Bahasa Arab & Pembelajarannya Isiidr.uin-antasari.ac.id/9179/1/Bahasa Arab & Pembelajarannya...

284
Ahmad Muradi, S.Ag., M.Ag. BAHASA ARAB DAN PEMBELAJARANNYA DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK Editor: Muhaimin M.A. PUSTAKA PRISMA YOGYAKARTA 2011

Transcript of Bahasa Arab & Pembelajarannya Isiidr.uin-antasari.ac.id/9179/1/Bahasa Arab & Pembelajarannya...

  • i

    Ahmad Muradi, S.Ag., M.Ag.

    BAHASA ARAB DANPEMBELAJARANNYA

    DITINJAU DARIBERBAGAI ASPEK

    Editor:

    Muhaimin M.A.

    PUSTAKA PRISMAYOGYAKARTA

    2011

  • ii

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    BAHASA ARAB DAN PEMBELAJARANNYADITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK@Ahmad Muradi, S.Ag., M.Ag.Pustaka Prisma, Yogyakarta 2011

    All right reserved

    Hak cipta dilindungi oleh undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isibuku ini dengan cara apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit

    xvi + 268 Halaman; 14 x 21 cmISBN:ISBN13:

    Editor : MuhaiminRancang Sampul : Agung IstiadiPenata Isi : Agvenda

    PenerbitPUSTAKA PRISMASuryowijayan MJ 1/406Yogyakartae-mail: [email protected]. 085 220 553 550

    Cet. I: Januari 2011

    Diterbitkan pertama kali oleh:PUSTAKA PRISMA YOGYAKARTA@Hak cipta dilindungi Undang-undang

  • iii

    Pengantar Dekan FakultasTarbiyah

    IAIN Antasari BanjarmasinProf. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M. Ag

    Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta Alam. Salawatdan salam semoga selalu tercurah kepada NabiMuhammad Saw. Seorang suri tauladan dan rahmat bagi serusekalian alam. Salawat dan salam semoga tercurah pulakepada keluarga, sahabat dan pengikut Nabi Saw. Amin

    Tidak diragukan lagi bahwa keberadaan bahasa sangatpenting bagi kehidupan manusia. Di samping sebagai alatkomunikasi, bahasa memiliki peran penting dalam arusglobalisasi. Dengannya, manusia dapat berinteraksi denganmanusia dibelahan bumi yang lain. Oleh karenanya,pembelajaran bahasa menjadi starting point dalam penguasaanbahasa tertentu.

    Secara global, pembelajaran bahasa Arab mengalamitantangan. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh non-Arab, tetapijuga bagi orang Arab. Masyarakat secara umum cenderungberlomba-lomba menguasai bahasa Inggris ketimbang bahasaArab, sebab orientasi mereka mengarah kepada ’masa depan’dan kebutuhan masa depan. Bahasa Arab dianggap tidak

  • iv

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    memiliki ’masa depan cerah’. Maka, untuk menjawab prob-lem ini diperlukan suatu visi dan tindakan progresif untukmengembalikan fungsi dan peran bahasa Arab. Ia tidak hanyasebatas sebagai bahasa agama, namun lebih jauh sebagaibahasa komunikasi dunia.

    Mengkaji pembelajaran bahasa Arab tidak sebatasmengkaji strategi-strategi dan metode-metode pembelajaransaja, namun aspek-aspek yang berkaitan dari semuanya jugahendaknya dikaji secara mendalam. Misalnya aspek jenjangpembelajaran bahasa Arab, tujuan yang ingin dicapai darisetiap jenjangnya dan juga orientasi kekinian yangdibutuhkan oleh para pembelajar.

    Yang tidak kalah penting dalam mengkaji pembelajaranbahasa Arab adalah bagaimana memenej atau mengelola danmerencanakan suatu kurikulum bahasa Arab yang sesuaidengan kebutuhan para pembelajar termasuk orientasi ’masadepan’ mereka dalam tuntutan kehidupan dikemudian hari.Sehingga dari pengelolaan dan perencanaan yang matang akanmenghasilkan pendekatan, metode, strategi, dan teknik yangtepat untuk menjawab problem yang ada.

    Terbitnya buku yang berjudul: “Bahasa Arab danPembelajarannya Ditinjau dari Berbagai Aspek” karya saudaraAhmad Muradi, M. Ag patut mendapatkan sambutan.Semoga dapat memberikan manfaat dan inspirasi untukperkembangan dan kemajuan di bidang pendidikan bahasaArab.

    Banjarmasin, Januari 2011

    Dekan,

    ttd

    Prof. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M. Ag

  • v

    KATA PENGANTARPENULIS

    Alhamdulillah, buku “Bahasa Arab dan PembelajarannyaDitinjau dari Berbagai Aspek” dapat diterbitkan. Bukuini merupakan kumpulan makalah penulis semasa mengikutiprogram S3 konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab padaPascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana MalikIbrahim Malang ditambah dari tulisan penulis yang sebagianbesar telah dimuat diberbagai jurnal diberbagai PerguruanTinggi Islam.

    Penamaan judul buku ini terinspirasi dari bukunya BapakProf. Dr. Harun Nasution, MA (alm) yang berjudul: “Islamditinjau dari berbagai aspek”. Dari sini muncul pertanyaan,’mengapa bisa demikian? Untuk menjawab pertanyaan ini,penulis mempunyai alasan bahwa sejak penulis menimbailmu di IAIN Antasari Banjarmasin, buku-buku filsafat Is-lam –boleh dikatakan- mayoritas merujuk pada buku yangditulis oleh Bapak Prof. Dr. Harun Nasution, MA. Sehinggapenulis merasa tidak asing terhadap sosok dan sejarahperjuangan beliau dalam pendidikan di Perguruan TinggiAgama Islam termasuk buku-buku yang beliau tulis.

  • vi

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    Juga yang menjadi pertimbangan dengan dipilihnya judulbuku ini adalah semua pembahasan dalam buku inimerupakan aspek-aspek penting (meski belum bisa dikatakankomprehensif) dalam ’wujud’ bahasa Arab dan pembelajaran-nya.

    Buku ini diawali dengan pembahasan mengenai bahasaAlquran dalam perspektif politik kekuasaan. Bab ini berisihubungan yang signifikan antara politik dan kekuasaandengan bahasa yang berlaku pada saat itu. Kondisi psikologisdan kultur yang berperan penting terpilihnya bahasa ArabQuraisy sebagai suku terkemuka di jazirah Arab. Jadi bolehdikatakan bahwa Alquran mencerminkan pedoman yanghumanis sehingga ia selalu dapat diterima bagi kehidupanmanusia sampai kapanpun.

    Selanjutnya pembahasan diarahkan kepada pengaruhterm-term filsafat terhadap bahasa Arab. Aspek yangmenonjol adalah kemunculan ’istilah baru’ dalam bentuk(syakal) dan isi (madhmun) bahasa Arab.

    Bab ketiga berbicara mengenai level atau jenjang dalampembelajaran bahasa Arab. Pendapat yang dimunculkandalam pembahasan ini adalah Ali al-Hadidi, Thu’aimah danlembaga-lembaga penyelenggara pembelajaran bahasa Arabdi Timur Tengah.

    Jenjang pembelajaran berkaitan dengan penetapantujuan pembelajaran itu sendiri. Oleh karenanya, bab empatberbicara tentang tujuan pembelajaran bahasa asing terutamabahasa Arab di Indonesia. Bahasa Arab sebagai bahasa agamaberperan penting dalam pemahaman terhadap teks-tekskeagamaan, namun tuntutan global menghendaki bahwabahasa tidak sekedar pemahaman, tetapi merambah kepadakemampuan komunikatif. Sehingga tujuan-tujuan

  • vii

    pembelajaran bahasa Arab yang tercantum dalam kurikulumsekolah di Indonesia selalu ’diperbaharui’.

    Dalam penetapan tujuan pembelajaran bahasa Arabdiperlukan suatu perencanaan yang matang yang bersumberdari kebutuhan dan tuntutan peserta didik, maka pengelolaanterhadap kurikulum bahasa Arab mutlak diperlukan. Sebabdalam tahapannya akan ditetapkan apa saja yang akan dicapaibagi peserta didik setelah mereka menyelesaikanpembelajaran bahasa tersebut. Inilah yang dibahas dalam bablima.

    Pada bab enam akan dibahas mengenai karakteristikpeserta didik dalam pembelajaran secara khusus atau yangdisebut dengan gaya belajar. Hal ini menjadi penting bagipendidik untuk mengetahui gaya belajar peserta didik danjenis-jenis, sehingga paling tidak dapat membantu pendidikdalam memilih pendekatan, metode, strategi, dan tekniksesuai dengan materi ajar yang disampaikan.

    Selanjutnya bab tujuh berbicara tentang metode praktisbagi peserta didik pemula dalam pembelajaran empatketerampilan berbahasa. Metode yang dimaksud adalahmetode drill atau latihan siap.

    Keterampilan keempat dalam pembelajaran bahasa Arabadalah kitabah, menulis, atau disebut pula insya (mengarang).Keterampilan menulis adalah keterampilan terakhir dari tigayang lain (menyimak, berbicara, dan membaca) sehinggasemua materi bahasa sebelumnya akan dituangkan dalamtulisan. Maka berbeda dengan ketiga keterampilan yang lain,menulis memiliki pendekatan, metode, strategi, dan teknikyang lain. Inilah yang dibahasa pada bab kedelapan.

    Bab terakhir, bab kesembilan membahas ilmu ma’anisebagai salah satu cabang dalam ilmu balaghah (selain lmu

    Kata Pengantar Penulis

  • viii

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    bayan dan ilmu badi’). Tujuan penulisan bab kesembilan iniadalah memberikan wacana yang lebih luas bahwapembelajaran balaghah dalam hal ini ilmu ma’ani bisa berjalanaktif sebagai pembelajaran bahasa yang lain. Maka dalamtulisan ini ditawarkan metode apa saja yang memungkin dapatdipergunakan yang disertai dengan evaluasi. Pemilihanmetode yang dimaksud berdasarkan pada ’karakter materi’dalam ilmu ma’ani berupa desain konten.

    Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasihkepada Bapak Prof. Dr. H. Saifuddin Sabda, M.Ag. selakuDekan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin yangberkenan memberikan kata pengantar sekaligus katasambutan terhadap terbitnya buku ini.

    Juga diucapkan terima kasih kepada segenap dosen-dosen penulis pada program S3 konsentrasi PendidikanBahasa Arab pada Pascasarjana Universitas Islam NegeriMaulana Malik Ibrahim Malang, yaitu bapak Prof. Dr. H.Muhaimin, MA., bapak Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA., bapakDr. H. Sa’ad Ibrahim, MA., bapak Prof. Dr. Moh. Ainin,M.Pd., bapak Dr. H. Torkis Lubis, DESS., bapak Dr. H.Syuhadak, MA., ibu Dr. Hj. Sutiah, M. Pd., bapak Prof. Dr.H. Dimiati Achmadin, MA., bapak Dr. H. Afifuddin D, MA.,bapak Prof. Dr. Syaikhon, MA. (Sudan), dan bapak Prof. Dr.Moh. Ali al-Kamil, MA. (Sudan). Tanpa mereka, penulisbelum mengenal lebih jauh mengenai aspek dan ruanglingkup bahasa Arab dan pembelajarannya, semogapengajaran, ilmu dan kebaikan mereka mendapatkan pahalayang berlipat ganda dari Allah Swt.

    Dalam kesempatan ini, penulis juga haturkan kepadabapak Muhaimin, M.A. sebagai editor, atas bantuannyadiucapkan terima kasih. Selain itu, tidak lupa penulis

  • ix

    sampaikan terima kasih juga kepada Pustaka PrismaYogyakarta yang telah bersedia menerbitkan buku ini.Semoga buku ini bisa bermanfaat, baik bagi penulis sendirimaupun para pihak berkepentingan. Amin ya rabbal‘alamin!

