangkan feed back visual. (Dikbud, 2000:67). Latihan pernapasan biasanya dilakukan dengan meniup baling-baling kertas, bola pingpong, terompet, harmonika pianika. Spatel (alat untuk penekan lidah) dipakai untuk membantu kesadaran letak titik artikulasi, sedang latihan untuk mengembangkan feed back visual memakai cermin. Untuk latihan wicara, perlu adanya ruang khusus.

Evaluasi terdiri atas evaluasi awal, dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi awal dilakukan untuk mendiagnosa keadaan awal kesulitan-kesulitan dalam belajar sehingga dapat menentukan sikap yang tepat untuk memulai latihan dan melakukan tindakan terapi secara tepat pula. (Dikbud, 2000:57). Sasaran evaluasi awal adalah anatomi dan fisiologi alat-alat wicara yang meliputi: (10

100

Page 101: Bahasa Indonesia Baku

keadaan bibir dan pergerakannya; (2) keadaan rahang dan gigi serta pergerakan rahang; (3) keadaan lidah dan pergerakannya; (4)keadaan langit-langit keras dan pelatum; (5) keadaan langit-langit lunak atau velum dan pergerakannya.

Sistem komunikasi tunarungu adalah komunikasi oral (lisan), manual (isyarat), dan komunikasi total (komtal). Sistem lisan bisa digunakan komunikasi tunarungu dengan masyarakat, meskipun masih kurang efektif. Sistem isyarat lebih cocok digunakan oleh sesama penderita tunarungu, karena tidak banyak masyarakat di luar tunarungu yang memahami sistem isyarat tersebut. Yang paling efektif untuk berkomunikasi dengan masyarakat bagi penderita tunarungu adalah komunikasi total. Dalam komunikasi total, semua anggota tubuh dapat menunjang komunikasi.

Pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu dapat dilakukan di lembaga formal dan nonformal. Lembaga formal dapat dilakukan di sekolah-sekolah, sedang pembelajaran pemerolehan bahasa non formal dapat dilakukan di rumah dan di lembaga non-sekolah.

Pembelajaran formal bagi anak tunarungu adalah

pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Pembelajaran dengan media film/TV dapat dimasukkan ke dalam pembelajaran formal dan non formal. Termasuk pembelajaran formal apabila media itu dipakai guru untuk mengajar di dalam kelas. Termasuk pembelajaran nonformal apabila pembelajaran itu ditayangkan di media TV seperti yang sering ditayangkan di TVRI pada pagi hari (TV-E). Berikut ini gambaran kemampuan anak-anak kelas IV SDLB dalam mengarang berdasarkan gambar.

sampah jatuh kotorsapi makan mencari ikananak-anak sampah harus rajinanak-anak mengambil sampahBapak marah-marah boleh sampah anak-anak malas

101

Page 102: Bahasa Indonesia Baku

pemepaan sapu sampah Bau kotorlaki-laki membawa sampahanak-anak cepat Bapak marah-marahanak-anak membaca belajar rajinteman bermain senang makan dan minumlaki-laki sombong kamu mengapa Bapak laki-laki bermain

bola(Yuliati, 2001:106).

1. Strategi Pembelajaran Perolehan Bahasa Kelas AwalPembelajaran untuk kelas awal pada siswa tunarungu

diarahkan pada pembentukan fonem. Untuk menyadarkan kepada siswa bahwa ada suara yang diakibatkan oleh udara yang bergetar, siswa dilatih pernapasan dengan meniup balon, baling-baling, terompet, harmonika, lilin dan sebagainya. Setelah itu siswa dilatih melafalkan fonem. Sadjaah dan Sukarja (1995:67) menyusun sistematika pembelajaran wicara siswa tunarungu sebagai berikut.

1. Dasar ucapan fonem2. Pembentukan3. Cara melatih:

a. Titik tolakb. Cara melatih

(1) secara visual(2) secara auditoris(3) suara haptik

c. Penilaian dan tindak lanjutd. Kesalahan yang sering terjadidan cara

memperbaikinya

PenerapanFonem t

1. Dasar Ucapan: lengkung kaki gigi atas dan ujung lidah 2. Pembentukan : Ujung lidah menekan lengkung kaki gigi

atas, pinggir lidah menekan alur kaki gigi atas sehingga

102

Page 103: Bahasa Indonesia Baku

aliran nafas pada rongga mulut tertahan. Bibir terbuka sedikit, gigi-gigi hampir tertutup, rongga mulut menyempit, lidah tegak.

3. Cara melatih:a. Titik tolak

Adakan percakapan mengenai kejadian hari itu, gambar, atau apa saja yang dapat menjadikan anak rileks, dan menemukan fonem t, misal pada kata: tas, tikus, takut, tujuh, tua. Tuliskan kata-kata tersebut pada sebuah kertas. Beri garis suku kata yang terdapat fonem t.

Ucapkan secara global ”tas”. Suruh anak menirukannya! Amati ucapan anak.

b. Cara melatih(1) Secara Visual

Ajak anak memperhatikan lidah dan bentuk bibir guru pada cewrmin, kemudian suruh anak menirukannya

Ucapkan ”tas” kemudian anak suruh meniru. Tulis suku kata ta,ti, tu, te, to’ kemudian ajak anak

meraban:ta ta ta ta taaaaaaaaaa taaaaaaaaaaa taaaaaaaato to to to toooooooo toooooooooo tooooooooti ti ti ti tiiiiiiiiiiiiiii tiiiiiiiiiiiiiiiiii tiiiiiiiiiiiiii

(2) Secara auditoris Gunakan suara keras dan lebih keras lagi, gunakan

speech trainer, ABM anak. Ajak anak merasakan getaran sambil meraban Bila sudah ada reaksi terhadap bunyi, lalu ucapkan kata

secara global, anak menirukannya(3) Secara Haptik

Ajaklah anak merasakan udara meletup yang keluar dari mulut denagn ujung jarinya.

103

Page 104: Bahasa Indonesia Baku

Beri kesempatan anak untuk mencoba, sambilmelakukan guru menyilangkan tangan ke mulut anak, tangan anak ke mulut guru untuk mengontrol letupan

Lakukan latihan pernapasanc Penilaian dan tindak lanjut

Penilian dilakukan selama proses KBM berlangsung Suruh anak mengucapkan kembali kata-kata yang dilatih Suruh anak banyak mengucapkan kata yang mengandung

fonem t

Pembelajaran pemerolehan bahasa dapat mempergunakan berbagai macam strategi. Strategi pembelajaran adalah proses mental yang digunakan pembelajar untuk mempelajari dan menggunakan bahasa sasaran (Nunan dalam Azies dan Alwasilah, 2000:33). Strategi pembelajaran bersifat pribadi, berbeda dari satu individu dengan individu lainnya, karena merupakan proses mental yang tidak tampak. Purbaningrum dan Yuliati (2006:72) membuat strategi menulis bagi siswa tunarungu yaitu strategi pada tahap pramenulis dan strategi pengajaran pada saat menulis. Strategi yang dimanfaatkan dalam tahap menulis yaitu: curah pendapat, pengamatan, dan pemetaan.

Curah pendapat merupakan salah satu cara yang baik dalam membangkitkan skemata siswa, yaitu strategi yang memasukkan tahapan:1) memilih topik, (2) mendaftar dengan cepat kata dan frase, (3) menemukan hubungan ide-ide dalam daftar dan tidak memberikan penilaian salah satu benar pada ide tersebut (Tompkins dalam Purbaningrum dan Yuliati,2006:72). Strategi pengamatan adalah strategi yang dipakai untuk mendapatkan informasi melalui panca indera yang meliputi pendengaran, penglihatan, penciuman, pencecapan, dan perabaan. Namun dengan keterbatasan penderita tunarungu, unsur pendengaran tidak bisa memanfaatkan dengan efektif

104

Page 105: Bahasa Indonesia Baku

2. Strategi Pengklusteran

Strategi yang lain dalam pembelajaran menulis adalah Pengklusteran Pemetaan. Ide-ide dalam kluster disusun dalam bentuk lingkaran dan dihubungkan dengan garis penghubung. Strategi Pengklusteran Pemetaan melalui beberapa tahap: pemilihan topik, menuliskan topik di tengah, melingkari topik dan menambahkan ide pokok di sekitar topik dalam bentuk lingkaran, menambahkan rincian pada tiap-tiap ide utama. Pengklusteran mirip dengan kerangka karangan, namun aktivitas pengklusteran lebih menyenangkan dan bermakna. Berikut ini contoh pengklusteran pemetaan:

Kluster Pertanyaan

Kluster Cerita

Siapa

Topik

Apa

Kapan

Dimana

Mengapa

Bagaimanana

CERITA

Awal Inti

105

Page 106: Bahasa Indonesia Baku

Kluster Reportase

Kluster Panca Indera

Strategi pengajaran pada tahap saat menulis dapat menerapkan strategi permodelan dan strategi konferen individu. Strategi

Akhir

BINATANG

Apa yang nampak

Apa kekhususannyaBagaimana mereka

Melindungi diri

Apa Makanannya

Dimanahidupnya

TOPIK

Mengamati

Mencium

Mendengar

Merasakan

Meraba

106

Page 107: Bahasa Indonesia Baku

permodelan dapat memberikan contoh positif tentang gaya dan contoh teks yang tepat. Jenis model dapat berupa model teks dan model proses. Strategi model proses dimulai dari tahap pramenulis. Guru sharing dengan siswa tentang topik dan minat pribadi siswa, selanjutnya mendaftar dan memilih sesuai atau mendekati pilihan siswa (Purbaningrum dan Yuliati, 2006:74). Guru mendemonstrasikan permodelan secara operasional, menunjukkan ide-ide, kerangka karangan, pola-pola kalimat yang tepat. Kemudian guru meninjau kembali modelnya dan merevisi strategi pembelajarannya.

Strategi konferen memberi kesempatan kepada siswa mengembangkan sikap positif, kritis, dan saling percaya antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Selama konferen guru sebagai kolaborator, memberikn petunjuk dan mengarahkan kepada siswa sesuatu yang harus dilakukan. Strategi konferen dapat dibedakan menjadi empattipe: konveren individu, konveren kelompok, konferen kelompok kecil, dan konferen publikasi.

