bahan refarat pterigium

17
Patofisiologi 3,5 Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea. Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior. Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian temporal. Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium. Histopatologi kolagen

description

zsdfsf

Transcript of bahan refarat pterigium

Page 1: bahan refarat pterigium

Patofisiologi 3,5

Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan

ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan

konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea. Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua

mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan

kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian

melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior.

Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak

dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak langsung,

bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat

pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan

pterigium dibandingkan dengan bagian temporal.

Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi

fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium. Histopatologi kolagen

abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan

hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan

tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa

dihancurkan oleh elastase.

Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel yang

basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau

degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang

degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel

Page 2: bahan refarat pterigium

diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan

displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.

Gambar 9. Histopatologi Pterigium

Gejala Klinis 3

Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa

keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara

lain:

a) Mata sering berair dan tampak merah

b) Merasa seperti ada benda asing

c) Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium

tersebut, biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme irreguler

sehingga mengganggu penglihatan

d) Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis

visual sehingga tajam penglihatan menurun.

Page 3: bahan refarat pterigium

Bila masih baru, banyak mengandung pembuluh darah, warnanya menjadi merah,

kemudian menjadi membran yang tipis berwarna putih dan stasioner. Bagian sentral

melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel, juga

membran bowman, dengan jaringan elastik dan hialin. Pertumbuhan ini mendekati pupil.

Biasanya didapat pada orang-orang yang banyak berhubungan dengan angin dan debu,

terutama pelaut dan petani. Kelainan ini merupakan kelainan degenarasi yang berlangsung

lama. Bila mengenai kornea, dapat menurunkan visus karena timbul astigmat dan juga

dapat menutupi pupil, sehingga cahaya terganggu perjalanannya.

Diagnosis Pterigium

1. Anamnesis

Identitas pasien sangat perlu untuk ditanyakan. Selain sebagai data administrasi dan

data awal pasien, identitas tertentu juga sangat perlu untuk mengetahui faktor resiko

pterigium. Pterigium lebih sering pada kelompok usia 20-30 tahun dan jenis kelamin laki-

laki. Riwayat pekerjaan juga sangat perlu ditanyakan untuk mengetahui kecenderungan

pasien terpapar sinar matahari.3

Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata sering

berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang memberikan

keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat menimbulkan diplopia. Biasanya

penderita mengeluhkan adanya sesuatu yang tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya

keganasan atau alasan kosmetik. Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, ada yang

mengganjal.1,3

2. Pemeriksaan Fisik

Tajam penglihatan dapat normal atau menurun. Pterigium muncul sebagai lipatan

berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fisura

interpalpebralis. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala

pterigium (stoker’s line). Kira-kira 90% pterigium terletak di daerah nasal. Perluasan

pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis,

Page 4: bahan refarat pterigium

menyebabkan penglihatan kabur. Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai

pupil atau menyebabkan kornea astigmatisme pada tahap regresif.

Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head), dan cap. Bagian

segitiga yang meninggu pada pterigium dengan dasarnya ke arah limbus disebut body,

bagian atasnya disebut apex, dan bagian belakang disebut cap. Subepitelial cap atau halo

timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium.1,3,5,7

Dalam penegakan diagnosis pterigium, sangat penting ditentukan derajat atau

klasifikasi pterigium tersebut. Klasifikasi pterigium dibagi menjadi beberapa kelompok

yaitu:

a. Berdasarkan perjalanan penyakit

1). Progresif pterigium: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan

kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)

2). Regresif pterigium: tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran

tetapi tidak pernah hilang.

b. Berdasarkan luas pterigium

1). Derajat I : jika hanya terbatas pada limbus kornea

2). Derajat II : jika sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati

kornea

3). Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata

dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)

4). Derajat IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan8

Gambar 3. Pterigium grade III, di mana pterigium telah melewati kornea lebih dari 2mm,

namun belum melewati pupil. (sumber: www.icoph.org)

Page 5: bahan refarat pterigium

c. Berdasarkan pemeriksaan pembuluh darah dengan slitlamp

1). T1 (atrofi): pembuluh darah episkleral jelas terlihat

2). T2 (intermediate): pembuluh darah episkleral sebagian terlihat

3). T3 (fleshy, opaque): pembuluh darah tidak jelas

Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan pinguekula dan pseudopterigium.

Pembeda Pterigium Pinguekula Pseudopterigium

Definisi Jaringan

fibrovaskular

konjungtiva

bulbi berbentuk

segitiga

Benjolan pada

konjungtiva

bulbi

Perlengketan

konjungtiba bulbi

dengan kornea yang

cacat

Warna Putih

kekuningan

Putih-kuning

keabu-abuan

Putih kekuningan

Letak Celah kelopak

bagian nasal

atau temporal

yang meluas ke

arah kornea

Celah kelopak

mata terutama

bagian nasal

Pada daerah

konjungtiva yang

terdekat dengan

proses kornea

sebelumnya

6♂:♀ ♂ > ♀ ♂ = ♀ ♂ = ♀

Progresif Sedang Tidak Tidak

Reaksi

kerusakan

permukaan

kornea

sebelumnya

Tidak ada Tidak ada Ada

Pembuluh Lebih menonjol Menonjol Normal

Page 6: bahan refarat pterigium

darah

konjungtiva

Sonde Tidak dapat

diselipkan

Tidak dapat

diselipkan

Dapat diselipkan di

bawah lesi karena

tidak melekat pada

limbus

Puncak Ada pulau-

pulau Funchs

(bercak kelabu)

Tidak ada Tidak ada (tidak

ada head, cap,

body)

