BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

64
ANALISA KADAR ZAT PEWARNA KUNING PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR-PASAR DI MEDAN, TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: Veronica Margaret Sihombing NIM. 021000006 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 Veronica Margaret Sihombing : Analisa Kadar Zat Pewarna Kuning Pada Tahu Yang Dijual Di Pasar-Pasar..., 2008 USU Repository © 2009

Transcript of BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

Page 1: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

ANALISA KADAR ZAT PEWARNA KUNING PADA

TAHU YANG DIJUAL DI PASAR-PASAR DI MEDAN,

TAHUN 2008

SKRIPSI

Oleh:

Veronica Margaret Sihombing

NIM. 021000006

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008

Veronica Margaret Sihombing : Analisa Kadar Zat Pewarna Kuning Pada Tahu Yang Dijual Di Pasar-Pasar..., 2008 USU Repository © 2009

Page 2: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

2

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul :

ANALISA KADAR ZAT PEWARNA KUNING PADA TAHU YANG

DIJUAL DI PASAR-PASAR DI MEDAN, TAHUN 2008

Yang dipersiapkan dan diseminarkan oleh :

Veronica Margaret Sihombing

NIM. 021000006

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan di hadapan

peserta seminar

Bagian Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Dosen Pembimbing Skripsi

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Devi Nuraini Santi, Mkes Dr. Surya Dharma, MPH NIP. 132206389 NIP. 131655125

Page 3: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

3

ABSTRAK

Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai dan dikenal masyarakat sebagai makanan sehari-hari yang umumnya sangat digemari serta mempunyai daya cerna yang tinggi. Pada proses pembuatan tahu produsen cenderung menambahkan pewarna kuning untuk memperbaiki penampakan makanan sehingga memberi kesan menarik bagi konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan kadar pewarna kuning pada tahu kuning yang dijual di sepuluh pasar di Medan yaitu Pasar Simpang Melati, Pasar Sei Sikambing, Pasar Kampung Lalang, Pasar Petisah, Pasar Sambas, Pasar Sukaramai, Pasar Simpang Limun, Pasar Perguruan, Pasar Rame, Pasar Kampung Keling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif. Berdasarkan data primer yang diperoleh dari sepuluh pasar dilakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif terhadap kandungan pewarna pada tahu kuning. Penentuan jenis pewarna dilakukan dengan metode ekstraksi dan penentuan kadar pewarna dilakukan dengan metode gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh sampel yang diperiksa dari kesepuluh pasar maka diperoleh dalam enam sampel terdapat pewarna alami dan empat lainnya menggunakan pewarna sintetik methanyl yellow dengan kadar pewarna tertinggi yaitu 0,0029 mg/kg dan terendah yaitu 0,0002 mg/kg. Berdasarkan pemeriksaan terhadap tahu kuning diperoleh kenyataan bahwa penggunaan pewarna kuning berbahaya seperti methanyl yellow pada tahu kuning masih banyak digunakan oleh produsen yang bertujuan untuk memperbaiki penampakan makanan sehingga memberi kesan menarik bagi konsumen, hal ini tidak sesuai dengan peraturan yang telah ada serta mempunyai dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Perlu adanya penyuluhan, pengawasan dan evaluasi berkala dan konsisten bagi para produsen tahu tentang penggunaan pewarna kuning pada tahu kuning yang tidak membahayakan kesehatan. Kata kunci : Tahu kuning, Pewarna Kuning

Page 4: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : VERONICA MARGARET SIHOMBING

Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar/25 Maret 1984

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Bersaudara : 2 (dua) orang

Alamat Rumah : Jl. Gereja No.77B, Pematangsiantar-21125

Riwayat Pendidikan :

1. TK Kalam Kudus Pematangsiantar 1989 – 1990

2. SD Kalam Kudus Pematangsiantar 1990 – 1996

3. SMP Bintang Timur Pematangsiantar 1996 – 1999

4. SMU Budi Mulia Pematangsiantar 1999 – 2002

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2002 – 2008

Page 5: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul : “Analisa Kadar zat Pewarna Kuning pada Tahu yang dijual di

Pasar di Medan Tahun 2008”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini mungkin masih

terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan kritik dan

saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dan memperkaya materi skripsi

ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak yaitu secara moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

2. Ir. Indra Chahaya S., M.Si, selaku Kepala Bagian Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Devi Nuraini Santi, Mkes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan dr. Surya

Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

4. Dra. Nurmaini, MKM, selaku dosen Pembimbing Akademi di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Page 6: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

6

5. Seluruh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

beserta seluruh pegawai dan karyawan terkhusus Kak Dian yang membantu

dalam kelancaran skripsi ini.

6. Dra. Norma Sinaga, selaku Kepala Laboratorium Toksikologi Kesehatan Medan

yang telah memberikan petunjuk dan saran dalam penelitian penulis.

7. Prof.Dr.Harlem Marpaung selaku Kepala Bagian Laboratorium Kimia Analitik

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak, Mama, Kak Vera, Bang Hisar serta keponakan terkasih dan juga Adi Guna

Tarigan tersayang. Terimakasih untuk segenap kasih sayang yang dituangkan

dalam doa dan dukungan moril serta materil yang tiada hentinya kepada penulis.

9. Seluruh teman-teman angkatan ’02 terkhusus teman-teman K’Sandes, Eva,

Wawa, Ani serta Yanti dan Arta dan juga KK Tamariska. Terima kasih untuk doa

dan dukungannya kepada penulis.

10. Teman-teman Tim Fasilitator UKM KMK USU terkhusus periode 2006/2007

serta seluruh koordinasi UP POMK FKM USU terkhusus periode 2005/2006.

11. Semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini yang tidak bisa penulis

sebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang.

Medan, Juni 2008

Penulis

VERONICA MARGARET S.

Page 7: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

7

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan .......................................................................... i

Abstrak ................... ........................................................................... ii

Riwayat Hidup Penulis...................................................................... iii

Kata Pengantar ....... .......................................................................... iv

Daftar Isi ................ .......................................................................... vi

Daftar Tabel ........... ........................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................ 1

1.2. Perumusan Masalah ........................................................ 3

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................ 4

1.3.1. Tujuan Umum .............................................................. 4

1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................. 4

1.4. Manfaat Penelitian .......................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asal Mula Tahu............................................................... 5

2.2. Syarat Kualitas Tahu....................................................... 6

2.3. Aneka Tahu Komersial ................................................... 8

2.4. Pembuatan Tahu............................................................ 10

2.4.1. Tahap Persiapan ......................................................... 10

2.4.2. Tahap Proses Produksi ............................................... 14

2.4.3. Tahap Finishing.......................................................... 19

2.5. Pewarna Makanan ......................................................... 20

2.5.1. Peraturan Pemakaian Zat Pewarna untuk Makanan... 23

2.6. Pewarna pada Tahu ....................................................... 28

2.7. Dampak Zat Pewarna pada Kesehatan.......................... 30

2.8. Kerangka Konsep.......................................................... 32

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 33

Page 8: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

8

3.2.1. Lokasi Penelitian........................................................ 33

3.2.2. Waktu Penelitian ........................................................ 33

3.3. Objek Penelitian............................................................ 33

3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................... 34

3.4.1. Data Primer ................................................................ 34

3.4.2. Data Sekunder ............................................................ 34

3.5. Defenisi Operasional..................................................... 34

3.6. Pemeriksaan Pewarna.................................................... 35

3.6.1. Penentuan Jenis Zat Pewarna pada Tahu Kuning ..... 35

3.6.2. Penentuan Kadar Zat Pewarna pada Tahu Kuning .... 37

3.7. Pengolahan dan Analisa Data........................................ 39

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif......................................... 40

4.2. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif....................................... 42

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif......................................... 45

5.2. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif....................................... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ................................................................... 50

6.2. Saran.... ......................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

9

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Zat pewarna bagi Makanan dan Minuman yang Diijinkan di

Indonesia ............. ......................................................................... 25

Tabel 2.2. Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya

dalam Obat dan Makanan.............................................................. 26

Tabel 2.3. Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Bahan Makanan

Berupa Zat Pewarna Kuning Buatan yang Diijinkan.................... 27

Tabel 2.4. Pewarna Makanan yang Dapat Digunakan dalam Pembuatan

Tahu .................... ......................................................................... 29

Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Jenis Pewarna pada Tahu Kuning yang Dijual

di Pasar-pasar di Medan Tahun 2008............................................ 40

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna Kuning pada Tahu Kuning yang

Dijual di Pasar-pasar di Medan Tahun 2008................................. 41

Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Kuning pada Tahu

Kuning yang Dijual di Pasar-pasar di Medan Tahun 2008

dalam Satuan Volume ................................................................... 42

Tabel 4.4. Density Larutan yang Mengandung Pewarna ................................ 44

Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Kuning pada Tahu

Kuning yang Dijual di Pasar-pasar di Medan Tahun 2008 dalam

Satuan Berat ........ ......................................................................... 44

Page 10: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

10

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan

sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar makanan

tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman

dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan

kesehatan bahkan keracunan (Sjahmien, 1992).

Salah satu makanan yang mengandung zat gizi adalah tahu. Tahu merupakan

makanan yang populer di masyarakat Indonesia walaupun asalnya dari Cina.

Kepopuleran tahu tidak hanya terbatas karena rasanya enak, tetapi juga mudah untuk

membuatnya dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk masakan serta harganya

murah.

Selain itu, tahu merupakan salah satu makanan yang menyehatkan karena

kandungan proteinnya yang tinggi serta mutunya setara dengan mutu protein hewani.

Hal ini bisa dilihat dari NPU (Net Protein Utility) tahu yang mencerminkan

banyaknya protein yang dapat dimanfaatkan tubuh, yaitu sekitar 65 persen

(Anonimous, 2005).

Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein

kedelai. Tahu dikenal masyarakat sebagai makanan sehari-hari yang umumnya sangat

digemari serta mempunyai daya cerna yang tinggi (Koswara, 1992).

