bahan skripsi 1

12
PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEBUTUHAN PENGUNJUNG APOTEK TERHADAP PELAYANAN INFORMASI OBAT DI KOTA DEPOK Written by Nur Alam Abdullah *), Retnosari Andrajati**), Sudibyo Supardi***) PENDAHULUAN Apotek merupakan suatu sarana tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan dan sarana tempat penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Tugas dan fungsi apotek adalah tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat, dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980). Penanggung jawab apotek adalah apoteker, yaitu sarjana farmasi yang telah lulus ujian apoteker dan mengucapkan sumpah profesi. Apoteker berkewajiban menjamin pasien yang berkunjung ke apotek mengerti dan memahami serta mematuhi cara menggunakan obat sehingga diharapkan penggunaan obat secara rasional dapat ditingkatkan (Binfar Depkes RI, 2006). Pelayanan kefarmasian yang baik akan mendukung keberhasilan suatu terapi. Keberhasilan terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat, tetapi juga oleh kepatuhan (compliance) pasien untuk mengikuti terapi yang ditentukan. Kepatuhan pasien antara lain ditentukan oleh pelayanan informasi obat yang diberikan (Binfar Depkes RI, 2006). Salah satu fungsi dan tanggung jawab apoteker adalah memberikan informasi obat kepada pasien yang berkunjung ke apotek untuk meningkatkan kepatuhan agar tujuan terapi. Persepsi pengunjung apotek terhadap sehat-sakit berhubungan erat dengan perilaku pencarian informasi pengobatan sehingga akan mempengaruhi efektivitas pelayanan informasi obat di apotek (Notoadmodjo, 2007). Pelayanan informasi obat adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif dan terkini oleh apotker kepada pasien dan masyarakat yang membutuhkan. Tujuan informasi obat adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan resiko efek samping. Manfaat pelayanan informasi bagi apoteker adalah menjaga citra profesi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, mewujudkan pelayanan kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi, menghindari medication error dan pelayanan untuk menarik pelanggan dalam upaya memasarkan pelayanan (Binfar, 2006) Studi Siregar (2006), menunjukkan bahwa intervensi pelayanan informasi obat oleh apoteker, menggunakan informasi lisan dan tertulis pada permulaan terapi obat, menghasilkan perbaikan yang signifikan

Transcript of bahan skripsi 1

Page 1: bahan skripsi 1

PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEBUTUHAN PENGUNJUNG APOTEK TERHADAP PELAYANAN INFORMASI OBAT DI KOTA DEPOKWritten by Nur Alam Abdullah *), Retnosari Andrajati**), Sudibyo Supardi***)   

PENDAHULUAN 

       Apotek merupakan suatu sarana tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan dan sarana

tempat penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Tugas dan fungsi apotek adalah

tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi yang

melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,  pencampuran  dan penyerahan obat, dan sarana

penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara

meluas dan merata (Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980).

       Penanggung jawab apotek adalah apoteker, yaitu sarjana farmasi yang telah lulus ujian

apoteker dan mengucapkan sumpah profesi. Apoteker berkewajiban menjamin pasien yang

berkunjung ke apotek mengerti dan memahami serta mematuhi cara menggunakan obat

sehingga diharapkan penggunaan obat secara rasional dapat ditingkatkan (Binfar Depkes RI,

2006). Pelayanan kefarmasian yang baik akan mendukung keberhasilan suatu terapi.

Keberhasilan terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat, tetapi

juga oleh kepatuhan (compliance) pasien untuk mengikuti terapi yang ditentukan. Kepatuhan

pasien antara lain ditentukan oleh pelayanan informasi obat yang diberikan (Binfar Depkes RI,

2006).

       Salah satu fungsi dan tanggung jawab apoteker adalah memberikan informasi obat kepada

pasien yang berkunjung ke apotek untuk meningkatkan kepatuhan agar tujuan terapi. Persepsi

pengunjung apotek terhadap sehat-sakit berhubungan erat dengan perilaku pencarian informasi

pengobatan sehingga akan mempengaruhi efektivitas pelayanan   informasi obat di apotek

(Notoadmodjo, 2007).

