Bahan Askes 2

40
Syafruddin Syaer Welcome to my blog..... Thank's to visit. Terima Kasih Atas Kunjungannya ... Kamis, 28 April 2011 MEKANISME PELAYANAN KESEHATAN PESERTA ASKES DI RUMAH SAKIT NENE MALLOMO KABUPATEN SIDRAP 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang berperan dala derajat kesehatan yang merata kepada seluruhmasyarakat sesuaidengan tujuan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri menggapai pelayanan kesehatan dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2003). Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 menyatakanbahwa kebijaksanaan sektor kesehatan antara lain meliputi arah pembangunan kes peningkatan perbaikankesehatanmasyarakatserta kualitas pelayanan kesehatan (Aditama,2002). Perwujudan derajat kesehatan yang optimal melalui penyelenggaraan yang berkualitas merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian. Sistem kesehatan yang merata merupakan cara penanganan agar setiap masyarakat mandiri memperoleh pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan merupakan aspek penting yang dapatmemberikan kepuasan terhadap pasien, hal ini dapat menjadi pendorong kepada pelanggan/pasien untuk

Transcript of Bahan Askes 2

Syafruddin Syaer Welcome to my blog..... Thank's to visit...! Terima Kasih Atas Kunjungannya ...Kamis, 28 April 2011MEKANISME PELAYANAN KESEHATAN PESERTA ASKES DI RUMAH SAKIT NENE MALLOMO KABUPATEN SIDRAP 2011BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang berperan dalam penciptaan derajat kesehatan yang merata kepada seluruh masyarakat sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk menggapai pelayanan kesehatan dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2003). Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 menyatakan bahwa kebijaksanaan sektor kesehatan antara lain meliputi arah pembangunan kesehatan dan peningkatan perbaikan kesehatan masyarakat serta kualitas pelayanan kesehatan

(Aditama,2002). Perwujudan derajat kesehatan yang optimal melalui penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian. Sistem pelayanan kesehatan yang merata merupakan cara penanganan agar setiap masyarakat dapat dengan mandiri memperoleh pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan merupakan aspek penting yang dapat memberikan kepuasan terhadap pasien, hal ini dapat menjadi pendorong kepada pelanggan/pasien untuk

menjalin ikatan yang kuat dengan pelayanan kesehatan yang disediakan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan suatu instansi pelayanan kesehatan memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan (pasien). Kualitas yang dihasilkan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan/pasien, semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2001). Robert dan Prevost pada tahun 1987 berhasil membuktikan dalam penelitiannya, bahwa mutu pelayanan kesehatan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas kesehatan yang memenuhi kebutuhan pasien atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien (Azwar, 1996). Penelitian lain yang dilakukan oleh Smith dan Metzner 1970 yang mengemukakan bahwa dimensi mutu pelayanan yang dipandang paling penting oleh pasien sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan adalah efisiensi pelayanan kesehatan (45%) kemudian baru menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (40%), pengetahuan ilmiah yang dimiliki dokter (35%) serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien (35%) (Azwar, 1996). Penyebaran sarana pelayanan kesehatan baik Puskesmas maupun Rumah Sakit serta sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan telah merata keseluruh pelosok wilayah Indonesia, namun penyebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan (Depkes RI, 2003). Penyelenggaraan pelayanan yang dahulunya bersifat marginal hanya terpusat pada suatu instansi tertentu sudah bergeser seiring dengan penggunaan suatu paradigma baru bidang kesehatan sehingga pelayanan tersebut haruslah menjangkau segala lapisan kehidupan masyarakat (Muninjaya, 1999). Peningkatan penyakit yang berhubungan dengan aspek perilaku pola gaya hidup masyarakat yang tidak sehat, instabilitas lingkungan yang tidak ramah, dan tuntutan

masyarakat atas layanan kesehatan yang layak terus meningkat. Namun, hal itu berjalan seiring dengan minimnya daya dukung, kebijakan, dan berkepihakan pemerintah terhadap kepentingan masyarakat. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah terutama di perkotaan berimbas pada sektor layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik pengobatan, pusat kebugaran, dan sebagainya. Fenomena tersebut di atas menjadi tantangan sekaligus beban berat bagi penyelenggaraan pelayanan di puskesmas. Sebagai salah satu institusi kesehatan dasar yang paling dekat dengan masyarakat, keberadaan puskesmas memang sangat vital dan memiliki peran strategis dalam memperkuat derajat kesehatan masyarakat (Oryz, 2003). Hingga saat ini penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan dan pencegahan masih dirasakan kurang. Meskipun sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah telah tersedia di semua kecamatan dan ditunjang paling sedikit oleh tiga puskesmas pembantu (pustu), namun upaya kesehatan melalui puskemas yang biayanya murah ini belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Diperkirakan hanya sekitar 30% penduduk yang memanfaatkan pelayanan puskesmas dan pustu. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor penyebab angka kematian bayi dan ibu yang sangat tinggi, masing-masing 50/1.000 kelahiran hidup (Susenas 2001) dan 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995). Akibatnya, Human Development Index (HDI) mencatat bahwa Indonesia menduduki urutan ke-112 dari 175 negara (UNDP, 2003) (Depkes RI, 2003). Sejak konsep puskesmas diperkenalkan pada tahun 1968, jumlahnya terus bertambah. Selama periode 1987-2002, misalnya, jumlah puskesmas meningkat dari 5.524 menjadi 7.243. Peningkatan ini belum termasuk jumlah sarana kesehatan primer lainnya seperti puskesmas pembantu (pustu) yang mencapai 21.256 di tahun 2002, puskesmas keliling (pusling), penempatan bidan di desa (bides), dan kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu). Kesemuanya merupakan sarana kesehatan penunjang puskesmas yang dijalankan

pemerintah secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu bersama puskesmas. Ini dapat dilakukan karena lokasi puskesmas tersebar di hampir semua kecamatan di Indonesia, bahkan di sebagian kelurahan yang berpenduduk sangat padat seperti Jakarta (Smeru, 2002). Puskesmas merupakan salah satu instansi yang menyelenggarakan pelayanan dan merupakan ujung tombak dari pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia. Upaya perwujudan terhadap pelayanan yang diselenggarakan puskesmas menjadi berkualitas merupakan satu hal yang perlu mendapat perhatian terutama yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam wilayah kerjanya untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas (Muninjaya, 1999). Berdasarkan hasil survei di 100 puskesmas, pelayanan yang disediakan oleh semua puskesmas mencakup penanganan pra dan pasca melahirkan, imunisasi (termasuk imunisasi BCG, polio, MMR, DPT, tetanus, dan hepatitis B), serta keluarga berencana, bimbingan/penyuluhan tentang gizi, dan pelayanan penyakit mata sera pelayanan gigi (Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes 2002). Selanjutnya, berdasarkan Data Dasar Puskesmas Tahun 2002, pada tahun 2002 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia tercatat 7.277 unit, 1.818 unit di antaranya dilengkapi dengan fasilitas rawat inap. Selain puskesmas, juga tercatat 21.256 unit pustu dan 5.084 unit pusling (Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes 2002). Puskesmas merupakan perangkat pemerintah daerah (Pemda) di tingkat

