Bahan Peledak kecil

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Peledak Bahan peledak dapat di defenisikan sebagai suatu bahan atau campuran bahan yang dengan spontan dapat berubah secara kimia tanpa suplay oksigen dari luar dan melepaskan energi dalam jumlah besar yang ditandai dengan pengembangan gas panas, atau dengan kata lain adalah suatu bahan kimia berupa senyawa tunggal atau campuran yang berbentuk padat atau cair yang apabila dikenai oleh suatu aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan berubah menjadi bahan-bahan yang lebih stabil yang sebagian atau seluruhnya dalam berbentuk gas dan disertai dengan tekanan dan panas yang sangat tinggi. Secara legal bahan peledak banyak digunakan dalam dunia industri yang digunakan dalam pertambangan seperti pada pengeboran minyak, mmenghancurkan batu-batuan dipegunungan dan kebutuhan pertambangan lainnya, demikian juga banyak digunakan untuk kepentingan militer misalnya sebagai demolisi, roket, propellant dan kebutuhan militer yang lain, dimana bahan peledak untuk kedua kegunaan tersebut diatas setelah diproduksi secara berkala dianalisa untuk quality control. Akan tetapi secara illegal bahan peledak juga digunakan oleh kelompok terorist dan pelaku-pelaku kriminal untuk pembuatan bom rakitan yaitu dengan rancangan sedemikian rupa dengan bahan- bahn lain secara tidak sah untuk tujuan dapat menimbulkan ledakan ( Lentz, R. Robert 1976 ). Pada prinsipnya suatu ledakan adalah merupakan reaksi kimia yang terjadi secara spontan dimana pada umumnya kita mengenal reaksi kimia dapat terjadi secara termodinamika dan termokinetika. Namun demikian pada reaksi kimia bahan peledak terjadinya suatu reaksi juga sangat dipengaruhi oleh adanya suatu energi gelombang yang dikenal dengan shock wave dimana jenis reaksi ini dikenal dengan sono chemistry karena terjadinya reaksi kimia adalah disebabkan oleh energi gelombang dan reaksi ini umumnya dikelompokkan dalam reaksi detonasi yaitu merupakan reaksi kimia sangat cepat dan biasanya berada dalam wilayah kecepatan subsonic yang diawali 7 Universitas Sumatera Utara

description

Bahan Peledak

Transcript of Bahan Peledak kecil

Page 1: Bahan Peledak kecil

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Peledak

Bahan peledak dapat di defenisikan sebagai suatu bahan atau campuran

bahan yang dengan spontan dapat berubah secara kimia tanpa suplay oksigen dari

luar dan melepaskan energi dalam jumlah besar yang ditandai dengan

pengembangan gas panas, atau dengan kata lain adalah suatu bahan kimia berupa

senyawa tunggal atau campuran yang berbentuk padat atau cair yang apabila

dikenai oleh suatu aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan berubah

menjadi bahan-bahan yang lebih stabil yang sebagian atau seluruhnya dalam

berbentuk gas dan disertai dengan tekanan dan panas yang sangat tinggi.

Secara legal bahan peledak banyak digunakan dalam dunia industri yang

digunakan dalam pertambangan seperti pada pengeboran minyak,

mmenghancurkan batu-batuan dipegunungan dan kebutuhan pertambangan

lainnya, demikian juga banyak digunakan untuk kepentingan militer misalnya

sebagai demolisi, roket, propellant dan kebutuhan militer yang lain, dimana

bahan peledak untuk kedua kegunaan tersebut diatas setelah diproduksi secara

berkala dianalisa untuk quality control. Akan tetapi secara illegal bahan peledak

juga digunakan oleh kelompok terorist dan pelaku-pelaku kriminal untuk

pembuatan bom rakitan yaitu dengan rancangan sedemikian rupa dengan bahan-

bahn lain secara tidak sah untuk tujuan dapat menimbulkan ledakan ( Lentz, R.

Robert 1976 ).

Pada prinsipnya suatu ledakan adalah merupakan reaksi kimia yang

terjadi secara spontan dimana pada umumnya kita mengenal reaksi kimia dapat

terjadi secara termodinamika dan termokinetika.

Namun demikian pada reaksi kimia bahan peledak terjadinya suatu reaksi

juga sangat dipengaruhi oleh adanya suatu energi gelombang yang dikenal

dengan shock wave dimana jenis reaksi ini dikenal dengan sono chemistry karena

terjadinya reaksi kimia adalah disebabkan oleh energi gelombang dan reaksi ini

umumnya dikelompokkan dalam reaksi detonasi yaitu merupakan reaksi kimia

sangat cepat dan biasanya berada dalam wilayah kecepatan subsonic yang diawali 7

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Bahan Peledak kecil

dengan panas, disertai dengan shock compression dan membebaskan energi yang

mempertahankan shock wave serta berakhir dengan ekspansi hasil reaksi, tetapi

apabila reaksi yang terjadi berada pada kecepatan dibawah subsonic dikenal

dengan deflagrasi (deflagration) yang umumnya terjadinya reaksi disebabkan

oleh adanya konduksi panas.

Bahan peledak secara umum dapat dikelompokkan menjadi bahan

peledak organik misalnya TNT, PETN, RDX, Nitrogliceryne dan lain-lain yang

dapat meledak berupa senyawa tunggal tanpa membutuhkan penambahan

reduktor karena pada reaksinya terjadi autoredoks, sedangkan bahan peledak

anorganik biasanya berfungsi sebagai bahan peledak berupa campuran senyawa

misalnya campuran kalium nitrat, belerang dan karbon black powder, campuran

kalium klorat dan aluminium powder ( flash powder) yang mana reaksinya adalah

berupa reaksi reduksi-oksidasi antara oksidator dan reduktor. Demikian juga

sebagai pemicu ledakan dari kedua jenis bahan peledak ini berbeda yaitu untuk

senyawa organik ledakan terjadi dengan adanya shock wave sedangkan untuk

senyawa anorganik ledakan yang terjadi pada umumnya dipicu oleh adanya

konduksi panas (Murray S G, ” Mechanism of Explosion ” in Encyclopedia of

Forensic Science .Ed By Siegel J,A.,at al. 2000).

2.1.1. Penggolongan bahan peledak.

Penggolongan bahan peledak bukan hanya ditentukan berdasarkan kedua

jenis tersebut diatas tetapi juga dapat dilakukan berdasarkan struktur kimia,

kegunaannya, penempatannya dalam rantai detonasi dan berdasarkan sifat-sifat

ledakannya yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Berdasarkan struktur kimianya

1) Bahan peledak nitro organik yang umumnya terdiri dari :

- Nitro Aromatis : asam pikrat, TNT, 2,4 DNT dan lain-lain.

- Nitrate ester : ethyleneglycol Dinitrate (EGDN), Glycerol

Trinitrate (NG), Penta Eryhrithol Tetra Nitrat (PETN) dan lain-lain.

- Nitramine : 1,3,5 trinito 1,3,5 triazacyclo hexane (RDX),1,3,5,7 tetra

nitro- 1,3,5,7 tetraza cyclooctane (HMX).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Bahan Peledak kecil

2). Peroksida organik : TATP, HMTD dan lain-lain.

3). Garam organik : ammonium nitrat.

4). Campuran oksidator dan reduktor, black powder, propellant dan lain-

lain.

b. Berdasarkan kegunaannya

1). Bahan peledak militer : TNT, PETN, RDX.

2). Bahan peledak industri dinamit, amonium nitrat, emulsion explosives.

3). Bahan peledak improvisasi pembuatan illegal : kalium klorat dan gula ;

kalium klorat, sulfur dan aluminium powder dan lain-lain.

c. Berdasarkan penempatan dalam rangkaian detonasi

1). Primary Explosive : mercury fulminate, lead azide, dan lain-lain.

2). Booster : PETN

3). Main charge : TNT, RDX, black powder, flash powder .

d. Berdasarkan sifat ledakannya

1). High explosive : TNT, RDX.

2). Low explosive : black powder, smokless powder.