        Pelayanan informasi obat adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi,

rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif dan terkini oleh apotker kepada

pasien dan masyarakat yang membutuhkan. Tujuan informasi obat adalah meningkatkan

keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan resiko efek samping.

Manfaat pelayanan informasi bagi apoteker adalah menjaga citra profesi sebagai bagian dari

pelayanan kesehatan, mewujudkan pelayanan kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi,

menghindari medication error dan pelayanan untuk menarik pelanggan dalam upaya

memasarkan pelayanan (Binfar, 2006)

     Studi Siregar (2006), menunjukkan bahwa intervensi pelayanan informasi obat oleh apoteker,

menggunakan informasi lisan dan tertulis pada permulaan terapi obat, menghasilkan perbaikan

yang signifikan dalam kepatuhan pengunjung apotek. Pelayanan informasi obat bagi pengunjung

apotek merupakan salah satu bagian dari pelayanan farmasi, karena baik tenaga farmasi

maupun pengunjung apotek memperoleh keuntungan dari kegiatan informasi. (Allen, 1994).

       Ada 30 – 50% kasus ketidakpatuhan terjadi yang dilakukan oleh pengunjung apotek yang

menerima obat. Penyebab kegagalan obat yang demikian bersifat multifokus, antara lain adalah

karena kurangnya edukasi, berkaitan dengan terapi sampai pada hambatan finansial yang

menghalangi pembelian obat. Pada penelitian Arhayani (2007) ditemukan bahwa hanya 2,81%

pengunjung apotek menjadikan apoteker sebagai sumber informasi obat, dan 6,17% pengunjung

Page 2: bahan skripsi 1

apotek mendapatkan informasi obat dari apoteker.

       Persepsi pengunjung apotek terhadap pelayanan informasi obat yang diberikan oleh

apoteker masih belum diketahui dengan jelas. Sebaliknya, apoteker juga belum mengetahui apa

yang diharapkan pengunjung apotek mengenai informasi obat. Untuk itu diperlukan suatu

analisis kebutuhan pelayanan informasi obat yang dilakukan apoteker dalam upaya memenuhi

kebutuhan pengunjung apotek. Kebutuhan seseorang dipresentasikan dalam bentuk tindakan,

yang antara lain dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikapnya. Pengetahuan yang tinggi dan

sikap yang positif terhadap informasi obat diharapkan akan meningkatkan kebutuhan terhadap

informasi obat yang diperlukan (Martin, 2005).

     Masalah penelitian adalah belum diketahui deskripsi pengetahuan, sikap dan kebutuhan

pengunjung apotek terhadap pelayanan informasi obat oleh apoteker di apotek, dan hubungan

antara pengetahuan, sikap dan kebutuhan pengunjung apotek terhadap pelayanan informasi

obat di apotek. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan deskripsi pengetahuan, sikap

dan kebutuhan pengunjung apotek tentang pelayanan informasi obat di apotek, dan mengetahui

hubungan antara pengetahuan, sikap dan kebutuhan pengunjung apotek dalam pelayanan

informasi obat. Manfaat penelitian antara lain adalah informasi dalam upaya meningkatkan peran

apoteker dalam pelayanan informasi obat di apotek.

METODA PENELITIAN

       Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan bermakna antara pengetahuan pengunjung

apotek tentang informasi obat dan kebutuhan informasi obat, juga ada hubungan antara sikap

terhadap informasi obat dan kebutuhan informasi obat.

Adapun definisi operasional variabel sebagai berikut :

Pengetahuan adalah kemampuan responden menjawab dengan benar 10 pertanyaan tentang

pelayanan informasi obat. Apabila jawaban benar diberi skor = 1 dan jawaban salah diberi skor =

0. Pengetahuan dibuat skala nominal berdasarkan jumlah skor jawaban, yaitu tinggi (skor total

antara 6-10) dan rendah (skor total antara 0-5).