kabupaten/kota dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Di samping itu, puskesmas juga perlu menjalin hubungan kerja sama dan saling koordinasi dengan kantor kecamatan, rumah sakit dan masyarakat. Kerja sama tersebut antara lain terwujud dalam upaya memfasilitasi masyarakat (dengan pihak kecamatan), penerapan rujukan (dengan pihak rumah sakit) dan kemitraan (dengan masyarakat). Kerja sama tersebut bertujuan agar kedudukan puskesmas dalam sistem kesehatan nasional dapat

berperan sebagai ujung tombak pemerintah dalam "menyehatkan" masyarakat (Depkes RI, 2003). Puskesmas sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah diharapkan survive dalam memberikan pelayanan yang optimal, memudahkan aksesibilitas pelayanan kesehatan dan sebagai pusat pemberdayaan kesehatan dengan memperkuat upaya kemandirian masyarakat. Disisi lain, puskesmas juga dihadapkan dengan beban kerja yang tinggi dengan cakupan wilayah kerja yang cukup luas terutama dengan keadaan sumber daya yang serba terbatas sehingga puskesmas menemui kekurangan dalam pelaksanaan peran dan fungsinya (Oryz, 2007). Berdasarkan tingkat pemanfaatan (utility) masyarakat terhadap layanan kesehatan seperti puskesmas sebagai tempat pelayanan pengobatan dan pemeriksaan kesehatan cenderung rendah. Masyarakat lebih memilih layanan klinik medis, praktik dokter spesialis, dan rumah sakit swasta daripada ke puskesmas. Kondisi ini semakin menguatkan stereotip banyak kalangan bahwa puskesmas masih dianggap sebagai layanan kesehatan kelas dua (Oryz, 2007). Sebagai salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan yang dipandang paling dekat dengan masyarakat, revitalisasi puskesmas bisa dijalankan dengan misalnya penambahan fasilitas fisik, jaringan sistem komputer, serta tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis. Puskesmas juga memerlukan pengembangan pelayanan rawat inap hingga perbaikan manajemen pelayanan. Dengan kata lain, puskesmas-puskesmas harus terus didesain untuk mengejar ketertinggalan dengan institusi layanan kesehatan lain seperti rumah sakit yang lebih dahulu dan tertata lebih baik (Oryz, 2007). Pelayanan rakyat miskin merupakan salah satu aspek yang dilaksanakan oleh pihak puskesmas melalui pelayanan purnajual dengan memanfaatkan dana Asuransi Kesehatan dari PT Askes (persero) sebagai operasional kegiatan pelayanan. Masyarakat dengan keadaan

derajat ekonomi rendah akan mmperoleh pelayanan di puskesmas dengan biaya yang lebih murah atau tanpa adanya beban biaya sama sekali (Depkes RI, 2005). Pelayanan puskesmas yang diberikan pada peserta Askes juga mencakup aspek kualitas pelayanan yang diselenggarakan sehingga tidak hanya pada masyarakat umum saja yang perlu memperhitungkan aspek kualitas. Kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memperhitungkan berbagai aspek terutama status perekonomian keluarga. Berdasarkan laporan bulanan Puskesmas Mattombong (2007) pada bulan Januari menunjukkan kunjungan masyarakat mencapai 480 kunjungan yang kemudian mengalami peningkatan pada bulan Februari mencapai 526 kunjungan sedangkan pada bulan Maret mengalami penurunan menjadi 310 kunjungan. Hal ini memberi indikasi bahwa pelayanan yang diselenggarakan pada tingkat puskesmas masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas Khusus peserta Askes, jumlah kunjungan pada bulan Januari mencapai 143 kunjungan yang mengalami peningkatan pada bulan Februari mencapai 237 kunjungan sedangkan pada bulan Maret mengalami penurunan hanya mencapai 160 kunjungan. Hal ini memberi indikasi bahwa pelayanan kesehatan puskesmas juga kurang memenuhi permintaan kebutuhan peserta askes akan pelayanan yang lebih berkualitas. Penurunan pemanfaatan pelayanan puskesmas Mottombong baik pasien umum maupun peserta Askes disebabkan karena adanya beberapa hal sebagaimana informasi yang peneliti dapatkan melalui peserta Askes yang pernah memperoleh pelayanan di puskesmas tersebut diantaranya adalah dinilai pelayanan peserta Askes yang berbelit-belit dan lambat sehingga ada diantara peserta Askes yang lebih memilih berobat pada dokter praktek atau langsung ke rumah sakit. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya di atas menunjukkan bahwa puskesmas merupakan pelayanan tingkat dasar pada lingkungan masyarakat harus dapat menyelenggarakan prosedur pelayanan yang berkualitas. Sehingga pada penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan loket / kamar kartu ? 2. Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan dokter ? 3. Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan perawat ? 4. Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan obat ? 5. Bagaimana penyelenggaraan administrasi kesehatan dalam pelayanan puskesmas pada tingkat pelayanan laboratorium ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong Kecamatan Matirosompe Kabupaten Pinrang 2. a. Tujuan Khusus Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan pada ruang kartu/loket dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong b. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan yang diberikan dokter dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong

c.

Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan yang diberikan perawat dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong

d.

Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan pada ruang obat dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong

e.

Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan administrasi kesehatan ditinjau dari pelayanan laboratorium dalam pelayanan kesehatan pada pasien Askes di Puskesmas Mattombong

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat institusi Hasil penelitian ini diharapkan menjadi input dalam penentuan kebijakan dalam peningkatan kualitas pelayanan puskesmas khusunya Puskesmas Mattombong 2. Manfaat ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan dan menjadi bahan bagi peneliti selanjutnya 3. Manfaat praktis Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan melalui penelitian lapangan.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Umum Puskesmas Mattombong adalah salah satu puskesmas yang berada di Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang yang terletak kira-kira lebih kurang 12 Km dari Ibu Kota Kabupaten Pinrang. Puskesmas Mattombong membawahi 2 Kelurahan dan 7 Desa sebagai wilayah kerjanya antara lain Kelurahan Langnga, Kelurahan Pallameang, Desa Massulowalie, Desa Patobong, Desa Mattongang-Tongang, Desa Siwolong Polong dan Desa Mattiro Tasi. Wilayah kerja Puskesmas Mattombong merupakan wilayah Kecamatan Mattiro Sompe dengan batas-batas sebagai berikut.

