bahannnnn
-
Upload
nhara-diahh -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
description
Transcript of bahannnnn
Latar belakang
Di era globalisasi, pengetahuan tentang keperawatan sangat penting. Terutama meliputi
pemberian asuhan keperawatan bagi seluruh manusia untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan spiritual baik klien maupun keluarga. Ketika menggunakan pendekatan
ini, perawat memerlukan pengetahuan dan ketrampilan dalam hubungan interpersonal, psikologi,
pertumbuhan, dan perkembangan manusia,komunikasi dan sosiologi, juga pengetahuan tentang
ilmu-ilmu dasar dan ketrampilan keperawatan tertentu. Perawat adalah pemberi jalan dalam
menyelesaikan masalah dan juga sebagai pembuat keputusan.
Yang melatarbelakangi pembuatan paper ini yaitu sebagai tenaga perawat, kita harus
mengetahui model-model keperawatan atau tokoh-tokoh dalam keperawatan yang dimana setiap
pendapat dari para tokoh atau model bebeda-beda yang dapat kita pergunakan dalam member
asuhan kpada pasien.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Biografi Madeleine Leininger
Madeleine Leininger lahir pada tanggal 13 juli 1925 di Sutton, Nebraska, Amerika Serikat.
Beliau adalah seorang ahli teori keperawatan perintis, yang pertama kali muncul pada tahun
1961. kontribusinya untuk teori keperawatan melibatkan diskusi tentang apa itu peduli.
Terutama, ia mengembangkan konsep keperawatan transkultural, membawa peran faktor budaya
dalam praktek keperawatan ke dalam diskusi tentang bagaimana yang terbaik untuk mereka yang
membutuhkan asuhan keperawatan.
Beliau menerima gelar diploma dalam keperawatan dari St Anthony's School of Nursing di
Denver, Colorado. Pada tahun 1950, ia memperoleh B.S. dari St Scholastica (Benedictine
College) di Atchi, Kansas. Dan pada tahun 1954 meraih M.S. di Nurs kesehatan jiwa dan mental
dari Universitas Katolik Amerika di Washington, DC. Pada tahun 1965, ia dianugerahi gelar
Ph.D. dalam antropologi budaya dan sosial dari Universitas Washington, Seattle (Tomey dan
Alligood, 2001).
Pada awal karirnya sebagai perawat, Leininger mengakui pentingnya
konsep "peduli" dalam keperawatan. Teori peduli bertujuan untuk memberikan budaya
pelayanan keperawatan kongruen melalui "tindakan bantu, mendukung, fasilitatif, atau
memungkinkan kognitif berbasis atau keputusan yang sebagian besar dibuat khusus agar sesuai
dengan individu, kelompok, atau lembaga budaya nilai-nilai, keyakinan, dan lifeways"
( Leininger, MM (1995). Selama tahun 1950-an Leininger mengalami apa yang menggambarkan
sebagai kejutan budaya ketika dia menyadari bahwa pola-pola perilaku berulang pada anak-anak
tampaknya memiliki dasar budaya. Leininger mengidentifikasi kurangnya pengetahuan budaya
dan perawatan sebagai rantai yang hilang untuk pemahaman keperawatan tentang banyak variasi
yang diperlukan dalam
perawatan pasien untuk mendukung kepatuhan, penyembuhan, dan kesehatan (George, 2002).
Wawasan ini adalah awal (tahun 1950-an) yang baru membangun dan penomena terkait dengan
pelayanan keperawatan disebut keperawatan transkultural. Leininger adalah pendiri gerakan
keperawatan transkultural dalam pendidikan penelitian dan praktek.
1.2 Konsep Teori yang dikembangkan oleh Madeleine Leininger
Teori Leininger adalah untuk menyediakan langkah-langkah perawatan yang selaras
dengan individu atau kelompok budaya kepercayaan, praktik, dan nilai-nilai. Pada tahun 1960-an
dia menciptakan budaya kongruen perawatan jangka panjang, yang merupakan tujuan utama
transkultural keperawatan praktek. Budaya perawatan sebangun adalah mungkin bila tindakan
terjadi dalam hubungan perawat-klien (Leininger, 1981).