D. Strategi Pembelajaran Bahasa Melalui TelevisiMenurut sebuah sumber (Totok Warsito) staf pengajar di

SMALB-B Karya Mulia Surabaya, ada kontroversial pemakaian bahasa tunarungu. Paham Belanda menyatakan bahwa anak tunarungu bukanlah tunawicara, oleh karena itu siswa tunarungu harus dilatih berbicara seperti orang normal. Paham ini sampai sekarang masih dianut oleh sekolah tunarungu di Wonosobo Jawa Tengah. Siswa-siswa di tempat itu dilatih komunikasi oral dan juga dilatih menari dengan memanfaatkan indera taktil untuk menangkap suara. Suara musik yang mengiringi gerak tari berusaha ditangkap melalu indera perabaan (taktil). Paham Amerika menyatakan bahwa penderita tunarungu pada kenyataannya mengalami kesulitan untuk berkomunikasi seperti orang normal, oleh karena itu jangan dipaksakan, karea dipandang kurang manusiawi, Untuk mengganti komunikasi oral, kemudian diciptakan bahasa isyarat yang di Indonesia dikenal dengan

107

Page 108: Bahasa Indonesia Baku

komunikasi SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). Di samping komunikasi oral dan SIBI, tunarungu yang terpelajar menggunakan sistem komunikasi Komtal (Komunikasi Total) untuk berinterakdi dengan masyarakat. Komuniasi model Komtal merupakan gabungan dari oral, SIBI, dan gerak tubuh. Prinsip Komtal semua anggota tubuh yang dimiliki seseorang dapat dimanfaatkan untuk menunjang dalam berkomunikasi dengan masyarakat..

Televisi sebagai media pembelajaran mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan media lain.Televisi dalam sekali tayang dapat disaksikan oleh ribuan, bahkan jutaan pelajar. Sedang pembelajaran dengan media lain biasanya hanya dapat diterapkan dalam kelas dengan jumlah siswa terbatas. Pembelajaran dengan media televisi dapat menampilkan contoh-contoh yang lebih alami dibanding media lain. Misalnya pembelajar dapat menampilkan harimau, buaya, seperti aslinya. Pembelajar tidak mungkin menghadirkan binatang seperti itu ke dalam kelas. Televisi juga bisa menghadirkan bentuk mikro menjadi makro ribuan kali besarnya. Seekor semut atau nyamuk dapat dihadirkan dengan bentuk yang jauh lebih besar. Demikian pula seekor gajah dapat dihadirkan dalam bentuk sebesar kucing. Hal itu dapat membantu pembelajaran, terutama dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Hardjono (1988:101) menyatakan bahwa keuntungan pengajaran melalaui televisi: (1) pengajaran dapat menjangkau jumlah yang sangat luas. (2) Bahasa sebagai alat komunikasi dapat dipakai dalam situasi dan lingkungan nyang nyata.

Selanjutnya Hardjono (1988) menyatakan bahwa berdasarkan konsepsinya, pembelaaran melalui televisi dapat dibedakan menjadi tiga tipe: (1) Pengajaran melalui televisi yang merupakan kursus tersendiri. (2) Pengajaran melalui televisi sebagai materi pengajaran di sekolah. (3) Pengajaran melalui televisi yang diintegrasikan dalam pengajaran sekolah dan merupakan bagian dari pelajaran bahasa yang diajarkan di sekolah.

Penderita tunarungu di samping miskin kosakata juga miskin imajinasi. Untuk menghadirkan imajinasi pada penderita

108

Page 109: Bahasa Indonesia Baku

tunarungu sebaiknya menghadirkan bentuk naturalnya. Apa bila bentuk itu tidak dapat dihadirkan, dapat ditempuh dengan memberikan gambar atau film. Dalam hal ini kehadiran televisi akan membantu pembentukan imajinasi itu. Misalnya ada kalimat: ”Gajah merusak kebun kelapa sawit.”

Apa yang dimaksud dengan gajah? Apabila anak tunarungu belum pernah melihat gajah, untuk menerangkan seekor gajah, tidak cukup dengan sejumlah kalimat. Penderita tunarungu akan manggut-manggut jika diterangkan bahwa gajah adalah binatang mamalia yang besar, lebih besar daripada kerbau, dan berbelalai panjang di hidungnya. Namun jika sesudah itu ditanya lagi apakah gajah? Ia akan menggelengkan kepala. Iamajinasi tentang gajah itu akan terbentuk jika disertai dengan gambar, apalagi kalau gambar itu dalam bentuk asli seperti dalam film. Media audio visual dapat pula diputar berulang-ulang.

Balai Pengembangan Media Televisi Depdiknas telah menghasilkan lima skenario pelajaran Bahasa Indonesia untuk pembelajaran di televisi untuk tunarungu. Kelima skenario itu masing-masing tentang: Penulisan Paragraf Deskripsi, Membaca Berita dengan Lafal dan Sikap yang Benar, Mengungkapkan Tanggapan dan Gagasan dalam Diskusi, Menulis Surat Dinas, dan Memahami informasi dari berbagai laporan. Setiap topik berdurasi 24 menit, dibagi menjadi tiga segmen. Masing-masing segmen berdurasi delapan menit, dan diakhiri dengan evaluasi.

1. Strategi Kluster Pertanyaan.Pembelajaran dengan audiovisual bukan sekedar

memindahkan materi dalam buku ke dalam media audio-visual. Strategi Kluster Pertaanyaan dalam pembelajaran melalui televisi dimanfaatkan dalam memahami pokok-pokok berita. Strategi pengklusteran untuk memahami pokok berita dilaksanakan dalam tiga langkah: (1) Memahami topik, (2) menulis topik atau inti di tengah kertas, (3) Membuat pertanyaan dengan rumur 5W + 1H.

109

Page 110: Bahasa Indonesia Baku

Pelaksanaan pengklusteran untuk memahami pokok berita itu seperti berikut.

Kluster Reportase

Hasil pengklusteran reportasi seperti kutipan skenario berikut ini:AVIA : Peristiwa apa yang disampaikan dalam berita itu? TIARA : Peristiwa tentang penyebaran virus flu burung Kak.AVIA : Di mana peristiwa tersebut terjadi?TIARA : Di Indonesia Kak, terutama di Jakarta.AVIA : Kapan peristiwa tersebut terjadi?TIARA : Sekarang ini Kak. Berita tersebut selain ada di

koran, juga ada di televisi aku tadi melihatnya.AVIA : Siapa yang mengungkapkan peristiwa itu?TIARA : Yang mengungkapkan Koordinator Komnas

Pengendalian Flu Burung dan Kesiap siagaan Menghadapi Pandemi Influenza.

Topik Peristiwa

Mengapa(Why)

Siapa(Who)

Kapan(When)

Di mana (where)

Apa (what)

110

Page 111: Bahasa Indonesia Baku

O ya Kak, Indonesia dianggap sebagai negara dengan jumlah kasus flu burung terbesar di dunia.

AVIA : Mengapa Indonesia dianggap sebagai negara dengan jumlah kasus flu burung terbesar di dunia?

TIARA : Sebab telah merenggut 107 jiwa. Apa itu tidak termasuk besar.

AVIA: : Kalau begitu bagaimana cara menjaga diri agar terhindar dari virus flu burung?

TIARA : Dalam berita tadi dijelaskan kita harus membiasakan hidup bersih dan sehat.

PRESENTER:Apa kabar adik-adik, kita jumpa lagi dalam program pembelajaran bahasa Indonesia. Kalian sudah menyaksikan percakapan antara Tiara dan Avia kan? Nah apa yang bisa kita ambil pelajaran dari percakapan mereka?

Kluster Panca Indera Pengklusteran panca indera dalam penyusunan skenario

BPMTV diterapkan untuk menyusun paragraf deskriptif, dengan mengambil setting di Kebun Raya Purwodadi. Pelaku dalam skenario tersebut adalah empat siswa SMA-B (tuna rungu). Dealam adegan itu digambarkan empat siswa SLB berekreasi ke Kebun Raya Purwodadi, menikmati indahnya pemandangan alam. Keempat siswa itu di Kebun Raya Purwodadi mencatat keadaan kebun raya berkaitan hal-hal yang dapat ditangkap indera mereka, kecuali indera pendengar.

Mengamati

111

Page 112: Bahasa Indonesia Baku

Perdasarkan pengamatan terhadap Kebun Raya Purwodadi, setelah melalui tahap penyuntingan, di antara keempat siswa menghasilkan paragraf deskripsi sebagai berikut.

Kebun Raya Purwodadi sangat indah. Berbagai macam tanaman ada di tempat itu. Tempatnya yang berada di daerah yang tingggi dengan pepohonan yang rindang membuat udaranya dingin. Berbagai macam bunga juga ada di situ. Bunga-bunga yang sedang mekar menyebarkan bau yang harum.

E. Simpulan

Pembelajaran bahasa sangat penting bagi penderita tunarungu, karena akibat kemiskinan bahasa dapat berpengaruh pada perkembangan jiwa mereaka. Akibat kemiskinan bahasa, anak tunarungu cenderung bersifat egosentris, berpusat pada dirinya sendiri karena penghayatan mereka terhadap lingkungan sangat sempit. Mereaka sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain, dan kurang menyadari efek perilakunya terhadap orang lain. Mereka juga sukar menyesuaikan diri.

Pembelajaran bahjasa untuk penderita tunarungu perlu ditunjang oleh strategi yang tepat, agar pembelajaran yang dilakukan dapat sangkil dan mangkus (tepat guna dan berhasil

TOPIKMencium

Merasakan

Meraba

Mendengar

112

Page 113: Bahasa Indonesia Baku

guna). Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran bahasa, berbagai strategi dapat dimanfaatkan. Semua strategi pembelajaran baik, tergantung pada pelaksana, situasi, dan kondisi proses pembelajaran. Strategi yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran pemerolehan bahasa bagi penderita tunarungu diantaranya adalah strategi curah pendapat dan strategi pengklusteran.

Untuk pemerolehan lafal yang baik, anak tunarungu dapat diajarkan melalui pernafasan lebih dahulu, meraban kemudian mengucapkan dengan lafalyang benar. Untuk dapat mengucapkan lafal yang benar, guru perlu memperhatikan anatomi dan fisiologi yang benar, seperti: (1) keadaan bibir dan pergerakannya, (2) keadaan rahang dan gigi serta pergerakan rahang, (3) keadaan lidah dan pergerakannya, (4) keadaan langit-langit keras atau palatum, (5) dan keadaan palatum atau langit-langit lunak dan pergerakannya. Tujuan pembelajaran bahasa bagi tunarungu agar mereka bisa berinteraksi dengan masyarakat seperti masyarakat normal yang lain. Untuk itu peran orang tua sangat penting. Apabila penderita tunarungu dapat ditangani dengan baik, tidak menutup kemungkinan mereka dapat berprestasi seperti manusia normal. Di Indonesia, ada penderita tunarungu yang berhasil menempuh pendidikan kedokteran di Amerika.