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Mattiro Bulu 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mattiro Cempa 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lasinrang

Keadaan kependudukan di wilayah kerja Puskesmas Mattombong adalah 27.561 jiwa dengan 6386 kepala keluarga. Adapun komposisi penduduk diwilayah kerja Puskesmas Mattombong berdasarkan jumlah kepala keluarga dan jenis kelamin adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Kepala Keluarga Di Wilayah kerja Puskesmas Mattombong Tahun 2005 No. 1. Kelurahan/Desa Massulowalie KK 574 Jenis Kelamin L P 1092 1278 Jumlah 2370

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Langnga Pallameng Mattombong Patobong Samaenre Mattongang-Tongang Siwolong Polong Mattiro Tasi Jumlah

1151 1126 753 577 632 501 479 5936 6386

2263 2365 1490 1138 1300 1120 967 1262 12997

2705 2524 1731 1282 1451 1157 1079 1357 14564

4968 4889 3221 2420 2751 2277 2046 2619 27.561

Sumber : Puskesmas Mattombong Tahun 2006

B. Fasilitas Tenaga Kesehatan Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara adil dan merata maka Puskesmas Mattombong mempekerjakan ketenagaan yang dapat dirinci sebagai berikut. 1. a. Tenaga Medis Dokter Umum 2 -

b. Dokter Gigi 2. a. Tenaga Keperawatan AKPER

6 6 8 1 2 -

b. SPK c. Bidan

d. Perawat Gigi e. 3. 4. APK Tenaga Gizi Tenaga Farmasi dan Keteknisan Medis a. Asisten Apoteker

-

b. Tenaga Laboratorium 5. a. Tenaga Kesehatan masyarakat SKM

1

1 1

b. Sanitarian (SPPH) c. 4. a. Pekarya Kesehatan Tenaga lain-lain Cleaning services

1 1 1130

b. Sopir c. Kader posyandu

C. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat yang menyeluruh kepada masyarakat maka fasilitas yang dimiliki Puskesmas Mattombong adalah sebagai berikut. 1. Sarana Rawat Inap 2. Sarana Rawt Jalan terdiri dari : a. Poliklinik Umum 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit

b. UGD 24 jam c. Poliklinik Gigi

d. KIA/Imunisasi

3. Sarana Penunjang Diagnosa terdiri dari : a. Laboratorium 1 unit 1 unit

b. Apoteker

D. Sarana Pelayanan Sarana pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh Puskesmas Mattombong adalah sebagai berikut.

1. Puskesmas 2. Pustu 3. Posyandu 4. Polindes 5. Sepeda motor 6. Mobil puskesmas 7. Ruang laboratorium 8. Mesin ketik 9. Komputer

1 unit 4 unit 26 unit 5 unit 3 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Kesehatan Terwujudnya keadaan sehat adalah keinginan semua pihak tidak hanya oleh orang perorang, tetapi juga oleh keluarganya, kelompok dan bahkan orang masyarakat. Untuk dapat mewujudkannya keadaan sehat tersebut banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang cukup penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan (Azrul, 1996). Pelayanan kesehatan yang dijabarkan Levey dan Loomba (1973) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azrul, 1996). Sesuai dengan batasan seperti ini segera mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis kesehatan yang dapat ditemukan banyak macamnya. Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik (Azrul, 1996) apabila persyaratan sebagai berikut :

1. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan an kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai

Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah dijangkau

Keterjangkauan yang dimaksud adalah dari sudut biaya.

5. Bermutu

Yaitu yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan. Unsur pembentuk pelayanan rumah sakit dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok yaitu :

1. Unsur input

Unsur input adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk terselenggaranya pelayanan rumah sakit. Kelompok ini meliputi gedung tempat pelayanan diselenggarakan, peralatan medis dan non medis, sumber daya manusia dan anggaran.

2. Unsur Process

Unsur proses adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam rangka pelayanan atau segala interaksi yang terjadi antara sumber daya rumah sakit dengan penderita.

3. Unsur out put

Unsur keluaran adalah segala sesuatu sebagai hasil proses penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit meliputi antara lain kesembuhan, kematian, cacat, kepuasan dan lain lain.

4. Unsur lingkungan

Unsur lingkungan adalah segala sesuatu yang bersifat mengatur atau membatasi kegiatan di rumah sakit. Unsur input, unsur proses, dan lingkungan dengan masing masing komponennya mempunyai sifat saling berhubungan, serta saling mempengaruhi dan kesemuanya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap mutu pelayanan rumah sakit (Noor, 2001). Selain itu juga pelaksanaan pelayanan kesehatan yang prima perlu memperhatikan hal hal sebagai berikut (Wijono, 1999) :

1. Mengupayakan paparan yang jelas melalui papan informasi atau petunjuk yang mudah dipahami dan diperoleh pada setiap tempat/lokasi pelayanan sesuai dengan kepentingannya menyangkut prosedur/tata cara pelayanan, pendaftaran, pengambilan sampel atau hasil pemeriksaan, biaya/tarif/ pelayanan serta jadwal/waktu pelayana. 2. Setiap aturan tentang prosedur/tata cara/petunjuk seperti yang tersebut diatas harus dilaksanakan secara tepat, konsisten dan konsekuen sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. 3. Hak dan kewajiban pemberi atau penerima pelayanan diatur secara jelas setiap persyaratan yang diwajibkan dalam rangka menerima pelayanan harus mudah

diperoleh dan berkaitan langsung dengan kepentingan pelayanan serta tidak menambah beban masyarakat penerima pelayanan. 4. Tersedia loket informasi dan kotak saran bagi penerima pelayanan yang mudah dilihat/dijumpai pada setiap tempat pelayanan. 5. Penanganan proses pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh petugas yang berwenang atau berkompoten, mampu, terampil dan profesional sesuai dengan spesifikasi tugasnya. 6. Selalu diupayakan untuk menciptakan pola pelayanan yang tepat sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan yang bersangkutan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaannya. 7. Biaya/tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhitungkan kemampuan masyarakat. Hendaknya diupayakan untuk mengatur mekanisme pungutan biaya yang memudahkan pembayarannya dan tidak menimbulkan biaya tinggi. 8. Pemberian pelayanan dilakukan secara tertib, teratur dan adil dengan tidak membedakan status sosial masyarakat. 9. Kebersihan dan sanitasi lingkungan tempat dan fasilitas pelayanan harus selalu dijamin melalui pelaksanaan pembersihan secara rutin. 10. Selalu diupayakan agar petugas memberikan pelayanan dengan sikap yang ramah dan sopan serta berupaya meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan secara optimal.

