Bahan TLL for Di Cetak 2006

91
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2006 Buku Ajar T T T E E E K K K N N N I I I K K K L L L A A A L L L U U U L L L I I I N N N T T T A A A S S S Oleh: N Nu ur ru ul l H Hi id da ay ya at ti i Ika Setiyaningsih 1

description

rll

Transcript of Bahan TLL for Di Cetak 2006

Page 1: Bahan TLL for Di Cetak 2006

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2006

Buku Ajar

TTTEEEKKKNNNIIIKKK

LLLAAALLLUUU LLLIIINNNTTTAAASSS

OOOllleeehhh::: NNNuuurrruuulll HHHiiidddaaayyyaaatttiii IIIkkkaaa SSSeeetttiiiyyyaaannniiinnngggsssiiihhh

1

Page 2: Bahan TLL for Di Cetak 2006

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wrwb.

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas

karunia Nya-lah buku ini dapat kami selesaikan, sholawat dan salam tak lupa kami haturkan bagi

Rosulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau.

Buku ajar ini kami susun sebagai sarana untuk menunjang proses pengajaran Mata Kuliah

Teknik Lalu Lintas di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UMS. Buku ini merupakan perbaikan

dari buku yang kami susun sebelumnya pada tahun 2000 (tidak dipublikasikan).

Ucapan terima kasih kami sampaikan pada pihak-pihak yang telah membantu dalam

perbaikan buku ajar ini.

Akhir kata, tak ada sesuatu di dunia ini yang sempurna karena kesempurnaan hanya Milik

Allah SWT saja. Oleh karena itu masukan terhadap perbaikan buku ini ke depan sangat kami

harapkan. Semoga buku ini dapat bermanfaat. Amin

Wassalamu’alaikum wrwb

Surakarta, Juli 2006

Penyusun

Nurul Hidayati, ST, MT

2

Page 3: Bahan TLL for Di Cetak 2006

DAFTAR ISI

Kata pengantar ……………………………………………………………….ii

Daftar isi ………………………………………………………………………iii

PENDAHULUAN …………………………………………………….……1

Komponen dalam Sistem Lalu lintas …………………………………4

Manusia …………………………………………………………………….4

Kendaraan …………………………………………………………………..6

Jalan dan lingkungan ……………………………………………………….7

Perlengkapan jalan ………………………………………………………..8

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN

Volume (Q) ………………………………………………………..11

Kecepatan (V) ....................................................................................13

Kepadatan/Kerapatan (D) ………………………………………………16

Headway (Time Headway, H) dan Spacing (Space Headway, s) …..16

Hubungan antara karakter-karakter dasar arus lalu lintas ……………….17

KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PADA RUAS JALAN

Kapasitas ……………………………………………………………….25

Perhitungan kapasitas jalan perkotaan berdasarkan MKJI 1997 ….…25

Kecepatan arus bebas ( MKJI 1997) ……………………………29

Perhitungan kapasitas jalan perkotaan berdasarkan IHCM 1993 ….33

Kecepatan perjalanan (V) …………………………………………………35

Tingkat pelayanan (Level of Service / LOS) ruas jalan …………………..35

SURVAI LALU LINTAS

Survai volume lalu lintas (traffic flow surveys) ……………………….45

Survai kecepatan dan tundaan ………………………………………..47

Survai parkir ……………………………………………………………50

Origin-destination surveys (survai asal tujuan) …………………………53

Pedestrian movement surveys …………………………………………….54

PERTEMUAN/SIMPANG JALAN DENGAN LAMPU LALU LINTAS

Pengaturan simpang jalan dengan lampu lalu lintas …………………..61

Perhitungan lampu lalu lintas ……………………………………..66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

3

Page 4: Bahan TLL for Di Cetak 2006

PENDAHULUAN

Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak dapat lepas dari bidang

transportasi. Manusia perlu mencukupi kebutuhan primer, baik sandang ataupun

pangan, yang itu semua memerlukan adanya proses transportasi. Demikian juga

bidang-bidang lain di luar kebutuhan primer tersebut juga memerlukan bidang

transportasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan kita, transportasi

sangat diperlukan sekali.

Transportasi yang mempunyai arti secara umum adalah pergerakan orang

(atau pun barang) dari satu tempat ke tempat lain, di dalamnya mencakup

pergerakan orang/barang yang tidak menggunakan kendaraan. Sehingga

penekanan dari transportasi sendiri adalah pada proses pergerakan atau

perpindahannya saja. Berdasarkan arti secara umum tersebut, kita dapat

mengetahui bahwa ada dua unsur pokok yang menyebabkan terjadinya proses

perpindahan, yaitu siapa yang berpindah dan atau apa yang berpindah serta

bagaimana cara perpindahannya.

Dua unsur pokok dalam transportasi tersebut kemudian lebih dikenal

sebagai unsur transport demand dan transport supply.

1. Transport demand berkaitan dengan permintaan transportasi akan ada, jika

ada manusia/orang yang akan melakukan proses transportasi.

2. Transport supply berkaitan dengan penawaran akan prasarana dan sarana agar

perpindahan dari manusia atau barang tersebut dapat berlangsung.

Adanya permintaan dan penawaran transportasi tersebut, menyebabkan

interaksi antara unsur-unsur tersebut. Interaksi inilah yang kemudian disebut

dengan lalu lintas. Gambar interaksi antara unsur-unsur transportasi dapat dilihat

pada Gambar 1.

Menurut Mc. Shanne (1990), teknik lalu lintas didefinisikan sebagai

bagian dari ilmu teknik yang berkaitan dengan pergerakan orang dan barang di

4

Page 5: Bahan TLL for Di Cetak 2006

jalan secara aman dan efisien (that phase of engineering which deals with the safe

and efficient movement of people and goods on street and highways). Di

dalamnya mencakup aspek-aspek seperti: (1) perencanaan fasilitas jalan, (2)

design geometrik fasilitas jalan, (3) pengoperasian dan pengaturan lalu lintas, (4)

traffic safety, (5) pemeliharaan fasilitas dan alat pengatur lalu lintas, dan (6)

pengaturan fasilitas dan alat pengatur lalu lintas.

Menhub dalam Peraturan Menhub No: KM 14 Tahun 2006, menyatakan

bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah kegiatan yang dilakukan untuk

mengoptimalkan penggunaan seluruh jaringan jalan, guna peningkatan

keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan, dengan ruang lingkup

seluruh jaringan jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten/kota dan jalan desa

yang terintegrasi, dengan mengutamakan hirarki jalan yang lebih tinggi. Kegiatan

rekayasa lalu lintas yang tertuang dalam Pasal 18 peraturan tersebut meliputi:

1. Perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan jalan.

2. Perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan.

Gambar 1. Hubungan unsur-unsur transportasi

TRANSPORTASI

TRANSPORT SUPPLY

TRANSPORT DEMAND

Traffic Engineering: Ilmu yg mempelajari interaksi unsur-unsur transportasi

Aman, nyaman, lancar/efisien (bagi semua pengguna)

Lingkup: Studi & pengumpulan data Perencanaan geometrik Analisa & evaluasi kapasitas Alat pengatur, pengoperasian & pengaturannya

5

Page 6: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Oleh karena itu secara umum teknik lalu lintas dapat didefinisikan sebagai

suatu ilmu yang mempelajari tentang interaksi yang terjadi dari unsur-unsur

transportasi, yang dimaksudkan agar proses transportasi dapat berjalan dengan

aman, nyaman, lancar dan dapat terjadi keseimbangan antara demand dan supply

tersebut, sehingga semua pihak yang terkait akan mendapatkan manfaat yang

seoptimal mungkin.

Ruang lingkup teknik lalu lintas meliputi:

1. Studi dan pengumpulan data

Bagian pertama dalam teknik lalu lintas ini, bertujuan untuk mengetahui

permasalahan yang ada dan mencoba untuk mendapatkan informasi yang

diperlukan dalam analisis dan perencanaan secara tepat.

2. Perencanaan geometrik

Fasilitas-fasilitas harus direncanakan sedemikian rupa agar sesuai dengan

persyaratan atau standar yang telah ditentukan, dan harus dicatat dan

diimplementasikan.

3. Analisis dan evaluasi kapasitas

Pengoperasian setiap fasilitas lalu lintas, dipengaruhi oleh keterlibatan

sejumlah pengemudi dan kendaraan yang dikemudikan, pengemudi dengan

pengemudi lain, kendaraan, dan jalan.

4. Alat pengatur, pengoperasian dan pengaturan

Para pengemudi kendaraan ketika beroperasi di jalan dikendalikan dan

dikontrol oleh adanya marka jalan, rambu-rambu, dan perlampuan. Masing-

masing mempunyai ketentuan dalam hal kapan digunakan, bagaimana

bentuknya dan dimana ditempatkan. Sebagai contoh, rambu untuk

menyatakan jalan berbelok ditempatkan sebelum lokasi belokan, dengan

ukuran rambunya telah ditentukan oleh instansi yang terkait. Ketentuan-

ketentuan ini terkait dengan faktor kemudahan untuk dilihat dan dipahami

maksudnya sehingga dapat menciptakan transportasi yang aman.

Ruang lingkup teknik lalu lintas yang akan dibahas dibatasi hanya pada

lalu lintas sebagai akibat proses transportasi yang berbasis jalan raya.

6

Page 7: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Komponen dalam Sistem Lalu lintas

Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem lalu lintas, terdiri dari:

manusia sebagai pemakai jalan (road user: pengemudi, penumpang, dan pejalan

kaki/pedestrian), kendaraan, jalan dan lingkungan serta alat-alat pengatur lalu

lintas, seperti: rambu, lampu dan marka.

1. Manusia

Manusia dalam proses transportasi memegang peran pokok atau utama,

meskipun dalam kenyataannya peran tersebut masih perlu dikelompokkan lagi.

Tanpa manusia atau orang proses transportasi tidak dapat berjalan, pergerakan

barang juga memerlukan peranan manusia.

Peranan manusia dalam teknik lalu lintas dikelompokkan menjadi dua

kelompok besar, yaitu:

a. Manusia berperan langsung dalam proses transportasi, yang lebih dikenal

dengan road user, baik dia berlaku sebagai pengemudi kendaraan ataupun

sebagai pejalan kaki (pedestrian).

b. Manusia berperan secara tidak langsung dalam proses transportasi, misal

sebagai pengatur jalan atau pun perencana jalan.

Kemudian dikaitkan dengan sisi manfaat yang ada berkenaan dengan

adanya prasarana transportasi, manusia juga dikatakan sebagai pemanfaat jalan

secara tidak langsung (penekanan bukan pada perpindahannya), misalnya manusia

menggunakan jalan untuk aktivitas berdagang dan untuk parkir kendaraan.

Aktivitas-aktivitas manusia di jalan tersebut semuanya memberikan pengaruh

terhadap kondisi lalu lintas di jalan.

Sebagai seorang pemakai langsung (road user) prasarana transportasi,

dalam hal ini adalah jalan raya, perilaku selama berada di jalan akan dipengaruhi

oleh kondisi fisik manusia itu sendiri dan juga kondisi psikologisnya.

a. Kondisi fisik dapat berupa: indera pengelihatan, pendengaran ataupun syaraf

(berkaitan dengan kemampuan merespon atau persepsi terhadap kondisi yang

ada).

7

Page 8: Bahan TLL for Di Cetak 2006

b. Kondisi psikologis berupa: masalah kesehatan, mental, kesiapan fisik, dan

lain-lain.

Manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna, misal manusia

mungkin mengalami sakit atau lelah, sehingga kondisi tersebut tidak dapat

dihindari. Agar proses transportasi tetap dapat berjalan secara aman dan lancar

maka harus ada cara untuk mengantisipasi keterbatasan manusia tersebut. Usaha

yang dapat dilakukan untuk membantu kekurangan manusia diantaranya adalah:

Merencanakan drainase dengan baik, agar jalan tidak licin kalau hujan

Merencanaan perlampuan di jalan-jalan (terutama agar berfungsi pada

malam hari)

Mengadakan pemeriksaan tehadap kondisi fisik pengemudi (misal

pengemudi yang mabuk akan membahayakan keselamatan orang lain di

jalan).

Selain kondisi fisik dan psikologis manusia, yang juga mempengaruhi

perilaku manusia selama berada di jalan adalah:

a. Motivasi/tujuan perjalanan.

b. Lingkungan sekitar.

c. Tingkat keahlian atau pendidikan pengendara/pengemudi.

Perilaku manusia sebagai pengemudi dapat dihubungkan dengan

karakteristik manusia yang dinyatakan dengan PIEV (perception, intelection,

emotion and volition).

a. Perception, suatu kesadaran akan adanya rangsangan sehingga dibutuhkan

suatu respon/tindakan.

b. Intelection atau Identification, proses identifikasi atau interpretasi terhadap

objek rangsangan.

c. Emotion atau Decision, penentuan sikap atas hasil telaah terhadap objek atau

penghalang (apakah diperlukan tindakan untuk berhenti, membelok,

membanting stir, menyalip, atau cukup membunyikan klakson).

d. Volition atau Reaction, suatu tindakan nyata yang dilakukan sebagai hasil dari

keputusan tahap sebelumnya.

8

Page 9: Bahan TLL for Di Cetak 2006

2. Kendaraan

Kendaraan merupakan unsur kedua setelah manusia dalam proses transportasi,

pengaruh kendaraan dalam lalu lintas juga ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor

manusianya sendiri. Beberapa hal mengenai karakteristik kendaraan yang

mempengaruhi perilaku di jalan adalah: jenis kendaraan, demensi/ukuran

kendaraan, berat kendaraan, kemampuan manuver, kemampuan untuk menahan

slip, kecepatan, percepatan kendaraan, dan lain-lain.

Beberapa jenis kendaraan yang ada di jalan raya yang mempunyai perilaku

berbeda yang dipengaruhi oleh beberapa hal di atas, serta gambaran perilaku

manusia dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.

