Bahan Karya Tulis Ilmiah
-
Upload
ryan-purnama-indah -
Category
Documents
-
view
76 -
download
6
description
Transcript of Bahan Karya Tulis Ilmiah
BAB VIII
KARYA TULIS AKADEMIK
A. Pendahuluan
Dewasa ini, teknologi berkembang semakin pesat. Kemajuan teknologi
berpengaruh terhadap kelancaran berkomunikasi. Melalui hasil teknologi, kita
dapat berhubungan dengan siapa saja dengan cukup mudah walaupun dalam jarak
yang sangat jauh. Bila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berada di
luar negeri pun, misalnya, kita cukup mengangkat gagang telepon, memijit atau
memutar nomor bersangkutan, dan komunikasi berlangsung. Dengan kemajuan
teknologi, jarak antara bangsa di negara satu dengan bangsa di negara lain terasa
semakin dekat.
Kemajuan teknologi tidak mengurangi peranan tulisan, bahkan sebaliknya.
Melalui tulisan, kita dapat melestarikan, menciptakan, dan mengomunikasikan
sesuatu kepada orang lain. Kita dapat membayangkan, bagaimana jadinya
kehidupan ini apabila kita tidak mengenal tulisan?
Tulisan merupakan salah satu alat komunikasi. Tulisan adalah hasil kegiatan
menulis. Menulis termasuk salah satu bentuk kegiatan berbahasa, di samping
bentuk kegiatan berbahasa lainnya, yakni menyimak, berbicara, dan membaca.
Dengan demikian, tulisan merupakan salah satu alat berkomunikasi dengan
menggunakan media bahasa tulis.
Walaupun saling berkaitan dengan kegiatan berbahasa lainnya, kegiatan
menulis dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya. Pertama, menulis bersifat
tidak langsung, sebab penulis tidak dapat berhadapan langsung dengan para
pembaca dalam menyampaikan gagasannya.
Penulis menyampaikan sesuatu yang dikemukakannya melalui sebuah media,
yaitu tulisannya. Kedua, menulis bersifat ekspresif. Maksudnya, melalui tulisannya,
penulis dapat mengekspresikan sesuatu, seperti: gagasan, perasaan, maksud,
pendapat, dan keinginannya. Ketiga, menulis bersifat produktif, maksudnya
menghasilkan karya tulis sebagai salah satu kegiatan berbahasa. Terakhir, menulis
bersifat aktif, artinya menulis merupakan sebuah kegiatan berbahasa secara aktif
memberikan informasi dalam sebuah komunikasi. Karena komunikasi melalui
tulisan itu bersifat tidak langsung, maka penulis tidak dapat menjelaskan sesuatu
yang diekspresikannya dengan unsur-unsur pembantu lainnya, seperti mimik,
gerak anggota tubuh lain, dan sebagainya. Ketidaktangsungan hubungan penulis
dengan pembaca menuntut kemampuan yang tinggi pada penulis untuk
memunculkan pemahaman serupa pada benak pembaca hanya dengan
menggunakan sistem lambang dan tanda, atau permainan angka dan kata tertulis.
Kemampuan menulis kita, siapa pun dan apa pun profesinya, akan meningkat
apabila kita memiliki pengetahuan yang memadai tentang tulis-menulis, di
samping rajin berlatih. Karena menulis merupakan sebuah keterampilan, maka
kemampuan menulis akan meningkat apabila sering dilatih.
B. Konsep Menulis
Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk
bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, menghibur. Hasil
dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah tulisan atau karangan Kedua
istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat mengata-
kan kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. lstilah menulis sering
dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara, istilah mengarang
sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis nonilmiah.
Menulis dan mengarang sebenarnya dua kegiatan yang sama karena menulis
berarti mengarang (baca: menyusun atau merangkai, bukan menghayal) kata
menjadi kalimat, menyusun kalimat menjadi paragraf, menyusun paragraf menjadi
tulisan kompleks yang mengusung pokok persoalan.
Pokok persoalan di dalam tulisan disebut gagasan atau pikiran. Gagasan
tersebut menjadi dasar bagi berkembangnya tulisan tersebut. Gagasan pada
sebuah tulisan bisa bermacam-macam, bergantung pada keinginan penulis.
Melalui tulisannya, penulis bisa mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan,
pendapat, kehendak, dan pengalaman. Singkatnya, menulis sebagai keterampilan
adalah kemampuan. Seseorang dalam mengemukakan gagasan-pikirannya kepada
orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan. Setiap penulis pasti
memiliki tujuan dengan tulisannya antara lain mengajak, menginformasikan,
meyakinkan, alau menghibur pembaca.
1. Jenis-jenis Tulisan
Penjenisan tulisan dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain berdasarkan
keobjektifan masalah dan berdasarkan isi dan sifatnya. Berdasarkan keobjektifan
masalahnya tulisan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni: (1) tulisan ilmiah, (2)
tulisan populer, dan (3) tulisan fiktif.
Permasalahan yang disajikan melalui tulisan yang bersifat ilmiah betul-betul
objektif, sebab permasalahan tersebut sudah diteliti dengan seksama, baik melalui
penelitian di lapangan, di laboratorium, maupun dengan cara mengkaji buku-buku
yang relevan dengan permasalahan tersebut. Selain itu, tulisan ilmiah disajikan
secara sitematis, logis, dan bahasanya lugas. Contoh tulisan ilmiah itu adalah
skripsi, tugas akhir, makalah, laporan praktikum, tesis, buku teks, artikel, dan
disertasi. Seperti halnya tulisan ilmiah, tulisan populer pun disajikan secara
sistematis, dengan bahasa yang lugas, tetapi kelogisannya masih dapat
dipertanyakan. Kelogisan karangan semi-ilmiah populer masih dapat
dipertanyakan, karena tulisan semacam ini dibuat penulisnya tanpa penelitian
yang seksama. Data yang dikemukakannya cenderung diwarnai oleh pendapatnya
sendiri, walaupun mungkin saja apa yang dikemukakannya itu dapat dibuktikan
kebenarannya.
Pada tulisan fiktif, cerita dan fakta yang disajikan betul-betul sangat diwarnai
oleh subjektivitas dan imajinasi pengarangnya, sehingga penafsiran pembaca
terhadap masalah tersebut dapat beraneka ragam. Hal tersebut lebih diperkuat
dengan bahasa yang dipergunakannya. Karangan fiktif cenderung mempergunakan
bahasa yang bersifat konotatif. Contoh tulisan fiktif sering berupa puisi, cerpen,
novel, dan drama.
Berdasarkan isi dan sifatnya, tulisan terdiri atas: (1) naratif, (2) deskriptif, (3)
ekspositorik, (4) persuasif, dan (5) argumentatif. Sebuah tulisan dibentuk oleh
serangkaian alinea, maka penjenisan tulisan berdasarkan hal tersebut dapat
ditinjau dari alineanya. Jika semua atau sebagian besar tulisan dibentuk oleh alinea
naratif, maka tulisan itu merupakan tulisan naratif. Begitu iuga bentuk tulisan
lainnya. Tulisan naratif merupakan sebuah tulisan yang sebagian besar berisi
cerita. Meskipun di dalamnya terdapat gambaran-gambaran untuk melengkapi
cerita tersebut, namun secara utuh tulisan tersebut bersifat cerita.
Tulisan deskriptif berisi gambaran tentang suatu objek atau keadaan tertentu
yang dijelaskan seolah-olah objek tersebut terlihat. Tulisan Ekspositorik adalah
tulisan yang berisi sebuah pembahasan tentang suatu persoalan beserta
penjelasan-penjelasannya secara terperinci supaya pembaca dapat memahami
persoalan tersebut.
Tulisan persuasif adalah sebuah tulisan yang berusaha menonjolkan fakta-fakta
mengenai suatu persoalan yang kemudian fakta-fakta itu dijadikan dasar untuk
mempengaruhi pembaca. Tulisan argumentatif adalah tulisan yang berisi pendapat
tentang suatu persoalan yang didukung dengan sejumlah argumentasi dengan
maksud untuk meyakinkan pembaca atas pendapat yang dikemukakannya.
Contoh:
Bagaimanapun tinggi ilmunya, selama tingkah laku dan hidupnya masih
mengikuti nafsu duniawi, energi yang dipancarkan tidak akan mencerminkan
energi ilahi yang murni. Alasannya sederhana, Tuhan adalah Mahasuci. Sesuatu
yang suci akan sulit bercampur dengan sesuatu yang kotor. Energi yang suci
tidak akan mengalir deras dalam tubuh yang kotor. Oleh karena itu, setiap
murid perlu mengusahakan agar dirinya menjadi bersih dan murni meskipun
kondisi sulit untuk mencapainya.
2. Fungsi Tulisan
Seperti sudah dikemukakan sebelumnya bahwa penulis pasti memiliki tujuan
tertentu dengan tulisannya. Dengan mengacu pada tujuan yang hendak
dikemukakan penulis melalui tulisannya, fungsi tulisan dapat diidentifikasi antara
lain sebagai alat untuk: (1) menginformasikan sesuatu kepada pembaca, (2)
meyakinkan pembaca, (3) mengajak pembaca, (4) menghibur pembaca, (5)
melarang atau memerintah pembaca, (6) mendukung pendapat orang lain, dan (7)
menolak atau menyanggah pendapat orang lain.
3. Langkah-langkah Menulis
Bila dibandingkan dengan ketiga keterampilan berbahasa lainnya, yaitu
menyimak, membaca, dan berbicara, keterampilan menulis dapat dikatakan
keterampilan berbahasa yang paling kompleks. Dalam hal ini, Hastuti dkk. (1986:6)
menyatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu kegiatan yang
mempunyai hubungan dengan proses berpikir dan keterampilan ekspresi dalam
bentuk tertulis. Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks.
Kompleksitas tulisan itu disebabkan oleh faktor-faktor yang mesti terwujud di
dalam tulisan, yakni: sistematika tulisannya, ejaan, diksi, dan lain-lain, bahkan
kemampuan menulis atau mengarang itu dapat merangkum ketiga keterampilan
berbahasa lainnya. Hastuti dkk. (1985:7). Tidak jarang seorang pengamat merasa
puas setelah menelaah sebuah karya tulis seseorang untuk mengetahui
kemampuan intelektual atau kemampuan berbahasa sang penulisnya. Karena
kompleksitas permasalahan dalam menulis, maka seperti sudah dikemukakan,
para penulis perlu mengetahui pengetahuan teoritisnya di samping harus biasa
berlatih mempergunakannya. Untuk itu, pada bagian berikut akan disajikan
pengetahuan teoritis tentang salah satu aspek menulis, yakni sistematika tulisan
beserta aplikasinya.
Suatu tulisan atau karangan dapat dikatakan terbentuk secara sistematis
antara lain apabila:
1. terdapat relevansi yang' baik antara judul dengan bagian pendahuluan,
bagian isi, dan bagian penutup tulisan;
2. terdapat relevansi yang baik antara bagian awal pendahuluan dengan
bagian isi dengan bagian akhir/ penutup tulisan, atau sebaliknya;
3. terdapat relevansi antara kalimat klausa yang satu dengan kalimat klausa
yang lain dalam tiap alinea; dan
4. terdapat relevansi antara isi tulisan dengan tujuannya.