Pencapaian pelayanan prima bidang kesehatan akan selalu dipantau dan dievaluasi secara rutin dan berkala. Secara bertahap pelayanan prima harus dapat dilaksanakan oleh seluruh unit pelayanan kesehatan yang ada (Wijono, 1999). Adapun indikator pelayanan prima adalah sebagai berikut (Sampara, 2005) :

1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanaka. 2. Kejelasan dan kepastian : adanya kejelasan kepastian mengenai :

a.

Prosedur/tata cara pelayanan umum

b. Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum d. Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya e. f. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan bukti bukti penerimaan permohonan/kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan mulai dari proses pelayanan umum hingga ke penyelesaiannya. g. Petugas yang menerima keluhan masyarakat apabila terdapat sesuatu yang tidak jelas dan tidak puas atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (pelanggan).

3. Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberi kepastian umum 4. Keterbukaan, dalam arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif dan hal hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta atau pun tidak minta. 5. Efisien, dalam arti persyaratan pelayanan umum dibatasi hanya pada hal hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap

memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan. 6. Ekonomis, dalam arti biaya yang harus dibayar oleh masyarakas harus tetap wajar 7. Keadilan yang merata 8. Ketepatan waktu pelayanan

B. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Adapun yang dimaksudkan dengan puskesmas ialah salah satu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidan kesehata, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatan menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dari kedudukan puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini disebabkan karena peranan dan kedudukan puskesmas di Indonesia adalah amat unik. Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, puskesmas juga bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayan kesehatan masyarakat selain bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran atau medis. Pada saat ini kegiatan puskesmas yang dulunya 23 kegiatan, kini menjadi 18 kegiatan yakni :

a pelayanan rawat jalan.

a kesejahteraan ibu dan anak.

a keluarga berencana.

a kesehatan gigi.

a kesehatan gizi.

a kesehatan sekolah.

a kesehatan lingkungan.

a kesehatan jiwa.

a pendidikan kesehatan.

a perawatan kesehatan masyarakat.

a pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.

a kesehatan olah raga.

a kesehatan lanjut usia.

a kesehatan mata.

a kesehatan kerja.

a pencatatan dan pelaporan.

a laboratorium kesehatan masyarakat.

inaan pengobatan tradisional Puskesmas selalu memegang empat asas pengelolaan yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan yakni : a. Asas Pertanggung Jawaban Wilayah Kerja Arti dari asas pertanggung jawaban wilayah kerja ialah puskesmas harus bertanggung jawab atas semua masalah yang terjadi diwilayah kerjanya. Wilayah kerja meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Secara administrasi puskesmas merupakan perangkat pemerintah daerah tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati, tetapi puskesmas

bertanggung jawab secara langsung baik teknis maupun administrasi kepada kepala kantor Departemen Kesehatan kota/kabupaten dengan persetujuan kepala kantor wilayah Departemen Kesehatan Propinsi. Kedudukan dalam hirarki pelayanan kesehatan, sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Puskesmas berkedudukan sebagai fasilitas kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap puskesmas. Kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih jiwa, wilayah kerja puskesmas biasa satu kelurahan, sedangkan ibu kota kecamatan dengan jumlah penduduk 15.000 jiwa atau lebih puskesmas yang melayaninya disebut puskesmas Pembina yang merupakan pusat rujukan untuk puskesmas kelurahan. Selain itu juga apabila jangkuan puskesmas tidak terjangkau terutama pada daerahdaerah terpencil, maka puskesmasdibantu oleh puskesmas keliling, puskesmas pembantu, bidan-bidan desa agar pelayanan lebih merata.

b. Asas Peran Serta Masyarakat Dalam asas ini masyarakat dilibatkan dalam melaksanakan program kerja puskesmas. Salah satu bukti keterlibatan peran serta masyarakat ialah adanya posyandu dan dasa wisma. c. Asas Keterpaduan Asas ini menjadikan puskesmas dapat menyatukan program kerja dari sektor yang satu ke sektor yang lain. Artinya selain puskesmas menjalankan program kesehatan, puskesmas dapat juga menjalankan program lain selain kesehatan. d. Asas Rujukan

Asas rujukan adalah asas yang diberlakukan apabila puskesmas tidak dapat menangani suatu masalah kesehatan. Asas ini ditetapkan untuk bekerja sama dengan rumah sakit. Puskesmas merupakan ujung tombak pelaksanaan program kesehatan. Sehingga keberhasilan program kesehatan bertumpu pada puskesmas (Departemen Kesehatan RI, 1993) 1. Sejarah Puskesmas Konsep puskesmas pertama kali dirumuskan oleh suatu tim yang diketuai oleh Lord Dawson dari Inggris. Pada tahun 1920 konsep tersebut menyebar ke Eropa dan Amerika. Di Indonesia pada tahun 1942 dirintis pembentukan puskesmas oleh Rockefeller Foundation di bawah pimpinan dr. Y. J. Hendrich. Ia memulai programnya dengan melakukan kampanye tentang cacing tambang, serta penyuluhan kesehatan kepada masyarakat desa. Pada tahun 1925, Dinas Kesehatan Rakyat (DKR) melaksanakan usaha pendidikan kesehatan melalui kunjungan rumah. Pada tahun 1951, oleh prof. Dr. Sulianti Saroso telah merintis pembentukan NKIA untuk ibu hamil, bayi dan anak, balai pengobatan, usaha hygene, sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan lain-lain serta berfungsi menggantikan fungsi puskesmas di satu kecamatan. Fungsi balai pelayanan tersebut berjalan dengan sendirisendiri sehingga tidak mengetahui kegiatan satu dengan yang lainnya dan pelaporan dilakukan juga oleh masing-masing balai pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan Rakyat (R. Widodo Talago, 1980). Pada tahun 1951 di kota Bandung di prakarsai oleh dr. J. Laimena merintis terbentuknya puskesmas dengan nama awal Pusat Kesehatan (Health Centre) dimana usahausaha pelayanan kesehatan kepada rakyat yang mengintegrasikan kegiatan pada preventive (pencegahan) dan curative (pengobatan). Namanya kemudian berubah menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dengan meliputi prinsip dasar dari Public Health yaitu

