bahan

127
PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL Oleh : NICOLAS HUTASOIT C34104901 Skripsi DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

description

penelitian

Transcript of bahan

  • PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE

    AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL

    Oleh :

    NICOLAS HUTASOIT

    C34104901

    Skripsi

    DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

  • RINGKASAN

    NICOLAS HUTASOIT. C34104901. Penentuan Umur Simpan Fish Snack (produk ekstrusi) Menggunakan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional. Dibimbing oleh MALA NURILMALA dan AGOES M. JACOEB.

    Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani. Ikan patin (Pangasius sp) merupakan salah satu komoditi yang berprospek cerah karena sudah berhasil dibudidayakan dengan baik. Fish snack (produk ekstrusi) merupakan suatu jajanan makanan ringan yang didalamnya ditambahkan dengan ikan untuk meningkatkan nilai gizi. Kadar air menjadi titik kritis dan memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik snack selama produksi dan penyimpanan. Pendugaan umur simpan fish snack dilakukan dengan metode akselerasi berdasarkan kadar air kritis dengan pendekatan kurva sorpsi. Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk fish snack dengan pendekatan kadar air kritis yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan membandingkannya dengan umur simpan yang ditentukan melalui perhitungan secara manual.

    Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dalam beberapa tahap diantaranya pembuatan fish snack, penentuan parameter kerusakan snack melalui survei konsumen, dan penentuan karakteristik awal produk dengan analisis proksimat dan uji kerenyahan. Penelitian utama berupa metode konvensional analisis kadar proksimat, TPC, TBA, kerenyahan, dan organoleptik tiap minggu selama penyimpanan pada suhu 30 0C. Penentuan kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, model dan kurva sorpsi isotermis, nilai MRD, slope, permeabilitas kemasan, bobot serta luas kemasan untuk perhitungan umur simpan Labuza pada metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis.

    Berdasarkan hasil penelitian, model persamaan terpilih yaitu model persamaan Caurie. Kadar air kritis kedua jenis produk secara hedonik yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,125 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,078 g H2O/g solid. Berdasarkan uji rating kadar air kritis kedua jenis produk yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,124 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,077 g H2O/g solid. Nilai kerenyahan yang diperoleh pada uji hedonik adalah 1164,74 gf untuk snack TF dan 874,54 gf untuk snack DF. Berdasarkan uji rating diperoleh nilai kerenyahan 1164,04 gf untuk snack TF dan 861,38 gf untuk snack DF. Nilai aw untuk snack TF adalah 0,15 dan 0,16 untuk snack DF.

    Umur simpan fish snack melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis berkisar 2,9 4,3 bulan untuk snack TF dan 0,4 0,9 bulan untuk snack DF secara uji rating maupun uji hedonik dengan penyimpanan pada kondisi RH ruangan sekitar 85 %. Semakin rendah RH penyimpanan maka umur simpan produk yang disimpan akan semakin panjang. Pada penyimpanan dengan metode konvensional, fish snack sudah menunjukkan terjadinya kemunduran mutu hingga penyimpanan empat minggu namun masih layak dikonsumsi.

    Pendekatan kurva sorpsi isotermis merupakan metode yang lebih tepat dalam penentuan umur simpan fish snack meskipun memiliki kurva yang tidak sigmoid sempurna, sesuai pernyataan Labuza. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan secara umum adalah kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, RH, dan kemasan. Dari penelitian yang dilakukan dapat dibuktikan bahwa pendekatan kurva sorpsi isotermis memiliki keuntungan yaitu mudah dilakukan, efektif, efisien, dan lebih murah dibandingkan metode konvensional dalam penentuan umur simpan fish snack (produk ekstrusi).

  • PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE

    AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh

    NICOLAS HUTASOIT

    C34104901

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

  • Judul : PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL

    Nama : NICOLAS HUTASOIT

    NRP : C34104901

    Menyetujui,

    Pembimbing I

    Pembimbing II

    Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb NIP. 132 315 793 NIP. 131 578 852

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

    Tanggal disetujui:

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih,

    pimpinan, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    dengan judul Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi)

    Menggunakan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan

    Metode Konvensional sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

    Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada :

    1. Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb selaku

    dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan,

    semangat kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

    2. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, MSc dan Bapak Ir. Djoko Poernomo selaku

    penguji atas masukan, saran, dan kritikan yang disampaikan kepada penulis

    dalam penyusunan skripsi ini.

    3. Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan

    bimbingan selama menjalani masa perkuliahan.

    4. Bapa dan Mama atas doa, saran, nasihat, kasih sayang, serta dukungannya baik

    secara moril maupun materil yang tiada henti selama ini.

    5. Keluarga (adik dan kakak) tercinta atas dukungan dan bantuannya serta kasih

    sayang yang selalu mereka berikan kepada penulis.

    6. Seluruh staf dosen (Ibu Ema, Mbak Icha, Mas Zacky, Mas Saiful, dan Umi)

    dan staf TU THP (Pak Jamhuri, Pak Tatang, Pak Ade, Mba Heni, Mas Mail)

    atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

    7. Ibu Rubiyah, atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini.

    8. Pak Deni dan Pak Junaedi selaku staf dan teknisi Seafast Center IPB yang

    berperan besar dalam pembuatan produk fish snack.

    9. Sahabat baikku, Yugha Subagja dan Hangga Damai Putra yang selalu

    memberikan dukungan dan semangat melalui persahabatan mereka kepada

    penulis.

  • 10. Teman-temanku seperjuangan (badminton), Andi Patria, Marglory Siburian,

    Taufiqurrahman, M Ubit Adam Mitarsyah, Dede Saputra, dan Reza Tri

    Kurniawan atas perjuangan dan persahabatan selama di lapangan.

    11. Erlangga atas atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis

    selama penyusunan skripsi ini.

    12. Teman-teman Al-Demy, Amelia, Isnani, Estrid, Ranti, Masikah atas bantuan

    dan dukungan yang diberikan

    13. Teman-teman THP41 lainnya, Anang, Andika, Anim, Nuzul, Windy, Ika,

    Eka, Nia, Sereli, Dilla, Rijal, Gilang, Yudha, Dery, Vera, Ima, Syeni, Indah,

    Luh Putu Ari, Tetha, Dwi, Rini, Fahmi, Dhias, Rijan, Alim, Fuji, Deslina dan

    teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas

    kebersamaan dan pertemanan selama ini.

    14. Teman-teman asisten PBB, Dewi, Rodiesier, Purwati, Anggi, Ulie, Anne, dan

    Aan yang selalu setia memberi dukungan selama penyusunan skripsi ini.

    15. Alina Hadianti, terima kasih atas senyuman, dukungan, dan pertemanan yang

    diberikan selama ini.

    16. Semua teman-teman dan adik kelas THP 42, 43, 44 serta semua pihak yang

    tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis melalui

    dukungan dan semangat yang telah diberikan.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh

    karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun untuk

    kesempurnaan penulisan skripsi ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi

    pihak yang memerlukan.

    Bogor, Mei 2009

    Nicolas Hutasoit

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Penentuan

    Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi) Menggunakan Metode

    Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional

    adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak

    manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

    penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di

    bagian akhir skripsi ini.

    Bogor, Mei 2009

    Nicolas Hutasoit C34104901

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 April 1987.

    Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari

    pasangan Bapak Farel Hutasoit dan Ibu Shinta Damerys Sirait.

    Penulis mengawali studinya di TK Mardi Yuana 2 Bogor pada

    tahun 1991, dilanjutkan ke SD Mardi Yuana 2 Bogor

    (1993-1999), SLTP Mardi Yuana 2 Bogor (1999-2002).

    Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor (2002-2004)

    dan selanjutnya pada tahun 2004 diterima di Departemen Manajemen

    Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

    Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun 2006,

    penulis pindah dan melanjutkan studinya di Departemen Teknologi Hasil

    Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

    Semasa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di

    kampus, diantaranya PORIKAN (2006-2007), OMBAK (2006-2007), GMI

    (Gemar Makan Ikan) (2007), sebagai peserta dalam Seminar dan Sosialisasi Hak

    Kekayaan Intelektual (HKI) (2005), Sosialisasi Standarisasi (2008), dan PKM

    (Program Kreatifitas Mahasiswa) (2007-2009). Penulis juga berkecimpung dalam

    organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (2005-2006). Selain itu, penulis juga

    aktif dalam bidang akademik sebagai asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan

    Baku Hasil Perairan (2007-2009).

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul

    Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstruksi) Menggunakan

    Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode

    Konvensional dibawah bimbingan Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Agoes M.

    Jacoeb.