C. Jenis Karya Tulis Akademik
Karya tulis akademik (selanjutnya disingkat dengan KTA) yang dimaksud di sini
adalah karya tulis yang biasa disusun oleh masyarakat akademik atau sebagai
tugas-tugas yang bertalian dengan kegiatan akademik pada suatu jenjang
pendidikan tinggi. Karena itu karya tulis akademik dapgt berupa karya tulis mulai
yang sederhana sampai dengan karya tulis yang kompleks.
Jenis KTA meliputi: makalah, artikel, laporan penelitian, laporan praktikum,
laporan buku yang merupakan tugas-tugas yang diberikan seiring dengan
proses/kegiatan akademik. Laporan buku biasanya berupa penugasan dari dosen.
Selain itu ada KTA yang merupakan prasyarat penyelesaian suatu jeniang
pendidikan tinggi. Misalnya, jenjang Diploma III, Diploma IV, dengan namanya yang
bervariasi: Tugas Akhir, Proyek Akhir, dan ada juga yang menggunakan istilah KTI
(Karya Tulis llmiah); Sedangkan untuk Program/Jenjang Strata I, II, dan II namanya
hampir seragam skripsi (untuk menyelesaikan program/jenjang S-1, gelar Sarjana),
tesis (untuk menyelesaikan jenjang/program S-2, bergelar Master atau Magister),
dan disertasi (untuk jenjang S-3, untuk meraih gelar Doktor).
D. Bagian-bagian Karya Tulis Akademik
Secara umum, bagian-bagian karya tulis akademik dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian yakni: bagian depan, bagian tengah, dan bagian belakang.
Kelengkapan dan urutan untuk setiap bagian KTA (Skripsi, Tugas Akhir, Proyek
Akhir, dan Karya Tulis Ilmiah) di samping ada keseragaman juga terdapat
keberagaman. Keberagaman ini ditandai dengan adanya aturan setempat-
selingkungan yang berlaku khusus pada suatu lembaga pendidikan. Apa yang
menjadi ketentuan di Poltekes bisa ada perbedaan dengan apa yang beralaku di
Polban, misalnya: Berikut ini adalah rincian bagian-bagian KTA yang akan dijelaskan
serba singkat satu per satu.
1. Bagian depan: sampul depan, halaman sampul, daftar isi, kata pengantar,
halaman persembahan, halaman persetujuan, halaman pengesahan,
halaman daftar tabel, daftar gambar/ grafik, dan daftar lampiran serta
abstrak.
2. Bagian tengah meliputi seluruh isi karya tulis mulai bab I, pendahuluan
sampai dengan bab terakhir, misalnya, bab V, yang berisi simpulan dan saran.
3. Bagian belakang meliputi: lembar daftar pustaka, biodata penulis, lampiran-
lampiran, dan sampul belakang.
Berikut ini akan dijelaskan serba ringkas mengenai ketentuan pembuatan
bagian-bagian KTA mulai dari sampul depan sampai dengan lampiran, dan sampul
belakang.
1. Bagian Depan
a. Lembar Sampul
Bagian paling depan sebuah KTA adalah lembar sampul. Lembar sampul dapat
dibedakan atas lembar sampul luar dan lembar sampul dalam. Pada dasarnya, isi
lembar sampul, baik luar maupun dalam sama saja, lazimnya berisi hal-hal sebagai
berikut:
1. judul tulisan yang ditulis dengan huruf kapital semuanya;
2. pernyataan tentang bentuk atau nama tulisan (KTA) yang dibuat, misalnya
Skripsi, Tugas Akhir, Tesis ditulis dengan huruf kapital semuanya;
3. pernyataan tentang maksud-tujuan pembuatan tulisan (KTA), ditulis dengan
huruf kecil, kecuali huruf awal kata tulisan judul dan yang dianggap perlu;
4. logo atau lambang PT;
5. identitas penulis, meliputi nama dan NIM;
6. lembaga-lembaga (fakultas, jurusan, Prodi), ditulis dengan huruf awal kapital;
7. identitas-nama lembaga Perguruan Tinggi, ditulis dengan huruf kapital
semua;
8. nama kota tempat lembaga berada, ditulis dengan huruf kapital semua; dan
9. angka tahun pembuatan KTA, ditulis pada baris paling bawah.
Penulisan lembar sampul dapat dibedakan atas dua macam, yakni sistem
lurus dan sistem simetris. Pada lembar sampul yang ditulis dengan sistem lurus,
semua pernyataan ditulis lurus dari margin sebelah kiri; sedangkan yang
menggunakan sistem simetris bertolak pada tengah halaman, kemudian atur
panjang ke kiri juga ke kanan. Penulisan dengan sistem lurus terasa kurang indah.
Hanya untuk tulisan ilmiah yang disusun sebagai syarat akademik segi keindahan
diabaikan, sebab dikonsumsi oleh pembaca yang sangat terbatas, tidak
dipublikasikan secara meluas. Agar lebih dipahami, berikut ini disajikan contoh
penulisan lembar sampul, baik yang ditulis dengan sistem lurus maupun sistem
simetris.
b. Kata Pengantar
Kata pengantar berfungsi mengantarkan pembaca kepada isi tulisan. Oleh
sebab itu, kata pengantar hendaknya berisi pernyataan-pernyataan yang dapat
menggambarkan isi tulisan tersebut. Kata pengantar pada umumnya berisi:
1. ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
2. gambaran umum materi yang diuraikan;
3. gambaran umum tentang cara memahami materi yang diuraikan;
4. mendorong membangkitkan minat orang untuk membaca tuntas;
5. ucapan terima kasih, apresiasi kepada pihak-pihak yang membantu;
6. harapan akan manfaat dari materi yang disajikan baik bagi penulis,
pembaca, atau pihak lain yang relevan;
7. harapan penulis akan adanya kritik membangun dari pembaca.
Adapun ketentuan-ketentuan pembuatan kata pengantar adalah sebagai
berikut:
1. Kata pengantar harus dibuat pada halaman yang utuh, jangan bersambung
dari halaman sebelumnya.
2. Perkataan “KATA PENGANTAR” harus ditulis dengan huruf kapital
semuanya.
3. Perkataan “kata pengantar” harus ditulis di tengah-tengah halaman, jika
lembar sampul dituliskan dengan sistem simetris atau dituliskan di margin
kiri bIla ditulis dengan sistem lurus.
4. Tuliskan nama kota, tanggal, bulan, dan tahun penulisan, serta perkataan
Penulis atau Penyusun di sebelah kanan bawah setelah isi Kata Pengantar
selesai dituliskan.
5. Halaman kata pengantar dinomori dengan angka Romawi kecil di bagian
bawah tengah.
c. Daftar Isi
Di dalam tulisan ilmiah, daftar isi memiliki peranan yang cukup penting,
terutama bagi pihak pembaca. Dengan membaca daftar isi, pembaca akan
mengetahui gambaran permasalahan yang dikemukakan penulis dengan agak
terinci. Hal ini sangat membantu pembaca dalam hal mencari bagian-bagian tulisan
yang diperlukan. Selain itu, pembaca pun akan terbantu dalam memahami isi
tulisan. Permasalahan yang luas akan cukup mudah dipahami, apabila dibagi atas
bagian-bagian yang lebih atau khusus. Ketentuan penulisan daftar isi adalah
sebagai berikut:
1. Daftar lsi harus ditulis pada halaman yang utuh, halaman baru.
2. Perkataan DAFTAR ISI harus ditulis dengan huruf kapital semuanya.
3. Perkataan Daftar lsi harus ditulis di bagian tengah atas halaman atau di
sebelah kiri atas bergantung pada sistem penulisan lembar sampul.
4. Pada sebelah kanan atas, di bawah perkataan daftar isi tuliskan kata
“halaman” dengan huruf kecil semuanya.
5. Tuliskanlah semua judul beserta subjudulnya secara berurutan, tanpa nomor
urut
6. Hubungkan judul/subjudul dengan nomor halamannya dengan tanda titik-
titik
7. Nomor halaman Daftar isi dengan angka Romawi kecil di bagian bawah
tengah halaman.
d. Daftar Tabel/ Bagan/ Grafik
Jika di dalam tulisan yang kita susun terdapat banyak tabel/bagan/grafik
hendaknya kita buat daftarnya, agar memudahkan pembaca untuk mengecek
tabel/bagan/grafik yang dibutuhkannya. Ketentuan pembuatan daftar tabel/
bagan/grafik adalah sebagai berikut:
1. Daftar tabel/bagan/grafik harus ditulis pada halaman yang utuh.
2. Perkataan DAFTAR TABEL BAGAN/GRAFIK ditulis dengan huruf kapital.
3. Perkataan “daftar tabel/bagan/grafik” ditulis di tengah atas halaman atau di
margin kiri atas, bergantung pada sistem penulisan lembar sampul.
4. Di bawah-kanan perkataan “daftar tabel/bagan/grafik” ditulis kata
“halaman” dengan huruf kecil semuanya.
5. Setiap tabel/bagan/grafik yang terdapat di dalam tulisan ditulis secara
berurut, mulai dari nomor tabel/ bagan/ grafik terkecil hingga terbesar.
6. Hubungkan setiap judul tabel/bagan/grafik dengan nomor halamannya
dengan titik-titik.
7. daftar tabel/bagan/grafik dinompri halaman dengan angka Romawi kecil di
bagian tengah bawah.
e. Daftar Lampiran
Bila di akhir tulisan kita melampirkan banyak hal, maka harus pula kita buat
daftarnya dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Halaman “daftar lampiran” dibuat pada halaman yang utuh.
2. Tuliskanlah perkataan “daftar lampiran” dengan huruf kapital secara
simetris atau dimulai dari margin sebelah kiri.
3. Di sudut sebelah kanan halaman di bawah perkataan “daftar lampiran”
tuliskanlah halaman dengan huruf kecil.
4. Tuliskanlah semua lampiran yang ada secara berurut, tanpa diberi nomor
urut.
5. Hubungkanlah setiap judul lampiran dengan halamannya dengan tanda
titik.
6. Halaman “daftar lampiran” diberi nomor halaman dengan angka Arab di
bagian bawah tengah halaman.
f. Lembar Abstrak Tulisan
Di dalam KTA, abstrak dapat diartikan ringkasan atau ikhtisar tulisan. Abstrak
dibuat untuk lebih memudahkan pembaca mengetahui hal-hal penting yang
terdapat pada KTA itu. Pembuatan abstrak atau ada juga yang menggunakan istilah
ekstraks biasanya hanya dilakukan pada KTA yang disusun sebagai prasyarat
akademik dengan permalahan yang cukup luas/kompleks, misalnya: skripsi, proyek
akhir, tesis, dan disertasi. Lembar abstrak atau ekstrak dibuat dengan ketentuan-
ketentuan berikut:
1. Perkataan abstrak/ekstrak ditulis pada halaman utuh.
2. Perkataan abstrak/ekstrak ditulis dengan huruf kapital di bagian atas tengah
halaman atau dimulai pada margin sebelah kiri, bergantung pada sistem
penulisan lembar sampul.