Basic Health Servise. Rencana ini dikenal dengan Bandung Plan dan dicantumkan laporan dalam WHO. WHO kemudian mengadakan rapat di Jenewa pada tahun 1953. Dalam rencana tersebut rakayat di ikut sertakan untuk lebih pesat dalam usaha-usaha bidang preventive (pencegahan) (Noer Bachry Noor, 2000). Konsep puskesmas sebagai tulang punggung pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia di tetapkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta pada tahun 1968 (Departemen Kesehatan RI, 1995). 2. Defenisi Puskesmas Puskesmas dapat didefenisikan sebagai suatu kesatuan organisasi kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi pada masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kegiatan pokok puskesmas (Departemen Kesehatan RI,1995) Definisi puskesmas yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (1995) hampir sejalan dengan definisi dari R. Widodo Talago (1967), dimana puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan pokok secara menyeluruh dan terintegrasi pada masyarakat, sebagai usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. a. Sistem Puskesmas Sistem pelayanan puskesmas meliputi a.1. Puskesmas membantu wilayah kerjanya. a. 2. Puskesmas keliling atau pelayanan kesehatan keliling a. 3. Jaringan pelayanan rujukan kesehatan a. 4. Pengembangan dan pembinaan kesehatan masyarakat desa (Noer Bachry Noor, 2001) :

b. Fungsi Puskesmas

Untuk mewujudkan peranan puskesmas maka fungsi puskesmas dijabarkan sebagai berikut :

b.1. Sebagai pusat pengembangan masyarakat kesehatan diwilayah kerjanya. b.2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan hidup sehat. b.3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya (Noer Bachry Noor, 2001). c. Tujuan Puskesmas Tujuan puskesmas adalah mengembangkan dan mendekatkan secara merata pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas (Departeman Kesehatan RI, 1990/1998). d. Program Pokok Puskesmas Dalam upaya menunjang pengembangan program pokok puskesmas yang mempunyai 6 subsistem manajemen yaitu : d.1. Subsistem pelayanan kesehatan (Promosi, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi medis dan sosial). d. 2. Subsistem personalia (Pengembangan staf). d. 3. Subsistem keuangan. d. 4. Subsistem logistik. d. 5. Subsistem pencatatan dan pelaporan d. 6. Subsistem peran serta masyarakat (Muninjanya, 1999). e. Susunan Organisasi Puskesmas Susunan organisasi puskesmas terdiri dari e. 1. Unsur pimpinan : Kepala puskesmas. :

Bertugas memimpin, mengawasi dan menkordinasikan kegiatan puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional. e. 2. Unsur pembantu pimpinan : Urusan tata usaha Bertugas dalam mengattur kepegawaian, keuangan, perlengkapan, surat menyurat serta pencatatan dan pelaporan. e. 3. Unsur pelakasana : Tenaga / pegawai dalam jabatan fungsional. Pegawai / tenaga dalam puskesmas akan bertambah sesuai dengan kegiatan di daerah-daerah masing-masing. e. 4. Unit terdiri dari :

e. 4.1. KIA dan Gizi Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan ibu dan anak,keluarga berencana dan perbaikan gizi. e. 4.2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit khusus imunisasi, kesehatan lingkungan dan laboratorium sederhana. e. 4.3. Gigi dan mulut, kesehatan tenaga kerja dan manula Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut, kesehatan tenaga kerja dan manula. e. 4.4. Perawatan kesehatan masyarakat Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan olah raga, kesehatan sekolah, kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lainnya. e. 4.5. Penyuluhan kesehatan masyarakat Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan penyuluhan kesehatan masyarakat. e. 4.6. Pengobatan rawat jalan dan rawat inap

Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat inap. e. 4.7. Farmasi Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kefarmasian. Unit-unit dalam puskesmas akan bertambah sesuai dengan kegiatan didaerah-daerah masingmasing.

C. Tinjauan Umum Pelayanan Penerimaan Di Kamar Kartu Pelayanan yang akan diperoleh masyarakat pada saat mengunjungi pelayanan kesehatan puskesmas adalah penerimaan di kamar kartu / loket. Pelayanan yang diperoleh pada dasarnya berhubungan dengan proses pendaftaran dan registrasi termasuk pengecekan berkas terdahulu dari masyarakat yang bersangkutan. Pelayanan di kamar loket dilaksanakan dalam rangka tertib administasi termasuk pendataan terhadap status kesehatan masyarakat dalam ruang lingkup wilayah kerja puskesmas. Hal ini disebabkan karena pemberian kartu pada seorang pasien akan memberikan nomor registrasi tertentu yang dapat dijadikan dasar dalam pembuatan laporan bulanan dan tahunan puskesmas termasuk pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, kartu pasien dapat digunakan terhadap identifikasi pola penyakit pada masyarakat dalam ruang lingkup puskesmas. Hal ini disebabkan karena pada kartu tertera hasil anamnesis yang telah dilakukan oleh dokter puskesmas sehingga beberapa kejadian penyebaran penyakit termasuk kejadian luar biasa (KLB) dapat dengan mudah diketahui. Proses penerimaan dan registasi pengguna pelayanan puskesmas ini cenderung tidak dilaksanakan secara efektif. Dimana jika ditinjau dari aspek waktu yang terlalu lama disebabkan karena pelaksanaan yang cenderung berbelit-belit sehingga masyarakat diharapkan membutuhkan waktu antrian yang cukup lama. Hal ini tentunya akan

mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas pada kemudian harinya. Aspek lain yang menyebabkan kekurangefektifan proses registrasi adalah hubungan komunikatif antara petugas dengan masyarakat dimana komunikasi yang tidak efektif membutuhkan waktu yang lama terhadap proses registrasi.

D. Tinjauan Umum Pelayanan Dokter Pelayanan medis yang diberikan oleh dokter kepada pasien harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas pelayanan kesehatan secara optimal. Setiap jenis pelayanan medis harus sesuai dengan masing-masing standar pelayanan medis profesi.Tujuan pelayanan medis ialah mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan. Bidang kegiatan pelayanan dalam usaha pelayanan kesehatan di rumah sakit atau penyelenggara kesehatan lainnya adalah : 1. Pelayanan tindakan medik umum antara lain : a. Melakukan wawancara atau anamnese kepada pasien

b. Melakukan pemeriksaan terhadap pasien c. Menegakkan diagnosa penyakit

d. Merencanakan dan memberikan terapi/pengobatan e. f. Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pasien Membuat catatan medik.