    Malang, Januari 2011

    Penulis

    Ahmad Muradi

    Kata Pengantar Penulis

  • x

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

  • xi

    DAFTAR ISI

    PENGANTAR DARI DEKAN ..................................... iiiKATA PENGANTAR .................................................... vDAFTAR ISI ................................................................. xiDAFTAR TABEL .......................................................... xv

    BAB IBAHASA AlQURAN DALAM PERSPEKTIFPOLITIK KEKUASAAN ................................................ 1

    A. Pendahuluan .......................................................... 1B. Politik dan Kekuasaan ............................................. 6C. Bahasa Arab Dalam Rumpun Semit ...................... 11D. Sejarah Turunnya Al-Qur’an;

    Aspek Sosio-Kultural ............................................ 13E. Bahasa Al-Qur’an dan Politik Kekuasaan

    Suku Quraisy; Sebuah Analisis ............................. 16F. Penutup................................................................ 22

    BAB IIPENGARUH TERM FILSAFATTERHADAP BAHASA ARAB(ASPEK SYAKAL DAN MADHMUN) .......................... 23

    A. Pendahuluan ........................................................ 23B. Term Filsafat Aspek Syakal dan Madhmun .............. 26

  • xii

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    C. Dimensi Term Filsafat .......................................... 45D. Penutup ............................................................... 50

    BAB IIIMODEL-MODEL PEMBAGIAN LEVELPEMBELAJARAN BAHASA ARAB ........................... 53

    A. Pendahuluan ........................................................ 53B. Tujuan Penulisan .................................................. 57C. Kajian Teori Yang berkaitan dengan

    Faktor-Faktor Yang Diperhatikan DalamPembelajaran Bahasa ............................................ 58

    D. Model-Model Pembagian Level PembelajaranBahasa Arab dan Analisisnya ................................ 68

    E. Penutup ................................................................ 87

    BAB IVAHDAF TA’LIM AL-LUGAT AL-AJNABIYYAHWA AL-’ARABIYAH FI INDONESIA ............................. 89

    A. Al-Tamhid .............................................................. 89B. Al-Ahdaf Mashadiruha wa Syuruthuha ..................... 91C. Al-Lugah al-’Arabiyah Ka Lugah Ajnabiyah

    Fi Indonesia ............................................................ 94D. Ta’lim al-Lugah al-’Arabiyah Fi al-Madrasah

    al-Islamiyah wa al-Madrasah al-’Ammah QablaManhaj 1994M ...................................................... 99

    E. Ta’lim al-Lugah al-’Arabiyah Fi al-Madrasahal-Tsanawiyah al-’Ammah Wa al-Islamiyah Fi Manhaj1994 M, wa 2004 M, wa Manhaj al-Wihdahal-Dirasiyah ......................................................... 100

    F. Manhaj al-Wihdah al-Dirasiyah Li al-Madrasahal-Tsanawiyah al-’Ammah Wa al-Islamiyah 2006 M:Maddah al-Lugah al-’Arabiyah ............................... 104

  • xiii

    G. Manhaj al-Lugah al-’Arabiyah Fi al-Madarisal-Islamiyah al-Mu’assasah ’Ala Nizham al-Wizarahal-Syu’un al-Diniyah al-Raqm 2 Sanah 2008 M ....... 106

    H. Al-Bahts .............................................................. 108I. Al-Khitam ........................................................... 110

    BAB VMANAJEMEN PERENCANAAN KURIKULUMBAHASA ARAB ........................................................ 111

    A. Pendahuluan ...................................................... 111B. Definisi Istilah .................................................... 115C. Manajemen Perencanaan Kurikulum

    Bahasa Arab ....................................................... 120D. Penutup.............................................................. 144

    BAB VIPEMBELAJARAN KETERAMPILANBAHASA ARAB DALAM PERSPEKTIF GAYABELAJAR PESERTA DIDIK ...................................... 147

    A. Pendahuluan ...................................................... 147B. Pembelajaran Bahasa Arab .................................. 151C. Tujuan Pembelajaran Keterampilan Bahasa Arab . 168D. Gaya Belajar Peserta Didik .................................. 171E. Aplikasi Pembelajaran Keterampilan Bahasa Arab

    dalam Perspektif Gaya Belajar Peserta Didik ........ 175F. Penutup.............................................................. 180

    BAB VIIPELAKSANAAN METODE DRILL(LATIHAN SIAP) DALAM PEMBELAJARANBAHASA ARAB ........................................................ 181

    A. Pendahuluan ...................................................... 181

    Daftar Isi

  • xiv

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    B. Kajian Tentang Metode drill (latihan Siap) ........... 184C. Pelaksanaan Metode Drill (Latihan Siap) Dalam

    Pembelajaran Bahasa Arab .................................. 189D. Penutup.............................................................. 197

    BAB VIIISELUK BELUK INSYA (MENGARANG)BAHASA ARAB DAN PEMBELAJARANNYA ....... 199

    A. Pendahuluan ...................................................... 199B. Pengertian dan Ruang Lingkup Insya .................. 202C. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam

    Memilih Metode/Teknik ..................................... 209D. Metode/teknik Pengajaran Insya ......................... 211E. Penutup.............................................................. 220

    BAB IXPEMBELAJARAN BALAGHAH (ILMU MA’ANI)DI PERGURUAN TINGGI ....................................... 223

    A. Pendahuluan ...................................................... 223B. Kajian Pustaka dan Materi Pokok Ilmu Ma’ani ..... 230C. Metode Pembelajaran Balaghah (Ilmu Ma’ani) ..... 233D. Evaluasi Pembelajaran Ilmu Ma’ani ..................... 247E. Penutup.............................................................. 252

    DAFTAR PUSTAKA .................................................. 255TENTANG PENULIS ................................................ 267

  • xv

    DAFTAR TABEL

  • xvi

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

  • 1

    BAB IBAHASA ALQURAN DALAM

    PERSPEKTIF POLITIKKEKUASAAN

    A. Pendahuluan

    Kitab suci agama Islam adalah Al-Qur’an. Kata al-Qur’anberasal dari bahasa Arab yaitu qara’a, yaqra’u, qira’atan,qur’aanan yang berarti bacaan. Kata qara’a tidak hanya berartimembaca, tetapi juga berarti memahami, merefleksi,merenung, berfikir dan mengambil i’tibar. Kata Al-Qur’anbiasanya digandeng dengan kata al-Karim, mulia sehinggamenjadi Al-Qur’an al-Karim atau bacaan yang mulia. Ia adalahmukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad Saw.

    Kajian terhadap al-Qur’an mendapat tempat tersendiridi hati para pemerhati, terutama kajian al-Qur’an dalamperspektif budaya dan tradisi Arab. Pandangan ini berpangkalpada permasalahan qadim atau hadits-nya al-Qur’an yang padasatu sisi ia adalah wahyu dari Allah swt. namun di sisi lain iabersinggungan dengan utusan atau Rasul sebagaipenyambung lidah dan tempat di mana ia diturunkan. Dalamcatatan Ali Sodikin1 bahwa terdapat kajian-kajian para tokohterkait dengan permasalahan di atas seperti:

    1 Ali Sodiqin, Antropologi Al-Quran, Model dialektika Wahyu dan Budaya.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 12-21

  • 2

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    1. Nasr Hamid Abu Zayd dalam bukunya Mafhum aN-NashDirasah fi Ulum al-Qur’an yang berkaitan dengan dialektikaantara teks (al-Qur’an) dengan konteks (situasi sosialmasyarakat) mengungkapkan dialektika tersebut denganmengkritisi konsep-konsep dalam ilmu-ilmu al-Qur’anklasik. Penelitiannya bertujuan untuk menciptakankesadaran ilmiah terhadap tradisi intelektual Arab Islam.Al-Qur’an, dalam pandangannya diposisikan sebagai teksverbal yang berupa untaian huruf-huruf yang membentukbahasa, yaitu bahasa Arab. Perangkat kebahasaan menjadialat analisis yang sangat diperlukan untuk menjelaskan-nya. Analisisnya didasarkan pada dialektika antara teksdengan peradaban, baik konteks sebagai terbentuk olehbudaya maupun teks sebagai pembentuk budaya.

    2. Aksin Wijaya dalam bukunya Menggugat Otentisitas WahyuTuhan: Kritik Atas Nalar Tafsir Gender mengemukakankuatnya otoritas tradisi Arab dalam penafsiran terhadapal-Qur’an (mushaf Utsmani). Dengan pendekatanlinguistik, khususnya linguistik strukturalis dan post-strukturalis, ia menunjukan bias-bias tradisi Arab dalampenafsiran terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengankedudukan perempuan.

    3. Imam Muchlas dalam disertasinya yang berjudulHubungan Akibat Antara Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an danAdat Kebiasaan dalam Tradisi Kebudayaan Arab Jahiliyah,menjelaskan berbagai adat kebiasaan orang Arab danbagaimana sikap al-Qur’an terhadapnya. Melaluipendekatan sosiologis-antropologis, dia menganalisiskeberadaan adat tersebut melalui jalur asbabun nuzul.Menurutnya, dasar dari diterima atau ditolaknya sebuahadat kebiasaan Arab jahiliyah oleh al-Qur’an adalah demimemenuhi kebutuhan hidup manusia. Adat yang memba-

  • 3

    wa kepada kemaslahatan yang besar akan deterima, tetapiyang membawa mudarat manusia akan ditolak ataudilarang.

    Sedang Ali Sodiqin sendiri mengkaji al-Qur’an dalamperspektif antropologi. Ia menguraikan enkulturasi al-Qur’anterhadap tradisi Arab menghasilkan konsep reproduksikebudayaan yang berdasarkan worldview-nya, yaitu tauhidatau monoteisme dan etika sosial atau moralitas.

    Dari keempat kajian diatas dapat disimpulkan bahwaNasr Hamid dan Aksin Wijaya menggunakan pendekatanlinguistik dan Muchlas menggunakan pendekatan historissedangkan Ali Soqidin menggunakan pendekatan antro-pologi. Adapun yang penulis lakukan adalah kajian terhadapbahasa al-Qur’an dalam perspektif Politik kekuasaan.

    Bahasa yang digunakan al-Qur’an adalah bahasa Arab.Dalam al-Qur’an terdapat penjelasan mengenai bahasa yangdigunakannya seperti yang terdapat dalam surah Yusuf ayat 2:

    Lagi pada surah al-Syu’ara ayat 195 Allah Swt. menyata-kan:

    Pada dua ayat di atas paling tidak mewakili dari sebelasayat yang menyatakan bahwa al-Qur’an berbahasa Arab dandengan ‘lisan Arab yang nyata’.

    Perbincangan tentang bahasa Arab al-Qur’an ini telahmendapat perhatian beberapa tokoh yang menimbulkanperdebatan, yaitu apa yang dimaksud dengan kata ‘al-Qur’an

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 4

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    berbahasa Arab’ pada ayat di atas? Apa yang dimaksud denganungkapan ‘dengan lisan Arab yang nyata’? Apa yang melatarbelakangi dipilihnya bahasa Arab (dari kaum Quraisy)menjadi bahasa al-Qur’an? Apakah faktor politik kekuasaanmerupakan faktor penting terpilihnya bahasa Arab (Quraisy)menjadi bahasa al-Qur’an?

    Demikian beberapa pertanyaan yang memerlukanpemikiran mendalam sehingga muncul perdebatandikalangan para tokoh baik agama (ulama) maupun paraorientalis yang menaruh perhatian terhadap persoalantersebut. Dalam ungkapan Ajid Thohir bahwa bahasa al-Qur’an dikaji untuk menjaga keasliannya baik dari segisebutan, makna maupun teks tulisan al-Qur’an itu sendiri.2

    Adapun pembahasan ini difokuskan kepada duapertanyaan yaitu: 1. Apa yang melatar belakangi dipilihnyabahasa Arab (dari kaum Quraisy) menjadi bahasa al-Qur’an?2. Apakah terdapat benang merah antara faktor politikkekuasaan suku Quraisy dengan terpilihnya bahasa Arab(Quraisy) menjadi bahasa al-Qur’an?

    Dari dua persoalan di atas, penulis berasumsi bahwameskipun Allah Swt. bersifat transendent namun dalammengkomunikasikan wahyu untuk menjadi pedomanmanusia, Dia tetap menggunakan media, sarana berupabahasa yang notabene bahasa manusia yang bisa dikatakansebagai bagian dari budaya manusia. Sebagaimana pendapatAli Sodiqin bahwa proses penurunan al-Qur’an mengindi-kasikan penggunaan pendekatan budaya dari pemberi pesan(Tuhan) kepada penerima pesan. Dari segi bahasa, al-Qur’anmenggunakan bahasa dari objek penerima, yaitu bahasa Arab.

    2 Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 58

  • 5

    Penggunaan bahasa Arab sebagai media penyampai pesanTuhan tentu memiliki pertimbangan efektivitas komunikasi.3

    Pada umumnya, sejarah mencatat bahwa siapa yangmempunyai otoritas, wewenang, power, dan legitimete, dialahyang berkuasa dalam menentukan atau paling tidakmengendalikan sesuatu pada waktu itu. Karenanya, penulismencoba melihat bahasa al-Qur’an ditinjau dari aspek politikkekuasaan suku Quraisy.