Sikap adalah respon responden terhadap 10 pernyataan tentang pelayanan informasi obat.

Apabila jawaban setuju diberi skor = 2, skor, kurang setuju diberi skor = 1 dan tidak setuju diberi

skor = 0. Sikap dibuat skala nominal berdasarkan jumlah skor pernyataan, yaitu positif (skor

antara 11-20) dan negatif (skor antara 0 – 10).

Tindakan terhadap kebutuhan informasi obat ditanyakan langsung kepada pengunjung apotek,

dibuat skala nominal: membutuhkan dan tidak membutuhkan informasi obat.

Desain penelitian yang dipilih adalah potong lintang (cross sectional) dengan pendekatan

deskriptif. Penelitian dilakukan di Kota Depok selama bulan Mei - Juli 2008. Populasi penelitian

ini adalah seluruh pengunjung yang datang ke apotek yang pemilik sarananya adalah apoteker.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling, di mana setiap subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian. Besar sampel pengunjung apotek

dihitung dengan rumus n = Z2 p(1–p)/d2 (Lwanga, 1991). Dengan tingkat kepercayaan 95% dan

p 0,10 (10% pengunjung apotek mendapat informasi dari apoteker menurut penelitian Arhayani,

2007) dan nilai presisi diambil 0,05, diperoleh sampel minimal 138, dibulatkan menjadi 150

pengunjung tujuh apotek milik apoteker. (Dinkes Kota Depok, 2008). Alat pengumpul data adalah

Page 3: bahan skripsi 1

kuesioner angket yang telah diuji coba dan perhitungan reliablilitas terhadap 30 responden. Data

yang diperoleh dari kuesioner angket diolah dengan komputer dan analisis data menggunakan

uji Chi-Square

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 

1. Karakteristik Responden

Tabel 1 menunjukan persentase terbesar pengunjung apotek adalah perempuan (78,7%),

berusia produktif ? 40 tahun (60%), pendidikan tamat akademi/ perguruan tinggi (40,7%), bekerja

(56%), dan berpenghasilan 3-5 juta per bulan (48,7%).

2. Pengetahuan tentang informasi obat

       Tabel 2 menunjukan persentase terbesar pengunjung apotek mempunyai pengetahuan

tentang informasi obat, kecuali dalam hal pengetahuan tentang tugas apoteker di apotek, orang

yang berhak memberikan informasi obat di apotek, pengetahuan tentang logo obat keras dan

cara memberikan informasi obat.

       Persentase terbesar pengunjung apotek mempunyai pengetahuan tentang pelayanan

informasi obat di apotek. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar pengunjung apotek

berpendidikan akademi/ perguruan tinggi. Walaupun demikian, masih ditemukan pengunjung

apotek yang tidak memahami tugas seorang apoteker di apotek. Hal ini sejalan dengan

penelitian Arhayani ( 2007) yang menemukan bahwa hanya 2,81% pengunjung apotek yang

menjadikan apoteker sebagai sumber informasi obat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih

cukup banyak masyarakat yang belum mengenal profesi apoteker. Hal ini mungkin terkait

dengan ketidak hadiran apoteker di apotek atau ketidak mampuan menunjukkan indentitasnya

sebagai apoteker. Masih banyak pengunjung apotek yang tidak mengenal logo obat keras,

padahal hampir semua resep dokter ada obat kerasnya. Hal ini menunjukkan bahwa peran

apoteker sebagai sumber informasi belum dirasakan secara nyata.

3. Sikap terhadap informasi obat

        Tabel 3 menunjukan persentase terbesar pengunjung apotek mempunyai sikap yang positif

terhadap informasi obat. Meskipun demikian sikap pengunjung apotek masih perlu ditingkatkan

dalam hal ruang konsultasi obat terlihat di depan counter, apoteker berhak memperoleh imbalan

terhadap jasa informasi obat, dan untuk informasi obat dibutuhkan komputer.