Leininger mengembangkan istilah baru untuk prinsip dasar teorinya. Ini
definisi dan prinsip-prinsip istilah kunci untuk memahami teori tersebut. Di bawah ini adalah
ringkasan dasar prinsip yang penting untuk memahami teori Leininger :
Care adalah untuk membantu orang lain dengan kebutuhan nyata atau diantisipasi dalam
upaya untuk memperbaiki kondisi manusia yang menjadi perhatian atau untuk menghadapi
kematian.
Merawat adalah tindakan atau kegiatan diarahkan memberikan perawatan.
Budaya mengacu pada belajar, berbagi, dan dipancarkan nilai-nilai, keyakinan, norma, dan
kehidupan dari individu tertentu atau kelompok yang membimbing mereka berpikir, keputusan,
tindakan, dan cara berpola hidup.
Perawatan Budaya mengacu pada beberapa aspek budaya yang mempengaruhi seseorang
atau kelompok untuk meningkatkan kondisi manusia atau untuk menangani penyakit atau
kematian.
Keragaman budaya peduli merujuk pada perbedaan dalam makna, nilai, pantas tidaknya
perawatan di dalam atau di antara kelompok-kelompok orang yang berbeda.
Universalitas peduli Budaya mengacu pada perawatan umum atau arti serupa yang
jelas di antara banyak budaya.
Keperawatan adalah profesi yang dipelajari dengan disiplin terfokus pada perawatan
fenomena.
Worldview mengacu pada cara orang cenderung untuk melihat dunia atau alam semesta
dalam menciptakan pandangan pribadi tentang hidup.
Budaya dan dimensi struktur sosial termasuk faktor yang berhubungan dengan
agama, struktur sosial, politik / badan hukum, ekonomi, pola pendidikan-terns, penggunaan
teknologi, nilai-nilai budaya, dan ethnohistory yang di-fluence tanggapan budaya manusia dalam
konteks budaya.
Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan budaya dan dihargai oleh
budaya yang ditunjuk.
Pelestarian budaya perawatan atau pemeliharaan mengacu pada kegiatan pelayanan
keperawatan yang membantu orang dari budaya tertentu untuk menyimpan dan menggunakan
inti kebudayaan nilai perawatan terkait dengan masalah kesehatan atau kondisi.
Budaya akomodasi perawatan atau negosiasi merujuk kepada tindakan keperawatan kreatif
yang membantu orang-orang dari budaya tertentu beradaptasi dengan atau bernegosiasi dengan
lain- ers dalam kesehatan masyarakat dalam upaya untuk mencapai tujuan bersama dari hasil
kesehatan yang optimal untuk klien dari budaya yang ditunjuk. Memahami Kerja Theorists
Perawat
Budaya perawatan restrukturisasi mengacu pada tindakan terapi yang diambil oleh budaya
perawat yang kompeten atau keluarga. Tindakan ini memungkinkan atau sebagai klien untuk
mengubah perilaku kesehatan pribadi terhadap menguntungkan hasil sementara menghormati
nilai-nilai budaya klien.
Leininger mengusulkan bahwa ada tiga modus untuk membimbing penilaian asuhan
keperawatan, keputusan, atau tindakan untuk memberikan perawatan yang tepat, bermanfaat, dan
bermakna yaitu :
a. pelestarian dan / atau pemeliharaan
b. akomodasi dan / atau negosiasi
c. re-pola dan / atau restrukturisasi
Teori Madeleine Leininger menyatakan bahwa kesehatan dan care dipengaruhi
oleh elemen-elemen berikut yaitu : Struktur sosial seperti
teknologi, kepercayaan dan factor filosofi, sistem sosial, nilai-nilai cultural, politik dan
factor-faktor legal, factor-faktor ekonomi, dan factor-faktor pendidikan. Faktor sosial ini
berhubungan dengan konteks lingkungan, bahasa dan sejarah etnis, masing-masing sistem
ini merupakan bagian struktur sosial. Pada setiap kelompok masyarakat; pelayanan
kesehatan, pola-pola yang ada dalam masyarakat dan praktek-praktek yang merupakan
bagian integral dari aspek-aspek struktur sosial (Leineinger dan MC Farland 2002). Dalam
model sunrisenya Leineinger menampilkan visualisasi hubungan antara berbagai konsep
yang signifikan. Ide pelayanan dan perawatan (yang dilihat Leineinger sebagai bentuk
tindakan dari asuhan) merupakan inti dari idenya tentang keperawatan. Memberikan
asuhan merupakan
jantung dari keperawatan. Tindakan membantu didefinisikan sebagai prilaku yang
mendukung.