2.1.2 Tri Nitro Toluena

Bahan peledak 2,4,6 Tri Nitro Toluena banyak digunakan sebagai bahan

peledak militer dan industri karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain

titik leleh rendah, dapat digunakan sebagai bahan peledak senyawa tunggal atau

tidak membutuhkan bahan reduktor, relatif stabil dan tidak sensitif terhadap

benturan, gesekan, maupun suhu tinggi sehingga relatif aman untuk digunakan

sebagai bahan peledak . Namun demikian bahan peledak ini sangat peka terhadap

gelombang energi atau dengan kata lain apabila terhadap bahan peledak TNT

dilewatkan shock wave ( gelombang kejut) maka segera terjadi ledakan, dengan

demikian untuk meledakkan TNT selalu menggunakan detonator dan karena

ledakan yang terjadi dipicu oleh gelombang energi maka yang terjadi adalah

proses detonasi maka ledakan yang terjadi adalah bersifat high explosive.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Bahan Peledak kecil

Rumus molekul dari TNT adalah C7H5N3O6 dengan berat molekul 227,15

dan strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1. Struktur Tri Nitro Toluena

Tri Nitro Toluena mempunyai beberapa isomer yaitu,

2,4,6 TNT, Titik leleh 80,650C

2,3,4 TNT, Titik leleh 80,650C

2,4,5 TNT, Titik leleh 80,650C

3,4,5 TNT, Titik leleh 80,650C

2,3,5 TNT, Titik leleh 80,650C

2,3,6 TNT, Titik leleh 80,650C

Diantara semua isomer yang ada 2,4,6 Tri Nitro Toluena merupakan isomer

yang paling tidak sensitif terhadap benturan, gesekan dan energi elektrostatik.

Jika ada benda asing yang kasar atau keras seperti adanya karat besi, maka dapat

menyebabkan TNT lebih sensitif terhadap benturan, demikian juga TNT dalam

bentuk cair lebih sensitif lagi terhadap benturan.

Secara umum TNT larut dalam beberapa pelarut organik, antara lain dalam

etanol, dietil eter, kloroform, toluena, benzena, dimetil sulfoksida, dan lain-lain.

Karakteristik lain dari TNT adalah mempunyai energi aktivasi 34,18 kKal/mol,

suhu ihnisi atau suhu deflagrasi adalah 3000C, panas ledakan diantara 4396 –

4564 kJ/kg dengan kecepatan detonasi 6900 m/det, volume gas dari detonasi 730

liter/kg.

Pembuatan TNT dapat dilakukan melalui nitrasi terhadap toluena dengan

campuran asam nitrat dan asam sulfat yang terdiri dari beberapa tahapan.

Tahapan niterasi membutuhkan campuran asam dalam konsentrasi tinggi dan

bebas dari SO3.

Penggunaan TNT sebagai bahan peledak dapat berupa komponen tunggal

atau berupa campuran dengan komponen lain yang sudah banyak dikenal di

pasaran, antara lain jika dicampur dengan amonium nitrat dikenal dengan amatol,

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Bahan Peledak kecil

dengan aluminium powder disebut tritonal, dengan RDX disebut cyclonite dan

beberapa campuran yang lain. Oleh karena itu TNT adalah satu komponen yang

sangat penting dalam industri bahan peledak, tetapi karena sifatnya yang tidak

sensitif maka TNT dalam penggunaanya sebagai bahan peledak dikelompokkan

kedalam secondary explosive yang membutuhkan detonator untuk mengignisi

ledakan (Yinon and Zitrin 1993) .

2.1.3. Kalium Klorat

Secara kimia kalium klorat adalah suatu senyawa yang mengandung

Kalium, Klorida dan Oksigen dengan rumus molekul KClO3, mempunyai berat

molekul 122,6, titik leleh 3700C dan berat jenis 2,34 g/cm,3 titik didih 4000C dan

titik nyala 4000C. Dalam bentuk murni kalium klorat berupa kristal monoklinik

berwarna putih dan digolongkan dalam senyawa oksidator kuat. Kalium klorat

sedikit larut dalam air dingin dan segera larut dalam air panas, tetapi tidak larut

dalam alkohol ( Kohler and Meyer, 1993).

Kalium klorat sangat reaktif dan peka terhadap panas yang apabila diberi

panas akan terurai menjadi kalium klorida dan gas oksigen.

2 KClO3 2 KCl + 3 O2

Kalium klorat juga dapat bereaksi dengan beberapa logam tertentu dalam

fase padat (serbuk halus) sambil melepaskan energi, yaitu antara lain dengan

logam aluminium, magnesium dan logam-logam yang segolongan dengannya.

KClO3 + 2 Al KCl + Al2O3

Reaksi lainnya dari kalium klorat yang berkaitan dengan sifat ledakannya

adalah reaksi dengan Sulfur melalui tahapan reaksi dengan oksigen dari udara

yaitu melalui pembentukan SO2 dimana akan memberikan implikasi sifat ignisi

spontan pada reaksi campuran antara klorat dan sulfur yang reaksinya dapat

digambarkan sebagai berikut:

S + O2 SO2

2KClO3 + SO2 K 2SO4 + 2 ClO2

4S + 2ClO2 2SO2 + S2Cl

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Bahan Peledak kecil

Reaksi tersebut diatas adalah merupakan salah satu kemungkinan

mekanisme reaksi pada ignisi spontan yang terjadi antara kalium klorat dengan

sulfur yang mana dapat dilihat bahwa 1 mol sulfur dapat menghasilkan 2 mol gas

SO2 ( B.J.Kosanke at al, 2004).

Klorin dioksida (ClO2) mempunyai sifat reaktifitas sangat tinggi,

mempunyai titik didih 110C, bersifat paramagnetik. Klorin dioksida cair dapat

meledak pada suhu diatas - 400C, dan dalam bentuk gas pada tekanan partial > 55

mm Hg apabila bercampur dengan reduktor akan segera terdetonasi dan terjadi

ledakan yang kuat.

Klorin dioksida adalah molekul berelektron ganjil yang sangat reaktif dan

cenderung tetapi tidak memebentuk dimer seperti molekul-molekul berelektron

ganjil lainnya, hal ini disebabkan oleh karena dapat disetabilkan energi

resonansinnya (J.D.Lee, 1994).

Secara komersil dalam industri dan di kehidupan sehari – hari kalium

klorat banyak digunakan sebagai komponen utama pembuatan korek api,

desinfektan, penghasil oksigen dan juga untuk pembuatan petasan serta kembang

api. Suatu campuran kalium klorat dengan tepung (serbuk) logam (misalnya :

aluminium, magnesium) dikenal dengan flash powder. Campuran ini sangat peka

terhadap panas maka dengan memberi sedikit panas akan terjadi reaksi spontan

atau mengalami deflagrasi. Jika reaksi terjadi dalam wadah tertutup akan

menimbulkan ledakan yang berkekuatan rendah atau bersifat low explosive.

Beberapa campuran kalium klorat yang sudah dikenal antara lain adalah

dengan gula pasir disebut sugar bomb, dan beberapa formulasi yang dimodifikasi

yaitu menggunakan antimoni sulfida sebagai pengganti sulfur, magnesiun atau

suatu alloy aluminium – magnesium (magnalinium) sebagai pengganti

alluminium. Juga ditemukan bahan peledak flash powder yang diproduksi secara

illegal yang dikenal dengan M-805 dan M-1005 ( Saferstein Richard, 2002) .

Komposisi bahan peledak kalium klorat lainnya yang telah dikenal adalah

berupa kalium klorat 9 bagian dicampur dengan 1 bagian vaseline atau petroleum

jelly, kemudian diberi shock wave maka campuran ini akan terdetonasi dan

ledakannya lebih kuat dari peledak black powder dan sifat ledakannya high

explosive ( The Terrorist Handbook, Gunzenboom 2002 ).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Bahan Peledak kecil

Walaupun sifat dari bahan peledak ini dapat dirancang sebagai low

explosive dan sebagai bahan peledak high explosive tetapi penggunaannya secara

komersial dalam industri maupun untuk kepentingan militer kurang populer dan

tidak banyak digunakan oleh karena sifatnya yang sangat sensitive terutama

terhadap panas sehingga penanganan dan penyimpanannya relatif sulit

dilakukan.