DAFTAR PUSTAKA

Azies, Furqanul dan Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Pengajaran bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

113

Page 114: Bahasa Indonesia Baku

Boothroyd, Arthur. 1982. Hearing Impairments in Young Children. Prentice Hall, Inc Englewood Cliffs.

Brown, H. Doglas. 2000. Teaching by Principles. San Francisco: Longman.

Bunawan, Lani dan Cecilia Susila Yuwati. 2000. Penguasaan bahasa Anak Tuna Rungu. Penyunting Totok Bintoro dan Tonny Santosa. Jakarta: Santi Rama.

Depdikbud. 2000. Pedoman Guru Pengajaran Wicara untuk Anak Tuna Rungu. Jakarta.

Depdiknas. 2001. Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Jakarta.

Hardjono, Sartinah. 1988. Prinsip-Prinsip Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Depdikbud.

Leutke-Stahlman, Barbara dan Luckner, John. 1991. Effectively Educating Students with Hearing Impairments. Longman Publishing Group.

Purbaningrum, Endang dan Yuliati. 2006. ”Pengaruh Pembelajaran Menulis Proses Terhadap Performansi Menulis Siswa Tuna Rungu”. Laporan Penelitian. Surabaya: FIP Unesa.

Sadjaah, Edja dan Sukarja, Darjo. 1995. Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama. Jakarta: Sepdikbud.

Yuliati. 2001. ”Pembelajaran Menulis dengan Strategi Menulis Proses dan Metode Maternal Refektif (MMR) Siswa Kelas IV Sekolah Luar Biasa Tunarungu Karya Mul;ia I Surabaya”. Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang.

114

Page 115: Bahasa Indonesia Baku

Contoh karya ilmiah untuk jurnal

MAKNA , FUNGSI, DAN NILAI EDUKATIF TEMBANG DOLANAN BOCAH : SEBUAH KAJIAN FILOLOGI LISAN

Suharmono K.Staf Pengajar FBS Unesa

Javanese song Dolanan Bocah is folk song for children. This Javanese song is including genre folklore consisted of words (idyll) and song, circulates verbally among certain collective member, in the form of traditional, and haves a lot variant. Javanese song Dolanan Bocah is including folklore. Formerly Javanese song Dolanan Bocah hardly is taken a fancy to children, and sing accompanied by game in house yard, especially when full moon. But form of this song and game starts leaved by children, though the Javanese song has meaning, function, and value educative which good to development of child. For the agenda of inculcating morals and loves culture itself to avoid foreigners culture which inappropriate to nation culture, Javanese song Dolanan Bocah need to be taught again in region which the resident use Javanese

115

Page 116: Bahasa Indonesia Baku

language. Study of Javanese song Dolanan Bocah can pass artistry Iesson ( sing and dance),or through local contain of Javanese Lesson.

Kata kunci: tembang dolanan bocah, sastra, budaya

A. PendahuluanUsia anak-anak adalah usia bermain. Mereka membutuhkan

berbagai macam mainan sesuai dengan tingkat usia, budaya, dan geografis Indonesia.. Alam Indonesia yang tropik memungkinkan anak-anak untuk berinteraksi dalam waktu-waktu yang sesuai untuk bermain, seperti sore dan malam hari pada waktu bulan purnama. Salah satu bentuk permainan anak-anak di Jawa adalah tembang dolanan atau nyanyian permainan . Di Jawa Timur khususnya “nyanyian permainan anak-anak” ini disebut tembang dolanan bocah. Tembang dolanan bocah ini termasuk nyanyian rakyat. Menurut Brunvand (dalam Danandjaja 1994:141) nyanyian rakyat merupakan genre atau bentuk foklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, dan beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian. Di dalam tembang dolanan bocah varian ini seperti pada tembang dolanan bocah “Lindri” dan “Cublak-Cublak Suweng” berikut ini.

Lindri:lindri adang telung kati lawuhe semayi (lindri masak nasi tiga kati lauknya semayi)lindri adang telung kati lawuhe bothok teri (lindri masak nasi tiga kati lauknya bothok teri)Semayi adalah lauk yang terbuat dari ampas kelapa dengan

cara dimasak dengan bumbu-umbu tertentu, kemudian dibungkus memanjang. Sedang bothok teri adalah lauk yang dibuat dari ikan teri dicampur kelapa muda dengan bumbu tertentu, kemudian dibungkus daun pisang.

Cublak-Cublak Suweng:sir-sirpong dhele gosong (sir-sirpong kedelai gosong)

116

Page 117: Bahasa Indonesia Baku

sir-sirpong ‘dele bodong (sir-sirpong pusarnya bodong)Seperti halnya kata teri dan semayi, kata dhele (kedelai)

hangus dan ’dele/udele (pusarnya) menonjol keluar berbeda maknanya. Namun kata-kata tersebut agaknya lebih mementingkan persajakan.

Munculnya varian tersebut juga disebabkan oleh adanya dialek, seperti yang terdapat pada lagu dolanan bocah “Pitik Kate”. Kata “tembolok” dalam lagu itu ada yang menyebut telih, dan ada pula yang menyebut dengan teleh. Lagu Dolanan Bocah sebagai kajian filologi sulit untuk ditelusuri aslinya, karena tiap-tiap daerah di Jawa mempunyai dialek regional, dan lagu dolanan tersebut selalu disesuaikan dengan daerah setempat, seperti kasus lagu Lindri, suatu daerah dapat saja merasa asing dengan lauk semayi, dan akrab dengan bothok teri. Yang perlu dicatat antara semayi dan bothok teri mempunyai rima akhir yang sama. Unsur rima atau guru lagu semacam ini sangat diutamakan dalam tembang Jawa.

Tembang dolanan bocah adalah bagian dari foklor. Menurut Balys (dalam Supanto 1986:424) foklor menampung kreasi-kreasi masyarakat baik yang primitif maupun yang modern dengan menggunakan bunyi dan kata-kata dalam bentuk puisi dan prosa meliputi juga kepercayaan dan ketakhayulan, adat kebiasaan serta pertunjukan-pertunjukan, tari-tarian dan drama-drama rakyat. Andre Welsh dalam Hutomo (1996:20) menyatakan bahwa puisi modern mempunyai hubungan yang erat dengan puisi primirif. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa antara foklor dan filologi lisan mempunyai kaitan yang erat. Tembang dolanan bocah di samping dapat menjadi bahan kajian filologi lisan juga dapat dijadikan bahan kajian foklor. Filologi adalah ilmu yang menyelidiki kebudayaan yang berdasarkan bahasa dan kesusasteraan (Hutomo,1991:140). Filologi biasanya berpegang pada teks-teks kuna yang tertulis. Namun teks-teks sastra lisan sesuai dengan pendapat Suripan Sadi Hutomo tersebut juga mengandung kekunaan di samping kekinian

117

Page 118: Bahasa Indonesia Baku

Seiring dengan perkembangan zaman, tembang dolanan bocah saat ini sudah asing di telinga anak-anak, terutama anak-anak perkotaan. Dengan kemajuan teknologi juga ikut mendorong semakin dilupakannya lagu anak-anak. Dengan perkembangan teknologi audio visual membuat anak-anak tidak merasa perlu bermain-main di halaman rumah lagi pada saat bulan purnama. Siang dan malam anak-anak terpaku di depan televisi menikmati siaran televisi, menyaksikan vcd, atau bermain video game. Materi permainan maupun tontonan yang dilihat merupakan materi impor yang belum tentu cocok dengan budaya Indonesia, khususnya budaya anak-anak. Padahal di negara kita sudah tersedia sarana mainan yang sesuai bagi anak-anak.

Lagu dolanan bocah dulu sering dimainkan oleh anak-anak di waktu senggang, di malam hari waktu bulan purnama, atau ketika anak-anak sedang menggembalakan kambing, sapi, atau kerbau. Di waktu bulan purnama mereka bermain berlari-lari dan bernyanyi-nyanyi. Atau mereka juga dapat bermain layang-layang sambil menyanyikan lagu mengundang angin, sementara binatang piaraannya asik makan di padang gembalaan. Seiring dengan perkembangan zaman, sebenarnya bukan lagu dolanan bocah saja yang mulai ditinggalkan, tetapi juga pola permainan mereka. Pada saat ini sudah jarang dijumpai anak-anak perempuan memainkan permainan sumbar garit (permainan dengan biji sawo), engkle dan sebagainya. Permainan semacam ini dulu sangat disukai oleh anak-anak perempuan.

Penyebab hampir punahnya lagu dolanan bocah sebenarnya bukan hanya ditinggalkan oleh anak-anak. Dulu lagu dolanan itu juga diajarkan di sekolah-sekolah TK sampai dengan SD, namun sekarang sudah tidak diajarkan lagi. . Apakah makna dan fungsi lagu dolanan bocah hanya sekedar hiburan belaka? Ataukah lagu dolanan bocah mempunyai nilai-nilai edukatif. Apabila tembang dolanan bocah mempunyai nilai edukatif, nilai edukatif apakah yang terkandung di dalam tembang dolanan bocah tersebut?

118

Page 119: Bahasa Indonesia Baku

Perlukah tembang dolanan bocah dilestarikan. Bagaimanakah pelestariannya? Hal inilah yang melatarbelakangi kajian ini.

Sosok anak-anak adalah sosok dalam usia bermain. Mereka membutuhkan santapan rokhani untuk membentuk jiwa mereka di samping kebutuhan fisik untuk perkembangan tubuhnya. Antara kebutuhan jasmani dan rokhani harus ada kesiambangan, ketidak seimbangan perkembangan antara jasmani dan rokhani dapat menimbulkan masalah jika anak-anak tersebut telah menginjak dewasa. Kebutuhan rokhani yang diperlukan anak-anak adalah sarana hiburan dan pendidikan untuk mengisi jiwa mereka yang masih belum tercemar oleh lingkungannya. Dalam hal ini tembang atau nyanyian dapat dijadikan sarana untuk mengisi jiwa anak-anak. Tembang atau nyanyian untuk anak dapat berfungsi untuk membentuk karakter dan jiwa anak apabila tembang tersebut mengandung nilai-nilai luhur sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jiwa anak.