Menurut Leininger bantuan semacam itu baru dapat benar-benar efektif jika
latarbelakang budaya pasien juga dipertimbangkan, dan bahwa perencanaan dan pemberian
asuhan selalu dikaitkan dengan budaya.
Leininger menggambarkan dimensi cultural care diversity and universality (Keperawatan
berbasis budaya yang universal dan beraneka ragam). Leininger menampilkannya sebagai
gambaran seperti matahari terbit.
Lapisan terluar adalah asuhan berbudaya menurut yang mengandung pandangan dunia yang
terdiri dari dimensi struktural, sosial dan kultural. Asuhan berbudaya diartikan sebagai suatu
objek dan subjek yang dipelajari dan merupakan penyampaian nilai, keyakinan dan pola yang
membantu, mendukung, memfasilitasi individu untuk mempertahankan kesejahteraan dan
kesehatan, serta meningkatkan kondisi dan cara hidup. Sehingga dapat diketahui,
dijelaskan,diinterpretasikan dan diprediksikan fenomena asuhan keperawatan untuk
mengarahkan praktik keperawatan. Pandangan dunia diartikan sebagai cara orang melihat
dunia atau sesuatu yang umum tentang dunia dan kehidupannya. Adapun dimensi struktur,
social dan cultural diartikan sesuatu yang mempengaruhi pola dinamik dan gambaran
hubungan factor-faktor stuktural dan organisasi dari budaya tertentu yang mencakup agama,
sosial, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, nilai budaya dan factor ethnohistorika dimana
factor-faktor tersebut saling berhubungan dan berfusi untuk mempengaruhi perilaku manusia
didalam konteks lingkungan yang berbeda. Ketiga hal diatas mempengaruhi secara tidak
langsung terhadap 7 faktor yang berada pada lapisan dibawahnya.
Terdapat 7 (tujuh) komponen dalam sunrise model tersebut, yaitu :
1. Faktor Teknologi ( Technological Factors )
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan
pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan
saat ini, alasan mencari kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan.
2. Faktor keagamaan dan falsafah hidup ( Religous and Philosofical Factors)
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi kuat sekali untuk menempatkan
kebenarannya di atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu
dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang
utuh.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)
Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama
panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala
keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga.
4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik
dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup
adalah posisi dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan
makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan dan
persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.
5. Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)
Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang menunggu.
6. Faktor ekonomi ( Economical Faktor )
Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang ada pada umumnya
dimanfaatkan klien antara lain asurannsi, biaya kantor, tabungan.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan.
7. Faktor pendidikan (Educational Factor)
Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam menmpuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka keyakinannya
harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis
pendidikan, serta kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehingga tidak terulang kembali
TEORI KEPERAWATAN MADELEINE LEININGER
”CULTURE CARE : DIVERSITY AND UNIVERSALITY THEORY”
A. SEJARAH TEORI ‘CULTUR CARE’
Dr. Madeline Leininger, seorang perawat yang ahli antropologi, mempunyai
andil besar dalam meningkatkan riset dalam perawatan trans-kultural dan
dalam merangsang program-program studi yang erat kaitannya. Ia adalah
pelopor keperawatan transkultural dan seorang pemimpin dalam
mengembangkan keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan
yang berfokus pada manusia. Leininger juga adalah seorang perawat
professional pertama yang meraih pendidikan doctor dalam ilmu antropologi
social dan budaya.