3. Penulisan abstrak/ekstrak tidak melebihi dua halaman.
4. Penomoran lembar abstrak dengan angka Romawi kecil di bagian bawah
tengah halaman.
2. Bagian Tengah KTA
Bagian tengah tulisan dalam hal ini memuat keseluruhan isi KTA. Isi tulisan bisa
beragam, bergantung pada keluasan permasalahan yang dikemukakan dalam KTA.
Bila permasalahannya cukup luas, misalnya, permasalahan di dalam
skripsi/tesis/tugas akhir, bagian tengah KTA biasanya terdiri dari beberapa bab.
Setiap bab, berisi hal-hal sebagai berikut. Misalnya, Bab I, Pendahuluan, Bab II,
Landasan Teoritis, Bab III, Analisis Data, Bab IV, Simpulan dan Saran.
Setiap bab tersebut terdiri atas sub-subbab. Tetapi, bila permasalahannya tidak
terlalu luas, misalnya, permasalahan dalam sebuah makalah, maka bagian tengah
KTA hanya meliputi: bagian permasalahan (sebagai pendahuluan), bagian data,
bagian pemecahan masalah, dan bagian penutup. Ada empat hal penting yang
harus diperhatikan dalam penulisan bagian tengah-isi KTA adalah penomoran
halaman, pengutipan, penyajian data, sistematika penulisan judul bab dan
subjudulnya.
a. Penomoran Halaman
Semua bagian tengah halaman KTA, mulai dari bab I (pendahuluan) sampai
dengan bab terakhir yang lazimnya berupa bab simpulan dan saran, dinomori
dengan angka Arab, yakni angka: 1, 2, 3, 4, dst. di sudut kanan atas halaman.
Sedangkan halaman yang berjudul bab, maksudnya halaman yang ada judul bab,
maka nomor halaman dituliskan di tengah bawah halaman. Halaman lanjutannya
bernomor halaman di sebelah kanan atas. Penomoran halaman berlaku mulai dari
halaman pertama Bab I sampai dengan halaman akhir lampiran.
b. Pengutipan
Pengutipan dalam penulisan Karya Tulis Akademik (KTA) merupakan sesuatu
yang lumrah, bahkan bisa dikatakan sebuah keharusan. Pengutipan biasa
dibedakan menjadi dua, yaitu dari segi cara dan kuantitasnya. Dari segi caranya:
ada kutipan langsung dan tidak langsung; kedua, dari s,egi kuantitasnya, kita kenal
ada kutipan pendek dan kutipan panjang.
Kutipan langsung artinya, si penulis mengutip suatu pendapat, teori, data, atau
definisi secara langsung apa adanya, seperti tercetak pada sumber kutipan, tanpa
perubahan sedikit pun. Sedangkan kutipan tidak langsung, maksudnya, adalah si
penulis hanya mengutip intisari gagasan, pokok pikiran seorang pakar, misalnya,
sedangkan redaksinya merupakan redaksi-kalimat si penulis. Kutipan panjang
adalah kutipan yang panjangnya terdiri dari lima baris atau lebih. Sedangkan
kutipan pendek adalah kutipan yang panjangnya hanya terdiri dari empat baris
atau kurang.
Perlu dipahami, ada perbedaan dalam cara menuliskan kutipan panjang dan
pendek. Kutipan pendek, panjang kutipan empat baris atau kurang; kutipan diketik
dengan spasi ganda/dua spasi, sama dengan jarak ketikan KTA, kutipan diapit oleh
tanda kutip; dan kutipan diserangkaikan dengan kalimat penulis. Sedangkan
kutipan panjang, pajang kutipan terdiri dari lima baris atau lebih; kutipan dlketik
dengan spasi rapat satu spasi; kutipan, ditempatkan pada alinea tersendiri, dan
kutipan tidak diapit tanda kutip.
Contoh kutipan pendek:
Observasi
Penulis melakukan observasi di Dapur Hotel Enhai untuk mendapatkan gambaran objektif tentang pengaturan tata letak peralatan dapur, khusus peralatan pengolahan roti dan kue. Observasi menurut Kartono (1986:22) adalah ‘Studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan”.
Karya tulis akademik umumnya diketik dengan spasi rangkap atau dua spasi
atau satu setengah spasi. Sedangkan kutipan panjang diketik dengan spasi rapail
satu spasi, tanpa tanda kutip.
c. Penyajian Data
Data baik berupa angka maupun fakta biasanya disajikan dalam bentuk tabel,
grafik, atau diagram. Bila data disajikan dalam tabel, maka harus diperhatikan
empat hal, yaitu: nomor tabel, judul tabel, sajian data, dan sumber data.
d. Sistematika Penulisan Judul dan Subjudul
1. Judul setiap bab ditulis dengan huruf kapital, bernomor bab, dituliskan di
tengah atas halaman atau di margin sebelah kiri.
2. Judul bab baru ditulis pada halaman yang utuh, bernomor halaman di
tengah bawah.
3. Subjudul ditulis dengan huruf awalnya berhuruf kapital, kecuali kata
hubung, kemudian digarisbawahi kata per kata.
4. Sub dari subjudul ditulis dengan huruf awal kapital tidak digarisbawahi
melainkan dicetak tebal.
3. Bagian Belakang KTA
Bagian belakang KTA, lazimnya terdiri atas Daftar Pustaka, Riwayat Hidup
Penulis, dan Lampiran-lampiran. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu secara
ringkas-lengkap.
a. Daftar Pustaka
Bagian akhir yang merupakan unsur-bagian penting suatu KTA adalah Daftar
Pustaka atau bibliogarfi. Ada beraneka ragamnya cara penulisan Daftar Pustaka,
terutama disebabkan oleh perbedaan pengetahuan-keberpihakan pembimbing
KTA, maka Anda sebaiknya mendalami betul aturan setempat yang berlaku di
lembaga pendidikan Anda. Sekedar salah satu contoh penulisan Daftar Pustaka,
penjelasan berikut ini dan Daftar Pustaka yang terdapat pada bagian akhir buku ini
kiranya, lebih dari cukup memadai untuk diikuti.
1) Ketentuan-ketentuan penulisan “daftar pustaka” diatur sebagai berikut:
a. Halaman Daftar Pustaka dibuat pada halaman yang utuh-baru;
b. Perkataan DAFTAR PUSTAKA ditulis dengan huruf kapital semua secara
simetris atau dimulai pada margin sebelah kiri, bila sampul KTA ditulis
dengan sistem lurus;
c. Pernyataan nama penulis di dalam Daftar Pustaka ditulis tanpa gelar
akademik;
d. Unsur daftar pustaka tidak diberi nomor atau alfabet untuk mengurutkan;
e. bila nama terdiri atas dua unsur atau lebih, susunannya dibalik, dan
setelah unsur semua nama dibalik, kemudian disusun secara alfabetik;
f. Halaman Daftar Pustaka dinomori dengan angka Arab di bagian tengah
bawah, dan halaman lanjutannya ditempatkan di sudut kanan atas.
2) Cara Penyusunan Daftar Pustaka
Susunan penulisan Daftar Pustaka diatur sebagai berikut:
a) Sumber dari buku
(1 ) nama penulis,
(2) tahun penerbitan/terbit,
(3) judul tulisan/nama-judul buku (dicetak miring)
(4) edisi/cetakan buku (bila ada)
(5) kota tempat penerbit buku (titik dua (:))
(6) nama penerbit
Contoh.
Suryadi, Kirana. 2008. Manusia dan Kebutuhannya. Cetakan 1. Bandung: CV
Pancakarya Utama.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1984. Kamus Besar Bahasa lndonesia.
Edisi Empat. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Beberapa ketentuan:
Jika nama pengarang terdiri atas dua unsur atau lebih, pindahkan unsur nama
yang paling belakang ke depan, ikuti dengan koma, kemudian ikuti dengan unsur-
unsur nama lainnya, dan ikuti pula dengan tanda titik.
Contoh:
Ir. Daeng Feisal Akbari, M.Sc. menjadi Akbari, Daeng Feisal.
Kinarya Surya Efendi, S.Pd. menjadi Efendi, Kinarya Surya.
Rahima Pascautami, M.M. meniadi Pascautami, Rahima.
Drs. H.Usep Komarudin Soleh menjadi Soleh, Usep Komarudin.
Dr. Bachrudin Musthafa, M.A. menjadi Musthafa, Bachrudin
Catatan:
Nama gelar akademik tidak perlu dicantumkan
Jika pengarang terdiri atas dua orang, tuliskanlah keduanya, unsur nama
pengarang yang pertama dibalik, nama kedua ditulis tetap, tambahkan kata dan
kemudian diikuti dengan tanda titik.
Contoh:
Suryana Suryadi, S.Pd.
Riana Arimbi, S.H. menjadi Suryadi, Suryana dan Riana Arimbi
Muhamad Feisal, M.Kom. dengan Akri Wijanarko,S.S.
menjadi:
Feisal, Muhamad dan Akri Wijarnako
Jika pengarang ada tiga orang atau lebih, tuliskan-balikkan nama pengarang yang
pertama saja, nama kedua dan kedua tidak dituliskan, diganti dengan dkk.
Contoh:
Dr. Lyra Vetayati, S.Kom.
Muhammad Feisal Akbari, S.l.Kom.
Rahima Pascautami, M.M.
Hasna Rasyidah, S.Pd.
Warta Sumirat, M. Pd.
Dra. Erma Permatati
Dra. Risda Resmiyati
menjadi:
Velayati, Lyra dkk.
Jika nama pengarang terdiri atas dua unsur atau lebih tetapi unsur yang terakhir
berupa singkatan, ketentuan penulisan-nya seperti berikut:
Contoh:
Yusuf S.
menjadi:
Yusuf S. (tidak perlu dibalik)
Kirana Surya E. menjadi Surya E., Kirana
Jika tulisan yang kita jadikan acuan itu tidak mencantumkan nama pengarang,
maka tuliskanrah terlebih dahulu nama lembaga yang menerbitkan tulisan
tersebut.
Contoh:
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Kebudayaan dan Kepariwisataan
Jika ada dua buah tulisan atau tebih yang diambil dari pengarang yang sama,
maka nama pengarang cukup ditulis sekali.
Untuk judul tulisan/buku kedua, ketiga, dst. Nama pengarang (yang sama itu)
diganti dengan tanda hubung (-) sebanyak delapan buah yang diketik dari margin
sebelah kiri, kemudian diakhiri dengan titik.
Contoh:
Kamilawati, Suryajaya. 1997
--------. 1998
Jika tulisan yang kita acu disusun oleh editor, maka di belakang penyusun tersebut
tuliskan kata (editor) atau (Ed) di dalam kurung.
Contoh:
Surya, Muhamdiat (Ed). 2008.