Tembang dolanan bocah adalah suatu nyanyian untuk konsumsi anak-anak. Menurut Hutomo (1996:20) tembang dolanan bocah atau nyanyian permainan anak-anak termasuk puisi primitif, yaitu puisi-puisi yang dilisankan dan bentuknya sederhana sekali. Namun demikian maknanya sulit dipahami oleh orang awam. Akibatnya, menimbulkan banyak tafsiran. Supratno (1998:5) menyatakan bahwa untuk menelaah karya sastra tidak dapat dilepaskan dari lingkungan atu kebudayaan yang telah menghasilkannya. Oleh karena itu analisis tembang dolanan bocah ini tidak dapat dipisahkan dari lingkugan dan kebudayaan Jawa.

Pada zaman penjajahan Belanda sudah ada usaha untuk mendokumentasikan tembang dolanan bocah. Buku tentang tembang dolanan bocah yang pernah terbit ialah Serat Lagu Bocah-Bocah, terbitan tahun 1912 dengan huruf Jawa, oleh Raden Sukardi alias Prawirawinarsa, diterbitkan H.A. Benyamin Semarang. Buku ini memuat 189 judul nyanyian. Hans Overbeck telah menghimpun tembang dolanan bocah dengan judul

119

Page 120: Bahasa Indonesia Baku

Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes, 1935, terbitan Java-Instituut, Yogyakarta. Buku ini memuat 690 nyanyian.

Filologi lisan berkaitan erat dengan sastra lisan. Filologi adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan krokhanian sesuatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayan berdasarkan bahasa dan kesusasteraan (Hutomo,1991:14). Sudjiman (1986:29) memberikan batasan filologi adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan kerokhanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya. Dalam arti sempit filologi berarti studi tentang naskah lama untuk menetapkan bentuk keasliannya, bentuk semula, serta makna isinya. Bertitik tolak dari pendapat filologi lisan menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan lisan. Ternyata filologi lisan berkaitan erat dengan sastra lisan. Sastra lisan juga menjadi objek bidang studi ilmu folklor (Hutomo,1991:9). Dengan demikian sastra lisan dan filologi lisan merupakan bagian dari folklor.

Foklor menurut Danandjaja (1994:2) sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam sistem yang berbeda, baik dalam bentiuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

Foklor dibedakan menjadi tiga macam, yaitu folklor lisan, folklor setengah lisan, dan folklor bukan lisan. Yang termasuk folklor lisan adalah ugkapan tradisional, nyanyian rakyat, bahasa rakyat, teka-teki, cerita rakyat. Yang termasuk folklor setengah lisan ialah drama rakyat, tari, kepercayaan dan takhayul, upacara-upacara, permainan rakyat dan hiburan rakyat, adat kebiasaan, dan pesta-pesta rakyat. Foklor bukan lisan dibedakan menjadi dua, yaitu yang berupa material seperti mainan, makanan dan minuman, peralatan dan senjata, alat-alat musik, pakaian dan perhiasan, obat-obatan, seni kerajinan tangan, arsitektur rakyat. Yang berupa bukan material adalah musik, bahasa isyarat. Tembang dolanan bocah adalah bagian dari nyanyian rakyat. Nyanyian rakyat juga dapat

120

Page 121: Bahasa Indonesia Baku

digolongkan ke dalam tradisi lisan yang menggunakan bahasa. Tradisi lisan mempunyai ci-ciri tertentu. Menurut Hutomo (1988:233) ciri-ciri itu ialah: (1) tidak diketaui penciptanya, (2) tradisi lisan milik kolektip, (3) tradisi lisan mempunyai fungsi di dalam masyarakat, (4) materi tradisi lisan sudah ada sejak masa lampau, (5) materi tradisi lisan mempunyai bentuk tertentu yang bervariasi, (6) materi yang berkaitan dengan kepercayaan biasanya materi tersebut berlandaskan pemikiran logika tersendiri, (7) tradisi lisan hidup dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan.

Konsep Tembang Dolanan BocahTembang dolanan bocah adalah nyanyian rakyat untuk anak-

anak. Nyanyian rakyat ini termasuk sastra lisan, dan bagian dari foklor. Tembang dolanan bocah yang termasuk dalam kajian filologi lisan adalah nyanyian rakyat yang mempunyai ciri kekunaan. Hutomo (1999:4) menyatakan bahwa ilmu filologi yang pada dasarnya mempelajari kebudayaan suatu bangsa melalui bahasa bangsa yang bersangkutan dan bukan sekedar perbandingan teks untuk mencari asal-usul teks (babon teks) maka setiap versi teks mempunyai fungsi yang berbeda-beda di setiap tempat dan waktu yang berbeda pula. Oleh karena itu versi lisan pun perlu diteliti secara filologis. Hutomo (1996;20) menyatakan bahwa bentuk nyanyian rakyat yang berupa tembang dolanan bocah bentuknya sederhana, namun naknanya sulit dimengerti karena penuh lambang dan misteri.

Konsep Pendidikan TradisionalPendidikan tradisional adalah sistem pendidikan yang

diwariskan secara turun-menurun. Sistem pendiddikan ini tidak didasarkan pada teori tertentu, tetapi dari kebiasaan-kebiasaan generasi sebelumnya. Harjawiyana (1986:487) menyatakan bahwa nyanyian rakyat termasuk tembang dolanan bocah mempunyai bermacam-macamn aspek. Salah satu dari aspek itu adalah aspek pendidikan.

121

Page 122: Bahasa Indonesia Baku

Pendidikan tradisional di dalam tembang dolanan bocah dapat diketahui dari isi tembang dolanan tersebut. Memang tidak semua tembang dolanan bocah mengandung unsur-unsur pendidikan, namun unsur pendidikan di dalam tembang dolanan bocah cukup dominan.

Teori FungsiTeori fungsi dalam kajian ini memadukan antara teori

William R. Bascom, teori Alan Dundes, dan teori yang dikemukakan oleh Suripan Sadi Hutomo. Menurut Bascom sastra lisan termasuk nyanyian rakyat mempunyai empat fungsi, sedang Dundes menyatakan bahwa sastra lisan mempunyai enam fungsi (Sudikan,2001:162). Hutomo dalam Mutiara yang Terlupakan (1991:69) membagi fungsi sastra lisan menjadi enam fungsi. Jika ketiga teori tersebut dipadukan akan menghasilkan teori fungsi: (1) Sebagai sistem proyeksi; (2) untuk pengesahan kebudayaan; (3) Alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial; (4) sebagai alat pendidikan anak; (5) Sebagai sarana kritik sosial; (6) sebagai sebuah bentuk hiburan; (7) meningkatkan solidaritas suatu kelompok; (9) Mengubah pekerjaan yang membosankan menjadi permainan.

Konsep Semiotik

Untuk menganalisis makna tembang dolanan anak dipakai teori semiotik. Semiotika menurut Sudjiman (1991:5) adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya. Tanda-tanda bahasa merupakan sebuah simbol. Simbol-simbol tersebut meskipun bersifat arbriter diciptakan berdasarkan konvensi. Tembang dolanan bocah sarat mengandung makna simbolis. Makna simbolis tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga sulit dicerna maknanya. Karena sulitnya mencerna makna, maka timbul banyak tafsiran. Unsur simbolis dalam tembang dolanan seperti pada tembang “Ilir-Ilir”, “Sluku-Sluku Bathok”, “Jago Kate” dan sebagainya.

122

Page 123: Bahasa Indonesia Baku

Berkaitan dengan semiotika, variasi memegang peranan penting dalam sastra lisan yang biasanya tidak diselamatkan dalam bentuk tulisan (Teeuw,1988;64). Dinyatakan oleh Teeuw bahwa karya sastra lisan. Karya sastra di Indonesia sangat penting. Sejarah sastra Indonesia tidak dapat dituliskan tanpa mengikutkan sastra lisan.

Kajian semiotika adalah kajian tentang simbol. Menurut Wellek dan Warren (1990:239-240) di dalam teori sastra simbol adalah objek yang mengacu pada objek lain, tetapi juga menuntut perhatian pada dirinya sendiri sebagai suatu perwujudan. Simbol selalu terus menerus menampilkan dirinya. Hal ini berbeda dengan citra. Citra dibangkitkan melalui sebuah metafora.

B. Makna, Fungsi, dan Nilai Edukatif Tembang Dolanan Bocah

Kajian tembang dolanan bocah ini dipusatkan pada dua pembahasan, yaitu tentang makna, fungsi, dan nilai edukatif tembang dolanan bocah. Makna tembang dolanan bocah dianalisis dengan teori semiotik, sedang fungsi tembang dolanan bocah dianalisis dengan perpaduan teori fungsi Bascom dan Dundes.

1. Makna Tembang Dolanan BocahTembang dolanan bocah adalah tembang untuk konsumsi

anak-anak. Tembang dolanan bocah seharusnya dikemas dalam bahasa dan makna yang sederhana. Nyanyian rakyat ini banyak yang dikemas dengan memasukkan unsur-unsur simbolis. Meskipun anak-anak sering tidak dapat ,memahami maknanya, namun tembang dolanan bocah sangat komunikatif dengan anak-anak. Hal ini disebabkan tembang dolanan bocah dikemas dengan lagu yang menarik. Bagi anak-anak kekuatan tembang dolanan bocah terletak pada lagu yang diciptakan, sedang bagi orang dewasa terletak pada syairnya. Dengan demikian tembang dolanan bocah dapat dinikmati oleh anak-anak maupun orang dewasa

.

123

Page 124: Bahasa Indonesia Baku

a. Makna Religius dalam Tembang “Ilir-Ilir”Makna religius adalah makna yang bersifat religi. Religi

menurut kamus Besar bahasa Indonesia berarti kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia (1999:830). Makna relegius ini juga mencakup kepercayaan pada agama yang dipeluk seseorang.

Di antara tembang dolanan bocah yang paling banyak mendapatkan tafsiran sebagai tembang yang mengandung makna relegius adalah tembang “Ilir-Ilir”. Orang-orang yang pernah menafsirkan tembang “Ilir-Ilir”: Parwatri Wahjono, Suripan Sadi Hutomo, Karjono, Pak Ton, Rerep Sugoto, Gunawan, Ki Suryahatmodjo, Tinjo Mojo, M. Sumardjo, Bakti, N. Asri, Umar Hasyim. Tafsiran mereka bermacam-macam.