Gambar 2. Beberapa jenis kendaraan jalan raya

9

Page 10: Bahan TLL for Di Cetak 2006

3. Jalan dan lingkungan

Jalan merupakan tempat atau media untuk proses perpindahan orang dan

atau barang. Jalan (jaringan jalan) dalam bahasan lalu lintas mencakup ruas jalan

(bagian jalan dengan arus menerus) dan simpang jalan (bagian jalan dengan arus

terhambat/terhalang). Skema jaringan jalan yang terdiri dari ruas jalan-ruas jalan

dan simpang-simpang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Contoh bagian jaringan jalan (ruas dan simpang jalan) di Surakarta

Beberapa karakteristik jalan yang berpengaruh dalam lalu lintas adalah:

a. Klasifikasi jalan

b. Alinyemen jalan

c. Lebar dan jumlah lajur

d. Lebar jalan

e. Distribusi arah lalu lintas

f. Dan lain-lain

Lingkungan merupakan daerah di sekitar jalan (ruas dan atau simpang

jalan) yang menjadi salah satu faktor juga dalam proses interaksi komponan lalu

lintas. Sebagai gambaran kondisi lingkungan, misal: jalan berada di dalam kota

Ruas jalan Simpang

10

Page 11: Bahan TLL for Di Cetak 2006

atau luar kota, di daerah pemukiman atau perniagaan, dan lain-lain. Gambaran ini

dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4. Lingkungan jalan pada jalan perkotaan dan luar kota

4. Perlengkapan jalan

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa teknik/rekayasa lalu lintas

juga mencakup perlengkapan jalan. Menhub dalam Peraturan Menhub No: KM

14 Tahun 2006 menyatakan perlengkapan jalan meliputi:

a. Rambu-rambu lalu lintas

b. Marka jalan

c. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL)

d. Alat pengendali pemakai jalan, yang terdiri dari: alat pembatas kecepatan, alat

pembatas tinggi dan lebar kendaraan

e. Alat pengaman pemakai jalan, yang terdiri dari:

Pagar pengaman

Cermin tikungan

Tanda patok tikungan (delineator)

Pulau-pulau lalu lintas

f. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan terdiri dari:

Fasilitas pejalan kaki, mencakup:

Trotoar

11

Page 12: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan/atau

rambu-rambu

Jembatan penyeberangan

Terowongan penyeberangan

Parkir pada badan jalan

Halte

Tempat istirahat

Penerangan jalan

Contoh gambar mengenai perlengkapan jalan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Contoh marka, rambu, median, pembatas jalan, perlampuan

12

Page 13: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Beberapa macam prasarana pengatur kecepatan pergerakan kendaraan:

a. Polisi Tidur (Road Hump)

b. Rumble Area

c. Rumble Strips

d. Jiggle Bars

13

Page 14: Bahan TLL for Di Cetak 2006

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN

Suatu kendaraan yang bergerak di ruas jalan mempunyai perilaku yang

berbeda-beda, yang antara lain dipengaruhi oleh perilaku pengemudi, kondisi

jalan dan lingkungannya. Kondisi ruas jalan yang padat menyebabkan pergerakan

kendaraan menjadi lambat sehingga waktu tempuh perjalanan semakin besar,

sebaliknya kondisi ruas yang cukup lengkap memungkinkan kendaraan bergerak

dengan kecepatan yang lebih besar. Ruas jalan yang padat dapat menyebabkan

rawannya kecelakaan lalu lintas berkaitan dengan jarak antara (space headway)

yang cukup pendek.

Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan mempunyai beberapa karakteristik,

yaitu: kecepatan kendaraan, kepadatan/kerapatan, dan volume. Selain dinyatakan

dalam 3 karakter di atas kondisi arus lalu lintas di ruas jalan juga dapat dilihat dari

parameter waktu tempuh, space headway dan time headway.

1. Volume (Q)

Volume menyatakan jumlah kendaraan yang melalui suatu potongan jalan

dalam periode tertentu atau dapat dikatakan juga jumlah kendaraan per satuan

waktu. Sehingga dengan melihat definisi tersebut satuan volume dapat dinyatakan

dalam kendaraan per jam, kendaraan per menit, kendaraan per hari. Fokus studi

dari studi volume lalu lintas adalah untuk menentukan kapan jam puncak terjadi

dan untuk keperluan apa volume tersebut dihitung.

Pengelompokan volume lalu lintas dapat dibedakan berdasar:

a. Distribusi arah

b. Distribusi lajur

c. Tipe kendaraan

d. Pergerakan belok pada simpang

e. Okupansi kendaraan (vehicle occupancy)

Variasi pengukuran volume lalu lintas dapat dibedakan berdasar:

a. Temporal/waktu

b. Spatial

14

Page 15: Bahan TLL for Di Cetak 2006

c. Tipe jalan

d. Maksud/tujuan perjalanan

Kendaraan yang melewati suatu potongan jalan pada kenyataannya

mempunyai beberapa karakter yang berbeda sehingga perilakunya pun juga

berbeda. Perbedaan ini menyebabkan dalam perancangan memerlukan suatu nilai

tertentu untuk menyamakannya, agar dapat dianggap sebagai nilai pendekatan.

Nilai pendekatan yang diambil untuk menyamakan perilaku terhadap kondisi lalu

lintas adalah membandingkan jenis kendaraan yang satu dengan kendaraan mobil

penumpang. Satuan pendekatan tersebut kemudian disebut dengan satuan mobil

penumpang (smp). Nilai konversinya disebut dengan ekivalensi mobil penumpang

(emp), sehingga satuan volume lalu lintas dapat dinyatakan menjadi smp/jam atau

smp/menit. Contoh nilai emp untuk analisa kapasitas jalan perkotaan dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 1. Emp untuk jalan perkotaan terbagi satu arah Tipe jalan: jalan satu arah dan

jalan terbagi

Arus lalu lintas per lajur

(kend/jam)

Emp

HV MC

Dua lajur satu arah (2/1) dan

Empat lajur terbagi (4/2 D)

0

≥ 1050

1,3

1,2

0,40

0,25

Tiga-lajur satu arah (3/1) dan

Enam-lajur terbagi (6/2 D)

0

≥ 1100

1,3

1,2

0,40

0,25

(Sumber: MKJI, 1997)

Volume lalu lintas harus dianalisa dan disajikan menurut standar tertentu

yang telah dibakukan, yang dapat diperbandingkan dari tahun ke tahun untuk

mempermudah perencanaan. Misal untuk daerah perkotaan, volume lalu lintas

yang digunakan dalam perencanaan adalah volume lalu lintas puncak per jam

yang ada di ruas jalan tersebut. Sedangkan jalan luar kota atau antar kota, untuk

perencanaan yang biasa digunakan adalah volume lalu lintas harian yang

mewakili.

Oleh karena itu perlu diketahui beberapa definisi yang berkaitan dengan

volume lalu lintas tersebut. Gambaran mengenai arus lalu lintas dapat dilihat pada

Gambar 6.

15

Page 16: Bahan TLL for Di Cetak 2006

a. LHR/ADT (Lalu lintas Harian Rata-rata/Average Daily Traffic)

Jumlah lalu lintas yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh lalu lintas

yang melewati suatu potongan jalan dalam periode tertentu yang dianggap

mewakili dalam setahun dibagi dengan jumlah hari dalam periode tersebut.

b. LHRT/AADT (Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan/Annual Average Daily

Traffic)

Jumlah lalu lintas yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh lalu lintas

yang melewati suatu potongan jalan dalam kurun waktu setahun dibagi jumlah

hari dalam satu tahun (365 hari).

c. VJP/DHV (Volume Jam Perencanaan/Design Hour Volume)

Volume lalu lintas per jam yang digunakan dalam perencanaan/desain jalan.

VJP = LHRT * k (1)

dengan:

k = faktor untuk mengubah arus yang dinyatakan dalam LHRT menjadi

arus lalu lintas jam sibuk.

k = 0,09 nilai normal untuk jalan perkotaan

k = 0,11 nilai normal unuk jalan luar kota. (MKJI 1997)

d. PHF (Faktor Jam Puncak/Peak Hour Factor)

Suatu nilai yang menyatakan perbandingan antara arus lalu lintas jam puncak

dengan 4 kali 15-menitan arus lalu lintas tertinggi dalam jam yang sama (jam

puncak).

PHF = menit 15max

puncak

Q x 4 Q

(2)

2. Kecepatan (V)

Menyatakan laju perjalanan dalam jarak per satuan waktu. Satuan yang

biasa digunakan adalah km/jam, mil/jam, m/dtk.

Kecepatan merupakan parameter utama kedua yang menjelaskan keadaan

arus lalu lintas di jalan. Kecepatan dapat didefinisikan sebagai gerak dari

kendaraan dalam jarak per satuan waktu dengan bentuk persamaan:

16

Page 17: Bahan TLL for Di Cetak 2006

tdV = (3)

dengan:

V = kecepatan (km/jam, m/dt)

d = jarak tempuh kendaraan (km, m)

t = waktu tempuh kendaraan (jam, dt)

Kecepatan kendaraan pada suatu bagian jalan, dapat berubah-ubah

menurut waktu dan besarnya arus lalu lintas. Ada dua hal penting yang perlu

diperhatikan dalam menilai hasil studi kecepatan yaitu:

a. Arus sedikit

Gambar 6. Arus lalu lintas di ruas jalan

b. Arus besar

17

Page 18: Bahan TLL for Di Cetak 2006

a. Space-mean speed (Vs), menyatakan kecepatan rata-rata ruang kendaraan

dalam suatu bagian jalan pada suatu interval waktu tertentu.

b. Time-mean speed (Vt), menyatakan kecepatan rata-rata waktu kendaraan yang

melewati suatu titik dalam suatu interval waktu tertentu.

Space mean speed dan time mean speed dapat dihitung dari serangkaian

pengukuran waktu tempuh dan pengukuran jarak, menggunakan persamaan:

∑=

= n

1iti

d.nVs (4) n

tid

Vt

n

1i∑== (5)

dengan:

Vs = space mean speed (km/jam, m/dt)

Vt = time mean speed (km/jam, m/dt)

d = jarak tempuh (km, meter)

ti = waktu tempuh kendaraan (jam, dt)

n = jumlah kendaraan yang diamati

Kecepatan dapat dibedakan menjadi:

a. Kecepatan berjalan/bergerak (running speed)

Kecepatan kendaraan pada suatu jalur jalan yang hanya memperhitungkan

waktu berjalan saja, sedangkan waktu henti diabaikan.

b. Kecepatan perjalanan (travel speed)

Kecepatan efektif kendaraan sepanjang perjalanan, diperoleh dengan membagi

panjang total jalan dengan waktu tempuh total (dengan waktu henti

diperhitungkan).

c. Kecepatan setempat (spot speed)

Kecepatan kendaraan pada ruas yang telah ditentukan dengan panjang jalan

jauh lebih pendek dibanding panjang jalan pada kecepatan perjalanan.

d. Kecepatan rencana (design speed)

Kecepatan yang ditentukan untuk perencanaan dan merupakan korelasi bentuk

fisik jalan yang mempengaruhi operasi dari kendaraan. Kecepatan ini

18

Page 19: Bahan TLL for Di Cetak 2006

merupakan kecepatan maksimum yang masih aman dilakukan sepanjang jalan

tertentu pada kondisi kendaraan yang baik.

3. Kepadatan/Kerapatan (D)

Menyatakan kondisi suatu ruas jalan, yang diperoleh dari perbandingan

antara jumlah kendaraan yang ada pada suatu potongan jalan tersebut dengan

panjang jalannya. Satuan kepadatan lalu lintas dalam kend/km atau smp/km. Nilai

kepadatan dapat diperoleh secara empiris dengan persamaan:

LnD ⋅=⋅ (6) atau

VQD ⋅=⋅ (7)

dengan:

n = jumlah kendaraan (kend)

L = panjang ruas jalan (km)

Q = volume lalu lintas (kend/jam)

V = kecepatan kendaraan (km/jam)

4. Headway (Time Headway, H) dan Spacing (Space Headway, s)

a. Headway (H) adalah waktu antara kendaraan satu dengan kendaraan lain yang

berurutan.

b. Spacing (s) adalah jarak antara kendaraan satu dengan kendaraan lain yang

berurutan.

c. Gap adalah celah antara dua kendaraan berurutan.

Gambar 7. Skema headway dan spacing

Time headway (headway) dan space headway (spacing) dapat dicari

dengan persamaan berikut:

1 2

Headway (H, dt/kend) Spacing (s, m/kend)

gap

19

Page 20: Bahan TLL for Di Cetak 2006

H =Q1 jam/kend atau H =

Q3600 detik/kend (8)

s = D1 km/kend atau s =

D1000 m/kend (9)

5. Hubungan antara karakter-karakter dasar arus lalu lintas

Q = kendaraan/jam

V = km/jam

D = kendaraan/km

Persamaan ketiga karakter dasar lalu lintas tersebut adalah:

Q = V x D (10)

Diagram-diagram yang dapat dipergunakan untuk menyatakan hubungan

antara karakter lalu lintas tersebut adalah: (hubungan dasar diperoleh dari

hubungan antara kecepatan-kerapatan ).

a. Hubungan kecepatan–kerapatan (V – D)

Bentuk grafik dapat:

~ Lurus/linier

~ Lengkung (parabolis/logaritmis)

Untuk grafik yang membentuk garis linier diperoleh dengan persamaan dari

Metode Green Shields. Persamaan dasar metode tersebut adalah:

V = Vf ( 1 – D/Dj ) (11)

dengan:

Vf = free flow speed/kecepatan arus bebas (km/jam)

Dj = jam density/kepadatan saat macet (kend/km)

b. Hubungan kerapatan dan volume (D – Q)

Dari persamaan (10) dan (11) diperoleh hubungan D – Q untuk kondisi seperti

hubungan V – D (arus bebas dan kepadatan puncak atau macet).