  • DAFTAR ISI

    Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

    DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii

    1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1

    1.2. Tujuan Penelitian...................................................................................... 3

    2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4

    2.1. Definisi Snack........................................................................................... 4

    2.2. Bahan Pembuat Snack .............................................................................. 5

    2.3. Proses Pembuatan Fish Snack (Produk Ekstrusi)..................................... 6

    2.4. Karakteristik Mutu Snack ......................................................................... 7

    2.5. Penurunan Mutu Snack............................................................................. 8

    2.6. Aktivitas air (aw)....................................................................................... 9

    2.7. Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium) ......................... 10

    2.8. Kurva Sorpsi Isotermis ........................................................................... 11

    2.9. Model Persamaan Sorpsi Isotermis ........................................................ 12

    2.10. Kemasan ............................................................................................... 14

    2.11. Umur Simpan dan Metode Akselerasi.................................................. 16

    2.12. Bilangan TBA (thiobarbituric-acid) ...................................................... 1

    3. METODOLOGI ............................................................................................ 19

    3.1. Waktu dan Tempat .................................................................................. 19

    3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 19

    3.3. Metode Penelitian................................................................................... 20 3.3.1. Penelitian pendahuluan.................................................................. 20

    3.3.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ........................... 20 3.3.1.2. Penentuan atribut utama dan kerusakan snack ................. 21 3.3.1.3. Penentuan karakteristik awal fish snack

    (produk ekstrusi)............................................................... 22 3.3.2. Penelitian utama ............................................................................ 22

    3.3.2.1. Penentuan kadar air kritis (Mc, Moisture critic) .............. 22 3.3.2.2. Penentuan kadar air kesetimbangan

    (Me, Moisture equilibrium) ............................................. 23

  • 3.3.2.3. Penentuan kurva dan model persamaan sorpsi isotermis. 23 3.3.2.4. Uji ketepatan model (Walpole 1990). ............................. 24 3.3.2.5. Penentuan nilai slope kurva sorpsi isotermis

    (Labuza 1982). ................................................................ 25

    3.4. Variabel Pendukung Umur Simpan......................................................... 25 3.4.1. Penentuan permeabilitas kemasan (ASTM F 1249-2006) ............ 25 3.4.2. Penentuan bobot padatan per kemasan dan luas kemasan ............ 26

    3.5. Perhitungan Umur Simpan Fish Snack (Labuza 1982) ........................... 26

    3.6. Metode Analisis....................................................................................... 27 3.6.1. Metode analisis kimia ................................................................... 27

    3.6.1.1. Analisis kadar air (AOAC 1995)..................................... 27 3.6.1.2. Analisis kadar abu (AOAC 1995) ................................... 27 3.6.1.3. Analisis kadar lemak metode soxhlet (AOAC 1995) ...... 28 3.6.1.4. Analisis kadar protein metode mikro kjedahl

    (AOAC 1995).................................................................. 28 3.6.1.6. Analisis bilangan TBA (Ketaren 1986)........................... 29

    3.6.2. Metode pengujian fisik ................................................................. 30 3.6.2.1. Rendemen (AOAC 1995) ................................................ 30 3.6.2.2. Rasio pengembangan (RP) (Muchtadi et al. 1988) ......... 30 3.6.2.3. Kerenyahan (Faridah et al. 2006).................................... 30 3.6.2.4. Sifat organoleptik (Rahayu 1997) ................................... 31

    3.7. Analisis Mikrobiologi (SNI 01-2332.03-2006))...................................... 31

    3.8. Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1991) ....................................... 32

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 34

    4.1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................... 34 4.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ....................................... 34 4.1.2. Karakteristik dan kadar air awal (Mi) fish snack

    (produk ekstrusi)........................................................................... 35

    4.2. Penelitian Utama ..................................................................................... 37 4.2.1. Kadar air kritis (Mc) fish snack (produk ekstrusi) ........................ 37 4.2.2. Tekstur kritis fish snack (produk ekstrusi).................................... 42 4.2.3. Kadar air kesetimbangan (Me) fish snack (produk ekstrusi) ........ 44 4.2.4. Kurva dan model sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) ... 46 4.2.5. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis fish snack

    (produk ekstrusi)........................................................................... 52 4.2.6. Variabel pendukung umur simpan fish snack (produk ekstrusi)... 53 4.2.7. Umur simpan fish snack (produk ekstrusi) ................................... 55

    4.2.7.1. Metode konvensional....................................................... 55 a. Kadar proksimat .......................................................... 56 b. Nilai TBA (thiobarbituric-acid) ................................. 58 c. Nilai TPC (Total Plate Count) .................................... 60 d. Rasio pengembangan (RP).......................................... 61 e. Kerenyahan ................................................................. 62

  • 4.2.7.2. Metode akselerasi kadar air kritis dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis ..................................................... 64

    5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 70

    5.1. Kesimpulan.............................................................................................. 70

    5.2. Saran ........................................................................................................ 71

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 72

    LAMPIRAN....................................................................................................... 76

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000) ....................... 7

    2. Hasil analisis proksimat fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF ............... 37

    3. RH larutan garam jenuh pada suhu 30 0C.................................................... 46

    4. Kadar air kesetimbangan (Me) fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF dan waktu tercapainya pada beberapa RH penyimpanan ............................ 47

    5. Model persamaan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) TF.. 49

    6. Model persamaan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) DF . 49

    7. Hasil perhitungan nilai MRD model persamaan sorpsi isotermis ............... 50

    8. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) TF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji rating.................. 66

    9. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) DF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji rating.................. 67

    10. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) TF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji hedonik............. 68

    11. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) DF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji hedonik............. 69

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    1. Kurva sorpsi isotermis secara umum ............................................................. 11

    2. Lima tipe kurva sorpsi isotermis.................................................................... 12

    3. Desikator kecil (modifikasi toples kaca)........................................................ 20

    4. Diagram alir proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ........................ 22

    5. Parameter kritis produk snack........................................................................ 36

    6. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor hedonik fish snack (produk ekstrusi)........................................................................... 40

    7. Kurva penentuan kadar air kritis fish snack (produk ekstrusi) berdasarkan uji hedonik................................................................................. 40

    8. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor rating fish snack (produk ekstrusi)........................................................................... 41

    9. Kurva penentuan kadar air kritis fish snack (produk ekstrusi) berdasarkan uji rating .................................................................................... 42

    10. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi)........................................................................... 43

    11. Kurva hubungan skor organoleptik dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) ......................................................................... 45

    12. Grafik hubungan aktifitas air dengan kadar air kesetimbangan fish snack (produk ekstrusi) ......................................................................... 48

    13. Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk fish snack (produk ekstrusi) TF.................................................................... 51

    14. Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk fish snack (produk ekstrusi) DF ................................................................... 52

    15. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk fish snack (produk ekstrusi) TF ......................................................... 53

    16. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk fish snack (produk ekstrusi) DF ......................................................... 54

    17. Kadar proksimat fish snack (produk ekstrusi) TF selama penyimpanan ..... 57

    18. Kadar proksimat fish snack (produk ekstrusi) DF selama penyimpanan..... 57

    19. Nilai TBA fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan .. 59

    20. Nilai TPC fish snack (produk ekstrusi) TF selama penyimpanan................ 61

    21. Nilai TPC fish snack (produk ekstrusi) DF selama penyimpanan ............... 62

    22. Kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan 63

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    1. Form kuisioner penentuan atribut utama dan kerusakan snack ...................... 78

    2. Contoh form organoleptik............................................................................... 79

    3. Penentuan kadar proksimat awal fish snack (produk ekstrusi) ....................... 80

    4. Hasil analisis ragam dan uji lanjut proksimat penyimpanan fish snack (produk ekstrusi) selama empat minggu........................................ 81

    5. Hasil uji organoleptik secara hedonik kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) tanpa flavor ........................................................................ 88

    6. Hasil uji organoleptik secara hedonik kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dengan flavor...................................................................... 89

    7. Hasil uji organoleptik secara rating kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) tanpa flavor ........................................................................ 90

    8. Hasil uji organoleptik secara rating kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dengan flavor...................................................................... 91

    9. Penentuan kadar air kritis dengan uji hedonik ................................................ 92

    10. Penentuan kadar air kritis dengan uji rating ................................................. 93

    11. Penentuan k/x kemasan................................................................................. 94

    12. Penentuan berat padatan per kemasan (g) dan luas kemasan (m2) ............... 94

    13. Modifikasi model-model persamaan sorpsi isotermis dari persamaan non-linear menjadi persamaan linear .......................................... 94

    14. Penentuan kadar air kesetimbangan berdasarkan model sorpsi isotermis .... 96

    15. Penentuan nilai MRD model-model persamaan sorpsi isotermis ................. 97

    16. Perhitungan MRD, konstanta, dan modifikasi model persamaan GAB ..... 102

    17. Kurva-kurva sorpsi isotermis berdasarkan model-model persamaan sorpsi isotermis untuk fish snack TF (produk ekstrusi) dan DF ..................104

    18. Komposisi flavor rasa keju yang digunakan dalam penelitian ....................108

    19. Gambar bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian.........108

    20. Sketsa desikator (modifikasi toples kaca)....................................................109

    21. Tahapan penentuan umur simpan fish snack metode kadar air ktitis dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis...................................................110

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Snack (makanan ringan) adalah makanan yang dikonsumsi diantara ketiga

    waktu makan utama dalam sehari. Jenis makanan ringan ini sangat banyak, baik

    dalam bentuk, cara pengolahan, maupun cara penyajian (Muchtadi et al. 1988).

    Perkembangan bisnis snack di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini semakin

    meningkat. Survey CIC (Corinthian Infopharma Corpora) tahun 2005

    menyebutkan bahwa pada tahun 2004 pangsa pasar snack modern mencapai

    59.500 ton atau naik dari tahun 2003 yang hanya sebesar 53.600 ton. Sementara,

    nilai bisnisnya pada tahun 2004 sebesar Rp. 1,9 triliun sedangkan tahun 2003

    sebesar Rp. 1,7 triliun. Sampai pertengahan tahun 2005 terdapat 124 perusahaan

    yang berkiprah di industri snack modern di Indonesia dengan total kapasitas

    produksi 144.000 ton (Hidayat 2006).

    Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani. Berbagai cara telah

    diupayakan untuk dapat meningkatkan konsumsi ikan sehingga kebutuhan protein

    hewani dapat terpenuhi di masyarakat. Ikan patin (Pangasius sp) sebagai ikan

    konsumsi air tawar merupakan komoditi yang berprospek cerah, dibandingkan

    beberapa jenis ikan air tawar lainnya, karena sudah berhasil dibudidayakan

    dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan produksi ikan patin di Indonesia yang

    meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, yaitu dari sekitar 15.600 ton/tahun

    pada tahun 2005 menjadi 20.000 ton/tahun pada tahun 2006 dengan 80 90 %

    berasal dari jenis patin siam (Pangasius hypothalmus Sauvage). Tahun 2009

    ditargetkan untuk ekspor ikan patin akan mencapai 35.000 ton/tahun (DKP 2005).

    Selain daging yang putih, ikan patin memiliki keistimewaan antara lain rasanya

    khas, gurih, struktur dagingnya kenyal dan lunak.

    Fish snack (produk ekstrusi) merupakan suatu jajanan makanan ringan

    yang didalamnya ditambahkan dengan ikan untuk meningkatkan nilai gizi.

    Pembuatan produk fish snack (produk ekstrusi) merupakan salah satu alternatif

    dalam upaya diversifikasi produk olahan ikan yang berprotein tinggi. Mutu

    merupakan sifat-sifat spesifik suatu produk yang membedakan produk yang satu

    dengan yang lainnya. Penentuan mutu bahan makanan umumnya sangat

  • bergantung pada beberapa faktor, diantaranya citarasa, penampakan, aroma,

    tekstur, dan nilai gizinya (Winarno 1994).

    Kadar air merupakan parameter penting yang menentukan kualitas produk

    pada industri snack. Kadar air menjadi titik kritis dan memegang peranan penting

    dalam menentukan karakteristik fisiko-kimia, mikrobiologi, dan organoleptik

    selama produksi dan penyimpanan snack.

    Umur simpan merupakan suatu parameter ketahanan produk selama

    penyimpanan. Salah satu kendala yang selalu dihadapi oleh industri dalam

    pendugaan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi

    produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal pemasaran suatu produk pangan.

    Oleh karena itu, metode pendugaan umur simpan yang dipilih harus metode yang

    paling cepat, mudah, memberikan hasil yang tepat, dan sesuai dengan

    karakteristik produk pangan yang bersangkutan.

    Pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan metode konvensional

    dan metode akselerasi. Metode konvensional membutuhkan waktu lama dan biaya

    yang mahal karena pendugaan umur simpan dilakukan dalam kondisi normal

    sehari-hari. Namun demikian, metode ini sangat akurat dan tepat. Metode

    akselerasi dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat pada kondisi ekstrim

    namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tepat (Arpah 2001).

    Penerapan metode akselerasi perlu memperhatikan karakteristik dan

    penyebab kerusakan produk yang akan ditentukan umur simpannya. Metode

    akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan model Arrhenius dan model kadar

    air kritis. Model Arrhenius biasanya digunakan untuk produk yang sensitif

    terhadap perubahan suhu penyimpanan, sedangkan model kadar air kritis biasanya

    digunakan untuk produk yang mudah rusak karena penyerapan air dari lingkungan

    selama penyimpanan. Model kadar air kritis memiliki dua pendekatan yaitu

    pendekatan kurva sorpsi isotermis dan kadar air kritis termodifikasi

    (Kusnandar 2006).

    Pendekatan tersebut didasarkan pada karakteristik mutu dari produk

    pangan yang digunakan. Produk pangan kering seperti snack dapat diduga umur

    simpannya dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis dimana

    produk pangan tersebut mempunyai kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid,

  • sedangkan produk pangan yang memiliki kandungan sukrosa tinggi dapat diduga

    umur simpannya dengan pendekatan kadar air kritis termodifikasi.

    Peningkatan kadar air suatu produk pangan dalam hal ini snack dapat

    menyebabkan perubahan terhadap karakterisitik produk terutama kerenyahan

    akibat terjadinya penyerapan uap air dari lingkungan selama penyimpanan.

    Pengemasan yang baik dan pemilihan bahan kemasan yang tepat akan

    mempertahankan kerenyahan dan mutu dari produk tersebut. Pola distribusi uap

    air melalui kemasan ke dalam produk membantu dalam penentuan umur simpan

    produk dengan pendekatan kadar air kritis. Mengingat pentingnya nilai umur

    simpan bagi berbagai pihak, maka penelitian umur simpan dan kajian pendugaan

    umur simpan terhadap produk snack ini dianggap penting untuk dilakukan.

    1.2. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk fish snack

    (produk ekstrusi) dengan pendekatan kadar air kritis yaitu pendekatan kurva

    sorpsi isotermis dan membandingkannya dengan umur simpan yang ditentukan

    melalui metode konvensional.

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi Snack

    Snack (makanan ringan) adalah makanan yang dikonsumsi diantara ketiga

    waktu makan utama dalam sehari. Dalam pengertian ini, maka jenis makanan

    ringan sangat banyak, baik dalam bentuk, cara pengolahan, maupun cara

    penyajian (Muchtadi et al. 1988). Oleh karena itu, makanan ini biasa juga disebut

    snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati rasa lapar seseorang dan

    memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Snack juga dapat dikatakan

    sebagai makanan yang sering disantap di luar waktu makanan utama bahkan

    sering disebut dengan makanan selingan. Dapat dilakukan pada selang waktu

    antara sarapan dan makan siang, antara makan siang dan makan malam atau

    bahkan setelah makan malam (Muaris 2007).

    Berdasarkan perkembangannya snack terbagi dalam tiga kelompok, yaitu

    (1) snack generasi pertama adalah produk-produk konvensional tanpa melalui

    proses ekstrusi seperti keripik kentang, singkong dan crackers; (2) snack generasi

    kedua, mengalami proses lebih lanjut setelah keluar dari ekstruder yaitu

    pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil dan pengeringan untuk menurunkan

    kadar air, contohnya seperti cheese ball yang merupakan salah satu produk collet

    dengan berbagai bentuk sederhana dan penambahan flavor; (3) snack generasi

    ketiga yaitu snack yang setelah diekstrusi masih memerlukan pengolahan lebih

    lanjut seperti pengeringan dan penggorengan. Adapun contoh makanan ringan

    dari kelompok ini adalah onion ring (Harper 1981).

    Snack generasi kedua merupakan snack ekstrusi yang paling banyak

    beredar di pasaran. Snack mengembang (puffed snack) dapat diproduksi dalam

    berbagai jenis berdasarkan kandungan gizinya, seperti tinggi kandungan

    proteinnya, rendah kalori, termasuk tinggi kandungan seratnya.

    Makanan ringan ekstrusi dibedakan menjadi dua macam berdasarkan

    bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan pertama adalah makanan ringan yang

    menggunakan bahan baku utama produk-produk ekstrusi seperti dari jagung dan

    kemudian ditambah garam dan bumbu penyedap sedangkan kelompok makanan

    ringan yang kedua yaitu makanan ringan yang memakai campuran dari beberapa

  • sumber pati seperti campuran jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan

    kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau dan lain-lain (Harper 1981).

    Makanan ringan yang dibuat dengan proses ekstrusi sangat banyak

    bentuknya, seperti tabung, roda, cincin, topi, tangkai jamur, piringan dan lain

    sebagainya. Banyak jenis produk ekstrusi yang dikenal dewasa ini misalnya snack

    food (makanan ringan), breading substitution (makanan pengganti roti), beverage

    bases (campuran minuman), soups (makanan sup) dan blended food (makanan

    campuran) (Harper 1981).

    2.2. Bahan Pembuat Fish Snack (Produk Ekstrusi)

    Bahan baku utama yang umumnya digunakan dalam pembuatan snack

    adalah bahan baku yang mengandung pati seperti kombinasi jagung dan beras,

    atau campuran sereal lainnya. Bahan-bahan tersebut dicampur dalam bentuk grit

    menjadi suatu adonan yang siap untuk diekstrusi. Tujuan pencampuran tersebut

    adalah untuk memperoleh produk ekstrusi yang mempunyai nilai gizi

    yang lebih baik, daya cerna, mutu fisik (organoleptik) yang lebih tinggi

    (Muchtadi et al. 1988).

    Jagung digunakan dalam pembuatan produk ekstrusi karena bahan ini

    dapat mengembang dengan sangat baik dalam kepingan crispi dan memiliki rasa

    jagung. Kebanyakan snack yang dijual saat ini menggunakan bahan dasar jagung

    karena relatif murah untuk bahan baku dan menghasilkan tekstur yang baik

    (Matz 1997).

    Beras atau tepung beras produk ekstrusi mampu mengembang dalam

    densitas yang rendah, berwarna putih, mudah hancur dan produk yang dihasilkan

    lunak dengan tekstur yang lebih renyah (crispi) (Matz 1997).

    Bahan lain yang biasa digunakan dalam pembuatan snack adalah garam.

    Garam berperan sebagai pelapis bagian luar atau coating sehingga pengaruh dari

    rasa cepat dirasakan. Garam juga direkomendasikan sebagai bahan yang sangat

    baik untuk distribusi bahan-bahan mikro secara merata dari beberapa macam

    bahan (flavor, vitamin, antioksidan) pada keseluruhan produk akhir (Matz 1997).

    Grit ikan patin dalam pembuatan fish snack (produk ekstrusi) digunakan

    sebagai bahan baku yang ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein

    dari produk bersangkutan. Mengingat ikan patin memiliki kadar lemak yang

  • tinggi maka adanya minyak dan lemak dalam grit akan menghaluskan tekstur,

    memberikan penampakan dan cita rasa pada fish snack (produk ekstrusi).