Menurut Hutomo (1988:129) Tafsiran tembang “Ilir-Ilir” kalau dikumpulkan terdapat tiga jalur tradisi, yaitu agama Islam, kebatinan, dan politik..Penafsiran Tinjo Mojo lebih mengarah kepada kebatinan Jawa bahwa manusia hidup harus hati-hati, harus berani menghadapi kesulitan dan tidak menganggap remeh pada hal-hal yang mudah. Manusia harus suci hatinya, ketika muda harus melatih diri pada tingkah laku utama (Hutomo,1988:124-125). Penafsiran ini hampir sama dengan penafsiran Suryohatmodjo. Menurut Suryohatmodjo (1979:13) lagu “Ilir-Ilir” mempunyai makna bahwa manusia sejak lahir hingga meninggal dunia penuh cobaan, berbuat dosa antara sesama manusia dan dosa kepada Tuhan.

Makna relegius tembang “Ilir-Ilir” juga dikemukakan oleh Karjono (1993:3). Menurut Karjono manusia yang telah menyadari kehidupannya di dunia selalu ingin dekat dengan Tuhan. Berbakti kepada Tuhan harus didasari pada tingkah laku utama sesuai dengan yang digariskan Tuhan. Tingkah laku utama itu adalah rila (rela) nrima (menerima apa adanya), sabar (sabar), temen (jujur), budi luhur (berbudi luhur).

Tafsiran sesuai dengan religi Islam dikemukan dengan jelas oleh S. Wardi. Menurut S. Wardi (Hutomo, 1988:129) ajaran

124

Page 125: Bahasa Indonesia Baku

Islam yang disyiarkan oleh para wali sudah mulai berkembang. Pada waktu itu para wali berpakaian hijau. Orang-orang yang belum memeluk agama Islam agar segera memeluk agama itu (menek blimbing). Walaupun licin hendaknya dipetik, sebab untuk membersihkan jasmani rokhani. Jasmani dan rokhani yang rusak hendaknya diperbaiki dengan jalan masuk agama Islam agar diterima di haribaan Tuhan. Kesempatan masih banyk hendaknya dipergunakan sebaik-baiknya. Tafsiran ini sama dengan tafsiran Umar Hasyim dalam buku dalam bukunya yang berjudul Sunan Kalijaga.

Di dalam tembang “Ilir-Ilir” memang tidak ada sepatah kata pun yang mengacu pada Tuhan atau agama. Kata-kata di dalam tembang “Ilir-Ilir” sangat umum, oleh karena itu menimbulkan banyak ketaksaan. Dalam menafsirkan tembang “Ilir-Ilir” seharusnya juga perlu dipehatikan bahwa tembang ini juga untuk konsumsi anak-anak. Apabila tembang “Ilir-Ilir” dimaknai seperti makna di atas tentu saja tidak akan dimengerti olehanak-anak.

Religi Islam dalam tembang dolanan bocah terdapat dalam tembang dolanan bocah yang menceritakan selama bulan puasa. Tembang ini tidak jelas judulnya, dan syairnya seperti berikut ini.

Suka-suka siswa pamulangan Jawasaben sasi pasa libure selapan dinadasar bisa pada netepi agama 2xwayah bengi gumarenggeng padha ngajimaca ngaji Quran wayah awan cegah mangancegah ngombe bukane ing wayah sore 2xdina bakda uwis leren nggone pasapadha ariaya seneng-seneng ati ragabingar-bingar mangan enak kongsi mlekar

Terjemahan:Suka-suka siswa sekolah Jawa

125

Page 126: Bahasa Indonesia Baku

setiap bulan puasa libur tiga puluh lima haridasar bisa menjalani perintah agama 2xweaktu malam bergeremang semua mengajimembaca mengaji Quran waktu siang mencegah makanmencegah minum berbuka di waktu sore 2xhari lebaran sudah selesai berpuasasemua berhari raya bersenang-senang jiwa ragabersenang-senang makan enak sampai kekenyangan

Tembang di atas menceritakan saat bulan puasa bagi anak-anak yang beragama Islam. Di dalam tembang tersebut anak-anak diajak untuk dapat menjalankan perintah agama dengan baik. Anak-anak diajak menjalankan salah satu rukun Islam, yang wajib dilakukan di bulan Romadhan, yaitu ibadah puasa. Di dalam ibadah puasa harus mencegah makan dan minum di siang hari. Di bulan puasa anak-anak harus banyak beribadah. Salah satu bentuk ibadah itu ialah membaca Al Quran di malam hari.

Apabila lebaran tiba, maka selesailah berpuasa. Tradisi di hari lebaran anak-anak dan masyarakat Islam selalu memakai baju baru. Mereka bersenang-senang setelah sebulan berpuasa, bersenang-senang jiwa dan raganya. Ini merupakan salah satu bentuk kegembiraan dan tradisi umat Islam setelah selama sebulan berpuasa. Mereka makan sehingga kekenyangan. Nyanyian di atas dinyanyikan dengan nada gembira. Nyanyian rakyat itu menjadi indah dan merdu dengan adanya rima akhir pada setiap baris.

Berbeda dengan tembang “Ilir-Ilir”, tembang di atas banyak mengandung kata-kata khusus, yaitu peristilahan di dalam Islam seperti pada kata bakda, pasa, riyaya, ngaji, Quran, ariaya. Kata-kata itu sudahmengarah kepada agama Islam, oleh karena itu tidak sulit mencernanya. Di dalam “Ilir-Ilir” kata-kata yang dipakai semuanya kata-kata umum, sehingga menimbulkan banyak tafsiran.

Parwatri Wahjono memberikan makna tembang “Ilir Ilir” yang mengandung unsur Hindu. Interpretasi yang dilakukan

126

Page 127: Bahasa Indonesia Baku

Parwatri Wahjono didasarkan pada interptretasi semiotis, linguistis, dan filologis. Menurut Parwatri (1997:18) makna tembang “Ilir Ilir” adalah supaya dapat mempergunakan waktu dengan baik, pada saat seperti pengantin baru karena berkah dari Tuhan, seperti manusia yang telah bersatu dengan Tuhan, dalam istilah kebatinan manunggaling kawula gusti, sepertibersatunya laki-laki dengan permpuan, seperti bersatunya keris dan sarungnya, yang dilambangkan dengan lingga dan yoni. Untuk bermasyarakat harus dapat menunjukkan wibawa pemimpin, sesuai dengan paham yang diakui pada saat diciptakan tembang “Ilir Ilir”.

Paham yang dianut masyarakat pada saat itu yaitu paham yang berupa konsep-konsep pikiran kejawen, yaitu kebudayaan asli pra Hindu, animisme, dinamisme, Hinduisme dan Budaisme. Menurut Parwatri, setelah masuknya Islam tembang “Ilir Ilir” diberi makna baru.

Karyono memberikan makna lagu “Ilir Ilir” sesuai dengan konsep kebatinan Jawa, yaitu manunggaling kawula gusti. Menurut karjono (1993:23) makna tembang “Ilir Ilir” orang yang sudah merasa sebagai makhluk Tuhan merasa cinta yang sangat kepada Tuhan, selalu ingindekat dengan-Nya. Untuk mencapai hal itu harus melalui tingkah laku utama. Tingkah laku utama itu rila, nrima, sabar, temen, budi luhur (rela, menerima, sabar, jujur, berbudi luhur).

b. Mantra dalam Tembang Dolanan Bocah

Mantra di dalam masyarakat masih dapat dijumpai hingga saat ini. Mantra dapat dimasukkan ke dalam unsur religius, karena pada hakekatnya mantra adalah sarana untuk menghubungkan dengan kekuatana yang tertinggi. Mantra diucapkan karna adanya suatu peintaan atau keinginan untuk tejadinya sesuatu, terjadinya suatu perubahan pada sesuatu, seperti dari seorang sakit menjadi sembuh, atau orang yang sehat menjadi sakit. Di Indonesia mantra dipakai untuk multifungsi, seperti supaya dikasihi atau dibenci, agar laris dagangannya, agar tidak terjadi atau agar terjadi hujan,

127

Page 128: Bahasa Indonesia Baku

agar tanamannya tumbuh subur, supaya selamat dalam perjalanan. Menurut Umar Junus ( 1985:133) mantra diharapkan mesti efektif, mempunyai akibat. Untuk menjadi efektif mantra mempunyai unsur sebagai berikut:

a. Terdiri dari rayuan dan perintah. Sesudah dirayu, yang gaibitu diperintah untuk melayani.

b. Dibentuk secara puitis dengan tak menggunakan kesatuan kalimat, tapi suatu expression unit, (kesatuan pengucapan) seperti dalam kaba, yang terdiri dari dua bagian yang seimbang.

c. Yang dipentingkan “keindahan bunyi”, sehingga yang penting di dalamnya ialah unsur bahasa yang kongkret, bunyi.

Bentuk mantra di dalam tembang dolanan bocah terdapat di dalam tembang untuk medatangkan angin dan agar laron (kelekatu) dapat terbang rendah seperti berikut ini.

cempe cempe undangna barat gedhetak opahi duduh tapenek kurang njupuka dhewe

Cempa-cempa undangna barat dawaTak opahi duduh telaNek kurang njupuka kana

Terjemahancempe cempe panggilkan angin besarkuberi upah kuah tapejika kurang ambil sendiri

cempa cempa panggilkan angin panjangkuberu upah kuah ketelajika kurang ambil di sana

128

Page 129: Bahasa Indonesia Baku

Cempe adalah nama untuk anak kambing. Mantra di atas adalah mantra untuk mendatangkan angin. Mantra itu biasa dinyanyikan oleh anak-anak yang bermain layang-layang. Jika tidak ada angin yang dapat membantu menaikan layang-layangnya, biasanya anak-anak menyanyikan tembang itu. Bentuk di atas memenuhi persyaratan mantra seperti yang dikemukakan oleh Umar Junus. Tembang mantra yang lain yang biasa dinyanyikan anak-anak seperti berikut ini.

ndhek erek dhuwur kencur aku endhek kowe dhuwur

Terjemahan:ndhek erek tinggi kencuraku pendek engkau tinggi

Di awal musim penghujan, biasanya kelekatu keluar beterbangan. Di Pagi hari anak-anak berlarian di tanah basah mengejar kelekatu (laron) yang beterbangan. Apabila ada kelekatu yang terbang tinggi, anak-anak menyanyikan mantra itu dengan harapan menjadi terbang rendah dan dapat ditangkap. Mantra yang biasa dinyanyikan anak-anak yang lain seperti berikut ini.

gok gok ling gok gok ling gok gok ling gok gok ling munia kaya sulinggok gok bang gok gok bang munia kaya trebang

Terjemahan:gok-gok ling gok gok ling gok gok ling gok gok ling berbunyilah seperti serulinggok gok bang gok gok bang berbunyilah seperti rebana