Oleh karena itu, tahu dapat dikonsumsi oleh segala lapisan masyarakat dan

ikut menunjang peranan dalam pola makanan sehari-hari di Indonesia sebagai lauk

Page 11: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

11

pauk dan juga makanan ringan. Tahu juga mengandung zat gizi yang penting lainnya,

seperti lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang tinggi (Winarno, 1983).

Selain memiliki kelebihan, tahu juga mempunyai kelemahan yaitu

kandungan airnya yang tinggi sehingga mudah rusak karena mudah ditumbuhi

mikroba. Untuk memperpanjang masa simpan, kebanyakan industri tahu yang ada di

Indonesia menambahkan pengawet. Bahan pengawet yang ditambahkan tidak terbatas

pada pengawet yang diizinkan, tetapi banyak pengusaha yang menambahkan

formalin. Selain itu banyak juga yang menambahkan pewarna methanyl yellow.

Formalin dan methanyl yellow merupakan bahan tambahan makanan yang dilarang

penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes)

Nomor 1168/Menkes/PER/1999 (Mudjajanto, 2005).

Pewarna makanan merupakan bahan makanan tambahan pangan yang dapat

memperbaiki penampakan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan

mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi

konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan

warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan.

Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan

sintetik. Pewarna alami yang dikenal di antaranya adalah daun suji (warna hijau),

daun jambu/daun jati (warna merah), dan kunyit untuk pewarna kuning. Kelemahan

pewarna alami ini adalah warna yang tidak homogen sehingga sulit menghasilkan

warna yang stabil serta ketersediaannya yang terbatas, sedangkan kelebihannya

adalah aman untuk dikonsumsi (Syah, 2005).

Page 12: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

12

Jenis lain adalah pewarna sintetik. Pewarna jenis ini mempunyai kelebihan,

yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena hanya

memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, kekurangannya adalah jika pada

saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya. Selain itu,

khusus untuk makanan di Indonesia, terutama industri kecil dan industri rumah

tangga, makanan masih sangat banyak mengunakan pewarna non makanan (pewarna

untuk pembuatan cat dan tekstil) (Mudjajanto, 2005).

Dari hasil penelitian G. Nainggolan-Sihombing (2001), yaitu beberapa

macam makanan terolah berwarna kuning yang dijual di Jakarta telah diperiksa

mengenai bahan pewarna yang digunakan. Ditemukan bahwa tempe dan tahu

mengandung bahan pewarna non-pangan methanyl yellow.

Penelitian Tresniani (2003) di Tangerang menunjukkan terdapat 20 industri

tahu yang terdiri dari 11 industri tahu kuning dan sembilan industri memproduksi

tahu putih. Kandungan formalin tahu berkisar dari 2-666 ppm, sedangkan kandungan

methanyl yellow-nya terdapat pada tiga jenis tahu yang semuanya diperoleh dari

pasar, yaitu berkisar antara 3,41-10,25 ppm (Mudjajanto, 2005).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan yaitu

bahwa di beberapa kota telah ditemukan tahu yang mengandung zat pewarna non

pangan, untuk itu perlu diketahui jenis dan kadar zat pewarna kuning yang digunakan

pada tahu yang dijual di beberapa pasar di kota Medan memenuhi persyaratan atau

tidak.

Page 13: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

13

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan zat pewarna yang digunakan pada tahu kuning

yang dijual di beberapa pasar di kota Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jenis zat pewarna kuning yang terdapat dalam tahu kuning

yang dijual di beberapa pasar di kota Medan.

2. Untuk mengetahui kadar zat pewarna kuning yang terdapat dalam tahu kuning

yang dijual di beberapa pasar di kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi konsumen untuk mengetahui keamanan

mengkonsumsi tahu kuning juga sebagai petunjuk bagi produsen dalam hal

memproduksi produknya.

2. Sebagai bahan masukan kepada penelitian selanjutnya dalam meneliti masalah

tahu.

3. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, Badan

POM, Perusahaan Daerah Pasar tentang pemakaian zat pewarna pada tahu

kuning yang dijual di beberapa pasar tradisional di kota Medan.

Page 14: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asal Mula Tahu

Budaya makan tahu berasal dari Cina karena istilah tahu berasal dari Cina

tao-hu atau te-hu. Suku kata tao atau teu berarti kedelai, sedangkan hu berarti lumat

menjadi bubur. Secara harafiah, tahu berarti makanan dengan bahan baku kedelai

yang dilumatkan menjadi bubur.

Tahu tergolong makanan kuno dan berdasarkan pustaka kuno dari Cina dan

Jepang, pembuatan tahu dan susu kedelai pertama kali diperkenalkan oleh Liu An

pada tahun 164 SM, pada zaman pemerintahan dinasti Han. Liu An yang adalah

filsuf, guru, ahli hukum dan ahli politik dan juga mempelajari kimia dan meditasi ini

kemudian memperkenalkan tahu kedelai temuannya kepada para biksu. Oleh para

biksu cara membuat tahu ini disebarkan ke seluruh dunia sambil mereka

menyebarkan agama Budha. Sekarang produk ini telah dikenal seantero dunia dengan

berbagai nama. Di Jepang lazim disebut tohu, di negara-negara berbahasa Inggris

bernama soybean curd dan tofu.

Industri tahu di Indonesia mulai berkembang kemungkinan sejak kaum

emigrant Cina menetap dan bermukim di tanah air ini. Usaha ini dikembangkan

sebagai mata pencaharian dan tumpuan hidup (Sarwono, 2005 ).

Veronica Margaret Sihombing : Analisa Kadar Zat Pewarna Kuning Pada Tahu Yang Dijual Di Pasar-Pasar..., 2008 USU Repository © 2009

Page 15: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

15

2.2. Syarat Kualitas Tahu

Tahu merupakan pekatan protein kedelai dalam keadaan basah. Komponen

terbesarnya terdiri atas air dan protein. Berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII)

No. 0270-80, ditetapkan persyaratan mengenai standar kualitas tahu.

Standar kualitas tahu dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Air

Air yang digunakan dalam proses pengolahan dan pengawetan makanan

serta minuman, baik yang digunakan secara langsung (ditambahkan dalam produk),

maupun tidak langsung (digunakan dalam proses pencucian, perendaman, dan

sebagainya), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau;

b. bersih dan jernih;

c. tidak mengandung logam/bahan kimia berbahaya; dan

d. memiliki derajat kesadahan nol.

2. Protein

Komponen utama yang menentukan kualitas produk tahu adalah kandungan

proteinnya. Dalam Standar Mutu Tahu, ditetapkan kadar minimal protein dalam tahu,

yakni sebesar 9% dari berat tahu.

3. Abu

Abu dalam tahu merupakan unsur mineral yang terkandung dalam kedelai.

Bila kadar abu terlalu tinggi, berarti telah tercemar oleh kotoran, misalnya : tanah,

pasir, dan lain-lain, yang mungkin disebabkan oleh cara penggunaan batu tahu yang

kurang benar. Garam (NaCl) termasuk dalam kelompok abu, namun keberadaan

Page 16: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

16

garam dalam produk tahu merupakan hal yang disengaja, dengan tujuan untuk

meningkatkan kualitas, daya tahan, dan cita rasa. Kecuali garam, kadar abu yang

diperbolehkan ada dalam tahu adalah 1% dari berat tahu.

4. Serat kasar

Serat kasar dalam produk tahu dapat berasal dari ampas kedelai dan kunyit

(pewarna). Adapun kadar maksimal serat kasar yang diizinkan adalah 0,1% berat

tahu.

5. Logam berbahaya

Logam berbahaya (As, Pb, Mg, Zn) yang terkandung dalam tahu antara lain

dapat berasal dari air yang tidak memenuhi syarat standar air minum serta peralatan

yang digunakan, terutama alat penggilingan.

6. Zat pewarna

Bahan pewarna yang beredar di pasaran sudah ditentukan penggunaannya,

misalnya untuk tekstil, kulit, cat, kertas, makanan, dan lain-

lain. Pewarna yang boleh digunakan dalam pembuatan tahu hanyalah pewarna alami

(kunyit) serta pewarna yang diproduksi secara khusus untuk makanan.

7. Bau dan rasa

Adanya penyimpangan bau dan rasa menandakan telah terjadinya kerusakan

(basi/busuk) ataupun pencemaran oleh bahan lain.

8. Lendir dan jamur

Keberadaan lendir dan jamur pada tahu menandakan adanya kerusakan atau

kebusukan.

Page 17: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

17

9. Bahan pengawet

Untuk memperpanjang masa simpan, tahu dapat dicampur bahan pengawet

yang diizinkan berdasarkan SK Menteri Kesehatan, antara lain sebagai berikut.

a. Natrium (sodium) benzoat, dengan dosis 0,1%.

b. Nipagin (para amino benzoic acid/PABA), dengan dosis maksimal 0,08%

c. Asam propionat, dengan maksimal 0,3%.

10. Bakteri coli

Bakteri ini dapat berada dalam produk tahu bilamana dalam proses

pembuatannya digunakan air yang tidak memenuhi syarat standar air minum.

2.3. Aneka Tahu Komersial

Tahu diperdagangkan dengan berbagai variasi bentuk, ukuran dan nama.

Selain tahu putih dan tahu biasa, di pasar juga dikenal berbagai tahu komersial yang

sudah memiliki nama dan berciri khas. Misalnya tahu sumedang, tahu bandung, tahu

cina, tahu kuning, tahu takwa, maupun tahu sutera (Sarwono, 2005).

1. Tahu Sumedang

Tahu Sumedang disebut juga tahu pong atau tahu kulit. Tahu ini merupakan

lembaran-lembaran tahu putih setebal sekitar 3 cm dengan tekstur lunak dan

kenyal. Tahu putih ini disimpan dalam wadah yang telah berisi air. Tahu putih

yang siap olah biasanya dipotong kecil-kecil sebelum digoreng. Tahu gorengnya

berupa tahu kulit yang lunak dan kenyal. Isinya kosong (kopong – Jawa)

sehingga disebut tahu pong. Tahu Sumedang biasanya dikonsumsi sebagai

makanan ringan dan dilalap dengan cabai rawit.