2.1.4. Aluminium

Aluminium dalam bentuk serbuk halus (tepung) biasanya ditambahkan

kedalam bahan peledak dan propellant untuk menambah atau menaikkan

efisiensinya. Pada reaksinya umumnya tidak terbentuk gas, tetapi dihasilkan

aluminium oksidasi dalam bentuk padat, tetapi panas pembentukan oksida

tersebut sangat tinggi, yaitu 396 kca/mol = 1658 kJ/mol; 3883 kcal/kg = 1620

kJ/kg. Penambahan aluminium diperkirakan akan menaikkan panas ledakan dan

memberikan uap panas dengan suhu sangat tinggi dan dapat diyakini bahwa

dalam gelombang detonasi pertama aluminium tidak beraksi sempurna, tetapi

reaksi kemudian sempurna pada zone uap (post-heating).

Jika jumlah aluminium dalam campuran bahan peledak relatif tinggi akan

dihasilkan pengaruh suatu gas impact, selanjutnya bagian dari campuran yang

tidak bereaksi dari uap dengan oksigen di udara kemungkinan menghasilkan

suatu penundaan ledakan kedua .

Aluminium sudah digunakan luas sebagai campuran bahan peledak antara

lain pada amatol, DBX, HBX-1, hexal, minex, minol, tarpex, trialenes, tritoral

dan hexotonal. Pengaruh yang tampak dihasilkan oleh serbuk aluminium sering

digunakan dalam slurries dan juga dalam composite propellants. Karakteristik

yang sangat penting dari serbuk aluminium adalah bentuk dan ukuran butiran

kecil dan keras ( Kohler and Meyer 1992).

Ada beberapa reaksi aluminium yang erat kaitannya dengan proses

pembakaran dan ledakan sehingga reaksi ini dikelompokkan dalam reaksi yang

mempunyai resiko berbahaya dan secara umum digambarkan sebagai berikut:

Aluminium + X Combustion/explosion

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Bahan Peledak kecil

X = Bahan oksidator

Reaksi ini dapat melibatkan air, pembakaran spontan, material

pyrotechnic sebagai sumber ignisi dalam korek api.

Beberapa contoh jenis reaksi aluminium adalah :

a. Reaksi Thermite.

Reaksi ini jika di peragakan termasuk reaksi yang mengandung resiko

berbahaya.

2 Al (padat) + Fe2O3 (padat) 2 Fe + Al2O3

panas reaksi = - 848 kJ.

b. Reaksi Pyrotechnic.

Reaksi ini umumnya melibatkan oksidator kuat.

6 NH4ClO4 + 10 Al 5Al2O3 + 6HCl + 3N2 + 9H2O

Campuran ini juga dapat dijadikan sebagai suatu sumber ignisi seperti pada

pembuatan korek api.

c. Aluminium khususnya dalam bentuk serbuk dapat bereaksi dengan air dan

jika ada asam atau basa kuat akan menghasilkan gas hidrogen.

2Al + 2NaOH + 6 H2O 2NaAl(OH)4 + 3H2

NaAlO2. 2H2O + 3H2

2Al + 6 H+ 2Al+3 + 3H2

Beberapa contoh dari reaksi model ini adalah terdapat pada korek api,

statik spark, sinar cosmis dan lain-lain.

Dalam reaksi ini tidak dapat digunakan counter ion oleh karena reaksi

oksidasi suatu logam umumnya menghasilka gas H2 .

Aluminium foil dapat dilarutkan dalam asam atau basa kuat dalam ruang

yang confined (padat/sempit) dan dapat menghasilkan panas tinggi yang sangat

cepat dalam pembakaran dari hidrogen, hal ini juga dapat menjelaskan bahwa

dengan adanya air dalam bahan peledak maka sifat ledakan tersebut menjadi

makin rendah.

Umumnya korek api yang digolongkan kedalam pyrotechnic adalah

mengandung bahan phospor dan sebagai ignisiasi adalah sulfur yang ditambah

dengan zat oksidator kuat untuk pembakarannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Bahan Peledak kecil

Aluminium pada kenyataannya adalah suatu logam yang sangat reaktif dan

flamable, sehingga umumnya dilindungi dengan suatu pelapis yang tidak reaktif

(innert) dari aluminium oksida. Selanjutnya dengan melarutkan oksida tersebut

akan memperlihatkan suatu permukaan aluminium yang cerah yang mana dapat

bereaksi dengan air maupun dengan udara.

2.1.5. Belerang

Belerang atau sulfur bersama dengan charcoal telah lama digunakan

sebagai komponen bahan bakar dalam black powder.

Sulfur mempunyai berat atom 32,07, berat jenis 2,079/cm3, titik leleh

1130C sedangkan titik didih 445-0C.

Sulfur atau belerang banyak ditemui di alam dalam bentuk α-sulfur yang

mengandung cincin S8 dan biasanya belerang berbentuk padat warna kuning

muda, tidak berasa dan tidak berbau.

Sulfur mempunyai beberapa bentuk struktur yang dikenal dengan allotropic yaitu

bentuk rombis, monoklinik, polimer dan bentuk lainnya akan tetapi struktur yang

paling sering ditemukan adalah bentuk belah ketupat. Setiap bentuk allotropic

dari sulfur tersebut memeberikan sifat-sifat yang berkata baik dalam kelrutan,

bobot, kristal dan konstanta fisiknya, namun berbagai allotrop juga bisa eksis

bersama-sama dalam keseimbagan dalam proporsi tertentu tergantung pada suhu

dan tekanan.

Bentuk belah ketupat dari kristal monoklim sulfur terdiri dari delapan

atom belerang (sulfur) membentuk struktur cincin. Pada suhu kurang dari

95,400C dengan tekanan tertentu kristal belah ketupat tersebut stabil tetapi pada

suhu 118,90C kristal akan mencair sedangkan pada suhu 1600C atau lebih , maka

kedelapan anggota cincin molekul sulfur akan pecah dan rantai cincin menjadi

terbuka kemudian rantai molekul sulfur yang terbentuk akan bergabung

membentuk suatu struktur polimer bercabang melalui mekanisme radikal bebas.

Pada temperatur tinggi, kristalin yang dibentuk oleh polimer sebagai

rantai panjang sering berorientasi membentuk heliks melingkar kedalam

membentuk sudut ikatan kepada delapan anggota cincin.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Bahan Peledak kecil

Disamping dalam bentuk padat sulfur juga dapat ditemukan dalam

bentuk gas yaitu untuk S2 (disulfur), S3 (trisulfur), dan S4 (tetrasulfur).

Demikian juga dalam bentuk padat selain S-8 juga dikural siklo S-5 (penta

sulfur), siklo S-6 (hexa sulfur) dan siklo S-7 (hepta sulfur) sedangkan untuk S-

8 dapat dibagi menjadi α sulfur, β sulfur, φ sulfur.

Siklo S-8 α sulfur juga dikenal dengan “orthoromic sulfur” dan secara

rumus lebih stabil terhadap panas hingga 950C dan pada suhu 95,3 0C

berubah menjadi β sulfur adalah kristal kuning dengan bentuk kristal

monoclinic dan lebih sedikit dari α sulfur dan hanya stabil setelah 95,30C

sebelumnya adalah dalam bentuk α sulfur, titik didih dari β sulfur adalah

berkisar pada 119,6 - 119,80C, sedangkan τ sulfur dikenal dengan “nacrus

sulfur” mother of pearl sulfur” GerNezl’s sulfur ditemukan dalam bentuk

padat bewarna kuning cerah ditemukan dari alam sebagai mineral rosickyfe.

Gambar 2.2. Bentuk struktur S8 Flat dan S8 3 Dimensi

2.2. Proses Ignisiasi Peledakan

Suatu bahan peledak secara umum didefenisikan sebagai simpanan energi

yang dapat dilepaskan untuk melakukan suatu pekerjaan. Energi tersebut dapat

dilepaskan melalui reaksi pembakaran seperti yang digunakan dalam senjata atau

propellant rocket atau dalam suatu detonasi dalam militer atau dalam blasting

explosive.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Bahan Peledak kecil

Bahan peledak yang dirancang hanya untuk terbakar saja biasanya

digunakan sebagai propellant dan disebut dengan low explosive, sedangkan yang

dirancang untuk didetonasi disebut dengan high explosive. Pada prinsipnya

semua bahan peledak terutama pyrotechnic dapat mengalami pembakaran dan

detonasi, tergantung dari metode inisiasinya, beberapa bahan pyrotechnic dapat di

detonasi dengan cara yang sama, bahan peledak propellant dapat juga di desain

untuk pembakaran dan detonasi dengan inisiasi tertentu. Tetapi permasalahannya

adalah bagaimana cara menghandle bahan peledak dalam jumlah besar karena

sensitivitasnya yang tinggi ( Saferstein, 2002 ).