    2.3. Proses Pembuatan Fish Snack (Produk Ekstrusi)

    Proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi) terdiri dari dua tahap yaitu

    pembuatan adonan dan pemasakan suhu tinggi dalam ekstruder. Pembuatan

    adonan dilakukan hanya dengan mencampurkan seluruh bahan berupa jagung,

    beras, grit ikan, dan garam hingga merata. Pada proses pemasakan (ekstrusi),

    bahan dimasukkan ke dalam wadah pengisi. Pada tahap ini udara didorong keluar

    dan bahan dimampatkan hingga masif kemudian mengisi seluruh ruangan di

    antara ulir dan barrel. Bahan didorong ke dalam bagian kompresi dimana bahan

    akan mendapatkan tekanan yang cukup tinggi. Tekanan timbul karena terjadi

    penyempitan ruangan yang menyebabkan energi mekanis dan gaya geser terhadap

    bahan meningkat sehingga suhu bahan pun mulai naik. Di bagian dalam alat

    pemanas, kecepatan geser (shear rate) yang sangat tinggi akan disertai kenaikan

    suhu yang cepat. Suhu mencapai maksimum sebelum bahan disemprotkan melalui

    lubang-lubang kecil atau lubang pelepas di ujung selubung (die). Kenaikan suhu

    yang sangat tinggi dapat menyebabkan bahan mengalami perubahan fisiko kimia

    (Soewarno 1978 diacu dalam Azman 1988).

    Hasil pemasakan proses ekstrusi adalah gelatinisasi pati, denaturasi

    protein, serta inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah. Perubahan

    struktur bahan mentah selama ekstrusi tergantung pada jenis bahan dan kondisi

    proses. Suhu optimum untuk proses ekstrusi bahan yang berasal dari pati-patian

    sekitar 170 - 200 C. Kondisi ini akan menghasilkan produk dengan kerenyahan

    dan pengembangan yang baik. Kondisi paling optimum untuk bahan pati-patian

    yaitu suhu 170 C, tekanan 438 - 5516 KPa, kecepatan ulir 300 rpm, dan waktu

    diam bahan sekitar 10 detik (Harper 1981).

    Faktor utama yang perlu diperhatikan saat proses ekstrusi adalah suhu

    pemasakan. Suhu proses yang digunakan adalah 60 C. Suhu tersebut akan

    memanaskan barrel dengan cepat dan secara otomatis ulir akan menekan bahan.

    Selain itu juga pengaturan suhu dari pemanas ekstruder tunggal tersebut yaitu

    maksimal pada suhu 80 C. Suhu akan naik dengan cepat ketika putaran ulir yang

    digerakkan oleh pemutar ulir pertama kali, suhu meningkat antara 80 - 150 C.

  • Bentuk cetakan yang digunakan juga berpengaruh terhadap tekstur dan bentuk

    akhir snack. Cetakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk silinder

    berdiameter 3 mm. Bentuk dan ukuran produk ditentukan oleh bentuk cetakan dan

    kecepatan pisau pemotong. Setelah ekstruder panas, bahan baku dimasukkan

    melalui bagian pengisian. Ketika bahan didorong sepanjang lorong laras berulir,

    bahan akan mengalami pencampuran, pemanasan, dan pemotongan sekaligus.

    Waktu tinggal produk di dalam ekstruder sekitar 10 - 15 detik (Guy 2001).

    2.4. Karakteristik Mutu Snack

    Syarat mutu dari makanan ringan ekstrudat berdasarkan SNI dapat dilihat

    pada tabel 1 sebagai berikut :

    Tabel 1. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)

    No. Jenis uji Satuan Persyaratan 1 1.1 1.2 1.3

    Keadaan Bau Rasa Warna

    - - -

    Normal Normal Normal

    2 Kadar air % b/b Maks.4

    3 3.1 3.2

    Kadar lemak Tanpa proses penggorengan Dengan proses penggorengan

    % b/b % b/b

    Maks.30 Maks.38

    4 Kadar silikat % b/b Maks. 0,1 5 5.1 5.2

    Bahan tambahan makanan Pemanis buatan Pewarna

    - -

    Sesuai SNI 01-0222-1995 dan permenkes no.722/Menkes/Per/IX/1988 s.d.a

    6 6.1 6.2 6.3 6.4

    Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg)

    mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

    Maks. 1,0 Maks. 10 Maks. 40 Maks. 0,05

    7 Arsen (As) mg/g Maks. 0,5 8 8.1 8.2 8.3

    Cemaran mikroba Angka Lempeng Total Kapang E.coli

    Koloni/g Koloni/g APM/g

    Maks. 1,0 104 Maks. 50 negatif

    Sumber: BSN (2000)

    Karakteristik fungsional pada produk pangan dapat dikelompokkan

    menjadi tiga kelompok besar yaitu: sifat fisik (morfologi, sifat termal, sifat reologi

    dan sifat spektral), sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif,

  • bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan) dan sifat mikrobiologi

    (mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen dan mikroba pembusuk)

    (Muhandri dan Kadarisman 2005). Karakteristik fungsional lebih bersifat objektif

    dalam menentukan sifat mutu pangan, sedangkan penilaian sifat mutu yang

    bersifat subjektif dilakukan menggunakan evaluasi sensori.

    Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui

    proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan

    penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang

    diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan (BSN 2000).

    2.5. Penurunan Mutu Snack

    Produk pangan akan mengalami perubahan mutu selama proses

    penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi produk pangan.

    Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Reaksi

    deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk denga udara, oksigen, uap air,

    cahaya, dan akibat perubahan suhu. Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh

    interaksi dengan berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal maupun faktor

    lingkungan internal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh dari udara, uap air,

    suhu, oksigen, dan cahaya sedangkan komposisi produk sebagai faktor internal

    juga mempengaruhi mutu snack. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh

    lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi

    lingkungan penyimpanan (Arpah 2001).

    Produk pangan dibagi ke dalam dua kelompok dalam hubungannya

    dengan perubahan kadar air selama penyimpanan, yaitu produk pangan yang

    menyerap uap air dan produk pangan yang mengalami kehilangan kandungan air.

    Snack termasuk dalam produk pangan yang mudah rusak apabila meyerap uap air

    yang berlebihan dari lingkungan karena perbedaan tekanan antara snack dengan

    lingkungan. Perubahan kadar air merupakan faktor utama yang menyebabkan

    penurunan mutu snack dan produk pangan kering lainnya. Kerusakan ini cukup

    kompleks karena dapat melibatkan atau memicu berbagai jenis reaksi deteriorasi

    lain yang sensitif terhadap perubahan aw. Reaksi-reaksi seperti pencoklatan non-

    enzimatis, perubahan organoleptik, kerusakan vitamin, oksidasi lipida, dan reaksi

    pembentukan off-flavor dapat terjadi secara spontan selama proses.

  • Kerusakan produk pangan kering sperti snack lebih sering dihubungkan

    dengan kerusakan tekstur. Kadar air dan nilai aw yang rendah memberikan

    karakteristik snack yang renyah. Kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah air terikat

    pada matriks karbohidrat. Produk sereal seperti snack memiliki tekstur renyah

    dalam keadaan gelas dan mengalami plastisasi akibat peningkatan kadar air atau

    suhu yang menyebabkan terjadinya perubahan material menjadi karet (rubbery)

    sehingga produk menjadi lembek (sogginess). Proses plastisasi terjadi akibat

    penyerapan uap air lingkungan ke dalam pati atau protein yang menyebabkan

    penurunan kerenyahan (Navarrete et al. 2004).

    2.6. Aktivitas Air (aw)

    Aktifitas air (aw) digunakan untuk menggambarkan hubungan kandungan

    air dalam bahan pangan dengan daya tahan bahan pangan tersebut. Istilah ini

    menunjukkan jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat menunjang reaksi

    biologis dan kimiawi. Kadar air dalam bahan pangan juga ikut menentukan

    acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan tersebut. Aktivitas air

    merupakan faktor utama bagi pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi

    enzimatis, dan sebagainya (Mercado dan Canovas 1996).

    Kadar air dan aktivitas air (aw) sangat berpengaruh dalam menentukan

    mutu dan umur simpan produk selama penyimpanan. Faktor-faktor penting ini

    akan mempengaruhi kestabilan dari produk pangan kering berupa sifat-sifat fisik

    (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisikokimia, perubahan-perubahan

    kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis, dan perubahan

    enzimatis terutama pada produk pangan tidak diolah (Winarno dan Jennie 1983).

    Aktivitas air (aw) menunjukkan sifat bahan tersebut sedangkan ERH

    (Equilibrium Relative Humidity) menggambarkan sifat lingkungan di sekitarnya

    yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Secara umum

    aktifitas air (aw) berhubungan erat dengan sifat fisik, kimia, dan biologi suatu

    bahan pangan daripada kandungan airnya (Cardenas 2000). Peranan air dalam

    produk pangan dinyatakan dengan kadar air dan aw sedangkan peranan air di

    udara dinyatakan dengan kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Kadar air

    bebas dapat berubah secara signifikan selama penyimpanan pada suhu lingkungan

    terutama untuk parameter higroskopisitas produk seperti snack (Sithole 2005).

  • Hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah

    sebagai berikut :

    1. Pada selang aw 0,7-0,75 atau lebih, mikroorganisme berbahaya mulai

    tumbuh dan produk menjadi beracun.

    2. Pada selang aw 0,6-0,7, jamur mulai tumbuh.

    3. Pada selang aw 0,35-0,5, makanan ringan mulai kehilangan kerenyahannya.

    4. Pada selang aw 0,4-0,5, produk pasta yang terlalu kering akan mudah

    hancur dan rapuh selama dimasak atau adanya guncangan mekanis

    (Labuza 1982).