Page 18: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

18

2. Tahu Bandung

Tahu Bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal,

warnanya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu digoreng

dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan. Tahu ini enak dimakan dengan

lalap cabai rawit.

3. Tahu Cina

Tahu Cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus dan kenyal

dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm. Ukuran dan

bobot tahu relatif seragam karena proses pembuatannya dicetak dan dipres

dengan mesin. Dalam pembuatannya, digunakan sioko (kalsium sulfat) sebagai

bahan penggumpal protein sari kedelainya.

4. Tahu Kuning

Tahu kuning mirip tahu Cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning

dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam

masakan cina.

5. Tahu Takwa

Tahu Takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Kalau ditekan,

tahunya terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya sama

dengan tahu biasa, hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan, terutama pada

perendaman kedelai dan pengepresan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal

yang berbiji kecil-kecil. Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka.

Sebelum dipasarkan, tahu takwa dimasak atau dicelup beberapa menit

dalam air kunyit mendidih sehingga warnanya menjadi kuning. Tahu dijual dan

Page 19: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

19

disimpan dalam keadaan kering tanpa perlu direndam air seperti tahu putih

biasa.

6. Tahu Sutera

Di pasar swalayan, dapat ditemukan tahu sutera, tahu jepang, atau tofu.

Tahu ini sangat lembut dan lunak. Ulu tahu ini mudah sekali rusak sehingga

harus diolah. Namun, sekarang proses pembuatannya lebih modern sehingga

produknya lebih tahan lama. Oleh karenanya, tahu sutera sekarang disebut juga

long life tofu. Tahu yang berasal dari Jepang ini biasanya dikonsumsi sebagai

makanan penutup (dessert) dan disajikan sirup jahe agar cita rasanya lebih lezat.

2.4. Pembuatan Tahu

Secara umum, proses pembuatan tahu terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap

persiapan, tahap proses produksi, dan tahap finishing (Suprapti, 2005).

1. Tahap Persiapan

Kegiatan pokok pada tahap persiapan meliputi persiapan bahan baku dan

persiapan bahan penggumpal.

a. Persiapan bahan Baku

Agar proses pembuatan tahu dapat berjalan lancar, maka bahan baku perlu

dipersiapkan terlebih dahulu. Urutan langkah kerja kegiatan persiapan kedelai

sebagai bahan baku adalah sebagai berikut.

1) Pembersihan

Biji-biji kedelai dari pasar biasanya tercampur dengan berbagai

kotoran,misalnya kerikil, butiran tanah, kulit ataupun batang kedelai. Agar tidak

Page 20: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

20

ikut tergiling, kotoran tersebut harus disisihkan (dibersihkan) terlebih dahulu.

Kotoran yang kering dan ringan (kulit dan batang-batang kedelai) dapat

dipisahkan dengan cara ditampi. Sementara, pembersihan kotoran yang berat,

misalnya kerikil dan butiran tanah, harus dilakukan dengan tangan.

2) Pengeringan

Tingkat kekeringan pada kedelai kering hanya cukup untuk memenuhi syarat

penyimpanan atau pengawetan, namun belum cukup untuk kedelai yang akan

diproses menjadi tahu. Pengeringan lanjut dapat dilakukan dengan cara

penjemuran ataupun pemanasan dalam oven dengan suhu 40° C - 60° C. Kedelai

yang akan dikeringkan ditebarkan ke atas perangkat penjemuran ataupun lengser

aluminium. Pengeringan dilakukan hingga kulit luar kedelai pecah-pecah. Waktu

pengeringan atau penjemuran berkisar antara 3 – 7 hari berturut-turut, tergantung

kondisi sinar matahari. Tujuan utama proses pengeringan biji kedelai adalah

untuk mepermudah pelepasan kulit kedelai dalam proses penggilingan.

3) Pemisahan kulit

Setelah kedelai dikeringkan, maka pemisahan kulit kedelai akan mudah

dilakukan dengan cara menampinya.

4) Pelunakan

Agar kedelai mudah hancur pada saat penggilingan dan dapat diperoleh sari

kedelai dalam jumlah maksimal, perlu dilakukan penambahan bahan kimia

pelunak yang berupa soda kue. Larutan pelunak dibuat dengan mencampurkan

soda kue ke dalam air bersih mendidih dengan konsentrasi 5 g per 10 liter air

bersih dan diaduk-aduk agar seluruh soda kue larut. Larutan pelunak diperlukan

Page 21: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

21

sebanyak tiga kali volume kedelai yang akan dilunakkan. Untuk tiap 10 kg

kedelai kering, diperlukan larutan pelunak sebanyak ± 30 liter. Pelunakan biji

kedelai dilakukan dengan merendam kedelai kering pecah-pecah dalam larutan

pelunak yang masih panas selama 6 - 24 jam atau sampai kedelai cukup lunak.

Apabila diperlukan, kedelai dapat dimasukkan pada saat larutan pelunak masih

mendidih dan dibiarkan beberapa saat hingga mendidih kembali.

5) Pencucian dan Penirisan

Setelah kedelai mengembang dan cukup lunak, segera diangkat dari dalam

larutan pelunak, dicuci, serta dibilas beberapa kali agar benar-benar bersih. Soda

kue yang masih tersisa akan dapat menyebabkan rasa pahit, maka kedelai tersebut

harus ditiriskan. Kedelai tanpa kulit yang telah lunak akan menghasilkan tahu

yang kenyal dan dalam jumlah yang maksimal dengan limbah berupa ampas yang

minimal. Bahkan, dimungkinkan tanpa menyisakan ampas sama sekali.

b. Persiapan Bahan Penggumpal

Proses pembuatan tahu memerlukan bahan penggumpal untuk

menggumpalkan protein yang masih tercampur di dalam sari kedelai. Dengan

demikian, akan diperoleh bubur tahu yang dapat dicetak. Bahan penggumpal

dapat berupa asam cuka encer, batu tahu (sioh koo) atau kalsium sulfat, ataupun

cairan sisa (whey). Untuk memilih bahan penggumpal yang tepat, perlu

mengetahui terlebih dahulu mengenai daya gunanya, kemudahan penyediaan dan

penggunaannya, serta keuntungan dari sisi ekonominya.

Langkah pemrosesan masing-masing bahan hingga menjadi bahan

penggumpal protein adalah sebagai berikut.

Page 22: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

22

1) Alternatif I

Pada alternatif I, digunakan bahan baku berupa asam cuka keras. Asam

cuka ini perlu diencerkan terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan agar

penggumpalan berjalan dengan lancar dan merata. Sebenarnya, asam cuka pekat

juga bisa digunakan untuk menggumpalkan protein namun digunakan dalam

volume yang sangat kecil yaitu hanya 0,5 ml untuk 1 liter sari kedelai. Mengingat

volume yang sangat kecil tersebut, dikhawatirkan akan terjadi penggumpalan

pada saat pencampuran belum merata, sehingga sisa asam cuka terperangkap

dalam gumpalan protein (tahu).

Bahan penggumpal protein alternatif pertama ini dibuat dengan cara

sebagai berikut.

a) Siapkan 200 cc atau 200 ml asam cuka keras dalam wadah yang

terbuat dari kaca/gelas, plastik, ataupun email.

b) Campurkan sedikit demi sedikit air bersih sebanyak 500 cc sambil

diaduk.

c) Bahan penggumpal protein (alternatif I) siap digunakan dengan

ketentuan : tiap cc asam cuka encer dapat digunakan untuk

menggumpalkan protein dari 1 liter kedelai.

2) Alternatif II

Pada alternatif II, digunakan bahan baku berupa batu tahu. Bahan tambang

yang berbentuk seperti lempengan pecahan kaca yang tidak beraturan ini sering

disebut gips. Agar dapat digunakan sebagai bahan penggumpal protein, maka gips

tersebut perlu diproses sebagai berikut.

Page 23: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

23

a) batu tahu berbentuk pecahan kaca dibakar beberapa saat, kemudian

ditumbuk halus (dihancurkan) dan diayak menjadi serbuk berwarna

putih (serbuk gips).

b) Serbuk gips dilarutkan dalam air bersih hingga jenuh (tidak mampu lagi

melarutkan serbuk).

c) Larutan jenuh batu tahu dibiarkan beberapa saat agar butir-butir serbuk

yang tidak dapat larut mengendap di dasar wadah. Kemudian, endapan

dipisahkan dan diambil cairan jernihnya. Cairan jernih inilah yang

kemudian digunakan sebagai bahan penggumpal protein.

3) Alternatif III

Pada alternatif III ini hampir tidak perlu dilakukan kegiatan apapun, karena hanya

diperlukan pemisahan sebagian dari cairan sisa penggumpalan (whey), sementara

yang lainnya dibuang atau dimanfaatkan untuk pupuk, pakan ternak, dan sebagainya.

Kemudian whey yang telah dipisahkan disimpan selama 24 jam ( 1 hari 1 malam),

dan pada hari berikutnya sudah mampu berperan sebagai bahan penggumpal protein.

Umumnya, di lapangan whey lebih banyak dipilih karena sudah tersedia di lokasi

setempat. Selain itu, tidak diperlukan biaya dan penanganan khusus.

2. Tahap proses produksi

Urutan proses pengolahan kedelai menjadi produk tahu adalah sebagai berikut.

a. Kedelai lunak siap pakai

Kedelai yang telah diproses pada tahap persiapan telah menjadi kedelai lunak

siap pakai. Dalam hal ini, di beberapa industri kecil tahu dilakukan

pemrosesan kedelai secara langsung tanpa mengalami tahap persiapan terlebih

Page 24: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

24

dahulu. Kedelai hanya direndam beberapa saat dan kemudian langsung

digiling. Dengan cara demikian, ampas yang diperoleh akan relatif lebih

banyak dibandingkan dengan tahunya.

b. Pembuatan bubur kedelai

Untuk mendapatkan sari kedelai, kedelai lunak harus dihancurkan terlebih

dahulu melalui proses penggilingan. Proses pembuatan bubur kedelai adalah

sebagai berikut.