    Sedangkan kajian mengenai apakah bahasa Arab al-Qur’an itu bersifat murni atau juga terdapat kata-kata yangberasal dari bukan Arab (‘Ajam) serta maksud denganungkapan ‘lisan Arab yang nyata’ telah banyak di bahas olehpara tokoh. Misalnya pernyataan al-Suyuti sebagai berikut:4

    3 Ali Sodiqin, Op.Cit., hlm. 134 Al-Suyuti. Al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, Tahqiq Muhammad Abu al-Fadhal

    Ibrahim (Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyah, th), hlm. 105

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 6

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    B. Politik dan Kekuasaan1. Hubungan Politik dan Kekuasaan

    Politik dalam tataran praktis didefinisikan sebagaiusaha menggapai kehidupan yang baik.5 Kehidupan itusendiri memerlukan kebersamaan antara individu denganindividu yang lain sehingga terbentuk masyarakat.Kehidupan masyarakat merupakan kehidupan kolektifyang perlu diatur untuk distribusi sumber daya yang adaagar semua warga merasa bahagia dan puas. Lalu bagai-mana cara mendapatkan kebahagiaan tersebut? Agar tidakmuncul berbagai pertentangan kehendak antara satudengan yang lain, maka diperlukan kekuasaan. MiriamBudiardjo menyimpulkan bahwa politik dalam suatunegara berkaitan dengan kekuasaan (power), pengambilankeputusan (decision making), kebijakan publik (publicpolicy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribu-tion).6 Dari penjelasan ini paling tidak term yang harusdipahami yang berkenaan dengan politik adalah negara,kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision mak-ing), kebijakan publik (public policy), dan alokasi ataudistribusi (allocation or distribution).

    Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayahyang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaatioleh rakyatnya. Dalam sistem ketatanegaraan, negaramemiliki lembaga-lembaga yang memiliki kewenanganmasing-masing.

    Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatukelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau

    5 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 2008), Hlm. 13

    6 Ibid., hlm. 14

  • 7

    kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.Dalam tataran ini maka politik merupakan semua kegiatanyang menyangkut masalah memperebutkan dan memper-tahankan kekuasaan.

    Keputusan adalah hasil dari membuat pilihan diantara beberapa alternatif sedangkan istilah pengambilankeputusan menunjukkan pada proses yang terjadi sampaikeputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan sebagaikonsep pokok dari politik menyangkut keputusan-kepu-tusan yang diambil secara kolektif yang mengikat seluruhmasyarakat. Keputusan-keputusan itu dapat menyangkuttujuan masyarakat, dapat pula menyangkut kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan itu.

    Kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yangdiambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalamusaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuanitu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan-nya.

    Pembagian dan alokasi adalah pembagian danpenjatahan nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Pemba-gian dan alokasi nilai-nilai (yang dianggap baik dan benar)bersifat mengikat. Sehingga terkadang hal ini menjadisumber konflik, oleh sebab ketidak meratanya nilai-nilaiyang ditetapkan.7

    Dari kelima term di atas yang lebih dipahami olehmasyarakat umam bahwa Politik lebih disandarkan kepadakekuasaan. Dengan kekuasaan, orang dapat memerintah-kan kemauannya dan mengontrol kemauan orang lain.Dengan kekuasaan, perubahan dapat diciptakan sehingga

    7 Ibid., hlm. 21

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 8

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    pemimpin dapat mewujudkan visi dan obsesinya. Namun,kekuasaan seperti pedang bermata dua. Dengankekuasaan, orang bisa membangun, tetapi juga bisamerusak. Jadi, kekuasaan mengandung paradoks,tergantung pada siapa yang akan melakukan apa. 8

    2. Kekuasaan dalam Konteks SosialKekuasaan selalu terkait dengan konteks sosial,

    interaksi dan konfigurasi sosial dan politik yangmenyertainya. Dalam hal ini Sallie membagi kekuasaanyang terkait dengan tema-tema sosial dalam kekuasaanrasialis, kekuasaan kelas, kekuasaan gender, kekuasaanseksualitas serta kekuasaan visual dan spasial.9

    Kekuasaan rasialis adalah kekuasaan yang terbentukberdasarkan ras dan identitas. Sedang kekuasaan kelasadalah kekuasaan yang terbentuk berdasarkan statusekonomi ala Marx. Kekuasaan gender adalah kekuasaanyang terwujud melihat kepada jenis kelamin khususnyalaki-laki yang sering dianggap diskriminatif terhadapkeadilan dalam mengakses sumber-sumber kekuasaan.

    Kekuasaan seksualitas terbentuk dengan adanyarelasi kuasa atas dasar seksual. Dan kekuasaan spasialadalah kekuasaan yang terbentuk berdasarkan wilayah danperbatasan geografis. Sedangkan kekuasaan visual adalahkekuasaan yang bersumber dari dunia pencitraan (mediamassa). Siapa yang menguasai media massa sebagai alatpencitraan, maka ialah yang berkuasa.

    8 M Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 2009), hlm. 217-218

    9 Ibid., hlm. 219

  • 9

    3. Karakteristik KekuasaanMenurut Wirawan, kekuasaan memiliki beberapa

    karakteristik. Pertama, kekuasaan merupakan sesuatuyang abstrak. Kedua, kekuasaan merupakan milik interaksisosial. Ketiga, pemegang kekuasaan yang egois cenderungmenyalahgunakannya.

    Penjelasan ketiga karakteristik kekuasaan di atasdijelaskan oleh M Alfan Alfian sebagai berikut:10

    a. Kekuasaan itu abstrak artinya kekuasaan bukan sejenisbenda yang bisa diraba atau dicium, tetapi hanya bisadirasakan pengaruh dan dampaknya. Kalau ditegaskan,kekuasaan bersifat illegible, tidak kelihatan. Makainstransi tertentu membutuhkan seragam yangmencantumkan tanda pangkat. Contohnya polisi dantentara. Beda pangkat, beda pula kewenangannya….Dampak kekuasaan dapat pula dirasakan dengan jelas.Keputusan hakim, misalnya, berdampak langsung dantidak langsung pada tervonis dan yang terkaitdengannya.

    b. Kekuasaan adalah milik interaksi sosial. Kekuasaancenderung identik dengan social power, maka ia harusberada dalam suatu sistem sosial. Harus ada komunitassosial. Oleh karena itu, kekuasaan ada di mana-mana,di sekolah, di rumah, di kantor, di pasat, di pemerintah-an, dan sebagainya. Karena harus ada sistem sosial,itu berarti melibatkan banyak orang.

    Interaksi sosial telah menjadi kata kunci tersendiri.Dalam teori komunikasi sosial, ada komunikator dankomunikan, ada sojek dan sasarannya. Kemudian

    10 Ibid., hlm. 229-235

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 10

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    terjadi proses timbal-balik alias interaksi. Dalam prosesinteraksi, tentu ada dialog, ada tawar-menawar,termasuk yang terkait dengan implementasi kekuasaan.

    c. Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Meskipun tidaksemua, memang banyak pemegang kekuasaan yangtidak amanah dan menyalahgunakan kekuasaan. LordActon punya diktum yang kemudian menjadi sangatterkenal: power tends to corrupt and absolute power cor-rupt absolutely. Kekuasaan cenderung korup, dankekuasaan yang absolut sudah pasti korup.

    4. Sumber dan Basis KekuasaanWirawan yang dikutip oleh M Alfan Alfian mencatat

    bahwa sumber kekuasaan ada empat, yaitu: 1) posisi, 2)sifat personal, 3) keahlian, 4) peluang untuk mengontrolinformasi. Pendapat yang lain mengatakan bahwa sumberkekuasaan ada lima, yaitu: 1) legitimasi: otoritas,peraturan, undang-undang; 2) kontrol atas sumberkeuangan dan informasi; 3) keahlian: kritikalitas; 4)hubungan sosial: kontak, pertemanan, kekuasaan dalamangka; 5) karakteristik personal, seperti kharismatik,menarik.

    Sedang basis kekuasaan adalah sumber hubungankekuasaan antara pihak yang mempengaruhi (agen) danyang dipengaruhi (target). Basis kekuasaan berupa 1)paksaan; 2) imbalan; 3) persuasi; 4) pengetahuan. Dandari basis kekuasaan ini, muncul istilah seperti kekuasaanpaksa, kekuasaan imbalan, kekuasaan persuasi, dankekuasaan pengetahuan.11

    11 Ibid., hlm. 237

  • 11

    C. Bahasa Arab Dalam Rumpun SemitDalam rumpun bahasa, bahasa Arab termasuk rumpun

    bahasa Semit atau Semitik. R. Taufiqurrochman menulisbahwa secara geografis, masyarakat yang mendiami kawasanArab berasal dari satu ras manusia, yaitu Kaukasia dan AsiaBarat. Asumsi ini diperkuat dengan penemuan arkeologiaabad ke-18 dan ke-19 Masehi yang menunjukkan adanyamasyarakat dan bahasa yang oleh Perjanjian Lama disebutSemit.12

    Bahasa-bahasa Semit dapat digolongkan kepada: pertama,setengah kawasan bagian utara yang terdiri dari Timurmeliputi Akkad atau Babylonia; Assyria.; Utara meliputi Aramdengan ragam timurnya dari bahasa Syria, Mandera, danNabatea, serta ragam baratnya dari Samaritan, Aram Yahudidan Palmyra.; Barat meliputi Feonisia, Ibrani Injil, dan dealekKanaan lainnya. Kedua, setengah kawasan bagian selatan yangterdiri dari Utara meliputi Arab; Selatan meliputi Sabea atauHimyari, dengan ragam dari dialek Minea, Mahri, Hakili danGeez atau Etiopik, dengan ragamnya dari dialek Togre,Amharik dan Harari.13

    Dari semua bahasa Semit di atas kini telah punah kecualibahasa Arab. Ketidakpunahan bahasa Arab ini disebabkanfaktor kekuasaan dan faktor arabisasi. Faktor kekuasaan yangdimaksud adalah penghuni jazirah Arab yang meliputi tigakelompok besar bangsa Arab yaitu:

    1. Arab ‘Ariba atau Badia (Les Arabes Primaires) seperti: kaumAd, Tsamud, Amalik, Tasm, Bani Yadis, Kusyit, dan lain-lain.

    12 R. Taufiqurrochman, Leksiologi Bahasa Arab. Malang: UIN Malang Press,2008), hlm. 177

    13 Ibid., hlm. 178

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 12

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    2. Arab Muarriba (Les Arabes Secondaires) seperti: Bani Kahtan,atau Yoktan bin Heber, Bani Himyar, dan lain-lain.

    3. Arab Musta’rib (Les Arabes Tertiaires) seperti: keturunandari Nabi Ismail bin Ibrahim as. Termasuk di dalamnyasuku Quraisy.

    Dari ketiga golongan besar bangsa Arab, pada akhirnyagolongan yang ketiga atau Arab Musta’rib yang berkuasa. Lagipula keturunan Nabi Ismail yang menguasai kota Makkahdan yang memelihara ka’bah.

    Berkenaan dengan faktor kekuasaan ini, Ajid Thohirmenulis:14

    Apabila ingin mengetahui asal-usul suatu bahasa, tampaknyaperlu mengetahui asal bangsa yang menjadi penutur utama bahasatersebut. Hal demikian adalah karena bahasa itu dilahirkan olehsuatu masyarakat penggunanya dan pengguna bahasa itu membawabahasanya ke manapun ia pergi. Kadang kala bahasa tersebut secarautuh terus dipertahankan oleh pemakainya, juga tidak sedikit yangmelakukan perubahan, mengadaptasi dengan tempat atau situasimereka tinggal, di mana ia bergaul dengan etnik-etnik lain yangmemiliki bahasa berbeda. Perubahan bahasa biasanya akan terjadioleh adanya perubahan generasi, di mana antara generasi terjadiasimilasi sehingga melahirkan model dan bentuk generasi baru dengangaya bahasa atau karakter budaya yang relatif berbeda dari generasisebelumnya. Bahkan tidak sedikit bahasa yang mati karena ditinggaloleh pemakainya. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor politik sepertipenjajahan yang menginvansi suatu wilayah bahasa, kemudianmenggantikannya dengan bahasa si penguasa,….

    Pada halaman yang lain, Ajid Thohir juga menulis:15

    14 Ajid Thohir, Op.Cit., hlm. 48-4915 Ibid., hlm. 56

  • 13

    Banyak faktor yang menyebabkan mati dan hilangnya suatubahasa dari setiap etnik, baik karena faktor politik kekuasaan,misalnya pelarangan menggunakan bahasa dari elite penjajah yangsedang berkuasa, hancurnya satu generasi etnik sebagai pengguna bahasaakibat fenomena alam seperti kaum Ad dan sebagainya….