V

D

20

Page 21: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Persamaannya:

Q = V x D V = Q/D

Metode Green Shields:

V = Vf (1 – D/Dj)

Q/D = Vf (1 – D/Dj)

Q = Vf.D – (Vf/Dj) . D2 (12)

Grafik persamaan hubungan antara volume dan kepadatan dengan didasarkan

pada metode Green Shield berupa kurva parabola, yang terdapat titik puncak,

titik tersebut diperoleh dari turunan pertama fungsi volume (Q):

dQ/ dD = 0 Vf – 2 . Vf/Dj . D = 0

Vf = 2 . Vf . D/Dj

D = ½ Dj = Dm

Qmax = Vf.D –Vf/Dj.D2 = Vf.½ Dj–Vf/Dj.(½ Dj)2

= ½ Vf.Dj– ¼ Vf.Dj

Qm = ¼ Vf.Dj

Vm = Qm/Dm

c. Hubungan volume dan kecepatan (Q – V)

Persamaan dasar: D = Q/V

V = Vf.(1–D/Dj)

V = Vf –Vf/Dj . Q/V

V2 = V . Vf–Vf/Dj . Q

Q = Dj/Vf.(V.Vf–V2)

Q = V . Dj–Dj/Vf . V2 (13)

Titik puncak diperoleh dari:

dQ/dV = 0 Dj – 2 .V. Dj/Vf = 0

Dj = 2 .V . Dj/Vf

V = ½ Vf = Vm

21

Page 22: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Perhitungan berdasarkan Metode Green Shields untuk beberapa data

adalah sebagai berikut:

untuk 1 nilai data pengamatan:

V = Vf – Vf/Dj . D

untuk data pengamatan lebih dari 1, persamaan akan diperoleh sebagai berikut

(misal ‘n’ data):

V1 = Vf – Vf/Dj . D1

V2 = Vf – Vf/Dj . D2 …….dst

Sehingga diperoleh:

{V1+V2+…..+Vn} = (Vf –Vf/Dj.D1) + (Vf –Vf/Dj.D2) + ..... + (Vf –Vf/Dj.Dn)

∑V = Vf . n – Vf/Dj . ∑D (14)

Berdasarkan hubungan kecepatan dan kepadatan di atas, untuk hubungan

kepadatan dan volume (D–Q) diperoleh persamaan:

Q = Vf . D – Vf/Dj . D2 untuk 1 data

∑Q = Vf . ∑D – Vf/Dj . ∑(D2) untuk ‘n’ data (15)

Gambar 8. Kurva hubungan kecepatan, kepadatan dan volume

V (km/jam)

Q ((kend/jam) D (kend/km)

D (kend/km)

V (km/jam)

Q (kend/jam)

22

Page 23: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Soal latihan:

1. Hitung berapa PHF nya, jika dari survai lalu lintas diperoleh hasil arus lalu

lintas tiap 15 menit adalah sebagai berikut :

Pukul Volume (kend/15’) Flow rate (kend/j) 06.00 – 06.15 06.15 – 06.30 06.30 – 06.45 06.45 – 07.00 07.00 – 07.15 07.15 – 07.30 07.30 – 07.45 07.45 – 08.00

98 124 254 213 234 210 207 186

392 496

1016 852 936 840 828 744

Penyelesaian:

Volume tiap jam diperoleh:

Pukul Volume (kend/jam)

06.00 – 07.00 06.15 – 07.15 06.30 – 07.30 06.45 – 07.45 07.00 – 08.00

689 825 911 864 837

0

50

100

150

200

250

300

06.00 –06.15

06.15 –06.30

06.30 –06.45

06.45 –07.00

07.00 –07.15

07.15 –07.30

07.30 –07.45

07.45 –08.00

Pukul

Volu

me

PHF = 15'

1jam

4.QQ

= 4.254911 = 0,897

689

911

837

825

864

Peak hour volume

Q1jam Q15’

23

Page 24: Bahan TLL for Di Cetak 2006

2. Hitung berapa TMS dan SMS nya, jika hasil survai travel time untuk masing-

masing kendaraan yang menempuh ruas sepanjang 25 m seperti tabel berikut:

Kend ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9

t (dt) 3 5 4 3 2 2 3 4 5

Penyelesaian:

Kend ke- t (dt) V = d/t (m/dt) Vi (km/j) 1 3 8,3 29,9 2 5 5,0 18,0 3 4 6,3 22,5 4 3 8,3 29,9 5 2 12,5 45,0 6 2 12,5 45,0 7 3 8,3 29,9 8 4 6,3 22,5 9 5 5,0 18,0

Jumlah 31 260,7

TMS = VT = ∑Vin1 = 7,260

91⋅ = 28,97 km/j

SMS = VS = ∑ tin.d =

319.25 = 7,26 m/dt = 26,14 km/j

3. Misal dari soal no. 1 dan no. 2 diketahui arus (berupa flow rate) pada interval

07.30 – 07.45 diperoleh 207 kend/15’ dan space mean speed 26,14 km/jam,

hitung berapa kepadatannya?

Penyelesaian :

D = VQ

D = km/j 26,14

kend/15' 207 = km/jam 26,14

kend/jam 828 = 31,68 kend/km

4. Hitung time headway (headway) dan space headway (spacing) soal 3 di atas.

H = Q1 = (jam/kend)

8281

H = Q

3600 =8283600 = 4,35 dt/kend atau 4,35 dt

Dari rate of flow (kend/jam) Vs

24

Page 25: Bahan TLL for Di Cetak 2006

S = D1 =

31,681 (km/kend) = 0,032 km/kend

S = D

1000 = 31,681000 = 31,57 m/kend atau 32 m

5. Kecepatan rata-rata seluruh kendaraan jika diketahui tiap jenis kendaraan

memiliki kecepatan rata-rata ( xv ) seperti berikut:

xv (km/j) n (jumlah sampel kendaraan) Mobil penumpang 24,5 5 Sepeda 15,0 10 Becak 10,0 12

v = ∑

∑n.n)(vx

v = 12105

12.1010.155.5,24++++ = 14,5 km/j

6. Diketahui :

Waktu Volume (kend/15’) Q (kend/j) V (km/j) 06.00 – 06.15 06.15 – 06.30 06.30 – 06.45 06.45 – 07.00 07.00 – 07.15 07.15 – 07.30

237 185 206 225 204 125

948 740 824 900 816 500

35 41 22 45 24 50

4728

a. PHF = 237.4

225206185237 +++ = 0,9

b. Rata-rata headway dan spacing

Q (kend/j) H (dt) D(kend/km) S (m) 948 740 824 900 816 500

3,797 4,865 4,369 4,000 4,412 7,200

27,085 18,048 37,454 20,000 34,000 10,000

36,920 55,410 26,700 50,000 29,411

100,000 Jumlah 28,643 298,436

Rata-rata 4,774 49,739

25

Page 26: Bahan TLL for Di Cetak 2006

7. Data survai diperoleh seperti tabel di bawah ini:

Jumlah kend.tiap 5 menit Kecepatan rata–rata (km/jam) 97 108 104 100 113

27,0 25,4 30,7 25,6 34,8

Jika V – D dianggap linier gambarkan kurva hubungan V – D, Q – D, V – Q,

dan cari nilai–nilai kritisnya dengan cara hitungan.

Penyelesaian:

Q (kend/jam) V (km/jam) D (kend/km) D2 V. D 1164 27,00 43,10 1857,61 1163,70 1296 25,40 51,00 2601,00 1295,40 1248 30,70 40,70 1656,49 1249,49 1200 25,60 46,90 2199,61 1200,64 1356 34,80 39,00 1521,00 1357,20

Jumlah total 143,50 220,70 9835,71 6266,43

Persamaan (1):

∑ V = n x Vf – ∑ D x Vf/Dj

143,5 = 5 x Vf – 220,7 x Vf/Dj : 5

28,7 = Vf – 44,14.Vf/Dj

Persamaan (2):

∑ V.D = Vf x ∑D – ∑(D2) x Vf/Dj

6266,43 = Vf x 220,7 – 9835,71 x Vf/Dj : 220,7

28,393 = Vf – 44,566 . Vf/Dj

Dari persamaan (1) dan (2):

28,7 = Vf – 44,14 Vf/Dj

28,393 = Vf – 44,566 Vf/Dj

0,307 = 0,426 Vf/Dj

Vf/Dj = 426,0307,0 = 0,721

Dari persamaan (1):

28,7 = Vf – 44,14 x 0,721

26

Page 27: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Vf = 28,7 + 44,14 x 0,721 = 60,52 diambil Vf = 61 km/jam

Vf/Dj = 0,721

Dj = 61/0,721 = 84,6 diambil Dj = 85 kend/km

Diperoleh persamaan dasar V – D

V = Vf – Vf/Dj . D

V = 61 – 0,721 . D

Berdasarkan persamaan dasar tiga parameter arus lalu lintas dan persamaan V-

D di atas diperoleh persamaan Q-D, yaitu:

V = Q/D

V = 61 – 0,721 . D

Q/D = 61 – 0,721 . D

Q = 61 . D – 0,721 . D2

Titik puncak: dQ/dD = 0

61 – 2 . 0,721 . D = 0

D = 42,3 = 42,5 kend/km

Qm = 61.42,5 – 0,721.42,52 = 1291 kend/jam

Vm = Qm/D = 1291/42,5 = 30,4 = 30,5 km/jam

V(km/jam) V(km/jam) Q(kend/jam)

D(kend/km) Q(kend/j) D(kend/km)

61 61 1291

30,5

1291 85 42,5

27

Page 28: Bahan TLL for Di Cetak 2006

KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN

RUAS JALAN

Kapasitas

Kapasitas menyatakan jumlah maksimum kendaraan yang layak

diharapkan melewati suatu potongan jalan pada periode tertentu, dan pada kondisi

tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah

(kombinasi dua arah), tapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per

arah dan kapasitas ditentukan per lajur.

Macam kapasitas menurut MKJI dan IHCM yang digunakan dalam

analisa:

1. Kapasitas dasar (Co)

2. Kapasitas sesungguhnya (C)

Faktor–faktor yang mempengaruhi besarnya kapasitas adalah:

1. Alinyemen

2. Lebar dan jumlah lajur

3. Pembagian/pemisahan arah

4. Kebebasan/hambatan samping.

5. Pemakaian bahu jalan atau kerb.

6. Kontrol jalan masuk (akses).

7. Komposisi kendaraan.

8. Karakteristik kendaraan dan pengemudi.

Perhitungan kapasitas jalan perkotaan berdasarkan MKJI 1997

Persamaan dasar kapasitas menurut MKJI 1997 adalah sebagai berikut:

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (16)

dengan:

C : kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

Co : kapasitas dasar (kapasitas pada kondisi ideal) dalam smp/jam

FCw : faktor penyesuaian terhadap lebar jalan

28

Page 29: Bahan TLL for Di Cetak 2006

FCsp : faktor penyesuaian terhadap pemisahan arah (hanya untuk jalan tak

terbagi)

FCsf : faktor penyesuaian terhadap hambatan samping dan bahu jalan atau

kerb

FCcs : faktor penyesuaian terhadap ukuran kota

Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kondisi dasar atau kondisi

idealnya, maka semua nilai faktor penyesuai sama dengan 1,0 sehingga kapasitas

sesungguhnya sama dengan kapasitas dasarnya (C0).

1. Kapasitas dasar (C0)

Tipe jalan C0 (smp/jam) Catatan

4 lajur terbagi atau jalan 1 arah

1650 Per lajur

4 – UD 1500 Per lajur 2 – UD 2900 Total 2 arah

2. Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsp)

Diperuntukkan pada kondisi jalan tidak terbagi (UD).

Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah nilai FCsp dianggap 1,0.

Pemisah arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

FCsp Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Empat-lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

3. Faktor penyesuaian untuk lebar jalan (FCw)

Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (WC) (m) FCw

4 – D atau jalan 1arah

Per lajur 3,0 3,25 3,50 3,75 4,00

0,92 0,96 1,00 1,04 1,08

29

Page 30: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (WC) (m)

FCw

4 – UD

Per lajur 3,0 3,25 3,50 3,75 4,00

0,91 0,95 1,00 1,05 1,09

2 – UD

Per total dua arah 5 6 7 8 9 10 11

0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34

4. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping (FCsf)

a. Jalan dengan bahu

Tipe jalan Kelas

hambatan samping

FCsf Lebar bahu efektif, WS (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D

VL L M H

VH

0,96 0,94 0,92 0,88 0,84

0,98 0,97 0,95 0,92 0,88

1,01 1,00 0,98 0,95 0,92

1,03 1,02 1,00 0,98 0,96

4/2 UD

VL L M H

VH

0,96 0,94 0,92 0,87 0,80

0,99 0,97 0,95 0,91 0,86

1,01 1,00 0,98 0,94 0,90

1,03 1,02 1,00 0,98 0,95

2/2 UD atau jalan satu arah

VL L M H

VH

0,94 0,92 0,89 0,82 0,73

0,96 0,94 0,92 0,86 0,79

0,99 0,97 0,95 0,90 0,85

1,01 1,00 0,98 0,95 0,91

30

Page 31: Bahan TLL for Di Cetak 2006

b. Jalan dengan kerb

Tipe jalan Kelas

hambatan samping

FCsf Jarak kerb ke penghalang, Wg (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D

VL L M H

VH

0,95 0,94 0,91 0,86 0,81

0,97 0,96 0,93 0,89 0,85

0,99 0,98 0,95 0,92 0,88

1,01 1,00 0,98 0,95 0,92

4/2 UD

VL L M H

VH

0,95 0,93 0,90 0,84 0,77

0,97 0,95 0,92 0,87 0,81

0,99 0,97 0,95 0,90 0,85

1,01 1,00 0,97 0,93 0,90

2/2 UD atau jalan satu arah

VL L M H

VH

0,93 0,90 0,86 0,78 0,68

0,95 0,92 0,88 0,81 0,72

0,97 0,95 0,91 0,84 0,77

0,99 0,97 0,94 0,88 0,82

Catatan :

Untuk bahu : lebar = Ws

Untuk kerb : jarak ke penghalang = Wk

Penetapan klas hambatan samping:

a. Pemukiman, hampir tidak ada kegiatan VL

b. Pemukiman, beberapa angkot, dan lain-lain L

c. Daerah industri, dengan toko–toko di sisi jalan M

d. Daerah niaga dengan aktivitas sisi jalan tinggi H

e. Daerah niaga dengan aktivitas pasar di sisi jalan sangat tinggi VH

Untuk jalan 6 lajur nilai FCsf diperoleh dari konversi untuk nilai 4 lajur.

FC6, sf = 1 – 0,8 (1 – FC4, sf)

5. Faktor penyesuai kapasitas untuk ukuran kota (FCCS)

Ukuran kota (Juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota < 0,1

0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0

> 3,0

0,86 0,90 0,94 1,00 1,04

31

Page 32: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Kecepatan arus bebas ( MKJI 1997)

Kecepatan arus bebas adalah kecepatan pada arus nol (kecepatan pada saat

satu kendaraan tidak dipengaruhi kendaraan lain di jalan).