1) Penggilingan

Kedelai dapat digiling dengan menggunakan mesin penggiling atau

dengan gilingan batu. Selama proses penggilingan berlangsung harus selalu

dikucur air panas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan

bubur kedelai adalah sebagai berikut.

a) Penggilingan kedelai dilakukan setelah proses pengupasan kulit kedelai.

Dengan demikian, penggilingan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan

hasil yang diperoleh lebih halus/lembut, serta rendemen lebih tinggi.

b) Selama proses penggilingan selalu dilakukan penyiraman dengan air

sedikit demi sedikit (sebaiknya digunakan air mendidih untuk

mempertinggi rendemen dan sekaligus menghilangkan bau langu kedelai).

2) Pengukuran volume bubur kedelai

Hasil penggilingan berupa bubur kedelai ditampung, kemudian diukur

volumenya dengan menggunakan alat ukur pengganti, misalnya bak plastik.

Page 25: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

25

3) Pengenceran

Pengenceran bubur kedelai dilakukan dengan air bersih. Volume air bersih

yang ditambahkan sama dengan volume bubur kedelai yang akan diencerkan.

Pengadukan perlu dilakukan agar pencampuran terjadi secara merata.

c. Perebusan bubur kedelai

Perebusan bubur kedelai memerlukan api besar sehingga digunakan kompor

brander. Dalam perebusan ini, dilakukan proses pendidihan sebanyak dua kali.

Pada saat terbentuk busa pada permukaan bubur kedelai (pendidihan pertama),

segera disiramkan air bersih dingin secukupnya secara merata di seluruh

permukaan. Dengan demikian, busa tersebut tidak akan meluap keluar namun

akan turun kembali, sementara api tetap menyala besar. Pada saat timbul busa lagi

untuk yang kedua kalinya (pendidihan kedua), berarti perebusan bubur kedelai

sudah dianggap cukup dan api bisa dimatikan.

d. Penyaringan

Bubur kedelai dalam kondisi panas akan disaring dengan saringan gantung

yang terbuat dari kain. Cairan sari kedelai hasil penyaringan akan tertampung

dalam bak penggumpalan. Ampas diperoleh setelah dibilas dan diperas kuat-kuat.

Ampas tersebut masih mengandung 10% - 17% protein, sehingga sayang

apabila tidak dimanfaatkan. Ampas yang dihasilkan dikumpulkan jadi satu dan

masih dapat dimanfaatkan untuk membuat tempe, oncom, makanan ternak,

tepung bubur balita, dan tepung kedelai.

Page 26: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

26

e. Penggumpalan protein sari kedelai

Cairan sari kedelai yang masih panas (± 70ºC) dicampur pelan-pelan dan

sedikit demi sedikit dengan bahan penggumpal yang sudah disiapkan sebelumnya.

Bahan penggumpal mula-mula ditempatkan dalam sendok besar yang digerakkan

ke seluruh bagian permukaan sari kedelai dengan posisi agak miring, sehingga

akan tumpah sedikit demi sedikit. Cairan sari kedelai yang semula berwarna putih

susu akan pecah dan di dalamnya terbentuk butiran-butiran protein yang akhirnya

akan bergabung membentuk gumpalan dan mengendap ke dasar bak (inilah yang

merupakan bakal tahu). Setelah itu, cairan akan menjadi bening. Bila keadaan

sudah demikian, berarti seluruh protein sudah menggumpal dan mengendap.

Secepatnya carian bening dipindahkan ke tempat penyimpanan cairan bekas. Agar

bubur tahu tidak terbawa serta, perlu diletakkan alat dari anyaman bambu atau

kain saring untuk membatasinya, sehingga seluruh cairannya dapat dipindahkan

dengan aman.

f. Pencampuran bahan tambahan

Bahan tambahan yang direncanakan akan dicampurkan (garam, pengawet,

flavor sintetis) segera dituangkan sedikit demi sedikit ke dalam bubur kedelai

sambil diaduk agar tercampur rata. Kegiatan pencampuran bahan tambahan ini

harus dilakukan secara cepat sebelum suhu bubur kedelai mengalami penurunan.

Suhu bubur kedelai harus dipertahankan tetap berada di atas 60ºC agar bubur

tetap dicetak dengan mudah.

Page 27: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

27

g. Pencetakan tahu

Dalam keadaan panas, pencetakan bubur harus segera dilakukan. Pencetakan

tersebut dilakukan sebagai berikut.

1) Cetakan disiapkan.

2) Kain saring diletakkan di atas cetakan secara merata hingga seluruh

permukaan cetakan tertutup kain saring.

3) Bubur tahu dalam keadaan panas dituangkan hingga penuh ke atas cetakan

yang telah dilapisi kain saring.

4) Setelah penuh, sisa kain saring ditangkupkan hingga menutup permukaan

bubur tahu dalam cetakan.

5) Alat kempa (pemberat) diletakkan di atas bubur tahu dalm cetakan agar

sebagian dari cairan tahu terperas keluar dan tahu yang dihasilkan cukup

keras.

6) Biarkan bubur tahu berada dalam cetakan selam 10 – 15 menit atau

sampai cukup keras dan tidak hancur apabila diangkat (biasanya pemberat

yang diletakkan di atasnya disesuaikan dengan ukuran/kekerasan tahu

yang diinginkan).

7) Selanjutnya, pemberat diambil dan kain saring dibuka, tahu segera

dipotong-potong sesuai ukuran yang dikehendaki (bila cetakannya berupa

lempengan). Potongan-potongan tahu selanjutnya direndam di air dingin

dalam bak yang terbuat dari logam tahan karat untuk selanjutnya

dipasarkan/didistribusikan.

Page 28: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

28

Dengan demikian, proses pembuatan tahu telah selesai dan dapat diteruskan

ke tahap finishing.

3. Tahap finishing

Kegiatan tahap finishing pada dasarnya meliputi beberapa kegiatan berikut:

pewarnaan, penambahan bahan pengawet, pengemasan, pasteurisasi, dan

penggorengan. Namun tidak semua jenis tahu memerlukan seluruh kegiatan finishing

tersebut. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan berkaitan dengan kegiatan

dalam tahap finishing , yaitu sebagai berikut.

a. Alternatif I ( Pewarnaan + Garam)

Tahu yang diwarnai umumnya hanya terbatas pada tahu yang dicetak agak

keras (padat) dan ditambah garam (agar lebih lezat) serta dipasarkan dengan harga

yang lebih tinggi. Warna kuning sering dianggap semacam code atau tanda khusus

bagi tahu yang berkualitas (wajar bila harganya lebih mahal). Warna kuning dapat

diperoleh dari penambahan bahan pewarna ataupun kunyit yang juga memiliki

kemampuan sebagai bahan pengawet. Pewarnaan dan penggaraman tahu dapat

dilakukan antara lain dengan cara sebagai berikut.

1. Pewarna, garam, dan air dicampur rata, kemudian dimasukkan ke dalam

wajan (untuk mempermudah pengadukan), dan dipanaskan hingga

mendidih.

2. Potongan tahu dimasukkan ke dalamnya, diaduk-aduk, dan pemanasan

dilanjutkan hingga warna kuning yang melekat dianggap cukup.

3. Selanjutnya, tahu diangkat dari dalam wajan dan ditiriskan.

Page 29: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

29

b.Alternatif II

Agar dapat menyajikan tahu dalam penampilan yang berbeda, beberapa

pengusaha tahu memilih menyajikan tahu siap saji dalam bentuk matang dan dengan

harga yang relatif murah karena menggorengnya tidak menggunakan minyak kelapa

melainkan dengan air mendidih. Adapun caranya adalah sebagai berikut.

1) Tahu yang telah keras dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan.

2) Wajan diisi air sebagaimana halnya minyak untuk menggoreng, kemudian

dipanaskan hingga mendidih.

3) Potongan tahu yang masih panas dimasukkan ke dalam wajan berisi air

mendidih dan “digoreng” (perlakuan sebagaimana menggoreng tahu) hingga

bagian yang menempel di dasar wajan menjadi cokelat, kemudian dibalik

dan seterusnya hingga seluruh permukaan berwarna cokelat dan matang.

Selanjutnya, tahu yang telah matang dan berwarna cokelat diangkat dari

dalam wajan dan ditiriskan.

2.5. Pewarna Makanan

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada

beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; di samping

itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain

dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang

sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat

baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau

memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya. Selain sebagai faktor yang

Page 30: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

30

ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau

kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan ditandai dengan

adanya warna yang seragam dan merata (Winarno, 1995).

Umumnya makanan dapat memiliki warna karena lima hal:

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, sebagai contoh

klorofil yang memberi warna hijau, karoten yang memberi warna jingga sampai

merah, dan mioglobin yang memberi warna merah pada daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan. Reaksi ini akan memberikan

warna cokelat sampai kehitaman, contohnya pada kembang gula karamel, atau pada

roti bakar.

3. Reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gugus amino protein dengan gugus karbonil

gula pereduksi, reaksi ini memberikan warna gelap misalnya pada susu bubuk yang

disimpan lama.

4. Reaksi senyawa organik dengan udara (oksidasi) yang menghasilkan warna hitam,

misalnya warna gelap atau hitam pada permukaan buah-buahan yang telah dipotong

dan dibiarkan di udara terbuka beberapa waktu. Reaksi ini dipercepat oleh adanya

kontak dengan oksigen.

5. Penambahan zat warna, baik alami maupun sintetik. Zat warna sintetik termasuk ke

dalam zat adiktif atau bahan makanan tambahan makanan (BTM) yang

penggunaannya tidak bisa sembarangan (Anonimous, 2004).