       Sebagian besar pengunjung apotek menyatakan setuju kalau posisi ruangan informasi obat

sebaiknya terihat di depan counter apotek. Hal yang diinginkan adalah pemberian pelayanan

informasi obat dari apotek. Dengan demikian diharapkan keberadaan informasi obat diketahui

responden dan mempermudah acces bagi pengunjung apotek untuk meminta pelayanan

tersebut. Tersedianya fasilitas yang dapat telihat di depan counter akan menjadikan faktor

pendukung pengunjung apotek bersikap positif terhadap informasi obat. Selain itu, sebagian

besar pengunjung apotek juga menginginkan agar pelayanan informasi obat dilaksanakan di

tempat khusus yang nyaman. Berdasarkan petunjuk dan pedoman yang ada, setiap praktik

informasi obat berlangsung sebaiknya menyediakan ruangan yang ideal untuk menjaga

kenyamanan responden pengunjung apotek dalam berkomunikasi dengan apoteker, terkait

masalah obat yang di konsumsinya (Dirjen Yanfar, 2006).

Page 4: bahan skripsi 1

Sikap pengunjung apotek menyatakan kurang setuju terhadap posisi ruangan yang terlihat. Hal

ini mungkin disebabkan oleh karena selama ini praktik informasi obat di apotek belum berjalan

dan terlihat secara nyata sebagaimana yang diharapkan.

       Sebagian besar pengunjung apotek setuju dalam pemberian jasa apoteker dalam pelayanan

informasi obat. Tiga puluh persen pengunjung apotek tidak setuju karena manfaat dari pelayanan

informasi obat yang diberikan oleh apoteker belum dirasakan sepenuhnya. Sikap tersebut

menunjukkan kesiapan atau kesediaan mereka untuk bertindak.

       Pengunjung apotek yang setuju terhadap jasa profesi apoteker kemungkinan mereka

percaya bahwa apoteker itu mampu memberikan pelayanan informasi obat yang bermanfaat.

Sementara itu, pengunjung apotek yang kurang setuju mungkin disebabkan karena mereka tidak

percaya atau belum pernah mengetahui manfaat dari pelayanan tersebut. Karena itu, untuk

mendapatkan kepercayaan dari pengunjung apotek, apoteker harus berperan aktif melakukan

pelayanan informasi obat di apotek. Hal tersebut sesuai dengan teori perilaku Soekidjo (1991)

yang mengatakan bahwa sikap itu memiliki 3 komponen pokok, yakni kepercayaan (keyakinan),

ide dan konsep terhadap suatu objek, evaluasi dari objek tersebut, dan kecendrungan untuk

bertindak. Komponen-komponen tersebut tentunya merupakan suatu keputusan sikap yang utuh

sehingga perannya sangatlah penting.

4. Kebutuhan Informasi Obat

     Tabel 4 dan 5 menunjukan persentase terbesar pengunjung apotek membutuhkan obat dan

informasi obat (91,3%), dalam semua item. Meskipun demikian kebutuhan pengunjung apotek

masih perlu ditingkatkan dalam hal tersedianya meja dan kursi yang nyaman, tersedianya materi,

brosur dan leaflet, dan pelaksanaan Informasi dilakukan apoteker.

       Data Arhayani (2007) menunjukkan bahwa hanya 62,7% pengunjung apotek tidak pernah

menerima pelayanan informasi obat oleh apoteker. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun

kebutuhan terhadap informasi obat demikian besar, namun baru sebagian kecil yang mendapat

pelayanan informasi obat. Hal tersebut sejalan dengan teori perilaku Notoatmodjo (2007), yang

menyatakan bahwa setelah seseorang mengetahui stimulus dari suatu objek kesehatan yang

menurut mereka bermanfaat, ia akan mengadakan penilaian dan pendapat terhadap apa yang

diketahuinya. Proses selanjutnya akan dijalankan atau dipraktikkan berdasarkan apa yang telah

diketahuinya, atau disikapi dengan baik dalam bentuk tindakan nyata.

5. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Informasi Obat 

       Tabel 6 menunjukan persentase terbesar pengunjung apotek yang mempunyai pengetahuan

tinggi tentang informasi obat lebih membutuhkan informasi obat daripada yang mempunyai

pengetahuan rendah. Hubungan antara pengetahuan dan kebutuhan informasi obat secara

statistik tidak bermakna.

      Secara teoritis, ada hubungan antara pengetahuan responden dengan tindakan.

Berdasarkan teori perilaku menunjukkan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam mempengaruhi tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2007). Hubungan

antara pengetahuan dan kebutuhan informasi obat tidak bermakna, mungkin menunjukkan

bahwa pengunjung apotek mengetahui tentang informasi obat, tetapi tidak membu-tuhkan

karena kemungkinan apoteker tidak ada di apotek. Hal ini merupakan suatu tantangan dan

keharusan bagi setiap apoteker untuk lebih bekerja keras dalam menunjukkan eksistensinya di

Page 5: bahan skripsi 1

apotek kepada masyarakat yang membutuhkan. Mereka harus menunjukkan bahwa bahwa

apoteker itu ada, dan tugas mereka yang penting adalah memenuhi hak-hak konsumen melalui

pelayanan informasi obat. Pelayanan informasi obat dilakukan dengan tujuan untuk

meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan efek samping

obat (Depkes, 2006).

      Tabel 6 menunjukan persentase terbesar pengunjung apotek yang mempunyai sikap positif

terhadap informasi obat lebih membutuhkan informasi obat daripada yang mempunyai sikap

negatif. Hubungan antara sikap dan kebutuhan informasi obat secara statistik bermakna.

       Suka atau tidak sukanya responden terhadap pelayanan informasi obat di apotek tentunya

ditentukan oleh berbagai penilaian terhadap seberapa besar manfaat layanan yang diterimanya.

Sikap tersebut akan memberikan hasil dengan tindakan nyata untuk meminta atau mendapatkan

pelayanan informasi obat di apotek. Adanya hubungan bermakna antara sikap dan tindakan

menunjukkan bahwa pengunjung apotek yang mempunyai sikap positif terhadap pelayanan

informasi obat akan meminta pelayanan informasi obat di apotek.

        Pelayanan informasi obat di apotek telah dapat meningkatkan perubahan sikap seseorang

menjadi lebih baik dengan bertindak untuk mau meminta atau menjalaninya. Hal ini sejalan

dengan penelitian Asnawi (2002) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan seseorang adalah penyuluhan langsung perorangan sebagai faktor penguat

dalam membentuk sikap yang positif. 

KESIMPULAN DAN SARAN 

       Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Persentase terbesar

pengunjung apotek mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang informasi obat, kecuali dalam

hal pengetahuan tentang tugas apoteker di apotek, orang yang berhak memberikan informasi

obat di apotek, pengetahuan tentang logo obat keras dan cara memberikan informasi obat. 

       Persentase terbesar pengunjung apotek mempunyai sikap yang positif terhadap informasi

obat, kecuali dalam hal ruang konsultasi obat terlihat di depan counter, apoteker berhak

memperoleh imbalan terhadap jasa informasi obat, dan kebutuhan komputer untuk informasi

obat. Persentase terbesar pengunjung apotek membutuhkan informasi obat dalam semua item,

kecuali dalam hal tersedianya meja dan kursi yang nyaman, tersedianya materi, brosur dan

leaflet, dan pelaksanaan informasi dilakukan apoteker. 