Sundayana, Wahyu (Ed). 2004.
Jika ada dua tulisan atau lebih diambil dari pengarang yang sama penulisnya tahun
penerbitannya didahulukan yang lebih awal.
Contoh:
Suryadi, Darma Adi. 1999
--------. 2000
--------. 2001
Jika ada dua buah tulisan atau lebih dari pengarang yang sama dan diterbitkan
pada tahun yang sama, maka jadikanlah huruf awal judul tulisan sebagai patokan
awal penulisannya. Kemudian di belakang tahun penerbitan diberikan abjad secara
alfabetis.
Contoh:
Suryana, Kirana. 2008a. Bahasa Indonesia yang Baik, Benar, dan Bernalar.
2008b. Cara Praktis Menulis Surat Bisnis.
Jika tulisan yang dijadikan bahan acuan tidak bertahun, maka setelah nama
pengarang dituliskan pernyataan “tanpa tahun” diikuti tanda titik.
Contoh:
Suryadi, Patriana, tanpa tahun.
Setelah penulisan tahun penerbitan, maka tuliskanlah judul tulisan (buku atau
artikel). Setiap huruf awal kata judul buku atau artikel ditulis dengan huruf kapital,
kecuali konjungsi (kata sambung) dan preposisi (kata depan). Untuk buku-buku
yang dipublikasikan, setiap kata dalam judul itu dicetak miring. Bila tuiisan itu
berupa artikel dari majalah atau surat kabar maka judul tulisan itu harus diapit
dengan tanda kutip/ petik (“..........”).
Contoh:
Suryawan, Kirana. 2009. Manusia dan Perilaku Aslinya.
Setiawan, Budiman. 2008. “Perkembangan Pariwisata Aceh Pasca-Tsunami”.
Di belakang judul tulisan (buku), setelah tanda titik tuliskan kata Edisi/ cetakan
buku itu (bila ada), kemudian tuliskan kota tempat penerbitan buku, diikuti dengan
titik dua.
Contoh:
Suryawan, Kirana. 2009. Manusia dan Perilaku Aslinya. Cetakan 1. Bandung:
Setelah itu, tuliskan nama penerbit buku itu atau nama lembaga yang menerbitkan
buku tersebut, tetapi bila nama lembaga telah dituliskan (mengganti nama
pengarang) tidak perlu dituliskan kembali.
Contoh:
Suryawan, Kirana. 2009. Manusia dan Perilaku Aslinya. Cetakan 1. Bandung: CV Pancasona
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1984. Kamus Besar Bahasa lndonesia. Edisi Empat. Jakarta: PN Balai Pustaka.
b) Sumber dari majalah
(1) nama pengarang
(2) tahun penerbitan/terbit
(3) judul tulisan/artikel (diberi tanda kutip)
(4) nama majalah (dicetak miring, awali kata Dalam...)
(5) bulan penerbitan
(6) tahun kesekian majalah tersebut terbit
(7) nomor penerbitan majalah
(8) kota tempat mafalah terbit
Ketentuan:
Tuliskan nama pengarang (ikuti tanda titik), tahun penerbitan (ikuti tanda titik),
judul tulisan/ artikel (apit tanda petik, ikuti tanda titik), nama majalah dicetak
miring (awali kata “dalam” ikuti nama majalah, ikuti tanda titik), bulan, nomor, dan
tahun penerbitan (di dalam tanda kurung, ikuti tanda titik), nomor majalah (ikuti
tanda titik), dan tuliskan nama kota tempat majalah tersebut diterbitkan (ikuti
tanda titik).
Contoh:
Fald, Christine . 2007. “Kembangkan Kemahmu”. Dalam Nebula. (No. 12/Tahun III/ November). Jakarta.
Supriyadi, Cecep. 2007. “Manusia dan Kepribadiannya”. Dalam Majalah Gatra (Juni, Nomor 120. Tahun XI). Jakarta.
c) Sumber dari surat kabar
(1) nama penulis/ pengarang
(2) tahun penerbitan
(3) judul tulisan/ artikel (diberi tanda kutip)
(4) nama surat kabar (dicetak miring, awali kata Dalam...)
(5) tanggal dan bulan penerbitan
(6) kota tempat terbit surat kabar
Ketentuan:
Tuliskan nama penulis (ikuti tanda titik) tahun penerbitan (ikuti tanda titik), judul
tulisan/ artikel (diapit tanda kutip), tuliskan nama urat kabar (dicetak miring, akhiri
titik, atau garis bawahi bila dalam tulisan tangan atau menggunakan ketikan
manual), ikuti tanda titik, waktu/ tanggal bulan penerbitan (ikuti titik), dan kota
tempat surat kabar terbit (ikuti tanda titik).
Contoh:
Baihaki, Eki. 2008. “Menjadi Polisi yang Dipercaya”. Dalam Pikiran Rakyat. 2 Juli. Bandung.
Suryana, Kelana. 2009. “Makna Peristiwa dan Musibah”. Dalam Kedaulatan Jaya. 17 Juli. Jakarta.
d) Dari Antologi
(1) nama pengarang
(2) tahun penerbit
(3) judul tulisan
(4) nama editor
(5) judul antologi
(6) kota dan penerbit
Ketentuan:
Tuliskan nama penulisnya (ikuti tanda titik), tahun penerbitan (ikuti tanda titik),
judul tulisan (dia antara tanda petik, ikuti tanda titik), judul buku dicetak miring
bila dicetak komputer atau digarisbawahi bila dengan tulisan tangan/ ketikan
manual, (ikuti tanda titik), kota tempat buku tersebut diterbitkan tanda titik dua,
dan nama penerbit (akhiri dengan tanda titik).
Contoh:
Suryani, Dadan. 1989. “Perilaku Anak-anak ABG”. Dalam Nanang lrawan (editor). Manusia dan Peilakunya. Bandung: PT Pancakarsa.
e) Dari internet
(1) nama pengarang
(2) tahun pembuatan
(3) judul tulisan
(4) alamat web
(5) waktu akses
Perhatikanlah apakah informasi yang kita kutip itu karya perseorangan, karya
kolektif, atau berupa artikel jurnal, artikel dari majalah/ surat kabar atau kiriman e-
mail.
Beberapa ketentuan:
Bila Karya perseorangan, penulisannya sebagai berikut:
Penulis/penyunting. (Tahun). Judul tulisan (dicetak miring). Edisi, jenis media,
Tersedia alamat di internet. [anggal diakses].
Contoh:
Thomson, A. (1998). The Adult and the Curiculum [online]. Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu./ EPS/ PES-Yearbook/ 1998/ thomson. html [30 Maret 2000].
Bila artikel surat kabar, cara penulisannya sebagai berikut.
Nama penulis. (tahun, tanggal, bulan). Judul artikel. Nama Surat kabar ffenis
media], nomor halaman,Tersedia alamat di internet [Tanggal diakses]
Contoh:
Cipto, B. (2001 , 27 April). “Akibat Perombakan Kabiner Berulang, Fondasi Reformasi Bisa Runtuh”. Pikiran Rakyat. [Online], halaman 8. Tersedia http://www.pikiran- rakyat.com. [9 Mei 2001].
Bila info-pesan dari e-mail, cara penyusuunannya sebagai berikut: nama pengirim
(alamat e-mail pengirim). (Tahun, tanggal, bulan).judul pesan. E-mail kepada
penerima (alamat e-mail
penerima).
Contoh:
Nurjamal, Daeng. ([email protected]). (2009, 1 2 Desember). Artikel Hari lbu. E-mail kepada Sarnapi. ([email protected]).
3) Jarak Spasi Pengetikan Daftar Pustaka
Bila jarak pengetikan KTA dua spasi, maka pengetikan isi DAFTAR PUSTAKA pun
berjarak dua spasi. Tetapi, bila suatu isi “daftar pustaka” itu bersambung, lebih dari
satu baris, maka berilah jarak satu spasi, dan pengetikan baris kedua sambungan
itu dilakukan setetah satu tabulasi/tujuh sampai sepuluh ketuk dari margin sebelah
kiri.
Contoh:
Suryani, Dedeh. 1999. “Internet dan Perilaku Anak-anak ABG”. Dalam Nanang Irawan (editor). Manusia dan Perthkunya. Bandung: PT Pancakarsa.
Suryantono, Dahlan. 1999. Manusia dan Hak Asasinya. Bandung: PT Pancawati.
Wahyudin, Ujang. 2007. Kehidupan Manusia Setelah Mati. Cetakan l. Bandung: PT Bulan Bintang.
b. Pembuatan Lampiran
Bila akan menyusun lampiran, harus kita perhatikan hal-hal berikut:
1. Kata lampiran ditulis di bagian atas tengah lampiran.
2. Kata LAMPIRAN ditulis dengan huruf kapital semua, sedangkan nomor
lampiran ditulis dengan angka Arab. Misalnya, LAMPIRAN 7.
3. Judul lampiran ditulis di bawah nomor lampiran dengan huruf kapital semua.
4. Setiap lampiran dinomori dengan angka Arab di sudut kanan atas halaman.
5. Nomor halaman merupakan nomor urut kelanjutan dari nomor halaman
sebelumnya.
c. Riwayat Hidup Penulis
Riwayat hidup penulis dapat dituliskan dengan dua cara.
Pertama, ditulis secara narasi; kedua, dituliskan dengan cara pointer atau garis
besar. Berikut contoh karya akademik dalam bentuk proposal penelitian dan
Artikel Imilah.
1. Contoh Karya Akademik dalam Bentuk Artikel:
MANTRA BERCOCOK TANAM JAGUNG MASYARAKAT KABAWO BESERTA RELEVANSINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
Harmin
Sekolah Pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa IndonesiaUniversitas Pendidikan Indonesia
Abstrak: Sastra merupakan bagian intergral dalam dunia pendidikan yang diajarkan di tiap jenjang pendidikan di Indonesia. Karya sastra dianggap sebagai sarana untuk memehami keadaan jiwa pengarang atau sebaliknya. Apresiasi sastra merupakan interpretasi yang benar terhadap karya sastra. Karya sastra merupakan refleksi dari kehidupan nyata sebagai hasil renungan dari realita kehidupan yang dilihat. Sastra mengandung eksplorasi mengenai kebenaran kemanusiaan. Mantra sebagai salah satu jenis sastra (puisi lama) merupakan salah satu sastra daerah yang terancam punah. Oleh karena itu, pengenalan sastra daerah kepada peserta didik sangat perlu. Hal tersebut dilakukan karena banyak generasi muda saat ini tidak mengenal lagi sastra daerahnya. Pemilihan sastra daerah sebagai materi pembelajaran sastra (mantra) di sekolah jenjang SMA dimana lingkungan siswa berada sangat dibutuhkan kekreatifitasan seorang guru bahasa Indonesia dan sastra. Hal tersebut sangat perlu mengingat bahwa di dalam sastra daerah banyak terdapat nilai-nilai kehidupan yang dikandungnya.