Perbedaan diantara kedua cara tersebut dapat dijelaskan bahwa pada

deflagrasi reaksi yang terjadi dimulai dari permukaan menuju kearah dalam dari

bahan peledak dengan ditopang oleh adanya konduksi panas hasil pembakaran di

dalam bahan tersebut. Sedangkan pada proses detonasi reaksi yang terjadi dari

dalam kearah luar/permukaan bahan peledak dengan ditopang oleh adanya

rambatan gelombang kejut (shock wave) dan kecepatan rambatnya paling lambat

sama dengan kecepatan suara dalam bahan peledak tersebut yakni 1800 m/detik.

Tetapi pada literatur lain ditetapkan kecepatan detonasi berada diantara 1500-

9000 m/detik. (Kohler and Meyer,1993).

Dengan demikian dapat dipahami dalam suatu ledakan bom rakitan adalah sangat

ditentukan bagaimana rancangan mekanisme peledakannya karena pada

prinsipnya semua bahan peledak dapat terbakar dan terdetonasi hanya berbeda

pada sensivitasnya saja, sehingga bahan peledak campuran KClO3, sulfur dan

alluminium powder kemungkinan juga dapat terdetonasi sehingga sifatnya

menjadi high explosive, dan kekuatan dari ledakan bom tersebut juga sangat

ditentukan oleh formula dan jumlah dari bahan peledak yang digunakan.

Pada prakteknya metode inisiasi pada proses burning atau detonasi

ditentukan oleh penggunaannya dalam rangkaian peledakan. Element pertama

rangkaian peledak adalah primary explosive yang sangat sintesive dan dalam

jumlah relative sedikit umumnya 0,1 - 0,5 g. Sedangkan main charge umumnya

kurang sensitif sehingga hasil primary explosive biasanya diperkuat dengan

menggunakan suatu booster yang berfungsi untuk menginisiasi main charge atau

bahan peledak utama.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Bahan Peledak kecil

Primary explosive yang banyak digunakan dalam sistim detonasi adalah

lead azide terutama digunakan dalam transisi spontan dari burning ke detonasi

dalam semua kondisi. Satu contoh sederhana penggunaan pellet lead azida dalam

rangkaian ledakan adalah untuk burning, flash atau flame dari fuze atau dari suatu

inisiasi elektrik dan pada fraksi kecil dalam millimeter terpecah menjadi

gelombang kejut (shock wave) dan selanjutnya mendetonasi. Jika lead azida

ditempatkan dekat dengan pellet booster akan terjadi proses shock to detonation

dengan demikian shock dari lead azide akan mendetonasi booster dan

selanjutnya pellet booster akan melakukan hal yang sama terhadap main charge.

Booster yang banyak digunakan dalam proses peledakan antara lain seperti PETN

atau RDX dimana biasanya lebih sensitif dibandingkan main charge. Baik

booster maupun main charge keduanya digolongkan dalam secondary explosive

yang mempunyai sensivitas yang lebih rendah dari primary explosive (Murray S

G., ” Mechanism of Explosion ” in Encyclopedia of Forensic Science .Ed By

Siegel J,A.,at al. 2000).

Secara komersil proses inisiator dikenal demolition detonator yang

biasanya terbuat dari suatu tabung logam tipis dengan diameter 6 - 8 mm

umumnya terbuat dari alluminium atau tembaga yang berisi bahan utama PETN

dan lead azide dan sebagai pemicu digunakan konduksi panas atau elektrik.

Salah satu tipe bahan peledak yang sudah lazim dikenal adalah gun powder atau

sering disebut black powder yang dibuat dari campuran KClO3 atau NaNO3

(75%), charcoal (15%) dan sulfur (10%) untuk meningkatkan sensitifitasnya.

Secara detail reaksinya sangat komplek dan menurut refrensi terdapat 14 produk

yang berbeda. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa karbon dioksidasi

(dibakar) oleh oksigen dari KNO3 dan membebaskan energi 3000 kJ kg-1 dari

energi panas berikut gas CO2 dan CO secara bersamaan.

Demikian juga gas dapat terbentuk dari nitrogen dalam kaluim nitrat

menghasilkan N2 melepaskan gas berkisar 3000 l/kg-.1

Secara sederhana reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut :

4 KNO3 + 7C + S 3 CO2 + 3CO+ 2N2 + K2CO3 + K2S

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Bahan Peledak kecil

Sejak abad ke-19 pengembangan ilmu kimia mengarah kepada sifat-sifat

bahan peledak yang dikenal sebagai bahan peledak yang mengandung atom hidro

karbon dan juga mengandung gugus nitro, yang didasarkan kepada 3 jenis gugus

nitro yaitu type senyawa nitro yang mengandung gugus C- NO2, Nitrat ester C-O-

NO2 dan Nitramine C-N-NO2.

Senyawa-senyawa ini dapat bereaksi sangat cepat dan mengakibatkan

ledakan yang cukup besar. Dalam kenyataannya reaksi yang terjadi sangat

dipengaruhi oleh kesetimbagan oksigen yang ada pada molekul bahan peledak

tersebut. Misalnya pada molekul Nitroglycerin akan terjadi kelebihan oksigen

dan hal ini dapat dilihat pada reaksi berikut.

C3H5N3O9 3CO2 + 2.5 H20 + 1,5 N2 + 0,25 O2

Reaksi ini dikenal dengan kesetimbangan oksigen positif dimana pada

sakhir reaqksi atau akhir ledakan masih ada oksigen yang tersisa dan dailepaskan

dalam bentuk gas O2. Akan tetapi berbeda dengan molekul TNT dengan rumus

molekul C7H5N3O6 dalam molekulnya kekurangan oksigen atau yang disebut

dengan kesetimbangan negative, sehingga pada akhir reaksi atau akhir ledakan

dihasilkan banyak atom karbon yang tersisa dan dilepaskan dalam bentuk karbon

bebas yang mengakibatkan adanya asap hitam pada ledakan tersebut dan hal ini

sering digunakan sebagai salah satu alat identifikasi atau pengamatan awal

terhadap suatu reaksi ledakan TNT.

Persamaan reaksi detonasi TNT yang diberikan oleh Kistiakowsky dan

Wilson adalah sebagai berikut :

C7H5N3O6 3,5CO + 3,5 C + 2,5 H2O + 1,5 N2

Dalam kedua jenis ledakan tersebut terjadi reaksi yang dikenal dengan

auto redoks, sehingga dalam reaksi ini tidak dibutuhkan adanya reduktor karena

dalam molekul itu sendiri akan terjadi reaksi oksidasi reduksi yang dipicu oleh

adanya energi dari shock wave yang biasanya dihasilkan dari ledakan detonator

(Murray S G, “Mechanism of Explosion ” in Encyclopedia of Forensic Science

.Ed By Siegel J,A.,at al 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Bahan Peledak kecil

2.3. Deflagrasi dan Detonasi.

2.3.1. Deflagrasi

Suatu bahan peledak dapat mengalami dekomposisi pada kecepatan

suara dalam material tersebut tanpa membutuhkan oksigen dari udara, dan reaksi

ini dikenal dengan deflagrasi. Reaksi ini dapat berjalan karena pelepasan panas

dari reaksi, dan produk yang dihasilkan berbanding terbalik dengan proses

dekomposisi bahan peledak tersebut.

Contoh reaksi deflagrasi adalah pembakaran suatu serbuk (powder) atau

suatu bahan rocket. Jenis reaksi suatu bahan peledak apakah termasuk deflagrasi

atau detonasi adalah sangat ditentukan oleh sejauh mana perlakuan terhadap

bahan peledak dimaksud.

Titik deflagrasi ( deflagration point ) dapat didefenisikan sebagai satu

tempratur dimana dengan sedikit sampel bahan peledak yang ditempatkan dalam

test tube dan dengan pemanasan dari luar terbakar menghasilkan nyala dan segera

terdekomposisi.