Mantram di atas ditembangkan ketika seorang anak membuat serunai dari batang padi. Sebelum ditemukan varietas unggul dulu tanaman padi usianya cukup panjang, mencapai hampir enam

129

Page 130: Bahasa Indonesia Baku

bulan. Batang padi lebih tinggi dan lebih besar, sehingga dapat dibuat dremenan atau terompet dari batang padi. Serunai itu dibuat seperti terompet dengan ditambah daun kelapa yang dibentuk seperti terompet. Terompet itu jika ditiup dapat mengeluarkan suara yang keras dan merdu. Permainan terompet ini biasanya dilakukan anak-anak sambil menjaga padi dari hama burung dan ayam. Berikut ini mantra untuk bulan yang tertutup awan agar segera bersinar terang. Mantra ini dinyanyikan oleh anak-anak saat bulan purnama, ketika sinar bulan menjadi suram karena tertutup awan.

nya lenga nya ucengnya lenga nya ucengdamarmu ndang sumeten

Terjemahan: inilah minyak inilah sumbuinilah minyak inilah sumbuminyakmu cepat nyalakan

Tembang dolanan di atas memang sesuai dengan unsur mantra yang dikemukakan oleh Umar junus. Umar Junus (1985: 135) menyatakan hakikat mantra sebagai berikut.

a. Ada bagian rayuan dan perintahb. Menggunakan kesatuan pengucapanc. Mementingkan keindahan bunyi dan permainan bunyid. ia sesuatu yang utuh, tak dapat dipahami melalui

pemahaman unsur-unsurnyae. Ia sesuatu yang tak dapat dipahami oleh manusia, sesuatu

yang misteriusf. Ada kecenderungan esetoris dari kata-katanya, atau ada

hubungan yang esetorisg. Terasa sebagai permainan bunyi belaka.

130

Page 131: Bahasa Indonesia Baku

Unsur rayuan dapat dilihat dalam bentuk pengulangan-pengulangan. Unsur rayuan dengan pola repetisi ini dapat dijumpai pada kata: cempe cempe, cempa cempa; dhuwur, gok gok ling, nya lenga nya uceng dan sebagainya. Mantra tersebut meskipun maknanya sulit dipahami, mengandung kesatuan sintaksis, kesatuan pengucapan. Keindahan bunyi terdapat pada rima dan irama yang dibentuk.

Yang unik dalam mantra adalah bahwa mantra di dalam sebuah kalimat tidak mempunyai hubungan makna, tetapi mempunyai hubungan sintaksis. Hal itu seperti pada kaimat cempe cempe undangna barat gedhe. Cempe adalah anak kambing. Antara cempe dan angin tidak ada hubungan makna. Artinya secara logika anak kambing tidak dapat memanggil angin. Tetapi seperti kata Umar Junus, mantra adalah sesuatu yang utuh yang tidak dapat dipahami unsur-unsurnya. Mantra tidak dapat dipahami oleh manusia, sesuatu yang misterius. Seperti pada kata gok gok ling gogok ling terasa sebagai permainan bunyi belaka. Yang penting dari mantra adalah akibatnya, bukan makna dari mantra itu.

Tembang “ilir Ilir” juga ada yang memaknai sebagai mantra. Dalam Serat Damarwulan (Wahjono,1994:18) ketika Damarwulan menjadi mayat karena gada besi kuning Minakjingga, dinyanyikan mantra oleh Dewi Sasmitaningrum dan Dewi Susilawati. Dalam naskah itu diceritakan setelah tembang kedua putri itu sampai pada penutup, surak. Damarwulan mulai bernafas lagi.

c. Makna Politik dalam Tembang Dolanan BocahDi dalam perkembangannya, tembang dolanan bocah tidak

hanya dimaknai dari makna yang sesuai dengan pola pikir bocah dan makna religi, tetapi juga ada yang menghubungkan dengan masalah politik. Hal ini seperti yang dilakukan oleh N. Asri terhadap tembang “Ilir Ilir”. N. Asri (Hutomo,1988:27) menyatakan bahwa ilir-ilir tandure wis sumilir mempunyai makna bahwa bangsa Indonesia telah merdeka pada 17 Agutus 1945.; tak ijo royo-royo negara Indonesia masih muda; dak sengguh

131

Page 132: Bahasa Indonesia Baku

penganten anyar = dikira menemukan kebahagiaan. Larik-larik selanjutnya dimaknai supaya diutamakan pewrsatuan untuk mengabdi kepada Ibu Pertiwi

Majalah Djaka Lodang (Hutomo, 1988:27) juga pernah memberikan penafsiran seperti penafsiran yang dikemukakan oleh N. Asri. Di dalam majalah ini tembang “Ilir Ilir” ini dimaknai abadilah proklamasi 17 Agustuas 1945. Negara Indonesia masih seperti pengantin baru, supaya diusahakan agar lebih sempurna, supaya diusahakan tercapainya adil makmur. Masih ada korupsi dan berebut kursi, harus diusahakan adanya persatuan dari sabang sampai Merauke untuk Ibu Pertiwi. Bangunlah, maju Indonesia untuk selamanya.

Dua penafsiran di atas sebenarnya terlalu mengada-ada, karena tembang “Ilir Ilir” sudah ada pada naskah kuna. Parwatri Wahjono (1994:18) mengutip bbait “Ilir Ilir” dari naskah kuna Serat Damarwulan seperti berikut.

ilir-ilir tandurira,ing wong sumilir mulya,ijo royo-royo ingsun sengguh,penganten anyar paduka

bocah angon-angon sami,peneken balimbing ika,sun karya musuh kampuhe,umitir ing manah radyan bedhah pepinggirira,mumpung gedhe wulanipun,mumpung jembar kalangannya

Dilihat dari kosa kata yang dipakai tembang di atas, terdapat beberapa kata yang cenderung memakai bahasa Jawa tengahan, seperti kata tandurira, ingsun, sun, karya. Hal ini membuktikan bahwa tembang “Ilir Ilir” merupakan tembang kuna. Tembang itu kemudian bahasanya disesuaikan dengan bahasa Jawa sekarang,

132

Page 133: Bahasa Indonesia Baku

karena masyarakat masih menyukai tembang itu. Suripan Sadi Hutomo (1988:123) menyatakan keraguannya bahwa tembang “Ilir Ilir” merupakan ciptaan pada zaman para wali, karena bahasa yang dipakai bahasa Jawa baru. Dengan kenyataan seperti kutipan di atas keragu-raguan Suripan Sadi Hutomo di atas tidak terbukti, karena ternyata ada tembang “Ilir Ilir” yang bahasanya memakai bahasa Jawa tengahan pada naskah kuna.

Tembang dolanan bocah yang lain yang dimaknai politik terdapat pada lagu “Dhungkul Sedhola-dhalu dhembleng”. Lagu ini mempunyai banyak variasi . Variasi twersebut misalnya pada larik pertama berbunyi: Dhungkul sedhola dhalu dhembleng; Dhungkul sedhola dhalu dhambleng; Dhungkul dhalu dhembleng; Dhempul talu tameng. Nama tokoh dalam tembang ini juga bervariasi, yaitu: Nalajaya, Anggajaya, Trunajaya. Versi Suripan sadi Hutomo adalah Trunajaya, sehingga syairnya menjadi seperti berikut.

Dhungkul sedhela dhalu dhamblengTrunajaya numpak celengTrunajaya ditelikung Ciyet ciyet Trunajaya dibebencet.

Terjemahan:Dhungkul sebentar dhalu dhamblengTrunajaya numpak celengTrunajaya ditelikungCiyet Ciyet Trunajaya dibebencet

Suripan Sadi Hutomo memberikan makna sindiran tentang pemberontakan Trunajaya pada tembang di atas (Hutomo,1988:134). Apabila syairnya seperti di atas, memang sesuai dengan kondisi Trunajaya. Menurut Babad Tanah Jawi (Anonim,1987:196) Trunajaya setelah menyerah kepada Mangkoerat, kemudian dibunuh. Apabila nama tokoh dalam tembang itu Anggajaya atau Nalajaya maka tentu ada legenda lain yang berkaitan dengan kedua tokoh itu.

133

Page 134: Bahasa Indonesia Baku

d. Makna Filosofis Tembang Dolanan Bocah Filosofis berasal dari kata filsafat. Filsafat adalah

pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, hukumnya (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa,1999:277). Makna filosofis di sini bersifat umum, terlepas dari makna religi. Makna filosofis dalam tembang dolanan bocah seperti terdapat dalam syair berikut ini.

Enthik enthik si temunggul patenanaGek dosane apaAja dhi, aja dhi, wong tuwa ala-ala malati

Terjemahan:Entik entik si temunggul bunuhlahDosanya apa Jangan dhik, jangan dhik orang tua meskipun jelek

menimbulkan dosa

Tembang tersebut mengajarkan bahwa kepada orang tua harus selalu hormat. Tembang itu dinyanyikan dengan cara menjadikan tokoh pada jemari kita, ibu jari, telunjuk, dan jari kelingking. Telunjuk memberi perintah kepada kelingking supaya membunuh jari tengah, namun ibu jari melarangnya sambil menngingatkan bahwa membunuh orang tua dapat menimbulkan dosa.

Makna filosofis tembang “E Dhayohe Teka” telah dikupas oleh Suwardi Endraswara. Syair tembang tersebut seperti berikut ini.

E dhayohe teka/ e gelarna klasa/e klasane bedhah/ e tambalen jadah/ e jadahe mambu/ e pakakna asu/ e asune mati/ e buwangen kali/ e kaline banjir/ e buwangen pinggir/ e pinggire lunyu/ e ayo dha mlaku

134

Page 135: Bahasa Indonesia Baku

Menurut Endraswara (1999:9) makna filosofis tembang di atas bahwa bayi yang lahir harus dididik. Di dunia tidak selalu enak, kadang-kadang mendapat masalah. Oleh karena itu orang tua harus menjaga agar anak menjadi bahagia. Di dalam menjaga dunia (mamayu ayuning bawana) harus memakai falsafah rukundan manunggal, manunggalnya cipta, rasa, karsa.