Kata Kunci: mantra, relevansi, pembelajaran sastra
Abstract: Literature is an integral part in the education that is taught at every level of education in Indonesia. Literary works are considered as a means for understanding the state of the soul author or otherwise. Appreciation of literature is the correct interpretation of the literature. Literary works are a reflection of real life as a result of reflections of the reality of life is seen. Literature contains exploration of the human truths. Spells as one type of literature (poetry long) is one of the endangered regional literature. Therefore, the introduction of regional literature to students is necessary. This is done because many young people today do not know anymore literary territory. Selection of regional literature as the literature of learning materials (spell) in schools where the students are high school level are urgently needed creativity an Indonesian language and literature teacher. It is necessary to remember that in the literature there are many areas of life values they contain.Keywords: spells, relevance, learning literature
A. Pendahuluan
Sejak manusia mengenal peradaban, usaha untuk mengadakan perubahan
telah ada baik dalam mengubah pola hidup maupun lingkungan. Bentuk
perubahan tersebut menpunyai tujuan dalam menentukan jati diri maupun
kepentingan lain yang merupakan suatu kebutuhan. Perubahan perilaku manusia
yang saling berinteraksi dalam masyarakat misalnya pada saat pelaksanaan
upacara-upacara adat dan kegiatan ritus lainnya. Dalam pelaksanaan upacara-
upacara tersebut tidak terlepas dari kehadiran mantra sebagai salah satu sastra
daerah yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Sastra daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional, perlu terus dipelihara
agar mampu menjadi ungkapan budaya masyarakat yang mendukung
kebhinnekaan budaya, unsur kreativitas, dan sumber kekuatan bangsa.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut, maka sastra daerah dirasa perlu dikaji dan
diteliti.
Mantra sebagai salah satu bentuk puisi lama (Badudu dalam Udu, 2009: 51)
merupakan salah satu sastra daerah yang terancam punah. Kaitannya dengan
objek penulisan ini, dalam masyarakat masyarakat Kabawo selain mengenal
mantra dalam bercocok tanam juga mengenal bhatata. Bhatata tidak diberikan
atau diajarkan kepada sembarang orang begitu juga halnya dengan mantra. Orang
yang ingin mempelajari atau memiliki mantra dan bhatata tersebut wajib
memenuhi persyaratan tertentu dan tidak semua orang mampu memenuhinya.
Waluyo (1987: 6) mengemukakan bahwa mantra terdapat di dalam
kesusastraan daerah di seluruh Indonesia. Mantra berhubungan dengan sikap
religius manusia. Untuk memohon sesuatu dari Tuhan diperlukan kata-kata pilihan
yang berkekuatan gaib, yang oleh penciptanya dipandang mempermudah kontak
dengan Tuhan. Dengan cara demikian, apa yang diminta (dimohon) oleh pengucap
mantra dapat dipenuhi oleh Tuhan. Dalam hal ini mantra berhubungan dengan
kepercayaan masyarakat terhadap Tuhan atau juga Dewa, dan arwah leluhur.
Mantra bercocok tanam jagung dalam masyarakat Muna khususnya di
Kecamatan Kabawo perlu perhatian dengan serius. Hal tersebut mengingat
peranan kebudayaan daerah merupakan salah satu unsur kekayaan bangsa dalam
rangka mengikuti perkembangan pembangunan dan perkembangan zaman. Oleh
karena itu, penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan tentang perhatian dan
penelitian tentang mantra, khususnya tujuan dan fungsi mantra bercocok tanam
jagung.
Masyarakat Muna menggunakan mantra bercocok tanam jagung pada saat
pramenanam sampai tiba masa panen. Adapun sistematis pembacaan mantra
dalam proses bercocok tanam jagung tersebut meliputi kaago-ago, menanam,
penanggulangan penyakit, pemeliharaan, dan pemanenan. Pembacaan mantra-
mantra tahap tersebut digunakan dengan harapan agar jagung yang ditanam
tumbuh dengan subur dan bebas dari gangguan penyakit, sehingga hasil
pertaniannya melimpah ruah.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka dirasa perlu menyelami
untuk mengetahui mantra bercocok tanam jagung masyarakat Muna perlu dikaji
dalam bentuk penelitian.
Selain sebagai salah satu bentuk pelestarian sastra klasik, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengajaran terutama
perkembangan sastra daerah dalam pemenuhan materi muatan lokal di sekolah-
sekolah. Di dalam pengajaran secara umum disebutkan bahwa tujuan pengajaran
harus dapat mencapai berbagai aspek. Sesuai dengan penelitian ini yang menjadi
aspek yang terpenting adalah aspek sosial.
B. Metode Penelitian
Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, pengggunaan ini
bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat dengan
menggunakan kata-kata atau kalimat. Semuanya diuraikan sesuai dengan
kenyataan yang ditemukan di lapangan penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Dikatakan demikian karena
peneliti terjun langsung ke lapangan penelitian untuk mendapatkan data yang
representatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.
Data adalah mantra-mantra yang digunakan dalam bercocok tanam jagung
mulai dari pramenanam sampai panen oleh masyarakat Muna di Kecamatan
Kabawo. Sumber data adalah informan/parika yang telah dipercayai oleh
masyarakat dan mengetahui tentang mantra bercocok tanam jagung yang
berdomisili di Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna yang berjumlah empat orang
yang namanya terlampir dalam hasil penelitian ini. Dalam pemilihan informan
menggunakan kriteria sebagai berikut:
1) dukun/pawang yang sangat berperan atau dipercayai oleh masyarakat,
2) tidak mengalami gangguan kejiwaan,
3) memiliki cukup waktu untuk memberikan informasi yang dibutuhkan,
4) bersifat terbuka dan tidak kaku dalam memberikan informasi yang
dibutuhkan.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik wawancara
dan teknik catat. Teknik wawancara digunakan untuk menanyakan langsung
kepada informan tentang mantra dalam bercocok tanam jagung. Teknik catat
digunakan untuk mencatat mantra-mantra yang digunakan dalam bercocok tanam
jagung mulai dari kaago-ago, penanaman, penanggulangan penyakit,
pemeliharaan dan pemanenan.
Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskripitif kualitatif. Data
dideskripsikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat yakni menguraikan makna,
fungsi, dan tujuan mantra bercocok tanam jagung mulai dari kaago-ago sampai
pada pemanenanan dalam masyarakat muna di Kecamatan Kabawo.
Analisis data menggunakan pendekatan struktural yaitu pendekatan yang
memandang karya sastra terdiri atas seperangkat struktur yang berhubungan satu
sama lainnya dan bersifat otonom dan kemudian dengan menggunakan prosedur
sebagai berikut:
1. Mengklasifikasikan data.
2. Penyajian data yaitu menyajikan data penelitian bedasarkan klasifikasi yang
sudah diambil dari informan yang telah menuturkan mantra bercocok
tanam jagung.
C. Pembahasan
1. Sistem Pertanian Masyarakat Kabawo
Dari dahulu sampai sekarang, masyarakat Kabawo sebagian besar adalah
petani tradisional. Mereka melakasanakan pertanian sebagian besar adalah
bercocok tanam jagung. Jagung merupakan makanan yang pokok sehingga tidaklah
mengherankan sebagian besar masyarakatnya bercocok tanam jagung. Apalagi
didukung dengan keadaan lahan yang luas sehingga mengandalkan sektor
pertanian.
Sistem pertanian yang diterapkan oleh masyarakat Kabawo adalah dengan
sistem berpindah-pindah. Salah satu alasan petani di Kecamatan Kabawo ini
dikarenakan produktifitas lahan pertanian mereka menurun sehingga mereka
meninggalkannya untuk beberapa lama dengan mencari dan mengolah lahan
mereka di tempat yang lain secara berkelompok yang dianggap subur dibanding
dengan yang ditinggalkan.
Pola bertani masyarakat Kabawo secara umum bersifat tradisional. Pola
berpindah-pindah masih diyakini bahwa lahan-lahan pertanian yang ditinggalkan
dalam jangka waktu yang lama dapat mengurangi perkembangan tanaman-
tanaman pengganggu dan mencegah menurunnya tingkat kesuburan tanah. Dalam
masyarakat Kabawo, tradisi dengan mengandalkan kekuatan alam dan bertani
dengan sistem berpindah-pindah mencari lahan yang subur masih dianggap
sesuatu yang utuh dan mengikat dalam kehidupan mereka. Keadaan tanah di
lokasi mereka menanam pada umumnya telah dipilh tanah yang baik dalam arti
tidak berbatu-batu, rata, dan tidak mengandung kapur.
Suatu ciri yang paling menonjol bagi petani masyarakat Kabawo adalah
ketergantungannya pada keadaan alam dan iklim. Kegiatan penanaman jagung
dilakukan dengan perhitungan bulan di langit untuk menentukan waktu tanam
yang tepat. Sebagian besar petani melakukan dua kali penanaman jagung dalam
satu tahun dengan waktu tanam yang disebut kalangkari (musim tanam timur)
dan waktu tanam bhara (musim tanam barat). Musim tanam kalangkari
dilakukakan sekitar bulan Maret dan April menjelang musim kemarau, sedangkan
musim tanam bhara dilakukan sekitar November dan Desember menjelang musim
hujan.
Usaha pertanian masyarakat Kabawo dilakukan secara tradisional. Hal tersebut
ditandai dengan tidak mengenal pupuk sebagai suatu teknologi dalam peningkatan
produksi pertanian serta masing-masing petani memiliki lebih dari satu lahan
pertanian yang tersebar pada beberapa tempat untuk cadangan bercocok tanam
apabila produksi pada salah satu lahan pertanian mereka menurun, maka mereka
mulai membuka lahan baru yang bisa digunakan sebagai lahan pertanian.
Petani masyarakat Kabawo tidak menggunakan jenis pupuk tertentu untuk
pertanian, mereka masih mengandalkan sistem bertani dengan berpindah-pindah.
Cara tersebut dianggap paling mudah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
berupa pangan. Melaksanakan sistem pertanian dengan cara menetap pada suatu
tempat menurut persepsi sebagian masyarakat Kabawo kurang ekonomis, di
samping memerlukan cara kerja yang rumit juga memakan waktu yang lama.
Selain itu, keahlian mereka kurang menunjang untuk menerapkan pola sistem
bertani dengan cara menetap. Justru bertani dengan cara berpindah-pindah relatif
memberi keuntungan. Menurut mereka, lahan baru yang dibuka relatif tingkat
tanahnya menjanjikan harapan yang baik untuk memberikan hasil pertanian dalam
rangka memenuhi kebutuhan ekonomi berupa pangan.
1.1 Kaago-ago
Kaago-ago adalah salah satu acara ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat
Kabawo sebelum akan memulai menanam pada lahan baru yang siap ditanami
jagung atau tanaman holtikultural lainnya. Dalam penyelenggaraan upacara kaago-
ago, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan upacara
tersebut. Penyelenggaraannya harus didahului dengan musyawarah yang
dilakukakan oleh seluruh petani yang akan melaksanakan kaago-ago beserta
parika yang bertujuan untuk menentukan hari yang baik dan tempat yang strategis
bagi penyelenggaraan acara yang dimaksud. Biasanya penentuan tempat untuk
berlangsungnya upacara kaago-ago adalah petani yang dituakan pada suatu area
tersebut.