       Hubungan antara pengetahuan dan kebutuhan pengunjung apotek terhadap informasi obat

secara statistik tidak bermakna, tetapi hubungan antara sikap dan kebutuhan pengujung apotek

terhadap informasi obat secara statistik bermakna. Karena kebutuhan pelayanan informasi obat

di apotek sangat besar, disarankan agar apoteker mempersiapkan diri untuk lebih sering

berkomunikasi dengan pasien dalam upaya meningkatkan kepuasan pengunjung apotek dan

citra apoteker di apotek. 

 *) Mahasiswa pascasarjana Departemen Farmasi FMIPA-UI

**) Dosen pascasarjana Departemen farmasi FMIPA-UI

***) Peneliti Badan Litbangkes Depkes RI

Artikel ini telah dimuat pada Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Volume 13, nomor 4 Oktober 2010, halaman 344-352.

Page 6: bahan skripsi 1

DAFTAR PUSTAKA :

Allen, Lloyd V Jr. 1994. Practice Standards of ASHP, Am J. Hosp. Pharm. Inc, All Rights

reserved.

 

Dinas Kesehatan Kota Depok, 2007. Profil Kesehatan Kota Depok Tahun 2006. 

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman

Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta. 

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. 

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/ Menkes/ SK/X/2002 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 992/Menkes/Per/X/1993 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 

Lwanga, S.K, S. Lemeshow, 1991, Sample Size Determination in Health Studies, A practical

manual, Geneva, World Health Organization 

Martin, B. 2005., Quality Customer Service. Penerbit PPM,Jakarta. 

Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta:

Notoatmojo, S. 1991. Pengantar Perilaku Kesehatan. Jurusan Pendidikan dan Ilmu

Pengetahuan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 

Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 1980 tentang Apotek. 

World Health Organization. 1997. ”Report of a Third Consultative Group on The Role of

Pharmacist”. Vancouver, Canada , 27-29 Agustus 1997. 

HYPERLINK "http://www.unairlib.id.com" www.unairlib.id.com, Arhayani/ Judul thesis???

Abstrak/Thesis Unair 2007 Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan.

 

 

Tabel  1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristiknya, Depok 2008

 

Karakteristik Responden Jumlah  (%)Jenis kelamin           :

-         Laki-laki-         Perempuan

 32

118

 21,378,7

Umur                        :-         ≤ 40 -         40 >

 9060

 60,040,0

Pendidikan               :    

Page 7: bahan skripsi 1

-         Tamat SMP-         Tamat SMA-         Tamat akademi/ Perguruan tinggi

325761

21,338,040,7

Pekerjaan                 :-         Bekerja-         Tidak bekerja

 8466

 56,044,0

Tingkat penghasilan :-         1 juta-         3-5 juta-         > 5 juta

 517326

 34,048,717,3

 Total

 150

 100,0

 

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Informasi Obat,

                     Depok 2008 

No

Pertanyaan pengetahuan tentang pelayanan informasi obat

Salah%

Benar%

Jumlah(n=150

)1 Tugas apoteker di apotek 41,3 58,7 1002 Pelayanan informasi obat di apotek 23,3 76,7 1003 Tujuan pelayanan informasi obat 18,0 82,0 1004 Kegunaan informasi obat 10,7 89,3 1005 Kewenangan memberikan Informasi

obat42,0 58,0 100

6 Pengetahuan tentang aturan pakai obat

11,3 88,7 100

7 Pengetahuan tentang logo obat keras 39,3 60,7 1008 Materi yang diberikan dalam Informasi

obat8,0 92,0 100

9 Cara pelayanan informasi obat 43,3 56,7 10010 Tempat pelayanan informasi obat 26,7 73,3 100

Rerata % 

24,7 

75,3 

100 

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Informasi Obat, Depok 2008

 No

Pernyataan sikap terhadap pelayanan informasi obat

Setuju%

KurangSetuju

%

TidakSetuju

%

Jumlah(n=150)

1 Apoteker di apotek wajib memberikan Informasi obat

96,0 2,7 1,3 100

2 Ada jadwal Informasi obat yang dipasang dan mudah terlihat

81,3 14,7 4,0100

Page 8: bahan skripsi 1

3 Ruangan Informasi obat mudah terlihat didepan counter.

58,0 32,7 9,3100

4 Apoteker sebaiknya menggunakan baju praktik profesi apoteker yang bersih dan rapi.

83,3 12,7 4,0

 100

5 Apoteker sebaiknya memakai identitas diri.

92,7 4,7 2,7 

1006 Dalam memberikan

Informasi obat  sebaiknya mengambilnya dari pustaka yang terbaru dan relevan.