Pada tahun 1960 dikeluarkan peraturan mengenai penggunaan zat pewarna

yang disebut Color Additive Amandement yang dijadikan undang-undang. Dalam

Page 31: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

31

undang-undang ini zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color

dan uncertified color

1. Certified color

Ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake.

Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye telah

melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang ditetapkan FDA (Food and Drug

Act). Sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak

merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat.

a. Dye

Dye adalah zat pewarna yang pada umumnya bersifat larut dalam air dan

larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah

propilenglikol, gliserin atau alkohol. Dye terdapat dalam bentuk bubuk,

butiran, pasta, maupun cairan yang pengunaannya tergantung kondisi bahan,

kondisi proses, dan zat pewarnanya sendiri.

b. Lake

Diijinkan pemakaiannya sejak tahun 1959, dan penggunaannya meluas

dengan cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye)

dengan radikal bebas (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina atau

Al(OH)3. Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak

larut pada hampir semua pelarut. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut

dalam air, zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh

terkena air. Lake sering kali lebih baik digunakan untuk produk-produk

Page 32: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

32

yang mengandung lemak dan minyak. Daya mewarnai lake adalah dengan

membentuk disperse yang menyebar pada bahan yang diwarnai.

2. Uncertified Color Additive

Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat pewarna

mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten dan kantaxantin

yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya, zat pewarna ini bebas

dari prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang telah tetap. Satu-satunya zat

pewarna uncertified yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah carbon

black (Winarno, 1995).

2.5.1. Peraturan Pemakaian Zat Pewarna untuk Makanan

Uncertified color atau pewarna sintetik tidak dapat digunakan sembarangan.

Di negara maju, pewarna jenis ini harus melalui proses sertifikasi terlebih dahulu

sebelum digunakan pada bahan makanan.

Di Indonesia peraturan penggunaan zat pewarna sintetik baru dibuat pada

tanggal 22 Oktober 1973 melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK/73, sedangkan di

Amerika Serikat aturan pemakaian pewarna sintetik sudah dikeluarkan sejak tahun

1906. Peraturan ini dikenal dengan Food Drug and Act (FDA) yang mengijinkan

penggunaan tujuh macam zat pewarna sintetik, yaitu orange no. 1, erythrosine,

ponceau 3R, amaranth, indigotine, napthol – yellow, dan light green. Sejak itu

banyak pewarna lain yang mendapat izin untuk digunakan pada bahan makanan

setelah mengalami berbagai pengujian fisiologis. Pada tahun 1938 FDA

Page 33: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

33

disempurnakan menjadi Food, Drug, and Cosmetic Act (FD & C). Sejak itu zat

pewarna sintetik dibagi menjadi tiga kelompok: FD & C color, untuk makanan, obat-

obatan, dan kosmetik; D & C, untuk obat-obatan dan kosmetik (tidak dapat

digunakan untuk makanan); dan Ext D & C yang diizinkan untuk dipakai pada obat-

obatan dan kosmetik dalam jumlah yang dibatasi (Anonim, 2004).

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI telah mengeluarkan

Surat Keputusan tentang jenis pewarna alami dan sintetik yang diijinkan serta yang

dilarang digunakan dalam makanan pada tanggal 19 Juni 1979 No.

235/Menkes/Per/VI/79. Kemudian disusul dengan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan RI tanggal 1 Mei 1985 No. 239/Menkes/Per/V/85, yang berisikan jenis

pewarna yang dilarang. Dan terakhir telah dikeluarkan pula Surat Keputusan Menteri

Kesehatan No. 722/Menkes/Per/88, yang mengatur batas penggunaan maksimum dari

pewarna yang diijinkan untuk makanan.

Untuk menjamin pelaksanaan pengaturan tentang bahan tambahan makanan

ini, Departemen Kesehatan melakukan pengawasan makanan. Pengawasan bahan

tambahan makanan, selain ditujukan pada bahan tambahan makanan itu sendiri, juga

pada makanan yang mengandung bahan tambahan makanan. Pengawasan dilakukan

oleh Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman pada tingkat pusat oleh Kantor

Wilayah Departemen Kesehatan, Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan, serta Kantor

Departemen Kesehatan Daerah di tingkat daerah.

Selanjutnya di bawah ini diuraikan zat pewarna yang dinyatakan sebagai

Bahan Berbahaya Dalam Obat dan Makanan berdasarkan Keputusan Direktur

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Page 34: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

34

Berikut ini adalah pewarna yang diijinkan penggunaannya di Indonesia,

yaitu :

Tabel 2.1. Zat Pewarna bagi Makanan dan Minuman yang diijinkan di

Indonesia

Warna Nama Nomor Indeks Nama

I. Zat warna alam Merah Merah Kuning Kuning Kuning Kuning Hijau Biru Coklat Hitam Hitam Putih

II. Zat warna sintetik Merah Merah Merah Oranye Kuning Kuning Hijau Biru Biru Ungu

Alkanan Cochineal red (karmin) Annato Karoten Kurkumin Safron Klorofil Ultramarin Karamel Carbon Black Besi oksida Titanium oksida Carmoisine Amaranth Erythrosine Sunsetyellow FCF Tartrazine Quinelene yellow Fast Green FCF Brilliant blue FCF Indigocarmine (Indigotine) Violet GB

75520 75470 75120 75130 75300 75100 75810 77007

- 77266 77499 77891

14720 16185 45430 15985 19140 47005 42053 42090 42090 42640

Sumber : Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman (1994)

Page 35: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

35

Tabel 2.2. Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya dalam Obat dan Makanan

No. Nama Nomor Indeks Warna

(CI.NO) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

Auramin (CI basic Yellow 2) Alkanat Butter Yellow (CI Solvent Yellow 2) Black 7984 (Food Black 2) Burn Umber (CI Basic Orange 7) Chrysoidine (CI Basic Orange 2) Chrysoine (CI Food Yellow B) Citrus Red No.2 Chocolate Brown FB (Food Brown 2) Fast Red E (CI Food Red 4) Fast Yellow AB (CI Food Yelow 2) Guinea Green B (CI Acid Green No.3) Indanthrene Blue RS (CI Food Blue 4) Magenta (CI Basic Violet 14) Methanyl Yellow Oil Orange SS (CI Solvent Orange 2) Oil Orange XO (CI Solvent Orange 7) Oil Yellow AB (CI Solvent Yellow 5) Oil Yellow OB (CI Solvent Yellow 6) Orange G (CI Food Orange 4) Orange GGN (CI Food Orange 2) Orange RN (Food Orange 1) Orchil dan Orcein Ponceau 3R (CI Red 6) Ponceau SX (CI Red 1) Ponceau 6R (CI Red 8) Sudan I Rhodamin B Scarlet GN (Food Red 2) Violet GB

41000 75520 11020 27755 77491 11270 14270 12156

- 16045 13015 42085 69800 42510 13065 12100 12140 11380 11390 16230 15980 15970

- 16155 14700 16290 12055 45170 14815 42640

Sumber : SK Menteri Kesehatan RI No.239/Men.Kes/Per/V/85

Page 36: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

36

Tabel 2.3. Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Bahan Tambahan Makanan Berupa Zat Pewarna Kuning Buatan yang diijinkan

Nama Bahan Tambahan Makanan No

. Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Jenis/ Bahan Makanan

Batas Maksimum Penggunaan

1. Kuning FCF Sunset Yellow FCF C.I Food Yellow 3 FD&C Yellow 6 Food Yellow 5 C.I No. 15985

1. Jem atau jelli

2. Marmalad 3. Udang

kalengan 4. Buah pir kalengan 5. Buah prem

(plum) kalengan

6. Jem atau

jelli

200 mg/kg tunggal atau campuran dengan pewarna lain 200 mg/kg 30 mg/kg produk akhir (total campuran dengan pewarna lain) 200 mg/kg tunggal atau campuran dengan pewarna lain 300 mg/kg tunggal atau campuran dengan pewarna lain 200 mg/kg tunggal atau campuran dengan pewarna lain

Page 37: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

37

2. Tartrazine Tartrazine CI Food Yellow 4 Blue 2 FD&C Yellow No.5 C.I No. 19140

1. Lihat coklat HT 2. Yoghurt beraroma dan produk yang dipanaskan setelah fermentasi 3. Es krim dan sejenisnya 4. Buah pir kalengan 5. Ercis kalengan 6. Kapri kalengan

Lihat coklat HT 18 mg/kg tunggal atau campuran dengan pewarna lain 100 mg/kg produk akhir (total campuran dengan pewarna lain) 200 mg/kg tunggal atau campuran dengan pewarna lain 100 mg/kg

Sumber : Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/1988

2.6. Pewarna pada Tahu

Ada dua jenis pewarna makanan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik.

Produk tahu biasanya berwarna kuning. Pewarna kuning dapat menggunakan

pewarna alami atau pewarna buatan/sintetik makanan yang diizinkan penggunaannya

(Suprapti, 2005).

Pewarna alami tahu biasanya menggunakan ekstrak kunyit. Kunyit yang

berfungsi sebagai bahan pengawet, sebagaimana halnya dengan penambahan garam.

Pewarnaan tahu dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut (Suprapti, 2005).

a. Kunyit dicuci dan diparut. Hasil parutan direbus hingga mendidih,

kemudian disaring.

Page 38: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

38

b. Cairan kunyit tersebut selanjutnya digunakan untuk merebuis tahu

yang sudah selesai dicetak.

c. Kadang kala garam tidak ditambahkan pada bubur tahu, akan tetapi

ditambahkan pada air kunyit tersebut. Namun, rasa enak (gurih) tidak

sampai ke bagian dalam tahu.

Tahu yang diberi pewarna alami ini cukup mudah dikenali karena pada

permukaannya terdapat sedikit gumpalan-gumpalan dan beraroma khas kunyit. Para

pembuat tahu biasanya lebih suka menggunakan pewarna sintetik dari pada pewarna

alami karena lebih mudah penggunaannya dan warna tahu lebih cerah. Namun,

pewarna sintetik yang digunakan kadang kala bukan pewarna makanan, melainkan

pewarna cat atau kain yang bisa membahayakan kesehatan (Sarwono, 2005).