    Sedang faktor arabisasi, Hana al-Fakhuri berkata:16

    Arabisasi yang dimaksud di sini adalah bangsa Arab yangmasih bertahan berbaur dengan bangsa lain sehinggamelahirkan pergumulan bahasa antar bangsa yaituberbaurnya suku pribumi dengan suku yang datang dariselatan. Selain pergumulan bahasa, perkawinan antar sukujuga berakibat pada proses terjadinya arabisasi.17

    D. Sejarah Turunnya Al-Qur’an; Aspek Sosio-KulturalAl-Qur’an diturunkan oleh Allah Swt. tidak hanya

    berkaitan dengan kondisi Nabi Muhammad Saw. yang telahlama ber-tahannuts, sikap dan apa yang dilakukan Nabi Saw.ketika Jibril as. menyampaikan wahyu pertama. Namunkondisi penting yang dimaksud di sini yang berkaitan denganpersoalan di atas adalah kondisi sosial dan budaya yang terjadidi masa itu.

    16 Hanna all-Fakhuri, Tarikh al-Adab al-Arabi (Mansyurat al-Maktabah al-bulisiyah, th), hlm. 5

    17 R. Taufiqurrohman, Op.Cit., hlm. 180

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 14

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    Ali Sodiqin menulis:18

    Secara kultural, semenanjung Arab berada di tengahimpitan budaya-budaya Mesir, Babilonia, dan Punjab.Masyarakat Arab tenggara kemungkian menjadi penghubungantara Mesir, Mesopotamia, dan Punjab. Dilihat dari sisigeografisnya, tempat ini dapat digolongkan menjadirepsentasi budaya maritim.

    Dari segi pengaruh kebudayaan luar, wilayahSemenanjung Arab terbagi menjadi dua bagian. Pertama,kawasan-kawasan yang sedikit sekali terkena dampak luar.Kawasan ini berada di jantung semenanjung Arab.Masyarakatnya kebanyakan suku-suku nomad yang tertutup(clan oriented). Partisipasi ekonomi di antara mereka tidakpernah terwujud. Fondasi struktur ekonominya dibangunberdasarkan kekuatan fisik berupa razia (ghazw) danperompakan yang sudah menjadi semacam institusi sosial.Harta milik diperoleh dari rampasan perang, pembajakan,dan penjarahan ke berbagai kawasan. Mereka tidak mengenalhak privat. Bagi mereka, kekayaan suku adalah milik sukudan menjadi usaha bersama. Karakter masyarakat nomadadalah individualisme dan semangat ashabiyah atau sukuisme.Hal ini menyebabkan mereka tidak pernah bisa mengangkatdiri mereka sejajar dengan masyarakat di sekitar. Mereka sulitmelakukan adaptasi dengan masyarakat luar. Komunitas diluar mereka adalah orang lain yang boleh diserang atau diajakdamai.

    Kedua, kawasan-kawasan yang mempunyai hubunganerat dengan dunia luar. Daerah ini berada diperkotaan danwilayah-wilayah yang dekat dengan negara-negara besar.Masyarakatnya bergerak di bidang perdagangan. Kontakdagang dengan penduduk dari luar wilayah membuatinteraksi sosial di antara mereka menjadi intensif. Hal iniyang menyebabkan masyarakat ini bersifat terbuka dan

    18 Ali Shodiqin, Op.cit., hlm. 39-40

  • 15

    dinamis. Termasuk dalam kawasan ini adalah daerah Hijazdan Yaman.

    Bangsa Arab mempunyai kebiasaan melakukanperdagangan dengan mengambil tempat di suatu tempat yangstrategi dalam hal ini di kota Makkah (yang dikuasai olehsuku Quraisy), di mana di sana merupakan tempat berkum-pulnya berbagai suku bangsa melakukan ibadah hajisekaligus mengadakan perdagangan. Sehingga transformasisosial masyarakat terjadi lebih intens. Di sini bertemuberbagai elemen masyarakat dari berbagai daerah, sehinggapertukaran budaya tak terelakkan.

    Kebiasaan bangsa Arab yang lain adalah mengadakanperlombaan membuat puisi. Di mana puisi yang terbaik akandiumumkan dan di gantung di depan Ka’bah. Isi dari puisibiasanya sekitar kepahlawanan seseorang, kejayaan suatusuku, namun bisa juga bersifat ejekan. Hasil dari karyatersebut kemudian diperlombakan dalam suatu even yangmenarik.

    Ahmad Abdul Syukur menulis:19

    Dari penjelasan dua sumber di atas dapat dikatakanbahwa masyarakat Arab mempunyai kebiasaan dalammengekspresikan ide dan pikiran ke dalam bentuk puisi yangdiperlombakan. Sedang tempat perlombaan tersebut biasanya

    19 Ahmad Abdul Syukur, Intisyar al-logah alArabiyah wa Musykilatuhu Fi Indo-nesia. al-Jami’ah. Volume ke- 40, Nomor 2: 463, tahun 2002, hlm. 463

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 16

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    pada waktu kegiatan transaksi perdagangan di suatu pasaryang disebut dengan pasar Ukkaz.

    Dari pergumulan suku bangsa melalui transaksiperdagangan dan perlombaan membuat puisi juga terjadipergumulan bahasa antar suku bangsa baik bangsa Arabmaupun bangsa bukan Arab (‘ajam). Di sinilah terlahirberbagai ungkapan-ungkapan bahasa baru yang mungkinsumber atau akar katanya bukan berasal dari bahasa Arab,kemudian menjadi atau dianggap sebagai bahasa Arab. Daripergumulan bahasa ini memunculkan bahasa Arab standar(fusha). Dan dari standarisasi bahasa Arab itulah para ahlipuisi, ahli sastra menggunakannya dalam membuat puisi yangdiperlombakan.

    Bertitik tolak dari sejarah dan kultur suku bangsa Arabdi atas, di mana telah terjadi pergumulan bahasa hinggamemunculkan bahasa standar, maka pada waktu itu AllahSwt. menurunkan al-Qur’an berbahasa Arab standar. Al-Suyuti20 mengutip pendapat Ibn Nuqaib berkata:

    E. Bahasa Al-Qur’an dan Politik KekuasaanSuku Quraisy; Sebuah AnalisisSebelum menjawab persoalan yang ditampilkan di bagian

    pendahuluan yang berkaitan dengan latar belakang dipilihnyabahasa Arab (Quraisy) menjadi bahasa al-Qur’an danpemilihan itu akankah berkaitan dengan faktor politik

    20 Al-Suyuti, Op.Cit., hlm. 105-106

  • 17

    kekuasaan, ada baiknya kembali dipertegas kedudukan sukuQuraisy di Makkah.

    Pada aspek perdagangan, suku Quraisy diuntungkandengan adanya Makkah di Hijaz sebab kota ini berada padatitik temu dua rute utama. Satu dari selatan dan utara, melaluiHijaz. Sedang yang lain adalah dari timur ke barat dari Irak,Iran dan daratan-daratan Erosia tengah ke Abisinia dan Afrikatimur.21

    Untuk mengurus segala kegiatan yang berkaitan denganMakkah sebagai kota religi, mereka mengorganisir berdasar-kan prinsip-prinsip Badui, tanpa memiliki seorang raja ataulembaga-lembaga kota praja apapun selain dewan-dewanklan; mereka menggunakan majelis para bangsawan darisemua klan untuk konsultasi yang tidak mengikat. Misalnyadalam penyelenggaraan ibadah haji, kegiatan keagamaan danyang menyertainya (seperti tempat transaksi perdagangan,pasar), suku Quraisy berpartner dengan suku Tsaqif dan sukuTha’if.

    Meskipun suku Quraisy tidak menerapkan sistem raja,namun mereka mampu memainkan peranan penting dinegeri-negeri agraris dan dalam politik internasional. Merekamampu membangun sebuah tatanan politik yang cukupefektif di atas dasar solidaritas sebuah suku dan gengsinya.22

    Namun demikian menurut Khalil, masyarakat Arab sudahmemiliki ritus-ritus yang melembaga dan menjadi bagian dariadat istiadat mereka. Ritus tersebut meliputi ritus keagamaa,ritus sosial, pranata hukum, dan aturan pembagian rampasanperang.23

    21 Marshall G. S. Hodgson, The Venture Of Islam. Alih Bahasa MulyadhiKertanegara. (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 220

    22 Ibid., hlm. 22523 Ali Shodiqin, Op.Cit., hlm. 19

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 18

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    Organisasi kesukuan dibangun berdasarkan sistemdemokrasi. Struktur kekuasaan tertinggi dipegang oleh kepalasuku yang disebut dengan syaikh. Kepala suku dipilih berda-sarkan keturunan atau sifat kebangsawanannya. Kadang jugakarena kekayaan, kebijaksanaan, atau pengalamannya.Organisasi suku ini yang ada hanya berlaku untuk satu sukusaja, karena mereka alergi terhadap institusi yang berskalaluas. Organisasi suku memiliki kedudukan yang vital dalamstruktur masyarakat Arab.24

    Wilayah Hijaz, baik di Makkah maupun di Madinah tidakmemiliki institusi atau organisasi negara. Di Makkah, yangmerupakan kota perdagangan, otoritas masyarakat hanyadipegang oleh mala, semacam dewan klan atau senat yanganggotanya terdiri dari wakil-wakil suku. Lembaga ini sepertilembaga musyawarah dan tidak memiliki hak eksekutif. Lainhalnya di Makkah, di Madinah sebagai wilayah pertanian,tidak memiliki mala, dan malah tidak memiliki lembagapemerintahan. Namun masing-masing suku mempunyaiaturan sendiri yang dipegang oleh anggotanya. Hal ini kerapkali menimbulkan permusuhan antar suku, karena ketiadaanlembaga mediator. Secara khusus suku Quraisy memilikiinstitusi yang disebut Dar al-Nadwah yang didirikan olehnenek moyang mereka yaitu Qushay bin Kilab. Lembaga iniberfungsi sebagai tempat diskusi dan musyawarah bagi paraarsitokrat Quraisy. Lembaga ini memiliki wewenang dalambidang agama, sosial, ekonomi, politik, dan hukum.

    Dari apa yang dipraktikkan oleh suku Quraisy, merekasangat berbeda dari teori strukturalisme-historis yangdiungkapkan oleh Komaruddin Hidayat menyatakan:

    24 Ibid., hlm. 42

  • 19

    Relasi kekuasaan dalam sebuah masyarakat ataupun negaraselalu melahirkan bentuk piramidal. Yaitu sebuah piramida jaringansosial yang terdiri dari tumpukan piramida-piramida kecil. Padapuncak piramida besar itulah kekuasaan terakumulasi, sehingga padagilirannya bukan kekuasaan mayoritas mengontrol minoritas,melainkan elit minoritas yang mendekte prilaku kepentingan mayoritas.Sebagaimana bentuk piramid, bagian bawah merupakan lapisanterbesar yang berfungsi sebagai penyangga kepentingan sekelompok kecilelit penguasa yang berada di puncak piramida sosial.25

    Dari paparan mengenai sistem politik dan kekuasaanyang dianut oleh wilayah Hijaz dan sekitarnya, terlebihotoritas dan wewenang yang dipegang oleh suku Quraisy,maka dapat dinilai dari lima tern berikut, yaitu negara,kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),kebijakan publik (public policy), dan alokasi atau distribusi(allocation or distribution).

    Pertama, dari aspek negara. Meski Quraisy hanyalah satusuku dari suku-suku yang terdapat di wilayah Hijaz, namunia merupakan suku yang memiliki kedaulatan sepertilayaknya sebuah negara. Hal ini bisa dilihat dari institusi yangia miliki, yaitu yang diberi nama Dar al-Nadwah yang didirikanoleh Qushay bin Kilab, nenek moyang suku Quraisy. Jugalembaga yang disebut mala, semacam klan senat.

    Kedua, dari aspek kekuasaan. Suku Quraisy memilikikekuasaan di kota Makkah, terutama berkenaan denganpemeliharaan dan pemanfaatan Ka’bah (ibadah haji) yangberada di sana; transaksi perdagangan yang ada di wilayahkota Makkah.

    Ketiga, dari aspek pengambilan keputusan. Suku Quraisymemiliki tempat musyawarah. Segala permasalahan akan25 Kamaruddin Hidayat, Tragedi Raja Midas, Moralitas Agama dan krisis

    Modernisme (Jakarta:Paramadina, 1998), hlm. 97

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 20

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    dipecahkan dan diputuskan berdasar hasil musyawarah yangdisepakati.

    Keempat, dari aspek kebijakan. Dari semua keputusanyang dihasilkan dan diambil suku Quraisy akan dilaksanakansesuai dengan pembagian tugas yang telah ditentukansebelumnya.