Dalam melaksanakan upacara tradisional kaago-ago, yang bertindak sebagai
pemimpin upacara adalah parika (dukun kebun). Penetapan dukun kebun tidak
berdasarkan pemilihan atas dasar tradisi. Kepemimpinan dukun kebun tidak hanya
pada saat upacara kaago-ago berlangsung melainkan sampai masa panen selasai.
Oleh karena itu, parika (dukun kebun) harus memiliki kemampuan untuk menjaga
berbagai pantangan, kekuatan batin sehingga dapat menyampaikan hajat para
petani yang dipimpinnya.
Selain itu, parika juga harus mampu menjaga sikap dan tutur katanya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga tetap suci.
Adapun alat dan perlengkapan dalam acara kaago-ago berupa alat dan
perlengkapan pertanian, diantaranya sebagai berikut: parang, pacul, tembilang,
sabit, kampak, bahan-bahan pelaksanaan seperti satu butir telur ayam kampung
yang sudah direbus, air, kameko, kayu yang sudah diruncingkan, bendera (tombi)
empat lembar, bambu, nasi, bunga pinang, tembakau, daun sirih, pinang, dan
kapur.
Waktu pelaksanaan upacara kaago-ago harus memperhitungkan hari, bulan
dan tahun yang baik. Dalam konsepsi kepercayaan masyarakat Kabawo, waktu
pelaksanaan upacara kaago-ago tidaklah semua hari dalam seminggu itu dianggap
baik. Untuk menentukan hari yang baik, perlulah mereka melakukan pengamatan
terhadap gejala-gejala alam serta perhitungan yang tepat terhadap bintang di
langit.
Penentuan hari yang baik tersebut didasarkan pada penilaian-penilaian yang
sifatnya magis bahwa hari yang dipilih tersebut jika dilaksanakan upacara kaago-
ago akan terhindar dari gangguan-gangguan (nahas). Selain itu, dalam satu minggu
terdapat tujuh hari dan satu hari terdiri dari 12 jam (siang dan malam). Untuk
mengetahui hari yang baik dalam waktu 12 jam tersebut, masyarakat Kabawo
menggunakan sebuah alat yang disebut kutika seperti yang terlampir pada
lampiran hasil penelitian ini. Dengan menggunakan hari yang baik pada saat
pelaksanaan upacara, maka upacara menurut versinya masyarakat Kabawo akan
berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan yang diharapkan.
Tempat atau lokasi pelaksanaan upacara kaago-ago tidak ditetapkan atau
ditentukan secara resmi, akan tetapi lokasi atau tempat yang dipilih adalah
ditengah-tengah kebun para petani dalam satu tombu (area). Selain itu juga,
biasanya tempat atau lokasi pelaksanaannya adalah pada pemilik kebun yang
dituakan pada area pertanian mereka. Berdasarkan pernyataan dari informan
tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa lokasi atau tempat pelaksanaan upacara
kaago-ago tidak terikat pada salah satu tempat saja.Kaago-ago yang mempunyai
kekuatan simbolis sekaligus sebagai wujud dari ekspresi jiwa masyarakat
Kecamatan Kabawo dalam menjalin hubungan dengan penghuni dunia gaib. Dalam
upacara kaago-ago tersebut tidak terlepas dari kehadiran bhatata yang dibacakan
oleh parika dengan suara yang keras. Berikut mantra yang yang dimaksud:
Fotingkeemu kosibharihaeKodasaghono ainiKoteaghono ainiKolongkowaghono aini
Tutumuturano lonso ainiTumbu-tumbuno longkowa ainiAini aetaganakoomo Dhini ngkadae, dhini ngkapute, dhini ngkakuni
Aniaemo dawuamu afontantangkoemuMai fumaamu, mai mesosomu, mai foroghuumuBhalihano sumempa sikadhiomu negaluku ini, Sokumaempa-empamu ne galuku ini
Naegabu-ghabu, naeghefi-ghefi, naorepu, naosoka, Fatofulu rofa sokangkahano bhe galulku iniaFitu paku phalihano hari kiama pana manusau,Poo…
1.2 Proses Penanaman Jagung
Proses penananaman jagung pada lahan pertanian merupakan salah satu
rangkaian kegiatan dalam kaago-ago lahan pertanian. Penanaman jagung
dilakukan bila lahan yang diolah telah siap untuk ditanami. Penanaman lahan
pertanian bagi masyarakat Kabawo dilakukan apabila musim hujan tiba. Hal
tersebut dilakukan karena bidang pertanian yang digeluti oleh masyarakat Kabawo
hanya mengaharapkan air hujan sebagai satu-satunya sebagai sumber
pengairannya.
Menanam jagung (detisa kahitela) merupakan kegiatan petani menebarkan
bibit jagung pada lubang-lubang yang telah disiapkan dengan jarak tertentu pada
lahan yang telah tersedia untuk mengharapkan hasil produksi yang memuaskan.
Hal yang pertama dilakakukan oleh petani sebelum mulai menanam jagung adalah
memanggil parika untuk memulai penanaman. Penanaman dapat dilakukan pada
lahan yang baru dan lahan lama.
1.2.1 Penanaman pada Lahan Baru
Penanaman pada lahan baru adalah kegiatan menebarkan benih pada lahan
yang baru dibuka yang telah lama ditinggalkan oleh petani. Sebelum melakukan
kegiatan penanaman pada lahan yang baru terlebih dahalu harus dilaksanakan
acara kaago-ago dengan alasan bahwa pada lahan yang baru dibuka tersebut
banyak makhluk yang halus yang masih mendiami lahan tersebut. Untuk
memindahkan mereka ke tempat yang lain agar tidak mengganggu aktivitas petani
dilaksanakanlah kaago-ago.
1.2.2 Penanaman pada Lahan Lama
Kegiatan penanaman pada lahan yang lama biasanya dilaksanakan menjelang
musim kemarau, yaitu pada bulan April dan Mei. Kegiatan penanaman tersebut
tidak dilakukan acara kaago-ago. Petani percaya bahwa makhluk yang halus tidak
akan mengganggu mereka karena telah dilaksankan kaago-ago pada awal mereka
membuka lahan.
Dalam masyarakat Kabawo, kegiatan yang dilakukan parika (dukun kebun)
untuk memulai menanam jagung disebut fematai. Parika dibantu oleh petani
menyiapkan bahan dan segala sesuatunya untuk upacara penanaman, diantaranya
adalah benih dan tugal. Setelah benih dan tugal tersedia pada tempat yang telah
ditentukan oleh pemilik kebun/petani, mulailah parika mengambil satu genggam
benih jagung untuk dimantrai. Hal yang pertama yang dilakukakan parika setelah
memantrai benih jagung adalah menugal sebanyak lima lubang, dimulai dari
tengah sebagai pusatnya, kemudian diikuti empat tugalan pada bagian utara,
selatan, barat dan timur dari tugalan yang pertama.Baik penanaman pada lahan
yang baru maupun yang lama mempunyai mantra yang sama. Berikut mantra yang
dimaksud:
Saghumoroe radhakiku iniaNahumende sameompugho nebarangkaMinano wite namoni nahumendepie ampa bhola-bholano, Minano lani nasumampu ampa we para-parakano, Bissimillah
1.3 Penangkalan Hama dan Penyakit
Setelah selesai proses menanam jagung, masyarakat Kecamatan Kabawo,
langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah penangkalan terhadap hama dan
penyakit yang akan mengancam keselamatan tanaman mereka. Adapun hama
yang sering mengancam keselamatan jagung dari awal tanam sampai panen adalah
babi hutan, sedangkan penyakit yang sering membuat kekhawtiran petani jagung
di daerah tersebut adalah lakapute, lakadea, lakakuni, lambatipa, bhale ngkowala,
mbana-mbana, latuake, wangkabu, radhabu, dan wandoke. Untuk mengantisipasi
kemungkinan serangan berbagai jenis penyakit tersebut, para petani
mempercayakannya kepada parika. Pengantisiapasian terhadap berbagai jenis
penyakit dilakukan ketika jagung berumur tujuh hari.
Penangkalan yang dilakukan oleh parika adalah dengan cara meniupkan
mantra penanggal penyakit jagung berdasarkan jenis penyakit yang kemungkinan
menyerang tanaman jagung yang ditanam tersebut pada sebuah botol yang
berisikan air, kemudian ditebarkan pada seluruh kebun menjelang pagi dan sore
sebanyak tiga hari berturut-turut dan sisanya disimpan pada tengah kebun tempat
semula pada waktu melakukan kafematai (permulaan menanam). Namun,
kadangkala penangkalan dilakukan ketika benih jagung masih direndam. Cara
melakukannya adalah air yang sudah ditiup dengan mantra dicampurkan ke dalam
air perendam benih jagung yang akan ditanam dengan membacakan mantra
berikut:
Wabusiku balaisi sitani iblisiKasumpuno lakakuniKasumpuno lakadeaKasumpuno lambatipa
Kasumpuno bhale ngkowalaKasumpuno mbana-mbanaKasumpuno wangkabuKasumpuno radhabu
Kasumpuno latuakeKasumpuno lakaputeKasumpuno wandokeKasumpuno sakimodainoBissimillah
1.4 Pemeliharaan Tanaman Jagung
Setelah petani melakukan penangkalan terhadap berbagai jenis penyakit yang
kemungkinan akan menyerang tanaman jagung mereka, langkah selanjutnya yang
harus dilakukan adalah pembersihan terhadap gulma yang mengganggu tanaman.
Kegiatan pembersihan terhadap gulma tersebut dilakukan setelah jagung berumur
sekitar satu bulan dengan alasan bahwa pada saat jagung umur tersebut, gulma
mulai mengganggu. Setelah tanaman bebas dari gulma, dirangkaikan dengan
kapaliki (mengelilingi kebun dari arah kanan ke kiri). Acara kapaliki dilakukan
paling cepat ketika jagung berumur 35 hari dengan alasan bahwa pada umur
tersebut, akar jagung sudah mulai ditancapkan sebagai pertahanan terhadap gejala
alam.
Masyarakat Kabawo percaya bahwa ketika waktunya jagung mulai
menurunkan akarnya, harus ada mantra yang mengantarnya yang disebut mantra
kapaliki. Berikut mantra yang dimaksud:
Foili ghaghe mbari, fofosada mparakamuKoemo mempali-mpalia, Mpali ngkema, mpali saunaKapo ne kahiteku ini
Hende polali-lali, pologo-logoLali maghinduluno, lali mburumainoFohende polopano, fohende tomualonoKorkoko-koko…
1.5 Pantangan dalam Bercocok Tanam Jagung
Setiap kegiatan tanam-menanan mempunyai pantangan yang tidak boleh
dilakukan baik oleh parika, petani atau penghuni lokasi pertanian. Pantangn
tersebut mulai berlaku sejak akan dibukanya lokasi pertanian sampai pada
kegiatan yang dinanti-nantikan oleh para petani yaitu pemanenan. Begitu juga
halnya dengan bercocok tanam jagung masyarakat Kecamatan Kabawo dalam
bercocok tanam jagung memiliki sejumlah pantangan.