Madeline Leininger lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir
keperawatannya setelah tamat dari program diploma di “St. Anthony’s
School of Nursing” di Denver. Pada tahun 1950 ia meraih gelar sarjana
dalam ilmu biologi dari “Benedictine College, Atchison Kansas” dengan
peminatan pada studi filosofi dan humanistik. Setelah menyelesaikan
pendidikan tersebut ia bekerja sebagai instruktur, staf perawatan dan kepela
perawatan pada unit medikal bedah sererta membuka sebuah unit
perawatan psikiatri yang baru dimana ia menjadi seorang direktur pelayanan
keperawatan pada St. Joseph’s Hospital di Omaha. Selama waktu ini ia
melanjutkan pendidikan keperawatannya di ”Creigthton University ” di
Omaha. Tahun 1954 Leininger meraih gelar M.S.N. dalam keperawatan
psikiatrik dari ” Chatolic University of America” di Washington, D. C. Ia
kemudian bekerja pada ”College of Health” di Univercity of Cincinnati,
dimana ia menjadi lulusan pertama (M. S. N ) pada program spesialis
keperawatan psikiatrik anak . Ia juga memimpin suatu program pendidikan
keperawatan psikiatri di universitas tersebut dan juga sebagai pimpinan
dalam pusat terapi perawatan psikiatri di rumah sakit milik universitas
tersebut.
Leininger bersama C. Hofling pada tahun 1960 menulis sebuah buku yang
diberi judul ” Basic Psiciatric Nursing Consept” yang dipublikasikan ke dalam
sebelas bahasa dan digunakan secara luas di seluruh dunia. Selama bekerja
pada unit perawatan anak di Cincinnati, Leininger menemukan bahwa
banyak staff yang kurang memahami mengenai faktor-faktor budaya yang
mempengaruhi perilaku anak-anak. Dimana diantara anak-anak ini memiliki
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Ia mengobservasi perbedaan-
perbedaan yang terdapat dalam asuhan dan penanganan psikiatri pada
anak-anak tersebut. Terapi psikoanalisa dan terapi strategi lainnya
sepertinya tidak menyentuh anak-anak yang memiliki perbedaan latar
belakang budaya dan kebutuhan. Leininger melihat bahwa para perawat lain
juga tidak menampilkan suatu asuhan yang benar-benar adequat dalam
menolong anak tersebut, dan ia dihadapkan pada berbagai pertanyaan
mengenai perbedaan budaya diantara anak-anak tersebut dan hasil terapi
yang didapatkan. Ia juga menemukan hanya sedikit staff yang memiliki
perhatian dan pengetahuan mengenai faktor-faktor budaya dalam
mendiagnosa dan manangani klien.
Suatu ketika, Prof. Margaret Mead berkunjung pada departemen psikiatri
University of Cincinnati dan Leiniger berdiskusi dengan Mead mengenai
adanya kemungkinan hubungan antara keperawatan dan antropologi.
Meskipun ia tidak mendapatkan bantuan langsung, dorongan, solusi dari
Mead , Leininger memutuskan untuk melanjutkan studinya ke program
doktor (Ph.D) yang berfokus pada kebudayaan, sosial, dan antropologi
psikologi pada Universitas Washington. Sebagai seorang mahasiswa program
doktor, Leininger mempelajari berbagai macam kebudayaan dan
menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu sangat menarik dan merupakan
area yang perlu diminati oleh seluruh perawat. Kemudia ia menfokuskan diri
pada masyarakat Gadsup di Eastern Highland of New Guinea, dimana ia
tinggal bersama masyarakat tersebut selama hampir dua tahun. Dia dapat
mengobservasi bukan hanya gambaran unik dari kebudayaan melainkan
perbedaan antara kebudayaan masyarakat barat dan non barat terkait
dengan praktek dan asuhan keperawatan untuk mempertahankan
kesehatan.
Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat
Gadsup, ia terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode
ethno nursing. Teori dan penelitiannya telah membantu mahasiswa
keperawatan untuk memahami perbedaan budaya dalam perawatan,
manusia, kesehatan dan penyakit. Dia telah menjadi pemimpin utama
perawat yang mendorong banyak mahasiswa dan fakultas untuk
melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan menghubungkan
pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan transkultural.
Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan
bidang perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada manusia telah
menyokong dirinya selama 4 dekade.
Tahun 1950-an sampai 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area
umum dari pengetahuan dan penelitian antara perawatan dan anthropologi:
formulasi konsep keperawatan transkultural, praktek dan prinsip teori.