    Kelima, dari aspek alokasi dan distribusi atau disebut pulapembagian tugas. Suku Quraisy memiliki pembagian tugasyang rapi sesuai bidang masing-masing. Ali Sodiqin (2008:57) mencatat pembagian tugas yang dimaksud adalah sebagaiberikut:

    a. Abbas bin Abdul Muthalib bertugas menyediakanminuman bagi para jamaah haji.

    b. Abu Sufyan bin Harb berwenang mengurusi masalahhukuman.

    c. Usman bin Thalhah mengurusi pertahanan,keamanan, serta diplomasi.

    d. Haris bin ‘Amir menguasai bidang bantuan sosial.

    e. Yazid bin Zam’ah bin Aswad mengurusi bidangmusyawarah.

    f. Abu Bakar Ash-Shiddiq mengepalai masalah denda(diyat) dan perutangan.

    g. Khalid bin Walid mengurusi masalah perselisihan danpermusuhan.

    h. Umar bin Khattab mengurusi bidang perjalanan atauekspedisi.

    i. Sofwan bin Umaiyah berwenang menangani masalahtawanan.

    j. Haris bin Qais memiliki kekuasaan mengurusi masalahberhala-berhala.

  • 21

    Adapun kaitannya dengan bahasa, Arkoun ketikamemberikan pemahaman antara Islam dan al-Qur’an adalahkebenaran yang mendalam yaitu tentang historisitas bahasaitu sendiri.26

    Diturunkannya al-Qur’an berbahasa Arab –daripenjelasan di atas- adalah berkaitan erat dengan kondisihistoris bahasa Arab yang telah terakumulasi dengan baikmenjadi bahasa Arab standard yang didukung olehkekuasaan suku Quraisy sebagai suku nenek moyang NabiMuhammad saw. Sehingga boleh dikatakan terdapat benangmerah antara pemilihan bahasa Arab standard (Quraisy)sebagai bahasa al-Qur’an dengan faktor politik kekuasaansuku Quraisy. Hal ini sudah difirmankan Allah swt.:

    Dari ayat di atas bisa dipahami bahwa bahasa ArabQuraisy yang dipilih oleh Allah swt. adalah dalam rangkamembantu para Rasul untuk menyampaikan danmenjalankan misi sucinya bersama kaum dan pengikutnya.

    Pemahaman di atas - berkaitan dengan pergumulanbahasa antara bahasa Arab dengan bahasa lain - bahwa yangdimaksud dengan ‘lisan Arab yang nyata’ itu adalah bahasasuku Quraisy. Atau meskipun terdapat kata-kata dalam al-Qur’an yang bukan berasal dari suku Quraisy, namun tetapdikategorikan bahasa Arab atau bahasa yang di-arabkan.

    26 Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal. Jakarta:Gema Insani, 2004), hlm. 69-70

    Bahasa Al Qur’an dalam Perspektif Politik Kekuasaan

  • 22

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    F. PenutupDalam penutup ini penulis simpulkan sebagaimana

    uraian di atas berdasarkan dua persoalan yang ditampilkan,yaitu:

    1. Dari aspek sejarah, bahasa Arab dari Utaralah yang dapatbertahan karena dukungan aspek politik dan arabisasiyang dilakukan. Dari sinilah cikal bakal terakumulasinyabahasa standard (fusha) yang diakibatkan oleh pergumulanbahasa yang terjadi di kota Makkah dalam hal ini bahasaArab Quraisy.

    2. Dari sistem politik yang di anut oleh suku Quraisy meskitidak mencerminkan kekuasaan obsolut yang dapatmengikat suku bangsa yang lain menampakkan benangmerah yang menunjukkan kaitan antara faktor kekuasaandan terpilihnya bahasa Arab (Quraisy) menjadi bahasa al-Qur’an.

  • 23

    BAB IIPENGARUH TERM FILSAFATTERHADAP BAHASA ARAB

    (ASPEK SYAKAL DANMADHMUN)

    A. Pendahuluan

    Terminologi atau istilah merupakan suatu yang pentingsebagai tanda atau pengenal sehingga dapat diketahuimaksud dan bidang apa terminologi atau istilah itudigunakan. Terminologi dalam bahasa Arab disebut al-mushthalah yang menurut Adil Khalaf adalah kata atau lafazyang sudah disepakati oleh para tokoh dan dipergunakandalam berbagai ilmu pengetahuan.1

    Kata filsafat berasal dari perkataan Yunani yaitu Philosdan Sophia yang berarti cinta kebijaksanaan. Menurut Plato(427-347) filsafat adalah suatu ilmu yang membicarakantentang hakikat sesuatu. Sedang menurut Aristoteles, filsafatadalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputilogika, fisika, metafisika, dan pengetahuan praktis.2

    Jadi maksud term filsafat adalah kata atau lafaz yangmengandung arti falsafi sehingga untuk mengenal dan

    1 Lihat Adil Khalaf, Al-Logah wa al-Bahts al-Logawi (Kairo: Maktabah al-Adab, 1994), hlm. 9

    2 Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Maknadan Tanda (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 8

  • 24

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    mengetahuinya memerlukan pemikiran dan perunangan yangmendalam.

    Sementara itu yang dimaksud dengan syakal adalah pola-pola nahwiyah-lafziyah dengan karakteristiknya yangmembantu para filosof dalam re-sistematisasi al-maujudat,perubahannya dan illat-illatnya baik vertikal maupunhorisontal terhadap bentuk kategori-kategori.3 Sedangmadhmun adalah konten atau isi yang ada dibalik kata ataulafaz yang diungkapkan.

    Oleh karena itu yang dimaksud dengan judul di atasadalah term falsafat yang telah digunakan, di mana term itupada awalnya adalah ungkapan yang asing kemudian masukke dalam bahasa tertentu (bahasa Arab) sehingga ungkapanitu menjadi sebuah term yang dikenal dalam bahasa itu. Disini tentunya akan ditemukan berbagai masalah sebabkarakteristik bahasa antara satu bahasa dengan bahasa yanglain berbeda sehingga terkadang kata atau lafaz yang disadurterasa asing bahkan ada unsur paksaan dalam penyaduran-nya.

    Secara singkat bisa dijelaskan mengenai masuknya term-term filsafat hingga menjadi term bahasa Arab. Ketika filsafatmulai masuk dalam pemikiran Arab, maka mau tidak maupara pemikir Arab mencoba memahami filsafat denganmendekatkan maknanya ke dalam kosa kata bahasa Arab.Pada mulanya penerjemahan itu terjadi dengan memindahhuruf-huruf latin ke huruf-huruf Arab, inilah yang dilakukanIshaq bin Hunain, Yahya bin ‘Adi, Abu Basyar Mata bin Yunus,seperti kata kategori dan analogi.4 Setelah itu dilanjutkan oleh

    3 Lihat Jirar Jihami, Al-Isykaliyah al-Logawiyah Fi al-Falsafah al-Arabiyah(Beirut: Dar al-Masyriq, 1994), hlm. 158

    4 Lihat Zainab Afifi, Falsafah al-Logah ‘Inda al-Farabi (Mesir: Dar Qaba,1997), hlm. 99

  • 25

    Jabir bin Hayyan dan al-Kindi dengan cara memperhatikanmakna bahasa yaitu makna bahasa Yunani, bahasa Arab, danpencampuran dua bahasa tersebut pada tahap ini disebutmasa pertumbuhan dan pembentukan term filsafat dalambahasa Arab. Sementara itu masa pengokohan dan kema-tangan penerjemahan ini ada di tangan al-Farabi dansetelahnya Ibn Sina, al-Khawarizmi, dan al-Gazali.5

    Abdul Karim al-A’tsam mengatakan bahwa Jabir binHayyan inilah yang pertama kali menggunakan ta’rib(pemindahan huruf ke bahasa Arab) secara harfiah yang tidakditemukan dalam bahasa Arab seperti kata huyuli yang berartimateri dan kata ma wara’a al-thabi’ah dari kata metafisika.Menurut Zainab Afifi, apa yang dilakukan Abu Hayyan inihanya sebatas pemindahan lafaz dari bahasa Yunani ke bahasaArab tanpa membedakan perbedaan makna lafaz dan dariaspek tingkat alamiah, logika, ketuhanan dan metafisikasementara kata huyuli dalam bahasa Aristoteles bisa bermaknalebih dari satu makna.6

    Pada pertengahan awal abad ketiga Hijriah, Abu Ya’kubYusuf bin Ishaq al-Kindi (w. 252 H, 872 M) dalam bukunyaFi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha berusaha mendefinisikan baiklangsung maupun tidak langsung terhadap perbedaan isifilsafat dan logika pada medan alamiah, logika, ketuhanan,dan kejiwaan. Sebagai contoh, ia memperhatikan batasanmakna kata ‘permintaan’ yaitu hal (apakah), maa (apa), ayy(yaitu), dan lamm (tidak). Demikian juga batasan makna limakategori (al-kulliyat al-khams), misalnya kategori jauhar(hakikat) lawannya adalah ardh (aksiden). Meski al-Kindisudah berusaha, namun ia masih membenturkan karakter-istik lafaz filsafat ke dalam bahasa Arab sehingga hanya5 Ibid., hlm. 1006 Ibid., hlm. 102

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 26

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    bersifat makna kebahasaan yang tidak dikenal dalam isimakna bahasa Yunani.7

    Pembentukan term-term ini berakhir pada abad ketigaHijriah dan berlanjut pendefinisian term-term tersebut secaramendalam di tangan filosof Abu Nasr al-Farabi dan parafilosof pada abad keempat Hijriah.

    Menurut Jirar Jihami, untuk memahami suatu ciri termyang mengandung unsur filsafat, maka terlebih dahulu harusdipahami sejarah pertumbuhan dan perkembangan term itusampai ia dibuat dan digunakan. Lagi pula sering munculderivasi dan sinonim. Karena itu penting memahami lafaz-lafaz itu sampai kepada makna dan isinya.8

    Untuk memahami dengan baik makna dari lafaz-lafaztersebut diperlukan pemahaman yang baik terhadap syakalatau bentuk serta isinya yang akan ditemukan dalam makalahini.

    B. Term Filsafat Aspek Syakal dan MadhmunPada mulanya bahasa Arab itu simpel dan praktis dalam

    arti bahwa lafaz bahasa Arab dirangkai menjadi sebuahkalimat atau dalam bahasa logika disebut proposisi hanyalahmemperhatikan posisi kata dalam setiap kalimat tersebut.Namun ketika bahasa Arab bersentuhan dengan bahasafilsafat, di sinilah mulanya muncul transmisi (naql) danpeminjaman kata (isti’arah)9. Sehingga pencampuran antara7 Ibid., hlm. 1038 Lihat Jirar Jihami, Op.Cit., hlm. 1549 Menurut Ibn Qutaibah (w. 276 H), isti’arah adalah peminjaman kata

    untuk dipakai dalam kata yang lain karena beberapa faktor. Padalazimnya, orang Arab sering meminjam kata dan menempatkannyauntuk kata lain tatkala ditemukan alasan-alasan yang memungkinkan.Menurut Tsa’lab (w.291 H), isti’arah adalah peminjaman makna katauntuk kata lainnya karena kata tersebut pada awalnya tidak memiliki

  • 27

    bahasa Arab dengan filsafat dalam hal ini bahasa Yunani tidakbisa dielakkan. Bisa disimpulkan bahwa ada dua jalur yangmenyebabkan terjadinya kontak dan interaksi antara orangArab dengan filsafat dan logika yaitu melalui jalur kontaklangsung dengan para ahli bahasa Suryani dan melalui jalurpenerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasaArab.10

    Menurut al-Farabi, ada tiga jalur yang dapat memuncul-kan transmisi (naql) dan nama-nama baru dalam filsafat, yaitupertama, ada persamaan dalam aspek makna, yakni sesuatuyang paling dekat maknanya secara umum, kemudian lafaz-lafaz itu diambil dan disebut bermakna falsafi. Kedua,pemindahan kata atau lafaz sebagaimana adanya, misalnyakata al-huyuli. Ketiga, menciptakan lafaz atau kata baru ketikalafaz atau kata itu sudah hilang, misalnya kata mahiyyah(hakikat) dan huwiyyah (identitas)11

    Dengan demikian mengetahui prinsip-prinsip derivasi,peminjaman kata itu menjadi penting. Sehingga pemikir Arab

    makna yang dipinjamkan. Sementara menurut al-Jurjani (w. 471 H)isti’arah sebagai peralihan makna dari kata yang dalam penggunaanbahasa keseharian memiliki makna dasar, atau makna asli, kemudiankarena alasan tertentu makna tersebut beralih kepada makna lainnyabahkan terkadang melampaui batas makna leksikalnya. Lihat AkhmadMuzakki, Kesusastraan Arab, Pengantar Teori dan Terapan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), hlm. 124

    10 Lihat Muhbib Abdul Wahab Abdul Wahab, Pemikiran Linguistik TammamHassan dalam Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009),hlm. 124. Lihat juga Abd. Karim Muhammad As’ad, Baina al-Nahw waal-Mantiq wa ‘Ulum al-Syariah (Riyadh: Dar al-‘Ulum, 1983), hlm. 19

    11 Lihat Jirar Jihami, Op.Cit., hlm. 110. Sedang mengenai derivasipenta’riban dan perubahannya paling tidak ada dua cara, pertama, lafazasing yang asli disesuaikan dengan akar bahasa Arab. Kedua, lafaz mu’rabitu diubah (tashrif) menurut cara bahasa Arab dalam derivasi. LihatAbdul Mun’im Muhammad al-Hasan al-Karuri, Al-Ta’rib Fi Dhau’i Ilm al-Logah al-Mu’ashir (Sudan: Dar Jami’ah al-Khurthom, 1986), hlm. 99

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 28

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    berusaha mengatasi permasalahan ini dengan dua carapertama, bahasa Yunani tersebut diinterpretasikan sesuaidengan kategori-kategori dan makna yang ditunjukkan.Kedua, membedakan antara bahasa asal (Arab) denganbahasa saduran.12

    1. Dari Aspek Syakal (Bentuk, Pola)Bahasa mempunyai aturan yang sesuai dengan

    bentukan dan dasar-dasar pemikiran yang terletak dibalikbahasa meski tersembunyi dan berderivasi.