2. Membangun hubungan komunikasi dengan pasien.

Hubungan komunikasi dokter dengan pasien sebagai bentuk relatationship dapat meliputi : mendengarkan dan menampung keluhan pasien,memberikan informasi dan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakitnya. 3. Melakukan tindakan kedaruratan. Tindakan kedaruratan pada kasus dan kondisi darurat yang membutuhkan penanganan cepat untuk mencegah kematian atau kecacatan akibat kelainan atau penyakit tertentu. 4. Pelayanan Keluarga berencana Pelayanan keluarga berencana yang dilakukan adalah kegiatan komunikasi dan informasi serta edukasi (KIE), pelayanan medis dalam upaya mengajak, melayani mengayomi peserta keluarga berencana dan keluarganya. 5. Pemeliharaan Kesehataan ibu, bayi, balita dan anak, adalah peningkatan derajat

kesehatan,penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dalam upaya meningkatkan status kesehatan ibu, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, bayi, balita, dan anak. 6. Pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat merupakan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan terhadap individu, keluarga dan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Wijono, 1999). Di dalam surat edaran bersama Menteri Kesehatan dan Kepala BAKN Nomor 614/Menkes/VIII/1987 dan Nomor.16/SE/1987 dalam Tjiptono 1999 menyebutkan bahwa bidang kegiatan dokter dalam usaha pelayanan kesehatan meliputi : menyembuhkan penyakit, memulihkan kesehatan akibat penyakit, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit, melayani kesehatan masyarakat, membina peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang kesehatan (Wijono, 1999).

E. Tinjauan Umum Pelayanan Perawat Pelayanan keperawatan adalah berupa bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang sakit untuk memenuhi kebutuhannya sebagai mahluk hidup. Pelayanan keperawatan

memiliki standar praktek yang memberikan acuan bekerja bagi perawat dalam proses pemberian asuhan keperawatan yang meliputi : 1. Mengemban peran dan fungsinya dengan penuh tanggung jawab. a. Datang dan pulang bekerja tepat pada waktunya

b. Memanfaatkan jam kerjanya secara efektif dan efisien c. Bersedia melaksanakan tugasnya setiap saat, terutama dalam keadaan darurat

2. Memahami lingkup tanggung jawab kewenangan dan keterbatasan kemampuanya a. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya di tempat kerjanya. b. Meminta bantuan kepada perawat yang lebih mampu atau tenaga kesehatan lainnya, atau institusi pelayanan kesehatan lain secara lintas program dan sektoral dalam memberikan asuhan keperawatan diluar kemampuannya. c. Mengakui kesalahan dalam melaksanakan tugas kepada atasan langsung dan berusaha memperbaikinya. d. Tidak melaksanakan tugas diluar kewenangannya yang diminta oleh pasien/klien atau teman kerjanya. 3. Memperlakukan pasien/klien secara manusiawi sebagai individu yang unik dan mitra aktif dalam proses pemberian asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan. a. Memperlakukan pasien/klien sebagai : 1). Individu unik yang memiliki kebutuhan bio-psiko-sosial-spritual. 2). Mitra yang aktif dalam proses pemberian asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan. 3). Anggota keluarga dan anggota masyarakat. 4). Individu yang menghadapi masalah, bukan sebagai sumber masalah b. Berlaku sopan terhadap pasien/klien dalam proses pemberian asuhan keperawatan.

c. Tidak membedakan pasien/klien berdasarkan agama, suku/bangsa, jenis kelamin, status sosial ekonomi, atau kedudukannya dalam proses pemberian asuhan keperawatan. d. Melibatkan pasien/klien secara aktif dalam pemberian asuhan keperawatan e. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan perawatan dasar pasien/klien yang meliputi kebutuhan bio-psiko-sosial-spritual. f. Memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan secara efisien. g. Tanggap dan cepat bertindak terhadap keluhan, permintaan bantuan dan hasil pengamatan mengenai keadaan pasien/kien. h. Sabar dan menghindari sikap yang tidak terpuji terhadap pasien/klien. 4. Melaksanakan komunikasi terapeutik dengan pasien/klien. a. Memanggil pasien dengan benar dan sesuai dengan identitasnya. b. Berkomunikasi dengan pasien/klien secara tepat, sesuai dengan waktu, situasi, dan kondisinya. c. Meluangkan waktu untuk berbicara dengan pasien/klien setiap ada kesempatan (Djojodibroto, 1997).

F. Tinjauan Umum Pelayanan Obat Obat memegang peranan yang penting dalam pelayanan kesehatan karena obat merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu, obat yang beredar harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan klinik (Rustamaji dan Sulanto, 2005). Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Menurut kebijakan obat nasional bahwa biaya obat merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan. Hal ini dibuktikan dari beberapa survei disimpulkan bahwa biaya obat sekitar 40 50% dari jumlah operasional pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, pelayanan obat pada instansi pelayanan kesehatan merupakan aspek utama penyelenggaraan pelayanan.

Pelayanan obat adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat atas adanya keluhan dan telah melaksanakan pemeriksaan keadaan kesehatannya oleh pihak dokter yang dibuktikan dengan adanya surat resep obat yang ditujukan olehnya (Istinganah, dkk, 2006). Pelayanan obat yang diselenggarakan pada instansi pelayanan kesehatan khususnya puskesmas cenderung menunjukkan adanya suatu permasalahan berupa peresepan dan penggunaan obat yang tidak semestinya dan hal ini tentunya akan berdampak pada peningkatan biaya operasional yang tentunya akan berdampak pada penambahan beban biaya bagi masyarakat atas pelayanan tersebut. Peresepan dan penggunaan obat merupakan salah satu andalan utama pelayanan kesehatan di puskesmas. Mengingat terbatasnya jumlah dokter yang ada sehingga sebahagian besar puskesmas khususnya di daerah pedesaan memanfaatkan tenaga perawat untuk memberikan pelayanan pengobatan. Akibatnya variasi presepan antar petugas kesehatan tidak dapat dihindarkan. Beberapa penelitian juga ditemukan bahwa penggunaan obat di pusat pelayanan kesehatan cenderung berlebih. Pada berbagai penyakit yang ringan dapat sembuh sendiri seperti penyakit ISPA dan diare dengan menggunakan antibiotika cenderung tinggi disamping jenis obat yang diresepkan juga sangat beragam (Iwan, 2006). G. Tinjauan Umum Pelayanan Penunjang Laboratorium Laboratirum merupakan salah satu unsur penunjang dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Keberadaan laboratorium pada suatu pelayanan kesehatan akan membantu dalam proses anamnesis status kesehatan seseorang dan penegakkan diagnose masalah kesehatan dengan adanya pemeriksaan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan disesuaikan dengan kebutuhan. Keberadaan laboratorium di puskesmas sudah menjadi hal yang perlu dan kebutuhan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Sebagaimana dalam konteks