FV = ( FVo + FVw ) x FFVsf x FFVcs (17)

dengan:

FV : kecepatan arus bebas kondisi sesungguhnya (km/jam)

FVo : kecepatan arus bebas dasar (ideal)

FVw : penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan

FFVsf : penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping dan lebar bahu

FFVcs : penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

1. Kecepatan arus bebas dasar (FVo)

Tipe jalan

Kecepatan arus bebas dasar (FVo) (km/jam) Kendaraan

ringan (LV)

Kendaraan barat (HV)

Sepeda motor (MC)

Semua kendaraan (rata-rata)

Enam-lajur terbagi (6/2 D) atau tiga-lajur satu-arah (3/1)

61 52 48 57

Empat-lajur terbagi (4/2 D) atau dua-lajur satu-arah (2/1)

57 50 47 55

Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD) 53 46 43 51

Dua-lajur tak terbagi (2/2 UD) 44 40 40 42

Catatan :

Untuk jalan 8 lajur nilai FVo dianggap sama dengan jalan 6 lajur.

32

Page 33: Bahan TLL for Di Cetak 2006

2. Faktor penyesuaian terhadap lebar jalur

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (WC) (m) FVW (km/jam)

4 – D atau 1 arah

Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

-4 -2 0 2 4

4 – UD

Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

4 -2 0 2 4

2 - UD

Total 5 6 7 8 9 10 11

-9,5 -3 0 3 4 6 7

Catatan: untuk jalan lebih dari 4 lajur, dapat digunakan nilai FVw untuk jalan 4

lajur terbagi.

3. Faktor penyesuaian terhadap ukuran kota

Ukuran kota (Juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota < 0,1

0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0

> 3,0

0,90 0,93 0,95 1,00 1,03

33

Page 34: Bahan TLL for Di Cetak 2006

4. Faktor penyesuaian untuk lebar bahu dan kerb

a. Jalan dengan bahu

Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC)

FFVsf Lebar bahu efektif rata-rata, Ws (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D

VL L M H

VH

1,02 0,98 0,94 0,89 0,84

1,03 1,00 0,97 0,93 0,88

1,03 1,02 1,00 0,96 0,92

1,04 1,03 1,02 0,99 0,96

4/2 UD

VL L M H

VH

1,02 0,98 0,93 0,87 0,80

1,03 1,00 0,96 0,91 0,86

1,03 1,02 0,99 0,94 0,90

1,04 1,03 1,02 0,98 0,95

2/2 UD atau jalan satu arah

VL L M H

VH

1,00 0,96 0,90 0,82 0,73

1,01 0,98 0,93 0,86 0,79

1,01 0,99 0,96 0,90 0,85

1,01 1,00 0,99 0,95 0,91

b. Jalan dengan kerb

Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC)

FFVsf Jarak kerb ke penghalang, Wg (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4/2 D

VL L M H

VH

1,00 0,97 0,93 0,87 0,81

1,01 0,98 0,95 0,90 0,85

1,01 0,99 0,97 0,93 0,88

1,02 1,00 0,99 0,96 0,92

4/2 UD

VL L M H

VH

1,00 0,96 0,91 0,84 0,77

1,01 0,98 0,93 0,87 0,81

1,01 0,99 0,96 0,90 0,85

1,02 1,00 0,98 0,94 0,90

2/2 UD atau jalan satu arah

VL L M H

VH

0,98 0,93 0,87 0,78 0,68

0,99 0,95 0,89 0,81 0,72

0,99 0,96 0,92 0,84 0,77

1,00 0,98 0,95 0,88 0,82

Catatan : untuk jalan 6 lajur FFV6,sf = 1 – 0,8 ( 1 – FFV4, sf )

Nilai kecepatan rata-rata kendaraan ringan (LV) pada kondisi lalu lintas,

hambatan samping dan kondisi geometrik sesungguhnya dicari dengan

menggunakan grafik.

34

Page 35: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 9. Kecepatan sebagai fungsi dari Q/C untuk jalan 2/2 UD

Gambar 10. Kecepatan sebagai fungsi dari Q/C untuk banyak lajur dan satu arah

35

Page 36: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Perhitungan kapasitas jalan perkotaan berdasarkan IHCM 1993

Persamaan umum kapasitas Metode IHCM 1993 adalah:

C = Co x Fw x Fks x Fsp x Fsf x Fcs (18)

1. Kapasitas dasar (Co)

Tipe jalan 2 / 2 4 / 2 1 – 3/1 Co (smp/jam) 2900 5700 3200

2. Faktor penyesuaian untuk lebar efektif jalan (Fw)

Lebar efektif jalan (m)

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

2/2 0,66 0,83 1,00 1,07 1,14 1,21 1,43

4/2 0,58 0,68 0,79 0,90 1,00 1,03 1,05

1-3/1 0,66 0,83 1,00 1,05 1,10 1,15 1,36

3. Faktor penyesuai untuk kerb dan bahu ( Fks )

Lebar efektif bahu (m) 0 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

Fks 2/2 4/2

1-3/1

0,85 0,96 0,94

0,89 0,99 0,98

0,93 1,01 1,02

0,96 1,04 1,06

1,00 1,06 1,10

Jarak kerb ke penghalang

(m) 0 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

Fks 2/2 4/2

1-3/1

0,85 0,96 0,94

0,86 0,97 0,96

0,88 0,98 0,97

0,89 0,99 0,99

0,90 1,00 1,00

4. Faktor penyesuaian untuk pembagian arah dan median (Fsp)

Pembagian arah 50-50 60-40 70-30 80-20 90-10 100-0

Fsp 2 / 2 4 / 2 UD

1,0 1,0

0,94 0,97

0,88 0,94

0,82 0,91

0,76 0,89

0,70 0,85

dengan kondisi median:

Median continuity Fsp

- No gabs 1,12

- Few gabs 1,05

- Frequent gaps 0,98

36

Page 37: Bahan TLL for Di Cetak 2006

5. Faktor penyesuai untuk hambatan samping (Fsf)

SF class VL L M H VH Fsf 1,00 1,00 0,97 0,90 0,86

Side Friction Class:

SF item SF class VL L M H HV

Pedestrian movement 0 1 2 4 7

Angkutan kota stopping on the road way

0 1 3 6 9

Vehicles turning into or out of segment

0 1 3 5 8

Jika SF dalam kuantitas:

SF item SF quantity VL L M H VH

Pedestrian walking (ped/h)

0 0 - 800 80 - 120 120 - 220 > 220

Pedestrian crossing (ped/h/km)

0 0 - 200 200 - 500 500 - 1300 > 1300

Stop angkot on the road (veh/h/km)

0 0 - 100 100 - 300 300 - 700 > 700

Exit/entry vehicles (veh/h/km)

0 0 - 200 200 - 500 500 - 800 > 800

Kemudian ditentukan skor total masing–masing untuk dicari klasifikasi SF:

SF class VL L M H VH Total score 0 - 1 2 - 5 6 - 11 12 - 18 19 - 24

6. Faktor penyesuai untuk ukuran kota ( Fcs )

Ukuran kota juta penduduk) < 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0 > 3,0 Fcs 0,80 0,86 1,00 1,03

37

Page 38: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Kecepatan perjalanan (V)

V = Vo x 0,5 x { 1 + ( 1 – DS ) 0,5 } (19)

dengan :

Vo = kecepatan arus bebas

(Nilainya diperoleh dari grafik yang ada di lampiran, Gambar L.1

sampai Gambar L.12, yang dipengaruhi oleh: tipe jalan, tingkat

hambatan samping, lebar efisien jalan, dan ukuran kota)

DS = derajat kejenuhan (degree of saturation)

= Q / C (20)

Q = volume atau arus lalu lintas dalam kend/jam atau smp/jam

Qv = QLV + QHV + QMC + QUM (21)

Qv dalam kend/jam

Qp = QLV x pcuLV + QHV x pcuHV + QMC x pcuMC + QUM x pcuUM (22)

Qp (smp/jam)

C = kapasitas (smp/jam)

Tingkat pelayanan (Level of Service / LOS) ruas jalan

Tingkat pelayanan atau tingkat kinerja jalan menyatakan ukuran kualitatif

yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas dalam mengendarai

kendaraan. LOS juga berhubungan dengan nilai kuantitatif untuk operasional lalu

lintas.

Beberapa variabel LOS mencakup antara lain:

1. Kecepatan dan keseluruhan travel time

2. Hambatan–hambatan lalu lintas

3. Kebebasan gerak atau manuver kendaraan

4. Keselamatan, tingkat kecelakaan

5. Kenyamanan dalam mengemudi

6. Ekonomis BOK

38

Page 39: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Variabel atau indikator yang digunakan untuk menyatakan kuantitatif tingkat

kinerja lalu lintas biasanya adalah:

1. Kecepatan perjalanan

2. Derajat kejenuhan (volume–capacity ratio, V/C ratio)

3. Tundaan

Menhub dalam Peraturan Menhub No: KM 14 Tahun 2006 menyatakan

indikator tingkat pelayanan antara lain adalah:

1. Kecepatan lalu lintas (untuk jalan luar kota)

2. Kecepatan rata-rata (untuk jalan perkotaan)

3. Nisbah volume/kapasitas (V/C ratio)

4. Kepadatan lalu lintas

5. Kecelakaan lalu lintas.

Semakin tinggi kecepatan perjalanan yang dapat dilakukan maka

pelayanan yang diberikan oleh ruas jalan tersebut semakin baik. Sebaliknya jika

kecepatan semakin rendah maka pelayanan yang diberikan semakin rendah. Untuk

nilai VCR atau DS, jika nilai yang diperoleh menunjukkan nilai yang tinggi maka

tingkat pelayanan jalannya adalah rendah. Dapat pula dikatakan bahwa semakin

tinggi nilai perbandingan volume dan kapasitasnya maka ruas jalan berada pada

kondisi mendekati titik jenuh. Sedangkan untuk nilai tundaan, jika nilainya

semakin besar maka tingkat pelayanannya semakin rendah.

Contoh klasifikasi untuk mengetahui tingkat pelayanan suatu ruas jalan

seperti yang diuraikan berikut ini.

A B C

D

F

E kondisi arus macet

Kecepatan Operasi

1,0 (volume/kapasitas)

39

Page 40: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Menhub dalam Peraturan Menhub No: KM 14 Tahun 2006

mengklasifikasikan tingkat pelayanan atas:

1. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi:

Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi

Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat

dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan

maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan

Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa

atau dengan sedikit tundaan.

2. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi:

Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi

oleh kondisi lalu lintas

Kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas belum

mempengaruhi kecepatan

Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya

dan lajur jalan yang digunakan.

3. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi:

Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh

volume lalu lintas yang lebih tinggi

Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas

meningkat

Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur

atau mendahului.

4. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi:

Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan

kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan

kondisi arus

Kepadatan lalu lintas sedang, namun fluktuasi volume lalu lintas dan

hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar

40

Page 41: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan

kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir

untuk waktu yang singkat.

5. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi:

Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas

mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah

Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi

Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.

6. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi:

Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang

Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi

kemacetan untuk durasi yang cukup lama

Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.

Klasifikasi tingkat pelayanan berdasar HCM 1985 adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pelayanan A dengan ciri:

Kecepatan rata-rata mendekati 60 mph (96,558 km/jam)

Kecepatan merupakan keinginan pengemudi

Volume yang terjadi masih di bawah kapasitas

Prosentase tundaan yang ditimbulkan oleh kendaraan yang bergerak

lambat tidak lebih dari 30% terhadap waktu tempuh rata-rata

Arus maksimumnya 420 passenger car per hour (pcph)

2. Tingkat pelayanan B dengan ciri:

Kecepatan rata-rata yang terjadi adalah 55 mph (88,511 km/jam)

Peningkatan volume lalu lintas masih signifikan dan seimbang serta masih

dalam kapasitas jalan

Pengemudi masih mampu mempertahankan kecepatan yang diinginkan

Prosentase tundaan lebih dari 45% terhadap waktu tempuh rata-rata

Arus yang terjadi adalah 750 passenger car per hour (pcph)

Peleton atau iringan kendaraan mulai terlihat

41

Page 42: Bahan TLL for Di Cetak 2006

3. Tingkat pelayanan C dengan ciri:

Penambahan arus secara nyata dalam peleton serta mulai timbul gangguan

Kecepatan rata-rata mencapai 52 mph (83,684 km/jam)

Pada volume tinggi terjadi penurunan secara signifikan terhadap nilai

kapasitas

Prosentase tundaan lebih dari 60% terhadap waktu tempuh rata-rata

Arus dasar mencapai 1200 passenger car per hour (pcph)

4. Tingkat pelayanan D dengan ciri:

Arus lalu lintas mulai tidak stabil

Volume sangat tinggi sehingga nilai kapasitas mendekati nol

Di dalam peleton rata-rata terdapat 5-10 kendaraan yang mengalami

kemacetan

Kemampuan untuk melakukan gerakan mulai terbatas

Prosentase tundaan mendekati 75% terhadap waktu tempuh rata-rata

Arus dasar maksimum 1800 passenger car per hour (pcph)

5. Tingkat pelayanan E dengan ciri:

Kondisi arus lalu lintas pada kedua arah mengalami tundaan lebih besar

dari 75% terhadap waktu tempuh rata-rata

Kecepatan rata-rata akan menurun hingga 25 mph (40,232 km/jam)

6. Tingkat pelayanan F dengan ciri:

Kepadatan arus lalu lintas tinggi, sehingga kecepatan menjadi rendah dan

dapat menimbulkan kemacetan

Selain klasifikasi LOS seperti di atas, klasifikasi LOS yang lain dapat

dilihat pada Tabel 2.

42

Page 43: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Tabel 2. Urban Street LOS By Class

(Sumber: HCM, 2000)

Pemecahan permasalahan lalu lintas dilakukan untuk mempertahankan

tingkat pelayanan yang diinginkan melalui upaya-upaya antara lain:

1. Peningkatan kapasitas ruas jalan, persimpangan dan/atau jaringan jalan

2. Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pengguna jalan tertentu

3. Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan tertentu

dengan mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda

4. Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi pengguna jalan

Teknik-teknik pemecahan permasalahan lalu lintas dalam upaya

mempertahankan tingkat pelayanan dilakukan :

1. Pada ruas jalan, mencakup antara lain :

Jalan satu arah

Lajur pasang surut (tidal flow)

Pengaturan pembatasan kecepatan

Pengendalian akses ke jalan utama

Kanalisasi

Pelebaran jalan.

2. Pada persimpangan, mencakup antara lain :

Simpang prioritas

Bundaran lalu lintas

Perbaikan geometrik persimpangan

43

Page 44: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas

Persimpangan tidak sebidang

Gambar berikut merupakan contoh salah satu faktor yang mempengaruhi

kapasitas ruas jalan, yaitu lebar lajur, dan jumlah lajur.