Tabel 2.4. Pewarna Makanan yang Dapat Digunakan Dalam

Pembuatan Tahu No. Nama Indeks Warna Nomor Batas Maksimum

Pemakaian 1. Kuning kuniolin (kuning muda)

FD & C Yellow 13 47005 300 mg/kg (tunggal atau

campuran dengan pewarna lain)

2. Kuning FCF (kuning telur) FD & C Yellow 6

15935 300 mg/kg (tunggal atau campuran dengan pewarna lain)

3. Tartrasin (kuning oranye) FD & C Yellow 5

19140 300 mg/kg (tunggal atau campuran dengan pewarna lain)

Sumber : Sarwono (2005)

Page 39: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

39

2.7. Dampak Zat Pewarna pada Kesehatan

Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun

mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, di antaranya dapat

membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan

warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, namun dapat

memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin

memberi dampak negatif tersebut terjadi bila (Cahyadi, 2006) :

1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.

2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.

3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu

tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-

hari dan keadaan fisik.

4. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna

sintetis secara berlebihan.

5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang

tidak memenuhi persyaratan.

Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri

makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga

konsumen tergugah untuk membelinya. Namun sudah sejak lama pula terjadi

penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk

digunakan sebagi zat aditif. Contohnya adalah rhodamine B, yaitu zat pewarna yang

lazim digunakan dalam industri tekstil namun digunakan sebagai pewarna makanan,

dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati (Anonimous, 2006).

Page 40: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

40

Makanan yang diberi zat pewarna Rhodamine B dan Methanyl yellow

biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis

pewarna ini dapat menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata,

tenggorokan, hidung dan usus (Denfer, 2004).

Selain itu bahan pewarna seperti amaranth dan tartazin oleh sejumlah studi

terkait dapat menyebabkan bintik-bintik merah pada kulit. Penggunaan tartazin juga

menyebabkan reaksi alergi, asma, dan hiperaktif pada anak. Erythrosine

menyebabkan reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif pada anak, tumor tiroid pada

tikus, dan efek kurang baik pada otak dan perilaku. Fast green FCF menyebabkan

reaksi alergi dan produksi tumor. Sedangkan sunset yellow menyebabkan radang

selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah, dan gangguan

pencernaan (Mudjajanto, 2005).

Page 41: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

41

2.7. Kerangka Konsep

Pemeriksaan Laboratorium

- Jenis

- Kadar

Memenuhi Syarat

Pewarna Kuning

-Kualitatif

-Kuantitatif Tidak Memenuhi Syarat

PermenkesRI.No.1168/Menkes/Per/1999

Tahu Kuning

Page 42: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian survei ini bersifat deskriptif yaitu mengetahui gambaran hasil

analisis kandungan zat pewarna pada tahu kuning yang dijual di sepuluh pasar yang

ada di kota Medan yaitu Pasar Simpang Melati, Pasar Sei Sikambing, Pasar Kampung

Lalang, Pasar Petisah, Pasar Sambas, Pasar Sukaramai, Pasar Simpang Limun, Pasar

Perguruan, Pasar Rame dan Pasar Kampung Keling.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sepuluh pasar yang ada di kota Medan yaitu

Pasar Simpang Melati, Pasar Sei Sikambing, Pasar Kampung Lalang, Pasar Petisah,

Pasar Sambas, Pasar Sukaramai, Pasar Simpang Limun, Pasar Perguruan, Pasar

Rame, dan Pasar Kampung Keling.

Alasan pemilihan lokasi pasar yaitu pada pasar-pasar tersebut menjual

produk tahu kuning. Selain itu karena tahu kuning banyak digunakan dalam masakan

Cina, maka beberapa pasar merupakan pasar-pasar yang kebanyakan pembelinya

adalah masyarakat keturunan Cina.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai Mei 2008.

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah tahu kuning yang dijual oleh pedagang di sepuluh

pasar tradisional yaitu Pasar Sukaramai, Pasar Sei Sikambing, Pasar Rame, Pasar

Veronica Margaret Sihombing : Analisa Kadar Zat Pewarna Kuning Pada Tahu Yang Dijual Di Pasar-Pasar..., 2008 USU Repository © 2009

Page 43: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

43

Perguruan, Pasar Sambas, Pasar Simpang Melati, Pasar Kampung Keling, Pasar

Petisah, Pasar Simpang Limun dan Pasar Kampung Lalang. Dari sepuluh pasar

tersebut diambil masing-masing dua buah tahu kuning dari tiap pasar sebagai bahan

yang langsung diperiksa di Laboratorium Kesehatan Medan dan Laboratorium Kimia

Analitik FMIPA USU.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dari hasil

analisis kandungan zat pewarna yang terkandung dalam tahu.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan pengumpulan informasi

berupa data-data yang relevan dengan penelitian ini.

3.5. Defenisi Operasional

1. Tahu kuning dalam penelitian ini adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari

gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyarian kedelai yang telah

digiling dengan penambahan air dan diberi pewarna kuning yang dijual di pasar-

pasar tradisional .

2. Pewarna adalah zat warna sintetik yang ditambahkan untuk memberi warna kuning

yang digunakan pada tahu yang menjadi sampel penelitian.

3. Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/1999 adalah salah satu peraturan tentang

Bahan Tambahan Makanan berupa zat pewarna kuning buatan yang diijinkan.

4. Memenuhi syarat kesehatan adalah apabila kandungan pewarna kuning yang

terdapat dalam tahu sesuai dengan Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/1999.

Page 44: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

44

5. Tidak memenuhi syarat kesehatan adalah apabila kandungan pewarna kuning yang

terdapat dalam tahu kuning tidak sesuai dengan Permenkes RI

No.1168/Menkes/Per/1999.

3.6. Pemeriksaan Pewarna

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan pewarna pada tahu kuning yaitu

dengan menggunakan uji kualitatif, yaitu menentukan ada atau tidaknya zat pewarna

kuning dalam sampel yaitu dengan metode ekstraksi dan uji kuantitatif, yaitu

menentukan kadar pewarna kuning pada sampel dengan menggunakan metode

gravimetri.

3.6.1 Penentuan Jenis Zat Pewarna pada Tahu Kuning

Adapun tahapan penentuan jenis zat pewarna yang terdapat pada tahu kuning

adalah sebagai berikut (Apriyantono, 1989) :

1. Peralatan dan Bahan

a. Peralatan

Berikut ini adalah peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan pewarna :

1) Erlenmeyer

2) Beaker glass

3) Gelas ukur

4) Corong

5) Penangas

6) Cawan porselen

7) Batang pengaduk

8) Pipet tetes

Page 45: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

45

b. Bahan

1) Tahu kuning

2) Benang wol berwarna putih

3) Ammonium Hydroksida (NH4OH)

4) Alkohol 70%

5) H2SO4 pekat

6) HCl pekat

7) NaOH 10%

8) Aquadest

2. Cara Kerja Pemeriksaan

Cara kerja yang digunakan untuk pemeriksaan jenis zat pewarna adalah

dengan metode ekstraksi .

Cara pemeriksaan jenis zat pewarna dengan mengisolasi pewarna dari

sampel secara metode ekstraksi, yaitu :

a. Sebanyak 25 gram sampel ditambahkan aquadest sebanyak 75 ml kemudian

dihomogenkan. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan

filtratnya diambil sebanyak 35 ml.

b. Ke dalam filtrat sampel tadi dimasukkan 20 cm benang wol putih bebas lemak

yang telah disterilkan dengan menggunakan alkohol, lalu dimasak selama 15

menit sampai benang wol benar-benar sudah menyerap warna tersebut.

c. Benang wol yang sudah menyerap warna diangkat dan dibilas dengan aquadest

panas. Kemudian benang wol dikeringkan di bawah sinar matahari dan dipotong

sebanyak empat potongan.

Page 46: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

46

d. Satu potongan benang wol yang berwarna ditetesi NH4OH 12%, perubahan warna

benang wol yaitu :

1) Menjadi hijau kotor menandakan bahwa zat warna tersebut adalah pewarna

alami.

2) Menjadi pudar menandakan zat warna tersebut adalah pewarna buatan.

Untuk pemeriksaan lebih lanjut zat pewarna tersebut dapat diuji dengan cara berikut :

Sebanyak empat potongan tadi, masing-masing ditetesi dengan HCl pekat, NH4OH

12%, H2SO4 pekat, dan NaOH 10% dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan

daftar perubahan warna benang wol pada penetapan zat warna dengan pereaksi-

pereaksi menurut Standar Industri Indonesia (SII) yang terdapat pada Lampiran 1.

3.6.2 Penentuan Kadar Zat Pewarna pada Tahu Kuning

Adapun tahapan penentuan kadar zat pewarna yang terdapat pada tahu

kuning adalah sebagai berikut :

1. Peralatan dan Bahan :

a. Peralatan

1) Erlenmeyer

2) Beaker glass

3) Gelas ukur

4) Corong

5) Penangas

6) Cawan porselen

7) Batang pengaduk

8) Pipet tetes

Page 47: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

47

9) Oven

10) Eksakator

11) Neraca halus

12) Gegep kayu

b. Bahan

1) Tahu kuning

2) Kalium hidrosulfat (KHSO4) 10%

3) Aquadest

4) Benang wol berwarna putih

2. Cara Kerja Pemeriksaan

a. Sampel diambil sebanyak 30 mg, dimasukkan kemudian dalam Erlenmeyer,

diencerkan dengan aquadest sebanyak 20 ml dan ditambahkan 10 ml KHSO4

10 % kemudian diaduk sampai rata.

b. Kemudian dalam larutan dimasukkan benang wol bebas lemak atau steril yang

telah lebih dahulu ditimbang lalu dipanaskan kurang lebih 25 menit sampai zat

warna terikat pada benang wol.

c. Benang wol yang telah berwarna dibilas sebanyak tiga kali dengan aquadest

panas dan disaring. Benang wol dimasukkan kemudian dalam cawan porselen,

dikeringkan kurang lebih selama 45 menit dengan suhu 105ºC.

d. Dimasukkan cawan porselen yang berisi benang wol kemudian dalam eksikator

selama 10 menit dan setelah dingin ditimbang.