otonomi daerah, puskesmas mempunyai peranan yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis yang dituntut memiliki kemampuan manjerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan (Hatmoko, 2006). Keberadaan laboratorium di puskesmas tentunya dilaksanakan oleh tenaga profesional yang melaksanakan pemeriksaan spesimen laboratorium yang juga harus dapat bekerja secara paripurna dan memnuhi kepuasan pasien mengingat semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Depkes RI, 1991). Laboratorium di puskesmas ditinjau dari aspek penyelenggara puskesmas berada pada unsur pelaksana unit II yang melaksanakan tugas pokok yang salah satu diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium (Hatmoko, 2006). Berdasarkan hasil survei dari 250 puskesmas yang ada di beberapa daerah di Indonesia mencakup Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa puskesmas yang memiliki laboratorium hanya mencapai 79 % dan sekitar 29 % yang hanya memiliki tenaga profesional yang terlatih. Hal ini tentunya akan berdampak pada proses pelayanan yang kurang memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang lebih adil dan merata serta menjangkau lapisan masyarakat (Selviana, 2003).

BAB IV KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan tingkat dasar kepada masyarakat dengan intensitas terdekat dalam wilayahnya. Penyelenggaraan pelayanan puskesmas yang berkualitas merupakan salah satu syarat mutlak dalam rangka penciptaan keadaan sehat bagi masyarakat yang tidak hanya mencakup wilayah kerja saja namun dalam tatanan pengguna pelayanan puskesmas. Peserta Askes merupakan salah satu sasaran dari penyelenggaraan pelayananan di puskesmas. Meskipun peserta Askes dapat memanfaatkan pelayanan di rumah sakit dengan kemampuan pelayanan yang lebih baik namun puskesmas lebih sering dimanfaatkan karena aspek keterjangkauan dalam aspek jarak pelayanan. Selain itu, dari beberapa sumber penelitian menunjukkan bahwa peserta Askes lebih cenderung menggunakan puskesmas karena alasan biaya yang lebih murah dibandingkan rumah sakit. Dalam melaksanakan peran dan fungsi puskesmass sebagai pelayanan yang terdekat kepada masyarakat, aspek kualitas menjadi tuntutan bagi setiap individu dalam rangka kebutuhan akan pelayanan yang lebih baik. Aspek kualitas tersebut berhubungan dengan proses pelayanan yang diselenggarakan. Penyelenggaraan pelayanan tingkat puskesmas tersebut menyangkut beberapa aspek yang tidak lepas dari rangkaian pelaksanaan kerja puskesmas yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Pelayanan Loket/Ruang Kartu

Pelayanan di loket merupakan pelayanan awal yang diterima oleh masyarakat untuk pertama kali datang mengunjungi puskesmas. Proses penerimaan yang dilakukan pada tiap instansi

pelayanan terutama puskesmas terselenggara pada bagian ini. Pelayanan yang cenderung berbelit-belit dari petugas loket memberi dampak pada aspek kekurangpuasan masyarakat yang tentunya akan memberikan tingkat efisiensi dan efektifitas pelayanan yang rendah.

2. Pelayanan Dokter

Dokter merupakan salah satu unsur penyelenggara pelayanan tingkat instansi termasuk puskesmas yang lebih berperan dalam hal pelaksanaan aspek kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan pada dokter dalam hal pelaksanaan kuratif kepada pasien biasanya ada keluhan dalam hal proses anamnesis yang dilakukan dokter. Anamnesis dokter yang cenderung membutuhkan waktu lama dan adanya hubungan interpersonal yang tidak komunikatif memiliki kecenderungan akan pelayanan yang kurang memenuhi kebutuhan dan kepuasan.

3. Pelayanan Perawat

Perawat

merupakan

salah

stau

tenaga

pelaksana

pelayanan

kesehatan

yang

memnyelenggarakan pelayanan keperawatan dalam bentuk asuhan keperawatan. Perawat merupakan tenag akesehatan yang paling dekat dan sering berinteraksi dengan seorang pasien sehingga terkadang kualitas pelayanan kesehatan lebih ditujukan terhadap kemampuan dan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarganya. Hubungan komunikasi yang kurang baik antara pasin dan perawat merupakan aspek utama penyelenggaraan pelayanan oleh perawat dan hal ini menjadi point penilaian atas kepuasan pasien dengan pelayanan yang diberikan.

4. Pelayanan Obat

Obat merupakan salah satu sarana yang menunjang proses pelayanan dalam rangka peningkatan status kesehatan. Ruang obat dalam suatu instansi pelayanan merupakan

pelayanan yang harus diselenggarakan terutama puskemas setelah memperoleh pemeriksaan dan beberapa tindakan medis pada pelayanan puskesmas. Waktu pengantrian dan ketersediaan obat di puskesmas yang menjadi kebutuhan masyarakat termasuk penggunaan obat yang tergolong dalam pelayanan Askes yang kurang dapat berdampak pada pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan akan mempengaruhi tingkat kepausan atas pelayanan yang diselenggarakan.

5. Pelayanan Laboratorium

Pelayanan laboratorium merupakan pelayanan penunjang yang melaksanakan pemeriksaan penunjang medis yang dapat menunjang pemeriksaan dan sebagai dasar penentuan diagnosa status kesehatan pasien. Pelaksanaan tindakan pemeriksaan yang berbelit-belit kepada masyarakat cenderung menunjukkan inefisiensi tindakan sehingga menunjukkan

kekurangpuasan masyarakat akan pelayanan diberikan.

B. Pola Pikir Variabel Penelitian Berdasarkan dasar pemikiran dari masing-masing variabel penelitian sebelumnya di atas maka dapat disusun bagan alur penelitian sebagai berikut.