Gambar 11. Penampang melintang jalan 2 lajur 2 arah

Gambar 12. Penampang melintang jalan 4 lajur 2 arah

Contoh perhitungan kapasitas ruas jalan

Berdasarkan MKJI 1997 kapasitas ruas Jalan Cokrodiningrat, Jalan

Rajawali dan Jalan Teratai, Klaten adalah sebagai berikut:

1. Kapasitas dasar (Co) dari tipe jalan perkotaan untuk dua lajur dua arah tak

terbagi adalah sebesar 2900 smp/jam.

2. Faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas (FCw) ditentukan berdasarkan

lebar jalur lalu lintas effektif (Wc) yaitu total dua arah 7 m, maka diperoleh

nilai FCw sebesar 1,00.

3. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping (FCsf), karena jalan tersebut dua

lajur dua arah tak terbagi yang mempunyai lebar bahu effektif (Ws) 1,0 m dan

kelas hambatan sampingnya sedang, sehingga didapat nilai FCsf 0,92.

44

Page 45: Bahan TLL for Di Cetak 2006

4. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCsp), karena jalan

tersebut mempunyai perbandingan arus 50%-50% sehingga didapat nilai 1,00.

5. Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs). Ukuran kota diambil

bsedasarkan jumlah penduduk di Kabupaten Klaten yaitu sebesar 1.277.297

penduduk, termasuk dalam ukuran 1,00-3,00 juta penduduk, sehingga didapat

nilai faktor penyesuaian ukuran kota sebesar 1,00.

6. Setelah nilai-nilai faktor penyesuaian diketahui, besarnya kapasitas Jalan

Cokrodiningrat, Jalan Rajawali, Jalan Teratai diperoleh:

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

C = 2900 x 1,0 x 1,00 x 0,92 x 1,00 = 2668 smp/jam

Berdasarkan IHCM 1993 kapasitas ruas Jalan Cokrodiningrat, Jalan

Rajawali dan Jalan Teratai, Klaten adalah sebagai berikut:

1. Kapasitas dasar (Co) dari tipe jalan perkotaan untuk dua lajur dua arah tak

terbagi adalah sebesar 2900 smp/jam.

2. Faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas (Fw) ditentukan berdasarkan

lebar lalu lintas efektif 7 m, maka diperoleh nilai Fw sebesar 1,00.

3. Faktor penyesuaian untuk lebar bahu (Fks), jalan tersebut mempunyai lebar

bahu efektif 1,0 m dan tipe jalan dua lajur dua arah tak terbagi didapat nilai

faktor penyesuaiannya sebesar 0,93.

4. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (Fsp), jalan tersebut

mempunyai perbandingan arus 50% - 50% sehingga didapat nilai sebesar 1,00.

5. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping (Fsf). Hambatan samping

termasuk dalam kategori medium/sedang, sehingga diperoleh nilai Fsf sebesar

0,90.

6. Faktor penyesuaian untuk ukuran kota adalah 1,00 berdasarkan jumlah

penduduk di Kabupaten Klaten sebesar 1.277.297, yang terletak pada 1,00-

3,00 juta penduduk.

7. Setelah nilai-nilai faktor penyesuaian diketahui, besarnya kapasitas jalan

tersebut diperoleh:

C = Co x Fw x Fks x Fsp x Fsf x Fcs

C = 2900 x 1,00 x 0,93 x 1,00x 0,90 x 1,00 = 2427,30 smp/jam

45

Page 46: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Jalan Luar Kota

Ruas jalan luar kota ialah ruas jalan yang tanpa perkembangan yang

menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen

yang sebentar-sebentar terjadi, seperti: berdirinya rumah-rumah, restoran, atau

warung-warung di pinggir jalan tersebut.

Secara umum analisa tingkat pelayanan pada jalan luar kota hampir sama

dengan perkotaan, meskipun demikian tetap ada perbedaan terutama dalam nilai-

nilainya. Tingkat pelayanan yang berhubungan dengan suatu pendekatan

kuantitatif, untuk jalan luar kota selain indikator kecepatan, dan derajat

kejenuhan, indikator berupa derajat iringan juga diperlukan. Selain itu, perbedaan-

perbedaan antara analisa kapasitas jalan luar kota dengan perkotaan dapat dilihat

pada:

1. Klasifikasi jenis kendaraan

2. Tipe jalan, dan adanya tipe alinyemen serta jarak pandang pada jalan luar kota

3. Adanya pengaruh kelas fungsional jalan dan pengembangan samping jalan

4. Nilai ekivalensi mobil penumpang tiap kendaraan.

Jalan Bebas Hambatan

Jalan bebas hambatan didefinisikan sebagai jalan untuk arus lalu lintas

menerus dengan pengendalian jalan masuk (jalan akses) secara penuh, baik pada

jalan terbagi maupun tidak terbagi.

Seperti halnya jalan luar kota, secara umum analisa kapasitas jalan bebas

hambatan juga hampir sama dengan jalan perkotaan.

46

Page 47: Bahan TLL for Di Cetak 2006

SURVAI LALU LINTAS

Penyediaan sarana dan prasarana transportasi guna melancarkan proses

transportasi merupakan suatu keharusan, tetapi dalam penyediaannya tetap harus

mempertimbangkan efektifitas dan efisiensinya. Hal ini dimaksudkan agar tidak

terjadi ketimpangan yang terlalu besar antara permintaan dan penawaran

transportasi. Agar dalam merencanakan sarana dan prasarana transportasi dapat

diperoleh kondisi yang mendekati setimbang, perlu adanya dukungan berupa data.

Proses untuk mencari data sering disebut dengan survai.

Survai mengandung makna mengamati, memperhatikan dan mencatat hal-

hal yang diperlukan. Demikian juga untuk survai lalu lintas, proses pengamatan

dan pencarian data survai, berkaitan dengan segala hal yang mempengaruhi lalu

lintas itu sendiri. Karena lalu lintas merupakan interaksi dari beberapa komponen

transportasi, maka data yang diperlukan juga menyangkut semua komponen

tersebut.

Sebelum survai benar-benar dilakukan sebaiknya perlu dipertimbangkan

mengenai beberapa hal yang dirasa perlu untuk dikerjakan, misalnya:

1. Kejelasan tentang perlu atau tidaknya survai dilakukan.

2. Tujuan survai jelas atau tidak.

3. Menganggu atau tidak terhadap lingkungan (masyarakat).

Hal ini dilakukan agar nilai manfaat yang diperoleh dapat optimal, seimbang

dengan beaya yang dikeluarkan.

Agar proses survai dapat berjalan lancar tanpa membuang-buang waktu,

biaya dan tenaga, survai memerlukan perencanaan yang tepat. Tanpa perencanaan

yang tepat dan matang dimungkinkan timbul in-efisiensi. Perencanaan dalam

survai mencakup: teknik survai (cara, jenis, waktu, dan lain-lain) dan organisasi

(tenaga, siapa yang terlibat, urutan kewenangan/tanggung jawab, dan lain-lain).

Ruang lingkup survai:

1. Batas wilayah studi (wilayah administratif, batas alam, dan lain-lain).

2. Obyek survai (kendaraan, geometri jalan, karakter manusianya).

3. Besar sampel.

47

Page 48: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Pengumpulan data:

1. Metode pengumpulan dipengaruhi oleh: objek/subjek, lingkup survai (lokal,

regional, nasional), dan lokasi survai yang dipengaruhi oleh tujuan survainya.

2. Formulir

Harus dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik respon obyek survai.

Formulir juga harus memuat data-data pendukung lainnya, misal: kondisi

cuaca, kondisi lingkungan, geometrik, dan lain-lain

3. Waktu pelaksanaan survai dipengaruhi oleh tujuan survai itu sendiri. Misal:

Untuk mendapatkan volume lalu lintas tiap pergerakan di pertemuan jalan

maka periode waktu dipakai per menit.

Untuk mengetahui pola lalu lintas dapat dipakai periode per 15 menitan

(per jam).

4. Kompilasi data (memilih data, mengurutkan dan atau memberi identitas)

Sebelum survai utama/pokok dilakukan, perlu diadakan survai

pendahuluan (pilot surveys) yang dimaksudkan untuk:

1. Memperkirakan ketepatan pengambilan sampel (termasuk homogenitasnya)

2. Ketepatan metode yang dipilih

3. Ketepatan formulir yang dibuat

4. Efisiensi pertanyaan dan informasi yang dibuat pada lembar formulir untuk

responden

5. Perkiraan biaya dan waktu survai utama

6. Efisiensi organisasi survai.

Macam Survai

1. Survai volume lalu lintas (traffic flow surveys)

Survai lalu lintas ditujukan untuk mencatat setiap kendaraan yang

melewati suatu titik atau garis tertentu yang ditentukan lebih dulu. Dari pencatatan

atau pengamatan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui:

a. Pola arus lalu lintas

b. Volume lalu lintas tiap pergerakan (belok kiri, kanan, menerus, dan lain-lain)

c. Komposisi kendaraan yang lewat atau yang ada di arus tersebut

48

Page 49: Bahan TLL for Di Cetak 2006

d. Faktor untuk memprediksi volume lalu lintas yang akan datang

e. Tingkat okupansi kendaraan dalam lalu lintas.

Gambaran mengenai pola arus lalu lintas dan distribusi arus tiap

pergerakan dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14, serta Tabel 3.

Kurva arus lalu lintas per jam, Kamis, 3 Juni 2004

0

500

1000

1500

2000

2500

07.00 -08.00

07.15 -08.15

07.30 -08.30

07.45 -08.45

08.00 -09.00

08.15 -09.15

09.30 -10.30

09.45 -10.45

10.00 -11.00

10.15 -11.15

10.30 -11.30

10.45 -11.45

12.00 -13.00

12.15 -13.15

12.30 -13.30

Pukul

Aru

s la

lu li

ntas

(ke

nd/j

am)

HV LV MC Volume total

Gambar 13. Pola arus lalu lintas tiap

kendaraan di ruas Jl. A. Yani, Surakarta

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

07.00-

08.00

07.15-

08.15

07.30-

08.30

07.45-

08.45

08.00-

09.00

08.15-

09.15

09.30-

10.30

09.45-

10.45

10.00-

11.00

10.15-

11.15

10.30-

11.30

10.45-

11.45

12.00-

13.00

12.15-

13.15

12.30-

13.30

Waktu

Aru

s (

ke

nd

/jam

)

Senin, 31 Mei 2004 Kamis, 3 Juni 2004 Series3 Sabtu, 5 Juni 2004

Gambar 14. Pola arus lalu lintas harian di ruas Jl. A. Yani, Surakarta

Tabel 3. Distribusi arus lalu lintas tiap pergerakan di Simpang Ir. Juanda, Jl

Diponegoro, Jl. Sulanjana, Bandung Nama Jalan Pergerakan LV HV MC Total

kend. smp kend. smp kend. smp kend. smpIr. Juanda ST 741 741 31 40 367 73 1139 855

(Utara) LT/LTOR 10 10 0 0 10 2 20 12RT 30 30 0 0 11 2 41 32

TOTAL 781 781 31 40 388 78 1200 899

Diponegoro ST 333 333 22 29 241 48 596 410(Timur) LT/LTOR 192 192 0 0 174 35 366 227

RT 312 312 0 0 219 44 531 356TOTAL 837 837 22 29 634 127 1493 992

Sulanjana ST 288 288 30 39 218 44 536 371

(Barat) LT/LTOR 150 150 0 0 131 26 281 176RT 20 20 1 1 12 2 33 24

TOTAL 458 458 31 40 361 72 850 571

Ir. Juanda ST 582 582 25 33 309 62 916 676(Selatan) LT/LTOR 28 28 1 1 33 7 62 36

RT 158 158 3 4 72 14 233 176TOTAL 768 768 29 38 414 83 1211 889

Metode pengambilan data yang dapat dilakukan:

a. Manual count, yaitu pencatatan jumlah kendaraan dengan tenaga manusia,

merupakan cara yang paling sederhana. Pencatatan dilakukan pada kertas

49

Page 50: Bahan TLL for Di Cetak 2006

formulir, tiap kali sebuah kendaraan yang lewat dicatat pada kertas formulir.

Pencatatan dapat pula dilakukan dengan counter.

b. Detector, yaitu pencatatan dengan menggunakan alat yang dapat mendeteksi

adanya kendaraan yang lewat dan memberi isyarat dalam bentuk tertentu.

Detector biasanya bekerja dengan sentuhan dari gilasan ban, induksi pada

gulungan kabel yang ditanam di jalan menyebabkan pemutusan sinar

sebentar. Keuntungannya yaitu, setiap kendaraan yang melewati alat ini dapat

dicatat, sedangkan kelemahannya yaitu, terjadinya over counting atau under

counting pada kondisi tertentu, misal untuk satu kendaraan dengan jumlah as

banyak, bisa tercatat lebih dari satu kendaraan

c. Peralatan lain, misal: automatic count, video recording (dapat

dikombinasikan dengan komputer).

2. Survai Kecepatan dan Tundaan

Survai ini bertujuan untuk mengevaluasi atau mengetahui kondisi

pelayanan suatu ruas jalan/jaringan jalan bagi para pelaku lalu lintas dengan

mendasarkan pada kecepatan perjalanan pada ruas tersebut dan mengindentifikasi

masalah yang dapat timbul (misal untuk menyatakan daerah rawan kecelakaan)

a. Spot speed surveys

Manfaatnya:

1) Menentukan kecepatan rata-rata pada suatu lokasi (panjang tertentu).

2) Menentukan range kecepatan yang ada pada suatu lokasi dari kecepatan

terendah sampai tertinggi, yang kemudian dihubungkan dengan tingkat

keselamatan lokasi tersebut.

3) Menentukan kecepatan maksimum yang ada di lokasi, untuk diperiksa

terhadap batas-batas kecepatan yang ada dan juga untuk disesuaikan

dengan desain geometriknya.

Metode yang dilakukan:

1) Manual count, pencatatan waktu tempuh dari kendaraan, contoh yang

melewati segmen jalan/penggal jalan pengamatan. Pencatatan waktu

tempuh ini dilakukan dengan menghidupkan stop watch saat roda depan

50

Page 51: Bahan TLL for Di Cetak 2006

kendaraan contoh melewati garis injak pertama, seterusnya mengikuti

laju kendaraan tersebut melewati garis injak kedua.