Page 48: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

48

3.7. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di laboratorium dibandingkan

dengan mengacu kepada Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/1999. Kadar zat

pewarna kuning diperoleh dengan rumus berikut :

Jumlah zat pewarna yang terkandung pada benang wol (mg) Kadar = Volume sampel (liter)

Hasil diperoleh dalam satuan volume, sementara Permenkes mengatur

standar dalam satuan berat, untuk itu perlu diubah dari satuan volume ke satuan berat

dengan rumus berikut :

Massa = berat jenis x volume

Berat jenis dari masing-masing sampel diperoleh dengan menggunakan alat

picnometer dengan pengukuran sebagai berikut :

Berat Larutan = (Berat Picnometer + Larutan) - Berat

Sehingga diperoleh kadar zat pewarna kuning pada tahu kuning tersebut dalam satuan

berat atau massa yang selanjutnya diolah dan dibandingkan dengan mengacu pada

Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/1999.

Page 49: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

49

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif

Dari hasil pemeriksaan sampel terhadap penggunaan jenis zat pewarna

kuning yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Medan dapat diketahui sebagai

berikut :

Tabel 4.1 Hasil Identifikasi

Jenis Pewarna pada Tahu Kuning Yang Dijual di Pasar-pasar di Medan Tahun 2008

No. Kode Sampel Hasil Penelitian 1. A Sintetik 2. B Sintetik 3. C Sintetik 4. D Alami 5. E Alami 6. F Alami 7. G Sintetik 8. H Alami 9. I Alami 10. J Alami

Keterangan kode sampel :

A : Pasar Simpang Melati

B : Pasar Sei Sikambing

C : Pasar Kampung Lalang

D : Pasar Petisah

E : Pasar Sambas

F : Pasar Sukaramai

G : Pasar Simpang Limun

40

Page 50: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

50

H : Pasar Perguruan

I : Pasar Rame

J : Pasar Kampung Keling

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari sepuluh sampel tahu

kuning terdapat enam sampel menggunakan pewarna alami, yaitu yang berasal dari

Pasar Petisah, Pasar Sambas, Pasar Sukaramai, Pasar Perguruan, Pasar Rame dan

Pasar Kampung Keling dan empat sampel lainnya menggunakan pewarna sintetik,

yaitu yang berasal dari Pasar Simpang Melati, Pasar Sei Sikambing, Pasar Kampung

Lalang dan Pasar Simpang Limun.

Hasil pemeriksaan di atas dilanjutkan dengan pemeriksaan zat pewarna

kuning yang digunakan pada keempat sampel yang menggunakan pewarna sintetik,

yaitu sampel A,B,C dan G. Pemeriksaan ini dilakukan di Laboratorium Kimia

Analitik FMIPA USU dan hasilnya dapat diketahui sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna Kuning pada Tahu Kuning yang Dijual di

Pasar-pasar di Medan No. Kode

Sampel Warna Ekstrak

NaOH NH4OH HCl H2SO4 Pewarna yang

Digunakan 1. A Kuning Tidak ada

perubahan Sedikit

perubahanUngu Ungu -

merah Methanyl Yellow

2. B Kuning Tidak ada perubahan

Sedikit perubahan

Ungu Ungu - merah

Methanyl Yellow

3. C Kuning Tidak ada perubahan

Sedikit perubahan

Ungu Ungu - merah

Methanyl Yellow

4. G Kuning Tidak ada perubahan

Sedikit perubahan

Ungu Ungu - merah

Methanyl Yellow

Page 51: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

51

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilihat bahwa keempat sampel

menggunakan pewarna methanyl yellow yang dilarang penggunaannya menurut

Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/1985.

4.2. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif

Pemeriksaan kadar zat pewarna kuning pada tahu kuning yang dilakukan di

Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU dapat diketahui pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Kuning pada Tahu Kuning yang Dijual

di Pasar di Medan Tahun 2008 dalam Satuan Volume No. Kode Sampel Kadar Zat Pewarna

Kuning (mg/l) Standard Menurut

Permenkes (mg/kg)

1. 2. 3. 4.

A B C G

0,0005 0,0002 0,0028 0,0008

0

Bila dilihat dari hasil pengukuran kadar zat pewarna kuning di laboratorium,

kadar yang diperoleh adalah dalam satuan volume yakni mg/l dan perlu dilakukan

konversi satuan atau penyetaraan kadar dari satuan volume.

Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mengetahui kadar pewarna yang

digunakan dalam tahu kuning tersebut di dalam satuan berat, maka digunakan rumus

mencari massa suatu zat yaitu sebagai berikut :

Massa = berat jenis x volume

Page 52: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

52

Untuk itu perlu diketahui berat jenis atau density (ρ) dari larutan sampel

yang diperiksa dan pemeriksaan menggunakan alat picnometer. Penetapan density (ρ)

dari larutan sampel yakni seperti contoh di bawah ini untuk sampel A.

Volume sampel = 5 ml

Berat Picnometer = 11,8124 gr

Berat Picnometer + Larutan = 16,6969

Berat Larutan = ( Berat Picnometer + Larutan ) – Berat Picnometer

= 16,6969 – 11,8124

= 4,8845

Maka, ρ = Massa = 4,8845 = 0,9769

Volume 5

Dengan cara yang sama, dapat diperoleh density (ρ) untuk larutan sampel yang lain,

sehingga diperoleh hasil pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.4 Density Larutan yang Mengandung Pewarna

No. Kode Sampel Nama Pewarna Ρ 1. 2. 3. 4.

A B C G

Methanyl Yellow Methanyl Yellow Methanyl Yellow Methanyl Yellow

0,9769 1,1157 0,9747 1,1236

Berdasarkan berat jenis pada tabel di atas, maka untuk sampel A sebesar 0,0005 mg/l

yang artinya bahwa kadar zat pewarna dalam 1 liter larutan adalah 0,0005 mg, bila

diubah ke dalam satuan berat maka kadar zat pewarna tersebut di dalam 1 kg sampel;

dengan berat jenis 0,9769 berdasarkan rumus mencari massa adalah :

Page 53: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

53

Massa = Berat Jenis x Volume

= 0,9769 x 1

= 0,9769 kg

Sampel A = 0,0005 mg/l = 0,0005 mg/0,9769 kg

Sehingga, untuk 1 kg sampel, kadar zat pewarnanya adalah :

1 x 0,0005 mg = 0,0005 mg

0,9769

Dengan cara yang sama, maka untuk masing-masing sampel adalah seperti pada tabel

4.5 berikut.

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Kuning pada Tahu Kuning yang Dijual

di Pasar di Medan Tahun 2008 dalam Satuan Berat No. Kode Sampel Kadar Zat Pewarna

Kuning (mg/l) Kadar Zat

Pewarna Kuning (mg/kg)

1. 2. 3. 4.

A B C G

0,0005 0,0002 0,0028 0,0008

0,0005 0,0002 0,0029 0,0007

Berdasarkan tabel di atas, maka kadar penggunaan methanyl yellow pada

sampel tahu kuning yang diperiksa berkisar antara 0,0002 – 0,0029 mg/kg dan tidak

memenuhi syarat kesehatan menurut Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/1985.

Page 54: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

54

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pemeriksaan Secara Kualitatif

Pada penelitian ini digunakan metode ekstraksi untuk uji kualitatif dalam

menentukan jenis pewarna yang digunakan pada tahu kuning. Dalam metode

ekstraksi digunakan empat pereaksi, yakni NaOH 10% sebagai penguji zat warna,

NH4OH 12% sebagai penentu zat warna tersebut alami atau buatan, HCl sebagai

penguji zat warna, H2SO4 sebagai penguji tahap akhir zat warna. Dan perubahan

warna yang dihasilkan setelah masing-masing benang wol dari kelima sampel yang

ditetesi dengan keempat larutan tersebut, maka hasilnya disesuaikan dengan pereaksi

menurut SII. Terjadinya perubahan warna menjadi pudar ketika ditetesi NH4OH 12%

menyatakan bahwa zat warna adalah zat warna buatan.

Berdasarkan pemeriksaan secara kualitatif pada tahu kuning diperoleh hasil

bahwa dari kesepuluh sampel yang diperiksa terdapat enam sampel yang

menggunakan pewarna alami, yaitu sampel yang berasal dari Pasar Petisah, Pasar

Sambas, Pasar Sukaramai, Pasar Perguruan, Pasar Rame, dan Pasar Kampung Keling

sedangkan empat sampel lainnya, yaitu yang berasal dari Pasar Simpang Melati,

Pasar Sei Sikambing, Pasar Kampung Lalang dan Pasar Simpang Limun,

menggunakan pewarna sintetik yang tidak diijinkan yaitu methanyl yellow.

Penelitian ini dilakukan mengingat pewarna sebagai bahan tambahan

makanan sering juga digunakan untuk memberi warna pada makanan agar kelihatan

menarik. Pada sampel tahu kuning yang diperiksa diketahui bahwa pewarna yang

45

Page 55: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

55

digunakan adalah methanyl yellow yang tidak diijinkan penggunaannya menurut

Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/1985 tentang zat warna yang dinyatakan

sebagai bahan berbahaya.

Dari hasil penelitian G. Nainggolan-Sihombing (2001), yaitu beberapa

macam makanan terolah berwarna kuning yang dijual di Jakarta telah diperiksa

mengenai bahan pewarna yang digunakan. Ditemukan bahwa tempe dan tahu

mengandung bahan pewarna non-pangan methanyl yellow.

Methanyl yellow memiliki nama dagang atau nama lain yaitu :

1. Sodium phenylaminobenzene

2. Metaniline yellow

3. CI acid yellow 36

4. CI No.13065

Pewarna ini umumnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat namun seringkali

disalahgunakan untuk pewarna makanan dan minuman, misalnya kerupuk, sirup, tahu

dan mie (Anonimous, 2005).