Adapun pantangan yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:
a) tidak boleh bicara antara orang yang ada dalam kebun dengan orang
yang ada di luar kebun,
b) jika ingin mengambil kayu di luar kebun, tidak boleh membungnya
langsung ke dalam kebun,
c) tidak boleh menyanyi ketika berada di dalam kebun,
d) ketika pemenenan harus pada saat yang telah ditentukan (hari H-nya),
e) tidak boleh melakukan perbuatan maksiat,
f) tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang kotor, kasar, bersikap
sombong, dan angkuh karena dapat mendatangkan bahaya bagi diri
sendiri, petani yang ada pada area tersebut serta tanaman jagung
tercancam gagal panen.
Apabila melanggar pantangan tersebut, maka bencana akan mengancam
keselamatan tanaman jagung yang ditanam terutama dari serangan babi hutan,
monyet dan berbaga jenis penyakit jagung.
Melanggar pantangan, maka bencana akan siap mengancam keselamatan
tanaman jagung yang ditanam terutama dari serangan babi hutan pada malam hari
bahkan pad siang harinya. Setiap malam babi hutan datang dari berbagai penjuru
kebun berusaha masuk ke dalam kebun sehingga petani tidak dapat tidur pada
malam hari. Keadaan kebun yang demikian oleh masyarakat Kabawo dinamakan
galu motantawu (kebun yang rawan terhadap serangan hama).
Kebun yang rawan terhadap serangan hama disebabkan karena ulah manusia
sendiri. Untuk menanggkal keadaan kebun yang demikian, parika memantrai air
pada sebuah botol yang kemudian pada saat menjelang magrib memandikan pagar
kebun keempat penjurunya.
1.6 Proses Pemanenan Jagung
Musim panen jagung adalah hal yang dinanti-nantikan oleh para petani. Pada
masa panen, petani akan memetik hasil jerih payahnya yang telah dilakukan dari
proses yang panjang mulai pembukaan lahan, menanam, menjaga, dan
memelihara yang ditanamnya. Dalam pesta panen, petani kembali mamanggil
parika untuk memulai memanen pada tempat yang telah ditentukan, yakni tempat
awal upacara penanaman dilaksanakan yang disebut kafematai, kemudian
berkeliling sambil memulai memanen pada empat sudut kebun yang dimulai dari
arah kanan ke kiri. Setelah parika selesai memanen keempat sudut kebun,
mulailah menyimpannya pada tempat yang telah disediakan.
Kegiatan pemanenan jagung dalam masyarakat Muna, khususnya masyarakat
Kecamatan Kabawo mengenal dua siklus, yaitu pemanenan pada saat jagung
menguning (ketika jagung berumur 60 hari) dan pemanenan pada saat jagung
ketika sudah dinyatakan tua yaitu ketika berumur sekitar 85 hari sejak waktu
tanam. Kegiatan memanen, baik memanen jagung menguning (ketika jagung
berumur 60 hari) maupun pemanenan pada saat tua (pada umur 85 hari sejak
waktu tanam) harus dimulai pada hari yang baik menurut versi masyarakat
Kabawo. Penntuan hari yang baik menurut versi masyarakat Kabawo sebagaimana
terlampir dalam penelitian ini.
Pada umur 35 hari terhitung sejak hari tanam, tanaman jagung mulai muncul
buahnya. Pada umur tersebut, petani mulai mengambil anak jagung yang muncul
untuk berbagai keperluan, salah satu yang paling utama adalah sebagai sayur.
Ketika hendak akan mengambil anak jagung tersebut, tidak boleh langsung
mengambilnya begitu saja, melainkan ada bahasa tersendiri yang harus dipakai.
Pemanenan awal anak jagung tersebut dalam masyarakat Kabawo disebut
kabhelaiha pasele. dan bahasa yang dipakai untuk untuk memulai memanennya
disebut mantra, berikut mantra yang dimaksud:
Abhelaikomo hintumu mbusangoBhahi totisele, bhahi totikendamaka tokampile-mpileimaka okampunda-punda,
Konekakala tonuanaomu, Laloomu mpali kema mpali suanaKapo ne kahitelaku iniMpali sauna mpali kemaKapo nekahitelaku ini.
Setelah selesai pemenanan (kabhelai pasele), langkah selanjutnya adalah anak
jagung yang telah dipanen, direbus dan setelah masak disimpan pada tempat yang
tidak terlalu tinggi bersamaan dengan air untuk yang mempunyai area tempat
berkebun. Acara ini dalam masyarakat Kabawo disebut kafongkora-ngkora.
1.6.1 Pemanenan Jagung ketika Menguning
Pada umur 60 terhitung sejak hari tanam, tanaman jagung sudah mulai
menguning dan siap untuk dipanen. Untuk memanaen jagung yang menguning
tersebut biasanya dilakakukan oleh ibu atau anak perempuan yang sudah dewasa
dari petani yang bersangkutan yang dianggap mampu untuk melakukannya dengan
menggunakan parang atau pisau untuk memotong batang jagung yang
dipanennya. Jagung yang sudah dipanen dari batangnya disimpan pada keranjang
yang diikat pada punggung, diikat dengan menggunakan tali (biasanya tali dari kulit
pohon waru yang dibuang kulit luarnya). Ketika pertama kali hendak memyimpan
jagung yang dipanen di dalam keranjang, ada mantra yang harus dibacakan sebagai
tradisi yang tidak bisa dilupakan.
Mina alamuMina watuiliAla minano witeBissimillah
Menurut keyakinan masyarakat Kabawo bahwa tanah adalah asal mula
manusia diciptakan dan manusia itu sendiri yang dijadikan Allah Swt. dari tanah,
sedangkan mengenai fungsinya adalah jika sifat tanah dan manusia sudah
menyatu, maka suatu saat nanti manusia tiba hari akhir, tanah dapat menerima
manusia sebagai bagian dari dirinya, dan selain itu pula sebagai wujud pengabdian
manusia kepada Allah Swt.
Ketika akan mengakhiri pemanenan jagung, salah satu yang harus dilakukan
oleh orang yang memanen jagung adalah menutupnya dengan mantra sebagai
tanda dan kunci bahwa penanenan jagung pada saat itu akan selesai.
Palihara kunsiKunsi adha,
Kunsi bahatiadha
Setelah pemanenan selesai, langkah selanjutnya adalah merebusnya sampai
masak, namun ketika masak tidak boleh dimakan oleh siapa pun sebelum
melakukan pembacaan mantara yang akan dilakukan oleh oleh parika. Acara yang
dilakukan tersebut dalam masyarakat Muna khususnya masyarakat Kabawo
dikenal dengan nama kafongkora-ngkora atau kafoampe-ampe.
Amampeangkomo bhakeno hintumuKodasano, koteano, kolongkono ainiTutraino lonso aini, tutungguno longkowa ainiKomelilimu padamo afoampeangkomuFumaomu aitu ,dhaganiemu, ghondofaanemuKonarowe, konoangkafio.
1.6.2 Proses Pemanenan Jagung Ketika berumur 85 Hari
Pemanenan tanaman jagung pada tahap ini dilakukan setelah tanaman jagung
tersebut membuahkan hasil yang sudah siap disimpan sebagai cadangan
pergantian musim tanam. Kegiatan pemanenanan biasanya dilakukan paling cepat
pada saat jagung berumur 85 hari terhitung sejak waktu tanam. Pada saat jagung
berumur 85 hari tersebut, petani harus mempersiapkan tempat untuk menyimpan
jagunng yang akan dipanen. Jagung yang dipanen biasanya disimpan dikolong
pondok yang sengaja dibuat pondok yang tinggi sesuai dengan perkiraan bahwa
jagung yang disimpan akan memuatnya dan aman dari air hujan.
Pemanenan yang dilakukan pada tahap tersebut merupakan pemanenan
tahap yang ketiga. Pada langkah ini, jagung yang dipanen adalah yang sudah tua
yang bercirikan kulitnya sudah mengering yang mempunyai tujuan sebagai
persiapan hidup sampai pada musim menanam berikutnya.
Dalam masyarakat Kecamatan Kabawo mengenal tiga kali panen jagung dalam
setiap musim tanam. Pemanenan pada tahap ini merupakan rangkaian
pemanenan tahap yang pertama dan kedua yang tidak terlepas dari kehadiran
mantra seperti halnya pada langkah memanen ketika jagung berumur 35 hari dan
60 hari sejak waktu tanam. Perbedaan kedua hal tersebut adalah hanya terletak
pada mantra dan nama proses memanennya. Pada acara ini dikenal dengan nama
kasaraka.
Dalam acara kasaraka, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebagai
syarat dan perlengkapan dalam melakukannya. Pemilihan perlengkapan dalam
kegiatan kasaraka tidaklah sembarang benda. Adapun benda-benda yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Sio dan daunnya
b) Batu kecil yang keras satu biji
c) Tulangkani
d) Roono dadara
e) Kariwu-riwu
Kelima perlengkapan dalam acara kasaraka tersebut mempunyai makna
tersendiri bagi masyarakat Kabawo yang tidak bisa digantikan dengan benda yang
lainnya. Berikut penjelasannya:
a) Sio dan daunnya yaitu suatu jenis pohon yang cepat kering airnya jika
dipotong.
Masyarakat Kabawo beranggapan bahwa jagung yang digantung pada
batang kayu seperti sio tersebut dalam melaksanakan kasaraka akan cepat
kering sehingga jagung yang dipanen nanti akan cepat mengering.
b) Batu kecil yang keras.
Batu kecil yang keras mempunyai tujuan agar jagung yang dipanen cepat
mengeras sehinnga kebal terhadap serangga.
c) Tulangkani suatu jenis tumbuhan yang hidup di hutan dengan cara
merambat di tanah.
Tulangkani digunakan sebagai pengikat kasaraka yang dianggap paling
kuat dan tahan diantara tali lain yang berasal dari alam.
d) Roono dadara adalah sejenis pohon yang batang, daun dan buahnya
berduri. Roono dadara menandakan bahwa jagung yang dikumpul dan
disimpankan dengan roono dadara akan ditakuti oleh jin jahat sehinnga jin
jahat tersebut tidak berani mengganggu jagung yang disimpan.
e) Kariwu-riwu yaitu suatu jenis tumbuhan yang batangnya kecil tetapi
bunganya banyak. Kariwu-riwu melambangkan bahwa jagung yang
dikumpul nanti dapat membawakan hasil yang banyak seperti halnya
bunga tumbuhan kariwu-riwu.