2) Enoscope, adalah box atau kotak cermin yang berbentuk L. Alat ini

diletakkan di pinggir jalan untuk membelokkan garis pandangan ke arah

tegak lurus jalan. Pengamat di satu ujung potongan jalan dan enoscope di

ujung lainnya atau biasa juga pengamat berada di antara 2 (dua)

enoscope jika digunakan dua enoscope. Pengukuran waktu tempuh

digunakan alat stopwatch, stopwatch dimulai pada saat kendaraan

melewati pengamat dan dihentikan pada saat kendaraan melewati

enoscope.

3) Radar speed gun meter, alat ini bekerja menurut prinsip Doppler,

kecepatan dari pergerakan proporsional dengan perubahan frekuensi di

antara dua radio transmisi target dan radio pemantul. Peralatan mengukur

perbedaan dan mengubah pembacaan langsung.

4) Time lapse photography, dalam metode ini kamera foto mengambil

gambar pada interval waktu yang ditetapkan. Gambar-gambar yang

diperoleh dari hasil survai diproyeksikan dengan menggunakan alat

proyektor ke suatu layar yang sudah mempunyai pembagian skala,

dengan demikian perpindahan masing-masing kendaraan dapat dihitung.

b. Moving car observer methode

Survai dilakukan di ruas jalan pada daerah perkotaan dengan volume lalu

lintas yang padat dan kecepatan lalu lintasnya bervariasi, dengan syarat:

1) Kendaraan yang melewati adalah kendaraan menerus, tidak berhenti di

jalan ketika di survai

2) Akses masuk/keluar tidak banyak

3) Hambatan samping relatif rendah

4) Tempat hentian kendaraan umum terbatas

5) Tempat penyeberangan (zebra cross) relatif sedikit

51

Page 52: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Pengamat/surveyor melakukan pengamatan dengan cara mengikuti arus yang

hendak dicari karakter lalu lintasnya. Dari pengamatan di lapangan, pengamat

akan memperoleh nilai-nilai (nilai terukur) yang kemudian digunakan untuk

mencari karakter lalu lintas tersebut. Karena dalam pengamatan menggunakan

kendaraan yang mengikuti arus maka jumlah pengamat harus lebih dari satu

orang untuk satu kali pengamatan. Ada yang berperan sebagai pengemudi dan

ada yang berperan sebagai pencari data di lapangan.

Nilai-nilai yang diukur adalah:

1) Jumlah kendaraan yang didahului (D) kondisi searah kendaraan

pengamat.

2) Jumlah kendaraan yang mendahului (M) kondisi searah kendaraan

pengamat.

Nilai yang diperoleh dari (1) dan (2): y = M – D (23)

3) Jumlah kendaraan yang berpapasan dengan pengamat (x)

4) Waktu tempuh pengamat tiap ruas (dalam menit atau jam)

ta = waktu tempuh kendaraan pengamat saat bergerak melawan arus lalu

lintas

tw = waktu tempuh kendaraan pengamat saat bergerak searah arus lalu

lintas

Nilai yang dicari dari hasil analisa adalah:

1) Q = arus lalu lintas dalam arah sesuai kendaraan pengamat.

Q =twtayx

++ (dalam kend/menit atau kend/jam) (24)

2) t = waktu perjalanan rata-rata seluruh arus lalu lintas searah pengamat

dalam satuan detik, menit atau jam.

L

52

Page 53: Bahan TLL for Di Cetak 2006

t = tw – y/Q (25)

3) V = kecepatan rata-rata perjalanan seluruh arus lalu lintas, dalam

km/jam atau dalam m/dtk.

V = tL (26)

dengan: L = panjang ruas jalan dalam km atau meter.

c. Floating vehicle (kendaraan mengambang)

d. Video recording, dari tempat yang tinggi

e. Registration number matching (pencocokan nomor kendaraan)

Digunakan juga untuk mengetahui:

1) Asal tujuan kendaraan dalam perencanaan transportasi

2) Pola lalu lintas

3) Distribusi waktu perjalanan antara 2 titik, gambaran mengenai variasi

atau komposisi kendaraan dengan volumenya

4) Lama parkir

3. Survai Parkir

Survai ini ditujukan untuk menentukan pola permintaan parkir, yang

nantinya dapat digunakan untuk merencanakan fasilitas parkir dan cara

pengaturannya. Parkir merupakan tempat pemberhentian kendaraan dalam kurun

waktu tertentu. Tempat pemberhentian atau tempat parkir ini timbul berkaitan

dengan adanya kegiatan/aktifitas pada suatu lokasi tertentu. Misalnya: gedung

perkantoran, perniagaan/pusat pertokoaan, fasilitas pendidikan atau yang lainnya.

Agar setiap kegiatan yang dilakukan manusia dapat berjalan secara lancar, salah

satu pendukungnya adalah tempat parkir ini.

Tipe fasilitas parkir dikaitkan dengan tata letaknya dibedakan menjadi dua

macam, yaitu:

a. Off–street parking, parkir yang fasilitasnya tidak menggunakan badan jalan,

misal: taman parkir, garasi bawah tanah ataupun garasi bersusun.

b. On–street parking, parkir yang fasilitasnya menggunakan badan jalan.

Penanganan masalah parkir dilakukan dalam dua pendekatan, yaitu:

53

Page 54: Bahan TLL for Di Cetak 2006

a. Pendekatan terhadap besar permintaan parkir.

Besar permintaan (demand) parkir dipengaruhi oleh pola guna lahannya,

sehingga untuk mengatasi masalah perparkiran diperlukan pengaturan pola

guna lahan yang disesuaikan dengan tata ruang kota. Agar nantinya masalah

parkir sebagai akibat adanya aktifitas guna lahan tidak menjadi masalah baru,

utamanya masalah mengenai lalu lintas di sekitar guna lahan tersebut,

diharapkan setiap guna lahan menyediakan fasilitas parkir di wilayahnya.

b. Pendekatan terhadap besar penyediaan fasilitasnya.

Penyediaan fasilitas parkir seperti yang telah disebutkan sebelumnya ada dua

macam, yaitu di badan jalan dan di luar badan jalan.

1) Konsep penyediaan parkir pada badan jalan.

Didasarkan pada tujuan penyediaan ruas jalan itu sendiri yang prioritasnya

untuk apa (pergerakan kendaraannya, pergerakan pejalan kaki atau untuk

hentian).

Jalan Arteri, fungsi utama untuk pergerakan kendaraan.

Jalan Kolektor, fungsi utama pada pergerakan kendaraannya tapi

masih dimungkinkan untuk parkir pada badan jalan.

Jalan Lokal, pelayanan parkir diutamakan tapi kelancaran lalu lintas

juga harus tetap diperhatikan.

2) Konsep dasar penyediaan fasilitas parkir di luar badan jalan

Perencanaan fasilitas parkir di luar badan jalan perlu mempertimbangkan

masalah mengenai kemudahan, keamanan dan kenyamanan dari para

pengguna untuk menggunakan tempat parkir tersebut.

Parking inventory (pengumpulan data parkir) dapat dilakukan dengan

pengamatan langsung maupun tidak langsung. Data pengamatan langsung

(primer) terdiri dari: luas dan jumlah tempat parkir, manajemen/pengaturan

parkirnya, struktur penarikan tarifnya, lama parkir tiap kendaraan, dan lain-lain.

Data yang tidak langsung dari pengamatan (sekunder) diantaranya adalah parking

lay out.

54

Page 55: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Metode pengumpulan data yang dilakukan:

a. Untuk kondisi titik akses dan egres terbatas (entry-exit surveys)

Kondisi untuk tempat parkir di luar badan jalan, misal di taman parkir atau di

gedung, biasanya jumlah titik dibatasi untuk memudahkan pencatatan dan

pengawasan. Titik yang dapat digunakan untuk mengamati yaitu di pintu

masuk dan/atau keluarnya. Survai dapat dengan mencatat jumlah keluar

masuknya saja atau pun dengan mencatat identitas kendaraan yang keluar-

masuk, tergantung dari tujuan survainya. Alat yang digunakan mulai hanya

dengan alat tulis atau pun dengan bantuan tape recorder.

Gambar 15. Contoh daerah kondisi akses dan egres terbatas

b. Untuk kondisi akses dan egres tidak terbatas (parking beat surveys).

Biasanya pada fasilitas parkir di badan jalan (ruas jalan). Karena pintu keluar-

masuk tidak terbatas maka dapat menyulitkan pencatatan dan pengawasan jika

wilayahnya terlalu luas. Oleh karena itu dalam survai ini wilayah survai dibagi

dalam beberapa zona, dengan luas/panjang yang memungkinkan untuk

diamati oleh satu orang saja. Jika untuk akses terbatas pengamat hanya diam

di satu titik pengamatan, pada akses tidak terbatas pengamat harus keliling

dalam periode tertentu yang telah ditetapkan (misal tiap 10 menit atau 15

menit).

U

Surveyor 1

Surveyor 2 ALFA

55

Page 56: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 16. Contoh daerah kondisi askes dan egres tidak terbatas

Metode pengendalian waktu parkir dapat dilakukan dengan pembatasan

waktu parkir, dengan meteran parkir, dan penggunaan sistem piringan parkir.

Pola parkir on–street secara umum dapat dilihat pada Gambar 17,

sedangkan pola off-street parking dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 17. Pola parkir

4. Origin–Destination Surveys (survai asal tujuan)

Tujuannya untuk mengetahui asal dan tujuan perjalanan yang dilakukan

oleh para pemakai ruas jalan yang disurvai, yang nantinya dapat digunakan dalam

perencanaan transportasi. Metode yang dilakukan:

a. Home interviewing

b. Roadside interviewing

c. Kartu pos atau formulir pos

d. Registration plate methods

e. Pemasangan stiker

U

Lokasi parkir roda 4

Jl. SOLO

Lokasi parkir roda 2

a. Sejajar badan jalan c. Menyudut badan jalan

b. Melintang

56

Page 57: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 18. Off – street dan on-street parking

5. Pedestrian Movement Surveys

Survai ini ditujukan untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan

arus pejalan kaki, dapat berupa: jumlah/volumenya, asal tujuan perjalanan rute

yang digunakan, dan lain-lain. Data tentang pejalan kaki/pedestrian digunakan

untuk merencanakan fasilitas-fasilitas yang dapat mereka gunakan (jembatan

penyeberangan, trotoar, zebra cross, dan lain-lain).

Metode yang dilakukan:

a. Pengamatan dari tempat tinggi secara langsung

b. Pengamatan dengan video

c. Tag surveys

d. Pedestrian following

e. Interview/wawancara

Contoh fasilitas pedestrian dapat dilihat pada Gambar 19.

Page 58: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 19. Fasilitas bagi pejalan kaki

Soal latihan:

1. Diketahui data pengamatan dari survai seperti tabel di bawah. Jika panjang

tiap ruas atau seksi jalan adalah 1,6 km. Hitung nilai rata-rata dari volume,

kecepatan perjalanan dan waktu perjalanan untuk keseluruhan pengamatan

perjalanan.

Pengamat bergerak ke arah Timur

Lama perjalanan (dalam menit)

Jumlah kendaraan berpapasan (x)

Jumlah kendaraan yang Mendahului (M) Didahului (D)

2,51 2,58 2,36 3,00 2,42 2,50

42 45 47 51 53 53

0 0 1 1 0 1

1 2 2 2 0 0

Pengamat bergerak ke arah Barat

Lama perjalanan (dalam menit)

Jumlah kendaraan berpapasan (x)

Jumlah kendaraan yang Mendahului (M) Didahului (D)

2,49 2,36 2,73 3,41 2,80 2,50

34 38 41 31 35 38

0 1 0 0 1 1

2 2 0 1 0 0

58

Page 59: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Penyelesaian:

a. Pengamat bergerak ke Timur

ta (menit)

tw (menit)

X (kendaraan)

D (kend)

M (kend)

2,49 2,36 2,73 3,41 2,80 2,50

2,51 2,58 2,36 3,00 2,42 2,50

42 45 47 51 53 53

1 2 2 2 0 0

0 0 1 1 0 1

∑ta = 15,37 ∑tw = 15,29 ∑x = 291 ∑D = 7 ∑M = 3

1) QT = twtayx

++

y = 3 – 7 = - 4

= 15,2915,37

4291+− = 9,36 kend/menit , atau dari rata – ratanya:

ta` = 637,15 = 2,562

x` = 48,5

y` = -0,667

tw` = 2,548

QT = 548,2562,2

667,05,48+− = 9,36 kend./menit = 562 kend/jam

2) tT = tw – y/Q = 2,548 + (0,667/9,36) = 2,62 menit

3) VT = L / t = (1,6/2,62).60 = 36,6 km/jam

b. Pengamat bergerak ke barat

ta (menit)

tw (menit)

x (kend)

D (kend)

M (kend)

2,51 2,58 2,36 3,00 2,42 2,50

2,49 2,36 2,73 3,41 2,80 2,50

34 38 41 31 35 38

2 2 0 1 0 0

0 1 0 0 1 1

∑ta = 15,29 ∑tw = 15,37 ∑x = 217 ∑D = 5 ∑M = 3 Rata-rata = 2,548 2,562 36,167 0,833 0,5

59

Page 60: Bahan TLL for Di Cetak 2006

1) QB = 562,2548,2333,0167,36

+− = 7,01 kend/menit = 421 kend/jam

2) tB = 01,7

333,0562,2 + = 2,61 menit

3) VB = (1,6/2,61) . 60 = 36,78 km/jam

4) Nilai rata–rata seluruh pengamatan atau seluruh ruas jalan (Timur dan

Barat)

Q = ½ (QT + QB) = ½ (562 + 421) = 491,5 = 492 kend/jam

T = ½ (tT + tB) = ½ (2,62 + 2,61) = 2,615 menit

V = ½ (36,6 + 36,78) = 36,69 km/jam

2. Jika diketahui kecepatan rata–rata arus lalu lintas sebesar 65,5 km/jam untuk

menempuh panjang jalan kurang lebih 10 km. Dan selama perjalanan

berpapasan dengan kendaraan sebanyak 300 kendaraan. Hitung jumlah arus di

ruas tersebut dan berapa waktu tempuh rata–rata arus jika waktu tempuh rata-

rata pengamat sebesar 12,5 menit (baik arah ke Timur atau ke Barat), serta

berapa selisih penyalipannya.

Penyelesaian :

diketahui: V = 65,5 km/jam L = 10 km

x = 300 kendaraan ta = tw = 12,5 menit

ditanya: Q = ? t = ? y = ?

