Bahan Blog
-
Upload
puji-astuti -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
Transcript of Bahan Blog
Logika Fuzzy
Pada akhir abad ke-19 hingga akhir abad ke-20 teori probabilitas memegang peranan
penting untuk penyelesaian masalah ketidakpastian. Teori ini terus berkembang hingga
akhirnya pada tahun 1965, Lotfi A. Zadeh memperkenalkan teori himpunan fuzzy yang
secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa tidak hanya teori probabilitas yang dapat
digunakan untuk merepresentasikan masalah ketidakpastian. Namun demikian, teori
himpunan fuzzy bukanlah merupakan pengganti dari teori probabilitas. Ross (2005)
menjelaskan bahwa pada teori himpunan fuzzy komponen utama yang sangat berpengaruh
adalah fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan merepresentasikan derajat kedekatan suatu
obyek terhadap atribut tertentu, sedangkan pada teori probabilitas lebih pada penggunaan
frekuensi relatif (Kusumadewi, 2006).
Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk
merepresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekurangan informasi dan
kebenaran parsial (Tettamanzi, 2001). Kurangnya informasi dalam menyelesaikan
permasalahan sering kali dijumpai di berbagai bidang kehidupan. Pembahasan tentang
ketidakjelasan (vagueness) telah dimulai semenjak 1937, ketika seorang filosof bernama Max
Black mengemukakan pendapatnya tentang ketidakjelasan (Ross, 2005). Black
mendefinisikan suatu proposisi tentang ketidakjelasan sebagai suatu proposisi dimana status
kemungkinan dari proposisi tersebut tidak didefinisikan dengan jelas. Sebagai contoh, untuk
menyatakan seseorang termasuk kedalam kategori muda. Pernyataan “muda” dapat
memberikan interpretasi yang berbeda dari setiap individu dan tidak dapat dilakukan
pemberian umur tertentu untuk mengatakan seseorang masih muda atau tidak (Kusumadewi,
2006).
Ketidakjelasan juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang
berhubungan dengan ketidakpastian yang diberikan dalam bentuk informasi linguistik atau
intuisi. Sebagai contoh, untuk menyatakan kualitas suatu data dikatakan “baik”, atau derajat
kepentingan seorang pengambil keputusan dikatakan “sangat penting”. Namun demikian,
dalam bentuk semantik ketidakjelasan (vagueness) dan fuzzy secara umum tidak dapat
dikatakan bersinonim. Zadeh (1995) mengatakan bahwa biasanya proposisi yang
mengandung ketidakjelasan adalah fuzzy, tetapi tidak sebaliknya (Kusumadewi, 2006).
Logika fuzzy dianggap sebagai kotak hitam yang menghubungkan antara ruang input
menuju ruang output (Gelley, 2000). Kotak hitam tersebut berisi cara atau metode yang dapat
digunakan untuk mengolah data input menjadi output dalam bentuk informasi yang baik
(Kusumadewi, 2010).
Gambar 3.1 Contoh Pemetaan Input-Output Model Gelley (Kusumadewi, 2010)
Cox, 1994 mengemukakan bahwa ada beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika
fuzzy, antara lain (Kusumadewi, 2006):
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran
fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non-linear yang sangat kompleks.
Ruang Output
(Semua jumlah produksi
barang yang mungkin
Ruang Input
(Semua total persediaan
barang yang mungkin
Persediaan
barang akhir
Kotak
Hitam
Produksi Barang
Esok Hari
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para
pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
III.3.2 Himpunan Fuzzy
III.3.2.1 Himpunan Klasik (Crisp)
Pada dasarnya, teori himpunan fuzzy merupakan perluasan teori himpunan klasik.
Pada teori himpunan klasik (crisp), keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A hanya
akan memiliki 2 kemungkinan, yaitu menjadi anggota A atau tidak menjadi anggota A (Chak,
1998). Suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan suatu elemen (x)
dalam suatu himpunan (A) sering dikenal dengan nama nilai keanggotaan atau derajat
keanggotaan, dinotasikan dengan µA(x). Pada himpuan klasik hanya ada 2 nilai kenggotaan,
yaitu µA(x)=1 untuk x menjadi anggota A; dan µA(x)=0 untuk x bukan anggota dari A
(Kusumadewi, 2006).
III.3.2.2 Himpunan Tidak Pasti (Fuzzy)
Zimmermarman (1991). Teori himpunan fuzzy diperkenalkan oleh A. Zadeh pada
tahun 1965. Zadeh memberikan definisi tentang himpunan fuzzy , sebagai (Kusumadewi,
2006):
Jika X adalah koleksi dari obyek-obyek yang dinotasikan secara genetik oleh x, maka
suatu himpunan fuzzy dalam X adalah suatu himpunan pasangan berurutan:
(3.1)
dengan µA(x) adalah derajat keanggotaan x yang memetakan X ke ruang keanggotaan M yang
terletak pada rentang (0,1).
III.3.2.3 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukan
pemetaan titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (derajat keanggotaan) yang memiliki
interval 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai
keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang digunakan.
1. Representasi Linear
Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotaan digambarkan sebagai
suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan mendaji pilhan yang baik untuk
mendekati suatu konsep yang kurang jelas. Reprentasi linear ada 2 yaitu linear naik
dan linear turun.
Gambar 3.2 Representasi Linear nain dan linear turun
Fungsi keanggotaan linear naik
0; x a
[x]= (x-a)/(b-a); a x b
1; x b (3.2)
Fungsi keanggotaan linear turun
0; x b
[x]=
(b-x)/(b-a); a x b (3.3)
2. Reprentasi Kurva Segitiga
Kurva segitiga pada dasarnya meupakan gabungan antara kurva linear naik dan kurva
linear turun.