    Pada mulanya klasifikasi lafaz belum terbentukmenurut kontruksi dan pola dalam ahli nahwu dan ahlibahasa natural. Klasifikasi lafaz itu masih dalam pola danbentuk dari makna-makna yang muncul kepadapandangan khusus terhadap alam, wujud dan kehidupan.Jika pola-pola dasar struktur, dan makna-maknanya di galisecara terperinci, maka akan ditemukan satu strukturkhusus yang jarang digunakan karena tidak dibutuhkanlagi. Sebagai contoh( ) sebagai sababiah, illiyah,jauhariyah, dan insaniah… yang menunjukkan maf’ulyang bersifat umum yang disebut dengan (masdar shina’i).Di sinilah diperlukan pengidean,, pengabstrakan danpentransformasian untuk memahaminya secara umumsesuai dengan kategori-kategori dan kebiasaan orangYunani dalam mempergunakannya.

    Inilah ciri term filsafat yang khusus lagi mendasaryang dibuat oleh pemikir dalam membentuk kalam danlafaz, yaitu pencampuran antara stagnan (tsabat) dandinamis (thatawwur) dalam pensejarahannya: stagnan

    12 Ibid., hlm. 156

  • 29

    dari aspek ushul dan tempat berpijak bagi semua derivasiatau tawlid. Dan dinamis sesuai dengan kebutuhanpemikiran dan penelitian-penelitian ilmiah, manakala lafazitu keluar dari makna awal kepada makna baru sesuaidengan tanda yang ditunjukkannya. Seperti kata shurahdan sairurah, keduanya musytaq dari kata shur dan shayar,dan asalnya adalah saara ( ) yang berarti gerakan danperubahan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.Dari arti perubahan, maka muncul shairurah, akhir darisuatu keadaan. Dari makna gerakan, (harakah) yangmenjadi sesuatu yang menurut ukuran pikiran adalahshurah, citra, gambaran.

    Dari gambaran di atas, Jirar Jihami menolak adanyakekakuan dalam melihat perubahan itu sebab pembahasanderivasi dan naht itu amat luas. Serta Ia juga menolakdualitas dalam bahasa selama terdapat tambahan danpenyempurnaan antara perbedaan dimensi lafaz danderevasinya. Dari sana bisa diungkap perbedaan antaratingkatan ungkapan yang mengandung satu lafaz yangsesuai dengan keadaan dan tempat.13

    a) Perkembangan makna antara makna hakiki dan maknamajazi

    Yang dimaksud dengan makna hakiki yaitu maknaasli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimilikioleh sebuah kata. Makna hakiki disebut juga denganmakna denotatif.14 Sedang makna majazi atau maknakonotatif adalah makna lain yang ditambahkan padamakna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa

    13 Ibid., hlm. 15814 Lihat R.Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab (Malang: UIN-Malang

    Press, 2008), hlm. 85

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 30

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    dari orang atau kelompok yang menggunakan katatersebut.15

    Jadi makna hakiki adalah makna asal suatu lafaz,sedang majaz bukan makna asal suatu lafaz. Maknalafaz berkembang sesuai dengan perkembangan zamandan penggunanya. Namun majaz bisa menyimpang dariperubahan yang sudah dikenal yang menimbulkanketidaksukaan para ahli bahasa karena dianggap ganjil.Inilah yang dihasilkan oleh logika bahasa yang diten-tang oleh para ahli nahwu.

    Para ahli logika dan metafisik berusaha untukmemasukkan bahasa bentukan -yang bersifat nalar,mengandung bahasa natural. Dengan kesan bahwaperubahan lafaz bukan kepada majaz balaghi yangsudah dikenal oleh para ahli nahwu, bayan dan sastra,namun kepada majaz akli.

    Inilah kebutuhan baik pemikiran atau sosial,budaya atau peradaban yang mengajak para pemikiruntuk memperhatikan seleksi lafaz-lafaz yangterkadang maknanya terhapus. Sebagai contohpenggunaan dua lafaz (( )) dan (( ))16 menurutpara ahli terjamah dan sebagian ahli filsafat Arab

    15 Ibid.16 Kata merupakan naht yang asalnya disebut dengan naht kata.

    Naht terbagi tiga, pertama naht kalimat yang menunjukkan tahaddutsseperti dan dan lainnya. Kedua, naht alamiyah (nama orang)yang terdiri dari murakkab idhafy seperti asalnya . ketiga,naht kata yang asalnya dua kata yang terpisah contohnya seperti di atas.Lihat Ali Abdul Wahid Wafy, Fiqh Logah (Kairo: Lajnah al-Bayan al-Araby,1962), hlm. 181-182. Dalam hal ini al-Kindi memaksakan ta’rib denganmenggunakan derivasi dan naht untuk membawa kepada makna falsafi,misalnya menggunakan kata al’ais (ada) di mana dalam bahasa Arab kataini sudah diabaikan. Lihat Zainab Afifi, Op.Cit., hlm 104

  • 31

    bermakna ‘ada’ (maujud) dan ‘tidak ada’(ma’dum) sertaderivasi keduanya, atau terhadap eksistensi, identitas,dan hakikat, dan terhadap positif dan negatif yangmelekat (terhadapnya) … kata misalnya,sebagaimana yang terdapat pada kamus Shaliba al-falsafi, “lafaz Arab yang tidak digunakan lagi”, sepertikalimat yang maknanya: dari dia danbukan dia. Al-laits berkata adalah kata yang sudahmati, kecuali al-Khalil menyebutkan bahwa orang Arabberkata: yaitu dia yang ada dan bukanyang ada. Kata “isy” tidak digunakan kecuali padaungkapan tersebut. Hanyasanya maknanya sebagaima-na makna dia dalam keadaan al-kainunah (being) danal-wajd. Kata lawan kata atau artinya ‘tidakada’. Terkadang filosof menggunakannya denganmakna al-wujud dan al-maujud… dan kata al-mu’ayyisartinya orang yang menemukan, kata al-ta’yis artinyata’sir (temuan) atau ijad (kreasi).17

    Perpindahan lafaz dari hakiki kepada majazi, darikata asal kepada kata serapan yang membawa kepadaperkembangan makna bagi lafaz-lafaz itu.

    Sedangkan aspek makna lafaz yang berkembangbisa dilihat pada:

    (1)Penyempitan dan Perluasan MaknaNalar Arab berusaha menganalisis sifat-sifat

    yang ada dari aspek nau’ (spesiesnya) yaitu dari aspektunggal dan jamak, khusus dan umum, sertahubungannya saling berkaitan atau terpisah. Contohseperti nafs yang membutuhkan diagnosa, diagnosaitu berperan untuk memberikan isyarat kepada

    17 Lihat Jirar Jihami, Al-Isykaliyah … Op.Cit., hlm. 159

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 32

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    bentuk (shurah) dan konotasi sebagai puncak.Analoginya partikuler secara kasat mata dan gen-eral secara ide. Hubungan keduanya pasti ketikaisim –misalnya- mengandung subtansi dantujuannya secara bersamaan. Tidak ada perbedaanselain petunjuk terhadap yang ada pada semuakeadaan, melihat kepada semua individu yangmempunyai sifat zatiyah yang berbeda dengan yanglain, tidak ada tempat selanjutnya untuk memasuk-kannya dalam general (umum) dan abstrak.

    Terdapat penggunaan lafaz-lafaz khusus sebagaisifat yang berbeda terhadap nau’ (spesia) yang bisadimasukkan dari khusus kepada umum, makarealisasinya untuk fakta, pengujian, dan intuisi.Direalisasikan dengan benar dari eksistensinya.Karena itu seyogyanya pembatasan yang (bersifat)umum sebagai batasan terhadap yang khusus lebihdekat dengan persepsi. Demikianlah lafaz-lafaz itumengandung dari sisi yang ada secara menyeluruh:baik yang parsial atau general, khusus atau umum,cabang atau asal, berbeda atau serupa, terbatas atautidak terbatas… (yang ada) itu dilingkupi oleh katayang mengandung arti keseluruhan (mufrad jami’)dan kata jamak yang mengandung arti tunggal (jama’mufrad). Ini seperti kategori-kategori sebagai dasarlafaz mufrad yang menunjukkan makna tunggal danmelingkupi semuanya pada waktu bersamaan.18

    (2) Jelas dan Teliti

    Susunan lafaz dan makna serta pasangannyadalam pemikiran adalah untuk menghasilkan proses

    18 Jirar Jihami, Isykaliyah…, Op.Cit., hlm 160

  • 33

    penalaran yang komplek yang membawa kepadaaturan pemunculan lafaz-lafaz khusus yang meng-isyaratkan kepada makna tertentu. Hal demikianterdapat dalam dua bidang: konkret dan rasional,tersurat dan tersirat. Serta dalam dua sifat: tepat danjelas secara khusus atau umum, keduanya tumbuhdari ketepatan berfikir dan kejelasan makna dalamide pemikiran pemiliknya setelah mereka terlepasdari penyakit kekaburan, ketidakjelasan, dan keran-cuan dalam penggunaan term-term pada masapertumbuhan dan pembentukan.

    Untuk mengurangi atau menghilangkan keka-buran dan ketidakjelasan term-term tersebut diper-lukan sifat kemestian (iltizam), berdekatan (taja-wur), inklusif (tadhammun), dan kesesuaian (tatha-buq) antara lafaz dan makna secara teori dan praktik,yang membawa kepada mendekatkan logika lafazdari maknanya. Karena itu diperlukan definisi yangbermaksud mempersingkat (ijaz) dan menghindarisetiap majaz yang melampaui relasi kesesuaiantersebut. Sebab setiap lafaz memiliki makna hissi,nafsi, aqli, dan rohi, seperti lafaz jauhar, ‘ain, nafs,dan al-in ( ). Demikian juga perjumpaan bentuknegatif dan positif, penguatan dan peniadaan,dengan menggunakan lafaz ( )ketika berlawanan-nya terbatas dan tidak terbatas, rasional danirasional.19

    (3) Sinonim dan Homonimi

    Sinonim atau taraduf adalah dua kata atau lebihyang maknanya kurang lebih sama. Sedang homo-

    19 Ibid., hlm. 161

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 34

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    nimi atau isytirak yaitu beberapa kata yang sama,baik pelafalannya maupun bentuk tulisannya, tetapimaknannya berlainan.