2. Fungsi Tembang Dolanan BocahTembang dolanan bocah adalah sastra lisan. Ada sembilan

fungsi sastra lisan, yaitu (1) sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai pengesahan kebudayaan, (3) sebagai alat pemaksa berlakunya norma sosial, (4) sebagai alat pendidikan anak, (5) untuk mencela orang lain, (6) sebagai bentuk hiburan, (7) untuk meningkatkan solidaritas kelompok, (8) sarana kritik sosial, (9) mengubah pekerjaan menjadi permainan. Berikut ini fungsi tembang dolanan bocah sebagai salah satu genre sastra Jawa.

a. Fungsi HiburanSemua tembang dolanan bocah mempunyai fungsi

menghibur, di samping fungsi yang lain. Hal itu disebabkan usia anak adalah usia bermain, sehingga dengan bentuk hiburan danpermainan dapat menjaga perkembanganjiwa anak dapat tumbuh wajar. Oleh karena itu banyak tembang dolanan yang menggambarkan keindahan, kecantikan, dan kemuliaan hati, seperti tembang tentang bunga, bulan, kupu-kupu, dan keindahan lingkungan. Untuk menimang anak balita, biasanya dinyanyikan tembang “Bulan Gedhe” dengan syair seperti berikut.

Mbulan-mbulan gedhe,ana santri menek jambe, ceblokna salining bae,sur teplok tiba bathuk melok-melok

Pada saat sampai penutup, biasanya orang yang menimang kemudian menggelitik anak balita di pangkuannya, sehingga

135

Page 136: Bahasa Indonesia Baku

tertawa tergelak-gelak. Tembang ini dinyanyikan pada malam hari di halaman ruumah saat bulan purnama. Seorang anak balita yang ditimang dengan nyanyianini berada di pangkuan.

Agar dapat dihayati dengan baik, seseorang menyanyikan tembang dolanan bocah dengan memanfaatkan anggota tubuhnya. Misalnya tembang “Kidang Talun” seperrti berikut ini.

Kidang talunmangan kacang talunmil kethemil mil kethemil si kidang mangan lembayung

Terjemahan:kijang talun

makan kacang alunmil kethemik mil kethemilsi kijang makan lembayung

Untuk mendukung suasana dan penghayatan dalam menyanyikan tembang ini disertai kedua tangan yang ditangkupkan, membuat bayang-bayang di tembok seperti kepala seekor kijang. Dengan menggerak-gerakkan jari kelingking, bayang-bayang kijang itu seperti sedang makan.

Sebagai bentuk hiburan, beberapa tembang dinyanyikan unrtuk mengiringi sebuah permainan, seperti tembang “Sluku-Sluku Bathok”, “Cublak-Cublak Suweng”, “Jamuran”. Tembang “Sluku-Sluku Bathok” dinyanyikan sambil duduk berselonjor kaki, ketika bernyanyi tangan digosok-gosokkan dari ujung hingga pangkal kaki. Tembang “Cublak-Cublak Suweng” dinyanyikan dengan cara salah seorang setengah tiduran menghadap ke bawah dikelilingi oleh teman-temannya. Dengan bernyannyi, anak-anak duduk mengelilingi temannya yang menelungkup. Anak-anak itu meletakkan tangannya yang menggenggam. Salah seorang mengedarkan sebuah benda pada genggaman tangan itu. Pada akhir nyanyian, orang yang tertelungkup harus menebak siapa yang

136

Page 137: Bahasa Indonesia Baku

menggenggam benda itu. Apabila salah, kembali telungkup lagi dan permainan dilanjutkan. Bila dapat menebak, orang yang tertebak harus menelungkup. Begitu seterusnya. Tembang “jamuran” memerlukan tempat yang lebih luas, karena tembang ini memakai permainan kejar-mengejar.

b. Sebagai Sarana Kritik Sosial dan SindiranSeperti yang telah disebutkan pada Kajian Pustaka, di antara

fungsi Sastra Lisan menurut Dundes adalah untuk sarana kritik sosial. Di dalam tembang dolanan bocah kritik sosial ini dapat sebagai peringatan untuk orang lain, untuk mencela, atau agar orang yang dikritik dapat memperbaiki kesalahannya. . Jenis kritik sosial di dalam tembang dolanan bocah seperti pada tembang “Menthok-Menthok” berikut ini.

menthok-menthok tak kandhani/Mung lakumu angisin-isini/mbokya aja ngetok/ana kandhang wae/enak-enak ngorok ora nyambut gawe/menthok menthok/mung lakumu megal-megol gawe guyu

Terjemahan:entok-entok kuberitahu/caramu berjalan memalukan/jangan

menampakkan diri/di dalam kandangasyik mengorok tidak bekerja/Entok-entok/hanya jalanmu megal-megol membuat tertawa

Tembang di atas merupakan kritik buat orang yang tidak tahu diri, dan suka bertingkah supaya diperhatikan orang lain. Padahal tingkah lakunya membuat orang lain tertawa. Tembang berikut ini juga merupakan sindiran.

Gandho lio them/gondhel anting-anting/dijak ora gelem/ditinggal gulung koming Terjemahannya: Gandho lio them /gondhel adalah anting-anting/diajak tidak mau/ditinggal berguling-guling

Tembang di atas merupakan sindiran terhadap anak yang manja. Sikap seorang anak manja memang sering merepotkan,

137

Page 138: Bahasa Indonesia Baku

diajak tidak mau, ditinggal juga tidak mau. Tembang dolanan anak berikut ini senada dengan tembang di atas.

KEMBANG PELEMBok awi kembang pelem kuntul biru saba dalemYa bapak, ya ndaraMesam mesem mesam mesemDijak gemang dipondhong gelem

Terjemahan:BUNGA MANGGABok awi bunga mangga burung kuntul biru berkeliaran di

rumahYa bapak, ya ndaraTersenyum senyum tersenyum senyumDiajak tidak maudigendhong mau

Apabila kita perhatikan semua uraian di atas, tembang dolanan bocah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tembang dolanan bocah yang memang murni untuk anak-anak dan tembang dolanan bocah yang juga menjadi konsumsi batin orang tua. Tembang dolanan bocah yangmurni untuk anak-anak bahasanya sangat sederhana, dan tidak banyak menimbulkan tafsiran seperti tembang “Bulan Gedhe”, “Kidang Talun”, “Sasi Pasa”, “Padang Bulan” dan sebagainya. Tembang dolanan bocah yang juga menjadi konsumsi orang tua bahasanya cukup rumit, dan banyak menimbulkan tafsiran atau menimbulkan ketaksaan. Contoh tembangsemacam ini seperti “Ilir-Ilir”, “Dempo”, “Cempa” dan sebagainya. Tembang dolanan bocah sebagai warisan budaya bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak-anak, oleh karena itu perlu diupayakan untuk melestarikan tembang dolanan ini.

3. Nilai Edukatif Tembang Dolanan Bocah

138

Page 139: Bahasa Indonesia Baku

Pendidkan anak dapat ditempuh dengan dua cara, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal dilakukan di sekolah-sekolah, sedang pendidikan non formal dilakukan di tengah keluarga dan di tengah masyarakat. Pendidikan di tengah keluarga dan di tengah masyarakat biasanya dilakukan secara tidak langsung, dan melalui perilaku anak sehari-hari. Apabila seorang anak berperilaku tidak baik, biasanya orang tua atau masyarakat langsung menegur dan mengarahkannya. Atau memberi sanksi deduai dengan sanksi yang berlaku di tengah masyarakat tersebut. Misalnya seorang anak yang sering berbuat tidak baik kepada teman-temannya akan dikucilkan oleh teman-temannya. Dari pengalaman itu, anak-anak dapat belajar ke arah hal-hal yang positif.

Pendidikan anak dapat juga dilakukan melalui media tembang dolanan. Hal itu disesuaikan dengan usia anak-anak yang masih suka bermain. Dengan bermain, secara tidak langsung anak-anak dapat menyerap unsur-unsur pendidikan. Salah satu bentuk permainan aanak-anak adalah tembang dolanan. Pentingnya tembang dolanan sebagai sarana pendidikan disadari oleh Gubernur Jawa Timur pada zaman Belanda. Menurut Trimo S.M. (1984:19) Ch. O van der Plas pada saat menjadi Gubernur Jawa Timur memberi instruksi kepada semua sekolah Angka II (2e Inlandschool) supaya mengajarkan tembang dolanan kuna dengan cara menggali dari daerahnya sendiri-sendiri. Di samping itu pemerintah Belanda (Dep O&E) juga mengeluarkan buku metode lelagon.

Tembang Enthik-enthik si penunggul patenana seperti telah dikutip di atas juga mengandung nolai edukatif di samping unsur filosofis. Contoh lain tembang dolanan bocah yang mengandung unsur pendidikan seperti berikut ini.

PRING CELUMPRINGprawane nini Saridincilik-cilik njaluk kawingedhe-gedhe njaluk pegat

139

Page 140: Bahasa Indonesia Baku

utange kebo sajagatnyaur siji tinggal minggat

Tembang di atas di samping mangandung unsur kritik sosial juga mengandung unsur pndidikan, supaya perempuan tidak menikah di usia dini. Demikian juga di dalam menyelenggarakan perhelatan perkawinan tidak perlu diselenggarakan secara besar-besaran dengan cara berhutang ke sana-sini. Akibat pernikahan terlalu dini dan perhelatan besar-besaran dengan cara berhutang akibatnya seperti keluarga Nini Saridin. Oleh karena itu masyarakat diharapkan jangan menirunya.

Unsur pendidikan dalam tembang dolanan yang lain seperti terdapat dalam tembang “Tatanya”. Tembang ini merupakan bagian dari cerita rakyat Bawang Merah Bawang Putih, yaitu ketika Bawang Putih mencari popok dan beruk yang hanyut saat mencici di kali. Tembang ini berbentuk dialog dengan syair seperti berikut ini.

TATANYAkang kakang sing ngguyang jaransampeyan wau napa sumerep popok beruk keliora ndhuk, takona sing ngguyang sapikang kakang sing ngguyang sapisampeyan wau napa sumerep popok beruk kelipopoke limaran nggih punikaora ndhuk, takona Nyai Buta Ijo.

Terjemahan:BERTANYAkang kakang yang memandikan kudasampeyan tadi apa tau popok beruk hanyuttidak nak, tanyalah yang memandikan sapikang kakang yang memandikan sapisampeyan tadi apa melihat popok beruk hanyutpopoknya yaitu limarantidak nak, tanyalah nyai Buta Ijo.

140

Page 141: Bahasa Indonesia Baku

Untuk memahami isi tembang dolanan di atas tidak akan dapat dilakukan tanpa memahami cerita Bawang Merah Bawang Putih. Pada intinya dalam tembang itu terkandung ajaran bahwa seorang gadis harus berani menderita dulu demi kebahagiaan yang akan datang. Bawang putih yang hidup menderita tersia-sia akhirnya hidup bahagia setelah mendapat hadiah harta benda dari Nyai Buta Ijo.