Misalnya : 0,5 gram sampel ( bahan peledak) dimasukkan kedalam test

tube dan diimersikan kedalam suatu larutan logam (lebih disukai Wood, s metall

) bath pada suhu 1000C (2120 F), dan kenaikan temprature diatur 200C per menit

sampai terjadi deflagrasi atau mengalami dekomposisi.

Metode ini mempunyai kesamaan dengan metode resmi laid down

dalam RID . Nitroselulosa dan nitroselulosa serbuk ditest dalam satu stirer

parrafin bath dan dipanaskan dengan kenaikan suhu 50 C per menit.

Proses deflagrasi disebut juga burning explosive yang dapat dijelaskan

berdasarkan pelepasan energi dan gas melalui suatu reaksi yang terjadi di

permukaan suatu bahan peledak.

Pembakaran yang terjadi di permukaan suatu bahan peledak dapat terjadi

karena tersedianya bahan bakar (fuel) didalam bahan itu sendiri dan dioksidasi

oleh oksigen yang yang ada dalam bahan peledak itu sendiri.

Jadi energi yang dikandung dalam sistim melibatkan suatu reaksi kimia

yang kompleks dan menghasilkan pembakaran dengan panas yang lebih tinggi

berupa lapisan-lapisan di permukaan.

Dengan terjadinya pembakaran dipermukaan maka ini merupakan sumber

panas dan sebagian besar panas tersebut akan terkonduksi ke bahan peledak dan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Bahan Peledak kecil

segera menambah atau memperbesar pembakaran di permukaan sehingga

menghasilkan suhu yang lebih tinggi. Untuk lebih memudahkan memahami

uraian diatas dapat dilihat pada Gambar : 2.3 berikut ini.

Gas dan panas yang dihasilkan pada pembakaran di permukaan

Kecepatan pembakaran linear ( r ) mm s-1

Arah dari Flame Front

Konduksi panas dari pembakaran permukaan

Gambar 2.3. Proses pembakaran bahan peledak

Kecepatan pergerakan flame front dikenal dengan kecepatan pembakaran

linier (r), kecepatan pembakaran massa tidak dapat diprediksi, misalnya berapa

massa bahan peledak yang diubah menjadi panas dan gas. Pada peristiwa

pembakaran dipermukaan ini terdapat hubungan antara luas permukaan bahan

peledak, dan kecepatan pembakaran linier yang mempengaruhi mass burning

rate yaitu :

rA x α

dtdm

2.3.2. Detonasi

Pada suatu proses pembakaran biasanya terjadi diakibatkan oleh adanya

konduksi panas terhadap suatu bahan peledak , sedangkan pada proses detonasi

umumnya reaksi terjadi diakibatkan adanya aliran shock wave yang melewati

bahan peledak tersebut sehingga dapat diartiakan bahwa mekanisme suatu

pembakaran pada prinsipnya berbeda dengan mekanisme detonasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Bahan Peledak kecil

Pergerakan shock wave dalam bahan peledak tersebut mempunyai

kecepatan setidak-tidaknya sama dengan kecepatan suara di dalam bahan peledak

itu sendiri dimana kecepatan suara dalam suatu bahan peledak disekitar 1800

m/det adalah ditentukan sebagai batas kecepatan minimum terjadinya suatu

proses detonasi, namun demikian pada literatur lain ada juga yang menetapkan

batas minimum suatu proses detonasi adalah 1500 m/det.

Pada suatu proses detonasi maupun energi yang dilepaskan dalam suatu

detonasi dapat dijelaskan dengan Gambar : 2.4 berikut ini.

Shockwave diudara dari gelombang detonasi pada ledakan

Bahan peledak yang tidak bereaksi

Zona reaksi

Front gelombang detonasi dalam ledakan

Front gas terekspansi dari gas panas yang dihasilkan

Gambar 2.4. Proses detonasi suatu bahan peledak

Mekanisme yang terpenting pada proses detonasi antara lain adalah adanya

suatu kondisi compress adiabatic diantara rongga mikroskopis serta effek batas

kristal untuk menghasilkan keadaan hot spot yang bertumbuh sebagai suatu

tekanan intensive dari shock wave yang melewati suatu bahan peledak dimana

energi yang dilepaskan dan gas yang dihasilkan dalam zona reaksi selanjutnya

segera didetonasi pada shock front.

Zona reaksi yang mempertahankan tekanan dalam shock front

menghasilkan suatu keadaan kecepatan steady-state yang dikenal dengan

kecepatan detonasi atau disebut velocity of detonation (VOD).

Berikut ini diberikan beberapa nilai parameter yang berkaitan dengan

kecepatan detonasi untuk bahan peledak senyawa tunggal seperti yang terlihat

pada Tabel : 2.1 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Bahan Peledak kecil

Tabel 2.1. Parameter Detonasi dari beberapa bahan peledak

Ketebalan zona reaksi antara lain tergantung pada bahan peledak tersebut

seperti tipe ledakannya yang berhubungan dengan secepat apa secara kimia dapat

terjadi dan juga pada ukuran muatannya yang secara umum hanya beberapa

milimeter.

Bentuk atau model shock wave front tergantung pada garis pemisah muatan,

dan secara teoritis ukuran muatan dan titik inisiasi tidak dapat ditentukan karena

shock front segera menyebar keluar secara radial (Murray S G, Mechanism of

Explosion ” in Encyclopedia of Forensic Science .Ed By Siegel J,A.,at al. 2000).

2.3.3. Kecepatan Detonasi dan Dautriche Method

Kecepatan detonasi adalah kecepatan penyebaran detonasi dalam suatu

peledakan. Jika density dari suatu bahan peledak berada pada nilai maksimum ,

dan apabila bahan peledak yang diisikan kedalam kolom yang mana jumlah dan

lebarnya sesuai diameter kritisnya, maka kecepatan detonasi adalah karakteristik

dari masing-masing bahan peledak tersebut dan tidak dipengaruhi oleh faktor –

faktor eksternal. Kecepatan detonasi akan berkurang dengan berkurangnya

density dari bahan peledak yang dimasukkan kedalam kolom. Kecepatan detonasi

bahan peledak nitrogliserin dan nitroglikol dalam keadaan confined dan

unconfined sangat berbeda nyata dan nilai ini dikenal dengan detonasi atas (

upper detonation ) dan detonasi bawah ( lower detonation ).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Bahan Peledak kecil

Metode penentuan kecepatan detonasi dengan Dautriche Method dilakukan

dengan memasukkan sampel (bahan peledak) yang akan ditentukan kedalam

suatu kolom tertutup yang biasanya terbuat dari pipa besi. Kemudian dengan

ukuran panjang tertentu dari kolom detonasi dilobangi (membuat loop )

dengan diameter masing-masing sesuai ukuran blasting caps. Kedua loop

tersebut dipasang blasting caps dan dihubungkan dengan detonating cord

yang dilewatkan melalui lembaran atau plat timah (Pb) dimana salah satu

ujung plat merupakan pusat (center) atau pertengahan dari panjang detonating

cord.

Salah satu ujung pipa ( kolom detonasi ) dipasang detonator atau juga dapat

di tambah dengan suatu booster, maka apabila diledakkan pertama sekali terjadi

ledakan detonator dan booster kemudian meledakkan main charge dan mencapai

blasting caps pertama dan kedua sehingga kedua blasting caps akan terignisi dan

terjadi ledakan detonating cord yang menimbulkan notch pada plat Pb yang dapat

diukur yaitu sebanding dengan kecepatan gelombang detonasi dari bahan peledak

utama ( main charge ) yang terdapat pada kolom detonasi.

Adapun peralatan untuk menentukan kecepatan detonasi suatu bahan

peledak dengan Dautriche Method merupakan suatu metode yang sangat

sederhana dan mudah dikerjakan dengan hasil yang cukup akurat. Peralatan ini

dapat digambarkan seperti Gambar 2.5 berikut ini :

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

m

a

Detonator

Gambar 2.5. Alat Dautriche methode

Akibat meledaknya detonating cord yang menghubungkan kedua blasting

caps, maka gelombang detonasi akan bertemu pada suatu titik dan menimbulkan

notch yang dapat diukur dari pusat detonating cord yang panjangnya ditentukan

oleh kecepatan detonasi main charge dalam kolom detonasi.