Keterangan

: :

Variabel dependen Variabel independen

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Pelayanan administrasi kesehatan tingkat puskesmas Adalah rangkai kegiatan yang dilaksanakan puskesmas sebagai suatu alur/proses dalam memberikan pelayanan yang teratur dimulai dari proses penerimaan di ruang loket, pelayanan dokter, perawat, ruang obat dan laboratorium. Kriteria objektif :

Cukup

:

Apabila skor jawaban responden > nilai median 75% dari seluruh pertanyaan variabel penelitian

Kurang

:

Apabila skor jawaban responden nilai median 75% dari seluruh pertanyaan variabel penelitian

2. Pelayanan Loket Adalah proses penerimaan pasien yang merupakan pelayanan awal kunjungan ke puskesmas yang diperoleh masyarakat dalam rangka registrasi dan pendataan keadaan umum. Penilaian akan pelayanan loket didasarkan atas jawaban dari pertanyaan berhubungan dengan proses pelayanan yang diberikan. Kriteria objektif : Cukup : Apabila skor jawaban responden > nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian Kurang : Apabila skor jawaban responden nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian 3. Pelayanan Dokter Adalah pelayanan yang lebih ditujukan pada upaya kuratif dan rehabilitatif oleh masyarakat yang dilakukan dalam bentuk anamnesis awal keadaan umum pasien dalam rangka penegakkan diagnosa status kesehatannya. Penilaian akan pelayanan dokter didasarkan atas jawaban dari pertanyaan berhubungan dengan proses pelayanan yang diberikan. Kriteria objektif : Cukup : Apabila skor jawaban responden > nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian Kurang : Apabila skor jawaban responden nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian 4. Pelayanan Perawat

Adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga keperawatan dalam bentuk tindakan asuhan keperawatan di puskesmas. Kriteria objektif : Cukup : Apabila skor jawaban responden > nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian Kurang : Apabila skor jawaban responden nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian 5. Pelayanan Obat Adalah proses pelayanan yang berhubungan dengan pemberian obat berdasarkan resep setelah memperoleh pelayanan dari dokter puskesmas. Kriteria objektif : Cukup : Apabila skor jawaban responden > nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian Kurang : Apabila skor jawaban responden nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian 6. Pelayanan Laboratorium Adaah pelayanan penunjang yang diperoleh masyarakat dalam rangka membantu proses anamnesis dan penegakkan diagnose status kesehatannya. Kriteria objektif : Cukup : Apabila skor jawaban responden > nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian Kurang : Apabila skor jawaban responden nilai median 75 % dari seluruh pertanyaan variabel penelitian

BAB V METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan rancangan deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran akan proses pelaksanaan administrasi kesehatan pelayanan peserta Askes di puskesmas ditinjau dari pelayanan loket/kamar kartu, pelayanan dokter, pelayanan perawat, pelayanan obat dan pelayanan laboratorium. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Mattombong Kecamatan Matirosompe Kabupaten Pinrang. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta Askes dalam wilayah kerja Puskesmas Mattombong Kecamatan Matirosompe yang berjumlah 127 orang. 2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari keseluruhan peserta Askes dalam wilayah kerja Puskesmas Mattombong yang ditentukan berdasarkan pengambilan sampel secara accidental sampling yaitu sampel adalah peserta Askes yang ditemui mengunjungi puskesmas pada saat penelitian berlangsung sebanyak 47 orang. D. Pengumpulan Data 1. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti melalui wawancara menggunakan bantuan kuesioner dengan mengajukan pertanyaan tentang penilaian responden atas proses pelayanan penerimaan di loktet, pelayanan dokter, perawat, pelayanan obat dan laboratorium.

2. Data Sekunder Data yang diperoleh dari puskesmas menyangkut jumlah kunjungan pasien peserta Askes dan dari instansi terkait seperti Dinas Kesehatan serta melaksanakan penelusuran atas literaturliteratur yang berhubungan dengan penelitian.

E. Pengolahan dan Penyajian Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer program Microsoft Excell 2007 dan SPSS for windows versi 15.0 dengan langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut. 1. Tahap editing dilakukan dengan tujuan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang benar. Pada tahap ini dilakukan dengan memperhatikan kelengkapan jawaban dan jelas tidaknya jawabannya. 2. Pengkodean dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh agar memudahkan mengolah dan manganalisis data dengan memberikan kode kode dalam bentuk angka. 3. Pembuatan/pemindahan hasil koding kuesioner ke daftar koding (master tabel) 4. Tabulasi. Pada tahap ini data yang sudah diolah dengan komputer disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang. Penyajian data hasil olahan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang penggambaran sebaran variabel penelitian disertai penjelasan.

Diposkan oleh Syafruddin di 08:40 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook 0 komentar: Poskan Komentar Link ke posting ini Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Berapapun uang anda, bersedekahlah setiap hariSiapa yang ingin usaha maju mendapat keuntungan yang berlipat-lipat? Ayo Berinfaq! Siapa yang ingin penyakit segera sembuh? Ayo Berinfaq! Siapa yang ingin cepet dapet jodoh? Ayo Berinfaq! Siapa yang ingin urusannya dimudahkan? Ayo Berinfaq! Siapa yang ingin ujiannya lulus? Ayo Berinfaq! Berapakah seharusnya saya berinfaq? Inilah rumus matematika sedekah. Siapa yang menginkan 10, infaqkan saja 1 Siapa menginfaqkan 1, ia akan dapat 10 Jika anda punya uang 1 juta dan ingin mendapatkan uang dua juta, cukup anda infaqkan 200 ribu, namun jika anda menginginkan yang 10 juta, infaqkan saja semuanya yang satu juta. Jika perusahaan menginginkan keuntungan hingga seratus maka anda mesti menginfaqkan sebesar sepuluh juta, atau jika perusahaan anda keuntungannya bersih 1 milyar menginginkan penambahan keuntungan hingga 2 milyar, perusahaan anda mesti keluarkan infaq 200 juta. Jika anda sakit, dan sang dokter memberikan rincian biaya yang mesti dikeluarkan selama 1 bulan perawatan adalah 100 juta, maka untuk mempercepat kesembuhan infaqkan saja 10 juta Segera buktikan ayat-ayat Allah bahwa itu akan tergantikan 10 kali lipat bahkan bisa lebih dari 700 kali lipat, anda mesti yakin. Berbagilah kepada sesama, kepada orang-orang yang disekitar anda yang lebih membutuhkan dan tunggulah keajaiban itu tidaklah lagi akan datang. Jika itu terbukti, anda mesti menjadi orang yang ketagihan dalam berinfaq. Lihatlah orangorang yang disekeliling anda yang lebih membutuhkan dari anda. Kunjungilah orang-orang yang tak mampu, Alihkan belanja anda yang tadinya ke toko besar ke warung-warung kecil di sekitar anda, belanja sayuran kepada tukang sayur keliling, mudah-mudahan itu akan lebih membantu mereka http://syafruddinsyaer.blogspot.com/2011/04/mekanisme-pelayanan-kesehatan-peserta.html