Histopatologi Epitel ireguler

dan degenerasi

hialin dalam

stromanya

Degenerasi

hialin jaringan

submukosa

konjungtiva

Perlengketan

Tabel 1. Diagnosis banding pterigium (dikutip dari Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor,

Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14.Jakarta: Widya Medika,2000,hal 5-

6.111, Sidarta Ilyas, dkk. Ilmu Penyakit Mata edisi ke-2. 2002. Jakarta: Sagung Seto)

Diagnosa Banding

a. Pinguekula

Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna

kekuningan. Keadaan ini tampak sebagai nodul pada kedua sisi kornea yang kebih

banyak di sisi nasal. Pinguekula merupakan degenaris hialin jaringan submukosa

konjungtiva. Pinguekula sangat sering pada orang dewasa. 3

Page 7: bahan refarat pterigium

Gambar 9. Pinguekula

b. Pseudopterigium

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.

Terdapat Suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada pengecekan

dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.1,3

Gambar 10. Pseudopterigium

Penatalaksanaan Pterigium

Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan

jika pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium

yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterigium derajat 1

atau 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan. Pengobatan tidak diperlukan karena

bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat

diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang terkena pterigium

dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda

radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberikan steroid . Bila terdapat delen (lekukan

kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka perlu

control dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan dihentikan.1

Indikasi untuk eksisi pterigium adalah ketidaknyamanan yang menetap termasuk

gangguan penglihatan, ukuran pterigium >3-4 mm, pertumbuhan yang progresif menuju

tengah kornea atau visual axis dan adanya gangguan pergerakan bola mata. Eksisi pterigium

Page 8: bahan refarat pterigium

bertujuan untuk mencapai keadaan normal yaitu gambaran permukaan bola mata yang licin.

Teknik bedah yang sering digunakan untuk mengangkat pterigium adalah dengan

menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterigium ke arah limbus. Walaupun

memisahkan pterigium dengan bare sclera ke arah bawah pada limbus lebih disukai, namun

tidak perlu memisahkan jaringan tenon secara berlebihan di daerah medial, karena kadang-

kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma tidak disengaja di daerah jaringan otot.

Setelah dieksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.6,8

Lebih dari setengah pasien yang dioperasi pterigium dengan teknik simple surgical

removal akan mengalami rekuren. Suatu teknik yang dapat menurunkan tingkat rekurensi

hingga 5% adalah conjunctival autograft (Gambar 4). Dimana pterigium yang dibuang

digantikan dengan konjungtiva normal yang belum terpapar sinar UV (misalnya konjungtiva

yang secara normal berada di belakang kelopak mata atas). Konjungtiva normal ini biasaya

akan sembuh normal dan tidak memiliki kecenderungan unuk menyebabkan pterigium

rekuren.12

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat

mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi

dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk

menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan

hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin, angka

kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus

pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.10

Indikasi Operasi pterigium

1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil

3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena

astigmatismus

4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6

Teknik Pembedahan

Page 9: bahan refarat pterigium

Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan

dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah

digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat

kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah

langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan

ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang

lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1

1. Teknik Bare Sclera

Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk

epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah

didokumentasikan dalam berbagai laporan.1

2. Teknik Autograft Konjungtiva

Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada

beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari

konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di

eksisi pterygium tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal

ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft

konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari

grafttersebut. LawrenceW. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan

menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka

kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.1

3. Cangkok Membran Amnion

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah

kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran amnion ini

belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah

membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan

epithelialisai. Sayangnya, tingkat kekambuhan sangat beragam pada studi yang

ada,diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen

untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan dari teknik ini selama autograft

Page 10: bahan refarat pterigium

konjungtiva adalah pelestarian bulbar konjungtiva. Membran Amnion biasanya

ditempatkan di atas sklera , dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma

menghadap ke bawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin

untuk membantu cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral dibawahnya.

Lemfibrin juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva.1

Terapi Tambahan

Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah,

dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan

pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup dengan

penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi tersebut.1

MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya

untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis minimal

yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan: aplikasi

intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan penggunaan obat

tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan

penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.1

Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena

menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada data

yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk dari radiasi

termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan ini telah

mendorong dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.1

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan pemberian:

1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari, bersamaan

dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian tappering off sampai

6minggu.

2. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan bersamaan

dengan salep mata dexamethasone.

3. Sinar Beta.

Page 11: bahan refarat pterigium

4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam selama

6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik Chloramphenicol, dan

steroidselama 1 minggu.6

Gambar 4. Prosedur Conjunctiva Autograft; (a).Pterygium,

(b).Pterygium removed, (c).Leaving bare area, (d).Graft outlined,

(e).Graft sutured into place (diambil dari www.baysideeyes.com.au diakses 21

Februari 2015)

G. Komplikasi

Pterigium dapat menyebabkan komplikasi seperti scar (jaringan parut) pada

konjungtiva dan kornea, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, scar pada rektus medial

dapat menyebabkan diplopia.11,12

Komplikasi post eksisi pterigium, yaitu:

Infeksi, reaksi benang, diplopia, scar kornea, conjungtiva graft longgar, dan

komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous hemorrhage atau retinal

detachment

Penggunaan mytomicin C post dapat menyebabkan ectasia atau melting pada sklera

dan kornea

Page 12: bahan refarat pterigium

Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren pterigium post

operasi. Simple eksisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira-kira 50-80 %. Dapat

dikurangi dengan teknik conjungtiva autograft atau amnion graft.

Komplikasi yang jarang adalah malignant degenerasi pada jaringan epitel di atas

pterigium.11