Setelah semua bahan tersebut tersedia, parika mulai mengambil jagung yang
di tanamnya. ketika mulai penanaman (kafetatai bagian tengah) dengan menyabut
batangnya yang kemudian disimpan di tengah-tengah pada tempat yang telah di
sediakan sebagai tempat penyimpanan jagung. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan parika dalam proses kasaraka adalah sebagai berikut:
a. parika mengambil jagung sebanyak empat buah kemudian kulitnya
masing-masing satu lapis bagian luar dirobek
b. setelah dirobek, masing-masing diikat dan dipasang-pasangkan
c. Kariwu-riwu, dan rokok dibungkus dengan roono dadara, kemudian
dimasukan pada batang sio yang sudah dibagi menjadi empat bagian
ujungnya, menyusul jagung yang telah dikat dan terakhir menyusul batu
kecil yang keras.
d. setelah semuanya sudah dimasukan, jagung yang empat buah
menggantung diikat dengan tulangkani.
e. disimpan pada tempat yang telah disediakan dan bagian bawahnya
disimpankan alas dari daun sio.
Tahapan demi tahapan pada kegiatan tersebut diakhiri dengan pembacaan
mantra sebagai berikut:
Amoghonukomo ihintumu radhakikuKoemo nekala-kala tonuanaomuKoghulumu nesigahanoGhulumu kaawu ne lambuku
Aghondofaane totono lalumuAdhumaganie tonuanaomuNakumala nasewuaNabholosie fitu wua radhakiku iniaBissimillah.
1.7 Pemisahan Hasi Panen antara yang Besar dengan yang Kecil
Setelah hasi panen sudah terkumpul semuanya pada pondok yang telah di
sediakan (di bawah kolong pondok), langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh
petani adalah pemotongan tulang-tulang jagung yang panjang. Pemotongan tulang
jagung tersebut bertujuan untuk memperindah bentuk buah jagung.
Dalam masyarakat Muna khususnya masyarakat Kecamatan Kabawo, jagung
yang kecil disebut kantotowi. Selain itu pula, dalam pemisahan jagung yang besar
dengan yang kecil ini, ada yang disebut bhoka yaitu buah jagung yang isinya
tersembul dari kulitnya. Jagung tersebut merupakan jagung yang harus dipakai
terlebih dahulu dibanding jagung kantotowi karena rawan terhadap serangan
serangga pemakan jagung. Adapun mantra yang digunakan adalah sebagai berikut:
Allahumma wabariklana Ginadhai binara paramai radhakiBissimillah
1.8 Pembelajaran Sastra di Sekolah
Pembinaan apresiasi sastra adalah pembinaan minat intelektual. Hal ini tidak
dapat dipisahkan dari mata pelajaran yang lain. Pembelajaran apresiasi sastra
adalah pembelajaran kesenian. Para siswa dapat diajak bergaul dalam karya sastra
dan dapat menciptakan karya sastra.
Pembelajaran apresiasi sastra pada dasarnya adalah suatu proses panjang
dalam rangka melatih dan meningkatkan keterampilan. Keterampilan sastra lebih
banyak dikaitkan dengan pengalaman lingkungan siswa sesuai jenjang tingkatan
usia dan pengalaman sehari-hari.
Karya sastra yang baik dapat membekali siswa dengan sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan kita. Karya sastra dapat menarik karenanya diperoleh
kenikmatan dan pemahaman. Pemahaman inilah yang perlu bagi siswa. Kalau ingin
memahami karya sastra yang ingin digali kita terdahulu tertarik padanya, dan
memahaminya sehingga kita akan jadi paham dam menikmatinya.
Pembelajaran siswa tertuju pada kecakapan mengapresiasi. Usaha apresiasi
jelas harus diiringi dengan penyediaan karya sastra untuk dibaca. Buku sastra yang
dipilih untuk sekolah harus berupa karya puisi, fiksi dan drama.
Pembelajaran sastra di sekolah pada prinsipnya bertujuan mengembangkan
potensi siswa sesuai dengan kemampuannya. Sehubungan dengan
kemampuannya, kecerdasanya, kejujurannya, keterampilan, pengenalan
kemampuan dan batas kemampuanya serta mengenali dan mempertahankan
dirinya. Selain itu, pembelajaran sastra di sekolah dimaksudkan untuk
mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai hakiki, nilai
efektif, nilai sosial, atau gabungan dari keseluruhan.
Kenyataan sebelumnya menunjukan bahwa pembelajaran sastra dewasa
ini di sekolah (SMP dan SMA) bukanlah sekedar menelaah unsur-unsur instrinsik
karya sastra, tetapi membawa misi yang luas, yaitu dapat mempertajam perasaan,
penalaran, daya khayal, dan mempunyai kepekaan terhadap masyarakat dan
lingkungan budaya. Dengan demikian, siswa diharapkan menjadi manusia yang
arif, peduli pada lingkungan, berbudaya, dan memiliki kepribadian yang luhur.
1.8.1 Pembelajaran Puisi di SMA Kelas XII Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan
Pembelajaran apresiasi sastra pada dasarnya adalah suatu proses panjang
dalam rangka melatih dan meningkatkan keterampilan, pembelajaran sastra lebih
banyak dikaitkan dengan pengalaman lingkungan siswa sesuai jenjang tingkatan
usia dan pengalaman sehari-hari.
Karya sastra yang baik dapat membekali siswa dengan sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan kita. Karya sastra dapat menarik karenanya diperoleh
kenikmatan dan pemahaman, pemahaman inilah yang perlu bagi siswa. Kalau ingin
memahami karya sastra yang ingin digali kita terlebih dahulu tertarik padanya dan
memahami kita akan jadi paham dan menikmatinya. Hal inilah yang perlu
dijelaskan oleh siswa karena tanpa minat kita tidak akan menikmati karya sastra
yang disediakan.
Pembelajaran siswa khusunya puisi di Sekolah Menengah Atas pada
prinsipnya bertujuan mengembangkan potensi siswa sesuai kemampuannya.
Sehubungan dengan kemampuannya, kecerdasannya, kejujurannya, keterampilan,
pengenalan kemampuan dan batas kemampuan serta mengenali dan
mempertahankan dirinya. Selain itu, pembelajaran di sekolah dimaksudkan untuk
mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai hakiki, nilai
efektif, nilai sosial, atau gabungan dari keseluruhan.
Pembelajaran puisi di SMA kelas XII berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) memuat kompetensi dasar mengenali ciri-ciri umum puisi dari
buku antologi puisi dengan indikator siswa mampu mengenali dan mendata hal-hal
yang bersifat khusus dari puisi-puisi dalam antologi.
Kaitanya dengan penulisan mantra bercocok tanam jagung pada masyarakat
Kabawo, maka dalam pembelajaran sastra, siswa harus mengenali hal-hal yang
bersifat khusus dari mantra yang merupakan puisi lama di nusantara.
1.8.2 Relevansi Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah
Pembelajaran sastra di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kemamuan
siswa mengapresiasikan karya sastra. Hal ini dikaitkan dengan aktifitas
meningkatkan kepekaan perasaan terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam karya
sastra itu sendiri. Para siswa dapat diajak untuk bergaul dengan karya sastra
sehingga mampu menciptakan karya sastra.
Pengajaran sastra adalah sebuah sistem yang keberhasilaanya ditentukan oleh
banyak faktor seperti kurikulum, guru, buku sumber pembelajaran serta sarana
dan prasarana yang terlibat di dalamnya. Pembelajaran sastra di sekolah pada
dasarnya bertujuan agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra, sehingga
mereka terdorong dan tertarik untuk mengetahui isi, bentuk, makna, tujuan dan
fungsi karya itu sendiri. Pengajaran sastra dapat mendekatkan anak didik pada rasa
peka dan rasa cinta pada karya sastra sebagai cipta rasa seni. Dengan membaca
karya sastra, diharapkan para siswa dapat memperoleh pengertian yang baik pada
manusia dan kemanusiaan dan mengenal nilai-nilai dan ide-ide.
Pembelajaran sastra di sekolah mempunyai tujuan agar siswa dapat
menghargai kesastraan bangsa sendiri dan sastra daerah khususnya serta dapat
mengenal, memahami dan mengayati nilai-nilai yang terkandung dalam karya itu
sendiri. Dalam karya sastra ini para siswa diharapkan dapat menemukan nilai-nilai
luhur bangsa dan daerahnya sehingga dapat meningkatkan rasa cinta tanah air
dan bangsanya.
Pembelajaran puisi lama di SMA Negeri 1 Kabawo pada kelas XII semester 2
memuat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan standar kompetensi
mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan puisi lama dalam kompetensi
dasar membahas ciri-ciri dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan
hai ini, karya sastra seperti puisi lama dapat digunakan untuk pembelajaran
membaca, berbicara, dan mendengarkan dengan maksud untuk melatih
kemampun siswa dalam menyampaikan ide dan gagasan yang didapatkan setelah
membaca karya sastra yang berupa puisi dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Seperti halnya mantra bercocok tanam jagung dalam masyarakat Kabawo ini dapat
memberikan nilai instrinsik terhadap peserta didik yaitu:
a) peserta didik memaknai kehidupan dalam hubungannya manusia dengan
Tuhannya, manusia dengan sesamanya serta manusia dengan lingkungan
di sekitarnya.
b) dapat memberikan peranan penting terhadap pemahaman dan penilaian
tentang warisan budaya.
D. Simpulan
Berdasarkan pada uraian pembahasan dapat disimpulan sebagai bahwa
sistem upacara adat dalam hal bercocok tanam jagung masyarakat Kabawo dalam
membuka lahan baru ditemukan beberapa kebiasaan yang meliputi (a) kaago-ago,
(b) penanaman, (c) penanggulangan hama dan penyakit, (d) pemeliharaan, dan (e)
pesta panen. Setiap kegiatan mulai dari kaago-ago sampai pada pemanenan
tanaman jagung dalam masyarakat Kabawo selalu dimulai dengan mantra dan
bhatata. Tujuan pembacaan mantra dan bhatata tersebut adalah agar jagung yang
ditanam tumbuh dengan subur dan terhindar dari berbagai jenis hama dan
penyakit serta manusia tenang dalam setiap dalam aktivitasnya. Pembacaan
mantra dan bhatata dalam bercocok tanam jagung oleh masyarakat Kabawo tahap
demi tahapan adalah agar petani, orang-orang di sekitar serta tanaman yang
ditanam bebas dari gangguan makhluk halus, hama dan penyakit, sehingga hasil
pertanian yang dilakukan dapat melimpah sesuai dengan yang diharapkan petani.
Daftar RujukanAminuddin, 1990. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru.Anonim. 2005. Kandai. Kendari: Kantor Bahasa Sultra.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV. Diponegoro.
Udu, Sumiman. 2009. Perempuan dalam Kabanti: Tinjauan Sosiofeminisme Yogyakarta: Diandra.
Sukatman. 2009. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.
Waluyo, J. Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.Wellek, Rene dan Austian Werren, 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.Ambari, Abdullah. 1979. Penuntun Belajar Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika.Dinar, Sri Suryana. 2001. Wacana Bahasa Indonesia. Kendari: Unhalu.Muliono, Anton M.. 1985. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta:
Djambatan.Oka. I.G.N. dan Suparno. Linguistik Umum. Jakarta: Depdikbud.