Selain “Bawang Merah Bawang Putih” cerita rakyat lain yang disertai dengan nyanyian ialah dongeng “Andhe-Andhe Lumut”. Larik awal tembang ini berbunyi seperti berikut: Ndhe Andhe Si Andhe_Andhe Andhe Lumut/Tumuruna ana putri kang ngunggah-unggahi (Ndhe Andhe Si Andhe Andhe Andhe Lumut/Tumrunlah ada putri yang sedang melamar) Menurut Danandjaja (1986:471) dongeng “Andhe-Andhe Lumut” bertipe Cinderella dan tersebar di Nusantara. Tembang dolanan dari cerita “Andhe-Andhe Lumut” ini di samping mengajarkan agar wanita brani menderita telebih dahulu, juga mengajarkan agar wanita dapat menjaga keperawanannya. Kleting Abang dan Kleting Ijo tidak diterima oleh Andhe-Andhe Lumut karena sudah dixcium oleh Yuyu Kangkang.

Untuk mendidik anak agar rendah hati, tidak sombong dngan tembang dolanan bocah “Jago Kate”. Tembang ini menceritakan seekor ayam jantan kate yang sombong, tetpi ketika dilempar batu berlali dan menyembunyikan diri, tidak berani sombong lagi. Di dalam masyarakat Jawa ada ungkapan “jago kate wanine neng omahe dhewe” (ayam jantan kate beraninya di rumah sendiri) untuk orang yang sombong tetapi sebnarnya penakut. Berani dengan siapa saja di rumahnya sendiri, tetapi di luar rumah penakut.Ayam kate adalah jenis ayam yang lebih kecil dari ayam kebanyakan, yang jantan sangat aktif dan suka berkokok, tetapi tidak dapat dijadikan ayam aduan. “Jago Kate” mendidik anak agar tidak sombong dan penakut. Dibalang watu bocah gundul/ keok kena telihe/jranthal pelayune/mari umuk mari ngece/si akte

141

Page 142: Bahasa Indonesia Baku

katon yen liwung (dilempar batu anak gundul/keok kena temboloknya/jranthal larinya/ tidak berani lagi sombong tidak berani lagi mengejek/si kate kelihatan bingung).

Tembang “Kembang Jagung” juga berfungsi sebagai sarana pendidikan anak. Tembang ini mengajarkan kepada anak untuk berani, dan bersikap satriya. Kutipan dari tembang ini sebagai berikut:

Kembang jagung omah kampung pinggir lurung/jejer telu sing tengah bakal omahku/cempa munggah guwa/medhun nyang bonraja/methik kembang slaka dicaosna kanjeng rama/maju kowe tatu/mundur kowe ajur/tokna sabalamu ora wedi sudukanmu/iki lo dhadha satriya/iki lo dhadha Janaka

Terjemahan:Kembang jagung rumah kampung pinggir jalan/berjajar tiga yang tengah calon rumahku/cempa naik goa/turun ke kebunraja/memetik bunga slaka diserahkan ayah/maju engkau luka/mundur engkau hancur/keluarkan semua teman-temanmu tidak takut tusukanmu/ ini lo dasda satria/ini lo dada Janaka

Pulau Jawa yang agraris menimbulkan tembang dolanan tentang petani. Syair tembang itu sebagai berikut: Paman-paman tani utun den emut/aja age-age nyebar srantekna den sabar/yen udan tumurun/sebaren den thukul mesthi babar/becik banget thukulane 2x.

Terjemahan bebas tembang di atas: Paman-paman petani ingatlah/jangan segera menyebar/tunggu dengan sabar/ jika hujan sudah turun/sebarlah pasti tumbuh dengan baik/baik sekali tumbuhnya 2x

Meskipun tembang di atas ditujukan kepada petani, namun sebenarnya tembang itu lebih tepat sebagai pendidikan untuk anak-anak tentang bekajar bertani. Kalau tembang itu oleh anak-anak

142

Page 143: Bahasa Indonesia Baku

ditujukan pada orang tua, hal itu tidak mungkin karena para orang tua pasti sudah tahu kapan menyemai benih.

IV. Simpulan/PenutupTembang Dolanan bocah bukan sekedar sarana untuk

hiburan anak-anak, tetapi mempunyai fungsi dan makna. Meskipun tembang dolanan bocah merupakan konsumsi anak-anak, namun ternyata tembang itu sebenarnya tidak hanya ditujukan kepada anak-anak.Tembang dolanan bocah juga dapat dinikmati orang tua. Dari segi bahasa, tembang dolanan bocah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tembang dolanan bocah yang memakai bahasa yang lugas dan tidak memerlukan penafsiran yang dalam. Tembang seperti ini adalah tembang yang diciptakan khusus untuk anak-anak. Kedua adalah tembang dolanan bocah yang bahasanya simbolis, penuh ketaksaan dan sulit dicerna maknanya.

Tembang dolanan bocah mengandung makna relegius, makna mantra, makna politik, dan makna filoosofis. Unsur religi yang terdapat dalam tembang dolanan bocah adalah religi Pra-Hindu, Hindu dan Buda, serta religi Islam. Di samping itu masih ada lagi tembang dolanan bocah yang mempunyai makna mantra. Tembang semacam ini seperti pada tembang “Cempe” dan “Ndhek Erek Dhuwur Kencur”. Unsur politik seperti yang terdapat pada tembang “Dhungkul Sedhela Dhalu Dhembleng”.

Di samping makna religi, mantra, dan politik tembang dolanan bocah juga mempunai makna filosofis seperti pada tembang “Enthik Enthik Si Temunggul Patenan” dan “E Dhayohe Teka”. Makna filosofis tersebut diantaranya bahwa seorang anak harus menghormati orang tua padha tembang “Enthik Enthik…”, dan manusia harus mamayu ayuning bawana pada tembang “E Dhayohe Teka”.

Fungsi tembang dolanan bocah di samping sebagai sarana hiburan anak juga sebagai sarana pendidikan anak serta sarana kritik sosial dan sindiran. Sebagai bentuk hiburan, beberapa

143

Page 144: Bahasa Indonesia Baku

tembang dolanan dipakai untuk mengiringi permainan atau tari-tarian.

Sebagai sarana pendidikan, tembang dolanan anak dapat untuk menanamkan sikap pada anak agar berani, bersikap jujur, dan berjiwa satriya, serta hemat tidak boros, tidak takut menderita.. Tembang Dolanan Bocah sebagai sarana kritik sosial dan sindiran bertujuan untuk mencela orang lain, sebagai peringatan, atau agar orang agar orang yang dikritik dapat memperbaiki kealahannya. Hal itu muncul dalam tembang "Menthok-Menthok. "Gandolio Them"” dan "Kembang Pelem”

Tembang dolanan bocah penting untuk sarana pendidikan anak serta masyarakat. namun pada zaman penjajahan, Pemerintah Belanda sebagai penjajah merasakan betapa perlunya tembang dolanan bocah diajarkan di tingkat SD, sehingga Ch. O. van der Plas sebagai Gubernur Jawa Timur memberikan instruksi agar tembang dolanan diajarkan di tengkat Sekolah Angka Loro (SD) pada waktu itu. Tetapi saat ini masyarakat Jawa sendiri justru melupakannya. Mengingat pentingnya fungsi dan makna Tembang Dolanan Bocah, materi itu perlu diajarkan lagi dalam pelajaran sastra atau kesenian untuk muatan lokal bahasa daerah (Jawa).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1987. Babad Tanah Jawi: De Prozaversie van Ng. Kertapradja ingeleid door J.J. Ras. Dordrecht-Holland; Foris Publication.

144

Page 145: Bahasa Indonesia Baku

Danandjaja, James. 1986. “Andhe-Andhe Lumut: Dongeng Sinderela Jawa yang Mempunyai Nilai Pedagogis”. Dalam Kesenian, Bahasa dan Foklor Jawa. Yogyakarta: Dirjen Kebudayaan Depdikbud.

______________. 1994. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: Grafiti.

Endraswara, Suwardi. 1999. Lagu Dolanan: Wewadining Uripe Wong Jawa?. Dalam Jaya Baya. Surabaya, 1 Agustus 1999.

Harjawiyana, Haryana. 1986. “Bentuk Ulang dalam Nyanyian rakyat Jawa”. Dalam Kesenian, Bahasa dan Foklor Jawa. Editor Sudarsono. Yogyakarta: Dirjen kebudayaan Depdikbud.

Hutomo, Suripan Sadi dan Setyo Yuwono Sudikan. 1988. Problematik sastra Jawa: Sejumlah Esei Sastra Jawa Modern. Surabaya: IKIP Surabaya.

Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi sastra Lisan. Surabaya: Hiski Jawa Timur.

______________. 1996. “Tembang Dolanan Bocah Saka Blora”. Dalam Jaya Baya. Surabaya 2/LI, 8 September 1996.

______________. 1998. Kentrung Warisan Tradisi Lisan. Malang. Mitra Alam Sejati.

______________. 1999. Filologi Lisan: Telaah Teks Kentrung. Lautan Rezeki.

Junus, Umar. 1985. Dari Peristiwa ke Imajinasi: Wajah Sastra dan Budaya Indonesia. JaKARTA: Gramedia.

145

Page 146: Bahasa Indonesia Baku

Karjono. 1993. “Werdining Tembang Ilir-Ilir”. Dalam Jaya Baya. Surabaya, 3 Oktober 1993.

Keluarga Karawitan Studio RRI Surakarta. Tanpa Tahun. Kupu Kuwi. Kaset Rekaman. Surakarta: Lokananta Recording.

Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Supanto. 1986. “Foklor sebagai Sumber Informasi Kebudayaan Daerah”. Dalam Kesenian, Bahasa dan Foklor. Editor Sudarsono. Yogyakarta: Dirjen Kebudayaan Depdikbud.

Supratno, Haris. 1998. “Transformasi Cerita Dewi Rengganis dalam Naskah ke dalam Pertunjukan Wayang sasak: Sebuajh Kajian sastra Bandingan””Laporan Penelitian. Surabaya: IKIP Surabaya.

Suryohatmodjo. 1979. “Ngudi Dolanan Ilir-Ilir”. Dalam Jaya Baya. Surabaya, 6 Agustus 1979.

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Trimo S.M. 1984. “Lelagon Dolanan” Dalam Jaya Baya. Surabaya, 12 Februari 1984.

Wahjono, Parwatri. 1994. Ilir-Ilir Satunggaling Folklor Jawi. Dalam Jaya Baya, 10 Juli 1994.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

146

Page 147: Bahasa Indonesia Baku

147