V = L/t

t = L/V = 10/65,5 jam = 9,16 menit

jadi waktu tempuh arus lalu lintas adalah sebesar 9,16 menit

Q = twtayx

++ =

12,512,5y300

++

Q = 25

y300 +

y = 25 . Q – 300 (1)

t = tw – y/Q

9,16 = 12,5 – y/Q

60

Page 61: Bahan TLL for Di Cetak 2006

9,16 = 12,5 – Q

300)(25.Q −

9,16 = Q

30025Q12,5Q +−

9,16.Q + 12,5.Q = 300

21,66.Q = 300 Q = 13,85 kend/menit = 831 kend/jam

Dari persamaan (1):

y = 25.Q – 300 = 25 . 13,85 – 300

y = 46,25 = 47 kendaraan

61

Page 62: Bahan TLL for Di Cetak 2006

PERTEMUAN/SIMPANG JALAN DENGAN LAMPU LALU LINTAS

Pertemuan jalan mempunyai peranan yang sangat penting untuk

memperlancar arus lalu lintas dalam suatu proses transportasi. Pertemuan jalan

atau disebut juga dengan simpang jalan merupakan tempat bertemunya berbagai

pergerakan yang tidak sama arahnya, baik pergerakan yang dilakukan orang

dengan kendaraan atau pun yang tanpa kendaraan (pedestrian).

Pergerakan-pergerakan tersebut menggunakan ruang dan waktu yang

mungkin sama, sehingga dapat menimbulkan kecelakaan. Agar kecelakaan

tersebut dapat dihindari sedini mungkin, juga agar waktu yang digunakan untuk

melalui simpang dapat seminimal mungkin, diperlukan adanya pengaturan di

simpang. Tujuan utama pengaturan di simpang adalah:

1. Jika memungkinkan menghilangkan konflik yang terjadi di simpang.

2. Mengurangi konflik seminimal mungkin.

Pengaturan simpang tersebut tetap harus mempertimbangkan nilai keselamatan

dan efisiensi pengguna jalan.

Pengaturan simpang dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Simpang prioritas (priority intersection)

2. Simpang dengan pemisahan ruang (space-sharing intersection)

3. Simpang dengan pemisahan waktu (time-sharing intersection)

Selain pengelompokkan di atas, macam pengaturan simpang dapat dilihat

seperti pada beberapa gambar berikut.

Gambar 20. Pengaturan pergerakan di simpang jalan dengan area pembatas

62

Page 63: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 21. Pengaturan simpang dengan bundaran (roundabout)

Gambar 22. Pengaturan simpang tak sebidang (interchange)

Gambar 23. Pengaturan simpang dengan lampu lalu lintas

63

Page 64: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Mengikuti perkembangan yang ada, tipe simpang kemudian ada yang

digabungkan antara pemisahan waktu dan ruang, tipe ini kemudian disebut

dengan pengaturan simpang bersinyal. Tipe simpang ini menggunakan alat

yang disebut lampu lalu lintas (traffic signal) untuk mengatur pergerakan arus lalu

lintas. Selanjutnya tipe simpang ini-lah yang dibahas dalam buku ini.

Pengaturan simpang jalan dengan lampu lalu lintas

Lampu lalu lintas adalah alat pengatur lalu lintas yang mempunyai fungsi

(utama) sebagai pengatur hak berjalan semua pergerakan lalu lintas (termasuk

pejalan kaki) secara bergantian di pertemuan jalan. Proses pengaturan dilakukan

dengan memisahkan waktu pelaksanaannya secara langsung dengan bergantian

dan berurutan.

Pemisahan ini biasanya menggunakan suatu indikasi warna lampu yang

sudah tetap maksudnya. Indikasi warna yang umum digunakan di Indonesia

secara berurutan adalah hijau-kuning (amber)-merah.

Konflik yang timbul akibat bertemunya beberapa pergerakan yang berbeda

arah tersebut dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Konflik primer, konflik yang terjadi antara arus yang memotong.

2. Konflik sekunder, konflik yang terjadi antara arus yang membelok dan arus

yang lainnya.

Gambar 24. Konflik primer dan sekunder

Konflik primer Konflik sekunder

Arus kendaraan Arus pejalan kaki

64

Page 65: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Berdasarkan bentuk dasar pergerakannya konflik dibedakan menjadi

empat yang gambarnya dapat dilihat pada Gambar 25. Empat bentuk konflik

tersebut adalah:

1. Crossing, yaitu konflik yang timbul akibat pergerakan yang berpotongan.

2. Diverging, yaitu konflik yang timbul akibat pergerakan yang menyebar.

3. Merging, yaitu konflik yang timbul akibat pergerakan yang saling bertemu.

4. Weaving, yaitu konflik yang timbul akibat pergerakan yang bertemu dalam

satu ruas yang kemudian menyebar dengan berpindah lajur.

Gambar 25. Titik konflik pada simpang tiga (T- junction) dengan pengaturan arus dua arah untuk masing-masing pendekat.

Konflik yang terjadi pada simpang tiga Gambar 25 terdiri dari:

1. Crossing : 3 titik pergerakan kendaraan dan 12 titik pergerakan pejalan kaki

dengan kendaraan

2. Diverging : 3 titik pergerakan kendaraan

3. Merging : 3 titik pergerakan kendaraan

Total 9 pergerakan kendaraan dan 12 pergerakan dengan pejalan kaki.

C

C

C

C

C

C

C C

C

C

C C C C

C

M

D

D

D M

M

Arus kendaraan

Arus pejalan kaki

65

Page 66: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Tujuan pengaturan dengan menggunakan lampu lalu lintas secara rinci

adalah:

1. Efisiensi

Menghemat tenaga polisi (termasuk resiko kecelakaan).

Mengurangi delay karena kondisi macet (terutama jalan–jalan utama).

Mengurangi biaya perjalanan.

2. Meningkatkan keselamatan berlalu lintas (mengurangi tingkat kecelakaan).

3. Memberi hak berjalan secara adil (proporsional) bagi semua pengguna

simpang termasuk pejalan kaki dan kendaraan lambat.

4. Optimalisasi kapasitas simpang.

5. Menciptakan gap pada arus menerus yang cukup tinggi.

Agar tujuan dapat diperoleh secara optimal lampu harus direncanakan dan

dioperasikan dengan benar, jika tidak dapat timbul:

1. Delay yang tidak perlu

2. Pelanggaran–pelanggaran

3. Kecelakaan meningkat

4. Kapasitas simpang tidak optimal

5. Antrian panjang (BOK tinggi dan polusi udara dan tingkat kebisingan naik).

Gambar 26. Kemacetan yang terjadi di simpang jalan

66

Page 67: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Pengaturan dengan lampu lalu lintas dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Sistem waktu tetap, nyala tiap sinyal (hijau, merah dan kuning) selalu tetap

sepanjang waktu.

2. Sistem waktu tidak tetap, nyala tiap sinyal disesuaikan dengan kebutuhan lalu

lintas (volume lalu lintas).

Keuntungan dan kerugian penerapan lampu lalu lintas antara lain:

1. Luas lahan yang dibutuhkan minimal.

2. Koordinasi dengan pertemuan jalan/simpang lain mudah dan dapat diubah–

ubah.

3. Biaya relatif murah.

4. Pemeliharaan mudah.

5. Saat arus rendah, resiko kecelakaan tinggi (adanya pelanggaran lalu lintas)

6. Kadang menimbulkan delay yang lebih besar (yang tidak perlu).

7. Kurang tepat kalau digunakan untuk jalan luar kota.

Beberapa persyaratan yang dijadikan acuan pengoperasian lampu lalu

lintas adalah:

1. Volume lalu lintas tiap gerakan tinggi (termasuk pejalan kaki).

2. Komposisi kendaraan tercampur.

3. Kecepatan kendaraan.

4. Kondisi geometri pertemuan jalan

jarak penyeberangan

kemungkinan untuk jalan terus (kiri jalan terus)

alternatif lain (prioritas, bundaran)

5. Data kecelakaan tinggi

6. Tundaan cukup besar

7. Antrian yang terjadi cukup panjang.

Manual on Uniform Traffic Control Devices (1988) dinyatakan bahwa

lampu pengatur lalu lintas hanya boleh diterapkan jika satu atau lebih traffic

signal warrant dipenuhi serta dilakukan studi lalu lintas. Yang termasuk dalam

traffic signal warrant adalah:

1. Volume kendaraan minimal.

67

Page 68: Bahan TLL for Di Cetak 2006

2. Pemutusan arus yang terus menerus.

3. Volume penyeberang jalan.

4. Gerakan arus progresif.

5. Rawan kecelakaan.

6. Volume dan delay pada jam sibuk.

7. Sistem dan kombinasi warrant.

Beberapa istilah dalam traffic signal yang perlu diketahui dan dipahami di

antaranya adalah:

1. Stage adalah periode waktu yang memberikan hak berjalan suatu arus

(stream).

2. Arus adalah kelompok pergerakan lalu lintas yang berhenti dan berjalan secara

bersama-sama.

3. Intergreen adalah waktu yang ada di antara beberapa stage yang memberi

kesempatan agar pertemuan jalan bebas dari konflik.

4. Sequence adalah urut-urutan hak berjalan suatu arus dalam 1 siklus.

5. Waktu siklus (cycle time) panjang total sequence.

6. Phase/fase adalah sejumlah pergerakan yang dapat berlangsung secara

simultan atau berurutan hak berjalan yang diterima oleh sejumlah pergerakan.

7. All red adalah waktu saat sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-

pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan.

8. Signal aspect adalah nyala lampu lalu lintas yang berlaku bagi pengguna jalan.

9. Pendekat adalah daerah dari suatu lengan simpang jalan untuk antri kendaraan

sebelum keluar melewati garis henti.

10. Arus jenuh adalah besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat

selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau).

11. Siklus jenuh adalah suatu siklus yang pada waktu akhir siklus (akhir nyala

hijau) masih terdapat antrian kendaraan.

68

Page 69: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Perhitungan lampu lalu lintas

1. Metode Webster

Metode ini mengasumsikan pengesetan lampu lalu lintas didasarkan pada:

a. Kedatangan kendaraan di setiap mulut pertemuan jalan terjadi secara random.

b. Arus jenuh konstan selama waktu hijau efektif.

c. Metode pengaturan didasarkan pada stage.

d. Pemilihan dan banyaknya stage didasarkan pada permintaan.

e. Semua pergerakan dimulai dan diakhiri sesuai dengan pengaturan stage dan

terjadi secara simultan.

Data yang diperlukan dalam pengaturan lampu adalah:

a. Volume lalu lintas (Q)

b. Arus jenuh (S)

c. Lebar efektif mulut jalan (W)

Tahapan perhitungan lampu Metode Webster:

a. Menentukan banyak dan urutan stage.

b. Menghitung rasio antara volume lalu lintas (Q) dan arus jenuh (S) tiap

pergerakan.

Volume : diperoleh dari survai

Arus jenuh : dealnya dengan survai, untuk memudahkan dengan persamaan

S = 525xW (27)

dengan: S = arus jenuh (smp/jam)

W = lebar efektif mulut jalan (m)

Persamaan di atas berlaku untuk lebar > 5,5 m, untuk lebar kurang dari 5,5

(m) diperoleh dari tabel berikut:

W (m) 3 3,5 4 4,5 5 5,5 S(smp/jam) 1850 1875 1975 2175 2550 2900

Jika arus belok kanan banyak, nilai S diperoleh dari:

Sk (tunggal) = 1,52/r1

1800+

smp/jam

= 1600 smp/jam

69

Page 70: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Sk (ganda) = 1,25/r1

3000+

smp/jam

= 2700 smp/jam

dengan : r = jari–jari belokan (m)

Koreksi arus jenuh dari TRRL dalam Salter (1976) terdiri dari:

1) Tiap kenaikan/penurunan gradien atau slope pendekat sebesar 1 % arus

jenuh kurang ± 3 %.

2) Kondisi lingkungan baik: pendekat ganda, tidak ada pengaruh dari

pedestrian, tidak ada kendaraan yang parkir, tidak ada pengaruh kendaraan

belok kanan, jarak pandang baik dan radius membelok cukup,

penambahan arus jenuh sebesar 20%.

3) Kondisi lingkungan jelek: kecepatan rata–rata rendah, alinyemen jelek,

jarak pandang jelek, banyak (ada) dipengaruhi kendaraan yang parkir dan

belok kanan, arus jenuh menjadi sebesar 85% dari semula.

Nilai rasio volume–arus jenuh diperoleh dengan persamaan:

y = Q / S (28)

c. Tentukan nilai rasio kritis tiap stage

d. Hitung Y = ∑ y kritis bila Y > 0,8 penghitungan perencanaan diulang.

e. Hitung lost time atau waktu hilang (L) yaitu waktu dalam 1 siklus penuh yang

tidak ada kendaraan yang lewat. Nilai ini dapat dihitung dengan:

L = 2n + n (IG – A) (29)

dengan:

n = jumlah fase

IG = intergreen/antar hijau (detik)

A = waktu nyala kuning/amber(detik)

f. Hitung waktu siklus optimum (Co)

Co = Y1

51,5.L−+

(30)

Nilai siklus (C) yang diambil antara 0,75.Co<C<1,5.Co

g. Hitung hijau efektif total (g)

g = C – L (31)

70

Page 71: Bahan TLL for Di Cetak 2006

h. Hitung hijau efektif dan aktual tiap stage

gi = yi / Y . (C – L) (32)

ki = gi + I1 + I2 – a

Dengan asumsi nilai:

kuning atau amber = 3 detik

merah–kuning = 2 detik

I1 + I2 = 2 detik

Hijau aktual dapat diperoleh juga dari:

ki = gi + I1 + I2 – A = gi + 2 – 3

ki = gi – 1 (detik) (33)

i. Penggambaran diagram fase.

2. Metode MKJI 1997

a. Kondisi geometri dan lingkungan, yang terdiri dari:

Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, lebar masuk dan keluar

Ada tidaknya median

Lebar belok kiri langsung LTOR (gerakan membelok yang dapat

dilakukan dalam semua fase tanpa memperhatikan sinyal)

Lebar pendekatan untuk tiap lengan diukur kurang lebih sepuluh meter

dari garis henti

Kondisi lingkungan jalan, menggambarkan tipe lingkungan jalan yang

dibagi dalam tiga tipe, yaitu: komersial, pemukiman dan akses terbatas.