    Menurut Jirar Jihami, ada dua faktor yang diperli-hatkan problem kebahasaan dalam nalar Arab baiksecara susunan, tarjamah maupun aplikasi. Di manaproblem ini menyembunyikan cara untuk menemukanjalan yang terbaik dalam menyeleksi lafaz-lafaz yangmenunjukkan perbedaan makna dalam cabang-cabang-nya (tafarru’atiha). Pertama, membelokkan banyak lafazyang bersinonim dan yang berdekatan untuk menutupisatu makna serta membedakan semuanya (lafaz)dengan madlul parsial khusus yang berbeda denganyang lain. Kedua, isytirak lafaz dan menyatukan makna-nya sebagai bentukan dengan isim-isim saja tanpamelihat kepada isi (madhamin). Bagaimana kita bisamengungkapkan hakikat makna dengan jelas dan tepattanpa memunculkan perbedaan-perbedaan madlulat(petanda-petanda) dalam satu lafaz? Bukankah setiapilmu dan pengetahuan mempunyai makna khusus yangmemunculkan lafaz-lafaz yang berbeda? Inilah dualitas(izdiwajiyah) yang menjalin hubungan antara lafazdengan makna, ketika para ahli transmisi (naql) danfilsafat menetapkan lafaz khusus untuk setiap maknakategori-kategori yang mempunyai definisi dandimensi yang banyak.20

    Musytarak lafaz dan isim menutup sejumlah hu-bungan kesesuaian (tanasub, tathabuq) kemiripan(tasyabuh) dan keseimbangan (tawazun) antara al-maujudat. Inilah yang mendorong al-Jurjani berpen-

    20 Ibid., hlm. 162

  • 35

    dapat bahwa kalam itu berbeda maknanya kaitannyadengan tabiat alam (kainat) yang saling berkaitan. Me-nurutnya, isytirak antara dua (sesuatu) itu jika dengannau’ disebut mumatsalah seperti isytirak antara zaiddengan Amar dalam hal kemanusiaan; jika dengan jinsdisebut dengan mujanasah seperti isytirak antara ma-nusia dengan kuda dalam hal kebinatangan; jikadengan ‘ardh (aksidensia, sifat umum) dalam al-kam(kuantitas) disebut dengan maddah (materi) sepertiisytirak antara ukuran panjang pada kayu dengan ukur-an panjang pada pakaian; jika dalam al-kaif (kualitas)disebut musyabahah seperti isytirak antara manusiadengan batu dalam hal warna hitam (sawad); jikadengan mudhaf (relasi) disebut munasabah sepertiisytirak antara Zaid dengan Amar dalam hal keturunanBakar; jika dengan syakl disebut musyakalah sepertiisytirak antara bumi dan udara dalam hal bundar; jikadengan al-wadh al-makhshush disebut muwazanahyaitu tidak ada perbedaan dimensi antara keduanyaseperti permukaan setiap orbit; jika dengan al-athrafdisebut muthabaqah seperti isytirak antara dua tempatpada batasnya. 21

    b) Klasifikasi Lafaz Antara Makna Kebahasaan dan Logika

    Jika pandangan nahwu terhadap susunan lafazberbeda dari aspek klasifikasinya menurut ahli logika,karena itu ada dua cara untuk kembali kepadakonstruksinya (bangunannya) sesuai standar bahasadan pemikiran secara bersamaan. Pertama, mengikutisistem hubungan struktur khusus dengan isim-isimterhadap macam-macamnya (nakirah, ma’rifah, sifat-

    21 Ibid

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 36

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    na’at, fa’il dan maf’ul, zaman dan makan, hay’ah danalat…), dan fi’l-fi’l terhadap halnya (lampau, sekarang,akan datang), dhama’ir (zahir dan batin), maushul(huruf athaf, jar dan nisbah) dan semuanya tetapdengan harakatnya yang berbeda maknanya, hubunganisnad secara global berkaitan di antara perbedaanperubahannya.

    Kedua, pengklasifikasian al-maujudat secararasional, baik secara berpasangan sesuai denganpembentukannya secara vertikal dan horisontalataupun secara berlawanan: juz’i, khas, mukhtalifberlawanan dengan kull, ‘am, dan musytarak; demikianberlawanan sifat-sifatnya antara aksiden mufaariq(terpisah) dan zaty laazim.22

    c) Peran Lafaz Antara Perbedaan Fungsi dan KontribusiIlmu-ilmu Lain

    Ketika lafaz-lafaz yang digunakan dalam filsafatmenunjukkan meningkatnya pengetahuan nafs danderajat akal/nalar, ditemukan (lafaz-lafaz itu)terkumpul menjadi kosakata khusus dengan semuafungsi dan tingkat. Demikian lafaz-lafaz itu tersusunmengikuti semua ilmu dan shina’ah23. Maka fungsi nafsdalam bidang khusus dengan lafaz-lafaznya yangdiungkapkan bertitik tolak dari kekonkretannya baik

    22 Ibid., hlm. 16323 Shina’ah disebut pula dengan al-‘ilm al-madhbuth yaitu pengetahuan yang

    diperoleh melalui tamarrun (pembiasaan, latihan) dalam bentuk kaedah-kaedah yang berlaku umum dan dalil-dalil. Standar atau karakter al-‘ilm al-madhbuth adalah objektif, menyeluruh, kohesif (terpadu), danekonomis. Lihat Tammam Hasan, Al-Ushul, Dirasah Epistemologiyah Li al-Fikr al-Logawi ‘inda al-‘Arab, al-Nahw-Fiqh al-Logah-al-Balagah (Kairo: ‘Alamal-Kutub, 2000), hlm. 15-16. Lihat pula H. D. Hidayat, Al-Ushul, DirasahEpistemologiyah Li al-Nahw-Fiqh al-Logah-al-Balagah (2008), hlm. 18

  • 37

    secara lahir maupun batin, sebagai lintasan perasaan,kesadaran dan kecenderungan, sebagai pencapaianyang bersifat konkret, rasional dan intuisi. Bagi akalspekulatif yang menjadi rujukannya adalah lafaz yangserupa dengan teoritis spekulatif, ilmu, keraguan, danyakin dengan istidlal dan burhan (inferensi dandemonstratif); berlawanan dengan akal praktis dalamlingkupnya yang bersifat perilaku, akhlak, tujuan,tindakan, kehati-hatian, ketajaman pikiran, danpengharapan.

    Ketika materi-materi filsafat muncul dari pemi-kiran analisis komprehensif, nafs itu asalnya satu meskifungsinya bermacam-macam, maka peran lafaz ituterbuka yang melingkupi peran-peran yang luas, mele-bihi semua medan ilmu. Inilah yang membawa kepadabercabangnya lafaz-lafaz dan isytirak dalam ilmu(funun) dan shina’ah, meski diperoleh makna-maknayang berbeda. Sebagian lafaz telah berbentuk modelutama yang digunakan sebagai rujukan ilmiah secarakeseluruhan. Seperti konsep quwwah, fi’l (tindakan),jauhar, ardh, maddah, shurah, muqawwim, zaty, dalil,burhan, illat dan ma’lul.24

    d) Ta’rib Antara Transmisi (Naql) Lafaz, Isti’arah danIkhtira’

    Naql dan isti’arah merupakan dua fenomena alamiyang terjadi pada bahasa. Artinya terjadi pengurangandan penambahan huruf; mengubah wazn atau iramauntuk menyesuaikan bahasanya dan mendekatkanpenyimakannya. Inilah yang terjadi pada masapermulaan transmisi di mana mereka mengambil lafaz-

    24 Lihat Jirar Jihami, Isykaliyah …, Op. Cit., hlm. 163-164

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 38

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    lafaz Yunani menurut illat-illatnya dan meng-arab-kannya: bisa jadi karena keliru dalam memahami, atautidak ditemukan lafaz yang sesuai dengan bahasamereka. Terdapat sekelompok lafaz yang beredarmenurut para penterjemah dan filosof pertama karenaketidak jelasan madlulnya, banyaknya makna. Namunnaql itu belum sempurna/selesai hingga lafaz-lafaz itudikoreksi lagi dari aspek mufradat yang mengandungisytirak atau ikhtira’ (naht dan Isytiqaq). Seperti lafaz-lafaz al-mahiyah, al-huwiyyah, al-iniyyah, al-ayissiyyah,al-wujudiyah dan semua kategori dan kulliyat yangtepat untuk semua ilmu pengetahuan dan shina’ah.Maka kata asal ditempatkan di tempat dakhil dari lafaz,ungkapan dipertajam, bahasa pemikiran digeneralisirdengan term-termnya untuk dipergunakan menurutmakna asalnya dan dianalogikan kepada makna baru.Maka materi bahasa tumbuh dan meluas untuk meng-hadapi perkembangan peradaban dan tantangannya.25

    e) Sistem Kalam Antara Struktur Logika dan Pemben-tukan Kalimat Nahwu

    Sebagaimana bahasa yang lain, bahasa arab tundukkepada sistem nahwu tertentu yang mengatur dasar-dasar kata-katanya, baik secara didahulukan (taqdim)maupun diakhirkan (ta’khir), jawazan atau wujubansebagai target komunikasi dan transformasi. Setiapbahasa memiliki logikanya secara khusus yang denganperantaraannya menjelaskan si pendengar terhadap apayang terpikir di benak dan apa yang dirasakan oleh nafs.Karena itu, menurut definisi Jirar Jihami, pembagiankalam dalam kalimat harus dibangun berdasarkan tiga

    25 Ibid., hlm. 164-165

  • 39

    dasar yaitu: shigat (bentuk), makna dan fungsi setiaplafaz yang bersifat munfarid (menyendiri) atau mujta-mi’ (bersama yang lain). Namun ketika kalimat di-bangun berdasarkan logika, maka ia (kalimat) tidakdiungkapkan kecuali memiliki dua dasar rukun: mau-dhu’ (sobjek) dan mahmul (predikat), atau musnad danmusnad ilaih, selama sesuai aturan yang berfaedah darihubungan relasi (alaqah) secara deskripsi (rasm),definisi dan klasifikasi. Sedang fi’l majhul didudukkansecara taqdir dan melahirkan dengan keadaan baikdhamir zahir maupun tersembunyi (mustatir).

    Sementara dalam logika tradisional (Aristoteles),qadhiyah (proposisi) mesti terdiri dari dari tiga unsur,yaitu subjek, predikat dan copula (dalam bahasa JirarJihami disebut fi’l26) Copula ini mesti ada dan fungsinyamenyatakan hubungan yang terdapat antara subjek danpredikat.27

    2. Dari Aspek Madhmun (Content)Kecenderungan pemikiran yang tersembunyi di

    belakang konteks kalam dan kumpulan-kumpulan lafazyang diungkapkan darinya, para tokoh filsafat khususnyamendeskripsikannya dengan bahasa yang tsabit (tetap)dan mutahawwil (berubah), mashdar dan derivasi, jamiddan muthatawwir (berkembang). Al-Arsuzi menggambar-kan ciri-cirinya: struktur bahasa Arab adalah untukmengungkap pola wujud dalam dua keadaan: thabiah dan

    26 Fi’l merupakan asas ungkapan yang menyatukan al-hamil dan al-mahmulyang menunjukkan makna pengganti, sifat, dan korelasi antara keduanya.Ibid., hlm. 139.

    27 Lihat Zainun Kamal, Ibn Taimiah Versus Para Filosof, Polemik Logika (Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 25

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 40

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    sejarah, yang menunjukkan kesatuan sumber dankeseimbangan fenomena-fenomena serta untuk menun-jukkan tindakan-tindakan yang dihasilkan dari sumberterhadap perubahan alam yang besifat fermanen. Isim-isim jins (genus) merupakan intuisi sumber-sumber yangsudah mengkristal maknanya dalam sesuatu yang terpan-car yang sudah ada atau melahirkan tanda-tanda yangterbentuk dari huruf-huruf dan lafaz-lafaz yang menun-jukkan lingkup natural yang melingkup segala yangkonkret, dari situ terkumpul antara musytarak-mutasyabihdan memisahkan antara mukhtalif- mutabayin.28 Adapunarah pemikiran yang dibuat adalah sebagai berikut:

    a) Kecenderungan Ta’wil- Tajrib

    Kecenderungan ini menjelaskan bahwa banyaklafaz yang digunakan dalam medan persepsi, konkret,teruji, dikenal, dan natural. Hal itu dari sisi semua termyang menunjukkan sesuatu yang di sana mengandunglingkup masa dan tempat dari pembentukan ke-ana-an, kepada aksiden, kepada transformative, dan kepadawaktu. Demikian dari sisi proposisi logika formal yangsudah dikenal menurut Aristoteles. Sedang Ibn Sinasalah seorang ahli logika Arab, menambahkan propo-sisi-proposisi yang memiliki relasi dengan pengujian,di mana isi lingkupnya adalah realitas-realitas yangberkaitan dengan materi, tempat, dan masa dari satusisi, dan dengan keadaan kejiwaan tertentu berkaitanpemeroleh dengan yang diperoleh dengan cara inderazahir dan batin dari sisi yang lain, sebagai pendahuluanuntuk sampai kepada akal abstrak.29

    28 Lihat Jirar Jihami, Op.Cit., hlm. 16629 Ibid., hlm. 166-167

  • 41

    b) Kecenderungan Hissi-Tamatstsul

    Realitas perasaan merupakan titik tolak bagi bahasaArab dalam pembentukan semua ilmu baik teoritismaupun praktis. Secara umum ialah kecenderunganmelatih pemikiran filsafat untuk menghubungkan antaradua alam; alam natural dan alam gaib; antara empirik danmetafisik, antara zahir dan batin, antara tersurat dantersirat, antara tujuan dan hakikat. Tetapi yang membe-dakan nalar Arab adalah hubungan bagian antara kategori-kategori dua alam: antara partikuler dan general, antaramusyratak dan ‘amm, antara syakhsh30, spesia dan ge-nus. Proses berpikir telah menerjemahkan sifat-sifatpenghubung sebagai petunjuk bagi akal untuk mengana-lisis keadaan dan karakteristiknya dari dekat dari alamempiris yang riil, dan sobjek yang ada. Sehingga akal dapatmemahami pengabstrakan ide atau konsep melalui prosesberpikir sebagai makna yang benar dan hakiki.31

    c) Kecenderungan Zharf -Sabab

    Alam terbagi dua, yaitu alam fisik dan alammetafisik. Meski terbagi bukan berarti tidak adahubungan antara keduanya. Yang menghubungkankedua alam itu adalah adanya maujudat yaitu term fa’il,qaabil, muharrik, quwwah, fi’l dan lain-lain. Dalambahasa logika disebut dengan pasangan kebahasaan,yakni sebuah relasi sabab dan musabbab.