80,0 17,3 2,7

 100

 7

Apoteker berhak memperoleh biaya jasa (professional fee) terhadap pelayanan Informasi obat

53,3 30,0 16,7

 100

8 Kegiatan pelayanan Informasi obat membutuhkan fasilitas komputer

59,3 24,0 16,7

100

9 Kegiatan pelayanan Informasi obat membutuhkan brosur obat

86,0 12,0 2,0100

10 Informasi obat dilakukan pada saat penyerahan obat .

72,0 25,3 2,7100

 Rerata %

 76,2

 17,6

 6,2

100,0

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan Informasi Obat, Depok 2008

 No

Tujuan ke apotek 

Jumlah %

1 Membutuhkan obat dan informasi obat 137 91,3

2 Membutuhkan obat 13 8,7

  Total 150 100,0

 

 Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan Informasi Obat,

Depok, 2008 

No Kebutuhan informasi obat Butuh%

KurangButuh

%

TidakButuh

%

Total(n=150

)1 Nama generik obat yang 91,3 5,3 3,3 100

Page 9: bahan skripsi 1

dibeli di apotek2 Nama obat yang sejenis

 87,3 8,0 4,7 100

3 Indikasi atau kegunaan obat 

92,0 2,7 5,3 100

4 Bentuk sediaan obat(mis,tablet,kapsul,syrup dll)

97,3 1,3 1,3 100

5 Dosis obat (misalnya 500 mg, 250 ml dll)

82,0 12,7 5,3 100

6 Aturan pakai obat 

98,0 0,7 1,3 100

7 Cara Penyimpanan obat 

94,0 4,7 1,3 100

8 Efek yang merugikan & cara menghindari

87,3 11,3 1,3 100

9 Interaksi obat dengan obat /makanan/minuman

88,7 6,0 5,3 100

10 Informasi tentang pengulangan obat resep

82,7 12,7 4,7 100

11 Informasi khusus obat tertentu 

78,7 20,0 1,3 100

12 Harga obat sejenis yang murah dan terjangkau

79,3 20,0 0,7 100

13 Apoteker melakukan dokumentasi & evaluasi

72,0 20,7 7,3 100

14 Informasi dengan alat peraga yang komunikatif

93,3 6,0 0,7 100

15 Tersedianya meja dan kursi yang nyaman

70,7 25,3 4,0 100

16 Tersedianya materi, brosur dan leaflet

74,0 24,7 1,3 100

17 Pelaksanaan Informasi dilakukan apoteker

72,0 25,3 2,7 100

18 Apoteker berhak mendapat jasa profesi yang terjangkau

84,6 9,3 6,0 100

 

Jumlah81,8 13,9 4,2 100,0

   

Tabel 6. Tabel Silang antara Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Informasi Obat di Apotek, Depok2008

 VARIABEL

INDEPENDENKEBUTUHAN INFORMASI OBAT Nilai p

Chi-butuh Tidk butuh jumlah

Page 10: bahan skripsi 1

SquarePengetahuan

-         Tinggi-         Rendah

 114 (93,4%)23 (82,1%)

 8 (6,6%)

5 (17,9%)

 122

(100%)28 (100%)

 0,055

Sikap-         Positif-         Negatif

 135 (97,8%)

2 (16,7%)

 3 (2,2%)

10 (83,3%)

 138

(100%)12 (100%)

 0,000

 Total

 137

 13

 50