    2.7. Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium)

    Kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan

    pangan ketika tekanan uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan

    lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau

    pengurangan bobot produk (Fellows 1990). Kadar air kesetimbangan adalah kadar

    air dari suatu produk pangan pada kondisi lingkungan tertentu dalam periode

    waktu yang lama (Brooker et al. 1992).

    Kadar air kesetimbangan pada produk pangan digunakan untuk

    menentukan dan menggambarkan kurva sorpsi isotermis produk tersebut. Kurva

    tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perpindahan air selama

    proses adsorpsi atau desorpsi (Pavinee 1998). Proses penyerapan air (adsorpsi)

    terjadi saat kelembaban relatif lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban

    relatif bahan pangan. Kelembaban relatif lingkungan yang lebih rendah daripada

    kelembaban bahan menyebabkan terjadinya distribusi uap air dari bahan ke

    lingkungan melalui proses penguapan (desorpsi). Kadar air kesetimbangan

    meningkat dengan menurunnya suhu pada kondisi aktifitas air yang konstan

    (Kapseu 2006). Selain itu ditemukan pula hubungan secara eksponensial dalam

    menggambarkan ketergantungan antara sorpsi isotermis panas dengan kadar air

    kesetimbangan (Goula 2008).

    Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu

    dengan metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara

    meletakkan bahan pangan pada tempat dengan RH dan suhu yang terkontrol.

    Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan ditentukan dengan meletakkan

  • bahan pangan pada kondisi udara yang bergerak. Metode dinamis sering

    digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk

    mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar

    bahan (Brooker et al. 1992).

    2.8. Kurva Sorpsi Isotermis

    Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan

    antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan pada ruang

    penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan

    (Winarno 1994). Kurva ini menunjukkan aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan

    melepaskan air yang dikandung (desorpsi) pada bahan pangan sehingga banyak

    digunakan dalam penentuan umur simpan, penyimpanan, pengemasan, dan

    pengeringan. Kurva sorpsi isotermis juga menggambarkan proses hidrasi yang

    terjadi dalam hubungannya dengan interaksi kimiawi air pada molekul

    permukaan, pelepasan struktur molekul dalam mempercepat perpindahan, dan

    perubahan volume oleh molekul yang terbuka (Ballesteros 2007).

    Kurva sorpsi isotermis terbagi menjadi 3 daerah yang dipengaruhi oleh

    keberadaan air dalam suatu bahan pangan. Daerah A merupakan bagian adsorpsi

    yang bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B merupakan bagian

    terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer),

    dan daerah C merupakan bagian terjadinya kondensasi air pada pori-pori bahan.

    (kondensasi kapiler) (Winarno 1994). Kurva sorpsi isotermis secara umum dapat

    dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Kurva sorpsi isotermis secara umum (Anonim 2009)

  • Pada umumnya kurva sorpsi isotermis bahan pangan berbentuk sigmoid

    (menyerupai huruf S). Kurva adsorpsi (penyerapan uap air) dan kurva desorpsi

    (pelepasan uap air) tidak pernah berhimpit. Keadaan seperti ini disebut sebagai

    fenomena histeresis. Besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam

    tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik

    yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan

    tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema 1996).

    Fenomena histeresis menjelaskan bahwa nilai aw yang berbeda diperoleh

    pada pengukuran makanan dengan kadar air sama, tergantung pada bagaimana

    cara tercapainya kadar air tersebut, melalui proses adsorpsi atau desorpsi

    (Buckle et al. 1985). Fenomena histeresis hanya dapat terjadi pada selang aktifitas

    air (Kapseu 2006).

    Secara umum dapat dikatakan bentuk kurva sorpsi isotermis khas untuk

    setiap bahan pangan. Sorpsi isotermis dapat menggambarkan karakteristik bahan

    pangan dan memberikan informasi-informasi tentang kondisi relatif serangan dari

    mikroba selama penyimpanan (Kapseu 2006). Selain itu, kurva sorpsi isotermis

    juga dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai

    keadaan relatif tempat penyimpanan (Winarno 2004). Perubahan air

    mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan

    airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan dapat ditentukan

    (Winarno 2004).

    Gambar 2. Lima tipe kurva sorpsi isotermis (Mathlouthi 2003)

  • 2.9. Model Persamaan Sorpsi Isotermis

    Model matematika untuk persamaan sorpsi isotermis telah banyak

    dikembangkan oleh para ahli baik secara teoritis, semi teoritis, maupun empiris

    (Chirife dan Iglesias 1978; Van den Berg dan Bruin 1981). Model-model

    matematika tersebut tidak dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi

    isotermis dan hanya dapat memprediksikan kurva sorpsi isotermis salah satu dari

    ketiga daerah sorpsi isotermis. Tujuan penggunaan model sorpsi isotermis

    tergantung pada tingkat kemulusan kurva yang diinginkan melalui persamaan

    yang tepat (Labuza 1982).

    Salah satu model persamaan sorpsi isotermis yang diakui secara

    internasional model GAB (Guggenheim, Anderson dan de Boer). Model ini bisa

    menggambarkan sorpsi isotermis bahan pangan pada kisaran aw yang lebih luas

    dari model BET, yaitu 0,05 < aw < 0,9 (Spiess dan Wolf 1987). Persamaan GAB

    merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan kurva sorpsi isotermis

    pada sebagian besar produk pangan. Model sorpsi isotermis GAB dapat

    dinyatakan sebagai berikut :

    )1)(1( awKCawKawK

    awKCXmMe +=

    Keterangan : Me = kadar air (BK) aw = aktifitas air Xm = kadar air monolayer (%) K = konstanta C = konstanta energi

    Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang

    menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan

    kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini merupakan salah satu persamaan

    sorpsi isotermis yang paling banyak digunakan pada kebanyakan bahan pangan

    kering terutama biji-bijian (Chirife dan Iglesias 1978). Berikut model persamaan

    Henderson :

    1-aw = exp(-KMen)

    Keterangan : Me = kadar air kesetimbangan K dan n = konstanta

  • Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang berlaku untuk

    kebanyakan bahan pangan pada aw 0,0 sampai 0,85. Berikut model persamaan

    Caurie :

    Ln Me = ln P1 P2* aw

    Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses

    kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan ini dapat digunakan untuk bahan

    makanan dengan aw antara 0,1 sampai 0,81. Berikut model persamaan Hasley :

    aw = exp [-P1/(Me)P2]

    Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada aw 0,0 sampai

    0,85 dan cocok untuk kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Berikut

    model persamaan Oswin :

    Me = P1[aw/(1-aw)]P2

    Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk

    semua bahan pangan pada semua nilai aw. Berikut model persamaan Chen

    Clayton:

    aw = exp[-P1/exp(P2*Me)]

    Keterangan : aw = aktivitas air P1 dan P2 = konstanta

    2.10. Kemasan

    Kemasan merupakan suatu wadah atau tempat yang dapat digunakan

    untuk memberikan perlindungan terhadap bahan didalamnya. Pengemasan sebagai

    bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat

    mempengaruhi mutu pangan seperti perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-

    zat kimia dari bahan pengemas dan perubahan aroma, warna dan tekstur oleh

    perpindahan uap air dan oksigen (Syarief 1990).

    Tujuan suatu produk pangan dikemas yaitu untuk mengawetkan makanan,

    mempertahankan mutu kesegaran, menarik konsumen, memberikan kemudahan

    dalam distribusi dan penyimpanan, serta dapat menekan peluang terjadinya

  • kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikroorganisme maupun bahan-

    bahan kimia berbahaya atau racun (Winarno dan Jenie 1983).

    Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan

    antara lain sifat bahan pangan, kondisi lingkungan, dan jenis bahan pengemas.

    Jenis bahan pengemas dalam hubungannya dengan daya awet bahan pangan yang

    dikemas ditentukan berdasarkan permeabilitasnya. Permeabilitas merupakan

    transfer molekul air atau gas melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan

    ataupun sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju

    transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat

    adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu

    dan kelembaban tertentu (Robertson 1992).

    Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya

    terhadap lingkungan. Produk pangan kering akan berada dalam keadaan

    setimbang dengan lingkungan dengan cara menyerap uap air dari lingkungan

    (Syarief 1990). Sehingga diperlukan suatu barrier antara produk dengan

    lingkungan berupa kemasan dengan daya tembus atau permeabilitas uap air yang

    rendah untuk menghambat penurunan mutu produk akibat distribusi uap air ke

    dalam bahan pangan kering yang bersifat hidrofilik tersebut (Buckle et al. 1985).

    Plastik merupakan bahan pengemas yang paling banyak digunakan dalam

    industri pangan karena harganya yang murah, ringan, transparan, kuat, mudah

    dibentuk, selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2 serta

    mengurangi biaya transportasi.

    PP (polypropylene) adalah salah satu jenis plastik yang sering digunakan

    sebagai pengemas bahan pangan. Sifat-sifat pengemas polypropylene antara lain

    sebagai berikut :

    1. Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih dalam bentuk film,

    namun tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.

    2. Mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dari polietilen. Rapuh pada

    suhu rendah sehingga tidak bisa digunakan sebagai kemasan beku.

    3. Lebih kaku dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan

    dan distribusi.

  • 4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, dan tidak baik

    untuk produk yang peka terhadap oksigen.

    5. Tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak.

    6. Titik leburnya tinggi sehingga susah dibuat kantung dengan sifat kelim

    panas yang baik (Syarief et al. 1989).

    Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk

    tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain seperti kertas

    atau alufo. Kombinasi antara beberapa kemasan plastik berbeda atau plastik

    dengan non plastik (kertas, alumunium foil, dan selulosa) dengan ketebalan tiap

    lapisan utamanya lebih dari 6 mikron yang diproses baik dengan cara laminasi

    ekstrusi maupun laminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi

    (Robertson 1993). Adanya kemasan tersebut dapat membantu mencegah atau

    mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan didalamnya dari bahaya

    pencemaran, serta gangguan fisik berupa gesekan, benturan, dan getaran.

    2.11. Umur Simpan dan Metode Akselerasi

    Institute of Food Technology mendefinisikan umur simpan produk pangan

    sebagai selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi dimana produk berada

    dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan

    nilai gizi (Arpah 2001). Menurut National Food Processor Association, umur

    simpan adalah suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur simpannya bila

    kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan

    konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta

    memproteksi isi kemasan (Arpah dan Syarief 2000).

    Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan

    yang dikemas adalah sebagai berikut :

    1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya

    perubahan seperti kepekaan terhadap air dan oksigen serta kemungkinan

    terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.

    2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume.

    3. Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat

    bertahan selama transit dan sebelum digunakan (Syarief et al. 1989).

  • Umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu

    kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk

    pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvensional

    dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau metode akselerasi (Floros 1993).

    Metode konvensional dilakukan dengan menyimpan satu seri produk pada kondisi

    normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode ini

    cukup akurat dan tepat namun memerlukan waktu yang lama dan analisis yang

    relatif banyak. Metode ini umumnya memiliki masa kadaluarsa produk kurang

    dari 3 bulan (Arpah 2001). Metode akselerasi diterapkan pada produk pangan

    dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, dan intensitas

    cahaya baik secara individu maupun gabungannya (Floros 1993). Keuntungan

    metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat tetapi tetap memiliki

    ketepatan dan akurasi yang tinggi.

    Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan

    melalui dua pendekatan yaitu model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model

    Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang

    sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang mudah

    mengalami ketengikan (oksidasi lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan

    atau kerusakan vitamin C. Prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada

    suhu ekstrim dimana produk pangan menjadi lebih cepat rusak dan umur simpan

    produk ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena

    itu, umur simpan yang diperoleh merupakan nilai perkiraan yang validitasnya

    sangat ditentukan oleh model matematika dari hasil percobaan (Kusnandar 2006).

    Metode akselerasi yang banyak diterapkan pada produk pangan kering

    adalah melalui pendekatan kadar air kritis. Produk disimpan pada kondisi RH

    lingkungan penyimpanan yang ekstrim dan mengalami penurunan mutu akibat

    penyerapan uap air. Diperlukan persamaan matematika untuk deskripsi kuantitatif

    dari sistem yang terdiri dari dari produk, bahan pengemas, dan lingkungan

    (Arpah 2001). Model kadar air kritis dapat dilakukan melalui pendekatan kurva

    sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva

    sorpsi isotermis digunakan untuk produk pangan yang mempunyai kurva sorpsi

    isotermis berbentuk sigmoid. Pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan

  • untuk produk yang memiliki kelarutan tinggi seperti produk dengan kadar sukrosa

    tinggi (Labuza 1982).

    Model Labuza cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk

    pangan yang memiliki kurva sorpsi isotermis membentuk sigmoid. Model ini

    disebut model pendekatan kurva sorpsi isotermis :

    t =

    bPo

    WsA

    xk

    McMeMiMeln

    Keterangan : t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (g H2O/g solid) Mi = kadar air awal produk (g H2O/g solid) Mc = kadar air kritis produk (g H2O/g solid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) Ws = bobot padatan per kemasan (g) P0 = tekanan uap jenuh (mmHg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis

    2.12. Bilangan TBA (thiobarbituric-acid)

    Ketengikan dalam bahan pangan dapat diukur melalui analisis nilai TBA

    (thiobarbituric-acid). Nilai ini diukur berdasarkan atas pigmen merah yang

    terbentuk sebagai hasil kondensasi antara 2 molekul thiobarbiturat dengan satu

    molekul malonaldehid. Intensitas warna merah tersebut menunjukkan tingkat

    ketengikan bahan pangan yang dihasilkan dari pengukuran spektrofotometer pada

    panjang gelombang 528 nm (Syarief dan Halid 1993). Persenyawaan

    malonaldehid secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan di-peroksida pada

    gugus pentadehida yang diikuti dengan pemutusan rantai molekul atau dengan

    cara oksidasi lebih lanjut 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidro

    peroksida.

    Analisis TBA ini merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak

    tidak jenuh (PUFA). Umumnya diterapkan pada lemak pangan yang mengandung

    asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi seperti linoleat yang dapat

    mempengaruhi stabilitas flavour (Ketaren 1986). Keunggulan dari analisis ini

    adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji fraksi lemak

  • dalam suatu bahan tanpa mengektraksi fraksi lemaknya. Kelemahannya adalah

    terdapatnya beberapa persenyawaan selain asam hasil oksidasi lemak yang ikut

    tersuling bersama uap dan selanjutnya terhadap destilat saat dilakukan analisis

    TBA.

  • 3. METODOLOGI

    3.1. Waktu dan Tempat

    Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2008 - Januari 2009.

    Laboratorium yang digunakan yakni Laboratorium Pengolahan dan Karakteristik

    Bahan Baku Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan

    Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Produktivitas Lingkungan

    Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Laboratorium Biokimia Pangan

    Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Laboratorium SEAFAST Center

    Institut Pertanian Bogor.

    3.2. Alat dan Bahan

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik

    (electronic balance ER-120A AND), oven (Drying Oven DV41 Yamato), tanur

    (Muffle Furnace FM38 Yamato), cawan alumunium, cawan porselen, desikator,

    desikator kecil (toples yang dimodifikasi), Rheoner (RE-3305 Rheoner),

    hygrometer (HAAR-SYNTH HYGRO), awmeter (Shibaura Aw meter WA 360),

    Permatran Mocon W 3*31, pencapit logam, dan peralatan gelas untuk keperluan

    analisis.

    Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan fish snack

    (produk ekstrusi) adalah jagung, beras, grit ikan patin, dan garam serta flavor

    untuk perlakuan snack. Bahan-bahan untuk penelitian utama antara lain larutan

    garam jenuh (MgCl2, K2CO3, NaCl, KCl, KI, dan NaNO2), kemasan plastik PP

    (polypropylene) tebal (0,8 mm), vaselin, dan akuades. Gambar desikator kecil

    yang merupakan modifikasi toples kaca dapat dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3. Desikator kecil (modifikasi toples kaca)

  • Desikator yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi

    terhadap toples kaca dengan menambahkan sebuah meja kaca di dalamnya

    sebagai penyangga wadah atau cawan untuk menyimpan sampel. Meja kaca

    dibuat dari kaca yang disusun membentuk sekat sehingga memudahkan distribusi

    uap air dari larutan garam jenuh dalam menciptakan RH desikator tersebut.

    Adanya bahan karet pada tutup toples membantu mempertahankan kondisi kedap

    udara saat ditutup dan disimpan pada suhu ruang.

    3.3. Metode Penelitian

    3.3.1. Penelitian pendahuluan

    Penelitian pendahuluan dilakukan dalam beberapa tahap diantaranya

    pembuatan fish snack (produk ekstrusi), penentuan parameter kerusakan snack

    melalui survei konsumen, dan penentuan karakteristik awal produk dengan

    analisis proksimat dan uji kerenyahan sebagai tahapan dalam penentuan umur

    simpan fish snack (produk ekstrusi).

    3.3.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi)

    Pada pembuatan fish snack (produk ekstrusi), seluruh bahan berupa grit

    jagung, grit beras, dan grit ikan dicampurkan secara manual hingga merata

    membentuk adonan. Penambahan sejumlah garam sebesar 2,5 % dari berat total

    adonan. Bahan yang telah tercampur rata dimasukkan dalam wadah pengisi dan

    akan mengalami proses pemasakan oleh ekstruder hingga dihasilkan ekstrudat.

    Suhu yang digunakan pada proses ekstrusi snack adalah 60 70 C. Pengemasan

    dilakukan segera setelah snack mencapai suhu sekitar 35 C ke dalam kemasan

    plastik PP agar terhindar dari kontaminasi.

    Fish snack (produk ekstrusi) yang telah dikemas, kemudian diberikan

    perlakuan tanpa dan dengan penambahan flavor. Flavor yang digunakan adalah

    perasa keju yang merupakan produk komersil. Pemberian flavor pada produk fish

    snack dilakukan secara manual dengan menggunakan metode semprot (spray).

    Minyak disemprotkan pada snack hingga cukup merata dan dilanjutkan dengan

    pemberian flavor keju. Flavor dalam bentuk bubuk ditaburkan perlahan ke dalam

    wadah berisi snack sambil terus diaduk dan dikocok. Jumlah flavor yang

    ditambahkan sekitar 6 g untuk 100 g produk fish snack atau sebesar 6 %

  • sedangkan banyaknya minyak yang digunakan yaitu sekitar 62,5 ml minyak

    nabati untuk 350 g fish snack (produk ekstrusi).