    Dalam bahasa Arab tidak ditemukan madlul lafazuntuk konsep illat dan sabab serta fi’l yang mengarah

    30 Syakhsh bentuk jamaknya adalah asykhash yaitu setiap satu makna yangtidak ada sifat musytarak terhadap sesuatu yang lain dan tidak ada yangmenyerupainya. Ibid., hlm. 99

    31 Ibid., hlm. 169-170

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 42

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    kepada hubungan pengaruh timbal balik atau sesuatuyang tersembunyi di antara yang ada, selain dari babjawaz dan imkan sebagai aradh bukan dengan zat danjauhar.

    Allah Ta’ala sebagai sabab hakiki dan muharrikterhadap alam semesta. Adapun gerakan dalam alamsemesta ialah fenomena-fenomena dan situasi-situasiyang memantulkan qudrat dan iradat ketuhanan. Zha-raf menurut term Arab adalah kesempatan (furshah)yang sesuai dengan suatu peristiwa. Perbedaan antarazharaf dengan syarat (kondisi), syarat adalah satu bagi-an dari illat, ia adalah dharuri bagi suatu peristiwa mes-kipun di luar dari hakikatnya (mahiyah), sedang zharafbukan dharuri bagi suatu peristiwa meskipun termasukbagian dari sya’an (keadaan) apabila ditemukan peristi-wanya (berjalan) dengan mudah. Satu zharaf bisadiganti dengan zharaf yang lain tanpa mencegah suatuperistiwa, artinya bahwa pengaruh illat dalam ma’lultelah sempurna pada zharaf ini, atau pada zharaf yangini. Bahwa satu zharaf bisa menjadi kesempatan yangsesuai bagi pengaruh illat ini atau itu.

    Hubungan antara alam semesta dengan pencipta-nya ditentukan oleh relasi yang berdiri antara zat yangwajib ada (al-wajib al-wujud) dengan yang mungkinada (al-mumkin al-wujud), dengan zat dan subtansi.Misalnya api membakar kapas namun hal ini tidaksecara mutlak. Ia adalah sabab dan zharaf yang berkait-an dengan pelaku (sobjek) yang mewujudkan keduanyapada satu sisi, dan dengan naturalnya pada sisi yanglain, maka kalau begitu sebab hakiki dengan arti Allahsang pelaku dan penggerak. Adapun semua sababhanyalah aksiden yang berperan sebagai zharaf-bukti

  • 43

    yang membawa kepada makrifah kepada sang pembuat-yang metafisik lawan dari empiris.32

    d) Kecenderungan Khabar -Tashdiq

    Pada awalnya pengetahuan manusia dimulai daripemahaman spekulatif. Ketika pemahaman tersebutdiproses oleh pemikiran, ide yang dibantu oleh akal,maka pemahaman tersebut menjadi pengetahuan yangmasih sederhana. Pengetahuan sederhana ini masihmengalami proses yang dibantu oleh datangnyaberbagai informasi tentang apa yang manusia pahami.Kesesuaian antara pengetahuan dengan informasi yangdiperoleh menjadi pengetahuan yang komposit(murakkab). Jika demikian maka pengetahuan tersebutbisa dibenarkan (tashdiq). Proses ini bisa digambarkandengan garis berikut:

    Spekulatif pertama Pengetahuan sederhanakhabar/informasi Pengetahuan komposit (murak-kab) Pembenaran (tashdiq)

    Artinya bahwa semua pembenaran didahului olehgambaran yang terbagi-bagi, terbatas, dan tidak sem-purna hanya bersandar kepada informasi yang memba-wa kepada keyakinan. Jadi yang dimaksud bahwa kali-mat bahasa Arab asalnya sebagaimana yang ditampilkanoleh problematik logika adalah kalimat khabar yangmenghubungkan dengan kebenaran dan realita. Karenaitu tidak ada perbedaan secara jelas antara apa yangkita ketahui dengan zat/eksistensi kita dan apa yangkita sampaikan dengan perantara informasi.33

    32 Ibid., hlm. 172-17533 Ibid., hlm. 172-177

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 44

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    e) Kecenderungan Amal- Gardh

    Para pemikir Arab membagi filsafat menjadi duabagian, yaitu teori dan praktik. Nafs itu berpikir, beker-ja, bertutur, dan berkeinginan. Karena itu kekuatanpengetahuan bercampur antara perasaan, kecende-rungan, imajinasi, angan-angan dan daya ingat bersamakekuatan prilaku dari pilihan pertimbangan dan tin-dakan keinginan. Kecenderungan ini mengkristalmenurut (Arab) lingkup hubungan akal siyasi dengansistem pengetahuan, dan melekatkan pada mazhabfilsafat yang menginginkan manusia sampai kepadaderajat kesempurnaan dan kebahagiaan secara akal dantindakan.

    Menurut al-Farabi, nafs akan mencapai kebahagia-an dengan tindakan-tindakan keinginan yang bisaberupa tindakan pemikiran dan tindakan badan. Jikatindakan itu sebaliknya, tindakan itu tidak bermanfaatyang otomatis tidak membawa kepada kebahagiaan,maka tindakan itu tidak baik. Bentuk, rupa dan naluriyang muncul dari tindakan-tindakan itulah yangdisebut keutamaan (fadha’il). Tindakan-tindakan iniberkaitan dengan tujuannya yang bermanfaat, sehinggasempurnanya kekuatan pikiran ketika darinya munculsesuatu yang bermanfaat, bisa baik dan bisa tidak baik.Jika sesuatu itu bermanfaat, maka sesuatu itulah yangdisebut keindahan dan kebaikan.

    Akal/nalar Arab itu bersifat gardh di mana tujuantidak akan dicapai bila tidak diarahkan kepada yangbermanfaat. Karena itu jelas bahwa semua yangdirealisasi dengan tindakan adalah kebenaran. Inilahtujuan sebagai batas filsafat mereka tanpa mengenal

  • 45

    kevalidan teori, hukum atau aturan apapun kecuali bilamemungkinkan untuk memunculkan realisasitindakan-tujuan akhir. Bagi mereka semua ilmu adalahshina’ah seperti bahasa, burhan, dealektika, dankalam.34

    C. Dimensi Term FilsafatAda dua dimensi pokok yang menciptakan term filsafat,

    di mana term filsafat ini menjelaskan perannya sehinggapelbagai ilmu saling berhubungan, baik dalam filsafat maupundi luar filsafat.

    1. Dimensi Tadakhul Antar Ilmu-ilmu FilsafatFilsafat dikatakan sebagai ibu atau induk segala ilmu

    pengetahuan karena yang menjadi objek kajiannya adalahsegala sesuatu yang ada. Ketika berbicara tentang alamiah,maka munculah kategori-kategori yang terdiri dari kontenalamnya. Alamiah berbicara tentang jism-jism atau yangada yang (bisa) dirasakan dari aspek kualitas dan gerak,atau dari aspek kaun dan fasad. Al-Gazali telah membatasimaqasid ilmu menurut filosof dalam empat kategori:pertama, yang termasuk jism, ia bersifat umum, sepertishurah, huyuli, harakah dan makan. Kedua, yang lebihkhusus, yaitu pandangan pada hukum sederhana dari jism.Ketiga, pandangan pada murakkabat (komposit) danmumtazajat. Keempat, pandangan pada jiwa tumbuhan,hewan, dan manusia.35

    Term logika selalu menghubungkan antara alam natu-ral dan metafisik. Pembahasan ini berkaitan dengan asas-

    34 Ibid., hlm. 177-17835 Ibid., hlm. 180

    Pengaruh Term Filsafat terhadap Bahasa Arab

  • 46

    Bahasa Arab dan Pembelajarannya Ditinjau Dari Berbagai Aspek

    asas konklusi macam-macam qiyas (silogisme), dan bukti-bukti yang membawa kepada penetapan kevalidannya yangmelewati problem-problem metafisik dan pengimbanganantar dalil-dalil baik nafy maupun itsbat. Seperti prinsipindentitas (mabda al-zatiyah), prinsip non-kontradiksi(mabda ‘adam al-tanaqudh), prinsip tiga kategori (mabdaal-tsalits al-marfu’), dan prinsip kausalitas (mabda al-sababiyah). Sebaliknya logika Aristoteles dalam ushul danagradhnya, melalui kategori-kategori dan proposisi-proposisi36, susunan kaainat dan pembagian proposisiumum kepada genus, spesia, dan partikuler kepadadeferensia dan propria, dan seolah-olah berhubungandengan arahnya antara realita konkret dan metafisik.37

    Sobjek dalam proposisi misalnya adalah spesia danpredikat adalah genus, dan definisi itu mengumpulkanantara genus, spesia, dan deferensia. Tujuan akhir darisetiap definisi pada awalnya adalah sampai kepada hakikat(mahiyah), adapun burhan berpijak pada premis-premisdharuriyah zatiyah yang membuat jalan untuk melewatiantara ushul pengetahuan natural- ilmiah dan ilmudengan illat yang affirmative bagi yang maujud. Inilahyang mendorong Ibn Rusyd dalam pemahamannyaterhadap logika Aristoteles terhadap penggunaan konsep-konsep contoh quwwah dan fi’l, maddah dan bentuk, zatdan ardh, dharuri dan mumkin. Ia berkata dalamungkapan: “lafaz-lafaz arah (jihat) terbagi dua arah sebab

    36 Proposisi dalam istilah nahwu adalah jumlah (kalimat). Perbedaan termdalam nahwu dan mantiq adalah ahli mantiq berbicara tentang maknamengikuti lafaz. Sedang ahli nahwu berbicara tentang lafaz mengikutimakna. Pandangan mantiq hanya pada makna, namun tetapmemperhatikan lafaz yaitu dengan aksiden. Lihat Adil Khalaf, Op.Cit.,hlm. 111

    37 Lihat Jirar Jihami, Op.Cit., hlm. 180-181

  • 47

    ia dimaksudkan menjadi dilalah yang sesuai denganmaujud. Maujud terbagi dua: bisa dengan quwwah danbisa dengan fi’l. Dharuri itu sesuatu dengan fi’l danmumkin itu sesuatu dengan quwwah.

    Ketika nafs dengan perannya berhubungan di antaradua alam jism thabi’iy, akal tinggi (al-‘uqul al-samawiyat),sesuai dengan sistem kaun yang terpancar dan dengantasalsul astronomi, kita temukan melalui karakter manusiadalam pengetahuannya yang bersifat substansi dan for-mal, sebagai dimensi metafisik yang dikonkret olehkekuatan akal. Dimensi natural/alamiah seluruh konkretyang zahir dan batin pada pengetahunnya. Nafsmempunyai dua kekuatan: mengetahui (‘Alimah) danbertindak (‘Amilah). Karena itu ia menempati relasi antarateori dan praktik. Quwwah ‘amilah adalah yang munculdengan isyarat quwwah alamiah di mana ia adalah teoriyang berkaitan dengan ‘amal’. Karena itu pada tingkat inilafaz-lafaz yang digunakan berpindah dari filsafatpengetahuan kepada alam filsafat behavior (suluk).38

    2- Dimensi Tadakhul Antara Filsafat Dengan SeluruhIlmu Pengetahuan

    Kajian pemikiran Arab mesti mengarah kepadaproblematika term filsafat dengan cabang-cabangnya diluar batas wilayah filsafat itu sendiri, untuk memperpan-jang pembicaraan seluruh ilmu pengetahuan yangberkaitan dengannya, di mana lafaz-lafaz saling menjalinpemerolehan satu term se