Tingkat hambatan samping, yaitu interaksi arus lalu lintas dan kegiatan di

samping jalan yang menyebabkan pengurangan terhadap arus jenuh di

dalam pendekat. Hambatan samping dibedakan menjadi tinggi, sedang,

dan rendah.

b. Kondisi arus lalu lintas, terdiri dari:

Data lalu lintas yang dibagi dalam tipe kendaraan sebagai berikut: sepeda

motor (MC), kendaraan ringan (LV), dan kendaraan berat (HV),

sedangkan kendaraan tidak bermotor (UM) diperhitungkan sebagai faktor

hambatan samping

71

Page 72: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Arus lalu lintas tiap pendekat dibagi dalam tipe pergerakan, antara lain:

gerakan belok kanan, belok kiri, lurus, dan gerakan belok kiri pada saat

lampu merah (left turn on red, LTOR) yang diijinkan jika mempunyai

lebar pendekat yang cukup sehingga dapat melintasi antrian pada

kendaraan yang lurus dan belok kanan.

Arus lalu lintas dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil

penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen mobil

penumpang (emp), seperti dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai emp menurut MKJI 1997

Data arus lalu lintas digunakan untuk mencari nilai-nilai yang terdiri dari:

rasio kendaraan belok kiri (PLT), rasio belok kanan (PRT), dan rasio kendaran

tak bermotor (PUM) untuk setiap pendekat.

Tahapan perhitungan Metode MKJI 1997:

a. Masukkan data volume dalam smp/jam tiap gerakan.

b. Cari nilai arus jenuh (S) dengan urutan:

1) Penentuan tipe pendekat

Tipe pendekat dibedakan menjadi dua:

Tipe terlawan (O, opposed), apabila pada saat arus berangkat terjadi

konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan.

Tipe terlindung (P, protected), apabila pada arus berangkat tidak

terjadi konflik lalu lintas dari arah yang berlawanan.

72

Page 73: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 27. Contoh skema bentuk tipe pendekat terlindung (P) dan terlawan (O)

2) Lebar pendekat efektif

a) Jika meterWLTOR 2≥

Dianggap kendaraan LTOR dapat mendahului antrian kendaraan lurus

dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah. Perlu dilakukan

pengecekan terhadap:

=MASUK

LTORAe W

WWMinW (34)

Arus yang digunakan dalam analisa adalah arus menerus (QST) dan

belok kanan (QRT). Q = QST + QRT

Untuk tipe pendekat terlindung (P) nilai lebar efektif harus diperiksa

dengan persamaan:

Wkeluar < We x (1 – PRT) maka diambil nilai We = Wkeluar

Arus yang digunakan arus menerus saja. Q = QST

b) Jika meterWLTOR 2<

Dianggap bahwa kendaraan tidak dapat mendahului antrian kendaraan

dalam pendekat selama sinyal merah. Perlu dilakukan pengecekan

terhadap:

)(

−+×+=

LTORLTORA

LTORMASUK

A

e

WPWWW

WMinW

1 (35)

Tipe P Tipe O

73

Page 74: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Arus yang digunakan dalam analisa adalah menerus (QST), belok

kanan (QRT), dan belok kiri (QLTOR)

Q = QST + QRT + QLTOR

Untuk tipe pendekat terlindung (P), perlu dilakukan pemeriksaan:

Wkeluar < We (1 – PRT – PLTOR) maka diambil nilai We = Wkeluar

Arus yang digunakan arus menerus saja. Q = QST

Pedoman penentuan nilai WA, WMASUK, WLTOR, dan WKELUAR untuk

pendekat dengan pulau lalu lintas maupun tanpa pulau lalu lintas dapat

menggunakan Gambar 28.

Gambar 28. Skema lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas

3) Perhitungan arus jenuh dasar

Arus jenuh dasar (So) yaitu besarnya keberangkatan antrian dalam

pendekat selama kondisi ideal (smp/jam hijau)

Untuk pendekat tipe P (arus terlindung)

So = 600 × We smp/jam hijau (36)

dengan:

So = arus jenuh dasar

We = lebar approach efektif

W exit

WA

W LTOR

W entry

74

Page 75: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Untuk pendekat tipe O (terlawan)

Arus jenuh dasar dalam MKJI 1997 ditentukan berdasarkan Gambar

29 dan Gambar 30, yang merupakan fungsi dari We, QRT dan QRTO.

Gambar tersebut juga dapat digunakan untuk mendapatkan nilai arus

jenuh pada keadaan We lebih besar atau lebih kecil daripada We

sesungguhnya dan hasilnya dihitung dengan interpolasi.

4) Arus jenuh yang disesuaikan (S)

Arus jenuh yang disesuaikan yaitu besarnya keberangkatan antrian dalam

pendekat selama kondisi tertentu setelah disesuaikan dengan kondisi

persimpangan (smp/jam hijau).

Nilai arus jenuh yang disesuaikan dihitung dengan:

S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT (smp/jam hijau) (37)

dengan:

S = arus jenuh yang disesuaikan (smp/jam hijau)

SO = arus jenuh dasar (smp/jam hijau)

FCS = faktor penyesuaian ukuran kota

FSF = faktor penyesuaian hambatan samping

FG = faktor penyesuaian kelandaian

FP = faktor penyesuaian parkir

FRT = faktor penyesuaian belok kanan

FLT = faktor penyesuaian belok kiri

75

Page 76: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 29. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O tanpa lajur belok kanan terpisah

76

Page 77: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 30. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O dengan lajur belok kanan terpisah

77

Page 78: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Nilai faktor penyesuaian dapat ditentukan dengan langkah sebagai berikut:

Untuk tipe terlindung dan terlawan faktor penyesuaian ukuran kota

(FCS), besarnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Faktor penyesuaian untuk ukuran kota (FCS) Jumlah penduduk (dalam juta jiwa) > 3,0 1 – 3 0,5 - 1 0,1 – 0,5 < 0,1

FCS 1,05 1 0,94 0,83 0,82

(Sumber: MKJI, 1997)

Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping (FSF), merupakan

fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping, dan

rasio kendaraan tak bermotor.

Tabel 6. Faktor penyesuaian hambatan samping (FSF) Lingkungan

jalan Hambatan samping Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Komersial

(COM) Tinggi

“ Sedang

“ Rendah

Terlawan Terlindung Terlawan

Terlindung Terlawan

Terlindung

0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83

Pemukiman (RES)

Tinggi “

Sedang “

Rendah “

Terlawan Terlindung Terlawan

Terlindung Terlawan

Terlindung

0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86

Akses Terbatas

(RA)

Tinggi/Sedang/Rendah

Terlawan

Terlindung

1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75

1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88 (Sumber : MKJI, 1997)

Faktor penyesuaian kelandaian (FG), ditentukan dari Gambar 31.

78

Page 79: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 31. Faktor penyesuaian kelandaian

Faktor penyesuaian parkir (FP) dapat ditentukan dari persamaan:

Fp = [Lp/3 - (WA-2) x (Lp/3 - g)WA]/g (38)

dengan:

Lp = jarak antara garis henti dengan kendaraan parkir pertama atau

panjang dari lajur belok kiri yang pendek (m)

WA = lebar pendekat (m)

g = waktu hijau pada pendekat

Faktor koreksi belok kanan (FRT), untuk tipe terlindung, tanpa median,

jalan dua arah dapat dihitung dengan:

FRT = 1 + PRT × 0,26 (38)

Untuk pendekat dengan kondisi selain seperti yang tersebut di atas

nilai FRT = 1,0

Faktor koreksi belok kiri (FLT), untuk pendekat tipe P (arus

terlindung), tanpa belok kiri jalan terus dapat dihitung dengan:

FLT =1 – PLT × 0,16 (39)

Untuk pendekat dengan kondisi selain seperti tersebut di atas maka

nilai FLT = 1,0

79

Page 80: Bahan TLL for Di Cetak 2006

c. Rasio arus jenuh (FR), rasio arus terhadap arus jenuh dari suatu pendekat yang

nilainya dapat dihitung dengan: FR = Q/S (40)

dengan:

FR = rasio arus jenuh

Q = jumlah arus lalu lintas (smp/jam)

S = arus jenuh yang disesuaikan (smp/jam hijau)

d. Rasio arus jenuh terbesar setiap fase disebut sebagai rasio arus jenuh kritis

(FRCRIT), dan jumlah dari FRCRIT dari keseluruhan fase pada satu siklus

disebut rasio arus simpang (IFR).

IFR = Σ (FRCRIT) (41)

e. Rasio fase (PR) untuk setiap fase dihitung dengan:

PR = FRCRIT / IFR (42)

f. Waktu siklus (c), adalah waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal. Nilai

waktu siklus yang layak dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai waktu siklus yang layak

Tipe pengaturan (jumlah fase)

Pengaturan 2 fase

Pengaturan 3 fase

Pengaturan 4 fase

Waktu siklus (detik) 40 – 80 50 - 100 80 – 130

(Sumber : MKJI, 1997)

Waktu siklus sebelum penyesuaian (cUA) untuk persimpangan dengan kendali

waktu tetap dihitung dengan:

cUA = (1,5 x LTI + 5 ) / (1 – IFR) (43)

dengan:

IFR = rasio arus simpang

LTI = waktu hilang total per siklus (detik) = ∑ IGi = ∑ (all red + amber)

Nilai pendekatan waktu antar hijau normal dapat dilihat pada Tabel 8.

80

Page 81: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Tabel 8. Nilai pendekatan waktu antar hijau normal

g. Waktu hijau (g), adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat atau waktu

yang digunakan untuk melepaskan diri dari simpang jalan dalam kondisi

aman. Waktu hijau minimal adalah sebesar 10 detik sebagai batasan waktu

untuk digunakan penyeberang jalan secara umum.

gi = (cua – LTI) x PRi (44)

dengan:

gi = waktu hijau pada fase i

cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (detik)

PRi = rasio fase pada fase I

h. Waktu siklus yang disesuaikan, nilainya didasarkan pada waktu hijau yang

diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang total per siklus

c = Σg + LTI (45)

i. Gambar diagram fasenya.

Gambar 32 merupakan contoh distribusi arus lalu lintas mulai saat nyala

lampu hijau sampai akhir hijau. Gambaran tentang persinyalan suatu simpang

dapat dilihat pada Gambar 33 serta Tabel 9.

81

Page 82: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar 32. Skema arus jenuh pada simpang bersinyal

Tabel 9. Data geometrik dan persinyalan JALAN W. pendekat W masuk W. keluar Red Yellow Green Inter Siklus

Green(m) (m) (m) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik)

IR. JUANDA 7 7,5 10 58 3 45 4 106(UTARA)

JL. IR. JUANDA 7 9 7 58 3 45 4 106

(SELATAN)

JL. CIKAPAYANG 11 11 6 (SUCI) 89 3 14 4 106(BARAT) 7(DU)

JL SURAPATI 7 7 11 68 3 35 4 106(TIMUR)

tambahan akhir

Waktu hijau efektif

waktu

Saturation flow Hilang awal

fase untuk gerakan

antar hijau

fase untuk gerakan yang menimbulkan konflik

kuning H M

merah

K M

K M

82

Page 83: Bahan TLL for Di Cetak 2006

ALL RED

PHASE A 0 45 48

INTERGREEN 4 DETIK

PHASE B 49 63 66

INTERGREEN 4 DETIK

PHASE C 67 102

INTERGREEN 4 DETIK

STAGE 1 STAGE 2 STAGE 3

1 SIKLUS

106

106

106

ALL RED

PHASE A 0 23 26 85

INTERGREEN 4 DETIK

PHASE B 0 27 44 47 85

INTERGREEN 4 DETIK

PHASE C 0 48 58 61 85

INTERGREEN 4 DETIK

PHASE D 62 81 85

INTERGREEN 4 DETIK

STAGE 1 STAGE 2 STAGE 3 STAGE 4

1 SIKLUS

Gambar 33. Diagram phase (3 phase dan 4 phase)

83

Page 84: Bahan TLL for Di Cetak 2006

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, I, dkk, 1995, Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib, Dirjen Perhubdar, Jakarta.

Anonim, -, Managemen Lalu lintas di Pertemuan Jalan, Pelatihan Managemen

Transportasi Perkotaan. Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina

Marga. Anonim, 2000, Highway Capacity Manual, Transportation Research Board,

National Research Council, Washington D.C. Hidayati, N, 2000, Teknik Lalu Lintas I, Diktat Kuliah (belum dipublikasikan),

Surakarta. Hidayati, N, 2006, Evaluasi Tingkat Kebisingan Akibat Lalu Lintas pada Zona

Pendidikan (Laporan Research Grant), Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hobbs, FD, 1979, Traffic Planning and Engineering, Pergamon Press. Mc Shane, W.R, 1990, Traffic Engineering, Prentice Hall, New Jersey. Pline, J.L, 1992, Traffic Engineering Handbook, Prentice Hall, New Jersey. Salter, RJ, 1976, Highway Traffic Analysis and Design, The Macmillan Press. Warpani, S, 1985, Rekayasa Lalu Lintas (terjemahan), Penerbit Bhatara karya

Aksara.

84

Page 85: Bahan TLL for Di Cetak 2006

LAMPIRAN

85

Page 86: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar L.1 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan

city size (CS) > 3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah (2/2)

Gambar L.2 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan

city size (CS) 1,0-3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah (2/2)

86

Page 87: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar L.3 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan

city size (CS) 0,5-1, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah (2/2)

Gambar L.4 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan

city size (CS) < 0,5 juta penduduk untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah (2/2)

87

Page 88: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar L.5 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan

city size (CS) > 3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 4 lajur 2 arah (4/2)

Gambar L.6 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan city size (CS) 1,0-3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 4 lajur 2 arah (4/2)

88

Page 89: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar L.7 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan

city size (CS) 0,5-1, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 4 lajur 2 arah (4/2)

Gambar L.8 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan

city size (CS) < 0,5 juta penduduk untuk tipe jalan 4 lajur 2 arah (4/2)

89

Page 90: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar L.9 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan

city size (CS) > 3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 1 arah (1-3/1)

Gambar L.10 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level,

dan city size (CS) 1,0-3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 1 arah (1-3/1)

90

Page 91: Bahan TLL for Di Cetak 2006

Gambar L.11 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level,

dan city size (CS) 0,5-1, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 1 arah (1-3/1)

Gambar L.12 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level,

dan city size (CS) < 0,5 juta penduduk untuk tipe jalan 1 arah (1-3/1)

91