    Penambahan flavor selain meningkatkan cita rasa produk juga berperan

    sebagai coating yang akan memperbaiki penampakan dari produk tersebut. Kedua

    perlakuan fish snack tersebut selanjutnya disimpan dalam suhu ruang berkisar

    antara 28-32 0C sebagai sampel untuk penentuan umur simpan baik secara

    konvensional maupun dengan metode akselerasi. Diagram alir proses pembuatan

    fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi)

    (Subagja 2009)

    3.3.1.2. Penentuan atribut utama dan kerusakan snack

    Penentuan atribut utama fish snack dilakukan melalui survei kepada 30

    responden (usia bervariasi) berupa pemberian kuisioner tentang penyebab

    kerusakan snack. Konsumen sebagai panelis harus memilih salah satu dari lima

    parameter yang paling berpengaruh terhadap kerusakan snack sehingga tidak

    layak dikonsumsi pada form diberikan. Parameter-parameter tersebut antara lain

    Grit ikan (15 %)

    Pencampuran bahan

    Pemasakan (ekstrusi) pada suhu 60 - 70 0C

    Pengemasan dalam plastik PP tebal (0,8 mm)

    Penyimpanan suhu ruang (302 0C) selama 4 minggu

    Pendinginan

    Ekstrudat

    Grit beras (22,5 %)

    Grit jagung (62,5 %)

    Garam 2,5% bobot total

  • warna, aroma, rasa, tekstur (kerenyahan) dan penampakan. Contoh kuisioner

    dapat dilihat pada Lampiran 1.

    3.3.1.3. Penentuan karakteristik awal fish snack (produk ekstrusi)

    Penentuan dilakukan dengan menggunakan analisis kimia dan analisis

    fisik. Analisis kimia berupa analisis proksimat (AOAC 1995) meliputi kadar air,

    kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat serta aktifitas air (aw)

    menggunakan awmeter. Analisis fisik meliputi analisis tekstur berupa kerenyahan

    fish snack menggunakan rheoner. Pembacaan nilai kerenyahan berupa puncak

    grafik (first peak) yang terbentuk.

    3.3.2. Penelitian utama

    Penelitian utama bertujuan untuk menentukan umur simpan produk

    fish snack (produk ekstrusi) dengan menggunakan metode konvensional dan

    metode akselerasi melalui pendekatan kadar air kritis. Dalam penentuan umur

    simpan fish snack (produk ekstrusi) dengan metode konvensional, sampel

    dianalisis kadar proksimat, TPC, TBA, kerenyahan, dan organoleptik tiap minggu

    selama penyimpanan pada suhu 302 0C. Penentuan umur simpan (Lampiran 21)

    dengan pendekatan kadar air kritis dimulai dengan tahapan penentuan kadar air

    kritis, kadar air kesetimbangan, dilanjutkan dengan penentuan model dan kurva

    sorpsi isotermis, nilai MRD, slope, permeabilitas kemasan, bobot serta luas

    kemasan. Parameter-parameter tersebut digunakan dalam perhitungan umur

    simpan Labuza.

    3.3.2.1. Penentuan kadar air kritis (Mc, Moisture critic)

    Sampel fish snack baik diberikan perlakuan penyimpanan tanpa kemasan

    pada suhu ruang (302 0C) selama 0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Sampel

    dianalisis secara organoleptik, fisik, dan kimia untuk setiap penyimpanan.

    Analisis organoleptik meliputi uji rating dan uji hedonik terhadap parameter

    tekstur (kerenyahan) kepada 30 panelis tak terlatih. Form skor rating dan skor

    hedonik yang dipakai dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis fisik berupa uji

    tekstur yaitu kerenyahan fish snack dengan rheoner (gf). Analisis kimia dilakukan

    dengan menentukan kadar air (AOAC 1995) fish snack tiap perlakuan

    penyimpanan.

  • Hasil uji organoleptik dibandingkan dengan uji fisik (tekstur fish snack)

    dan uji kimia (kadar air fish snack) sehingga diperoleh kurva hubungan antara

    kadar air snack selama penyimpanan dengan skor hedonik dan skor rating. Kadar

    air kritis ditentukan saat skor organoleptik secara hedonik (kesukaan) dan rating

    oleh panelis bernilai 3 dimana snack dinyatakan telah ditolak oleh panelis.

    3.3.2.2. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me, Moisture equilibirum)

    Pembuatan larutan garam jenuh dilakukan dengan melarutkan sejumlah

    garam tertentu dalam akuades hingga jenuh atau tidak larut kembali. Garam yang

    digunakan antara lain MgCl2, K2CO3, NaCl, KCl, KI, dan NaNO2 sehingga

    diperoleh RH ruangan yang berbeda-beda. Larutan garam jenuh yang digunakan

    sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam desikator modifikasi toples.

    Sampel snack sebanyak 2-5 g dimasukkan dalam cawan alumunium yang

    telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam

    desikator kecil yang berisi larutan garam jenuh, dengan posisi dari bawah ke atas

    berturut-turut yaitu larutan garam, penyangga, dan cawan beserta isinya, serta

    terdapat jarak antara larutan garam dan penyangga. Desikator disimpan pada suhu

    ruang (302 0C) dan sampel ditimbang secara periodik tiap 24 jam hingga

    mencapai bobot yang setimbang. Bobot yang setimbang ditandai dengan selisih

    3 penimbangan berturut-turut 2 mg untuk RH di bawah 90 % dan 10 mg untuk

    RH di atas 90 %. Sampel yang telah mencapai berat konstan kemudian diukur

    kadar airnya dengan metode oven (AOAC 1995).

    3.3.2.3. Penentuan kurva dan model persamaan sorpsi isotermis

    Penentuan kurva sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar

    air kesetimbangan hasil percobaan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau

    aktifitas air (aw). Labuza (2002) menyatakan aktivitas air suatu bahan pangan

    dapat dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan

    uap air murni (P0) pada kondisi sama atau dengan membagi ERH lingkungan

    dengan nilai 100 sebagai berikut :

    aw = PP

    0

    = 100ERH

  • Keterangan : aw = aktifitas air P = tekanan parsial uap air bahan (mmHg) P0 = tekanan parsial uap air murni pada suhu yang sama (mmHg) ERH = kelembaban relatif seimbang

    Persamaan sorpsi isotermis yang akan digunakan ditentukan berdasarkan

    penelitian-penelitian sebelumnya. Model matematika mengenai persamaan sorpsi

    isotermis sudah banyak dikemukakan oleh para ahli baik secara empiris,

    semi empiris, maupun teoritis (Chirife dan Iglesias 1978; Van den Berg

    dan Bruin 1981). Persamaan-persamaan yang dipilih adalah persamaan sederhana

    yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan dengan kisaran RH 0 - 95 %. Model

    persamaan ini digunakan untuk memperoleh kemulusan kurva terbaik. Umumnya

    merupakan persamaan non linear yang kemudian didistribusikan menjadi

    persamaan linear sehingga nilai-nilai konstantanya dapat ditentukan melalui

    metode kuadrat terkecil (Walpole 1990). Salah satu model persamaan yang

    dipakai (diakui internasional) yaitu GAB (Guggenheim, Anderson, dan de Boer)

    sebagai berikut :

    )1)(1( awKCawKawKawKCXmMe +

    =

    Adapun beberapa model persamaan yang juga digunakan dalam penentuan

    kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) seperti :

    Model persamaan Henderson : 1-aw = exp(-KMen)

    Keterangan : Me = kadar air kesetimbangan K dan n = konstanta

    Berikut model persamaan Caurie : Ln Me = ln P1 P2* aw

    Berikut model persamaan Hasley : aw = exp [-P1/(Me)P2]

    Berikut model persamaan Oswin : Me = P1[aw/(1-aw)]P2

    Berikut model persamaan Chen Clayton : aw = exp[-P1/exp(P2*Me)]

    Keterangan : aw = aktivitas air

    P1 dan P2 = konstanta

  • 3.3.2.4. Uji ketepatan model (Walpole 1990)

    Uji ketepatan persamaan sorpsi isotermis dilakukan untuk mengetahui

    ketepatan dari beberapa model persamaan sorpsi isotermis yang terpilih sehingga

    memperoleh kurva sorpsi isotermis dengan menggunakan perhitungan

    Mean Relative Determination (MRD) (Walpole 1990).

    MRD = Mi

    MpiMin

    n

    i

    =1

    100

    Keterangan : Mi = kadar air percobaan Mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data

    Model sorpsi isotermis dengan nilai MRD < 5 maka model sorpsi

    isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan sebenarnya atau sangat tepat.

    Model sorpsi isotermis dengan 5 < MRD < 10 maka model tersebut agak tepat

    menggambarkan keadaan sebenarnya. Model sorpsi isotermis dengan MRD > 10

    maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi sebenarnya.

    3.3.2.5. Penentuan nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis (Labuza 1982)

    Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linear

    (Arpah 2001). Daerah linear tersebut diambil antara daerah kadar air awal dan

    kadar air kritis (Labuza 1982). Titik-titik hubungan antara aktifitas air dan kadar

    air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b persamaan

    tersebut merupakan slope kurva sorpsi isotermis.

    Nilai b ditentukan dari model persamaan terpilih (kemiringan kurva sorpsi

    isotermis yang diasumsikan linier antara Mi dan Mc) untuk dimasukkan dalam

    rumus umur simpan Labuza. Nilai b ditentukan pada dua daerah untuk melihat

    pengaruhnya terhadap umur simpan produk. Daerah tersebut antara lain :

    1. b1 atau slope 1 diperoleh dari hasil perbandingan antara selisih kadar air

    awal dan kadar air kritis dengan selisih antara aktifitas air awal dengan

    aktifitas air kritis.

    2. b2 atau slope 2 diperoleh dari slope garis lurus pada daerah linear yang

    melewati kadar air awal.