Tabung confinment

Explosive

Booster

Blasting Caps

Plat Pb Det. cord

Panjang notch setelah ledakan

Pusat Det. cord

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Bahan Peledak kecil

Kecepatan detonasi bahan peledak tersebut dapat dihitung jika

dibandingkan dengan kecepatan detonasi detonating cord yang telah diketahui

dan dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

dimana Dx = Kecepatan detonasi sampel

D = Kecepatan detonasi detonating cord

m = Jarak loop pada kolom detonasi

a = Jarak notch dengan pusat detonating cord

2.4. Kecepatan reaksi.

Untuk mempelajari suatu proses kimia yang terpenting dipahami adalah dua

hal berikut yaitu :

a. Termodinamika kimia yaitu menentukan apakah suatu reaksi dapat

berlangsung atau tidak.

b. Kinetika kimia yaitu memberikan informasi berkaitan dengan kecepatan

reaksi, faktor – faktor yang mempengaruhi suatu reaksi, kondisi lingkungan

atau tempat dimana reaksi berlangsung dan mekanisme atau tahapan yang

terjadi yang terlibat dalam reaksi tersebut

c. Kecepatan reaksi dapat di identifikasikan sebagai perubahan dari suatu

reaktan membentuk produk pada satuan waktu tertentu dan secara

sederhana dapat di jelaskan seperti reaksi berikut ini.

R P

(Reaktan ) (Produk)

Pada reaksi ini dalam satuan waktu tertentu konsentrasi reaktan akan

berkurang dan konsentrasi P akan bertambah. Oleh karena itu kecepatan reaksi

ini adalah kecepatan berkurangnya reaktan R adalah setara dengan kecepatan

bertambahnya produk P.

dt

Pddt

Rdk }{}{ +=

−=

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Bahan Peledak kecil

dimana : {R} dan {P} adalah konsentrasi dalam mol/liter dari reaktan dan

produk. Tanda negatif menunjukkan bahwa knsentrasi reaktan akan berkurang

dan tanda positif adalah bertambahnya konsentrasi produk P pada satuan waktu

tertentu.

Misalnya : pada reaksi berikut ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

A + B C + D

dtDd

dtCd

dtBd

dtAddkreaksicepa tan

dtke }{}{}{}{ +

==−

== + −=

Demikian juga sama halnya untuk reaksi yang umum dapat digambarkan

sebagai berikut :

aA + b B c C + d D

dtDd }{

ddtCdx

cdtBd

bdtAdx

areaksikecepa 1}{1}{1}{1tan +=+=−=−=

Lajos Sziroviczov (2009) telah meneliti kinetika reaksi Klorat dengan

sulfit (S03-) dan bisnetif (HSO3

-) dengan menggunakan konsentrasi Cl- dan H+

dalam larutan klorat – bisulfit dan klorat – sulfit / bisulfit dan dari hasil simulasi

diperoleh hasil sebagai berikut :

K1=(1±0,5) . 10-4π-βs-1 dan k2 = (0,23±0,01) . π -1s-1

Reaksi : ClO-3 + 3HSO3

- Cl- + 3 SO42- (1)

ClO-3 + 3HS2O3 Cl- + 3SO4

2- + 6H+ (2)

Konstanta kecepatan k1 diperoleh langsung dari hasil percobaan reaksi

klorat – sultif / bisulfit (1), sedangkan k2 diperoleh dengan menghitung {Cl -},

dan {H+} dari harga klorat – sulfit dan klorat sulfit / bisultif.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Bahan Peledak kecil

2.4.1.Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi

a. Konsentrasi reaktan.

Kecepatan reaksi kimia akan berkuran jika konsentrasi berkurang.

b. Temperatur.

Pada umumnya kecepatan reaksi akan meningkat dengan bertambahnya

suhu, bahkan untuk beberapa reaksi tertentu kecepatan reaksi akan meningkat 2

kali atau 3 kali cepat dengan kenaikan suhu sebesar 100C.

c. Katalis.

Kecepatan suatu reaksi kimia kemungkinan akan bertambah jika ditambah

dengan katalis. Misalnya : dekomposisi dan kalium klorat (KClO3) akan

bertambah cepat dengan adanya katalis MnO2.

d. Luas permukaan reaktan.

Semakin halus ukuran partikel akan memperbesar luas permukaan dan akan

meningkatkan kecepatan reaksi.

e. Radiasi.

Kecepatan reaksi kimia kadang kala meningkat dengan adanya radiasi sinar

visible atau UV, seperti reaksi H2dan O2 pada sinar matahari.

2.4.2. Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi (Persamaan Arhenius)

Pada umumnya kecepatan reaksi akan bertambah jika terjadi kenaikan

suhu reaksi dimana jika suhu semakin tinggi berarti kecepatan reaksi juga

bertambah cepat. Perbandingan kecepatan konstanta spesifik pada untuk

kenaikan suhu 100C (mis: dari 250C menjadi 350C) dikenal sebagai koefisien

temperatur.

Koefisien temperatur = kt

kt 10+

Sebagai catatan untuk kenaikan suhu sebesar 100C, maka untuk beberapa reaksi

tertentu kecepatan reaksi dapat meningkat sebesar 2 kali atau bahkan 3 kali lipat.

Dengan didasarkan pada variasi konstanta kecepatan, k dengan temperatur

absolut, T dapat dinyatakan suatu hubungan impiris antara konstanta k dengan

suhu seperti rumus berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Bahan Peledak kecil

tBAK −=log

dimana A dan B adalah konstan

Vant Hoff (1884) mengusulkan bahwa dari kecepatan reaksi spesifik

suatu reaksi isochor adalah merupakan logaritma dari satu fungsi linier yang

berbanding terbalik dengan temperatur absolut.

Teori ini kemudian dikembangkan oleh Archenius (1889), yang mengemukakan

suatu pendapat atau hipotesis tentang hubungan antara kecepatan reaksi dengan

suhu reaksi.

Menurut hipotesis Archenius, tidak seluruh molekul – molekul dari sistem

mengambil tempat pada reaksi kimia, tetapi hanya suatu fraksi dalam molekul

yang merupakan bagian - bagian aktif molekul yang bereaksi.

Kesetimbangan akan tercapai jika jumlah molekul yang aktif dan molekul yang

tidak aktif atau passif sama, tetapi jika temperatur bertambah maka sejumlah

molekul yang pasif akan menyerap energi panas sehingga menjadi aktif dan

selanjutnya akan meningkatkan kecepatan reaksi.

Dari studi tersebut, Archenius memberikan suatu persamaan yang

memperlihatkan hubungan antara konstanta kecepatan dengan temperatur sebagai

berikut.

K = A.e -Ea/RT

dimana K = konstanta kecepatan

A = faktor frekuensi reaksi atau faktor pro exponensial

Ea : energi aktivasi, yang merupakan karakteristik reaksi.

R : konstanta gas

T : temperatur absolut.

Bentuk logaritma dari persamaan diatas adalah sebagai berikut :

Log eK = log eA -RTEa

Jika k1 dan k2 adalah merupakan harga konstanta pada kecepatan dan

temperatur T1 dan T2, maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Bahan Peledak kecil

Log eK1 = log eA -1RT

Ea

Log eK2 = log eA -2RT

Ea

Log eK2 - Log eK1 = - )(12 RT

EaRTEa

−−

= 21 RT

EARTEa

)(log21

12

1

2

TTTT

REa

kk

e−

=

)(303,2

10log21

12

1

2

TTTT

REa

kk −

=

Selanjutnya jika diketahui konstanta kecepatan k1 dan k2 diketahui pada

temperatur T1 dan T2, maka energi aktivasi, Ea dapat dihitung.

Sama halnya jika harga Ea pada K1 diketahui maka harga k2 pada temperatur T2

dapat dihitung sebagai berikut.

eAREaeK loglog +

−=

eA

RTEaeK loglog +

− =

303,2

T1

T1

REa

303,2−

Jika persamaan Archenius dalam bentuk y = mx + c, maka akan memperlihatkan

bentuk persamaan garis lurus. Ploting dari log k vs T1 menghasilkan satu garis

lurus dengan harga slope setara

.log303,2

log303,2

AR

EakdanR

Easlope +−

=−

=

log k

T1

Gambar 2.6. Penentuan aktivasi, Ea dari ploting log k vs

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Bahan Peledak kecil

Dari persamaan-persamaan tersebut diatas dapat dilihat bahwa suhu reaksi

sangat berpengaruh terhadap energi aktivasi maupun terhadap kecepatan reaksi

dimana semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi semakin tinggi, dengan

demikian pada proses ledakan tersebut akan dihasilkan kecepatan detonasi lebih

besar atau dengan kata lain sifat ledakan semakin besar atau semakin kuat.