Bukunya yang berjudul Nursing and anthropology : Two Words to Blend ;
yang merupakan buku pertama dalam keperawatan transkultural, menjadi
dasar untuk pengembangan bidang keperawatan transkultural, dan
kebudayaan yang mendasari perawatan kesehatan. Buku yang berikutnya,
”Transcultural Nursing : Concepts, theories, research, and practise (1978 )” ,
mengidentifikasi konsep mayor, ide-ide teoritis, praktek dalam keperawatan
transkultural, bukti ini merupakan publikasi definitif pertama dalam praktek
perawatan treanskultural. Dalam tulisannya, dia menunjukkan bahwa
perawatan treanskultural dan anthropologi bersifat saling melengkapi satu
sama lain, menkipun berbeda. Teori dan kerangka konsepnya mengenai
Cultural care diversity and universality dijelaskan dalam buku ini.
Sebagai perawat profesional pertama yang melanjutkan pendidikan ke
jenjang doktor dalam bidang antropologi dan untuk memprakarsai beberapa
program pendidikan magister dan doktor, Leininger memiliki banyak bidang
keahlian dan perhatian. Ia telah memepelajari 14 kebudayaan mayor secara
lebih mendalam dan telah memiliki pengalaman dengan berbagai
kebudayaan. Disamping perawatan transkultural dengan asuhan
keperawatan sebagai fokus utama , bidang lain yang menjadi perhatiannya
adalah administrasi dan pendidikan komparatif, teori-teori keperawatan,
politik, dilema etik keperawatan dan perawatan kesehatan, metoda riset
kualitatif, masa depan keperawatan dan keperawatan kesehatan, serta
kepemimpinan keperawatan. Theory of Culture Care saat ini digunakan
secara luas dan tumbuh secara relevan serta penting untuk memperoleh
data kebudayaan yang mendasar dari kebudayaan yang berbeda.
B. PENGERTIAN
“Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya
pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu
ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya
atau keutuhan budayakepada manusia” (Leininger, 2002).
C. ASUMSI DASAR
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakankeperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang
dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh.
Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam
perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia
itu meninggal.
Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang
berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh.
Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi,
struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat
lainnya.
D. KONSEP DAN DEFINISI DALAM TEORI LEININGER
1. Budaya (Kultur) adalah norma atau aturan tindakan dari anggota
kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam
berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih
diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu
waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
3. Cultur care diversity (Perbedaan budaya dalam asuhan
keperawatan) merupakan bentuk yang optimal dari pemberian
asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang
menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk
kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu
yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural)
mengacu kepada suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan
ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya
hidup atau simbol-simbol yang dimanifestasikan diantara banyak
kebudayaan serta mereflesikan pemberian bantuan, dukungan,
fasilitas atau memperoleh suatu cara yang memungkinkan untuk
menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada
suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.
5. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang
menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-
budaya yang dimiliki oleh orang lain.
6. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok
budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
7. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.
8. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan
metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk
mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya
setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari
lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
9. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan,
bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan
adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun
potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan
manusia.
10. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada
keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan
kondisi kehidupan manusia.
11. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk
mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan
untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu,
keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat,
berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
12. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga
kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas
budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh
perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
E. PARADIGMA KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai
cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap
empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan
keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat
diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan
yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan
simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh
manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan
iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena
tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah
keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu,
keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam
lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang
berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan
bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa
bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang
digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu
sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan
keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya,
mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien
(Leininger, 1991).
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih
dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
F. PROSES KEPERAWATAN ‘TRANSCULTURAL NURSING’
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (sunrise model) seperti yang terlihat pada gambar 1. Geisser
(1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
1. The Sunrise Model ( Model matahari terbit)
Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk
memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan
keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka
pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau
menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan
sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti
mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis
putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini
menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/ tidak dapat
dipisahkan dari budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan
tidak tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan
oleh Leininger adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan
oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa
menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai
suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai
dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat
yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan
perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
2. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang
ada pada "Sunrise Model" yaitu :
1). Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
2). Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
3). Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social
factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
4). Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
5). Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
6). Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
7). Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini.
c. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien
(Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya
klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi.
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya.
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya
budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat
dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang
bersifat terapeutik.
Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai bidang. Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu
meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin
mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan bahan-bahan/obat-obatan baru.
Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesian hemodialisa,
ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan berbagai jenis inseminasi, kemajuan-
kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan etika.