  • 3.4. Variabel Pendukung Umur Simpan

    3.4.1. Penentuan permeabilitas kemasan (ASTM F 1249-2006)

    Penentuan permeabilitas kemasan dilakukan dengan menggunakan alat

    Permatran Mocon W*3/31. Berdasarkan pengukuran dengan alat ini diperoleh

    nilai WVTR (g/m2/hari/RH) sehingga untuk perhitungan k/x adalah sebagai

    berikut:

    k/x = ))(12(( desikatorRHPP

    WVTR

    Keterangan : WVTR = laju perpindahan uap air yang melalui kemasan (g/m2/hari/RH)

    k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) P1 = tekanan uap air di dalam kemasan (mmHg) P2 = tekanan uap air di luar kemasan (mmHg)

    Kemasan dipotong sesuai cetakan dan diukur ketebalannya. Kemasan

    dikondisikan terlebih dahulu selama 24 jam dalam ruang uji. Kemudian kemasan

    ditempatkan dalam cell pada alat uji. Data mengenai ketebalan kemasan, luas

    kemasan, suhu pengujian, lama pengujian, kelembaban udara, dan laju alir udara

    sebagai input pada program komputer. Gas nitrogen kering dialirkan melalui

    inside chamber (RH 0 %) sedangkan pada outside chamber dialirkan gas nitrogen

    basah (RH 100 %). Kemasan dalam cell menjadi pembatas antara gas nitrogen

    kering dengan gas nitrogen basah. Uap air berdifusi menuju daerah bertekanan

    rendah (inside chamber) akibat adanya perbedaan tekanan. Uap air yang berdifusi

    melalui kemasan dibawa oleh gas nitrogen kering menuju sensor dan terdeteksi

    jumlahnya sehingga laju uap air dapat dihitung. Pengujian berakhir setelah

    kesetimbangan laju uap air tercapai.

    3.4.2. Penentuan bobot padatan per kemasan (Ws) dan luas kemasan (A)

    Bobot produk awal (Wo) dalam satu kemasan ditimbang dan dikoreksi

    kadar air awalnya (Mo) yang merupakan berat padatan per kemasan (Ws). Luas

    kemasan (A) yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar

    kemasan dalam satuan m2.

    Ws = Wo*(% solid/100) % solid = (1- (m0/1 + m0))*100 A = P (panjang) x L (lebar)

  • Keterangan : Wo = Bobot produk awal (g) Mo = Kadar air produk awal (%) % solid = Persentase padatan dalam kemasan A = Luas kemasan (m2)

    3.5. Perhitungan Umur Simpan Fish Snack (Labuza 1982)

    Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) menggunakan

    pendekatan kurva sorpsi isotermis. RH penyimpanan yang dipakai yaitu 75 %,

    80 %, dan 85 %. Persamaan umur simpan snack dengan model kurva sorpsi

    isotermis adalah sebagai berikut :

    t =

    bPo

    WsA

    xk

    McMeMiMeln

    Keterangan : t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (g H2O/g solid) Mi = kadar air awal produk (g H2O/g solid) Mc = kadar air kritis produk (g H2O/g solid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) Ws = bobot padatan per kemasan (g) P0 = tekanan uap jenuh (mmHg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis

    3.6. Metode Analisis

    3.6.1. Metode analisa kimia

    3.6.1.1. Analisis kadar air (AOAC 1995) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 100 - 120 oC

    sekitar 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian

    ditimbang. Sampel sebanyak 3 g dimasukkan dalam cawan, kemudian

    dimasukkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 10 jam. Cawan berisi sampel

    diangkat kembali kemudian didinginkan dengan menggunakan desikator sebelum

    ditimbang kembali. Presentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan

    rumus sebagai berikut:

    %1002

    3)21()(% +=W

    WWWBBAirKadar

  • %10013

    3)21()(% +=

    WWWWWBKAirKadar

    Keterangan : W1 = Berat cawan setelah didesikator (g)

    W2 = Berat sampel awal (g) W3 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan (g)

    3.6.1.2. Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam

    desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 3 gram dan diletakkan

    dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap.

    Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan pada suhu

    sekitar 600 oC selama sekitar 6 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam

    desikator, setelah didinginkan kemudian cawan ditimbang. Presentase dari kadar

    abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

    %1002

    3)21(% +=W

    WWWAbuKadar

    Keterangan : W1 = Berat cawan setelah didesikator (g)

    W2 = Berat sampel awal (g) W3 = Berat (sampel + cawan) setelah diabukan (g)

    3.6.1.3. Analisis kadar lemak metode soxhlet (AOAC 1995) Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi

    Soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven,

    kemudian didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya. Sampel sebanyak

    3 g dalam bentuk tepung dibungkus dalam kertas saring. Kemudian kertas saring

    yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam labu lemak dan ditambahkan

    pelarut secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut

    yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.

    Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung

    kembali. Kemudian labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam

    oven pada suhu 150 oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan

    dalam desikator 20-30 menit. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya

  • ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Presentase dari kadar lemak dapat

    dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

    %1002

    3)21(% +=W

    WWWLemakKadar

    Keterangan : W1 = Berat labu kosong (g)

    W2 = Berat sampel awal (g) W3 = Berat (sampel + cawan) setelah dioven (g)

    3.6.1.4. Analisis kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995)

    Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam tabung mikro Kjeldahl 30 ml,

    kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 dan tablet Kjeldahl. Sampel dididihkan

    selama 2-2,5 jam hingga terbentuk larutan berwarna hijau kemudian didinginkan.

    Larutan yang telah dingin dilarutkan kembali dengan aquades ke dalam labu takar

    125 ml. Sebanyak 10 ml larutan pada labu dituangkan ke dalam alat destilasi, labu

    dibilas 5-6 kali dengan aquades. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat

    destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 7 ml.

    Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer

    125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan metilene

    blue) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml

    destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat

    dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal

    yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Presentase dari kadar protein dapat

    dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

    25,6%Pr%

    100007,14)(%

    xNoteincontohmg

    xxnormalitasxblankomlHClmlN

    =

    =

    3.6.1.5. Analisis bilangan TBA (thiobarbituric-acid) (Ketaren 1986)

    Pengukuran bilangan TBA dilakukan untuk mengetahui terjadinya

    ketengikan melalui pengukuran malonaldehid yang terbentuk. Sampel ditimbang

    sebanyak 3 g dan dimasukkan ke dalam waring blender. Kedalamnya

    ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan selama 2 menit. Larutan

    dipindahkan ke dalam labu destilasi 1000 ml sambil dicuci dengan 48,5 ml

    akuades. Larutan ditambahkan 1,5 ml HCl (4 mol) sampai pH menjadi 1,5

  • kemudian batu didih dan sedikit bahan pencegah buih (antifoam) dimasukkan ke

    dalam labu destilat. Proses destilasi dilakukan dengan pemanasan selama 10 menit

    hingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml. Destilat yang diperoleh disaring dan

    diambil sebanyak 5 ml untuk dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer 50 ml.

    Sebanyak 5 ml reagen TBA (0,02 M thiobarbituric-acid dalam 90 % asam asetat

    glasial) ditambahkan ke dalam labu. Kemudian labu ditutup dan dipanaskan

    selama 35 menit dalam air mendidih. Setelah dingin, nilai absorbansi destilat

    diukur pada panjang gelombang 528 nm. Larutan dibuat sebagai standar dengan

    mencampurkan 5 ml air suling ditambah 5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA dapat

    dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg) = 7,8 x absorbansi

    3.6.2. Metode pengujian fisik

    3.6.2.1. Rendemen (AOAC 1995)

    Rendemen merupakan perbandingan antara bobot hasil akhir dengan bobot

    bahan awal dikalikan 100 %. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui

    seberapa besar persentase output yang dihasilkan dengan sejumlah input yang

    diberikan dalam suatu proses produksi. Nilai tersebut menyatakan tingkat

    ekonomis dan keefektifan produk. Rendemen dapat dihitung dengan rumus

    berikut:

    %100xawalBobotakhirBobotrendemen=

    3.6.2.3. Kerenyahan (Faridah et al. 2006)

    Kerenyahan produk fish snack (produk ekstrusi) diukur dengan

    menggunakan alat Rheoner. Kerenyahan diukur pada setiap perlakuan

    penyimpanan. Sampel ditekan oleh suatu silinder pada Rheoner yang disebut

    probe berdiameter 2 mm. Setiap tekanan yang diberikan menghasilkan sebuah

    kurva yang menunjukkan profil tekstur dari produk tersebut. Puncak (peak)

    pertama yang terbentuk pada kertas grafik merupakan nilai kerenyahan produk

    yang diuji kemudian dinyatakan dalam satuan gramforce (gf). Semakin rendah

    peak yang terbentuk maka semakin tinggi tingkat kerenyahannya atau semakin

    renyah dan semakin kecil nilai gramforce yang dihasilkan.

  • 3.6.2.4. Sifat organoleptik (Rahayu 1997)

    Uji organoleptik terhadap produk fish snack dilakukan untuk mengetahui

    daya terima panelis terhadap beberapa atribut sensori, meliputi warna, aroma,

    rasa, tekstur/kerenyahan, penampakan, dan penerimaan keseluruhan (overall).

    Panelis yang melakukan penilaian sebanyak 30 orang panelis tidak terlatih.

    Panelis diminta untuk mengisikan score sheet sesuai kode yang dicantumkan

    terhadap parameter-parameter yang diujikan. Dalam penentuan umur simpan

    dengan metode akselerasi, uji organoleptik meliputi uji hedonik dan uji rating.

    3.7. Analisis Mikrobiologi (SNI 01-2332.03-2006)

    Analisis mikrobiologi yang dilakukan pada produk snack dari ikan patin

    adalah uji TPC. Uji ini berguna untuk mengetahui banyaknya mi