2.4.3. Pengaruh katalis terhadap kecepatan reaksi

Jika KClO3 padat dipanaskan pada 4000C akan menghasilkan KClO3 dan O2

dengan kecepatan reaksi yang sangat cepat.

2KClO3(s) 2KCl(s) + 3O2(g)

Proses dekomposisi kalium klorat menjadi KCl dan O2 dengan adanya katalis

MnO2 maka panas yang dibutuhkan akan berkurang 1500C. Pada akhir reaksi

seluruh KClO3 akan habis terurai tetapi konsentrasi MnO2 tetap. Katalis bekerja

sebagai pendorong mempromosikan reaksi antar partikel – partikel dalam

menghasilkan alternatif rangkaian reaksi lain dengan energi aktifasi lebih rendah.

Pada diagram potensial energi berikut ini dapat dilihat perbedaan potensial energi

reaksi dengan katalis dan reaksi tanpa katalis. Reaksi tanpa katalis digambarkan

dengan garis- garis yang tidak putus – putus sedangkan yang reaksi dengan

katalis degambarkan dengan garis putus- putus seperti pada Gambar 2.7 berikut

ini.

Gambar 2.7. Hubungan antar PE dengan energi aktivasi

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Bahan Peledak kecil

Dalam keadaan ini ΔH reaksi tanpa katalis dan dengan katalis adalah – 15

kJ. ΔH tidak tergantung pada rangkaian reaksi dan tidak berubah dengan adanya

katalis. Ea (energi aktivasi) untuk reaksi tanpa katalis adalah = +25 kJ,

sedangkan Ea (energi aktivasi) untuk reaksi dengan katalis = + 10 kJ.

Energi minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya tubukan antara partikel –

partikel adalah 10 kJ dan kecepatan reaksi akan bertambah (Dara S.S, 2008).

2.5. Kesetimbangan Oksigen (Oxygen Balance)

Suatu hal yang paling penting dalam proses ledakan adalah reaksi

oksidasi-reduksi dimana pengoksidasi bereaksi dengan pereduksi yang terjadi

secara cepat dan menghasilkan produk baru seperti karbon dioksida, air dan

oksida karbon padat dan lain-lain. Kenyataan menunjukkan bahwa bila reduktor

teroksidasi sempurna ( misalnya: karbon dan hidrogen teroksidasi menjadi karbon

dioksida dan air ) dapat terjadi ledakan dan melepaskan energi maksimum dan

mennghasilkan gas beracun yang minimum. Oleh sebab itu dari sudut pandang

energi dan volume gas beracun yang dihasilkan maka pada peristiwa ledakan

terdapat fenomena kelebihan atau kekurangan pengoksidasi.

Oxygen Balance (OB) adalah suatu parameter thermal kimia terukur yang

dikandung oleh pengoksidasi dalam suatu bahan peledak atau suatu material yaitu

dalam keadaan berlebih atau kekurangan setelah bahan pereduksi (reduktor) habis

teroksidasi.

Berdasarkan kandungan dari zat pengoksidasi (oksigen) dari suatu bahan

peledak, maka kesetimbangan oksigen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

a. Kesetimbangan Oksigen positip.

Kesetimbangan oksigen positip adalah apabila bahan pengoksidasi

berlebih setelah pereduksi teroksidasi sempurna.

b. Kesetimbangan Oksigen Nol.

Kesetimbagan oksigen nol adalah apabila pengoksidasi cukup untuk

menoksidasi pereduksi dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Bahan Peledak kecil

c. Kesetimbangan Oksigen Negatip.

Kesetimbangan oksigen negatip adalah apabila pengoksidasi tidak cukup

untuk mengoksidasi pereduksi secara sempurna.

Oleh karena itu dalam dunia industri, formulasi bahan peledak selalu dirancang

dengan nilai kesetimbangan oksigen sama dengan nol atau mendekati nol

sehingga dapat melepaskan energi maksimum.

Pada proses ledakan dengan kesetimbangan oksigen negatip biasanya

dihasilkan gas karbon monoksida, gas hidrogen dan oksida karbon padat,

sedangkan ledakan dengan kesetimbangan oksigen positip dihasilkan NO dan

NO2. Dari kedua pesistiwa tersebut terlihat pada ledakan dihasilkan sejumlah gas

beracun sehingga tidak baik digunakan untuk tujuan bahan peledak komersil.

Untuk bahan peledak organik dapat digunakan dalam senyawa tunggal

misalnya sistim karbon-hidrogen-Oksigen-nitrogen dengan rumus molekul

CaHbOcNd, kesetimbangan oksigen ditentukan oleh perbandingan masing-masing

unsur yang membentuk molekul bahan peledak bersangkutan, dan dapat dihitung

menggunakan rumus berikut ini :

162

2 ×⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +−

bac

M

Oxygen balance = (g/g)

dimana : a,b,c,d = nomor atom C,H,O,N

16 = berat atom Oksigen

M = molar bahan peledak

Jika bahan pleledak dalam bentuk campuran beberapa senyawa seperti

bahan peledak emulsi (emulsion explosive) atau bahan peledak anorganik seperti

propellant, pyrotechnic, black powder dan lain-lain, nilai kesetimbangan oksigen

ditentukan oleh komposisi atau perbandingan masing-masing campuran bahan

peledak tersebut dan secara sederhana dapat dihitung dari perkalian persentase

dengan nilai kesetimbangan masing-masing senyawa dan secara sederhana dapat

dihitung sebagai berikut :

OB = h1 H1 + h2 H2 ......... + hn Hn

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Bahan Peledak kecil

Dengan rumus diatas kesetimbangan oksigen untuk bahan peledak yang

kompleks atau bahan peledak campuran dapat dihitung dengan cepat dan mudah.

Contoh : Bahan peledak emulsi American Atlas Powder Co, yang terdiri dari

campuran seperti yang terdapat pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2. Formulasi dan oxygen balance bahan peledak emulsi

American Atlas Powder Co.

Bahan yang digunakan Persentase Oxygen balance

% g/g

Ammonium nitrat 60,0 + 0,20 Natrium nitrat 19,0 + 0,471 Air 15,0 0 Minyak 0,5 - 3,42 Wax 4,5 - 3,46 Emulsifier 1,0 - 2,39

Dari formulasi bahan dan nilai oxygen balance seperti yang terdapat pada

Tabel 2.8 dapat dihitung nilai oxygen balance untuk bahan peledak emulsi

tersebut diatas yaitu :

Oxygen balance = (+0,20) x 0,60 + ( + 0,471) x 0,19 + ( -3,42) x

0,005 + ( - 3,46) x 0,045 + ( - 2,39) x 0,01.

= + 0,2095 + ( - 0,1967 )

= 0,0128 ( g/g ).

2.6. Analisa Residu Bahan Peledak.

Dalam melakukan analisa terhadap residu ledakan perlu diperhatikan

beberapa hal yang penting yaitu antara lain pertama menganalisa residu pasca

ledakan dan yang kedua adalah mendeteksi dan mengidentifikasi trace bahan

peledak yang mungkin ada pada tangan, pakaian atau tempat lain yang

diperhitungkan ada keterkaitan atau berhubungan dengan sitersangka.

Pemeriksaan secara laboratorium forensic analisis residu bahan peledak

biasanya didasarkan kepada identifikasi terhadap residu bahan peledak murni

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Bahan Peledak kecil

(yang tidak meledak) dan jarang dilakukan identifikasi terhadap hasil yang

terbentuk pada proses ledakan tersebut.

Hasil peledakan umumnya berupa gas atau garam-garam anorganik yang

tergantung pada bahan peledak yang digunakan seperti misalnya unuk ion

tiosianat (CNS-) merupakan karateristik ion yang terjadi selama pembakaran dari

black powder.