Gambar 3.3 Representasi kurva segitiga
Fungsi Keanggotaan:
0; x a atau x c
[x]= (x-a)/(b-a); a x b
(b-x)/(b-a); a x b (3.4)
3. Reprentasi Kurva Trspesium
Kurva trapesium merupakan kurva segitiga yang memiliki beberapa titik dimana titik-
titik ini memiliki nilai keanggotaan 1.
a
1.0
b0
Trapesium
c d
Gambar 3.4 reprentasi kurva trapesium
Fungsi keanggotaan :
0; x a atau x d
[x] = (x-a)/(b-a); a x b
1; b x c
(d-x)/(d-c); c x d (3.5)
4. Reprentasi Kurva Sigmoid
Kurva sigmoid sering juga disebut sebagai kurva S. kurva sigmoid terdiri dari dua
yaitu sigmoid naik dan sigmoid turun. Sigmoid naik akan bergerak dari sisi paling kiri
(nilai keanggotaan = 0) menuju sisi paling kanan (nilai keanggotaan = 1). Sigmoid
turun akan bergerak dari sisi kanan (nilai keanggotaan = 1) menuju sisi paling kiri
(nilai keanggotaan = 0).
Gambar 3.5 Representasi kurva sigmoid naik dan sigmoid turun
Fungsi keanggotaan sigmoid naik :
(3.6)
Fungsi keanggotaan simoid turun :
(3.7)
5. Reprentasi Kurva Phi
Kurva phi berbentuk seperti lonceng dengan derajat keanggotaan 1 terletak pada pusat
domain (γ) dan lebar kurva (β).
Gambar 3.6 Representasi kurva phi
Fungsi keanggotaan :
(3.8)
III.3.3.3 Fuzzy Multi Attribute Decision Makking (FMADM)
Pada dasarnya, proses MADM dilakukan melalui 3 tahap, yaitu penyusunan
komponen-komponen situasi, analisis dan sintesis informasi (Rudolphi, 2000). Pada tahap
penyusunan komponen, komponen situasi akan dibentuk tabel taksiran yang berisi
identifikasi alternatif dan spesifikasi tujuan, kriteria dan atribut. Salah satu cara untuk
menspesifikasikan tujuan situasi |Oi’ i=1,...n|. Selain itu juga disusun atribut-atribut yang akan
digunakan |Ak’ k=1,...m| (Kusumadewi, 2006).
Tahap analisis dilakukan melalui 2 langkah. Pertama, mendatangkan taksiran dari
besaran yang potensial, kemungkinan, dan ketidakpastian yang berhubungan dengan dampak-
dampak yang mungkin pada setiap alternatif. Kedua, meliputi pemilihan dari preferensi
pengambil keputusan untuk setiap nilai dan ketidakpedulian terhadap resiko yang timbul.
Pada langkah pertama, beberapa metode menggunakan fungsi distribusi |Pj(X)| yang
menyatakan probabilitas kumpulan-kumpulan atribut |ak| terhadap setiap alternatif |Ai|.
Konsekuen juga dapat ditentukan secara langsung dari agregasi sederhana yang dilakukan
pada informasi terbaik yang tersedia. Demikian pula, ada beberapa cara untuk menentukan
preferensi pengambil keputusan pada setiap konsekuen yang dapat dilakukan pada langkah
kedua. Metode yang paling sederhana untuk menurunkan bobot atribut dan kriteria adalah
dengan fungsi utilitas atau penjumlahan berbobot (Kusumadewi, 2006).
Zimmerman (1991) mendefinisikan model multi-attribute decision making secara
umum sebagai berikut(Kusumadewi, 2006):
Misalkan A={ai | i=1,...,n} adalah himpunan alternatif-alternatif keputusan dan C={c j |
j=1,...,m} adalah himpunan tujuan yang diharapkan, maka akan ditentukan alternatif x0 yang
memiliki derajat harapan tertinggi terhadap tujuan-tujan yang relevan cj.
Kusumadewi (2006) mengutip penjelasan dari Yeh (2002) bahwa sebagian besar
pendekatan MADM dilakukan melalui 2 langkah, yaitu: pertama, melakukan agregasi
terhadap keputusan-keputusan yang dianggap terhadap semua tujuan pada setiap alternatif;
kedua, melakukan perankingan alternatif-alternatif keputusan tersebut berdasarkan hasil
agregasi keputusan. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa masalah MADM adalah
mengevaluasi m alternatif Ai (i=1,2,...,n) terhadap sekumpulan atribut atau kriteria Cj
(j=1,2,...,n), dimana setiap atribut saling tidak bergantung satu dengan yang lainnya. Matriks
keputusan setiap alternatif terhadap setiap atirbut X diberikan sebagai:
(3.9)
dimana xij merupakan rating kinerja alternatif ke-i terhadap atribut ke-j. Nilai bobot yang
menunjukkan tingkat kepentingan relatif setiap atribut, diberikan sebagai W: W={w1’w2’...,wn}
(3.10)
Rating kinerja (X) dan nilai bobot (W) merupakan nilai utama yang merepresentasikan
preferensi absolut dari pengambil keputusan. Masalah MADM diakhiri dengan proses
perankingan untuk mendapatkan alternatif terbaik yang diperoleh berdasarkan nilai
keseluruhan preferensi yang diberikan.
III.3.3.4 Simple Additive Weighting Method (SAW)
Metode SAW sering juga dikenal dengan istilah metode penjumlahan terbobot.
Konsep dasar SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap
alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967) (MacCrimmon, 1968). Metode SAW
membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat
diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada.
(3.11)
dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i=1,2,...,m dan
j=1,2,...n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (V i) diberikan sebagai berikut:
. (3.12)
Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih (Kusumadewi,
2006).