Pewarna ini mengandung senyawa-senyawa pengotor yang telah terbukti

menimbulkan kanker pada hewan percobaan. Namun dari hasil survei YLKI

ditemukan bahwa pewarna ini masih banyak terdapat dalam makanan meskipun

dilarang penggunaannya (Farida, 2004).

Pada manusia penggunaan zat pewarna tekstil (bukan untuk makanan)

seperti Methanyl Yellow dapat melukai mata, merusak hati, tumor hati dan

karsinogenik (Syamsurizal, 2007).

Page 56: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

56

Zat warna ini diabsorpsi dari dalam saluran pencernaan makanan dan

sebagian dapat mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari

saluran pencernaan dibawa langsung ke hati, melalui vena portal atau melalui sistem

limpatik ke vena kava superior. Di dalam hati, senyawa dimetabolisme dan atau

dikonjugasi, lalu ditransportasikan ke ginjal untuk dieksresikan bersama urine.

Senyawa-senyawa tersebut dibawa dalam aliran darah sebagai molekul-molekul yang

tersebar dan melarut dalam plasma, sebagai molekul-molekul yang terikat dengan

protein dan serum dan sebagai molekul-molekul bebas atau terikat tanpa mengandung

eritrosit dan unsur-unsur lain dalam pembentukan darah. Zat warna yang

dimetabolisme dan dikonjugasi di hati dalam waktu yang lama akan dapat

menyebabkan efek kronis yaitu kanker hati (Cahyadi, 2006).

Adapun gejala akut bila terpapar methanyl yellow yaitu (Anonimous, 2005) :

1. Jika terkena kulit dalam jumlah banyak akan menimbulkan iritasi pada kulit

2. Jika terkena mata akan menimbulkan gangguan penglihatan/kabur

3. Jika terhirup akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, dalam jumlah

banyak bisa menimbulkan kerusakan jaringan dan peradangan pada ginjal.

5.2. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif

Pada penelitian ini digunakan metode gravimetri untuk untuk uji kuantitatif

dalam menentukan kadar zat pewarna pada tahu kuning. Dalam metode ini KHSO4

digunakan untuk memisahkan zat warna dengan pelarutnya. Untuk mempermudah

pembahasan sebaiknya ditinjau proses analisa gravimetri yang terdiri dari :

Page 57: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

57

1. Melarutkan sampel

2. Mengatur keadaan larutan, misalnya temperatur

3. Membentuk endapan

4. Menyaring dan mencuci endapan

5. Memanaskan untuk memperoleh endapan kering

6. Mendinginkan dan menimbang

Untuk mengetahui banyaknya kadar zat pewarna yang terdapat dalam sampel secara

gavimetri dapat dihitung dengan rumus

Kadar = Jumlah zat pewarna yang terkandung dalam benang wol(mg) Volume sampel (liter)

Berdasarkan pemeriksaan kuantitatif ditemukan kadar pewarna kuning yang

bervariasi pada keempat sampel. Kadar tertinggi terdapat dalam sampel C yaitu yang

berasal dari Pasar Kampung Lalang yaitu sebesar 0,0028 mg/kg, sedangkan yang

terendah terdapat dalam sampel B yaitu yang berasal dari Pasar Sei Sikambing yaitu

sebesar 0,0002 mg/kg.

Tahu yang memakai pewarna buatan dapat ditandai dengan cara melihat

penampakannya. Jika tahu memakai pewarna buatan, warnanya sangat

homogen/seragam dan penampakan mengilap. Sedangkan jika memakai pewarna

kunyit, warnanya cenderung lebih buram (tidak cerah). Jika kita potong tahunya,

maka akan kelihatan bagian dalamnya warnanya tidak homogen/seragam. Bahkan,

ada sebagian masih berwarna putih (Mudjajanto, 2005).

Page 58: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

58

Penggunaan bahan tambahan ilegal seperti methanyl yellow didominasi oleh

produsen industri kecil dan dilakukan sudah sejak lama sampai saat ini dan

merupakan praktek pelanggaran yang paling membahayakan kesehatan konsumen.

Pelanggaran bahan tambahan ilegal ini diperparah dengan ketersediaannya di

berbagai tempat yang dapat dibeli bebas. Sedangkan bahan tambahan makanan hanya

tersedia di toko kimia di kota-kota besar. Selain itu bahan tambahan makanan lebih

mahal dibandingkan dengan bahan tambahan ilegal tetapi dengan pemakaian yang

kecil sebetulnya tidak signifikan terhadap biaya produksi. Selain itu, pengetahuan

industri kecil yang terbatas tidak bisa mencari alternatif selain yang sudah

dikenalnya. Untuk itu perlu adanya usaha mencari pengganti bahan tambahan illegal,

pemberdayaan konsumen dan tindakan tegas pelanggaran (Budijanto, 2007).

Penelitian Tresniani (2003) di Tangerang menunjukkan terdapat 20 industri

tahu yang terdiri dari 11 industri tahu kuning dan sembilan industri memproduksi

tahu putih. Kandungan formalin tahu berkisar dari 2-666 ppm, sedangkan kandungan

methanyl yellow-nya terdapat pada tiga jenis tahu yang semuanya diperoleh dari

pasar, yaitu berkisar antara 3,41-10,25 ppm (Mudjajanto, 2005).

Page 59: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemeriksaan jenis dan kadar pewarna kuning yang terdapat

dalam tahu kuning yang dijual di sepuluh pasar yang ada di Medan, yaitu Pasar

Simpang Melati, Pasar Sei Sikambing, Pasar Kampung Lalang, Pasar Petisah, Pasar

Sambas, Pasar Sukaramai, Pasar Simpang Limun, Pasar Perguruan, Pasar Rame dan

Pasar Kampung Keling tahun 2008, dapat disimpulkan :

1. Enam sampel tahu kuning yang diperiksa, yaitu Pasar Petisah, Pasar Sambas, Pasar

Sukaramai, Pasar Perguruan, Pasar Rame dan Pasar Kampung Keling mengandung

pewarna alami sedangkan empat pasar lainnya, yaitu Pasar Simpang Melati, Pasar

Sei Sikambing, Pasar Kampung Lalang dan Pasar Simpang Limun mengandung

pewarna sintetik methanyl yellow.

2. Kadar methanyl yellow yang diperoleh pada tahu kuning yaitu 0,0005 mg/kg

diperoleh dari Pasar Simpang Melati; 0,0002 mg/kg diperoleh dari Pasar Sei

Sikambing; 0,0029 mg/kg diperoleh dari Pasar Kampung Lalang; 0,0007 mg/kg

diperoleh dari Pasar Simpang Limun.

3. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan pewarna pada tahu kuning yaitu

dengan metode ekstraksi untuk menentukan jenis pewarna dan metode gravimetri

untuk menentukan kadar pewarna pada tahu kuning.

50

Page 60: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

60

6.2. Saran

1. Kepada Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) agar mengadakan

pemantauan, pengawasan dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui pemakaian

pewarna kuning pada tahu secara teratur di seluruh pasar di Medan, sehingga dapat

dilakukan tindakan pencegahannya.

2. Kepada pihak produsen yang memproduksi tahu kuning agar tetap memperhatikan

pewarna yang digunakan pada tahu kuning sehingga tidak melanggar peraturan

yang berlaku.

3. Perlu dikembangkan upaya pendidikan bagi konsumen/masyarakat melalui iklan

masyarakat atau program-program yang menggunakan media massa tentang

keamanan pangan.

4. Perlu dilakukan tindakan tegas bagi pelaku pelanggaran. Pengaturan hendaknya

dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten karena sampai saat ini tidak ada kasus

pelanggaran penggunaan bahan berbahaya yang bermuara ke pengadilan.

Page 61: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

61

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. Mengenal Zat Tambahan pada Makanan. www.sekolahindonesia.com

Anonimous, 2004. Lebih Baik Pewarna Alami. www.pikiran-rakyat.com.

Anonimous, 2005. Kuning Metanil (Methanyl Yellow). www.jombangkab.go.id.

Anonimous, 2006. Bahaya Penggunaan Rhodamine B sebagai Pewarna Makanan. www.yahoo.com.

Adisarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarnawati dan Slamet Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium : Analisis Pangan. Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Budijanto, Slamet, 2007. Industri Kecil VS Bahan Tambahan Pangan.

www.beritaiptek.com. Cahyadi, Wisnu, 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Bumi Aksara, Jakarta. Denfer, Ahmad, 2004. Bahan Makanan Tambahan. www.yahoo.com.

Depkes RI, 1985. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/1985 Tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Depkes RI, Jakarta.

-------------,1999. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/1999

Tentang Bahan Tambahan Makanan. Depkes RI, Jakarta. Farida, Yayuk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta. Koswara, Sutrisno, 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta. Mudjajanto, Setyo, Eddy, 2005. Tahu, Makanan Favorit yang Perlu Diwaspadai.

www.kompas.com ------------------------------, 2005. Keamanan Makanan Jajanan Tradisional.

www.Gizi.net

Page 62: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

62

Sarwono, B dan Yan Pieter, 2005. Membuat Aneka Tahu. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiadi, Rudi dan Eulis, 2005. Awas Bahan Tambahan Makanan Berbahaya dan

Beracun. www.pplh.or.id Stahl, Egon, 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerbit

ITB, Bandung. Suprapti, Lies, 2005. Pembuatan Tahu. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Syah, Dahrul, 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Makanan. Institut Pertanian Bogor.

Syamsurizal, 2007. Waspadai Makanan Ber-BTP Berbahaya. www.riauinfo.com

Tarwotjo, Soejoeti, 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Grasindo, Jakarta.

Winarno, 1983. Buku Seri Teknologi Pangan. Direktorat Pengembangan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Winarno, 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Page 63: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

63

Page 64: BAHAN MAKANAN TAMBAHAN (food additive)

64