2.6.1 Metode Analisa

Beberapa metode yang umum dilakukan untuk menganalisa residu bahan

peledak adalah : test kimia (didasarkan pada reaksi warna), metode Kromatografi

yaitu Kromatografi Lapisan Tipis (KLT, Kromatografi (CC) ; Gas Kromatografi

(GC) ; High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) ; Capillary

Electrophoresies (CE) dan Kromatografi Ion (IC). Dan juga dapat dilakukan

dengan metode Spektroskopi seperti Infra Red (IR), Nuclear Magnetic Resonance

(NMR) , Mass Spectroscopy (MS) ; Scanning Electron Microscope-Energy

Dispersive x-ray Spectroscopy (SEM/EDX) dan X-ray Difraction (XRD),

demikian juga denagn metode kombinasi Kromatografi dengan Spektroskopi

seperti GC-MS, HPLC-MS, yang juga sangat banyak digunakan dalam

laboratorium fornsik, dimana secara umum analisa residu bahan peledak ini

didasarkan pada metodologi normal yaitu untuk sample unknown (Yinon and

Zitrin,1993 ).

2.6.2 Prosedur Analisa

Prosedur analisa residu bahan peledak meliputi spot test, metode

pemisahan biasanya dengan Chromatography dan metode identifikasi dengan

Spektroskopi. Untuk analisa residu pasca ledakan umumnya sangat kompleks

yaitu meliputi teknik recovery antara lain pengujian mikroskopis, sampling,

adsorbsi dan prosedure ekstraksi. Prosedure dan metode yang digunakan harus

disesuaikan dengan sifat fisis dan sifat kimia dari bahan peledak yang dianalisa

karena untuk masing-masing bahan peledak membutuhkan teknik recovery yang

berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Bahan Peledak kecil

Misalnya untuk bahan peledak yang sangat volatile, mudah tersublimasi,

tidak stabil terhadap panas tentu membutuhkan teknik recovery yang berbeda

pula, sehingga dibutuhkan professional skill dari staf yang bersangkutan dengan

didukung oleh instrument yang memadai.

Test kimia atau dikenal dengan spot test atau colour test di laboratorium

forensik banyak digunakan sebagai test pendahuluan untuk sekrining dilapangan.

Dalam test warna ini akan terjadi reaksi antara reagent dengan analyte dan

menghasilakan warna tertentu yang khas dan dari test warna ini juga dapat

dilakukan klasifikasi bahan peledak.

Di dan tri nitro aromatis dengan KOH dalam ethanol akan memberikan

warna yang berbeda, yaitu untuk 2,4 DNT dan 2,6 DNT memberikan warna

kekuning-kuningan tetapi TNT memberikan warna coklat-ungu. Reaksi Griess

memberikan warna spesifik yang stabil untuk identifikasi ion nitrit. Dalam reaksi

ini ion nitrit bereaksi dengan amine aromatis seperti sulfanilamida dalam suasana

asam membentuk ion diazonium. Ion ini kemudian mengalami couple dengan

senyawa aromatis active seperti N-1-napthylenediamine menghasilkan senyawa

azo yang memberikan warna ungu yang khas. Nitrat ester dan nitranime dapat

menghasilkan ion NO2- jika direduksi dengan Zn (powder) .

Type lain dari spot test adalah didasarkan pada oksidasi dari suatu reagent

oleh bahan peledak atau oksidator dari campuran bahan peledak misalnya :

diphenyl amine akan memberikan warna biru bila bereaksi dengan klorat. Spot

test mempunyai keuntungan yaitu cepat, murah, sederhana, tidak membutuhkan

instrumentasi dan dapat berguna sebagai performa yang baik bagi petugas

dilapangan (Saferstein,2002).

2.6.3. Identifikasi senyawa-senyawa Anorganik

Salah satu metode identifikasi senyawa-senyawa anorganik dari residu

bahan peledak adalah menggunakan Kromatografi karena mempunyai sensitivitas

dan selektivitas tinggi terhadap beberapa ion anorganik yang berhubungan

dengan pasca ledakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Bahan Peledak kecil

Anion-anion seperti nitrat, klorat dan perklorat diperoleh dari beberapa

bahan peledak industri (seperti dinamit dan water gels) demikian juga dari

komposisi pyrotechnic dan beberapa bom rakitan.

Anion-anion lain yang sering ditemukan adalah sulfat, karbonat, klorida

dan tiosianat biasanya diperoleh dari hasil peledakan maupun pembakaran

(burning). Sedangkan residu yang mengandung kation dari residu ledakan banyak

ditemukan adalah ion Na+, K+ dan Ca2+, NH4+.

Ion Kromatografi biasanya digunakan untuk menganalisa ekstrak air dari

residu bahan peledak pada puing-puing suatu ledakan dan adakalanya juga

digunakan ekstrak methanol-air, sedangkan detector yang digunakan dapat

berupa electro chemical (EC), konduktivitas dan detector UV. Untuk

menganalisa residu bahan peledak slurry explosive dan bom pipa yang

mengandung black powder atau campuran klorat gula dapat terdetonasi jika

dalam pipa logam. Residu dari bahan peledak ini dapat dianalisa dengan

Kromatografi Ion atau dengan XRD dan kedua hasil ini kemudian dibandingkan.

Hasil analisa dengan Kromatografi Ion dapat memberikan beberapa informasi

dan beberapa ion dapat diidentifikasi dengan Kromatografi tetapi tidak dengan

XRD seperti perubahan dari ClO3- menjadi Cl- selama preparasi sample untuk

XRD. Metode XRD sangat baik digunakan untuk sample atau residu kering atau

powder yang mana dapat dihitung untuk perubahannya.

Interpretasi dari Kromatografi Ion terhadap sample pasca ledakan adalah

sulit karena faktanya konsentrasi relative dari ion dalam residunya berbeda dari

konsentrasi relative yang tidak meledak. Ion-ion yag dihasilkan selama peledakan

adalah sulit diprediksi karena ada kalanya terbentuk ion yang tidak ada digunakan

pada bahan peledak tersebut. Sebagai contoh nyata adalah adanya ion NO3- yang

dihasilkan dari ledakan bahan peledak campuran klorat dengan gula.

Kemungkinan nitrogen dan oksigen diudara bereaksi pada kondisi ekstrim

akibat ledakan membentuk ion nitrit (NO2-) yang kemudian teroksidasi menjadi

ion NO3-. Ion Chromatography telah digunakan untuk beberapa percobaan

peledakan bahan peledak komersial seperti black powder, pyrodex, black powder

rakitan, dan campuran klorat dengan gula.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Bahan Peledak kecil

Masing-masing dari ke-4 campuran bahan peledak tersebut ditempatkan

pada pipa logam kemudian didetonasi dan diekstraksi dengan air terhadap

fragmentasi pipanya dan selanjutnya dianalisa dengan Kromatografi Ion.

Dari black powder diperoleh ion NO3- original dalam powder dan ion

NO2- dan SO4

- terbentuk dalam pembakaran juga dapat diidentifikasi. Dari

pyrodex dan klorat juga diperoleh ion klorat murni dan ion Cl- dihasilkan pada

reaksi peledakan tersebut. Sedangkan kation yang diperoleh dari ke-empat jenis

bahan peledak tersebut adalah ion K+ dan Na+.

Kromatografi Ion dengan indirect UV detection telah digunakan untuk

analisa anion yang terbentuk selama burning dari campuran pyrotechnic yang

komersial dan diperoleh hasil analisa NO2-, SO4

2-, S2-, CNS- dan CO32-, untuk

residu black powder dan ion NO2-, ClO3

-, NO3-, SO4

2-, S2-, CNS-, ClO42-, dan

CO32- untuk residu pyrodex .

Dengan menggunakan Capillary Electro Phoresisis (CE), Kromatografi

Ion telah dilakukan analisa terhadap beberapa campuran bahan peledak yang

diledakkan dengan bom pipa yaitu untuk campuran kalium klorat vaseline

diperoleh Cl- dan ClO3-, sedangkan untuk campuran black powder diperoleh hasil

ion-ion Cl-, NO2-, SO4

2-, HCO3-, CNS- dan CNO- ( Yinon and Zitrin,1993).

Universitas Sumatera Utara